Anda di halaman 1dari 4

4.6.1.

Analisis Hujan di Pekanbaru

1 Pola Hujan Bulanan


Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
mengelompokkan pola hujan di Indonesia menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:
Pola hujan monsun, yang wilayahnya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan
dan periode musim kemarau kemudian dikelompokan dalam Zona Musim (ZOM), tipe curah
hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan, Desember Januari Februari (DJF)
musim hujan, Juni Juli Agustus (JJA) musim kemarau).
Pola hujan equatorial, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua
puncak musim hujan maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam kreteria musim hujan.
Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan) yang
biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks.
Pola hujan lokal, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan kebalikan dengan pola
monsun. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi
bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun.
Zona pengelompokan ketiga pola hujan di atas dapat dilihat pada peta di bawah ini. Pada kondisi
normal, daerah yang bertipe hujan monsun akan mendapatkan jumlah curah hujan yang berlebih pada
saat monsun barat (DJF) dibanding saat monsun timur (JJA).

Gambar 4.11. Peta Zona Pola Hujan di Indonesia


Maka dapat dilihat bahwa lokasi pekerjaan yang berada di propinsi Riau termasuk hujan dengan pola
hujan equatorial yang bersifat bimodial (dua puncak musim hujan).
2 Curah hujan
Salah satu cara untuk melakukan analisa hidrologi seperti analisa banjir bisa didapat dengan
menghitungnya dengan metode-metode yang sudah berkembang saat ini, berdasar pada data curah
hujan yang terjadi pada suatu daerah. Disini kami menggunakan data yang di dapat dari stasiun hujan
Kandis mulai tahun 2007 sampai dengan 2016 (10 tahun) berupa curah hujan harian yang kemudian di
olah menjadi curah hujan harian maksimum yang terjadi pada setiap tahunnya, seperti yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4-6 Curah Hujan Harian Maksimum Kandis Mulai
Tahun 2007 Sampai Dengan 2016 (10 Tahun)

Dengan menganggap bahwa hujan yang terjadi di daerah pekerjaan tersebar merata, data tersebut di
Uji Inlier - Outlier Data dan konsistensinya dengan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sum),
seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4-7 Uji Inlinear Outlinear Data
Tabel 4-8 Uji Konsistensi Data Metode RAPS

Kemudian dilakukan analisa curah hujan rancangan yaitu curah harian maksimum yang mungkin
terjadi dalam periode waktu tertentu misal 5 tahunan, 10 tahunan dan seterusnya. Metode analisis
periode ulang hujan maksimum dapat dilakukan antara lain dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya:
Normal
Log normal
Gumbell
Log Pearson III
Haspers
Berikut ini hasil rekapitulasi metode-metode di atas.
Tabel 4-9 Hasil Analisa Frekuensi Curah Hujan dengan
Beberapa Periode Ulang dan Metode
Untuk memilih metode mana yang akan diambil hasilnya ditentukan dengan menggunkan uji The
Goodness of Fit, yakni : Uji Chi-Square dan Uji Smirnov-Kolmogorov. Adapun hasilnya dalah
sebagai berikut:
Tabel 4-10 Uji Chi-Square

Tabel 4-11 Uji Smirnov-Kolmogorov

Dari tabel Uji Chi-Square dan Uji Smirnov-Kolmogorov maka dipilih hasil dari metode Normal,
karena memiliki nilai error terkecil. Sehingga Curah Hujan rencana yang diambil untuk perancanaan
selanjutnya adalah dari metode Normal.
Tabel 4-12 Hasil Analisa Frekuensi Curah Hujan dengan
Beberapa Periode Ulang dan Metode (Metode Normal yang
Terpilih)

Dari hasil analisa frekuensi dapat dilihat bahwa curah hujan yang terjadi di lokasi pekerjaan masih
masih dikategorikan pada tingkat curah hujan sedang

Anda mungkin juga menyukai