Anda di halaman 1dari 222

KATA SAMBUTAN

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Salam sejahtera bagi kita semua
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Esa, atas
rahmat dan karunia-Nya serta dukungan berbagai pihak khususnya para ahli/ pakar yang
telah berkontribusi dalam penysunan Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue ini.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit
endemis dan menimbulkan masalah kesehatan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di
negara-negara trops dan subtropis di dunia. Di Asia penyakit ini endemis di negara-negara
ASEAN serta di beberapa negara Asia Selatan seperti : Bangladesh, India, Srilangka dan
Maldevis dan lain-lain.
Dalam upaya penanggulangan Deman Berdarah Dengue, pemerintah mempunyai 4
(empat) pilar strategi. Pertama, memperkuat pengamatan kasus/penderita dan pengamatan
vektor didukung dengan laboratorium yang memadai; Kedua, memperkuat penatalaksanaan
penderita di rumah sakit, puskesmas dan klinik; Ketiga, meningkatkan upaya pengendalian
vektor secara terpadu; Keempat, memperkuat kemitraan dengan berbagai pihak dalam
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD. Dalam rangka mendukung pelaksanaan
strategi pemerinyah tersebut maka diperlukan upaya pembangunan kualitas SDM kesehatan
yang memadai dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue.
Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue ini diharapkan dapat
menjadi bahan pembelajaran dan pelatihan bagi seluruh SDM kesehatan khususnya bagi
pengelola program DBD di daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
pengendalian Demam Berdarah Dengue.
Saran-saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih
menyempurnakan penerbitan berikutnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, November 2014


Direktur Jenderal PP dan Pl

dr. H.M. Subuh, MPPM


NIP. 196201191989021001

i
KATA PENGANTAR

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit


endemis dengan angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan
daerah terjangkit semakin meluas hingga mencapai 400 kebupaten/kota dari 474
kabupaten/kota di Indonesia, bahkan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan, sehingga salah satu
strategi utama dan paling effektif untuk pengendalian penyakit DBD adalah dengan cara
melakukan upaya preventif dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD,
tanpa mengabaikan peningkatan kewaspadaan KLB serta penatalaksanaan kasus.
Penerapan strategi tersebut memerlukan dukungan sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan dan ketrampilan memadai melalui pelatihan disetiap jenjang
administrasi.
Untuk keperluan pelatihan telah disusun modul Pelatihan Program yang terdiri dari 10
materi sebagai satu kesatuan pembelajaran, yaitu:
A. Materi dasar : Kebijakan Pengendalian DBD
B. Materi Inti
1. Epidemiologi DBD
2. Surveilans kasus DBD
3. Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD
4. Tatalaksana Kasus DBD
5. Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus, dan Penanggulangan KLB DBD
6. Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor DBD
7. Perencanaan dan Supervisi Pengendalian DBD
8. Promosi Kesehatan Dalam Pengendalian DBD
C. Materi Penunjang
1. Membangun Komitmen Belajar
2. Rencana Tindak Lanjut Pemulan
Modul ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari buku modul yang dicetak pada
tahun 2011, dan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi pengelola
program DBD di provinsi maupun kabupaten/kota dalam upaya pengendalian DBD.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas masukan dari berbagai pihak terutama
dari para kontributor serta tim editor yang menjadikan buku modul ini menjadi sempurna dan
mudah dilaksanakan di lapangan.

Jakarta, November 2014


Direktur Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang

dr. Andi Muhadir, MPH


NIP. 195504251982031003

iii
TIM PENYUSUN

Pelindung
dr. H.M. Subuh, MPPM
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Pengarah
dr. Andi Muhadir, MPH
Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang

Kontributor
1. Drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes
2. Dr. GertrudisTandy, MKM
3. DR. Suwito, SKM, M.Kes
4. Rohani Simanjuntak, SKM, MKM
5. Dr. Galuh Budhi Leksono Adhi
6. Erliana Setiani, SKM, MPH
7. Subahagio, SKM
8. Dr. Sri Hartoyo
9. Dr. Dauries Ariyanti Muslikhah
10. Rita Ariyati, SKM
11. Shelvia Nova, SKM
12. Suratno
13. Dr. dr. Triyunis Miko, M.Kes (FKM-UI)
14. Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A. (Dept. IKA FKUI/RSCM)
15. Drh. Sri Sugiharti, M.Kes (PPSDM-Kemenkes)
16. Drh. Sugiharto, M.Si (Subdit PV)
17. Dra. Fitri Riyanti, M.Si (Subdit PV)

Editor
1. Dr. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes
2. Dr. Galuh Budhi Leksono Adhi

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada semua pihak yang telah memberikan masukan/saran perbaikan.

v
DAFTAR SINGKATAN

3M : Menutup, Menguras, dan Memanfaatkan


ABJ : Angka Bebas Jentik
Ae : Aedes
APD : Alat Pelindung Diri
AR : Attack Rate
BI : Breteau Index
BLL : Building Learning Commitment
BMKG : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
BPS : Biro Pusat Statistik
Bti : Bacillus Thruringienis
COMBI : Communicatio for Behavioral Impact
CSS : Cairan Serebrospinal
DBD : Demam Berdarah Dengue
DD : Demam Dengue
Den : Dengue
DP-DBD : Data Perorangan Demam Berdarah Dengue
HI : House Index
IAKMI : Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
IGRs : Insect Growth Regulators
IWAPI : Ikatan
JE : Japanese Encephalitis
JPL : Jam Pelajaran
JUMANTIK : Juru Pemantau Jentik
KD-DBE : Kewaspadaan Dini DBD
KDRS : Kewaspadaan Dini Rumah Sakit
KID : Koagulasi Intravascular Disseminata
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
KLB : Kejadian Luar Biasa
LCD : Liquit Crystal Diisply
LPB : Limfosit Plasma Biru
LSM : Lembaga Sosial Masyarakat
MDGs : Millenium Development Goals
MUSRENBANG : Musyawarah Rencana Pembangunan
NS : Non Struktural
PF : Fogging Fokus
PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PLA : Partisipatory Learning Approach
POKJA : Kelompok Kerja
POKJANAL : Kelompok Kerja Operasional
PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk
PVT : Pengendalian Vektor Terpadu
PWS : Pemantauan Wilayah Setempat

vii
SDM : Sumber Daya Manusia
SKD : Sistem Kewaspadaan Dini
SOP : Standar Operasional Prosedur
SP : Species
SPM : Standar Pelayanan Minimal
SSD : Syndrome Syok Dengue
STP : Sistem Terpadu Penyakit
T : Teori
TPA : Tempat Penampungan Air
TPK : Tujuan Pembelajaran Khusus
TP-LKMD : Tim Pembina Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
TPU : Tujuan Pembelajaran Umum
TTU : Tempat-Tempat Umum
UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
ULV : Ultra Low Volume
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
UPT : Unit Pelayanan Teknis
UPTD : Unit Pelaksana Teknis Daerah
USG : Unit Sonografi
WI : Widya Iswara

viii
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ............................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iii
TIM PENYUSUN ................................................................................................................ v
DAFTAR DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xix

BAB I KURIKULUM PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD) ................................................................................ 1
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Lata Belakang ..................................................................................................... 1
B. Filosofi ................................................................................................................. 1
II. PERAN DAN FUNGSI ............................................................................................ 2
A. Peran .................................................................................................................. 2
B. Fungsi ................................................................................................................. 2
III. KOMPETENSI ........................................................................................................ 2
IV. TUJUAN PELATIHAN ............................................................................................. 3
A. Tujuan Umum ..................................................................................................... 3
B. Tujuan Khusus .................................................................................................... 3
V. STRUKTUR PROGRAM ......................................................................................... 3
VI. PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA ..................................................... 4
A. Peserta ................................................................................................................ 4
B. Fasilitator/Narasumber ....................................................................................... 4
C. Penyelenggara .................................................................................................... 4
VII. ALUR PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN ................................................. 5
VIII. WAKTU DAN KELENGKAPAN PELATIHAN ........................................................... 5
A. Waktu Pelatihan ................................................................................................. 5
B. Kelengkapan Pelatihan ...................................................................................... 5
IX. MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN ......................................................... 6
C. Monitoring ........................................................................................................... 6
D. Evaluasi ............................................................................................................... 6
X. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (lampiaran) ................................... 6
XI. SERTIFIKASI .......................................................................................................... 6

BAB II MATERI DASAR KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DBD ..................... 7


I. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................................ 7
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................... 7
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) .................................................................... 7
B. Tujuan Pembalajaran Khusus (TPK) .................................................................. 7
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ................................................ 8
IV. METODE ................................................................................................................. 8

ix
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 8
VI. ALAT BANTU BELAJAR ......................................................................................... 8
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ............................................................... 8
A. Langkah 1 ........................................................................................................... 8
B. Langkah 2 ........................................................................................................... 8
VIII. URAIAN MATERI .................................................................................................... 8
A. Situasi DBD dan Permasalahan DBD di Indonesi .............................................. 8
B. Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD .............................................................. 10
IX. KEPUSTAKAAN ..................................................................................................... 16

BAB III MATERI INTI 1 EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE ....................... 17


I. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................................. 17
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................... 17
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) .................................................................... 17
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ................................................................... 17
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASANA .............................................. 17
IV. METODE ................................................................................................................. 17
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 17
VI. ALAT BANTU ........................................................................................................... 18
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ............................................ 18
VIII. URAIAN MATERI : APIDEMIOLOGI DBD ............................................................... 18
1. Gambaran Epidemiologi ...................................................................................... 18
2. Penyebab Penyakit ............................................................................................. 19
3. Distribusi Penyakit .............................................................................................. 19
4. Penularan dan masa inkubasi ............................................................................. 21
5. Faktor Risiko Penularan Infkesi Dengue ............................................................. 22
6. Ukuran Epidemiologi ........................................................................................... 24
IX. KEPUSTAKAAN ....................................................................................................... 25

MATERI INTI 2 SURVEILANS KASUS DBD ..................................................................... 27


I. Deskripsi Singkat ..................................................................................................... 27
II. Tujuan Pembelajaran .............................................................................................. 27
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ................................................................... 27
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................. 27
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ................................................. 27
IV. METODE .................................................................................................................. 28
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 28
VI. ALAT BANTU BELAJAR .......................................................................................... 28
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ............................................................... 28
VIII. URAIAN MATERI .................................................................................................... 28
A. TUJUAN DAN PENGERTIAN SURVEILANS...................................................... 28
B. SISTIM PELAKSANAAN SURVEILANS DALAM PENGENDALIAN DBD . 30
C. KEGIATAN SURVEILANS DI BERBAGAI TINGKAT WILAYAH
ADMINISTRASI . 37
IX. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 49

x
MATERI INTI 3 SURBEILANS DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD ........................... 51
I. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................................. 51
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................... 52
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) .................................................................... 52
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ................................................................... 52
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ................................................. 52
IV. METODE ................................................................................................................. 53
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................. 53
VI. ALAT BANTU .......................................................................................................... 53
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) 53
VIII. URAIN MATERI ....................................................................................................... 54
A. METODE SURVEILANS VEKTOR DBD ............................................................ 54
B. MORFOLOGI, IDENTIFIKASI DAN BIOEKOLOGI VEKTOR DBD .. 62
C. METODE PENGENALAN VEKTOR ................................................................... 67
D. KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD ................................................... 70
E. PELAPORAN DAN EVALUASI HASIL PENGENDALIAN VEKTOR . 72
IX. KEPUSTAKAAN . 73

MATERI MATERI INTI 4 TATALAKSANA KASUS DEMAM DENGUE DAN DEMAM


BERDARAH DENGUE ....................................................................................................... 75
I. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................................. 75
II. TUJUAN PEMBELAJARAN .................................................................................... 75
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ................................................................... 75
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................. 75
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ................................................. 75
IV. METODE ................................................................................................................. 76
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 76
VI. ALAT BANTU BELAJAR .......................................................................................... 76
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ........................................... 76
VIII. URAIN MATERI ...................................................................................................... 76
A. Definisi Operasional DD dan DBD ...................................................................... 76
B. Diagnosis DD dan DBD ....................................................................................... 77
C. Tatalaksana DD dan DBD .................................................................................. 83
IX. KEPUSTAKAAN ...................................................................................................... 92

MATERI INTI 5 PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN


PENANGGULANGAN KLB ................................................................................................ 93
I. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................................. 93
II. TUJUAN PEMBELAJARAN .................................................................................... 93
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) .................................................................... 93
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ................................................................... 93
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ................................................ 93
IV. METODE .................................................................................................................. 94
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 94
VI. ALAT BANTU ........................................................................................................... 94
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ............................................................... 94

xi
VIII. URAIN MATERI ....................................................................................................... 94
A. KONSEP PENANGGULANGAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN
PENANGGULANGAN FOKUS (PF) ................................................................... 94
B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA ............................................... 99

MATERI INTI 6 PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR 103


I. DESKRIPSI SINGKAT ........................................................................................... 103
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ................................................................................... 103
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ................................................................... 103
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................. 103
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ................................................. 103
IV. METODE ................................................................................................................. 104
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 104
VI. ALAT BANTU .......................................................................................................... 104
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ............................................ 104
VIII. URAIN MATERI ....................................................................................................... 105
A. MESIN HOT FODDER ...................................................................................... 105
B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV) ................................................................ 108
C. JENIS DAN APLIKASI INSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR ....... 110

MATERI INTI 7 PERENCANAAN DAN SUPERVISI PROGRAM PENGENDALIAN


PENYAKIT DBD ................................................................................................................ 115
I. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................................. 115
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................... 115
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ................................................................... 115
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ................................................................. 115
III. POKOK BAHASAN .................................................................................................. 115
IV. METODE ..................................................................................................................116
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 116
VI. ALAT BANTU ........................................................................................................... 116
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ............................................ 116
VIII. URAIN MATERI ....................................................................................................... 116
A. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD ........................................................... 117
B. PENENTUAN KEGIATAN PENGENDALIAN DBD ............................................. 121
C. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL ..................................................... 125
D. SUPERVISI DAN BIMBINGAN TEKNIS ............................................................. 126
IX. KEPUSTAKAAN ...................................................................................................... 128
MATERI INTI 8 PROMOSI KESEHATAN DALAM PROGRAM PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE ........................................................................................ 131
I. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................................ 131
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ................................................................................... 131
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ................................................................... 131
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................. 131
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ................................................ 132
IV. METODE ..................................................................................................................132
V. BAHAN BELAJAR ................................................................................................... 132

xii
VI. ALAT BANTU BELAJAR ......................................................................................... 132
VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ............................................................... 132
VIII. URAIN MATERI ...................................................................................................... 133
A. STRATEGI DASAR PROMOSIKESEHATAN .................................................... 133
B. KEMITRAAN MELALUI POKJANAL DBD .......................................................... 137
C. PENYULUHAN KESEHATAN ............................................................................ 142

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Garis Besar Program Pembelajaran


Lampiran 2 : Peraturan Perundang-undangan terkait dengan program pengendalian
DBD
Lampiran 3 : KD-PKM
Lampiran 4 : Formulir K-DBD
Lampiran 5 : Formulir W2-DBD
Lampiran 6 : Formulir W 1
Lampiran 7 : Formulir KD-RS
Lampiran 8 : Formulir DP-DBD
Lampiran 9 : Formulir P-DBD
Lampiran 10 : Kartu Jentik Rumah/Bangunan
Lampiran 11 : Formulir JPJ-1
Lampiran 12 : Formulir PJB-1
Lampiran 13 : Formulir PJB-2
Lampiran 14 : Formulir PJB-3
Lampiran 15 : Panduan praktek materi ini 3
Lampiran 16 : Formulir So
Lampiran 17 : Studi kasus materi inti 4
Lampiran 18 : Form PE
Lampiran 19 : Form hasil PE
Lampiran 20 : Form Berita Acara hasil penanggulangan DBD
Lampiran 21 : Form KLB DBD
Lampiran 22 : Studi materi inti 5
Lampiran 23 : Panduan praktek materi inti 6
Lampiran 24 : Perhitungan insektisida dalam pengendalian vektor
Lampiran 25 : Contoh cara perhitungan kegiatan pengendalian DBD
Lampiran 26 : Check list supervisi
Lampiran 27 : Studi kasus materi inti 7
Lampiran 28 : Studi kasus materi inti 8

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Indikator Nasional DBD


Tabel 2 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD menurut desa/kelurahan per mingguan
Tabel 3 : Jumlah penderita DBD per tahun di Puskesma tahun 2008 2010
Tabel 4 : Distribusi penderita DBD menurut RW di Kelurahan
Tabel 5 : Jumlah penderita DBD per bulan per bulan di Puskesma X Tahun 2006 - 2010
Tabel 6 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD menurut Kecamatan per mingguan
Tabel 7 : Distribusi penderita DBD, per Kecamatan di wilayah kerja Puskesmas
Tabel 8 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD di Kabupaten
Tabel 9 : Jumlah penderita dan kematian DBD di Kabupaten per kelompok umur per
tahun
Tabel 10 : Jumlah DD, DBD, dan SSD mingguan di Provinsi
Tabel 11 : Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota
Tabel 12 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD di provinsi
Tabel 13 : Jumlah penderita dan kematian DBD per golongan umur di provinsi
Tabel 14 : Kajian daerah masalah DBD kabupaten per Puskesmas
Tabel 15 : Contoh penentuan besarnya masalah DBD per desa/kelurahan per Puskesmas
Tabel 16 : Contoh penggunaan bagan Ganti pada program

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Grafik Pertambahan Jumlah kasus DBD sejak tahun 1968 - 2011
Gambar 2 : Grafik Insidens Rate DBD per 100.00 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR)
Gambar 3 : Grafik Insidens Rate (IR) DBD per Provinsi di Indonesia tahun 2010
Gambar 4 : Virus Dengue
Gambar 5 : Grafik Distribusi Kasus Dengue di Negara-negara Asia Tahun 2000-2009
Gambar 6 : Distribusi IR DBD di Indonesia Tahun 2010
Gambar 7 : Nyamuk Aedes Aegypti
Gambar 8 : Siklus penularan penyakit DBD
Gambar 9 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi NTT Tahun 2005
- 2009
Gambar 10 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi Kalimantan
Timur tahun 2005-2009
Gambar 11 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi DKI Jakarta
tahun 2005-2009
Gambar 12 : Peta Stratifikasi desa/kelurahan DBD di Puskesmas X
Gambar 13 : Grafik rata-rata jumlah penderita DBD di Puskesmas X tahun 2006-2010
Gambar 14 : Contoh Ovitrap
Gambar 15 : Contoh Aspirator
Gambar 16 : Ovarium Aedes sp
Gambar 17 : Dilatasi pada saluran telur (Pedikulus) Aedes sp
Gambar 18 : Telur Aedes aegypti
Gambar 19 : Larva Aedes aegypti
Gambar 20 : Pupa
Gambar 21 : Aedes sp
Gambar 22 : Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti
Gambar 23 : Cara menghitung hasil Uji Torniquet
Gambar 24 : Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit
Gambar 25 : Tanda Penyembuhan DBD
Gambar 26 : Contoh Mesin Hot Fogger
Gambar 27 : Contoh Mesin Ultra Low Volume (ULV)

xix
BAB I
KURIKULUM
PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirosis group
A dan B yang bermasalah di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD),
Chikungunya dan Japanese Encephalitis (JE). Ketiga penyakit tersebut sama-sama
ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara
lain jenis/spesies nyamuk penularnya, pola penyebaran, gejala penyakit, tata laksana
pengobatan maupun upaya pencegahannya.
Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan
Jakarta, dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin
meluasnya daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB
tetapi juga menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial
yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian
anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan penduduk.
Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target
pengendalian DBD yang tertuang dalam dokumen RPJMN yaitu IR DBD pada tahun
2014 adalah 51/100.000 penduduk, serta ABJ sebesar 95%.

Grafik 1 : Tren Angka Kesakitan (IR) & Angka Kematian (CFR) DBD
Tahun 1968-2014

80.00 45

70.00 40
IR (Cases PER 100.000 inhabitants)

35
60.00
30
50.00
25
CFR (%)

40.00
20
30.00
15
20.00
10
10.00 5

0.00 0
1968
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

YEAR IR

CFR

B. Filosofi
Pelatihan manajemen pengendalian DBD menggunakan nilai-nilai dan
keyakinan yang menjiwai, mendasari, dan memberikan identitas pada sistem
pelatihan sebagai berikut :

1
1. Pelatihan menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa dengan karakteristik :
a. Pembelajaran pada orang dewasa adalah belajar pada waktu, tempat dan
kecepatan yang sesuai untuk dirinya.
b. Setiap orang dewasa memiliki cara dan gaya belajar tersendiri dalam upaya
belajar secara efektif.
c. Kebutuhan orang untuk belajar adalah karena adanya tuntutan untuk
mengembangkan diri secara profesional.
d. Proses pembelajaran melalui pelatihan diarahkan kepada upaya perubahan
perilaku dalam diri manusia sebagai diri pribadi dan anggota masyarakat.
e. Proses pembelajaran orang dewasa melalui pelatihan perlu memperhatikan
penggunaan metode dan teknik yang dapat menciptakan suasana partisipatif.
2. Proses pelatihan memanfaatkan pengalaman peserta dalam melakukan
pengendalian DBD dan digunakan pada setiap tahap proses pembelajaran.
3. Proses pembelajaran lebih banyak memberi pengalaman melakukan sendiri
secara aktif pengendalian DBD atau menggunakan metode learning by doing.

II. PERAN DAN FUNGSI


A. Peran
Setelah selesai pelatihan peserta mempunyai peran :
1. Pengelola program
2. Penyuluh

B. Fungsi
Setelah selesai pelatihan peserta mampu :
1. Memahami epidemiologi DBD
2. Melakukan surveilans kasus DBD
3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor DBD
4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD
5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB DBD
6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor DBD
7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD
8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD

III. KOMPETENSI
Peserta memiliki kompetensi dalam :
1. Memahami epidemiologi (melakukan kegiatan epidemiologi)
2. Melakukan surveilans kasus
3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor
4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD
5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB
6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor,
7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD
8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD

2
IV. TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu mengelola program pengendalian
DBD.

B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan epidemiologi
2. Melakukan surveilans kasus
3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor
4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD
5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB
6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor
7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD
8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD

V. STRUKTUR PROGRAM
Tabel 1. Materi Pelatihan

No Materi T P PL JML
A Materi Dasar
Kebijakan pengendalian DBD 2 2

B Materi Inti
1. Epidemiologi DBD 2 2
2. Surveilans Kasus DBD 2 2 4
3. Surveilans dan pengendalian vektor DBD 2 3 5
4. Tatalaksana kasus DBD 1 2 3
5. Penyelidikan Epidemiologi, 1 2 3
Penanggulangan Fokus dan
Penanggulangan KLB DBD
6. Pengoperasian alat dan bahan 2 4 6
pengendalian Vektor DBD.
7. Perencanaan dan supervisi pengendalian 2 2 4
Pengendalian Penyakit DBD
8. Promosi Kesehatan dalam Pengendalian 2 2 4
DBD
C Materi Penunjang
1. Membangun komitmen belajar 2 2
2. Rencana tindak lanjut & Pembulatan 2 2

Total 16 17 4 37
Keterangan tabel :
T : Teori
P : Penugasan
PL : Praktek Lapangan
1JPL : 45 menit
3
VI. PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA
A. Peserta
1. Peserta latih adalah:
Pengelola program DBD di tingkat Pusat, UPT, Provinsi, Kabupaten/Kota dan
Puskesmas.

2. Kriteria peserta latih adalah :


a. Mendapat dukungan dari pimpinan
b. Memiliki kewenangan tugas dalam pengendalian DBD
c. Pendidikan minimal D3 kesehatan atau yang setara
d. Jumlah peserta latih dalam 1 kelas maksimal 30 orang

B. Fasilitator / Narasumber
1. Fasilitator adalah :
a. Subdit Arbovirosis
b. Subdit Pengendalian Vektor
c. Pusat Promosi Kesehatan
d. Subdit Bina Upaya RS Khusus dan Rujukan
e. Dinkes Provinsi
f. Widya Iswara (WI)
g. Tim Pakar

2. Kriteria fasilitator adalah :


a. Pelatih/fasilitator mempunyai kemampuan kediklatan
b. Mempunyai kemampuan teknis sesuai dengan materi yang diberikan
c. Pendidikan pelatih minimal setara dengan kriteria peserta latih

C. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan ini dilakukan oleh :
1. Pusat (Ditjen PP dan PL)
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
3. UPT/UPTD terkait DBD

4
VII. ALUR PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN

Pembukaan

Membangun komitmen belajar (BLC)


Metode : permainan, diskusi

Wawasan/ Pengetahuan Ketrampilan :


Metode : 1. Kebijakan Pengendalian DBD
- Ceramah tanya jawab 2. Epidemiologi DBD
- Bermain peran/simulasi
3. Surveilans Kasus DBD
- Studi kasus
- Demonstrasi 4. Surveilans dan Pengendalian Vektor
DBD
5. Tatalaksana Kasus DBD
6. Penyelidikan Epidemiologi,
Praktek lapangan Penanggulangan Fokus dan
Penanggulangan KLB.
7. Pengoperasian alat dan bahan,
Rencana Tindak Lanjut Pengendalian Vektor
8. Perencanaan dan Supervisi
Pengendalian DBD
9. Promosi Kesehatan dalam Program
Evaluasi Pengendalian DBD

Penutupan

Gambar 1 : Alur proses pembelajaran

VIII. WAKTU DAN KELENGKAPAN PELATIHAN


A. Waktu Pelatihan
Pelatihan diselenggarakan selama 37 jam pelajaran (1 JPL = 45 menit)

B. Kelengkapan Pelatihan
Untuk menunjang proses pembelajaran perlu adanya kelengkapan berupa :
1. Referensi yang berasal dari fasilitator
2. Formulir-formulir yang dibutuhkan selama proses pembelajaran
5
3. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan : Mikroskop compound dan stereo, hot
fogger/ (mesin pengasap), ULV(Ultra Low Volume), PSN kit, spesimen jentik
dan nyamuk, insektisida, bahan bakar,
4. Alat bantu belajar : LCD, Notebook, Whiteboard, Flipchart, Compact Disk

IX. MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN


A. Monitoring
Monitoring bertujuan untuk menjaga proses pelatihan berjalan sesuai dengan
desain/ modul pelatihan.

B. Evaluasi
1. Evaluasi terhadap peserta dilakukan dengan pre-test dan post-test
2. Evaluasi terhadap fasilitator :
a. Untuk mengetahui kemampuan fasilitator/narasumber dalam menyampaikan
materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Materi pembelajaran yang disampaikan dapat dipahami/diserap oleh peserta
3. Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan

X. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN


Garis Besar Program Pembelajaran modul DBD memuat materi dasar dan materi inti
yang dapat dilihat pada halaman lampiran. (lampiran 1)

XI. SERTIFIKASI
Sertifikat akan diberikan kepada peserta yang telah mengikuti pelatihan dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku :
1. Mengikuti pelatihan/kehadiran sekurang-kurangnya 90% dari alokasi waktu pelatihan.
2. Mendapatkan 1 (satu) angka kredit

6
BAB II
MATERI DASAR
KEBIJAKAN PENGENDALIAN DBD
(Waktu : T 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah
dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan
perubahan lingkungan strategis, baik secara nasional maupun global. Penerapan
desentralisasi di bidang kesehatan dan pencapaian sasaran Millenium Development
Goals (MDGs) merupakan contoh masalah dan tantangan yang perlu menjadi perhatian
seluruh stakeholder bidang kesehatan, khususnya para pengelola program, dalam
menyusun kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya menjadi lebih efisien dan efektif.
Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami
peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB, Malaria, HIV-AIDS, DBD dan Diare.
Angka kesakitan DBD masih tinggi, yaitu sebesar 65,57 per 100.000 penduduk pada
tahun 2010, sedangkan angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,87
persen.
Target pengendalian DBD tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan
Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia
hingga ke tingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan
program pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka
kesakitan, dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Peserta mampu memahami kebijakan dan strategi yang terkait dengan program
pengendalian DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :
1. Menjelaskan situasi DBD dan permasalahan yang terkait dengan pengendalian
DBD.
2. Menjelaskan dan melaksanakan kebijakan, strategi dan kegiatan pokok
pengendalian DBD.
3. Menjelaskan target / indikator kinerja pengendalian DBD

7
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
A. Pokok Bahasan 1 : Situasi DBD dan Permasalahan Pengendalian DBD
Sub Pokok Bahasan :
1. Situasi DBD di Indonesia
2. Permasalahan pengendalian DBD

B. Pokok Bahasan 2 : Kebijakan Pengendalian DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014
2. Visi, Misi dan Tujuan Pengendalian DBD
3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran Pengendalian DBD
4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD
5. Target/Indikator Pengendalian DBD tahun 2010-2014

IV. METODE
Ceramah
Diskusi & tanya jawab

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Copy materi

VI. ALAT BANTU BELAJAR


Komputer
LCD
CD

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana kesiapan belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi
B. Langkah 2
1. Pelatih menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran
2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasi tujuan tersebut
3. Pemaparan materi selama 2 JPL
4. Diskusi dan tanya jawab

VIII. URAIAN MATERI


A. Situasi DBD dan Permasalahan DBD di Indonesia
1. Situasi DBD
8
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di
Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah
kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai
seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan
KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD.

Grafik 2 : Insiden Rate dan Case Fatality Rate (CFR) DBD di Indonesia
tahun 2005 - 2010

Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD.


Sedikit peningkatan nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan
tersebut tidak nampak pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006
hingga 2010 cenderung fluktuatif.
Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777
penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak
1.358 (CFR0,87 %).

Grafik 3 : Insiden Rate (IR) DBD di Indonesia tahun 2010

9
2. Permasalahan DBD
Peningkatan kasus dan KLB DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
a. Belum ada obat anti virus untuk mengatasi infeksi virus Dengue, maka
memutus rantai penularan, pengendalian vektor DBD dianggap yang
terpenting saat ini.
b. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama pada
kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) meskipun pada umumnya
pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya sudah cukup tinggi.
c. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap jenjang
administrasi
d. Kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam
pengendalian DBD,
e. Sistem pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai
dengan standard operasional prosedur (SOP),
f. Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian DBD dan KLB
yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti, kepadatan penduduk/
pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, lancarnya transportasi (darat ,
laut dan udara), serta keganasan (virulensi) virus Dengue.
g. Perubahan iklim (climate change) yang cenderung menambah jumlah habitat
vektor DBD menambah risiko penularan.
h. Infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai
i. Letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan
vektor dan pertumbuhan virus.

B. Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD


1. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014
Pada dokumen Renstra Kemenkes tahun 2010-2014 tertuang visi dan misi
serta nilai-nilai dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia, yang menjadi dasar dalam penentuan kebijakan dan strategi
pengendalian DBD di Indonesia.
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai
yaitu :
a. Pro Rakyat yang artinya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
Kemenkes selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan menghasilkan yang
terbaik untuk rakyat.
b. Inklusif adalah melibatkan semua pihak dalam melaksanakan semua program
pembangunan kesehatan. Karena pembangunan kesehatan tidak mungkin
hanya dilaksanakan oleh Kemenkes saja.
c. Responsif yang dimaksud adalah program kesehatan harus sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi
permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi
geografis.

10
d. Efektif untuk mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah
ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan dan
akuntabel.
Adapun sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 2009-2014
antara lain adalah :
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif-
preventif.
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan,
berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan
yang bertanggung jawab.

2. Visi, Misi dan Tujuan Pengendalian DBD


a. Visi
Untuk meningkatkan kemampuan penduduk khususnya di daerah endemis
sehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui
perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan.
b. Misi
1) Program pengendalian DBD bertujuan untuk menghentikan dan
mencegah penularan penyakit dari penderita ke orang sehat melalui
pengendalian vektor.
2) Penduduk yang menjadi sasaran program pengendalian termasuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama yang tinggal di
daerah endemis, pimpinan lembaga pemerintah, swasta dan organisasi
kemasyarakatan dan lingkungan tempat pemukiman baik yang ada di
dalam dan di luar rumah agar bebas dari tempat perkembangbiakan
vektor.
c. Tujuan
1) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian DBD
2) Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap
penularan DBD
3) Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
4) Menurunkan angka kesakitan DBD
5) Menurunkan angka kematian akibat DBD
11
3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran Pengendalian DBD
a. Kebijakan Nasional Pengendalian DBD
Kebijakan Nasional untuk pengendalian DBD sesuai KEPMENKES No
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue, adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap
pengendalian DBD.
2) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit
DBD.
3) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pengendalian
DBD.
4) Memantapkan kerjasama lintas sektor/ lintas program.
5) Pembangunan berwawasan lingkungan.

b. Strategi Pengendalian DBD


Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan tujuan pengendalian DBD, maka
strategi yang dirumuskan sebagai berikut :
1) Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan
upaya pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif
masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya
penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan
berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara
berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya
yang lokal spesifik.
2) Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan
saja, peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan.
Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun
pelaku potensial merupakan langkah awal dalam menggalang,
meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jejaring kemitraan
diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai
sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala
sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan
dan penilaian melalui wadah Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL
DBD) di berbagai tingkatan administrasi.
3) Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan program pengendalian DBD.

12
4) Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan
pengendalian DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM
bidang kesehatan.
5) Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan
Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko
penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan akibat infeksi Dengue/DBD.

c. Sasaran
Berdasarkan strategi yang telah dirumuskan, maka sasaran
pengendalian DBD adalah :
1) Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu
tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat
umum, tempat penjual makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas
kesehatan yang secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD mampu
mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari penularan DBD di dalam
wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar di
masyarakat.
2) Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha,
LSM dan organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam
penanggulangan penyakit DBD.
3) Penanggungjawab program Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa/Kelurahan mampu membuat dan menetapkan
kebijakan operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
4) SDM bidang kesehatan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa/Kelurahan
5) Kepala wilayah/pemerintah daerah, pimpinan sektor terkait termasuk
dunia usaha, LSM dan masyarakat.

4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD


a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara
aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan
surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah
hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya
perubahan iklim (climate change).
b. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan
penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit.

13
c. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan
jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang
terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan
kegiatan 3M Plus :
1) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang
bekas
2) Secara kimiawi dengan larvasidasi
3) Secara biologis dengan pemberian ikan
4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,
memasang kawat kasa dll)
Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :
1) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan
dimonitor olah petugas Puskesmas.
2) Melaksanakan bulan bakti Gerakan 3M pada saat sebelum musim
penularan.
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan
oleh petugas Puskesmas.
4) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada
pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut
hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).
d. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan
pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat
ibadah). Berbagai upaya secara politis telah dilaksanakan seperti instruksi
Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran Mendagri, Mendiknas, serta terakhir
pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen bersama pimpinan daerah
Gubernur dan Bupati/Walikota untuk pengenadalian DBD.
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB
dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan
tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan
epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus,
penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien DBD,
baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis
dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan
anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak mampu.
f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet
atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan

14
sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain
dengan COMBI, PLA dsb.
g. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor
kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat
besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992
dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring
kemitraan dalam pengendalian DBD.
h. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun sarana dan
prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam
pengendalian DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan
sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader,
Puskesmas sampai dengan pusat.
i. Penelitian dan survei
Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus
dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, Rumah Sakit,
Litbang, LSM dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik
vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal dan saat ini
sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.
j. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan
pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang
dicapai pada setiap tahun.

5. Target atau Indikator Pengendalian DBD


Indikator DBD tertuang dalam dokumen RPJMN tahun 2010 2014 serta
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010 2014 dan
Kepmenkes No 828 tahun 2008 tentang petunjuk teknis Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Oleh karena itu karena saat ini pemerintah telah memulai dan terus
mengembangkan kinerja Kementerian/Lembaga berdasarkan indikator kinerja
tersebut diatas, apa yang menjadi target dalam pengendalian DBD harus kita
capai.
Tabel 2. Indikator Nasional DBD
Indikator 2010 2011 2012 2013 2014

Angka kesakitan 55 54 53 52 51
penderita DBD per
100.000 penduduk

15
IX. KEPUSTAKAAN
1. Rencana Strategis 2005-2009 Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue. 2005. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kemenkes RI.
2. Laporan Analisis Situasi DBD di Indonesia tahun 2008 dan Rencana Program
Pengendalian tahun 2009-2010. 2009. Direktorat PPBB, Kemenkes RI
3. Pedoman Pengawasan Program Bidang Kesehatan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue (DBD). 2009. Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
4. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.2010. Kemenkes RI.
5. Kumpulan Peraturan Perundangan-Undangan yang terkait dengan Program
Pengendalian DBD.

16
BAB III
MATERI INTI 1
EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu: T 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Diagnosis Infeksi Dengue meliputi Demam Dengue (DD), Demam Berdarah
Dengue (DBD), Sindrom Syok Dengue (SSD) dan Expanded Dengue Syndrome (EDS).
Penerapan epidemiologi diperlukan sebagai metode pendekatan dalam pelaksanaan
kegiatan pengendalian penyakit Dengue.
Materi Epidemiologi penyakit Dengue membahas tentang pengertian
epidemiologi, gambaran epidemiologi (identifikasi penyakit Dengue, penyebab penyakit,
distribusi penyakit, reservoir virus dengue, cara penularan, masa inkubasi, masa
penularan, kekebalan dan kerentanan) dan ukuran epidemiologi sederhana yang
berhubungan dengan penyakit dengue.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta latih mampu memahami
epidemiologi DBD

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu :
1. Menjelaskan gambaran epidemiologi DBD
2. Menguraikan ukuran epidemiologi yang berhubungan dengan DBD

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Pokok Bahasan : Epidemiologi DBD
Sub Pokok Bahasan :
1. Gambaran Epidemiologi
2. Penyebab penyakit
3. Distribusi penyakit
4. Penularan dan Masa inkubasi
5. Faktor risiko penularan
6. Ukuran epidemiologi yang berhubungan dengan DBD.

IV. METODE
Ceramah,
Tanya jawab.

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Handout (copy materi)
17
VI. ALAT BANTU
LCD
Laptop atau desktop
Flipchart
Whiteboard
Spidol

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana kesiapan belajar.
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
1. Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran
2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasi tujuan tersebut.

C. Langkah 3
1. Pengajar memberikan paparan tentang epidemiologi DBD.
2. Tanya jawab materi

VIII. URAIAN MATERI


EPIDEMIOLOGI DBD
1. Gambaran Epidemiologi
a. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi berarti atas,
demos berarti masyarakat, logos berarti ilmu, sehingga epidemiologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejadian di masyarakat.
Epidemiologi penyakit Dengue adalah ilmu yang mempelajari tentang
kejadian dan distribusi dan frekuensi penyakit Dengue (DD/DBD/SSD/EDS)
menurut variabel epidemiologi (orang, tempat dan waktu) dan berupaya
menentukan faktor resiko terjadinya kejadian itu di kelompok populasi.
Distribusi yang dimaksud diatas adalah distribusi orang, tempat dan waktu;
sedangkan frekwensi dalam hal ini adalah Insidens, CFR, dll. Determinan faktor
risiko berarti faktor yang mempengaruhi atau faktor yang memberi risiko atas
terjadinya penyakit DD/DBD/SRD/EDS.

b. Sejarah
KLB Dengue pertama kali terjadi tahun 1653 di Frech West Indies
(Kepulauan Karibia), meskipun penyakitnya sendiri sudah telah dilaporkan di
Cina pada permulaan tahun 992 SM. Di Australia serangan penyakit DBD
pertama kali dilaporkan pada tahun 1897, serta di Italia dan Taiwan pada tahun
1931. KLB di Filipina terjadi pada tahun 1953-1954, sejak saat itu serangan
18
penyakit DBD disertai tingkat kematian yang tinggi melanda beberapa negara
di wilayah Asia Tenggara termasuk India, Indonesia, Kepulauan Maladewa,
Myanmar, Srilangka, Thailand, Singapura, Kamboja, Malaysia, New Caledonia,
Filipina, Tahiti dan Vietnam.
Selama dua puluh tahun kemudian, terjadi peningkatan kasus dan
wilayah penyebaran DBD yang luar biasa hebatnya, dan saat ini KLB muncul
setiap tahunnya di beberapa negara di Asia Tenggara.

2. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili
Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single
standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris
dan terbungkus dalam amplop lipoprotein.Genome (rangkaian kromosom) virus
Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein
struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein
(M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS).
Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia.
Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan
dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya
disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4.
Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan
menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang
bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya
antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang
meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka.

Gambar 2 : Virus Dengue

3. Distribusi Penyakit
a. Situasi Global
Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara tropis. Di
Asia, virus Dengue endemis di China Selatan, Hainan, Vietnam, Laos, Kamboja,

19
Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan
Singapura. Negara dengan endemisitas rendah di Papua New Guinea,
Bangladesh, Nepal, Taiwan dan sebagian besar negara Pasifik. Virus Dengue
sejak tahun 1981 ditemukan di Quesland, Australia Utara. Serotipe Dengue 1,2,3,
dan 4 endemis di Afrika. Di pantai Timur Afrika terdapat mulai dari Mozambik
sampai ke Etiopia dan di kepulauan lepas pantai seperti Seychelles dan Komoro.
Saudi Arabia pernah melaporkan kasus yang diduga DBD.
Di Amerika, ke-4 serotipe virus dengue menyebar di Karibia, Amerika
Tengah dan Amerika Selatan hingga Texas (1977-1997). Tahun 1990 terjadi KLB
di Meksiko, Karibia, Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia, Ekuador, Peru,
Venezuela, Guyana, Suriname, Brazil, Paraguai dan Argentina.

Grafik 4 : Distribusi Kasus Dengue di Negara-negara Asia, Tahun 2000-2009

b. Situasi di Indonesia
Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan
Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi, 440
Kab./Kota. Sejak ditemukan pertama kali kasus DBD meningkat terus bahkan
sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam.
Kenaikan kasus DBD berbanding terbalik dengan angka kematian (CFR)
akibat DBD, dimana pada awal ditemukan di Surabaya dan Jakarta CFR sekitar
40% kemudian terus menurun dan pada tahun 2010 telah mencapai 0,87%.
Kasus DBD terbanyak dilaporkan di daerah-daerah dengan tingkat
kepadatan yang tinggi, seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Bali dan
Sumatera. Insidens Rate (IR) tahun 2010 telah mencapai 65,62/100.000
penduduk dengan Case Fatality rate 0,87 %.

20
Grafik 5 : IR DBD per Provinsi di Indonesia Tahun 2010

4. Penularan dan masa inkubasi


a. Vektor DBD
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk
Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga dianggap
sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai daerah
distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan
host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor
epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti.

Gambar 3 : Nyamuk Ae.aegypti

Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,


kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut.
21
b. Siklus penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut
(viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang
sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya
Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk
bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk
tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke
tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 4 hari (rata-
rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai
demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda
atau gejala lainnya.

Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala awal penyakit
tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima hari. Saat-saat tersebut
penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam
siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit
nyamuk. Hal tersebut merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal dari
nyamuk-nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya.

Gambar 4 : Siklus penularan penyakit DBD

c. Masa inkubasi
Nyamuk dengan kelenjar ludah yang terinfeksi menularkan dengan
menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh
orang lain. Infeksi Dengue ditubuh manusia mempunyai masa inkubasi selama 2
sampai 14 hari (biasanya rata-rata selama 4 sampai 7 hari.

d. Host
Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies dari primata
rendah. Tubuh manusia adalah reservoir utama bagi virus tersebut, meskipun
studi yang dilakukan di Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa monyet dapat
terinfeksi oleh virus dengue sehingga dapat berfungsi sebagai host reservoir.

Semua orang rentan terhadap penyakit ini, pada anak-anak biasanya


menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa. Penderita
yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas
homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap terhadap
infeksi serotipe lain dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.

5. Faktor Risiko Penularan Infeksi Dengue


Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin
berkembangnya penyakit DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak
memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan
22
baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat
mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai,
berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem
pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur kesehatan
masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status imunologi
seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga
berpengaruh terhadap penularan penyakit.
Perubahan iklim (climate change) global yang menyebabkan kenaikan rata-
rata temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga disinyalir
menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap munculnya
KLB DBD. Adanya kenaikan Index Curah Hujan (ICH) di beberapa provinsi yaitu NTT,
DKI dan Kalimantan Timur selalu diikuti dengan kenaikan kasus DBD.

Grafik 6 : Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi NTT tahun 2005 - 2009

Grafik 7 : Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2005 - 2009

23
Grafik 8 : Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi DKI Jakarta
2005 2009

6. Ukuran Epidemiologi
Ukuran (parameter) frekuensi penyakit yang paling sederhana adalah ukuran
yang sekedar menghitung jumlah individu yang sakit pada suatu populasi, ukuran
frekuensi tersebut bermanfaat bagi petugas kesehatan di daerah dalam
mengalokasikan dana atau kegiatan.
Ukuran-ukuran epidemiologi yang sering digunakan dalam kegiatan
pengendalian DBD adalah Insidence Rate (IR), Case Fatality Rate (CFR), Attack
Rate (AR).
a. Angka Kesakitan/Insidence Rate (IR)
IR adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian (baru) penyakit
populasi. IR merupakan proporsi antara jumlah orang yang menderita penyakit
dan jumlah orang dalam risiko x konstanta.

IR = Jumlah kasus baru penyakit X 100.000


Jumlah populasi berisiko

b. Angka Kematian/Case Fatality Rate (CFR)


CFR adalah persentase kematian yang diakibatkan dari suatu penyakit dalam
suatu kurun waktu tertentu.

CFR = Jumlah kematian X 100%


Jumlah kasus

c. Attack Rate (AR)


Ukuran epidemiologi pada waktu terjadi KLB, untuk menghitung kasus pada
populasi berisiko di wilayah dan waktu tertentu.

Jumlah kasus pada waktu terjadi KLB


AR = ------------------------------------------------------------- X Konstanta
Jumlah populasi berisiko pada waktu terjadi KLB
24
IX. KEPUSTAKAAN

1. WHO. 1997, Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemoragic Fever,
WHO.
2. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes RI. 2005,
Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah di Indonesia, Departemen
Kesehatan RI.
3. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2006.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan RI.
4. WHO.2009. Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
WHO.
5. WHO. 2010. Comprehensive Guidelines for Perevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. WHO.
6. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011, Modul
Pelatihan Demam Berdarah Dengue, Kementerian Kesehatan RI.

25
26
MATERI INTI 2
SURVEILANS KASUS DBD
(Waktu: T2 JPL, P 2 JPL)

I. Deskripsi Singkat
Surveilans kasus DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data kasus serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program, instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus. Materi ini
menjelaskan tentang surveilans kasus DBD dari tingkat Puskesmas sampai dengan
tingkat Provinsi.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melaksanakan surveilans kasus
DBD di wilayah kerjanya.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pelatihan ini peserta latih mampu :
1. Menjelaskan tujuan dan pengertian surveilans
2. Menjelaskan sistem pelaksanaan surveilans dalam pengendalian DBD.
3. Menjelaskan sistem pelaporan kasus.
4. Menjelaskan kegiatan surveilans DBD diberbagai tingkat wilayah administrasi.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan : Tujuan dan pengertian surveilans DBD
Sub Pokok Bahasan :
1. Tujuan surveilans
2. Pengertian
3. Definisi operasional

B. Pokok Bahasan 2 : Sistem Pelaksanaan Surveilans dalam Pengendalian DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Jenis dan sumber data
2. Peran unit pelaksana
3. Strategi dan pelaksanaan surveilans pengendalian DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Kegiatan surveilans DBD di berbagai tingkat wilayah


administrasi.
Sub Pokok Bahasan :
1. Tingkat Puskesmas
2. Tingkat Kabupaten/kota
3. Tingkat provinsi

27
IV. METODE
Ceramah
Tanya Jawab.
Penugasan di kelas

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Copy materi
Lembar kasus dan kunci jawaban

VI. ALAT BANTU BELAJAR


LCD
Laptop atau desktop
Flipchart
Whiteboard
Spidol

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi.

B. Langkah 2
Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran.

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan materi modul dan memfasilitasi diskusi interaktif (selama
2 JPL).
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok untuk praktek di kelas (setiap
kelompok terdiri dari lebih kurang 6 peserta).
3. Kelompok membahas study kasus yang diberikan fasilitator

VIII. URAIAN MATERI


A. TUJUAN DAN PENGERTIAN SURVEILANS DBD
1. Tujuan Surveilans
Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar
manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan
kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat .
Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah :
a. Memantau kecenderungan penyakit DBD
b. Mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta
penanggulangannya
28
c. Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan PE, serta
melakukan penanggulangan seperlunya.
d. Memantau kemajuan program pengendalian DBD
e. Menyediakan informasi untuk perencanaan pengendalian DBD
f. Pembuatan kebijakan pengendalian DBD.

2. Pengertian
a. Menurut WHO, Surveillans adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program, instansi pihak terkait secara sistematis dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan
b. Berdasarkan KEPMENKES nomor 1116 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan,
Surveillans adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efisien dan efektif melalui proses pengumpulan
data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.
c. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data, serta
penyebarluasan informasi ke penyelenggara program, instansi dan pihak
terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan pengendalian secara
efisien dan efektif.

3. Definisi Operasional
1) Kasus suspek infeksi dengue adalah penderita demam tinggi mendadak
tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari disertai manifestasi
perdarahan sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif.
2) Kasus infeksi dengue adalah penderita DD, DBD, SSD atau EDS
a. Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala
penyerta seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri
sendi (athralgia), ruam (rash). Adanya manifestasi perdarahan,
leucopenia ( lekosit 5000 /mm ), jumlah trombosit 150.000/mm
dan peningkatan hematokrit 5 10 %.
b. Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 7 hari disertai
manifestasi perdarahan, jumlah trombosit 100.000 /mm, adanya
tanda tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20 % dari
nilai baseline, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau
hypoproteinemia/ albuminemia)

29
c. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam
derajat III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai
dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan
nadi ( 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan
lembab serta pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok/ renjatan
berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah).
d. Expanded Dengue Syndrome (EDS) adalah demam dengue yang
disertai manifestasi klinis yang tidak biasa (unusual manifestation)
yang ditandai dengan kegagalan organ berat seperti hati, ginjal, otak
dan jantung.
3) Kasus adalah penderita DD, DBD, SSD atau EDS.
4) Kewaspadaan dini DBD ialah suatu kewaspadaan terhadap peningkatan
kasus dan atau faktor resiko DBD, seperti: adanya peningkatan populasi
nyamuk, penurunan ABJ <95%, adanya perubahan cuaca, dan
peningkatan tempat-tempat perindukan.

5) Laporan kewaspadaan dini DBD adalah laporan adanya peningkatan


kasus dan peningkatan faktor resiko DBD. Laporan kewaspadaan dini
dimaksudkan untuk kegiatan proaktif surveilans.
6) Kecamatan Endemis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir,
setiap tahun ada penderita DBD
7) Kecamatan Sporadis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir
terdapat penderita DBD tetapi tidak setiap tahun.
8) Kecamatan Potensial adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir
tidak pernah ada penderita DBD, tetapi penduduknya padat, mempunyai
hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah yang lain dan
presentase rumah yang ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.
9) Kecamatan Bebas yaitu kecamatan yang tidak pernah ada penderita
DBD selama 3 tahun terakhir dan presentase rumah yang ditemukan jentik
kurang dari 5%.

B. SISTIM PELAKSANAAN SURVEILANS DALAM PENGENDALIAN DBD


1. Jenis dan sumber data Surveilans
Beberapa variabel data yang berhubungan dengan pengendalian DBD
adalah sbb :
a. Data kesakitan dan kematian menurut golongan umur dan jenis kelamin,
kasus DD, DBD, SSD dan EDS dari Unit Pelayanan kesehatan, W1,
kewaspadaan mingguan, bulanan, dan tahunan.
b. Data penduduk menurut golongan umur tahunan.
c. Data desa, kecamatan, kabupaten, provinsi terdapat kasus DD, DBD, SSD
atau EDS bulanan dan tahunan
d. Data ABJ kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hasil dari kegiatan
pemantauan jentik.

30
Data tersebut diatas dapat diperoleh dari :
a. Laporan rutin DBD, mingguan, bulanan ( puskesmas, kabupaten/kota, dan
provinsi )
b. Laporan KLB/wabah /W1 (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi)
c. Laporan laboratorium dari Fasyankes (puskesmas, RS, Labkes, dll)
d. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan (puskesmas, dinkes
kabupaten/kota)
e. Laporan penyelidikan KLB/wabah (puskesmas, dinkes kabupaten/kota)
f. Survei khusus (pusat, provinsi, dinkes kabupaten/kota)
g. Laporan data demografi (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi)
h. Laporan data vektor (puskesmas, dinkes kabupaten/kota, dinkes provinsi)
i. Laporan dari Badan Meteorologi & Geofisika provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan tentang curah hujan dan hari hujan

2. Peran Unit Pelaksana


Surveilans DBD merupan surveilans rutin yang dilaksanakan di seluruh
unit pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. Untuk menjamin berlangsungnya
penyelenggaraan sistem surveilans kasus DBD ini, maka perlu dijabarkan peran
setiap unit penyelenggaraan surveilans kasus DBD diseluruh unit pelayanan
kesehatan secara berjenjang termasuk pusat, yaitu :
a. Pusat
1) Unit pelaksana tingkat pusat
a) Pengaturan penyelenggaraan surveilans kasus DBD nasional
b) Menyusun pedoman pelaksanaan surveilans kasus DBD nasional
c) Menyelenggarakan manajemen surveilans kasus DBD nasional
d) Melakukan kegiatan surveilans kasus DBD nasional termasuk SKD-
KLB
e) Pembinaan dan asistensi teknis
f) Monitoring dan evaluasi
g) Melakukan penyelidikan KLB sesuai kebutuhan nasional
h) Pengembangan pemanfaatan teknologi surveilans kasus DBD
i) Pengembangan metodologi surveilans epidemiologi
j) Pengembangan kompetensi sumber daya manusia surveilans
epidemiologi
k) Menjalin kerjasama nasional dan internasional secara teknis dan
sumber-sumber dana.
l) Menjadi pusat rujukan surveilans kasus DBD regional dan nasional.
m) Kerjasama surveilans kasus DBD dengan provinsi, nasional dan
internasional.

2) Pusat Data dan Informasi


a) Koordinasi pengelolaan sumber data dan informasi kasus DBD
nasional
b) Koordinasi kajian strategis dan penyajian informasi kasus DBD
c) Asistensi teknologi informasi

31
3) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
a) Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi dan metode
surveilans kasus DBD
b) Melakukan penelitian/ kajian lebih lanjut terhadap temuan dan atau
rekomendasi surveilans kasus DBD

b. Tingkat Provinsi
1) Unit Pelaksana Teknis Tingkat Provinsi
a) Melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah provinsi termasuk
SKD-KLB
b) Melakukan penyelidikan KLB sesuai kebutuhan provinsi
c) Membuat pedoman teknis operasional surveilans kasus DBD sesuai
dengan pedoman yang berlaku.
d) Menyelenggarakan pelatihan surveilans kasus DBD
e) Pembinaan dan asistensi teknis ke kabupaten/kota
f) Monitoring dan evaluasi
g) Mengembangkan dan melaksanakan surveilans kasus DBD dan
masalah penyakit DBD lokal spesifik.
h) Melakukan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data
serta diseminasi informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan.

2) Rumah Sakit Pusat dan Daerah


a) Melakukan identifikasi/ penemuan kasus dan rujukan kasus sebagai
sumber data surveilans kasus DBD kabupaten/ kota, provinsi dan
pusat.
b) Melakukan kajian epidemiologi kasus DBD dan masalah yang terkait
dengan DBD.
3) Laboratorium Kesehatan Provinsi
a) Melakukan identifikasi dan rujukan tingkat provinsi untuk
pemeriksaan spesimen kasus DBD

c. Tingkat Kabupaten/Kota
1) Unit Teknis Kabupaten/Kota
a) Pelaksana Surveilans kasus DBD di wilayah kabupaten/kota
b) Menyelenggarakan manajemen surveilans kasus DBD termasuk SKD
KLB
c) Melakukan penyelidikan dan Penanggulangan KLB DBD di Wilayah
Kabupaten/ kota yang bersangkutan.
d) Supervisi dan asistensi teknis ke puskesmas dan rumah sakit dan
komponen surveilans DBD diwilayahkan.
e) Melaksanakan pelatihan surveilans kasus DBD.
f) Monitoring dan evaluasi kasus DBD
g) Melaksanakan surveilans epidemiologi kasus DBD secara spesifik
lokal.
h) Menjadi unit pengendali bila terjadi KLB di wilayah kabupaten/kota.
32
2) Rumah Sakit Kabupaten/Kota.
a) Melaksanakan surveilans kasus DBD.
b) Identifikasi dan rujukan kasus DBD sebagai sumber data surveilans
kasus DBD kabupaten/kota , provinsi dan pusat.
c) Melakukan kajian epidemiologi kasus DBD dan masalah DBD lainnya
di rumah sakit.

3) Laboratorium Kesehatan kabupaten/kota


a) Melakukan identifikasi dan rujukan tingkat kab/kota untuk
pemeriksaan spesimen kasus DBD.

d. Tingkat Kecamatan
1) Puskesmas
a) Pelaksana surveilans kasus DBD di wilayah puskesmas.
b) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah
kasus DBD.
c) Melakukan koordinasi surveilans kasus DBD dengan praktek dokter,
bidan, swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada diwilayah
kerjanya .
d) Melakukan koordinasi surveilans kasus DBD antar puskesmas yang
berbatasan .
e) Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB DBD di wilayah
puskesmas
f) Melaksanakan surveilans epidemiologi kasus DBD dan masalah
kesehatan spesifik lokal.

3. Strategi Dan Pelaksanaan Surveilans Pengendalian DBD


a. Strategi Surveilans
Adapun strategi surveilans dalam program pengendalian DBD adalah
sebagai berikut :
1) Advokasi dan dukungan perundang-undangan
2) Menyediakan pembiayaan program surveilans DBD
3) Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan program secara nasional, provinsi dan kabupaten/kota
termasuk penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa
penyakit dan bencana.
4) Peningkatan mutu dan data informasi epidemiologi.
5) Peningkatan profesionalisme tenaga surveilans.
6) Pengembangan tim epidemiologi yang handal.
7) Penguatan jejaring surveilans epidemiogi.
8) Peningkatan pengetahuan surveilans epidemiologi untuk tiap tenaga
kesehatan.
9) Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi
elektromedia yang terintegrasi dan interaktif.

33
b. Pelaksanaan Surveilans DBD
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data kasus dilaksanakan secara berjenjang mulai dari
Pukesmas dan jejaringnya (community based), sampai Rumah Sakit
(hospital based), laboratorium kabupaten/kota dan propvinsi dengan
menggunakan form pelaporan demam berdarah yang dikoordinasi oleh
dinas kesehatan kab/kota di tingkat kab/kota atau di dinas kesehatan
provinsi di tingkat provinsi, Kemkes RI untuk masing-masing tingkatan
dijelaskan melalui pokok bahasan selanjutnya
2) Pengolahan dan penyimpanan data
Dilaksanakan disetiap tingkat unit pelaksanakan surveilans
3) Analisis data
Analisis deskriptif dan analitik dilakukan disetiap unit pelaksana
surveilans sesuai dengan kemampuan masing-masing
4) Penyebarluasan informasi
Dilaksakanakan disetiap unit pelaksana surveilans kepada pihak yang
membutuhkan data tersebut

34
c. Sistim Pelaporan Kasus DBD
1. Alur Pelaporan DBD

Ditjen

PP & PL

-W2-DBD
-K-DBD
Umpan balik
-W1

Dinas Kesehatan

Provinsi
-DP-DBD
Umpan balik -W2-DBD
-K-DBD
-W1

RS Pemerintah & Swasta

Unit Pelayanan Kesehatan


Lain, Seperti: KD/RS-DBD Dinas Kesehatan

Balai Pengobatan, Poliklinik, K b t /K t


Umpan balik - KD/RS-DBD
Dokter Praktek Swasta, dan -W2-DBD
lain-lain - DP-DBD
-W1

Puskesmas

KD/RS-DBD ( tembusan)

Gambar 5. Bagan Alur Pelaporan

35
2. Mekanisme pelaporan
a. Pelaporan dari Puskesmas
1) Setiap puskesmas melaporkan kasus suspek infeksi Dengue ke dinas
kesehatan kabupaten/kota. Puskesmas juga wajib melaporkan kasus
infeksi dengue (DD, DBD, SSD, EDS) yang dapat didiagnosis di
puskesmas dalam waktu 24 jam.
2) Puskesmas dapat merujuk kasus infeksi dengue yang tidak dapat
ditangani di puskesmas.
3) Laporan di bawah ini juga digunakan di puskesmas :
- Formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 3)
- Rekapan W2 sebagai rekapan mingguan (Lampiran 4)
- Formulir W1 bila terjadi KLB (Lampiran 5)
- Laporan Sistim Terpadu Penyakit (STP)

b. Pelaporan dari RS :
1) Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan kasus infeksi dengue
(DD, DBD, SSD) wajib segera melaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya dalam 24 jam dengan
tembusan ke puskesmas wilayah tempat tinggal penderita (KD-RS).
Laporan tersebut merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan
penanggulangannya.
2) Pelaporan kasus mingguan dan bulanan merupakan laporan rekapitulasi
kasus (suspek infeksi dengue DD, DBD dan SSD) yang dilaporkan setiap
minggunya atau bulannya dari puskesmas dan rumah sakit dengan
menggunakan form W2.

c. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan


Provinsi:
1) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran-3)
2) Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB (Lampiran 5)
3) Laporan STP

d. Pelaporan dari dinas kesehatan Provinsi ke pusat (Subdit Arbovirosis, Ditjen


PP dan PL):
1) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran-3)
2) Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB. (Lampiran 5)
3) Laporan STP

3. Pelaporan khusus dalam situasi Kejadian Luar Biasa (KLB)


Pelaporan dalam situasi KLB dapat mengikuti Permenkes No. 1501/2010,
yaitu :
a. Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan
1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Pelaporan dengan formulir KD-RS tetap dilaksanakan

36
b. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota:
1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Menggunakan formulir W1
3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB
4) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
c. Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi:
1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Menggunakan formulir W1
3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB
4) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
d. Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP dan PL:
1) Pelaporan kasus DBD harian
2) Menggunakan formulir W1
3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan

4. Umpan Balik Pelaporan


Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas
dan memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu
pelaporan serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing-
masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap bulan, minimal tiga kali dalam
setahun.

C. KEGIATAN SURVEILANS DI BERBAGAI TINGKAT WILAYAH ADMINISTRASI


1. Tingkat Puskesmas
Surveilans epidemiologis Demam Berdarah Dengue (DBD) di puskesmas
meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD untuk
melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Pengolahan dan penyajian data
penderita DBD untuk pemantauan KLB berdasarkan; laporan mingguan KLB
(form W2-DBD); laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program
pengendalian (form K-DBD); data dasar perorangan penderita suspek infeksi
dengue, DD, DBD, SSD dan EDS (form DP-DBD), penentuan stratifikasi
(endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun, penentuan
musim penularan, dan kecenderungan DBD.

a. Pengumpulan dan pencatatan data


1) Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari terhadap laporan
penderita DD, DBD, SSD dan EDS.
2) Sumber data yang diterima puskesmas dapat berasal dari :
rumah sakit (form KDRS)
dinas kesehatan kabupaten/kota (informasi tentang adanya kasus)
puskesmas rawat inap
puskesmas lain (cross notification) dan
unit pelayanan kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter
praktek swasta, dan lain-lain), dan
37
3) Hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi
dari rumah sakit/unit pelayanan kesehatan lainnya).
4) Untuk pencatatan suspek infeksi Dengue, DD, DBD, SSD dan EDS
menggunakan Buku Catatan Harian atau buku register DBD yang memuat
catatan sekurang-kurangnya seperti pada Form DP-DBD
5) Data demografi dan klimatologi

b. Pengolahan dan penyajian data


Data pada Buku Catatan Harian DBD diolah dan disajikan dalam bentuk :
1) Pemantauan situasi DBD mingguan menurut desa/kelurahan
a) Jumlahkan masing-masing penderita DBD dan SSD setiap minggu dan
sajikan pada tabel seperti pada contoh (tabel 3) di bawah ini.

Tabel 3. Jumlah penderita DD, DBD, SSD dan EDS menurut desa/kelurahan per
minggu di puskesmas X, tahun .........

Minggu ke* : ...............Bulan:.................


Puskesmas : ..........................................
Desa/ DD DBD SSD EDS Jumlah
No.
Kelurahan P M P M P M P M P M

Jumlah
* Mengikuti kalender epidemiologi
P=Penderita, M=Meninggal
DD=Demam Dengue, DBD=Demam Berdarah Dengue, SSD=Sindrom Syok Dengue
(DBD stadium III/ IV), EDS=Expandd Dengue Syndrome

b) Berdasarkan hasil penggabungan jumlah penderita DD, DBD, SSD dan


EDS dari data mingguan (Tabel 3), dapat dideteksi secara dini adanya
KLB DBD atau keadaan yang berpotensi terjadinya KLB DBD.

Kriteria KLB DBD* ( Pedoman Pengendalian DBD tahun 2013) :


Timbulnya kasus yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu
daerah
Jumlah kasus dalam periode 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata kasus perbulan tahun
sebelumnya
Angka kematian (CFR) dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan angka kematian
(CFR) periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
*
. Hasil penjumlahan data penderita DD, DBD, SSD dan EDS

c) Bila terjadi KLB DBD maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman pe-
nanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan
kabupaten/ kota menggunakan formulir W1 (Lampiran 5).

38
2) Penyampaian laporan DD, DBD, SSD dan EDS selambat-lambatnya dalam 24
jam setelah diagnosis ditegakkan menggunakan formulir KD-PKM (Lampiran
6).
3) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan
formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan (Lampiran 7).
4) Rekapan mingguan (W2-DBD) (Lampiran 4)
a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut
desa/kelurahan
b) Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dengan formulir W2-DBD
5) Laporan bulanan
a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk data beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
b) Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dengan formulir K-DBD
(Lampiran 3)

6) Penentuan stratifikasi desa/kelurahan DBD


Cara menentukan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan:
a) Buatlah tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan
SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing desa/kelurahan menurut kriteria
stratifikasi desa/kelurahan.
Contoh penentuan strata dapat dilihat pada contoh (tabel 4) dibawah :

Tabel 4. Jumlah penderita DBD per tahun di Puskesmas X, tahun 2008-2010

No. Desa/kelurahan 2011 2012 2013 ABJ* Stratifikasi


1. Mekar 6 5 8 Endemis
2. Jaya 5 0 3 Sporadis
3. Megah 0 0 0 95% Potensial
4. Sukasari 0 0 0 >95% Bebas

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik


x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

39
c) Beradasarkan contoh tabel di atas sajikan stratifikasi desa/kelurahan
tersebut seperti pada gambar peta di bawah ini:

MEGAH

SUKASARI

Gambar 6. Peta stratifikasi desa/kelurahan DBD di Puskesmas X, tahun 2008-2010

Merah=endemis, kuning =sporadis, hijau =potensial, putih=bebas

7) Mengetahui distribusi penderita DBD per RW/dusun


Distribusi penderita DBD per RW/Dusun dibuat setiap tahun. Cara membuat
distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD per
RW/dusun seperti contoh (tabel 5) dibawah ini.

Tabel 5. Distribusi penderita DBD menurut RW/dusun

Puskesmas : .
Tahun : ....

Desa/kelurahan RW / dusun Jumlah penderita Jumlah meninggal

8) Penentuan musim penularan DBD


a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir
dan buatlah tabel seperti contoh di bawah ini

40
Tabel 6. Jumlah penderita DBD per bulan di Puskesmas X, tahun 2006-2010

Rata-rata
Tahun
jumlah
2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah
penderita
Bulan
per tahun
1. Januari 8 10 9 8 5 40 8
2. Februari 9 10 14 6 7 46 9
3. Maret 4 6 7 5 4 26 5
4. April 10 9 5 7 4 35 7
5. Mei 6 8 4 8 5 31 6
6. Juni 4 8 3 4 2 21 4
7. Juli 3 6 2 3 2 16 3
8. Agustus 1 5 1 1 2 10 2
9. September 1 2 0 0 1 4 1
10. Oktober 1 4 3 3 2 15 3
11. November 4 5 2 4 5 20 4
12. Desember 2 7 4 8 3 24 5
Total 55 80 54 57 55 288 57

b) Buat grafik seperti contoh di bawah ini :

Grafik 9. Rata-rata jumlah penderita DBD Puskesmas X, Tahun 2009-2013

Jumlah
10

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

Bulan sebelum musim penularan (SMP) pada contoh di atas adalah


bulan September, yaitu bulan dimana jumlah penderita DBD paling
rendah, berdasarkan jumlah penderita rata -rata per bulan selama 5
tahun, 2009-2013.

9) Mengetahui kecenderungan situasi penyakit


Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui
apakah situasi penyakit DBD di wilayah puskesmas tetap, naik atau turun.
Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut:
a) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus
ditemukan

41
b) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak
adalah jumlah penderita DBD
c) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang
terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.

c. Indikator Kinerja Puskesmas:


1) Tersedianya data kasus DBD perorangan (DP-DBD).
2) Tersedianya data kasus dan kematian DBD mingguan(W2 DBD).
3) Tersedianya data kasus dan kematian DBD bulanan (K-DBD).
4) Tersedianya grafik dan peta distribusi kasus DBD.
5) Tersedianya data hasil kegiatan pemantauan jentik berkala (ABJ).
6) Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus DBD per desa/ kelurahan

2. Kegiatan Surveilans DBD di Wilayah Kerja Kabupaten/Kota


a. Pencatatan Data
1) Sumber data:
a) Laporan KDRS-DBD dari rumah sakit (pemerintah dan swasta)
b) Laporan data dasar personal DBD dari puskesmas (DP-DBD)
c) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari puskesmas
d) Laporan W1 dan W2-DBD
e) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan kabupaten/ kota ke
unit pelayanan kesehatan
f) Cross Notification dari kabupaten/kota lain.
2) Pencatatan Data
a) Untuk pencatatan kasus DD, DBD, SSD dan EDS, menggunakan Buku
Catatan Mingguan Penderita atau buku register DBD yang memuat
catatan sekurang-kurangnya seperti pada Form DP-DBD
b) Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan yang berulang untuk
pasien yang sama, misalnya antara kasus DD dan DBD karena terjadi
perubahan status DD menjadi penderita DBD selama proses perawatan
dan antara penderita DBD yang dilaporkan RS dengan yang dilaporkan
kembali oleh puskesmas, sehingga perlu dilakukan verifikasi terlebih
dahulu sebelum dimasukkan dalam form pelaporan.
b. Pengolahan dan Penyajian Data
Dari data yang ada pada buku catatan mingguan penderita DD, DBD, SSD dan
EDS dapat dilakukan penyajian data sebagai berikut:
1) Pemantauan situasi DD, DBD, SSD dan EDS mingguan menurut kecamatan
a) Jumlahkan masing-masing penderita DD, DBD, SSD dan EDS per minggu
dan sajikan pada tabel seperti pada contoh (tabel 7) di bawah ini.

42
Tabel 7. Jumlah penderita DD, DBD, SSD dan EDS
menurut kecamatan per minggu di
Kabupaten/Kota X, tahun .........

Minggu ke* : ................. Bulan :........................


Kabupaten/kota : ......................................................
DD DBD SSD EDS Jumlah
No. Kecamatan
P M P M P M P M P M

Jumlah

*) Mengikuti kalender epidemiologi; P = Penderita, M = Meninggal


DD = Demam Dengue, DBD = Demam Berdarah Dengue, SSD = Sindrom
Syok Dengue (DBD stadium III/ IV), EDS= Expanded Dengue Syndrome

b) Berdasarkan data mingguan (setelah dilakukan penggabungan jumlah


penderita DD, DBD, SSD dan EDS untuk setiap minggunya) dapat
diketahui adanya KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD.
c) Bila terjadi KLB, maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman
penanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan
Provinsi menggunakan formulir W1
2) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD dan EDS
menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.
3) Laporan mingguan (W2-DBD)
a) Jumlahkan penderita DD, DBD, SSD dan EDS per minggu menurut
kecamatan
b) Laporkan ke dinas kesehatan provinsi dengan formulir W2-DBD
4) Laporan bulanan
a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa
kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan
b) Laporkan ke dinas kesehatan provinsi dengan formulir K-DBD
5) Penentuan stratifikasi kecamatan DBD
Cara menentukan stratifikasi kecamatan:
a) Buatlah tabel kecamatan dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD
dalam 3 (tiga) tahun terakhir

43
b) Tentukan stratifikasi masing-masing kecamatan
Contoh penentuan strata dapat dilihat pada Tabel 4
c) Berdasarkan tabel di atas sajikan stratifikasi kecamatan tersebut seperti
pada contoh (Gambar 6).
6) Mengetahui distribusi penderita DBD per kecamatan atau wilayah kerja
puskesmas
Distribusi penderita DBD per desa/kelurahan dibuat setiap tahun. Cara
membuat distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD
menurut desa/kelurahan seperti contoh dibawah ini

Tabel 8. Distribusi penderita DBD per Kecamatan atau wilayah kerja puskesmas

Kab/kota : .
Tahun : .

Kecamatan/
Jumlah penderita Jumlah meninggal
Wilayah kerja Jumlah penduduk
(IR) (CFR)
puskesmas

7) Penentuan musim penularan


a) Jumlahkan penderita DD, DBD, SSD dan EDS per bulan menurut
kecamatan
b) Kumpulkan data penderita DD, DBD, SSD dan EDS per bulan selama 5
tahun terakhir dan buatlah seperti contoh pada Tabel 6.
c) Buat grafik seperti contoh pada Grafik 9.
8) Mengetahui kecenderungan situasi DBD
Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui
apakah situasi penyakit DBD di wilayah kabupaten/kota tetap, naik atau turun.
Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut:
a) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus
ditemukan
b) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak
adalah jumlah penderita DBD
c) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang
terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.

44
9) Mengetahui jumlah penderita DD, DBD, SSD dan EDS per tahun

Tabel 9. Jumlah penderita DD, DBD, SSD dan EDS


di Kabupaten/Kota X, tahun ......

Jumlah penderita Jumlah per


Bulan
DD DBD SSD EDS bulan
Januari
Februari
Maret
Dst..

Jumlah

10) Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun, kelompok
umur dan jenis kelamin. Jumlahkan penderita DD, DBD, SSD dan EDS,
sajikan seperti pada contoh tabel di bawah ini:

Tabel 10. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok umur di
kabupaten/kota X, tahun ..

< 1 th 1-4 th 5-14 th 15-44 th > 44 th Jumlah


P M P M P M P M P M P M
Tahun
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
k r k r k r k r k r k r k r k r k r k r k r k r

Jumlah

P= Penderita, M=Meninggal

45
c. Indikator Kinerja Kabupaten/Kota:
Kinerja kabupaten/kota dinilai baik jika memenuhi indikator berikut ini :
1. Persentasi kelengkapan pengiriman laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD,
W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
2. Persentasi ketepatan laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
3. Persentasi laporan KD-RS yang diterima tidak lebih dari 24 jam sejak
diagnosis pertama ditegakkan adalah 100%.
4. Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel, grafik,
mapping).
5. Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota
berdasarkan analisis data DBD yang tersedia.
6. Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota berdasarkan
analisis data yang tersedia.
7. Tersedianya data demografi dan geografi kabupaten/kota (dari BPS dan
BMG).

3. Kegiatan Surveilans DBD Di Wilayah Kerja Provinsi


a. Surveilans Epidemiologis DBD di Dinas Kesehatan Provinsi
1) Sumber data:
a) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari kabupaten/kota
b) Laporan W1
c) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan Provinsi ke unit
pelayanan kesehatan
d) Cross Notification dari Provinsi lain.
e) Laporan KDRS ( Menggunakan Form KDRS)

2) Pengolahan dan Penyajian Data


a) Pemantauan situasi DD, DBD, SSD dan EDS bulanan menurut
kabupaten/kota
(1) Jumlahkan masing-masing penderita DD, DBD, SSD dan EDS setiap
bulan dan sajikan pada tabel seperti pada contoh di bawah ini.

Tabel 11. Jumlah penderita DD, DBD, SSD dan EDS


Minggu ke : ................. Bulan:.............................
Provinsi : .........................................................

No. Kab/Kota DD DBD SSD EDS Jumlah


P M P M P M P M P M

Jumlah
46
*) Mengikuti kalender epidemiologi; P = Penderita, M = Meninggal
DD = Demam Dengue, DBD = Demam Berdarah Dengue, SSD = Sindrom
Syok Dengue (DBD stadium III/ IV)

(2) Berdasarkan data mingguan (setelah dilakukan penggabungan jumlah


penderita DD, DBD, SSD dan EDS untuk setiap minggunya) dapat
diketahui adanya KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB
DBD.
(3) Bila terjadi KLB, maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman
penang-gulangan KLB DBD dan laporkan segera ke Subditt
Arbovirosis, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, menggunakan formulir
W1
b) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD dan EDS
menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.
c) Laporan bulanan
(1) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD dan EDS termasuk
beberapa kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap
bulan
(2) Laporkan ke Subdit Pengendalian Arbovirosis, Ditjen PP dan PL
dengan formulir K-DBD
d) Penentuan stratifikasi kabupaten/kota DBD
Cara menentukan stratifikasi kabupaten/kota:
(1) Buatlah tabel kabupaten/kota dengan menjumlahkan penderita DBD
dan SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir
(2) Tentukan stratifikasi masing-masing kabupaten/kota
Contoh penentuan strata dapat dilihat pada Tabel 4.
(3) Beradasarkan tabel di atas sajikan stratifikasi kabupaten/ kota tersebut
seperti pada Gambar 9.
e) Mengetahui distribusi penderita DBD menurut kabupaten/kota
Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota dibuat setiap bulan. Cara
membuat distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DD, DBD, SSD
dan EDS menurut kabupaten/kota seperti contoh dibawah ini

Tabel 12. Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota


Propinsi : .....
Tahun : .

Jumlah Jumlah
No. Kabupaten/Kota Kecamatan
penderita meninggal

47
f) Penentuan musim penularan
(1) Jumlahkan penderita DD, DBD, SSD dan EDS per bulan menurut
kabupaten/kota
(2) Kumpulkan data penderita DD, DBD, SSD dan EDS per bulan selama
5 tahun terakhir dan buatlah tabel seperti contoh pada Tabel 6
(3) Buat grafik seperti contoh pada Grafik 9
g) Mengetahui kecenderungan situasi DBD
Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui
apakah situasi penyakit DBD di wilayah provinsi, naik atau turun.
Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut:
(1) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus
ditemukan
(2) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu
tegak adalah jumlah penderita DBD
(3) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang
terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.
h) Mengetahui jumlah penderita DD, DBD, SSD dan EDS per tahun

Tabel 13. Jumlah penderita DD, DBD, SSD dan EDS di Provinsi X
Tahun .......

Jumlah penderita Jumlah per


Bulan
DD DBD SSD EDS bulan

Januari

Februari

Maret

Dst..

Jumlah

i) Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun,


kelompok umur dan jenis kelamin

` Jumlahkan penderita DBD dan SSD, sajikan seperti pada contoh tabel di
bawah ini:

48
Tabel 14. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok umur dan
jenis kelamin di Provinsi X, tahun ..

< 1 th 1-4 th 5-14 th 15-44 th > 44 th Jumlah


Tahun P M P M P M P M P M P M
Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk

Jumlah

b. Indikator Kinerja Provinsi


Kinerja kabupaten/kota dinilai baik jika memenuhi indikator berikut ini :
1) Persentasi kelengkapan pengiriman laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD,
W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
2) Persentasi ketepatan laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %.
3) Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel, grafik,
mapping).
4) Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota
berdasarkan analisis data DBD yang tersedia.
5) Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota berdasarkan
analisis data yang tersedia.
6) Tersedianya data demografi dan geografi kabupaten/kota (dari BPS dan
BMG).

IX. Daftar Pustaka


1. Buku Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah; Subdit Arbovirosis,
Dit.PPBB, Ditjen PP & PL, Depkes RI, tahun 2005.
2. Buku modul Surveilans; Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan, Depkes RI, tahun 2004.
3. KEPMEN 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Depkes RI, tahun 2004.
4. KEPMEN 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu,
Depkes RI, tahun 2004.
5. KEPMEN 949/MENKES/SK/VIII/2004, tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB).
6. Permenkes 1501 tahun 2010

49
50
MATERI INTI 3
SURVEILANS DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD
(Waktu: T 2 JPL, P 3 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Surveilans Vektor DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data vektor serta penyebarluasan informasi kepada pihak lintas
program dan instansi terkait secara sistematis dan terus-menerus. Dasar untuk
melakukan surveilans vektor terlebih dahulu harus memahami tentang pengertian dan
tujuan surveilans vektor DBD, metode surveilans vektor DBD (penentuan lokasi
surveilans, waktu pengamatan, cara pengamatan/ pengukuran vektor DBD dan
peralatan surveilans), Morfologi, Identifikasi dan Bio-ekologi vektor DBD (perilaku,
distribusi dan hubungannya dengan iklim, sosial budaya dan bersifat lokal spesifik, yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit DBD.
Pengendalian DBD akan optimal dengan pemutusan rantai penularan yaitu
dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obat masih dalam proses
penelitian. Vektor DBD sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan iklim global, kemajuan teknologi transportasi,
mobilitas penduduk, urbanisasi, dan infrastruktur penyediaan air bersih yang kondusif
untuk perkembangbiakan vektor DBD, serta perilaku masyarakat yang belum
mendukung upaya pengendalian.
DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu
pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan peran
serta masyarakat termasuk lintas sektor, lintas program, LSM, tokoh masyarakat dan
penyandang dana. Pengendalian vektor DBD harus berdasarkan pada data dan
informasi tentang bioekologi vektor, situasi daerah termasuk sosial budayanya.
Beberapa metode pengendalian vektor antara lain dengan: a) Kimiawi dengan
insektisida dan larvasida, b) Biologi dengan menggunakan musuh alami seperti
predator, bakteri dll, c) Managemen lingkungan seperti mengelola atau meniadakan
habitat perkembangbiakan nyamuk yang terkenal dengan 3 M plus atau gerakan PSN
(pengendalian sarang nyamuk), d) penerapan peraturan perundangan, e) meningkatkan
peran serta masyarakat dalam pengendalian vektor.
Pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai Integrated Vector Management
(IVM) adalah pengendalian vektor yang dilakukan dengan menggunakan kombinasi
beberapa metode pengendalian vektor, berdasarkan pertimbangan keamanan,
rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta kesinambungannya.
Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah (a) dapat meningkatkan
efektifitas serta efisiensi berbagai metode/cara pengendalian, (b) dapat meningkatkan
program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor, (c) melalui
kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan.
Pedoman PVT diharapkan menjadi kerangka kerja dan pedoman bagi penentu
kebijakan serta pengelola program pengendalian penyakit tular vektor di Indonesia.

51
Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan PVT bagi para pengambil
keputusan tingkat Pusat ,Propinsi, Kabupaten/kota dan sektor terkait.
Surveilans vektor diperlukan dalam pengambilan keputusan/kebijakan dan
menentukan tindak lanjut dari data yang diperoleh dalam rangka menentukan tindakan
pengendalian vektor secara efisien dan efektif.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Peserta latih mampu melaksanakan surveilans dan pengendalian vektor DBD di
wilayah kerjanya.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Peserta latih mampu:
1. Menjelaskan metode surveilans vektor DBD.
2. Menjelaskan morfologi, identifikasi dan bio-ekologi vektor DBD.
3. Menjelaskan metode pengendalian vektor DBD
4. Melaksanakan kegiatan pengendalian vektor DBD
5. Meyusun/membuat pelaporan dan evaluasi hasil pengendalian vektor DBD

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Metode surveilans vektor DBD
Sub Pokok Bahasan :
1. Penentuan lokasi pengamatan
2. Pelaksanaan pengamatan
3. Teknis pengamatan
4. Alat dan bahan survei
5. Laporan hasil survey

B. Pokok Bahasan 2 : Morfologi, identifikasi dan Bioekologi vektor DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Morfologi
2. Identifikasi
3. Bioekologi vektor DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Metode pengendalian vektor


Sub Pokok Bahasan :
1. Kimiawi
2. Biologi
3. Managemen lingkungan
4. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD
5. Pengendalian vektor terpadu (PVT)

D. Pokok Bahasan 4 : Kegiatan pengendalian vektor DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Kegiatan pengendalian vektor di tingkat administrasi
52
2. Operasional pengendalian vektor
3. Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD

E. Pokok Bahasan 5 : Pelaporan dan Evaluasi hasil pengendalian vektor


Sub Pokok Bahasan :
1. Pelaporan hasil pengendalian vektor
2. Evaluasi hasil pengendalian vektor

IV. METODE
Penyajian/presentasi
Tanya jawab
Penugasan : identifikasi larva/jentik Aedes sp. dan nyamuk dewasa

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Bahan belajar (buku-buku terkait dengan materi ini)
Spesimen nyamuk (dewasa dan larva)
Lembar kerja/penugasan : formulir, check list

VI. ALAT BANTU


LCD
Laptop atau desktop
Mikroskop compound dan stereo
Peralatan laboratorium entomologi dan peralatan survei entomologi
Flipchart
Spidol
White board
PSN kit

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN)


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri

B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran.

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
2. Fasilitator memandu diskusi/tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan
penugasan (setiap kelompok 6 peserta).

53
D. Langkah 4
1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan tugas.
2. Kelompok melaksanakan tugas yang diberikan fasilitator.
3. Fasilitator menilai hasil penugasan.

E. Langkah 5
1. Pembulatan

VIII. URAIAN MATERI


A. METODE SURVEILANS VEKTOR DBD
Surveilans vektor DBD adalah pengamatan vektor DBD secara sistimatis
dan terus menerus yang bertujuan untuk memahami dinamika penularan penyakit
dan upaya pengendalian DBD.
Tujuan dilaksanakan surveilan vektor DBD adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor DBD
2. Untuk mengetahui tempat perindukan potensial vektor DBD
3. Untuk mengetahui jenis larva/jentik vektor DBD
4. Untuk mengukur indek-indek larva/jentik (ABJ, CI, HI, dan BI)
5. Untuk mencari cara pengendalian vektor DBD yang tepat
6. Untuk menilai hasil pengendalian vektor
7. Untuk mengetahui tingkat kerentanan vektor DBD terhadap insektisida.

Dalam metode Surveilans Vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain
adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut tentulah
diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita ketahui, meliputi
metode survei terhadap nyamuk, jentik dan survei perangkap telur (ovitrap). Sebelum
melakukan survei vektor DBD diperlukan penentuan lokasi surveilans/ pengamatan,
waktu pengamatan, cara pengamatan/ pengukuran vektor DBD, persiapan peralatan
dan bahan surveilans vektor DBD, pengumpulan, pencatatan dan analisa data hasil
surveilans/pengamatan.

1. Penentuan Lokasi Pengamatan


Lokasi yang akan diamati/diukur tingkat kepadatan vektor DBD adalah
lokasi yang diduga sebagai tempat perkembangbiakan/ istirahat/mencari makan
nyamuk Aedes sp. yang berdekatan dengan kehidupan/kegiatan manusia, antara
lain :
a. permukiman penduduk,
b. tempat-tempat umum (pasar, terminal angkutan umum, rumah
makan/restoran, hotel/losmen, sekolah, tempat ibadah, perkantoran dsb).
Pengamatan/pengukuran kepadatan populasi vektor DBD dapat dilakukan pada :
a. Wilayah endemis DBD.
b. Wilayah yang pernah terjadi KLB DBD.
c. Wilayah yang menjadi sasaran pengendalian vektor DBD secara kimiawi dan
biologi.

54
2. Pelaksanaan Pengamatan
Pengamatan kepadatan populasi vektor DBD dilakukan mulai dari tingkat
Puskesmas sampai Pusat, sebagai berikut :
a. Kader / PKK / Jumantik
Melakukan pemeriksaan jentik minimal 1 minggu sekali disetiap rumah pada
wilayah kerja jumantik. Sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
pelaksaanaan PSN.
b. Petugas puskesmas
1) Monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada wilayah kerja
Puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan PSN.
2) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masing-masing
puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross check) pada
tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel
rumah/bangunan yang dipilih secara acak serta diulang untuk setiap
siklus pemeriksaan.
3) Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai berikut:
a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan
b) Setiap RT diberi nomor urut
c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya dengan cara
systematic random sampling) dari seluruh RT yang ada di wilayah
desa/kelurahan
d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU dari masing-
masing RT sampel atau yang telah terpilih.
e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10
KK/rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak (misalnya
dengan cara systematic random sampling).
c. Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh kader jumantik dan
Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali
d. Pengelola Program DBD di Dinkes Propinsi
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes Kab/Kota
secara berkala minimal 6 bulan sekali

3. Teknis Pengamatan
Beberapa teknis pengamatan terhadap telur, jentik, dan nyamuk melalui
beberapa metode survei sebagai berikut :

a. Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap)
yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya.
Ovitrap berbentuk tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kaleng
dan gelas platik/kaca. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah atau
tempat yang gelap dan lembab. Cara kerja ovitrap adalah padel (berupa
potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap)
yang dimasukkan kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai tempat

55
meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau
tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.

Perhitungan ovitrap index adalah:


Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur
x 100%
Jumlah padel diperiksa

Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular


secara lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung
jumlahnya.
Kepadatan populasi nyamuk :

Jumlah telur
= telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan

Gambar 7. Contoh ovitrap

56
b. Survei jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi
habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam dan di luar rumah
untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
2) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira -1
menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik.
3) Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh.

Metode survei jentik:


1) Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan
air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
2) Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap
tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program DBD mengunakan cara visual.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti :


1) Angka Bebas Jentik (ABJ):
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

2) House Index (HI) :

Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik


x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
3) Container Index (CI ):

Jumlah container dengan jentik


x 100%
Jumlah container yang diperiksa

4) Breteau Index (BI):


Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan

c. Survei nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara menangkap nyamuk menggunakan
umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per
rumah serta penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah.
Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator.

57
Gambar 8. Contoh aspirator.

Indeks-indeks nyamuk yang digunakan:

1) Landing rate :
Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap
umpan orang

Jumlah penangkapan x jumlah jam penangkapan

2) Resting per rumah:


Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada
penangkapan nyamuk hinggap

Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan

Apabila ingin diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah, dilakukan


pembedahan perut nyamuk-nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa keadaan
ovariumnya di bawah mikroskop. Jika ujung pipa-pipa udara (tracheolus) pada
ovarium masih menggulung, berarti nyamuk itu belum pernah bertelur
(nuliparous). Jika ujung pipa-pipa udara sudah terurai/terlepas gulungannya,
maka nyamuk itu sudah pernah bertelur (parous).
58
Gambar 9. Ovarium Aedes sp.

Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah merupakan nyamuk-


nyamuk baru (menetas) atau nyamuk-nyamuk yang sudah tua digunakan indek
parity rate.
Parity rate :
Jumlah nyamuk Aedes aegypti dengan
ovarium parous
x 100%
Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya

Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity ratenya rendah berarti
populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih muda.
Sedangkan bila parity ratenya tinggi menunjukkan bahwa keadaan dari populasi
nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua.
Untuk menghitung rata-rata umur suatu populasi nyamuk secara lebih tepat
dilakukan pembedahan ovarium dari nyamuk-nyamuk parous, untuk menghitung
jumlah dilatasi pada saluran telur (pedikulus).
Umur populasi nyamuk = rata-rata jumlah dilatasi x satu siklus gonotropik

Contoh:
Bila jumlah dilatasi nyamuk rata-rata 3 dan siklus gonotropiknya 4 hari, maka
umur rata-rata nyamuk tersebut adalah: 3x4=12 hari. Semakin tua rata-rata umur
nyamuk semakin besar potensi terjadinya penularan di suatu wilayah.

59
Gambar 10. Dilatasi pada saluran telur (pedikulus) Aedes sp.

4. Alat dan Bahan Survei


Alat dan bahan yang minimal harus tersedia untuk melaksanakan survei
kepadatan populasi vektor DBD adalah :
a. Peralatan
1) Peralatan umum
- Compound microskop, untuk memeriksa jentik dan ovarium
- Senter, untuk menerangi sasaran survei (jentik/nyamuk)
- Petridish, untuk tempat jentik aatau nyamuk yang akaan diperiksa
- Tas ransel, untuk membawa peralatan serta bahan survei
2) Peralatan survei telur
- Perangkap telur (ovitrap)
- Padel untuk tempat peletakan telur
3) Peralatan survei jentik
- Gayung, untuk mengambil jentik
- Pipet, untuk mengambil jentik
- Botol kecil (vial larva), untuk tempat larva
- Susceptibility test kit larva (1 set peralatan uji kerentanan larva), untuk
mengetahui tingkat kerentanan jentik terhadap insektisida
4) Peralatan survei nyamuk
- Stereo mikroskop, untuk identifikasi dan membedah nyamuk
- Loupe/kaca pembesar 10 x atau 20 x, untuk identifikasi nyamuk dan
kondisi perut nyamuk
- Aspirator, untuk menangkap nyamuk
- Kotak nyamuk, untukmembawa nyamuk hidup
- Kurungan nyamuk, untuk memelihara nyamuk
- Pinset ujung runcing, untuk memegang nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah nyamuk
- Gunting kecil, untuk memotong kain kasa dan kertas

60
- Susceptibility test kit untuk mengukur tingkat kerentanan nyamuk
terhadap insektisida
- Bio Assay test kit, untuk mengukur tingkat efikasi insektisida

b. Bahan survei
1) Bahan survei umum
- Objek glass (slide glass), untuk pemeriksaan jentik dan pembedahan
ovarium
- Kaca penutup (cover glass), untuk menutup persediaan
- Kertas label, untuk pemberian etiket
- Formulir-formulir entomologi DBD, untuk pencatatan hasil survei
- Alat-alat tulis untuk menulis hasil survei
- Kertas tissu untuk membersihkan kaca benda
2) Bahan survei telur
- Kantong plastik, untuk tempat padel
- Kantong plastik besar, untuk membawa padel
3) Bahan survei nyamuk
- Paper cup, untuk wadah nyamuk
- Kain kasa, untuk menutup paper cup
- Karet gelang, untuk mengikat kain kasa di paper cup
- Kapas untuk menutup lobang di kain kasa dan pemaakaian kloroform
- Kloroform, untuk mematikan nyamuk
- Jarum serangga no. 3, untuk pinning nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah abdomen nyamuk.

5. Laporan hasil survey


Pencatatan hasil pemeriksaan jentik dilakukan oleh petugas jumantik/
kader dan pelaporannya dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :
a. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik
Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada KARTU JENTIK RUMAH /
BANGUNAN* yang ditinggalkan di rumah/bangunan.
FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke puskesmas dan instansi
terkait.

b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas


Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh kader/PKK/Jumantik harus dilakukan
monitoring dan evaluasi oleh petugas Puskesmas secara berkala minimal 3
bulan sekali. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh puskesmas setiap 3
bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman
(rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

61
c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Laporan PJB yang dilakukan oleh Puskesmas kemudian dilakukan
rekapitulasi oleh Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota menggunakan
FORMULIR PJB-2 dan dilaporkan kepada Dinkes Provinsi

d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi


Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes Kab/Kota dilakukan rekapitulasi oleh
Pengelola Program DBD di Dinkes Provinsi menggunakan FORMULIR PJB-3
dan dilaporkan ke Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian Arbovirosis)

B. MORFOLOGI, IDENTIFIKASI DAN BIOEKOLOGI VEKTOR DBD


Berdasarkan Permenkes Nomor 374/Menkes/Per/III/2011 tentang
pengendalian vektor bahwa pengertian vektor adalah arthropoda yang dapat
menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular penyakit terhadap
manusia.
Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan atau
menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa
menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes
scutellaris. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue
merupakan sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada
dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.Berikut ini uraian
tentang morfologi, siklus hidup, dan siklus hidup lingkungan hidup, tempat
perkembangbiakan, perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan
cara melakukan survei jentik.

1. Morfologi
Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut:
a. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm, berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel
pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan sampai 6 bulan
di tempat kering.

Gambar 11. Telur Aedes aegypti

Gambaran morfologi Aedes aegypti secara mikroskopis dapat anda


lihat di buku Pedoman Survai Entomologi Demam Berdarah Dengue; Subdit
Pengendalian Vektor, Ditjen PP&PL, DEPKES RI.

62
b. Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu:
1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2) Instar II : 2,5-3,8 mm
3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

Gambar 12. Larva Aedes aegypti

c. Pupa
Pupa berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih
ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil
jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

Gambar 13. Pupa

d. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-
rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan dan kaki.
63
Gambar 14. Aedes sp.

Sebenarnya yang dimaksud Vektor DBD adalah nyamuk Aedes


aegypti betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang
betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya,
Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina
berbulu agak jarang/ tidak lebat.

2. Identifikasi
a. Peralatan dan bahan terdiri dari :
Stereo mikroskop, loupe, spesimen dan kunci identifikasi.
b. Cara Identifikasi :
Menggunakan kunci identifikasi nyamuk (kunci identifikasi bergambar dan
buku kunci dengan bentuk dikotomi).
Mencocokkan ciri-ciri morfologi spesimen nyamuk dibawah mikroskop.

3. Bioekologi
a. Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur jentik (larva) pupa - nyamuk. Stadium
telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa
selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

64
Gambar 15. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

b. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat
menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat
umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-
barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu
dan tempurung coklat/karet, dll.

c. Perilaku Nyamuk Dewasa


Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk
sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku,
sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes aegypti
jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya
sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai

65
darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk
pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah
sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu
tersebut disebut dengan siklus gonotropik (Gambar 16).
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi dan
petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -
17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang
gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat
perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk
betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur
menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya.
Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari.
Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100
butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan 6 bulan, jika
tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi
maka telur dapat menetas lebih cepat.

Gambar 16.

d. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40 meter, namun
secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di
Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum.
Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian
daerah 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas 1.000 m dpl, suhu udara
terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.

66
e. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-telur
yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai
terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk
sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Dengue.

C. METODE PENGENDALIAN VEKTOR


Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh
vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan
kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta
memutus rantai penularan penyakit
Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal, dengan
mempertimbangkan faktorfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman, habitat
perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan Perilaku)
dan aspek vektor.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalah
dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode
pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat
memutus rantai penularan.
Berbagai metode PengendalianVektor (PV) DBD, yaitu:
- Kimiawi
- Biologi
- Manajemen lingkungan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
- Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)

1. Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida
merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka
penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan
organisme bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk
dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang
berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga
sasaran.
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :
Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl
pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,
Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang
diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan
dingin/ULV
Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).

67
2. Biologi
Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti
predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa
vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang,
tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode
yang lazim untuk pengendalian vektor DBD.
Jenis pengendalian vektor biologi :
Parasit : Romanomermes iyengeri
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis

Golongan insektisida biologi untuk pengendalian DBD (Insect Growth


Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi), ditujukan untuk
stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan
vektor.
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan
nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses chitin
synthesis selama masa jentik berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan
pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang sangat rendah
terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah
34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida
yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila
digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah
menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus dan
spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah,
karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar
dan rusak oleh sinar matahari.

3. Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan
air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti
sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang
berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan
lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau
dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan
memanfaatkan/mendaur ulang, dan plus: menyemprot, memelihara ikan
predator, menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga
kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang gelap dan
lembab di lingkungan rumah dll)

68
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di
masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan
secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat
suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk
melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat
untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan
melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward
bagi yang berhasil melaksanakannya.
a. Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD
dapat dicegah atau dikurangi.
b. Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD :
Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA)
Tempat penampungan air alamiah
c. Ukuran keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
d. Cara PSN DBD
PSN DBD dilakukan dengan cara 3M-Plus, 3M yang dimaksud yaitu:
Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2)
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:


Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnya yang sejenis seminggu sekali.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain
(dengan tanah, dan lain-lain)
Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air

69
Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.

Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan 3M-


Plus.

e. Pelaksanaan
1) Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota keluarga.
2) Tempat tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola
tempat tempat umum.

5. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)


IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO
untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai
institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada
peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan
PSN anak sekolah dll.

D. KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD


1. Kegiatan pengendalian vektor sesuai dengan tingkat administrasi
Kegiatan Pengendalian Vektor memberikan beban yang berbeda disetiap
level administratif yaitu :
a. Pusat
Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian Vektor (PV)
lebih diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan Pengendalian Vektor,
Penyusunan standarisasi, modul juklak juknis, Monitoring dan evaluasi
Pengendalian Vektor Nasional, serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor
Nasional.
b. Provinsi
Di tingkat propinsi, kegiatan pengendalian vektor adalah : pelaksanaan
kebijakan nasional pengendalian vektor, merencanakan kebutuhan alat,
bahan dan operasional PV, monev PV, bintek PV ke kabupaten.
c. Kabupaten
Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada Kabupaten untuk
secara aktif dan mandiri melakukan kegiatan PV di wilayahnya sesuai dengan
kondisi spesifik lokal daerah. Untuk itu selain melaksanakan juklak/juknis dan
70
pedoman, merupakan tugas kabupaten untuk merencanakan dan
mengadakan alat, bahan operasional PV, monev kegiatan PV DBD, bintek
kegiatan PV DBD di Puskesmas.
d. Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bertugas menjaga
kesinambungan kegiatan PV oleh masyarakat di wilayahnya, menggerakkan
peran serta masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta melakukan
kegiatan PV secara langsung di masyarakat.

2. Operasional Pengendalian Vektor


a. Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan
tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : Mesin fog atau ULV
Cara : Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu
minggu (petunjuk fogging terlampir)

b. Pemberantasan sarang jentik/nyamuk DBD (PSN DBD)


Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya
dan merupakan satu kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk : tempat
penampungan air,barang bekas ( botol aqua, pecahan
gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah
pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat
penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di
rumah/bangunan dan tempat umum.
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan lokal
spesifik daerah terjangkit).
Contoh :
- Untuk daerah sulit air PSNnya tidak menguras, tetapi larvasidasi,
ikanisasi, dll).
- Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan agar tidak
menjadi tempat penampungan air.
- Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan sikat dan sabun
- PLUS: membakar obat nyamuk, menggunakan repelen, kelambu,
menanam pohon sereh, zodia, lavender,geranium, pasang, obat nyamuk
semprot, pasang kasa dll.

71
c. Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/ kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-tempat
umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi
pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP dan PL (terlampir
surat intruksi)
Cara : Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB (petunjuk
larvasidasi terlampir).

3. Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD


Pada saat KLB, maka pengendalian vektor harus dilakukan secara cepat,
tepat dan sesuai sasaran untuk mencegah peningkatan kasus dan meluasnya
penularan. Langkah yang dilakukan harus direncanakan berdasarkan data KLB,
dengan tiga intervensi utama secara terpadu yaitu pengabutan dengan
fogging/ULV, PSN dengan 3 M plus, larvasidasi dan penyuluhan penggerakan
masyarakat untuk meningkatkan peran serta.

E. PELAPORAN DAN EVALUASI HASIL PENGENDALIAN VEKTOR


1. Pelaporan hasil pengendalian vektor
Manfaat pelaporan untuk memantau kegiatan PV secara berjenjang
dimulai dari Puskemas, Kabupaten, Provinsi. Pelaporan memuat tentang :
a. Data kasus, data vektor dan PE (Penyelidikan Epidemiologi)
b. Metode PV yang digunakan termasuk jenis insektisida, dosis insektisida,
cara aplikasi, alat yang digunakan serta sasaran aplikasi.
c. Pemetaan dan cakupan atau luas area intervensi

2. Evaluasi hasil pengendalian vektor


Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang tepat, maka perlu dilakukan
survei pendahuluan untuk membandingkan dengan kondisi pasca intervensi.
Evaluasi hasil pengendalian vektor terdiri dari :
a. Efektifitas untuk menilai dampak keberhasilan kegiatan PV, yang diukur
dengan larva survey (survei jentik) menggunakan indikator Index Larva, yaitu:
House Index (HI), Container Index (CI) dan Breateu Index (BI) serta Angka
Bebas Jentik (ABJ). Survei Jentik ini lazimnya dikombinasi dengan survei PSP
(Pengetahuan, Sikap dan Perilaku).
b. Operasional :
- Bioassay, dengan menggunakan pengetesan dengan spesimen hidup pada
saat penyemprotan dilakukan.
- Cakupan, dengan mengukur luas area dan atau jumlah rumah yang
diintervensi.

72
- Dosis, dengan mengukur luas area atau jumlah rumah dengan dosis atau
jumlah insektisida yang digunakan.
c. Langkah langkah Pengendalian Vektor
1) Perencanaan Pengendalian Vektor
- Analisis data kasus
- Penentuan daerah sasaran intervensi
- Pemilihan metoda PV disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi
setempat
- Perencanaan ketersediaan bahan, peralatan, SDM, dan biaya.
2) Operasional Pengendalian Vektor
- Koordinasi dengan daerah sasaran
- Penyuluhan PV termasuk penggerakan Peran serta masyarakat
- Pengorganisian intervensi, termasuk pembagian tugas.
- Implementasi Praktek kerja Lapangan

Upaya pemberantasan DBD hanya dapat berhasil apabila seluruh masyarakat


berperan secara aktif dalam PSN DBD. Gerakan PSN DBD merupakan bagian yang
paling penting dari keseluruhan upaya pemberantasan DBD oleh keluarga/
masyarakat.
Pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa pemberantasan jentik
melalui kegiatan PSN DBD dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti,
sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
Bentuk pelaksanaan kegiatan PSN DBD disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masing-masing daerah (kearifan lokal). Pembinaan peran serta masyarakat
dalam PSN DBD antara lain dapat dikoordinasikan oleh POKJANAL DBD
Kelurahan/Desa dan POKJANAL DBD Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Propinsi.

IX. KEPUSTAKAAN
1. Kemenkes. 2010. Permenkes nomor : 374/Menkes/Per/III/2010 tentang
Pengendalian Vektor. Jakarta
2. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis,
Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
3. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Jumantik, Subdit. Arbovirosis. Jakarta.
4. Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor. Jakarta.
5. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue,Dit
PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta.
6. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No.29).
Jakarta.

73
74
MATERI INTI 4
TATALAKSANA KASUS DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu : T 1 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini menjelaskan tata laksana kasus Demam Dengue (DD) dan Demam
Berdarah Dengue (DBD) di puskesmas dan rumah sakit, serta pertolongan pertama
terhadap penderita.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu memahami tatalaksana kasus DD
dan DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta latih mampu:
1. Menjelaskan definisi operasional kasus DD dan DBD
2. Menjelaskan tatacara mendiagnosis DD dan DBD berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium.
3. Menjelaskan tata laksana DD dan DBD meliputi pertolongan pertama oleh
Masyarakat, oleh petugas medis dan paramedis, dan tatacara rujukan ke Rumah
Sakit

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Definisi Operasional DD dan DBD
Sub Pokok Bahasan:
1. Definisi Suspek Infeksi Dengue
2. Definisi DD
3. Definisi DBD

B. Pokok Bahasan 2 : Diagnosis DD dan DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Diagnosis Suspek Infeksi Dengue
2. Diagnosis Demam Dengue
3. Diagnosis DBD
4. Jenis Jenis Pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Tata laksana DD dan DBD


Sub Pokok Bahasan:
1. Pertolongan Pertama Penderita DBD oleh masyarakat.
2. Langkah-langkah Pemeriksaan DD dan DBD
3. Tatalaksana Rujukan penderita DBD

75
4. Tatalaksana DD dan DBD
5. Pelaporan Kasus

IV. METODE
Ceramah
Tanya Jawab
Penugasan: Studi kasus

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Handout
Lembar kasus

VI. ALAT BANTU BELAJAR


LCD
Laptop atau desktop
Flipchart
Whiteboard
Spidol
Buku Pedoman tatalaksana kasus DBD.

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN BELAJAR


A. Langkah 1
Penciptaan suasana kesiapan belajar
Perkenalan diri
Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran
Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasi tujuan tersebut.

C. Langkah 3
Pelatih memberikan paparan tentang Tatalaksana Kasus DD dan DBD
Pelatih mendemonstrasikan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis DD dan DBD

VIII. URAIAN MATERI


A. Definisi Operasional DD dan DBD
1. Suspek Infeksi Dengue ialah penderita demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan disertai tanda-tanda perdarahan:
sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif.
2. Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta
seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi (athralgia),
76
rash, dan manifestasi perdarahan, leukopenia ( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah
trombosit < 150.000/mm3 dan disertai/tidak peningkatan hematokrit 5 10 %
atau pemeriksaan serologis Ig M positif.
3. Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda
tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20 % dari nilai normal,
dan/atau efusi pleura, dan/atau ascites, dan/atau hypoproteinemia/
albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita tersangka
DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau
IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).
4. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat III
dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi
yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi ( 20 mmHg) atau
hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi
gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun
tekanan darah).
5. Expanded Dengue Syndrome (EDS) adalah demam dengue yang disertai
manifestasi klinis yang tidak biasa (unusual manifestation) yang ditandai
dengan kegagalan organ berat seperti hati, ginjal, otak dan jantung.

B. Diagnosis DD dan DBD


1. Diagnosis Suspek Infeksi Dengue
Diagnosis Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria
berikut:
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7
hari
- Manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede)
positif
2. Diagnosis Demam Dengue (DD)
a. Probable
1) Demam tinggi mendadak (biasanya 39)
2) Ditambah 2 atau lebih gejala/tanda penyerta:
- Nyeri kepala
- Nyeri belakang bola mata
- Nyeri otot & tulang
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
- Leukopenia (Lekosit 5000 /mm)
- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm )
- Peningkatan hematokrit 5 10 %
3) Dan terdapat sekurang-kurangnya satu dari kriteria berikut:
- Pemeriksaan serologi Hemaglutination Inhibition (HI) test sampel
serum tunggal; titer 1280 atau tes antibodi IgM positive
77
- Kasus berlokasi di daerah dan waktu yang bersamaan dimana
terdapat kasus konfirm Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

b. Confirmed/ diagnosis pasti


Kasus probable disertai sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:
1) Isolasi virus Dengue dari serum atau sampel otopsi.
2) Pemeriksaan HI Test Peningkatan titer antibodi 4 kali pada pasangan
serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM spesifik
untuk virus dengue
3) Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum
atau cairan serebrospinal (LCS=Liquor Cerebro Spinal) dengan
metode immunohistochemistry, immunofluoressence atau ELISA
4) Positif pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

3. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)


a. Penegakan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya:
- Kriteria klinis 1 dan 2
- Dua Kriteria laboratorium

1) Klinis
a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.
b) Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan:
- Uji Bendung (Tourniquet Test) positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan/ atau melena
c) Pembesaran hati ( di jelaskan cara pemeriksaan pembesaran hati )
d) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
( 20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan
pasien tampak gelisah

2) Laboratorium
a) Trombositopenia (100.000/mm atau kurang)
b) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler, yang ditandai adanya:
Hemokonsentrasi/ Peningkatan hematokrit > 20% atau adanya
efusi pleura, asites atau hipoproteinemia (hipoalbuminemia).

b. Derajat Beratnya Penyakit DBD


Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:
Derajat I : Demam dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
Tourniquet positiv.

78
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan antara lain
perdarahan kulit (petekie), perdarahan gusi, epistaksis atau
perdarahan lain.
Derajat III : Derajat I atau II disertai kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Seperti derajat III disertai Syok berat (profound shock), nadi
tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Catatan DBD Derajat III & IV adalah Sindrom Syok Dengue
Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) yang ditandai dengan
hemokonsentrasi membedakan DBD dari DD. Pembagian derajat penyakit
dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.

c. Gejala /tanda utama DBD


Gejala / tanda utama DBD sebagai berikut: 1) Demam, 2) Tanda-tanda
perdarahan, 3) Hepatomegali, 4) Syok
1) Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7
hari.
Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun,
hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam
Hari ke-3 sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
2) Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif (uji Rumple
Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai setelah hari ke-3 demam.
Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk,
untuk membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah
yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik
transparan, atau dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah
menghilang saat penekanan/ peregangan kulit berarti bukan
petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena
dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah mengalami
mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-
kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.

79
Uji Bendung (Tourniquet Test) sebagai tanda perdarahan ringan,
dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras).
Pada hari ke-2 demam, uji Tourniquet memiliki sensitivitas 90,6% dan
spesifisitas 77,8%,dan pada hari ke-3 demam nilai sensitivitas 98,7%
dan spesifisitas 74,2%.
Uji Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie
pada area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian
depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).

Gambar 17. A Gambar 17. B


Cara menghitung Bintik-bintik perdarahan
hasil uji Torniquet di bawah kulit

Cara melakukan uji Tourniquet sebagai berikut :


Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan
dengan umur anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan tekanan
diastolik
Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara
sistolik dan diastolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik)
selama 5 menit. (Bila telah terlihat adanya bintik-bintik merah 10
buah, pembendungan dapat dihentikan).
Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau
daerah lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah,
tanda perdarahan (petekie)
Hasil Uji Tourniquet dinyatakan positif (+) bila ditemukan 10 bintik
perdarahan (petekia), pada luas 1 inci persegi ( 2,8 cm2.)

3) Hepatomegali (pembesaran hati)


Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah
procesus Xifoideus
Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati

80
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di
hipokondrium kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul
hati. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak
kecil.

4) Syok
Tanda-tanda syok (renjatan):
Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
tangan dan kaki
Penderita menjadi gelisah
Sianosis di sekitar mulut
Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun < 20 mmHg

d. Jenis-Jenis Pemeriksaan Laboratorium pada penderita DBD


Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD antara
lain:
1) Hematologi
a) Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrofil.
Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru
(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari
sakit ketiga sampai hari ke tujuh.
b) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
Semi kuantitatif (tidak langsung)
Langsung (Rees-Ecker)
Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
Jumlah trombosit 100.000/l biasanya ditemukan diantara hari
ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam
sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
keadaan klinis penderita sudah membaik.
c) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator
yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya
penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya
nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat
perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian
cairan atau perdarahan.
81
Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan terendah
baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan
konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain
dengan mikro-hematokrit centrifuge
Nilai normal hematokrit:
Anak-anak : 33 - 38 vol%
Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%
Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht,
dapat dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.

2) Radiologi
Pada foto toraks posisi Right Lateral Decubitus Dapat
mendeteksi adanya efusi pleura minimal pada aaru kanan. Asites,
penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura dapat dideteksi
dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) dan menunjang terjadinya
kebocoran plasma.

3) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi
pada penderita terinfeksi virus Dengue.
a) Uji Serologi Hemaglutinasi inhibisi (Haemaglutination Inhibition
Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas
(gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel
darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan
fase konvalensen (penyembuhan), sehinggga tidak dapat
memberikan hasil yang cepat.

b) ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau
sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM
terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji
tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu
sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat
didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue
Rapid Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.

c) Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test


Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan
sekunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana
cut-off IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang
secara khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan
sekunder, sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya
82
mendeteksi antibodi kadar tinggi yang secara khas muncul pada
infeksi virus dengue sekunder (biasanya IgG ini mulai terdeteksi
pada hari ke-2 demam) dan disetarakan dengan titer HI > 1:2560
(tes HI sekunder) sesuai standar WHO. Hanya respons antibodi
IgG infeksi sekunder aktif saja yang dideteksi, sedangkan IgG
infeksi primer atau infeksi masa lalu tidak dideteksi. Pada infeksi
primer IgG muncul pada setelah hari ke-14, namun pada infeksi
sekunder IgG timbul pada hari ke-2
Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya
IgM dan kontrol tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue
Primer (DD). Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol,
IgM, dan IgG dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD).
Beberapa kasus dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi
hanya muncul garis kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan
negatif apabila hanya garis kontrol yang terlihat. Ulangi
pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala klinis kearah DBD.
Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak terlihat
dan hanya terlihat garis pada IgM dan/atau IgG saja.

Perbedaan Demam Dengue (DD) Dan Demam Berdarah


Dengue (DBD) :
- Demam Dengue sebagian besar adalah infeksi primer
sedangkan Demam Berdarah Dengue adalah infeksi
sekunder oleh virus dengue dari serotipe yang berbeda.
- Demam Dengue tidak terjadi kebocoran plasma dan tidak
pernah disertai syok
- Prognosis DD lebih baik dari DBD
- Kepentingan epidemiologis: penghitungan case fatality rate
(CFR) diperlukan jumlah kasus DBD (tidak termasuk DD)

C. Tatalaksana DD dan DBD


1. Pertolongan Pertama Penderita Demam Berdarah Dengue oleh
Masyarakat
Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh karena
itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda
yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Gejala dan tanda
awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak,
terus-menerus selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-
bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya
pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila
bintik merah itu hilang, bukan tanda penyakit DBD.

83
Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas,
maka pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring selama demam
b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/kali
untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan karena
dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau perdarahan.
c. Kompres hangat
d. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali
cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup merah).
e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak
memberikan apapun lewat mulut selama kejang)

Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai
timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas
gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa
berobat/ periksakan ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan untuk segera
mendapat pemeriksaan dan pertolongan.

2. Langkah - Langkah Pemeriksaan Demam Berdarah Dengue


Penderita yang menunjukan gejala/ tanda klinis DBD maka dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang
keluhan yang dirasakan, sehubungan dengan gejala DBD.
b. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan.
Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut dan paha.
c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan
darah, nadi, dan suhu).
d. Penekanan pada hipokondrium kanan menimbulkan rasa sakit/nyeri yang
disebabkan karena adanya peregangan kapsul hati
e. Perabaan hati
f. Uji Tourniquet (Rumple Leede)
g. Pemeriksaan laboratorium trombosit dan hematokrit.

3. Tatalaksana Rujukan Penderita DBD


Demam Berdarah Dengue termasuk salah satu penyakit menular yang
dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Undang-Undang No. 4 th 1984
tentang Wabah Penyakit Menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560
tahun 1989, maka bila dijumpai kasus DBD wajib dilaporkan dalam kurun waktu
kurang dari 24 jam.
Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan kasus/tersangka DBD
diwajibkan melaporkan ke Puskesmas setempat sesuai dengan domisili (tempat
tinggal) pasien dan membuat surat pengantar untuk disampaikan kepada
kepala desa/kelurahan melalui keluarga pasien. Formulir rujukan pasien DBD
dari Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya menggunakan
formulir S, atau surat tersendiri yang memuat data, nama, jenis kelamin, umur,

84
nama kepala keluarga, alamat, tanggal mulai masuk dan keluar sarana
pelayanan kesehatan ( Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit) dan pengobatan
yang telah diberikan, disampaikan kepada RS rujukan.
Persiapan rujukan
Sebelum merujuk pasien DBD perlu memperhatikan :
a. Tanda vital pasien harus stabil
b. Disertakan formulir dengan hasil parameter klinis dan laboratorium serta
terapi penting yang sudah diberikan.

Penderita dirujuk ke Rumah Sakit bila ditemukan tanda-tanda berikut:


a. anak tampak lemas,
b. badan dingin, terutama tangan dan kaki.
c. muntah terus menerus.
d. kejang.
e. mimisan.
f. perdarahan lain (Hematemesis, Melena)

4. Tatalaksana DD dan DBD


Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan
sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan
memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan
hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan
penyakit DBD sulit diramalkan. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD
terletak pada ketrampilan para petugas medis dan paramedis untuk dapat
mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase
kritis, fase syok) dengan baik.

a. Tatalaksana DD
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase
demam pasien dianjurkan:
1) Tirah baring, selama masih demam.
2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3) Untuk menurunkan suhu menjadi <39C, dianjurkan pemberian
parase-tamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh
karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop,
susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2
hari.
5) Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase
konvalesens.

85
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi
terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun.
Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara
DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas
saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan
pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi
perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena
itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang
air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti
mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal
tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa
segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi
setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.

b. Tatalaksana DBD dan SSD


1). Tatalaksana DBD
Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Maka keberhasilan
tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase
kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan
melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma
dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya
perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar
hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga
sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai 100.000/l atau kurang
dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu.
Peningkatan hematokrit 20% mencerminkan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam isotonik
atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat
diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada
kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan
penurunan jumlah trombosit <50.000/l. Secara umum pasien DBD
derajat I dan II dapat dirawat di puskesmas, rumah sakit kelas D, C
dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.

a) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan
tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
86
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa
antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

b) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat
terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar
hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan
derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila
sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif.
Untuk puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan
estimasi nilai Ht=3x kadar Hb

b.1) Penggantian Volume Plasma


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang
terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase
syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan
harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan
cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada
kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.

b.2) Cairan intravena diperlukan, apabila:


1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam
tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat
terjadinya syok,
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari
derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% di dalam larutan NaCI 0,45%. Bila terdapat
asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB
intravena bolus perlahan-lahan.

87
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9%
atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7
ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan
hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-
24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak
nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis
cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali
pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital
tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan
akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
b.3) Jenis Cairan
- Kristaloid : Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat
(RA), Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan
ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali
(D5/1/2LGF)
(Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL
atau RA tiak boleh larutan yang mengandung dekstosa)
- Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch
6%, gelafundin

c) Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul
pada daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika
memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan
ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat
itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra,
edema paru dan distres pernafasan.

Gambar 18 : Tanda penyembuhan DBD


Ruam petekie yang menyeluruh dengan bercak- bercak putih

88
2). Tatalaksana SSD
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki kekurangan
volume plasma. Pasien anak cepat mengalami syok dan sembuh
kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan
segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah,
tekanan nadi menyempit ( 20 mmHg) atau hipotensi, dan peningkatan
mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat
terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Pada penderita
SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi 20 mm Hg segera
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30 menit, bila
syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam

a) Penggantian Volume Plasma Segera


Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB
secara intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan
lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur, bila tidak ada
perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-
20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian
koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid
1500ml/hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok
masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, maka pikirkan
adanya perdarahan internal. Maka dianjurkan pemberian transfusi
darah segar/ komponen sel darah merah. Apabila nilai hematokrit
tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10ml/kgBB/jam)
dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah keadaan klinis
membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan
kadar hematokrit.

b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian


Volume Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital
telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah


turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/jam
atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik.
Pada umumnya, cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.

89
Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih
pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai
dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan
rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat
edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat
reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,
tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah
normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya
fase reabsorbsi.

c) Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks.
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan
secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat,
maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga
heparin tidak diperlukan.

d) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada
semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan
mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak
seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.

e) Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan
pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan
(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan
manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk
mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai
hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi
40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang
mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah
segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup
mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembeku trombosit.
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID (Koagulasi Intravascular Disseminata) dan perdarahan
masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan
perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.

90
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan
dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada monitoring adalah :
(1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap
15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
(2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
keadaan klinis pasien stabil.
(3) setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
(4) Jumlah dan frekuensi diuresis
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa
penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan
baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah
cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload
antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya
furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka
bisa dirujuk ke RS rujukan.

g) Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD


Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka
pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang
dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan
khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk
memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang tersedia
selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di
ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua
pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun yang
diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat
jumlahnya.

h) Kriteria Memulangkan Pasien


Pasien dapat dipulangkan, apabila memenuhi semua keadaan
dibawah ini:
(1) Tampak perbaikan secara klinis
(2) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
(3) Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura
atau asidosis)
(4) Hematokrit stabil
(5) Jumlah trombosit >50.000/l
(6) Tiga hari setelah syok teratasi.
(7) Nafsu makan membaik

91
5. Pelaporan Kasus
Laporan kasus/tersangka infeksi dengue dari Puskesmas dan Rumah
Sakit Perawatan menggunakan formulir KD-DBD dikirimkan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan tembusan kepada Puskesmas sesuai
dengan domisili (tempat tinggal) pasien yang bersangkutan. Pelaporan
dilakukan 24 jam setelah diagnosis kerja ditegakkan. Pelaporan hasil
pemeriksaan laboratorium DBD dilakukan oleh Balai Laboratorium
Kesehatan/Bagian Mikrobiologi/ bag. laboratorium RS setempat.

IX. KEPUSTAKAAN
1. Departemen Kesehatan, 2006, Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia
2. Departemen Kesehatan, 2005, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia
3. Departemen Kesehatan, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam
Dengue dan Demam Berdarah Dengue
4. WHO SEARO, 1999, Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue
Haemorrhagic Fever in Small Hospitals.
5. WHO, 1997, Dengue Haemorrhagic Fever, Diagnosis treatment, prevention and
control, second edition, World Health Organization,Geneva 1997.
6. Buku Ajar Infeksi Tropik, 2009
7. WHO SEARO, 2010, Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue
and Dengue Haemorrhagic Fever

92
MATERI INTI 5
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN
PENANGGULANGAN KLB
(Waktu : L T 1 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi akut dan
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan sering menimbulkan wabah/kejadian luar biasa (KLB). Nyamuk Aedes
aegypti tersebar luas di Indonesia, sehingga penularan DBD dapat terjadi di semua
tempat/wilayah yang terdapat nyamuk penular penyakit tersebut.
Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindak lanjuti dengan kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus (PF), sehingga
penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah.
Dalam melaksanakan kegiatan pengendalian DBD sangat diperlukan peran serta
masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pengendalian
maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu melaksanakan kegiatan
penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus, dan penanggulangan KLB.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu :
1. Menjelaskan konsep PE , PF dan KLB
2. Melaksanakan PE dan PF.
3. Melaksanakan penanggulangan KLB.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN
PENANGGULANGAN FOKUS (PF)
Sub Pokok Bahasan :
1. Konsep PE
2. Konsep PF

B. POKOK BAHASAN 2 : PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA


Sub Pokok Bahasan :
1. Konsep KLB
2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB
3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)

93
IV. METODE
Ceramah
Tanya jawab
Penugasan : studi kasus

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Lembar Kasus berikut kunci jawaban
Format/ ceklist

VI. ALAT BANTU


Komputer
LCD
CD
Spidol
Flipchart

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
2. Fasilitator memandu tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus
tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit)

D. Langkah 4
1. Masing-masing kelompok mendiskusikan tugas yang diberikan
2. Masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan pembahasan di pandu
oleh fasilitator.
3. Fasilitator melakukan pembulatan materi
4. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam

VIII. URAIAN MATERI


A. KONSEP PENANGGULANGAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN
PENANGGULANGAN FOKUS (PF)
1. Konsep Penyelidikan Epidemiologi (PE)
a. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE)
94
Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian
penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik
nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan
sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya
100 meter.

b. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi


1) Tujuan Umum: Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD
lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di
wilayah sekitar tempat tinggal penderita.

2) Tujuan khusus:
a) Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya
b) Mengetahui ada/tidaknya jentik nyamuk penular DBD
c) Menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan
dilakukan

c. Langkah-Langkah Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi:


1) Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD,
petugas Puskesmas/Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku
catatan Harian Penderita DBD.
2) Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter,
formulir PE, dan surat tugas.
3) Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat
bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.
4) Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran
pelaksanaan PE.
5) Pelaksanaan PE sebagai berikut:
a) Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya
melakukan wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada
tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari rumah
sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya), dan penderita
demam saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas,
dilakukan pemeriksaan kulit (petekie), dan uji torniquet.
c) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air
(TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun
di luar rumah/bangunan.
d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat
tinggal penderita.
e) Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain
dilakukan di rumah PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja
penderita oleh puskesmas setempat.

95
f) Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil
pemeriksaan terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan
pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE ( lampiran 9)
g) Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan
dengan Kades/Lurah ( lampiran 10)
h) Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya
dan/atau 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%),
dilakukan penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan, PSN dan
Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan
Penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif.

2. Konsep Penanggulangan Fokus


a. Pengertian Penanggulangan Fokus
Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk
penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan
sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasidasi,
penyuluhan dan pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan
pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida sesuai dengan kriteria
pada bagan PE

b. Tujuan Penanggulangan Fokus


Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan
DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita
DBD dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi
menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.

c. Kriteria PF :
1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3
atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik 5 % dari
rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan
masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan
pengasapan dengan insektisida di rumah penderita DBD dan
rumah/bangunan sekitarnya radius 200 meter sebanyak 2 siklus
dengan interval 1 minggu
2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam
PSN DBD, larvasidasi dan penyuluhan
3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan
tidak ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada
masyarakat.

96
d. Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan:
1) Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan
rencana koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT
agar warga membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan
fokus
2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari
petugas puskesmas setempat dan mengajak warga untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan fokus.
3) Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE:
a) Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi
(1) Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader
memberikan pengarahan langsung kepada warga pada
waktu pelaksanaan PSN DBD
(2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan
larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan
dengan insektisida. (teknis pemberian larvasida agar
dicantumkan)
b) Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau
kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi
dengan petugas puskesmas, dengan materi antara lain:
(1) Situasi DBD di wilayahnya
(2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh
individu, keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan
kondisi setempat.
c) Pengabutan dengan insektisida
(1) Dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama
dengan dinas kesehatan kabupaten/kota. Petugas
penyemprot adalah petugas puskesmas atau petugas harian
lepas terlatih.
(2) Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam
kegiatan pengabutan. (di lapangan tidak hanya
mendampingi tapi juga melakukan penyuluhan)

4) Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh


puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan
tembusan kepada camat dan kades/lurah setempat.
5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan
formulir K-D

97
Gambar 19. Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Penderita
Demam Dengue*

Penyidikan Epidemiologi (PE) :


Pencarian suspek infeksi Dengue lainnya dan Pemeriksaan jentik Di lokasi
tempat tinggal penderita dan rumah bangunan lainnya dengan radius 100 m
(minimal 20 rumah/bangunan secara random)

Positif Negatif :
Bila ditemukan 1 atau lebih penderita DBD dan/atau Jika tidak memenuhi
3 orang suspek infeksi Dengue lainnya dan 2 kriteria positif
ditemukan jentik (5%)

1. PSN DBD 1. PSN DBD


2. Larvasidasi Selektif 2. Larvasidasi Selektif
3. Penyuluhan 3. Penyuluhan
4. Fogging radius 200 m
( 2 siklus interval 1 minggu)

Keterangan:
1. Penderita DBD :Penderita positif DBD (hidup/meninggal) yang dinyatakan oleh dokter
rumah sakit melalui test laboratorium dengan hasil haemoglobin dan hematokrit
meningkat > 20% dan penurunan trombosit kurang dari 100.000/ mm3 atau
cenderung turun.
2. Suspek Infeksi Dengue : Ditemukan gejala panas yang tidak diketahui penyebabnya
saat dilaksanakan PE.

98
B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA
1. Definisi KLB
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya
penanggulangan yang meliputi: pengobatan/perawatan penderita,
pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan
evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang
terjadi KLB.
Sesuai Permenkes Nomor 1501 tahun 2010 disebutkan 7 kriteria KLB,
tetapi untuk pengendalian DBD hanya ada 3 kriteria yang digunakan yaitu :
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak
ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Jumlah penderita baru (kasus DBD) dalam periode waktu (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka
rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
c. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi


penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke
wilayah lainnya. (mengatasi KLB di wilayah sendiri dan membatasi kasus
meluas)

2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB


Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus
dengan interval 1 minggu), PSN DBD , larvasidasi, penyuluhan di seluruh
wilayah terjangkit, dan kegiatan penanggulangan lainnya yang diperlukan,
seperti: pembentukan posko pengobatan dan posko penangggulangan,
penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta
peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor, dan lain-lain.

a. Pengobatan dan Perawatan Penderita


Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat puskesmas yang
mempunyai fasilitas perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus
segera dirujuk ke Rumah Sakit.

b. Pemberantasan Vektor
1) Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota,
puskesmas, dan tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis

99
Alat : hot fogger/mesin pengabut atau ULV
Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval
satu minggu (petunjuk fogging terlampir)

2) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah dengue (PSN


DBD)
Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah
sekitarnya yang merupakan satu kesatuan
epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk:
tempat penampungan air,barang bekas ( botol aqua,
pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang
pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot,
dispenser, tempat penampungan air di bawah kulkas,
dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat
umum
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus.
Contoh :
Menguras dan menyikat TPA
Menutup TPA
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas
yang dapat menjadi TPA
PLUS :
- Menaburkan bubuk larvasida
- Memelihara ikan pemakan jentik
- Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia,
lavender, geranium)
- Memakai obat anti nyamuk(semprot, bakar maupun
oles),
- Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.
- Menggunakan cara lain disesuaikan dengan
kearifan lokal.
3) Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan
Tempat-Tempat Umum (TTU)
Larvasida : Sesuai dengan dosis
Cara : larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB

c. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama
Puskesmas.

100
3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
a. Evaluasi pelaksanaan penanggulangan KLB
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase
(coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan.
Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak
dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengabutan, larvasidasi dan
penyuluhan. Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah
sudah dilakukan pengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta
penyuluhan.

b. Evaluasi Hasil penanggulangan KLB


Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya
penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD.Penilaian
epidemiologis dilakukan dengan membandingkan data kasus/ kematian
DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut
digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan
pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama. (dalam
bentuk laporan)

101
102
MATERI INTI 6
PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR
(Waktu : T 2 JPL, PL 4 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pengendalian vektor berdasarkan Permenkes Nomor : 374/Menkes/Per/III/2010
tentang Pengendalian Vektor, memuat pedoman pengendalian vektor terpadu (PVT),
peralatan dan bahan surveilans vektor serta peralatan dan bahan pengendalian vektor.
Peralatan dan bahan surveilans vektor adalah semua alat dan bahan yang
digunakan dalam kegiatan surveilans vektor dalam rangka mengumpulkan data dan
informasi tentang vektor yang digunakan sebagai dasar dalam tindakan pengendalian
vektor. Peralatan dan bahan pengendalian vektor digunakan dalam rangka menekan
atau menurunkan populasi vektor, sehingga tidak berisiko untuk terjadinya penularan
penyakit tular vektor di suatu wilayah.
Setiap peralatan yang dipakai dalam upaya pengendalian vektor harus memenuhi
persyaratan yang dibuktikan dengan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
sertifikat kesesuaian yang dikeluarkan oleh lembaga pengujian independen yang
terakreditasi dan ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI atau lembaga pengujian di
negara lain yang ditunjuk, dengan mengacu pada ketentuan spesifikasi WHO;
(WHO/CDS/NTD /WHOPES /GCDPP/2006.5).
Peralatan yang digunakan dalam pengendalian vektor DBD adalah mesin
pengkabut panas (Hot Fogger), mesin pengkabut dingin (Aerosol / ULV) yang
dioperasikan di atas kendaraan pengangkut. Modul ini membahas cara pengoperasian,
perawatan dan perbaikan alat pengendalian vektor tersebut. Bahan yang digunakan
dalam upaya pengendalian vektor DBD berupa insektisida, baik sasaran terhadap
nyamuk vektor dewasa maupun terhadap larva/jentik nyamuk.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Peserta latih mampu melakukan pengoperasian alat dan menjelaskan bahan
pengendalian vektor DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Peserta latih mampu :
1. Melakukan pengoperasian mesin hot fogger
2. Melakukan pengoperasian mesin ULV.
3. Mengaplikasikan insektisida.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan 1 : Mesin hot fogger (pengkabut panas)
Sub pokok Bahasan :
1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin hot fogger

103
2. Petunjuk teknis perbaikan hot fogger
3. Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger

B. Pokok Bahasan 2 : mesin Ultra Low Volume (ULV).


Sub Pokok Bahasan :
1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin ULV
2. Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV
3. Petunjuk teknis perawatan mesin ULV

C. Pokok Bahasan 3: Jenis dan aplikasi insektisida untuk pengendalian vektor


DBD.
Sub Pokok Bahasan :
1. Jenis Insektisida
2. Cara aplikasi Insektisida

IV. METODE
Ceramah,
Diskusi dan tanya jawab.
Praktek lapangan

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Panduan praktek lapangan
Insektisida dan bahan bakar

VI. ALAT BANTU


LCD
Laptop atau desktop
Flipchart
Whiteboard
Spidol
Manual mesin fogg
Manual mesin ULV.
Alat Pelindung Diri (APD)

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri

B. Langkah 2
1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran.

104
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan
2. Fasilitator melakukan tanya jawab.
3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan
penugasan (setiap kelompok 6 peserta).

D. Langkah 4
1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan paktek lapangan.
2. Kelompok mempraktekan cara pengioperasian mesin hot fogger dan ULV.
3. Kelompok mempraktekan cara perbaikan mesin hot fogger dan ULV.
4. Kelompok mempraktekan cara perawatan mesin hot fogger dan ULV.
5. Kelompok mempraktekan cara aplikasi insektisida.
6. Fasilitator membimbing kelompok dalam pelaksanaan praktek lapangan.
7. Fasilitator menilai hasil praktek lapangan.

E. Langkah 5
Pembulatan

VIII. URAIAN MATERI


A. MESIN HOT FOGGER
Mesin penyembur insektisida dalam bentuk asap yang terbentuk dari
evaporasi bahan pembawa (minyak tanah/solar) akibat panas yang dihasilkan oleh
tenaga listrik atau pembakaran.
Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin hot fogger yang sudah
beredar di pasaran adalah :
Portable Electric Fogger
Handheld Pulsejet
Truck Mounted

1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin hot fogger


a. Persiapan
Cek mesin fog serta perlengkapannya sudah terpasang semua atau
belum.
Masukkan batu batere1,5 volt 4 buah dengan melepas baut yang ada
di bawah tangki larutan. Setelah itu, pasang kotak batere tersebut
pada kedudukannya dan kencangkan.
Pasang dan kencangkan flow control jet pada mesin sesuai dengan
ukuran yang dikehendaki.
Isi tangki bahan bakar dengan bensin murni yang bersih dengan
menggunakan corong yang bersih. Kemudian tutup dengan rapat
cukup dengan tangan.
Isi tangki larutan dengan larutan yang dikehendaki. Gunakan selalu
corong yang bersaring lalu pasang kembali tutup tangki larutan,
eratkan cukup dengan tangan.

105
b. Cara Menghidupkan Mesin hot fogger
Periksa apakah bensin/Premium sudah terisi penuh.
Periksa letak pemasangan batu batebre.
Isi tangki larutan isektisida sampai penuh.
Kencangkan tutup tangki bensin dan tangki larutan insektisida
Pastikan bagian bagian mesin seperti pipa larutan, air intake, tabung
pengasap, soket pengasap sudah terpasang dgn benar, kencangkan
semua mur dan baut.
Buka buka stop booton/kran bensin secukupnya, kemudian pompa
perlahan-lahan sambil menekam tombol start, apabila mesin dalam
keadaan baik akan segera hidup.
Tunggu beberapa saat, sampai mesin hidup dengan sempurna.
Mesin siap dipergunakan.
c. Cara Pengoperasian Mesin hot fogger
Biarkan mesin hidup selama 2 menit dengan maksud untuk
mencapai temperatur yang cukup untuk mengubah larutan menjadi
asap secara penuh.
Buka solution tap (kran larutan), maka larutan akan mengalir dan
segera tersembur dalam bentuk asap.
Pengasapn dimulai dari rumah bagian belakang lalu depan.
Untuk rumah bertingkat mulai dari lantai atas
Selanjutnya di luar rumah jangan melawan arah angin
Penyemprotan dilakukan 2 siklus interval 5-7 hari.
d. Cara Mematikan Mesin hot fogger
Tutup solution tap/kran larutan insektisida dan biarkan beberapa saat
hingga asap benar-benar habis.
Tutup stop botton/kran bensin dengan memutar tombolnya ke arah
stop, maka mesin akan segera mati.
Buang tekanan dalam tangki larutan insektisida dengan membuka
tutup tangki insektisida kemudian kencangkan kembali.
Demikian pula untuk tangki bahan bakar.
Biarkan mesin dingin kembali.

2. Petunjuk teknis perbaikan hot fogger


a. Mesin tidak mau hidup :
Periksa apakah bensin masuk ke ruang bakar atau tidak. Kalau tidak
biasanya pompa tidak berfungsi dengan baik atau tutup tangki bensin
kendor atau rusak gasketnya atau saluran bensin tersumbat. Perbaiki
kerusakannya. Periksa apakah ada pengapian di busi, kalau tidak ada
biasanya karena batu battery lemah perlu diganti.periksa busi lalu
bersihkan kemudian setel kerenggangannya 2 mm, periksa coil kalau
rusak ganti, periksa kabel busi

106
b. Mesin hidup tapi sering mati mendadak, kemungkinan :
Ujung resonator kotor tersumbat oleh kerak, solusinya adalah dengan
dibersihkan. Diafragma kotor, terlipat atau sobek, maka bersihkan kalau
perlu ganti. Bila ruang pembakaran kotor, maka dibersihkan.
c. Mesin hidup tapi tidak keluar asap, kemungkinan :
Tidak ada tekanan di dalam tangki larutan, maka periksa tutup tangki,
kalau kurang kencang kencangkan atau gasketnya rusak, maka diganti.
Bila kran larutan tersumbat, maka dibersihkan,bila nozzle tersumbat,
maka dibersihkan.

3. Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger


Perbaikan mesin hot fogger pada umumnya adalah mengganti suku
cadang yang rusak mengeratkan mur atau baut yang kendor serta
mengembalikan komponen kepada bentuk semula, misal solution pipe yang
bengkok, guard, jaket dan bagian luar mesin yang penyok serta tangki yang
bocor atau penyok. Jangan perbaiki mesin dalam keadaan masih panas dan
tangki larutan belum dikeringkan.

a. Perawatan setiap selesai digunakan :


Setelah mesin dingin, keluarkan sisa bensin dalam tengki dan sisa
larutan insektisia dalam tangki insektisida
bersihkan body bagian luar mesin
Keringkan dan disimpan untuk segera dapat dipergunakan kembali.
b. Perawatan/pemeliharaan untuk disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Bilamana operasi penyemprotan sudah selesai dan mesin akan disimpan
kembali dalam waktu yang cukup lama, lakukan perawatan/ pemeliharaan
sebagai berikut :
lakukan tindakan-tindakan sebagaimana pada ad.1 di atas.
Kuras/kosongkan bensin dari tangkinya
Keluarkan batu batere
Biarkan tutup tangki larutan dan tangki bahan bakar terpasang dengan
kendur.
Simpan mesin di dalam kotaknya atau di tempat yang terlindung
dengan terlebih dahulu diberi alas papan dan ditutup terpal atau
plastik.
Sangat dianjurkan setiap bulan dilakukan pembersihan dan mesin
dihidupkan cukup 5 menit.
Perawatan mesin secara berkala perlu dilakukan, untuk menghindari
terjadinya hambatan-hambatan pada waktu fogging / pengasapan.

c. Bagian mesin yang perlu dibersihkan/dirawat :


Bagian ujung resonator, bersihkan dari kerak yang melekat.
Bersihkan solution socket.
Bersihkan nozzle, solution pipe dan kran larutan.

107
Bersihkan air intake, kalau diafragmanya rusak perlu diganti.
Keringkan tangki larutan kalau perlu bilas dengan solar
Bersihkan seluruh bagian mesin fogg dan keringkan.

Gambar 20. contoh mesin hot fogger

Gambar 21. Pengoperasian mesin hot fogger...????

B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV)


Mesin penyembur insektisida dalam bentuk kabut dingin dengan partikel
yang sangatkecil (Ultra Low Volume/ULV) dari pemecahan insektisida (pada Head
NOZZLE) oleh pusaran angin yang dihasilkan dari putaran blower.
Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin ULV yang sudah beredar
di pasaran adalah Portable (gendong) dan Truck Mounted

1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin ULV


a. Persiapan
Letakkan mesin ULV di kendaraan bak terbuka,
Cek oli mesin dan oli blower
Isi tangki bahan bakar
Isi tangki insektisida
Periksa semua mur dan baut, bila perlu kencangkan
Arahkan head nozzle ke arah samping kiri kendaraan pengangkut
mesin ULV dan setel head nozzle (dengan memperhatikan dan
memperhitungkan kecepatan angin) sehingga membentuk sudut :
Sudut Head
Kecepatan Angin
Nozzle
Rendahkan tidak ada angin 150
(0-10 km/jam) : + pukul 07.00-08.30
Sedang (10-15 km/jam) : + pukul 08.30-10.00 50

Kencang (15-20 km/jam) : + pukul 10.00-15.00 00


Pengoperasian sementara dihentikan

108
b. Cara menghidupkan mesin ULV :
Hidupkan mesin dengan urutan sebagai berikut :
Geser switch kontak ke posisi on.
Tekan kontak starter (bila mesin keadaan baik mesin akan langsung
hidup)
c. Cara Pengoperasian Mesin ULV
Atur tekanan udara dengan cara menggeser tuas gas sampai 3-4,5
(dapat dibaca di Barometer Panel pengontrol). Kemudian geser switch
fog ke posisi on.
Putar tuas flow meter ke kiri sampai bola flow meter bergerak ke posisi
paling atas. Racun serangga dalam pipa larutan akan mengalir dan
asap pada head nozzle akan keluar.
Baca temperatur di panel pengontrol dan tentukan posisi penunjuk
(bola) pada flow meter.
Geser tuas flow control ke kanan (searah jarum jam) sehingga posisi
bola turun pada angka yang ditentukan.
Setelah semuanya siap operator duduk di samping pengemudi untuk
mengendalikan jalannya mesin ULV
Selama operasi operator harus memperhatikan, skala flow meter harus
sesuai dengan tabel flow meter.
Jalankan kendaraan pengangkut ULV dengan kecepatan 5-8 km/jam.
d. Cara Mematikan Mesin
Putar tuas flow control ke kanan sampai maksimal
Geser switch fog ke off (tunggu sampai insektisida benar-benar habis)
Geser switch machine ke off mesin akan langsung mati

2. Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV


Perbaikan mesin ULV pada umumnya harus dilakukan oleh montir atau tehnisi
yang sudah berpengalaman, kecuali untuk kerusakan kecil seperti :
Mengganti busi.
Mengganti selang larutan insektisida dan selang tekanan.
Jika mesin susah dihidupkan kemungkinannya adalah sebagai berikut :
Jika bahan bakar belum naik ke karburator, maka tuas karburator perlu
ditarik agar bahan bakar cepat naik.
Jika sistim pengapian terganggu, maka lakukan pemeriksaan terhadap
busi, bila kotor bersihkan/ganti dengan yang baru.
Jika bila tetap tidak ada pengapian, maka periksa coil, kemudian atur
coilnya, bila rusak, ganti yang baru.

3. Petunjuk teknis perawatan mesin ULV


Lepaskan pipa insektisida dari tangkinya celupkan kedalam jerigen berisi
solar/alkohol sebanyak 1 liter.
Kendurkan tutup tangki insektisida.
Hidupkan mesin
109
Geser swicth fog ke posisi on
Biarkan solar/alkohol mengalir dan membilas semua pipa larutan.
Matikan mesin, kemudian periksa semua mur dan baut
Bersihkan mesin dari kotoran dan isektisida
Ganti oli mesin setiap 25 jam kerja (1 Minggu)
Untuk mesin ULV yang akan disimpan dalam waktu yang lama, harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sebelum disimpan lumasi komponen blower dan ruang bakar mesin
dengan oli SAE 40.
Bersihkan mesin dari kotoran dan insektisida serta kosongkan tangki
insektisida dan tangki bensin.
Simpan diruang tertutup, selimuti dengan kain atau plastik
Sebulan sekali putar putar as mesin dengan tangan supaya mesin tidak
macet.
Bersihkan mesin dari debu atau kotoran lain.

C. JENIS DAN APLIKASI INSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR DBD.


Insektisida untuk pengendalian vektor DBD adalah insektisida yang
digunakan untuk pengendalian vektor DBD yang dilakukan di daerah endemis
serta daerah lainnya.

1. Jenis Insektisida
Jenis-jenis insektisida untuk pengendalian vektor DBD meliputi :
a. Organofosfat
Insektisida ini bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase.
OP banyak digunakan dalam kegiatan pengendalian vektor, baik untuk
space spraying, IRS, maupun larvasidasi. Contoh : malation, fenitrotion,
temefos, metil-pirimifos, dan lain lain.
b. Karbamat.
Cara kerja insektisida ini identik dengan OP, namun bersifat
reversible (pulih kembali) sehingga relatif lebih aman dibandingkan OP.
Contoh: bendiocarb, propoksur, dan lain lain.
c. Piretroid (SP).
Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP) yang
bekerja mengganggu sistem syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam
pengendalian vector untuk serangga dewasa (space spraying dan IRS),
kelambu celup atau Insecticide Treated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal
Net (LLIN), dan berbagai formulasi Pestisida rumah tangga. Contoh:
metoflutrin, transflutrin, d-fenotrin, lamda-sihalotrin, permetrin, sipermetrin,
deltametrin, etofenproks, dan lain-lain.
d. Insect Growth Regulator (IGR).
Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan
dan pertumbuhan serangga. IGR terbagi dalam dua klas yaitu :

110
1) Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog
(JHA). Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada
perpanjangan stadium larva dan kegagalan menjadi pupa. Contoh JHA
adalah fenoksikarb, metopren, piriproksifen dan lain-lain.
2) Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis Inhibitor (CSI)
mengganggu proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan
kitin. Contoh CSI: diflubensuron, heksaflumuron dan lain-lain.
e. Mikroba
Kelompok Pestisida ini berasal dari mikroorganisme yang berperan
sebagai pestisida. Contoh: Bacillus thuringiensis var israelensis (BTI),
Bacillus sphaericus (BS), abamektin, spinosad, dan lain-lain.

2. Cara aplikasi insektisida


Aplikasi insektida dalam pengendalian vektor DBD, dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Pengendalian Larva
Dalam program pengendalian vektor, kegiatan pengendalian larva
dengan insektisida disebut sebagai larvasidasi. Larvasidasi merupakan
kegiatan pemberian insektisida yang ditujukan untuk membunuh stadium
larva. Larvasiding dimaksudkan untuk menekan kepadatan populasi vektor
untuk jangka waktu yang relatif lama (3 bulan), sehingga transmisi virus
dengue selama waktu itu dapat diturunkan atau dicegah (longterm
preventive measure).
Spesies nyamuk perlu diketahui dan diidentifikasi atau dilakukan
pemetaan tempat perkembangbiakan nyamuk di tiap-tiap musim. Larvaciding
akan efektif bila tempat perkembangbiakan mudah dicapai, tempat
perkembangbiakan di area yang kecil, dan efek larvaciding hanya bertahan
tidak lebih dari 2 bulan. Larvaciding tidak menimbulkan dampak residu,
namun kontrolnya perlu diadakan setiap 2 bulan sehingga keputusan untuk
melakukan intervensi ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam
kenyataan, larvaciding ini sulit dilakukan secara optimal, karena tempat
perkembangbiakan biasanya tersebar dimana-mana dan sulit untuk
menentukan waktu yang tepat. Untuk melakukan larvaciding, dibutuhkan
pengetahuan tentang area tempat perkembangbiakan vektor dan
hubungannya dengan curah hujan. Untuk memperoleh hasil yang baik dan
bersinambungan, pemberantasan sarang nyamuk harus dilakukan secara
rutin dan berkesinambungan.
Terdapat tiga jenis pestisida untuk mengendalikan larva Aedes yaitu
butiran temephos, pengatur pertumbuhan serangga (Insect grouth
regulator/IGR) dan Bacillus thuringiensis (Bt H-14)

b. Pengendalian Nyamuk (Adult control)


Mengingat vektor DBD pada umumnya tidak hinggap di dinding,
tetapi pada benda yang tergantung, maka pengendalian nyamuk Aedes
111
dilakukan dengan space spraying. Space spraying adalah knock down
effect, oleh sebab itu sasarannya adalah vektor yang sedang terbang baik
didalam maupun diliar rumah. Ada 2 macam cara space spraying yaitu : 1)
Sistim panas (Thermal fogging) dan 2) Sistim dingin (Cold spraying).
1). Thermal Fogging
Insektisida yang dipergunakan dalam system thermal biasanya
dilarutkan dalam minyak solar (light diesel oil) atau minyak tanah biasa
(kerosene). Operasional fogging:
- Sasaran fogging; rumah/bangunan dan halaman/ pekarangan
sekitarnya
- Waktu operasional: pagi hari atau sore (Ae. aegypti) dan malam hari
(Anopheles atau culex)
- Kecepatan gerak fogging; seperti orang berjalan biasa (2-3 km/jam)
- Temperatur udara ideal: 18oC, maksimal 28oC.
- Fogging di dalam rumah ; dimulai dari ruangan yang paling belakang,
jendela dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk keluar masuk
petugas
- Fogging di luar rumah : tabung pengasap harus searah dengan arah
angin, dan petugas berjalan mundur.
- Penghuni rumah; selama rumah di fog dengan sistem thermal, semua
penghuni supaya berada diluar, Setelah fog dalam ruangan
menghilang baru para penghuni boleh masuk kembali. (15-30 menit
setelah fogging).
- Binatang peliaraan, makanan dan minuman; untuk menhindari hal-
hal yang tidak diinginkan, maka dianjurkan semua makanan, bahan
makanan dan tempat penampungan air minum agar ditutup.
- Berdasarkan pengalaman, lama fogging: dari berbagai studi dan
pengalaman selama ini untuk rumah dan halaman didaerah urban di
indonesia memakan waktu fogging antara 2-3 menit/rumah. Output
petugas: 1 hari kerja +/_ 20-25 rumah /petugas atau disesuaikan
dengan keadaan setempat. Kebutuhan bahan bakar (bahan bakar
untuk mesin fog; setiap 10 liter larutan malathion 4,8% diperlukan 1,2
liter bahan bakar.

2). Pengabutan (ULV)


Space spraying system dingin dikenal juga sebagai system
ULV, Cold aerosols and mists. Ultra Low volume (ULV) dimaksudkan
sebagai space spraying dengan menggunakan racun serangga yang
seefisien mungkin, untuk area yang luas dan tetap efektif terhadap
vektor. Oleh sebab itu pada ULV dipergunakan pestisida dalam
konsentrasi yang biasanya cukup tinggi (lebih dari 20%) dengan
jangkauan semburan yang cukup luas, idealnya 80-100 meter. Vmd
dropet size untuk ULV cold aerosolt dan mists adalah: Vmd aerosols :
15-50u dan Vmd mists : 50-100u.

112
Sesuai dengan perkembangan teknologi dibidang pembuatan
insektisida kimia dan mesin sprayer, untuk ULV cold spraying digunakan
pestisida golongan organophosphate, carbamat atau syntetic pyrethroid
dalam formulasi konsentrasi yang lebih tinggi dibanding untuk
pemakaian pada thermal fogging. Sasaran fogging adalah serangga
yang sedang terbang, sehingga fogging harus meliputi seluruh target
area yang terdiri dari indoor dan outdoor. Fogging dilakukan dari
luar/pinggir jalan semua pintu dan jendela rumah/bangunan harus
dibuka lebar.
Waktu operasi pada pagi atau sore hari dalam keadaan udara
tidak terlalu panas/kurang dari 28oC dan angin cukup tenang, maximum
kecepatan angin 20km/jam. Kecepatan jalan kendaraan pengangkut
ULV sprayer adalah 5-8 km/jam. Beberapa test menunjukkan bahwa
jarak sembur yang paling baik adalah 80-100 meter dangan kecepatan
angin 10-15 km/jam. Pada kecepatan angin lebih dari 20 km/jam fogging
supaya dihentikan saja. Jumlah petugas yang melayani 1 unti ULV
ground sprayer mounted adalah 3 orang, terdiri dari 1 petugas penunjuk
arah, 1 petugas operasional dan 1 orang pengemudi. Dengan out put
area 10-15 ha/jam, apabila fogging berjalan selama 3 jam (pk 07.00 s/d
10.00) maka dapat mencakup daerah seluas 30-40 ha. Hal ini jauh lebih
efisien disbanding dengan menggunakan portable thermal machine
yang hanya mampu menyelesaikan daerah seluas 1 ha per petugas.
Dosis maksimum 500ml malathion 96% atau penitrition 95% per
ha, kabut ULV cold aerosols dalam udara bebas selama 15-30 menit
tidak berbahaya bagi manusia, mamalia lain dan burung, kecuali pada
ikan yang berumur muda (benih ikan). Beberapa keuntungan ULV
ground spraying application dibanding thermal fogging yaitu:
- Polusi udara lebih kecil. Untuk target area dan efektifitas yang sama
penggunaan pestisida (dosis) dapat lebih kecil dibanding operasional
thermal foging (dapat sampai 50%nya).
- Mengurangi bahaya terhadap organisme bukan target.
- Tidak ada bahaya kebakaran, karena ULV tidak memerlukan
dorongan gas yang panas
- Tidak memberi dampak gangguan pada kesibukan kota dan
keramaian lalu lintas, karena fog ULV tidak mengganggu
pengelihatan bila dibanding dengan thermal fog
- Biaya operasional dan penggunaan bahan-bahan lebih sedikit
(efisien), namun memberi dampak bila langsung mengenai cat
minyak pada kayu dan cat mobil pada jarak <3meter.
Berikut merupakan contoh formulasi atau cara pencampuran
insektisida dengan pelarutnya :

113
Tabel 15. Contoh formulasi atau pencampuran insektisida

PERBANDINGAN
JENIS INSEKTISIDA SOLAR/
INSEKTISIDA
MINYAK TANAH
MALATHION 95% 1L 19,0 L
LAMDA SYHALOTHRINE 25 EC 150 ml 19,85 L
PERMETHRINE 97,5 G/L + S- 150 ml 19,85 L
BIOALETHRINE 15 G/L
SYFLUTHRINE 50 EC 150 ml 19,85 L
CYPERMETHRINE 25 ULV 800 ml 19,20 L

Gambar 22. Contoh mesin Ultra Low Volume (ULV)

114
MATERI INTI 7

PERENCANAAN DAN SUPERVISI PROGRAM


PENGENDALIAN PENYAKIT DBD
( Waktu: T 2 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini menjelaskan tentang perencanaan, dan supervisi program pengendalian
penyakit Demam Berdarah Dengue. Materi ini diberikan agar pengelola program dapat
melaksanakan kegiatan pengendalian DBD sesuai dengan yang direncanakan. Dalam
perencanaan akan disampaikan tentang penentuan besarnya masalah, penentuan kegiatan
program, penentuan target kegiatan, kajian sumber daya, dan Pembuatan Rencana
Operasional (POA). Sedangkan supervisi program pengendalian DBD akan disampaikan
tentang pelaksanaan supervisi dan penilaian.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta mampu melakukan perencanaan
dan supervisi pengendalian DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :
1. Menentukan daerah masalah DBD melalui kajian epidemiologi
2. Menentukan kegiatan pengendalian DBD
3. Menyusun rencana operasional
4. Melaksanakan Supervisi dan Bimbingan Teknis
5. Membuat kesimpulan akhir dan laporan umpan balik

III. POKOK BAHASAN


A. Pokok Bahasan I : Penentuan Daerah Masalah DBD
Sub Pokok Bahasan :
1. Dasar Penyusunan Rencana
2. Penentuan Daerah Masalah DBD
3. Penentuan besarnya masalah DBD

B. Pokok Bahasan II : Penentuan kegiatan pengendalian DBD


Sub Pokok Bahasan : Jenis Kegiatan

C. Pokok Bahasan III : Penyusunan Rencana Operasional


D. Pokok Bahasan IV : Supervisi dan Bimbingan Teknis
Sub Pokok Bahasan :
1. Konsep Supervisi dan Bimbingan Teknis
2. Pelaksanaan Supervisi dan bimbingan Teknis
3. Penilaian Supervisi dan bimbingan Teknis
115
IV. METODE
1. Penyajian/Presentasi
2. Tanya Jawab
3. Penugasan : Studi kasus, Pengisian ceklist supervise

V. BAHAN BELAJAR
1. Modul
2. Lembar kasus
3. Ceklist
4. Hardcopy materi

VI. ALAT BANTU


1. LCD
2. Laptop atau desktop
3. Flipchart
4. Spidol
5. White board
6. CD

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana belajar
2. Perkenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran

C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan dan memfasilitasi
tanya jawab (selama 2 JPL).
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus
tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit)
3. Selesai diskusi masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan
pembahasan di pandu oleh fasilitator (selama 30 menit).
4. Fasilitator melakukan pembulatan materi (20 menit)
5. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam (10 menit)

VIII. URAIAN MATERI


Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas
proses penyusunan perencanaan dan supervisi. Namun hingga saat ini kedua proses
tersebut belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai harapan. Permasalahan yang
sering dihadapi adalah :
1. Perencanaan yang tidak realistis sehingga kadang sulit untuk dilaksanakan.

116
2. Pengaruh politis dalam proses perencanaan terlalu besar sehingga pertimbangan-
pertimbangan teknis seringkali diabaikan.
3. Output kegiatan sering tidak tercapai karena penyusunan rencana masih belum
sinergi dan tidak terfokus.
4. Proses perencanaan antara pusat dan daerah belum sinkron.
5. Kapasitas tenaga perencana masih terbatas.
6. Kurang optimalnya supervise karena hanya dilakukan pada akhir kegiatan.

Untuk menjamin proses perencanaan dan supervisi berjalan efektif, efisien dan
tepat sasaran diperlukan integrasi berdasarkan pada pendekatan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

A. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD


1. DASAR PENYUSUNAN RENCANA
a. Prioritas Pembangunan
Prioritas pembangunan kesehatan adalah peningkatan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan yang diimplementasikan oleh Kementerian Kesehatan
menjadi 8 fokus prioritas pembangunan kesehatan yaitu :
1) Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan keluarga berencana
2) Perbaikan status gizi masyarakat
3) Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti
penyehatan lingkungan
4) Pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan
5) Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu
dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan
6) Pengembangan sistem jaminan kesehatan masyarakat
7) Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis
kesehatan
8) Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier.

b. Pendekatan penyusunan rencana


1) Pendekatan politik
Pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah
adalah proses penyusunan rencana karena rakyat pemilih menentukan
berdasarkan program-program yang ditawarkan saat kampanye. Oleh
karena itu rencana pembangunan merupakan penjabaran dari agenda-
agenda pembangunan Presiden/Kepala Daerah terpilih ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah.
2) Pendekatan teknokratik
Pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka
berpikir ilmiah yang didukung dengan evidence based dan dilakukan oleh
lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.

117
3) Pendekatan partisipatif
Pendekatan perencanaan dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Keterlibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dalam menciptakan rasa
memiliki.
4) Pendekatan Atas-Bawah
Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil
proses atas bawah diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan
baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
5) Pendekatan Bawah-Atas
Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil
proses bawah atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan
baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.

2. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD


Untuk mengawali proses perencanaan pengendalian DBD, kita perlu
mengetahui wilayah yang memiliki masalah DBD. Dalam menentukan daerah
masalah DBD di suatu wilayah diperlukan adanya kajian epidemiologi. Unit terkecil
dalam melakukan kajian adalah desa/kelurahan.

Data-data yang diperlukan dalam melakukan kajian adalah sebagai berikut:


a. Data kasus
1) Data kasus penderita/tersangka DBD per desa/kelurahan (wilayah kerja
puskesmas)
2) Data kematian karena DBD
3) Data KLB jika pernah terjadi.
4) Data kasus DBD per golongan umur dan jenis kelamin
5) Data kasus kematian DBD pergolongan umur dan jenis kelamin
6) Data kasus penularan setempat berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi
(PE)

b. Data vektor
1) Jenis vektor
2) Tempat perindukan vektor
3) Angka bebas jentik (ABJ) per desa/kelurahan (data kegiatan Jumantik/kader)

c. Keadaan geografis
1) Daerah kota
2) Daerah desa dengan transportasi cukup lancar
3) Daerah tidak tertata/kumuh

118
Tabel 16. Kajian daerah masalah DBD
Puskesmas : ..................
Kabupaten/Kota : ..................
Nama Jumlah Jumlah Pernah KLB Vektor ABJ Stratifikasi
Desa penduduk Rumah IR CFR Ya/Tdk Ada/Tdk Desa/
Kelurahan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Keterangan:
(1) Di isi nama Desa/Kelurahan
(2) Jumlah penduduk pada tahun terakhir
(3) Jumlah rumah pada tahun terakhir
(4) IR tertinggi pada 3 tahun terakhir
(5) CFR tertinggi pada 3 tahun terakhir
(6) Pernah ada/ditemukan KLB pada 5 tahun terakhir
(7) Ada/tidaknya vektor penular
(8) Data ABJ terakhir
(9) Stratifikasi : Endemis, Sporadis, Potensial, Bebas (terdapat pada materi Surveilans)

3. PENENTUAN URUTAN BESARNYA MASALAH


Selanjutnya menentukan urutan desa/kelurahan sesuai dengan besarnya
masalah DBD. Besarnya masalah ditentukan oleh:
a. Tingginya kasus DBD
Tingginya kasus DBD diukur apabila setiap minggu di wilayah desa/kelurahan
dilaporkan 5 kasus
b. Endemisitas DBD
Apabila dalam 3 tahun terakhir setiap tahun dilaporkan ada penderita DBD.
c. Adanya kematian karena DBD
Jika terdapat laporan kematian karena DBD berdasarkan diagnosis klinis
rumah sakit /pelayanan kesehatan.
d. Jenis dan banyaknya tempat perindukkan
Terdapat tempat perindukan yang positif jentik Aedes aegypti/albopictus dan
luasnya dapat diperkirakan.
e. ABJ <95%
Persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik terhadap jumlah
rumah/bangunan yang diperiksa
f. Mobilitas penduduk
Pergerakan penduduk dari satu daerah ke daerah lain atau sebaliknya.
g. Keresahan masyarakat dan dukungan politik
h. Adanya prioritas atau pernyataan politik bahwa wilayah tersebut merupakan
wilayah yang perlu dilindungi, terdapat keresahan masyarakat akibat adanya
penyakit DBD di wilayah tersebut.
119
Besarnya masalah masing-masing desa/kelurahan diukur dengan membuat
skoring dari masing-masing item dalam tabel 2 sebagaimana berikut :
1) Situasi kasus: (Bobot=3)
a. Kasus tinggi dan atau ada peningkatan = 3
b. Kasus rendah tidak ada peningkatan = 1
2) Adanya kematian karena DBD: ( bobot =3)
a. Ditemukan adanya kematian karena DBD 1-2 tahun terakhir = 3
b. Adanya kematian >2 tahun terakhir = 2
c. Tidak ada kematian = 1
3) Tempat perindukan(bobot =2)
a. Bila ditemukan = 2
b. Tidak ditemukan = 1
4) ABJ: (bobot=2)
a. <95% = 2
b. >95% = 1
5) Pernah KLB DBD:( bobot=1)
a. Pernah terjadi KLB: 0-1 tahun yang lalu = 3
b. Pernah KLB 1-5 tahun yang lalu = 2
c. Tidak pernah ada KLB = 1
6) Mobilitas penduduk: (bobot =1)
a. Daerah urban = 3
b. Daerah rural = 1

Cara penghitungan jumlah skor adalah :


Nilai kolom 2 x bobot + nilai kolom 3 x bobot + nilai kolom 4 x bobot + nilai kolom 5 x
bobot + nilai kolom 6 x bobot
Selanjutnya dari hasil skoring diatas, dicantumkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 17. Contoh Penentuan besarnya masalah DBD per desa/kelurahan


Puskesmas : .....................................
Kabupaten/Kota : .....................................
Pernah/
Nama Situasi Ada Tempat ABJ Tidak Mobilitas Jumlah
Desa/K Kasus Kematian Perindukan pernah Penduduk Skor
el. Karena DBD KLB

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


A 3 3 2 2 1 1 12
B 6 9 4 2 2 3 26
C 9 6 4 4 3 3 29
D 3 3 4 4 1 1 16

120
Besarnya masalah dari tabel 3 diatas sebagai berikut:
Urutan 1: Kelurahan C
Urutan 2: Kelurahan B
Urutan 3: Kelurahan D
Urutan 4: Kelurahan A

Jika terdapat desa/kelurahan dengan skor yang sama, maka untuk menentukan
desa/ kelurahan yang paling bermasalah ditentukan oleh tingginya skor variabel
dibawah ini:
(1) Situasi kasus
(2) Kematian karena DBD
(3) Tempat perindukan
(4) ABJ
(5) pernah KLB
(6) Mobilitas penduduk

Urutan besarnya masalah penyakit DBD ini digunakan untuk menentukan pemilihan
prioritas wilayah dan alternatif intervensi kegiatan yang akan dilakukan.

B. PENENTUAN KEGIATAN PENGENDALIAN DBD


Setelah diketahui urutan besarnya masalah per wilayah, selanjutnya kita akan
menentukan jenis kegiatan apa saja yang akan dilakukan masing-masing
desa/kelurahan tersebut.

Pemilihan kegiatan pengendalian harus didasarkan pada prinsip (REESA):


Rasional, Efektif, Efisien, Sustainabel , Acceptable

Kegiatan pokok dalam program pengendalian DBD adalah:

1. Penemuan penderita
a. Penemuan penderita secara aktif dilakukan pada saat penyelidikan epidemiologi
(PE) dengan mencari penderita DBD lainnya.
b. Penemuan penderita secara pasif dilakukan oleh puskesmas atau unit
pelayanan kesehatan lainnya.

2. Pengendalian vektor
Pengendalian vektor DBD dilaksanakan berdasarkan REESA, dengan pengertian:
Rasional: wilayah kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang
terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria yang
ditetapkan, yaitu wilayah endemis dengan IR sesuai target nasional dan CFR >1%.
Efektif: dipilih salah satu metode/jenis kegiatan pengendalian vektor atau
kombinasi dua metode yang saling menunjang, dan metode tersebut dianggap
paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan. Pemilihan metode yang
efektif perlu didukung data epidemiologi, entomologi dan pengetahuan sikap
perilaku (PSP) masyarakat.
121
Efisien: diantara beberapa metode kegiatan pengendalian vektor yang efektif
harus dipilih metode yang biayanya paling murah.
Sustainable: kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai mencapai tingkat yang diharapkan, dan hasil yang
sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya
lebih murah.
Acceptable: kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh
masyarakat setempat.

Jenis kegiatan pengendalian vektor, antara lain:


a. Terhadap nyamuk dewasa
Dilakukan kegiatan Fogging Fokus, bertujuan mencegah terjadinya KLB dengan
memutuskan rantai penularan di lokasi terjadinya kasus DBD.
Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan FF ini adalah :
1) Sasaran lokasi:
- Di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang
diperkirakan menjadi sumber penularan.
- Fogging dilakukan dalam radius 200 meter dan dilakukan 2 siklus dengan
interval 1 minggu.
2) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Melakukan evaluasi dan bimbingan kegiatan pengendalian vektor
Petugas kabupaten/kota
- Membuat perencanaan kegiatan
- Melakukan pengawasan
- Melakukan pelatihan
Petugas puskesmas
- Melakukan pengawasan selama pelaksanaan
- Menyelenggarakan pelatihan
- Melaksanakan kegiatan

b. Terhadap larva (jentik)


1) Biological control
Penebaran ikan pemakan jentik dilakukan di desa/kelurahan yang terdapat
tempat perindukan Aedes, airnya permanen dan cocok untuk perkembangbiakan
ikan pemakan jentik.
a) Sasaran
Tempat penampungan air (seperti kolam, bak mandi, drum, dll) dengan luas
tempat perindukan jentik yang ada.
b) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
122
- Penentuan jumlah lokasi
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan

2) Larvasidasi.
Penaburan bubuk larvasida atau pembunuh jentik guna memberantas jentik di
tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, sehingga populasi
nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya.
a) Sasaran lokasi:
- Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di desa/kelurahan
endemis dan sporadis
- Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan menaburkan larvasida pada
TPA yang ditemukan jentik.
b) Pembagian tugas
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Kegiatan PJB dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M baik di pemukiman maupun di
tempat-tempat umum/industri (TTU/I).
a) Sasaran lokasi:
- Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di desa/kelurahan
endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti di 100 sampel yang dipilih secara acak
- Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali)
b) Pembagian tugas :
Petugas provinsi
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan
4) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau Bulan Bakti Gerakan 3M
Pembagian tugas :
Petugas provinsi
- Penentuan kegiatan
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan

123
c. Evaluasi PSN
Evaluasi PSN dilakukan dengan Survai yang bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan efektifitas
pengendalian vektor (fogging, larvasidasi, dan PSN) yang akan dilakukan di wilayah
tersebut atau melalui kegiatan PJB.
Petugas provinsi :
- Penentuan kegiatan
- Evaluasi kegiatan
Petugas kabupaten/kota dan puskesmas :
- Pengusulan kegiatan
- Pelaksanaan kegiatan
- Pengawasan pelaksanaan

d. Optimalisasi LS/LP untuk mendukung pengendalian DBD


1) Supervisi Terpadu Pokjanal
Tujuan: memantau dan membina Pokjanal dalam pelaksanaan penggerakan
PSN-DBD yang dilaksanakan oleh masyarakat.
Pelaksana: Tim Pokjanal masing-masing tingkatan
2) Pertemuan/koordinasi lintas sektor (PWS PSN-DBD)
Tujuan: memantau hasil kegiatan PSN-DBD (ABJ) dari tiap-tiap wilayah untuk
ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan penggerakan PSN-DBD oleh Kepala
Wilayah setempat.
Pelaksanaan: dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan,
kecamatan dan kab/kota dengan menyajikan ABJ dari masing-masing wilayah.
3) Pemantapan dan peningkatan penggerakan PSN-DBD.
Pertemuan evaluasi tahunan Pokjanal DBD secara berjenjang di berbagai
tingkatan:
a) Evaluasi di tingkat provinsi, dihadiri oleh peserta Pokjanal tingkat
kabupaten/ kota, dan dilaksanakan di provinsi
b) Evaluasi di tingkat kab/kota, dihadiri oleh Pokjanal tingkat kecamatan, dan
dilaksanakan di kabupaten/kota
c) Evaluasi di tingkat kecamatan, dihadiri oleh Pokja desa/kelurahan,
dilaksanakan di kecamatan.

e. Peningkatan kemampuan petugas (pelatihan) dan Orientasi


Tujuan: menyiapkan petugas di masing-masing tingkatan dalam manajemen
pengendalian DBD, penatalaksanaan kasus dan penggerakan PSN-DBD.
1) Pelatihan petugas/pengelola program
- Pelatihan petugas kabupaten/kota tentang komunikasi perubahan perilaku
dalam pencegahan DBD
- Pelatihan manajemen program P2DBD bagi petugas teknis kabupaten/kota
- Dilaksanakan oleh: provinsi
- Pelatihan Kader/Jumantik dalam pencegahan dan pengendalian DBD
- Dilaksanakan oleh kabupaten/kota atau puskesmas

124
2) Pelatihan dokter anak/dokter penyakit dalam dan paramedis Rumah Sakit
kabupaten/kota dalam penatalaksanaan kasus DBD
Pelaksana: dinas kesehatan provinsi
3) Pelatihan dokter dan paramedis puskesmas dalam tatalaksana kasus DBD
Dilaksanakan oleh kabupaten/kota
4) Ceramah klinik bagi dokter dan paramedis Rumah Sakit dan Puskesmas
Pelaksana: kabupaten/kota
5) Orientasi/pengembangan sistem survailans DBD bagi petugas kabupaten/kota
Tujuan: Membangun jaringan surveilens DBD yang cepat dan tepat dalam
rangka sistem kewaspadaan dini dan estimasi kejadian luar biasa (KLB).
Pelaksana: Provinsi

C. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL


Penyusunan rencana operasional dengan menggunakan Bagan Gantt (Gantt
Chart). Kegiatan pada kolom bagan Gantt biasanya disusun ke bawah secara berurutan.
Bagan Gantt terdiri dari 2 komponen, yaitu :
1. Komponen kegiatan
Komponen kegiatan diisi dan disusun kebawah dimana semua kegiatan ini
merupakan penjabaran aktifitas yang harus dilaksanakan demi pencapaian tujuan
program.
2. Komponen waktu
Komponen waktu diisi ke arah absis merupakan penjabaran dari waktu yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang dapat dinyatakan dalam hari,
minggu, bulan maupun tahun.

Contoh membuat bagan Gantt


Dari bagan Gantt dibawah, dapat diperoleh beberapa keterangan sebagai
berikut:
a. Bahwa program P2DBD di Kota Y pada kurun waktu Pebruari 2005 melaksanakan 4
kegiatan, yaitu; pelatihan Kader/Jumantik, Surveilans kasus/PE terhadap
penderita/tersangka DBD, supervisi di 5 puskesmas, dan penyuluhan di 2
puskesmas.
b. Bahwa kegiatan pelatihan Jumantik dilakukan di 5 puskesmas dilaksanakan
selama 3 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan Juli.
c. Bahwa kegiatan surveilans kasus/penyelidikan epidemiologi dilaksanakan
sepanjang tahun di seluruh puskesmas di Kota Y.
d. Bahwa dari kota Y dilakukan supervisi di 5 puskesmas, kegiatan ini diadakan setiap 3
bulan sekali.
e. Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat di 2 puskesmas dilakukan pada bulan
Maret dan April selama 2 bulan berturut-turut.

125
Tabel 18. contoh penggunaan bagan Gantt pada program

Kegiatan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

1. Pelatihan Jumantik di 5
puskesmas

2. Surveilans kasus/
PE terhadap Penderita/
tersangka DBD

3. Supervisi ke 5
Puskesmas

4. Penyuluhan pence-
gahan DBD di 2
Puskesmas

D. SUPERVISI DAN BIMBINGAN TEKNIS


1. Konsep supervisi dan Bimbingan Teknis
a. Definisi operasional
1) Supervisi DBD merupakan suatu upaya pengawasan, pemantauan atau
penilaian dalam rangka pembinaan dalam pelaksanaan program
pengendalian demam berdarah dengue (DBD) yang dilakukan secara
berjenjang di berbagai tingkatan baik Provinsi, kabupatan Puskesmas maupun
lapangan.
2) Bimbingan teknis DBD adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pengelola program terhadap pelaksana yang terdiri dari pengumpulan data
kinerja program dan penilaian kinerja di lapangan, penyampaian kebijakan
program, bantuan untuk menemukan permasalahan dan penyebabnya serta
bimbingan dan meningkatkan kemampuan pelaksana untuk mengatasi
masalah dan membuat rencana tindak lanjut untuk perbaikannya.
3) Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan istilah supervisi atau monitoring,
tetapi supervisi dalam istilah sebenarnya lebih bersifat pengawasan disertai
upaya-upaya pembinaan. Sedangkan monitoring lebih berarti pemantauan
atau pengumpulan data tanpa membantu atau membimbing pelaksana
meningkatkan kemampuan.

b. Tujuan
1) Bimbingan teknis bertujuan untuk mengarahkan, membimbing serta
memecahkan masalah yang dihadapi pelaksana agar dapat menghasilkan
kinerja sesuai yang direncanakan
2) Menilai pelaksanaan Program Pengendalian DBD

126
c. Ruang Lingkup
1) Seluruh kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
pelaksanaan dan evaluasi mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota sampai
Puskesmas.
2) Kegiatan pengendalian DBD meliputi: surveillans kasus, penanggulangan
kasus, penatalaksanaan penderita, surveillans vektor, penanggulangan dan
penyelidikan KLB, pemberdayaan masyarakat, promosi kesehatan,
peningkatan profesionalisme sumber daya.
3) Kerjasama lintas program dan lintas sektor yang dilakukan meliputi:
a) Kewaspadaan dini DBD
b) Penanggulangan Kasus
c) Pengendalian Vektor
d) Penanggulangan dan Penyelidikan KLB
e) Peningkatan Profesionalsme SDM
f) Pemberdayaan masyarakat dan kemitraan

2. Pelaksanaan Supervisi dan Bimbingan Teknis


a. Persiapan
1) Penyiapan alat bantu supervisi dan bimbingan teknis berupa format atau
cheklist untuk mengukur kinerja pelaksana sesuai kebutuhan
2) Pengumpulan informasi kinerja pelaksana (dalam harian, mingguan,
bulanan, triwulan atau tahunan) berdasarkan arsip data informasi yang ada
sesuai format atau cheklist
3) Melakukan analisis awal (membandingkan kinerja sesuai arsip data dengan
standar kinerja sesuai pedoman) dan kesimpulan awal
4) Pemberitahuan rencana supervisi dan bimbingan teknis serta informasi yang
akan dikumpulkan
5) Penyiapan surat tugas

b. Pelaksanaan
1) Perkenalan diri dan penyampaian informasi tujuan supervisi dan bimbingan
teknis
2) Pengumpulan data dan informasi tentang kinerja pelaksana dengan
menggunakan format atau cheklist
3) Pencocokan data dan informasi pada sarana pelayanan (dengan
mengunjungi sampel sarana di lapangan)
4) Diskusi bersama pelaksana melakukan analisis (membandingkan kinerja
sesuai arsip data dengan standar kinerja sesuai program) dan membuat
kesimpulan sementara
5) Diskusi bersama pelaksana mencari pemecahan masalah dan
menjadwalkan kegiatannya
6) Diskusi bersama pimpinan pelaksana menyepakati Rencana Tindak Lanjut
untuk pemecahan masalah
7) Memberi motivasi dan ketrampilan tertentu secara lisan dan tertulis kepada
pelaksana sesuai kebutuhan untuk meningkatkan Kinerja Program
127
c. Alat
Alat utama adalah format atau cheklist berisi tentang:
1) Daftar indikator penilaian kinerja program yang terdiri dari: indikator input,
indikator proses dan indikator output
2) Kesimpulan Kinerja: penilaian kualitatif (memuaskan, baik, sedang, kurang)
dan Permasalahan
3) Rencana Tindak Lanjut: Daftar kegiatan perbaikan kinerja dan peran
berbagai pihak dan penjadualan serta pembiayaan dalam rencana tindak
lanjut

3. Penilaian Supervisi dan Bimbingan Teknis


a. Membuat Kesimpulan akhir kinerja pelaksana dan saran pemecahan
b. Membuat laporan Supervisi dan Bimbingan Teknis, yang meliputi:
1) Latar belakang
2) Tujuan dan sasaran
3) Waktu dan Tempat
4) Cara Pembinaan
5) Hasil yang dicapai
6) Masalah yang ditemui
7) Rencana Tindak Lanjut Pemecahan
8) Kesimpulan
c. Memberi umpan balik hasil supervisi dan bimbingan teknis kepada pelaksana dan
pihak terkait
d. Membandingkan hasil tindak lanjut dengan rencana yang dibuat
e. Bentuk tindak lanjut dalam bimbingan teknis dapat berupa:
1) Pemberitahuan tambahan informasi atau ketrampilan tentang kebijakan,
peraturan, standar dan prosedur yang dibutuhkan pelaksana
2) Perubahan alokasi sarana atau sumber daya pendukung program
(penambahan atau pengurangan)
3) Merujuk pemecahan masalah tertentu kepada pembuat keputusan yang lebih
berwenang.

VIII. KEPUSTAKAAN
1. UU No. 25 Tahun 2004. tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
2. UU No. 17 Tahun 2003 (Pasal 14) tentang Sistem Penganggaran Yang Baru
Bagi Kementerian Negara/Lembaga.
3. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPKMN) Tahun 2004-2009.
4. Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2007.
5. Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009, Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 331/Menkes/SK/V/2006, Departemen
Kesehatan RI, Mei 2006.
6. Rencana Strategi/Master Plan PP-PL Tahun 2007-2009.
7. Indikator Program PP-PL Bersumber RPJMN, Rentra Depkes (IS-2010), KW-SPM
dan MGDS-2015.
128
8. Rencana Strategis 2005-2009 Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue, Ditjen PP-PL, Depkes 2005.
9. Petunjuk Perencanaan Program P2DBD 1989, Subdit Arbovorosis, Ditjen PPM-
PLP, Depkes 1989.
10. Petunjuk Pelaksanaan Program P2DBD 1989, Subdit Arbovorosis, Ditjen PPM-
PLP, Depkes 1989.
11. Modul Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Bagi Koordinator (Paramedis) Di
Puskesmas, Ditjen PP-PL, Depkes, 1997.
12. Modul Manajemen Pemberantasan Penyakit Malaria (Modul 6), Ditjen PPM & PL,
Depkes, 1999.
13. Aplikasi Penyusunan Rencana dan Anggaran Terpadu Program PP-PL,
Departemen Kesehatan, Modul 08, 2006.
14. Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL 2007, Direktorat Jenderal
Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan, 2006
15. Pedoman Penyusunan Rencana dan Anggaran Kementerian Kesehatan,
Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1454/MENKES/SK/X/2010. Kemenkes RI
16. Buku Pedoman Pembinaan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
17. Standar Pengawasan Program Bidang Kesehatan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue, tahun 2003
18. Pedoman Supervisi Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue menggunakan cheklist, 1992

129
130
MATERI INTI 8
PROMOSI KESEHATAN
DALAM PROGRAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(Waktu : T 2 JPL, P 2 JPL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Promosi kesehatan merupakan proses penyampaian informasi agar masyarakat
tahu, mau dan mampu merubah perilaku untuk mencapai derajat kesehatan yang tinggi,
dengan cara advokasi, bina suasana, gerakan masyarakat dan Kemitraan.
Untuk mendukung dan menanggulangi masalah kesehatan diperlukan kemitraan
dengan melibatkan berbagai sektor yaitu lembaga pemerintah, dunia usaha, media
massa dan organisasi masyarakat lainnya dalam upaya menanggulangi masalah
kesehatan khususnya Demam Berdarah Dengue ( DBD ).
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD,
karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar luas diseluruh propinsi dan
kabupaten/ kota. Oleh karena itu untuk mengendalikan penyakit ini diperlukan gerakan
untuk memberdayakan masyarakat dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (
PSN ) DBD.
Guna membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN) DBD agar lebih
efektif maka kegiatannya perlu dikoordinasikan dalam Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL). Pengendalian penyakit DBD ini merupakan forum kerjasama lintas sektor
di tiap jenjang administrasi pemerintahan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit DBD adalah
dengan pendekatan metode Communication for behavioral impact (COMBI), yang
merupakan suatu proses intervensi perubahan perilaku untuk mencapai tujuan dengan
memperhatikan aspek sosial budaya setempat yang spesifik, untuk merubah masyarakat
dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu
untuk menanggulangi penyakit DBD.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu melaksanakan promosi kesehatan
dalam program pengendalian DBD.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu :
1. Menjelaskan tentang Promosi Kesehatan
2. Menjelaskan tentang Kemitraan melalui POKJANAL DBD
3. Melakukan Penyuluhan Kesehatan

131
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
A. Pokok Bahasan 1: Strategi dasar promosi kesehatan
Sub Pokok Bahasan:
1. Strategi advokasi
2. Strategi bina suasana
3. Strategi gerakan pemberdayaan

B. Pokok Bahasan 2 : Kemitraan melalui POKJANAL DBD


Sub Pokok Bahasan :
1. Konsep kemitraan
2. POKJANAL DBD

C. Pokok Bahasan 3 : Penyuluhan Kesehatan

IV. METODE
Ceramah
Tanya jawab
Bermain peran

V. BAHAN BELAJAR
Modul
Buku Panduan
handout (copy materi)
Skenario

VI. ALAT BANTU BELAJAR


LCD,
Laptop atau desktop
Flipchart
Whiteboard
Spidol

VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


A. Langkah 1
1. Penciptaan suasana kesiapan belajar
2. Pekenalan diri
3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi

B. Langkah 2
1. Pelatih menjelaskan tujuan umum dan khusus pembelajaran.
2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau
mengklarifikasikan tujuan tersebut.

132
C. Langkah 3
1. Fasilitator memberikan paparan tentang materi
2. Fasilitator membagi peserta sesuai dengan skenario

VIII. URAIAN MATERI


A. STRATEGI DASAR PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat mendorong dirinya
sendiri,serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan.
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi
kesehatan, yaitu: Advokasi, Bina suasana, dan Gerakan pemberdayaan yang
diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Ketiga
strategi ini harus dilaksanakan secara lengkap dan berkesinambungan dalam
setiap perilaku baru masyarakat yang diperlukan oleh program kesehatan.
Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus
dilakukan adalah (1) pemberdayaan masyarakat, (2) pembinaan susana
lingkungan sosialnya, dan (3) advokasi kepada pihak-pihak yang dapat
mendukung terlaksananya program pengendalian DBD.

Melalui penerapan ketiga strategi tersebut diharapkan dapat:


(1) Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam masyarakat,
baik melalui pendekatan individu dan keluarga dalam pengerakan masyarakat
untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian DBD.
(2) Membangun suasana/lingkungan yang kondusif bagi terciptanya budaya
perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat dalam pengendalian DBD.
(3) Mendapat dukungan dari para pengambil keputusan, penentu kebijakan dan
stakeholders lain, dalam bentuk kebijakan Pengendalian DBD, sumberdaya
integrasi promkes, terjalinnya kemitraan sinergis pusat daerah swasta
LSM, serta berbagai investasi dalam program pengendalian DBD

1. Strategi Advokasi
Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk
mempengaruhi pimpinan, pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan
penyandang dana dan pimpinan media massa agar proaktif dan mendukung
berbagai kegiatan promosi penanggulangan Penanggulangan DBD sesuai
dengan bidang dan keahlian masing-masing. Sementara itu ada pendapat
133
populer bahwa advokasi adalah melakukan kampanye pada media massa
atau melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi.
Tujuan advokasi untuk mempengaruhi pimpinan/pengambil
keputusan dan penyandang dana dalam penyelengaraan program
Pengendalian DBD, sedangkan sasaran advokasi adalah:
- Pimpinan legislative (Komisi DPRD)
- Pimpinan eksekutif (Gubernur, Bupati, Bappeda)
- Penyandang dana
- Pimpinan media massa
- Pimpinan institusi lintas sektoral
- Tokoh Agama/Masyarakat/PKK, organisasi profesi
a. Metode Advokasi:
- Lobby
- Pendekatan Informal
- Penggunaan media massa
b. Materi Pesan
- Harus diketahui jumlah kasus DBD di wilayahnya
- Program cara pencegahan dan pengendalian DBD
- Kebijakan dalam pengendalian DBD (menyiapkan tenaga kesehatan,
dan lintas sektor lain untuk melaksanakan program bebas DBD.

c. Hasil yang diharapkan


- Adanya dukungan politis, kebijakan/keputusan dan sumber daya
(SDM, dana dan sumber daya lainnya) dalam penanggulangan DBD.
- Terbentuknya forum komunikasi/komite/pokjanal yang beranggotakan
lembaga pemerintah, swasta, LSM, Dunia Usaha, untuk membahas
dan memberi masukan dalam penanggulangan BDB

2. Strategi Bina Suasana


Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan
sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan
penanggulangan DBD. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah,
orang-orang yang menjadi panutan/ idolanya, kelompok arisan, majelis
agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang
positif terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses
Pemberdayaan Masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak para individu
meningkat dari fase tahu ke fase mau dalam Penanggulangan DBD, perlu
dilakukan Bina Suasana
Tujuan dilakukan bina suasana adalah terciptanya suasana yang
mendukung terselenggaranya program pengendalian DBD, adapun sasaran
dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
- Kader dan Tokoh masyarakat
- Lintas program (Intern Dep. Kesehatan)
- Lintas sektor (Sektor terkait)
134
- Organisasi pemuda (Karang Taruna, Saka Bakti Husada, dll)
- Organisasi Profesi (misalnya IBI, IDI, dll)
- Organisasi Wanita (Dharma Wanita, IWAPI, KOWANI, dll)
- Organisasi keagamaan (Pengajian, Majelis Taklim, Ibadah Rumah Tangga)
- Organisasi Kesenian
- Lembaga Swadaya Masyarakat.

a. Metode Bina Suasana


- Orientasi
- Pelatihan
- Kunjungan lapangan
- Jumpa pers
- Dialog terbuka/interaktif diberbagai media
- Lokakarya/seminar
- Penulisan artikel di media massa
- Khotbah di tempat peribadatan

b. Materi pesan
- Waspada Nyamuk Demam Berdarah
- Gejala demam berdarah
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di
rumah
- 3 M Plus

Dengan menggunakan media antara lain:


- Media massa cetak & elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs
internet, dan lain-lain)
- Media tradisional

c. Hasil yang ingin dicapai


- Adanya opini positif berkembang di masyarakat tentang pentingnya
pengendalian DBD
- Semua kelompok potensial di masyarakat ikut menyuarakan dan
mendukung pengendalian DBD
- Adanya dukungan sumber daya (SDM, Dana, Sumber daya lain) dari
kelompok potensial di masyarakat

3. Strategi Gerakan Pemberdayaan


Gerakan pemberdayaan (empowerment) adalah proses pemberian
informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge),
dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Gerakan pemberdayaan masyarakat juga merupakan cara untuk
menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat
135
mampu untuk pengendalian DBD secara mandiri. Strategi ini tepatnya
ditujukan pada sasaran primer agar berperan serta secara aktif dalam
pengendalian DBD
Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam
peningkatan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup,
martabat dan derajat kesehatannya. Peningkatan keberdayaan berarti
peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar dapat
mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai kemajuan.
Tujuan dari strategi pemberdayaan adalah meningkatkan peran serta
Individu, keluarga dan masyarakat agar tahu, mampu dan mau, berperan
serta dalam pengendalian DBD. Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat
umum.

a. Metode
- Promosi Individu
- Promosi Kelompok
- Promosi Massa

b. Materi Pesan
- Tanda dan gejala DBD
- Cara pencegahan dan pengendalian DBD
- 3 M Plus

c. Hasil yang diharapkan


- Tumbuhnya kepedulian masyarakat dalam pengendalian DBD
- Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pengendalian DBD

Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan


serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak
dijumpai Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di
bidang kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang
kerjasamanya, baik di antara mereka maupun antara mereka dengan
pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan
berhasil guna. Setelah itu, sesuai dengan ciri-ciri sasaran serta situasi dan
kondisi, lalu ditetapkan, diadakan dan digunakanlah metode dan sarana
komunikasi yang tepat.
Kunci keberhasilan gerakan pemberdayaan adalah membuat orang
tersebut memahami bahwa penyakit DBD adalah masalah baginya dan bagi
masyarakatnya. Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahui dan
menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka orang tersebut tidak
akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Manakala ia telah
menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan
informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan.

136
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan
menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga
dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau
diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh
masyarakat sebagai panutan
Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu
melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal
ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang
seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses
pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan
masyarakat (community development). Untuk itu, sejumlah individu yang telah
mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan
kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga
memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari
dermawan). Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program
kesehatan sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan
sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan
masyarakat.

B. KEMITRAAN MELALUI POKJANAL DBD


1. Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan
manfaat). Unsur kemitraan adalah :
(a) adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih
(b) adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut
(c) adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship) antara pihak-
pihak tersebut
(d) adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi
manfaat.
Kemitraan di bidang kesehatan adalah kemitraan yang dikembangkan
dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

137
a. Tujuan Kemitraan dan Hasil yang Diharapkan

1). Tujuan umum :


Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan
upaya pembangunan pada umumnya.
2). Tujuan khusus :
a) Meningkatkan saling pengertian;
b) Meningkatkan saling percaya;
c) Meningkatkan saling memerlukan;
d) Meningkatkan rasa kedekatan;
e) Membuka peluang untuk saling membantu;
f) Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan;
g) Meningkatkan rasa saling menghargai;
3). Hasil yang diharapkan :
Adanya percepatan, efektivitas dan efisiensi berbagai upaya termasuk
kesehatan.

138
b. Pelaku Kemitraan :

Adalah semua pihak, semua komponen masyarakat dan unsur


pemerintah, Lembaga Perwakilan Rakyat, perguruan tinggi, media massa,
penyandang dana, dan lain-lain, khususnya swasta.

Contoh pelaku kemitraan :


1) Pokjanal : Merupakan wadah koordinasi pengelolaan suatu program
yang memerlukan pembinaan dari unsur pemerintah dan peran serta
masyarakat terkait DBD. POKJANAL saat ini adalah suatu kelompok
kerja Operasional yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur
dinas/instansi pemerintah, LSM, swasta atau dunia usaha yang secara
fungsional mempunyai tugas meningkatkan peran serta masyarakat
dalam PSN-DBD.
2) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tingkat SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA :
Telah melaksanakan program bebas jentik disekolah Oleh dokter
Kecil/jumantik dan telah masuk dalam salah satu indikator promosi
kesehatan disekolah dan telah dimasukkan dalam instrumen lomba
sekolah sehat tingkat nasional yang diadakan setiap tahun.
3) Penggerakan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan dasawisma
membantu penanggulangan DBD menjadi jumantik sukarela ini sudah
masuk dalam indikator rumah tangga sehat

139
4) Organisasi Profesi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia ( IAKMI), PPPKMI (Perkumpulan
Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Indonesia), PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia)
5) Dunia usaha
- Perusahaan Obat anti nyamuk,(PT. Unilever brand Domestos Nomos)
Produsen Insektisida, Produsen Larvasida,
- Perusahaan Obat (PT. Kalbe Farma Brand Minuman Fatigon dan
Proris)
- Perusahaan Perminyakan

2. POKJANAL DBD
Gerakan PSN DBD adalah keseluruhan kegiatan masyarakat dan
pemerintah untuk mencegah penyakit DBD, yang disertai pemantauan secara
terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD.
Pendekatan penggerakan Peran Serta Masyarakat pada dasarnya tidak
dapat dilakukan secara parsial agar lebih optimal, peran serta masyarakat
harus dibina dan di organisasikan karena peran serta masyrakat itu
melibatkan banyak pihak namun perlu satu sistem melalui POKJANAL.

Konsepsi Dasar POKJANAL :

Merupakan wadah koordinasi pengelolaan suatu program yang


memerlukan pembinaan dari unsur pemerintah dan peran serta
masyarakat.

Hakekat POKJANAL saat ini adalah suatu kelompok kerja Operasional


yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur dinas/instansi pemerintah, LSM,
swasta atau dunia usaha yang secara fungsional mempunyai tugas meningkatkan
peran serta masyarakat dalam PSN-DBD.

a. Dasar Pembentukan:
1) Acuan Dasar pembentukan POKJANAL Demam Berdarah Dengue :
KEPMENKES 581/VII/1992 : Tentang Pemberantasan Penyakit DBD
2) Disain Pengorganisasiannya : Dibawah dan bertanggung jawab kepada
Tim Pembina LKMD di setiap tingkatan.
3) Saat masih ada TP. LKMD ketua TP.LKMD Tingkat Pusat adalah
Mendagri, demikian seterusnya di daerah, sehingga ada rentang kendali
Pusat Daerah yang jelas.

140
4) Disain pengorganisasian berdasarkan UU Nomor : 32 tahun 2004 dibawah
dan bertanggung jawab kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan
POKJA DBD Desa/Kel Kepada kepala Desa/Lurah.
5) Peran DEPDAGRI dan Pemda:
a) Pasal 217 UU 32/2004 : PEMBINAAN
(1) Koordinasi pemerintahan antar susunan
(2) Pemberian pedoman dan standar
(3) Pemberian bimbingan dan supervisi
(4) Diklat
(5) Manajemen pemerintahan
b) Pasal 218 UU 32/2004 : PENGAWASAN
Atas penyelenggaraan Pemerintah daerah.
c) Pasal 222 UU 32/2004 :
(1) Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah nasional di koordinasikan Mendagri
(2) Pembinaan & Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah
Kab/Kota oleh Gubernur
d) PERPRES No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009.
e) Bab 28 Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

b. Organisasi POKJANAL DBD .


1). Pengorganisasian
a) Penggerakan PSN DBD di desa/kelurahan di koordinasikan oleh
POKJA DBD, yaitu forum koordinasi kegiatan pemberantasan penyakt
DBD di Desa/kelurahan dalam wadah lembaga ketahanan Masyarakat
.
b) Pembinaan Pokja DBD desa/kelurahan dilaksanakan oleh POKJANAL
DBD Tingkat kecamatan, Kabupaten/Kodya, provinsi dan tingkat
Pusat, secara berjenjang. POKJANAL DBD merupakan forum
koordinasi lintas program/sektoral dalam pembinaan upaya
pengendalian penyakit DBD, dan berada di bawah serta bertanggung
jawab kepada Ketua harian Tim Pembina LKMD.

2). Tugas pokok dan Fungsi POKJANAL


a) Menggerakkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD.
b) Menyiapkan data dan informasi
c) Menganalisa masalah & membuat (MUSRENBANG desa Pusat)
d) Melakukan bimbingan, pembinaan, fasilitasi, advokasi, pemantauan
dan evaluasi rutin.
e) Menyampaikan berbagai data, informasi dan masalah kepada
instansi/lembaga terkait
f) Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan program kepada Menteri atau
Ketua badan/Lembaga di Pusat dan kepada Gubernur dan Bupati/
Walikota di daerah.

141
Tabel 19. IKHTISAR KEGIATAN PSN

TINGKAT ORGANISASI PELAKSANA KEGIATAN


Pusat POKJANAL DBD Pusat 1. Menganalisa laporan
2. Pertemuan berkala membahas
kemajuan pelaksanaan PSN di
setiap Provinsi
3. Pembinaan
Provinsi POKJANAL DBD Provinsi 1. Menganalisa laporan
2. Pertemuan berkala membahas
kemajuan pelaksanaan PSN di tiap
KabKota
3. Pembinaan
Kab/Kota POKJANAL DBD Kab/Kota 1. Menganalisa laporan
2. Pertemuan berkala mambahas
kemajuan pelaksanaan PSN & PJB
di tiap Kecamatan
3. Pembinaan
Kecamatan POKJANAL DBD Kecamatan 1. Menganalisa laporan hasil Pokjanal
DBD tiap 3 bulan
2. Pertemuan berkala membahas
kemajuan pelaksanaan PSN & PJB
di tiap Desa/Kelurahan
3. Pembinaan
Kelurahan/ POKJA/DBD (Desa/Kel.) 1. Jumantik memeriksa pada 30
Desa rumah sample di tiap
RW/Dusun/Lingkungan
RW/Desa/ RW/Dusun/Lingkungan 1. Kader/Tenaga lain mengunjungi
Linkungan rumah secara berkala untuk
pemeriksaan jentik & melakukan
penyuluhan serta memotivasi
masyarakat dalam upaya
pemberantasan penyakit DBD.

C. PENYULUHAN KESEHATAN
Tujuan akhir penyuluhan kesehatan masyarakat adalah terjadinya
perubahan perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa
pengetahuan, sikap maupun tindakan atau kombinasi dari ketiga komponen
tersebut. Agar kegiatan penyuluhan dapat mencapai hasil maksimal, maka metode
dan teknik penyuluhan perlu mendapat perhatian yang besar pula.

CATATAN : MATERI PENYULUHAN, POKJANAL DBD, COMBI, DAN


MATERI MEDIA PROMOSI KESEHATAN DIMASUKKAN
DALAM BENTUK CD

142
Lampiran 1. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

MATERI DASAR 1 : Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD


WAKTU : 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu memahami Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan yangterkait
dengan program pengendalian DBD.
Media &
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/
No Metode Alat
Khusus Sub Pokok Bahasan
Bantu
1 Mampu menjelaskan Pokok Bahasan : Situasi DBD Ceramah, LCD,
situasi dan dan Permasalahan Diskusi & komputer
permasalahan yang Pengendalian DBD: tanya jawab & bahan
terkait dengan 1. Situasi DBD di Indonesia ajar
pengendalian DBD 2. Permasalahan
Pengendalian DBD
2 Mampu menjelaskan Pokok Bahasan : Kebijakan Ceramah, LCD,
kebijakan, strategi, dan Pengendalian DBD : Diskusi & komputer
kegiatan pokok 1. Renstra Kemenkes tahun tanya jawab & bahan
pengendalian DBD dan 2010-2014 ajar
menjelaskan 2. Visi, Misi, dan Tujuan
target/indikator kinerja Pengendalian DBD.
pengendalian DBD 3. Kebijakan, Strategi dan
Sasaran Pengendalian DBD
4. Kegiatan Pokok
Pengendalian DBD
5. Target/indikator
pengendalian DBD tahun
2010-2014

MATERI INTI 1 : Epidemiologi DBD


WAKTU : T 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta latih mampu memahami epidemiologi DBD
No Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Metode Media &
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Epidemiologi Ceramah, LCD,
gambaran DBD : tanya jawab komputer
epidemiologi DBD 1. Gambaran Epidemiologi & bahan
2. Penyebab penyakit ajar
3. Distribusi penyakit
4. Penularan dan Masa Inkubasi
5. Faktor resiko penularan
6. Ukuran epidemiologi yang
berhubungan dengan DBD

143
MATERI INTI 2 : Surveilans Kasus DBD
WAKTU : T 2 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah kerjanya.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Media &
No Metode
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan Tujuan dan Ceramah, LCD,
pengertian dan tujuan pengertian surveilans DBD: tanya jawab komputer
surveilans DBD 1. Tujuan surveilans & praktek & bahan
2. Pengertian ajar
3. Definisi Operasional
2 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan :Sistem Ceramah, LCD,
sistem pelaksanaan PelaksanaanSurveilans dalam tanya jawab komputer
surveilans dalam pengendalian DBD: & praktek & bahan
pengendalian DBD 1. Jenis Sumber data ajar
2. Peran Unit Pelaksana
3. Strategi dan pelaksanaan
surveilans pengendalian DBD
3 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan :Kegiatan Ceramah, LCD,
sistem pelaporan dan surveilans DBD di berbagai tanya jawab komputer
kegiatan surveilans tingkat administrasi: & praktek & bahan
kasus DBD 1. Tingkat Puskesmas ajar
2. Tingkat Kabupaten/kota
3. Tingkat provinsi

MATERI INTI 3 : Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD


WAKTU : T 2 JPL, P 3 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melaksanakan surveilans dan pengendalian vektor DBD diwilayah kerjanya.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Media &
No Metode
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan :Metode Ceramah, LCD,
metode surveilans Surveilans vector DBD : tanya jawab komputer
vektor DBD 1. Penentuan lokasi & praktek & bahan
pengamatan ajar
2. pelaksanaan pengamatan
3. Teknis pengamatan
4. Alat dan Bahan survey
5. Laporan hasil survei
2 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan Morfologi, Ceramah, LCD,
morfologi, identifikasi identifikasi dan Bioekologi tanya jawab komputer
dan bio-ekologi vektor vektor DBD & praktek & bahan
DBD Sub Pokok Bahasan : ajar
1. Morfologi
2. Identifikasi
3. Bioekologi vektor DBD
3 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan Metode Ceramah, LCD,
Metode pengendalian pengendalian vektor tanya jawab komputer
vektor Sub Pokok Bahasan : & praktek & bahan
1. Kimiawi ajar
2. Biologi
3. Managemen lingkungan

144
4. Pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) DBD
5. Pengendalian vektor terpadu
4 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Kegiatan Ceramah, LCD,
kegiatan pengendalian pengendalian vektor DBD : tanya jawab komputer
vektor DBD 1. Kegiatan pengendalian & praktek & bahan
vektor di tingkat administrasi ajar
2. Operasional pengendalian
vektor
3. Kegiatan pengendalian
vektor pada KLB DBD
5 Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Pelaporan Ceramah, LCD,
pelaporan dan dan Evaluasi hasil pengendalian tanya jawab komputer
evaluasi hasil vektor : & praktek & bahan
pengendalian vektor 1. Pelaporan hasil ajar
DBD pengendalian vektor
2. Evaluasi hasil pengendalian
vektor

MATERI INTI 5 : Tatalaksana Kasus Demam Dengue dan DBD


WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu memahami tatalaksana Demam Dengue dan DBD.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Media &
No Metode
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Menjelaskan definisi Pokok Bahasan : Definisi Ceramah, LCD,
operasional kasus DD Operasional DD dan DBD : tanya jawab komputer
dan DBD 1. Definisi Suspek Infeksi & praktek & bahan
Dengue ajar
2. Definisi DD
3. Definisi DBD
2 Menjelaskan tatacara Pokok Bahasan : Diagnosis DD Ceramah, LCD,
mendiagnosis DD dan dan DBD : tanya jawab komputer
DBD berdasarkan 1. Diagnosis Suspek Infeksi & praktek & bahan
gejala klinis dan Dengue ajar
pemeriksaan 2. Diagnosis Demam Dengue
laboratorium. 3. Diagnosis DBD
4. Jenis Jenis Pemeriksaan
laboratorium pada penderita
DBD
3 Menjelaskan tata Pokok Bahasan : Tata laksana Ceramah, LCD,
laksana DD dan DBD DD dan DBD: tanya jawab komputer
meliputi pertolongan 1. Pertolongan Pertama & praktek & bahan
pertama oleh Penderita DBD oleh ajar
Masyarakat, oleh masyarakat.
petugas medis dan 2. Langkah-langkah
paramedis, dan Pemeriksaan DD dan DBD
tatacara rujukan ke 3. Tatalaksana Rujukan
Rumah Sakit penderita DBD
4. Tatalaksana DD dan DBD

145
MATERI INTI 5 : Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus dan
Penanggulangan KLB
WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus
dan penanggulangan KLB DBD.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Media &
No Metode
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan POKOK BAHASAN: KONSEP Ceramah, LCD,
konsep PE, PF, dan PENYELIDIKAN tanya jawab komputer
KLB dan Dapat EPIDEMIOLOGI (PE) : & praktek & bahan
melaksanakan PE dan 1. Konsep PE ajar
PF 2. Konsep PF
2 Dapatmelaksanakan POKOK BAHASAN : Ceramah, LCD,
penanggulangan KLB PENANGGULANGAN tanya jawab komputer
KEJADIAN LUAR BIASA : & praktek & bahan
1. Konsep KLB ajar
2. Langkah-langkah
pelaksanaan
penanggulangan KLB
3. Evaluasi Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB)
MATERI INTI 6 : Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor
WAKTU : T 2 JPL, PL4 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melakukan pengoperasian alat dan menjelaskan bahan pengendalian vektor
DBD.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Media &
No Metode
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Melakukan Pokok Bahasan : Mesin hot Ceramah, LCD,
pengoperasian mesin fogger (pengkabut panas) : tanya jawa, komputer
hot fogger 1. Petunjuk Teknis diskusi & & bahan
Pengoperasian Mesin hot praktek ajar
fogger
2. Petunjuk teknis perbaikan hot
fogger
3. Petunjuk Teknis perawatan
mesin hot fogger

2 Melakukan Pokok Bahasan : mesin Ultra Ceramah, LCD,


pengoperasian mesin Low Volume (ULV): tanya jawa, komputer
ULV. 1. Petunjuk Teknis diskusi & & bahan
Pengoperasian Mesin ULV praktek ajar
2. Petunjuk teknis perbaikan
mesin ULV
3. Petunjuk teknis perawatan
mesin ULV
3 Mengaplikasikan Pokok Bahasan: Jenis dan Ceramah, LCD,
insektisida aplikasi insektisida untuk tanya jawa, komputer
pengendalian vektor DBD : diskusi & & bahan
1. Jenis Insektisida praktek ajar
2. Cara aplikasi Insektisida
146
MATERI INTI 7 : Perencanaan Pengendalian Penyakit DBD.
WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Media &
No Metode
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Menentukan daerah Pokok Bahasan: Penentuan Ceramah, LCD,
masalah DBD melalui Daerah Masalah DBD: tanya komputer
kajian epidemiologi 1. Dasar Penyusunan Rencana jawab, & bahan
2. Penentuan Daerah Masalah &praktek ajar
DBD
3. Penentuan besarnya
masalah DBD
2 Menentukan kegiatan Pokok Bahasan : Penentuan Ceramah, LCD,
pengendalian DBD kegiatan pengendalian DBD: tanya komputer
Jenis Kegiatan jawab, & bahan
&praktek ajar
3 Menyusun rencana Pokok Bahasan : Penyusunan Ceramah, LCD,
operasional Rencana Operasional tanya komputer
jawab, & bahan
&praktek ajar
4 Melaksanakan Pokok Bahasan : Supervisi dan Ceramah, LCD,
Supervisi dan Bimbingan Teknis : tanya komputer
Bimbingan Teknis 1. Konsep Supervisi dan jawab, & bahan
serta Membuat Bimbingan Teknis &praktek ajar
kesimpulan akhir dan 2. Pelaksanaan Supervisi dan
laporan umpan balik bimbingan Teknis
3. Penilaian Supervisi dan
bimbingan Teknis

MATERI INTI 8 : Promosi Kesehatan dalam program Pengendalian DBD


WAKTU : T 2 JPL, P 2 JPL
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu melaksanakan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD.
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan/ Media &
No Metode
Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Strategi dasar Ceramah, LCD,
tentang promosi promosi kesehatan: tanya komputer
kesehatan 1. Strategi advokasi jawab&ber & bahan
2. Strategi bina suasana main peran ajar
3. Strategi gerakan
pemberdayaan
2 Dapat menjelaskan Pokok Bahasan : Kemitraan Ceramah, LCD,
tentang kemitraan melalui POKJANAL DBD : tanya jawab komputer
1. Konsep kemitraan & bermain & bahan
2. POKJANAL DBD peran ajar
3 Dapat melakukan Pokok Bahasan Penyuluhan Ceramah, LCD,
penyuluhankesehatan Kesehatan tanya komputer
jawab, & & bahan
bermain ajar
peran

147
MATERI

148
PENUNJANG
1 Building Learning Setelah mengikuti Setelah mengikuti sesi ini : 1. Pengertian BLC - Ceramah - LCD 3 JP 1. Desain Pembelajaran,
Comittmen (BLC) sesi ini: Peserta latih mampu : 2. Pencairan kelas - Tanya jawab - Laptop Robinson, dkk, Univ.
Peserta latih mampu Terbuka, Jakarta, 2004
1. Menampilkan suasana 3. Mengenal diri sendiri - Penugasan/ - Sound
menampilkan norma kelas yang yang rilek dan orang lain permain an
kelas dalam proses dan cair. 2. BLC, Pedoman Lak
4. Norma / nilai-nilai system
pembelajaran. Diklat WI, LAN RI,
2. Mengenal dirinya dan harapan - Flip
dan orang lain Jakarta, 2005
5. Komitmen nilai kelas chart
3. Menyadari dan memilih 6. Kontrol kolektif - kertas
nilai yang baik dalam 3. Kumpulan instrumen
7. Pemilihan pengurus kerja
pembelajaran yang diklat (pegangan
kelas
efektif fasilitator), Pusdiklat,
4. Berpegang teguh pada BPP-SDM, Kes, Jakarta,
norma kelas dalam 2002
proses pembelajaran.
5. Menyatakan setuju 4. Pedoman Penyusunan
dengan kontrol kolektif Kurimod berorientasi
6. Menyepakati pengurus pembelajaran, Pusdiklat,
kelas. Jakarta, 2004

5. Pedoman
Penyelenggaraan Diklat
2 Rencana Tindak Setelah mengikuti Setelah mengikuti sesi ini : 1. Pengertian RTL - Ceramah - LCD 2 JP Kewidyaiswaraan
Lanjut sesi ini mampu Peserta latih mampu : 2. Ciri-ciri RTL - Tanya jawab - Laptop berjenjang, 2005
menyusun rencana
1. Menjelaskan pengertian 3. Tujuan penyusunan - Penugasan/ - Sound
tindak lanjut
RTL RTL permain an
2. Menjelaskan ciri-ciri RTL 4. Ruang lingkup RTL system
3. Menjelaskan tujuan 5. Cara penyusunan - Flip
penyusunan RTL RTL chart
4. Menjelaskan ruang
lingkup RTL
5. Menyusun RTL
Lampiran BAB II Kebijakan

Lampiran 1

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT DENGAN PROGRAM


PENGENDALIAN DBD

A. Peraturan Perundang-Undangan Inti Terkait Dengan Program Pengendalian DBD

1. KEPMENKES No. 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit


Demam Berdarah Dengue (lihat lampiran KEPMENKES tsb.)

2. KEPMENKES No. 92 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan


Menteri Kesehatan RI No. 581/Menkes/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (lihat KEPMENKES tsb)

3. KEPMENDAGRI No. 31-VI Tahun 1994 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja


Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD)
Tim Pembina LKMD Tingkat Pusat (lihat KEPMENKES tsb).

B. Peraturan Perundang-Undangan Penunjang Beserta Pasal-Pasal Terkait Dengan


Program Pengendalian DBD

1. UU No. 4 Th. 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (pasal 1-15)


2. UU No. 23 Th.1992 tentang Kesehatan (Bab III Ps.4,6,12s/d 15, Bab IV, Ps.17s/d
22, Bab V ,Ps 50; BAB VI. Ps 53 s/d 60; BAB IX Ps.73-78, BAB XIII Ps.102 & 103;
BAB XV.107 .
3. UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Penjelasan Umum.1b,3,7 s/d 10)
4. UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah (BAB VI Ps.10, BAB 10
Ps.87)
5. PP No. 40 Th. 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (BAB I, BAB
II, Bab III s/d XI.)
6. PP No. 25 Th. 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai Daerah
Otonomi (BAB II Ps.2 (10.j)
7. PP No. 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
8. PP No. 39 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (BAB IV Ps.6 s/d 9,
BAB VI Ps.11
9. PP 52 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Tugas Perbantuan (BAB VII Ps.11,12,
BAB VIII Ps. 13,14)
10. PP No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal
11. PERPRES No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2004 2009 ( Ps.6, Bab 28 tentang kesehatan)
12. PERMENKES No. 560 Tahun 1989 Tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara
Penanggulangannya

149
13. PERMENKES No. 949 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (KLB). (Lampiran latar belakang penyakit yang sering
menimbulkan KLB)
14. PERMENKES No. 1575 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan (Bab VI Ps. 380 s/d 390, Ps.458 s/d 460, 466-468)
15. KEPMENKES R.I No.829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Kesehatan Perumahan
(Lampiran C persyaratan kesehatan Lingkungan no.6)
16. KEPMENKES No. 261 Tahun 1998 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja (BAB II Persyaratan H. Tentang vektor penyakit ) .
17. KEPMENKES No. 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
18. KEPMENKES No. 1116 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan (III. Penyelenggaran sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan No. D.1.d)
19. KEPMENKES No. 1457 Tahun 2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota. (P. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit DBD)
20. KEPMENKES No. 1479 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu
(lampiran Jenis-jenis penyakit no.5. bersumber RS. No.21)
21. KEPMENKES No. 131 Tahun 2004 Tentang Sistem Kesehatan Nasional
22. KEPMENKES No. 1091 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. (Lampiran keputusan no urut P.
Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Demam Berdarah)
23. KEPMENKES No. 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit ( Lampiran , Tatalaksana RS, no.5.b.10; VI.C.1.a)
24. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen
Kesehatan 2005 2009
25. KEPMENKES RI No.1350/MENKES/SK/XII/2001 Tentang Pestisida, DEPKES RI ,
Jakarta Tahun 2004. (Bab 1. Ketentuan Umum Ps.1, Bab III P, BAB II, Ps 2,3, Bab III
Ps 4 s/d7, Bab IV Ps.9 s/d 13, Bab V Ps14 s/d 19, BAb VI Ps. 20, BAB VII Ps 21)
26. PERDA (Peraturan Daerah)
CONTOH :
a. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2044 Tahun 2004 Tentang Satuan
Biaya Untuk Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE), Pengasapan
(Fogging), Operasional ULV, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) Di Provinsi Daerah Ibukota Jakarta
b. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 447 Tahun 2005 Tentang
Penanggulangan Waspada Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Demam
Berdarah Dengue di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
c. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 11 Tahun 2003
Tentang Kewaspadaan Dini Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
d. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 39 Tahun 2004
Tentang Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Lingkungan Kelurahan Provinsi DKI Jakarta

150
e. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 115 Tahun 2005
Tentang Antisipasi Perkembangan Situasi Musim Hujan di Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta
f. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta No. 5681 Tahun 2005 Tentang Penetapan Penggunaan Anggaran
Swadana Puskesmas Untuk Kegiatan Penanggulangan Demam Berdarah
Dengue di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
g. Surat Edaran Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 46/SE/2004
Tentang Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN-DBD) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
h. Surat Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat Tanggal No.
500/SKR/PKK.PST/IX/94 Kepada Ibu Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Dati I di
Seluruh Indonesia Perihal Penyuluhan dan Motivasi tentang Gerakan PSN-DBD
i. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen
Kesehatan 2005 - 2009

151
Lampiran 2

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 581/Menkes/SK/VII/1992
TENTANG
PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu


penyakit yang cenderung meningkat jumlah kasusnya dan
penyebarannya, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa dan
kematian sehingga menjadi masalah kesehatan masyarakat;
b. bahwa untuk itu perlu dilakukan berbagai kegiatan pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue secara dini dan terus-menerus;
c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan


(Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2068).
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3037).
3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3153).
4. Undang-undang No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3273).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan
sebagian Urusan Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3347)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal daerah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3447)
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1980 tentang
Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa Menjadi
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang
jenis Penyakit Tertentu yang dapat menimbulkan wabah, Tata Cara
Penyampaian Laporannya dan Tata cara Penanggulangan Seperlunya.

152
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH
DENGUE
Kedua : Upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan
melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan penderita,
pengamatan penyakit dan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan
seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan kepada masyarakat.
Ketiga : Pelaksanaan kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di bawah koordinasi Kepala
Wilayah/Daerah.
Keempat : Pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan
sesuai dengan yang tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Kelima : Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman.
Keenam : Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan


penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal: 27 Juli 1992

MENTERI KESEHATAN RI,

Dr. ADHYATMA, MPH.

153
LAMPIRAN KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN R.I.
NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992.
TANGGAL : 27 JULI 1992

BAB I
PENDAHULUAN

1. Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan virus dan ditularkan lewat nyamuk
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang cenderung
semakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk.
2. Seluruh wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit Demam
Berdarah Dengue karena virus penyebab dan nyamuk penularnya (Aedes aegypti)
tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di Tempat Umum, kecuali yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
3. Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang:
a. Terutama menyerang anak
b. Ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat menimbulkan renjatan dan
kematian
c. Termasuk salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah.
4. Pemberantasan penyakit demam berdarah dengue pada dasarnya dilakukan sesuai
dengan pemberantasan penyakit menular pada umumnya, namun mengingat vaksin
untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum ditemukan, maka
pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan terutama dengan
memberantas nyamuk penularnya.
5. Untuk memberantas penyakit demam berdarah dengue diperlukan pembinaan peran
serta masyarakat guna mencegah dan membatasi penyebaran penyakit.
6. Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan motivasi
kepadamasyarakat. Oleh karena itu pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
dilaksanakan melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang dikoordinasikan oleh
kepala Wilayah/Daerah.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan Tujuan Keputusan ini adalah memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh
masyarakat, petugas kesehatan dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah
dan membatasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue sehingga terjadinya kejadian
luar biasa/wabah dapat dicegah dan angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan
serendah-rendahnya.

BAB III
DASAR HUKUM

1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan (Lembaran


Negara tahun 1960 nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068).

154
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan daerah
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, tambahan Lembaran Negara Nomor 3037).
3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ( Lembaran Negara,
Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153).
4. Undang-undang No.4 tahun 1984 tentang wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara
Tahun 1984 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian Urusan
Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal daerah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3447)
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1980 tentang Penyempurnaan
dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa Menjadi Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis Penyakit
Tertentu yang dapat menimbulkan wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan
Tata cara Penanggulangan Seperlunya.

BAB IV
PENGERTIAN

1. Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam
mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah,
nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae,
lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock).
2. Penderita/tersangka adalah orang sakit dengan tanda-tanda seperti pada butir 1 atau
sekurang-kurangnya panas tanpa sebab jelas dan petichiae atau tanda perdarahan
lainnya.
3. Pengamatan penyakit adalah kegiatan mencatat jumlah penderita/tersangka penyakit
demam berdarah dengue menurut waktu dan tempat (wilayah) kejadian, yang
dilaksanakan secara teratur.
4. Pemusnahan penyebab penyakit adalah penyemprotan insektisida untuk membasmi
nyamuk pembawa virus dengue.
5. Pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue adalah semua upaya untuk
mencegah dan menangani kejadian Demam Berdarah Dengue termasuk tindakan untuk
membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue.
6. Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan
pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kuranya 100
meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih
lanjut.

155
7. Penanggulangan seperlunya adalah penyemprotan insektisida dan /atau
pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan
epidemiologi.
8. Kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian
penyakit demam berdarah dengue yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu.
9. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik
nyamuk, yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya
tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam
berdarah dengue.
10. Abatisasi adalah penaburan insektisida pembasmi jentik pada tempat penampungan air.
11. Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal termasuk bangunan yang digunakan
untuk usaha kecil seperti warung, toko,industri-rumahan, dan mushola.
12. Tempat umum ialah bangunan untuk pelayanan umum seperti sekolah, hotel/losmen,
asrama, rumah makan, tempat rekreasi, tempat industri/pabrik, kantor, terminal/stasiun,
stasiun pompa bensin, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, dimana
kemungkinan terjadinya penularan tinggi.
13. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah dan/atau Tempat Umum yang tidak
ditemukan jentik, pada pemeriksaan jentik berkala.
14. Desa/kelurahan rawan adalah desa/kelurahan yang dalam 3 tahun yang terakhir
kejangkitan penyakit demam berdarah dengue, atau yang karena keadaan
lingkungannya (antara lain karena penduduknya padat, mempunyai hubungan
transportasi yang ramai dengan wilayah lain), sehingga mempunyai risiko untuk kejadian
luar biasa.

BAB V
TANDA-TANDA DAN PENYEBARAN
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

1. Penderita penyakit demam berdarah dengue pada umumnya disertai tanda-tanda


sebagai berikut:
a. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah/lesu. Pada tahap
ini sulit dibedakan dengan penyakit lain
b. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit
muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, berak
darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.
Untuk membedakannya kulit diregangkan; bila hilang bukan tanda penyakit demam
berdarah dengue.
c. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang
selanjutnya:
1) Penderita sembuh, atau
2) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin,
banyak mengeluarkan keringat.
Bila keadaan berlanjut, terjadi renjatan 9lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tak
teraba). Kadang-Kadang Kesadarannya menurun.
2. Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus yang hidup di kebun).
156
Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah penderita penyakit
demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang membawavirus itu dalam
darahnya (carier).
3. Virus dengue memperbanyak diri dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk ke
kelenjar liurnya.
4. Jika nyamuk ini menggit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan bersama air
liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut menderita sakit demam
berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan
berada dalam darah selama 1 minggu.
5. Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah
dengue. Ada yang demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan
ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus
dengue selama 1 minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai
wilayah yang ada nyamuk penularnya.
6. seluruh wilayah mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit demam berdarah dengue,
namun tempat yang potensial bagi penyebaran penyakit adalah desa rawan dan tempat
umum.
7. Nyamuk penular demam berdarah dengue teruitama adalah Aedes aegypti.
a. Sifat-sifat nyamuk Aedes aegypti:
1) Berwarna hitam dengan gelang-gelang (loreng) putih pada tubuhnya, dengan
bercak-bercak putih di sayap dan kakinya.Berkembang biak di tempat
penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi/wc, tempayan,
drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot
tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain.
2) Kadang-kadang juga di pelepah daun, lobang pohon, lobang pagar pipa/bambu,
lobang pipa tiang bendera, dan genangan air di talang atap rumah dan lain-lain.
3) Biasanya menggigit pada siang hari.
4) Nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk mematangkan telurnya agar
dapat meneruskan keturunannya.
5) Kemampuan terbangnya 100 meter.
b. Daur hidup:
1) Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biakannya.
2) Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik,kemudian berkembang menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (perkembang-biakan dari telur-jentik-
kepompong-nyamuk membutuhkan waktu 7-10 hari).
3) Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (yang betina) akan menggigit
(mengisap darah) manusia dan siap untuk melakukan perkawinan dengan nyamuk
jantan.
4) Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat sambil menunggu proses
pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah tumbuh-tumbuhan
atau benda tergantung di tempat yang gelap dan lembab, berdekatan dengan
tempat perkembang biakannya.
5) Siklus mengisap darah dan bertelur ini berulang setiap 3-4 hari.
6) Bila mengisap darah seorang penderita demam berdarah dengue atau carrier,
maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus itu.
7) Umur nyamuk betina rata-rata 2-3 bulan.
157
BAB VI
UPAYA PEMBERANTASAN

Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara tepat
guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi : (1) pencegahan, (2)
penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3) penyelidikan epidemiologi dan pengamatan
penyakit demam berdarah dengue, (4) penanggulangan seperlunya, (5) penanggulangan
lain dan (6) penyuluhan.

1. PENCEGAHAN
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan Tempat umum dengan
melakukan Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi:
a. menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, atau
menutupnya rapat-rapat.
b. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air
c. Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi)
d. Memelihara ikan
e. Cara-cara lain membasmi jentik.

2. PENEMUAN, PERTOLONGAN DAN PELAPORAN


Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah dengue
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara sbb:
a. Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah dengue
memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres dingin dan dan
obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan dianjurkan segera
memeriksakan kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan.
b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan
pengobatan/perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan wajib melaporkan
kepada puskesmas.
c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa melalui
kader, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang mengetahui
adanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada Puskesmas atau
melalui lurah/kepala desa.
e. Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada
puskesmas.
f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan epidemiologi dan
pengamatan penyakit.

3. PENGAMATAN PENYAKIT DAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI


a. pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan atau menerima
laporan penderita tersangka untuk:
1) Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur sehingga
kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin
2) Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue.

158
b. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu oleh
masyarakat, untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan langkah-langkah
untuk membatasi penyebaran penyakit sebagai berikut:
1) Petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi.
2) Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya membantu kelancaran
pelaksanaan penyelidikan.
3) Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Dusun, LKMD, membantu
petugas kesehatan dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka dan
mendampingi petugas kesehatan dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi.
c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan adanya kejadian
luar biasa kepada Camat dan Dinas Kesehatan Dati II, disertai rencana
penanggulangan seperlunya.

4. PENANGGULANGAN SEPERLUNYA
a. Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh
masyarakat untuk membatasi penyebaran penyakit.
b. Jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan hasil penyelidikan epidemiologi
sebagai berikut:
1) Bila:
- ditemukan penderita/tersangka demam berdarah dengue lainnya
atau
- ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan
jentik dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus interval 1 minggu) disertai
penyuluhan di rumah penderita/tersangka dan sekitarnya dalam radius 200
meter dan sekolah yang bersangkutan bila penderita/tersangka adalah anak
sekolah.
2) Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan insektisida
(2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di seluruh wilayah yang
terjangkit.
3) Bila tidak ditemukan keadaan seperti di atas, dilakukan penyuluhan di
4) RW/Dusun yang bersangkutan.

c. Langkah Kegiatan
1) Pertemuan untuk musyawarah masyarakat desa dan RW/Lingkungan/ Dusun
2) Penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih
3) Pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/lingkungan/Dusun.

BAB VIII
PEMBINAAN PELAKSANAAN

Untuk membina pelaksanaan upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue,


dibentuk Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit demam Berdarah Dengue
(POKJANAL DBD) di setiap tingkatan administrasi pemerintahan.
POKJANAL DBD merupakan forum koordinasi pembinaan pelaksanaan pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue.
1. Susunan Oeganisasi Pokjanal DBD.

159
a. POKJANAL DBd tingkat Kecamatan, tingkat dati II dan tingkat Dati I, masing-masing
dibentuk oleh Camat, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tk II, Gubernur Kepala
daerah TK I, dan merupakan forum koordinasi dalam wadah Tim Pembina LKMD.
Anggotanya terdiri dari unsur instansi dan lembaga terkait dalam pembinaan
pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue termasuk Tim
Penggerak PKK Pusat, tingkat 1, tingkat II dan PKK Tingkat Kecamatan.
b. POKJANAL DBD Tingkat Pusat dibentuk oleh menteri Kesehatan, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Departemen Penerangan,
Departemen Agama, Departemen Keuangan, Bappenas, Departemen Sosial, Tim
Penggerak PKK Pusat dan instansi lain terkait.

2. Penggorganisasian POKJANAL DBD di setiap tingkatan administrasi pemerintahan


sebagai berikut:
a. Ketua
b. Wakil Ketua Bidang Teknis
c. Wakil Ketua bidang Bina program
d. Sekretaris
e. Anggota.

3. Tugas dan Fungsi


POKJANAL DBD mempunyai tugas:
a. Menyiapkan data dan informasi tentang keadaan dan perkembangan Pokja
DBD/POKJANAL DBD, cakupan program serta pencapaian hasil kegiatan.
b. Menganalisa masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi Pokja DBD/POKJANAL DBD.
c. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap pemecahan masalah.
d. Melakukan pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program.
e. Menginformasikan masalah yang dihadapi berdasarkan butir d. Tersebut diatas
kepada instansi/lembaga yang bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah.
f. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada Kepala wilayah/Daerah pada
tingkat pemerintahan yang sama dan kepada POKJANAL DBD pada tingkat
pemerintahan yang setingkat lebih tinggi sekurang-kurangnya setiap 3 bulan.

4. Tata hubungan kerja


a. Pokjanal DBD untuk dan atas nama Tim Pembina LKMD memberikan bimbingan dan
petunjuk teknis kepada tim Pembina LKMD yang lebih rendah, sesuai dengan bidang
dan tugasnya.
b. POKJANAL DBD menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada Ketua Harian Tim
Pembina LKMD pada tingkat pemerintahan yang sama.
c. POKJANAL DBD dapat melakukan hubungan kerja dengan Dinas/Instansi dan
Lembaga Swadaya Masyarakat atau lembaga lain dengan sepengetahuan ketua
Harian tim pembina LKMD, sesuai dengan bidang tugasnya.
d. POKJANAL DBD Tingkat Kecamatan dalam melaksanakan kegiatannya
menggunakan sistem UDKP untuk memadukan perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian serta tindak lanjut pembangunan masyarakat desa yang menyeluruh dan
terpadu pada tingkat kecamatan.

160
e. Mekanisme kerja POKJANAL DBD dilaksanakan melalui pendekatan fungsional yaitu
dengan memperhatikan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing instansi dalam semangat kebersamaan dan keterpaduan.
f. Hubungan kerja POKJANAL DBD dengan POKJANAL lain yang ada pada tingkat
pemerintahan yang sama, berdasarkan koordinasi dan konsultasi.

5. Langkah Kegiatan
a. Analisa situasi penyakit demam berdarah dengue termasuk keadaan nyamuk (jentik)
penular demam berdarah dengue.
b. Stratifikasi desa rawan berdasarkan besarnya masalah penyakit demam berdarah
dengue
c. Penentuan desa rawan yang diprioritaskan sebagai sasaran program.
d. Menyusun rencana kegiatan pemberantasan yang ditetapkan dan disetujui oleh
Kepala Wilayah/Daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing tingkatan
pemerintahan
f. Pemantauan dan evaluasi serta pelaporan
g. Pembinaan dan tindak lanjut.

6. Dalam hal terjadi Kejadian Luar Biasa/Wabah penyakit DBD , kepalaWilayah/Daerah


dapat membentuk Tim gerak cepat yang anggotanya terdiri dari anggota POKJANAL,
unsur keamanan, dan unsur lain yang terkait.

BAB IX
PEMBIAYAAN

Biaya yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dengue


dibebankan kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I,
APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah.

BAB X
PENGHARGAAN

Terhadap kelompok atau perorangan yang berhasil melakukan upaya pemberantasan


penyakit demam berdarah dengue dapat diberikan penghargaan oleh Kepala
wilayah/Daerah atas usulan POKJANAL DBD setempat.

Ditetapkan di: JAKARTA


Pada tanggal : 27 Juli 1992

MENTERI KESEHATAN RI.

Dr, ADHYATMA. MPH.

161
Lampiran 3

MATERI 1
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO.4 TAHUN 1984
TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa terwjudnya tingkat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi rakyat


Indonesia merupakan salah satu bagian dari tujuan pembangunan
nasional
b. Bahwa perkembangan teknologi ilmu pengetahuan, dan lalulintas
internasional, serta perubahan pada penyakit termasuk pola penyakit
termasuk pola penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan
membahayakan kesehatan masyarakat serta dapatmenghambat
pelaksanaan pembangunan nasional.
c. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Undang-Undang
Nomor 6 tahun 1962 tentang Wabah yang diubah dengan Undang-
Undang nomor 7 Tahun 1978 tentang perubahan Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 6 tahun 1962 tentang Wabah, tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan oleh karenanya perlu ditetapkan kembali ketentuan-
ketentuan mengenai wabah dalam suatu Undang-Undang.

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat nomor II/MPR/1983
tentang Garis-Garis Besar haluan Negara;
3. Undang-undang nomor 9 Tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan
(lembaran negara tahun 1960 nomor 131, Tambahan lembaran negara
nomor 2068)
4. Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 no.38.
Tambahan lembaran Negara Nomor 3037).
5. Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa
(lembaran Negara tahun 1979 nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
nomor 3135);
6. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan
pokok pengelolaan lingkungan hidup (lembaran Negara Tahun 1982
nomor 12, tambahan lembaran negara nomor 3215)
Dengan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

MEMUTUSKAN

Dengan mencabut undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah (lembaran negara
tahun 1962 nomor 12. tambahan lembaran negara nomor 2390) dan Undang-undang nomor
7 tahun 1968 tentang perubahan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1962 tentang
Wabah ( lembaran negara Tahun 1968 Nomor 38. tambahan lembaran negara nomor 2855).
Menetapkan : Undang-undang tentang wabah penyakit menular

162
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

a. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah


b. kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
c. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda yang
mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat menimbulkan wabah
d. Kepala unit Kesehatan adalah Kepala Perangkat Pelayanan Kesehatan Pemerintah
e. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2
Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi penduduk dari malapetaka
yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat.

BAB III
JENIS PENYAKIT YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH

Pasal 3
Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah termasuk
Demam Berdarah Dengue

BAB IV
DAERAH WABAH

Pasal 4
(1) Menteri menetapkan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang yang terjangkit
wabah sebagai daerah wabah
(2) Menteri mencabut penetapan daerah wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah.

BAB V
UPAYA PENANGGULANGAN

Pasal 5
(1) Upaya penanggulangan wabah meliputi:
a. Penyelidikan epidemiologis:

163
b. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan
karatina:
c. Pencegahan dan pengebalan
d. Pemusnahan penyebab penyakit
e. Penanganan jenasah akibat wabah
f. Penyuluhan kepada masyarakat
g. Upaya penanggulangan lainnya

(2) Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan ketentuan ayat (10 dan ayat (2) diatur dengan Peraturan pemerintahan.

Pasal 6

(1) Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1)
dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif
(2) Tata cara dan syarat-syarat perans serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 7
Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit dan dapat menimbulkan
wabah diatur dengan peraturan pemerintah.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 8
(1) Kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan oleh upaya
penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dapat diberikan
ganti rugi
(2) Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (10 diatur
dengan peraturan pemerintah.

Pasal 9

(1) Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko
yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya.
(2) Pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.

Pasal 10
Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan wabahn
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1)

Pasal 11
(1) Barang siapa yang mempunyai tanggung jawab dalam lingkungan tertentu yang
mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit sebagaimana

164
dimaksud dalam pasal 3. wajib melaporkan kepada kepala desa atau lurah dan atau
kepala unit kesehatan tedekat dalam waktu secepatnya.
(2) Kepala unit Kesehatan dan/atau Kepala desa atau lurah setempat sebagaimana
dimasuk dalam ayat (1) masing-masing segera melaporkan kepada atasan langsung
dan instansi lain yang bersangkutan.
(3) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
serta tata cara penyampaian laporan adanya penyakit yang dapat menimbulkan wabah
bagi nakoda kendaraan air dan udara, diatur dengan dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 12
(1) Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah di
wilayahnya atau adanya tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan
wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya.
(2) Tata cara penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
peraturan perundangan-undangan.

Pasal 13

Barang siapa mengelola bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit dan dapat
menimbulkan wabah. Wajib mematuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 14
(1) Barang siapa yang sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah
sebagaima diatur dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-
lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1000.000,- (satu juta
rupiah)
(2) Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar bahan-bahan
bagaimana di atur dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-
lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya
(3) Tindak Pidana sebagai dimaksud dalam dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan
tindak pidana sebagaima dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.

Pasal 15
(1) Barang siapa dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan sebagaimana
diatur dalan undang-undang ini sehingga dapat menimbulkan wabah, diancam dengan
pidana penjara selama-lamanya 10 ( sepuluh) tahun dan /atau denda stinggi-tinginya
Rp. 10.000.000 ( sepuluh juta rupiah)
(2) Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar bahan-bahan
bagaimana diatur dalam undang-undang ini sehingga dapat menimbulkan wabah,
diancam dan/ atau denda setingi-tingginya Rp.10.000.000 ( sepuluh juta rupiah)

165
Lampiran Materi Inti 3 : Surveilans dan Pengendalian Vektor

PANDUAN PENUGASAN
SURVEILAN DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD

Penugasan :

A. Surveilan Vektor DBD

1. Sebagai tenaga program DBD di Propinsi, Kab/Kota dan Puskesmas, anda diminta
mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei vektor
2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5
orang.
3. Fasilitator membagikan alat dan bahan penugasan kepada masing-masing kelompok.
4. Tiap kelompok menyusun rencana kegiatan surveilan DBD (sampel ditentukan
secara acak/sistematic random sampling).
5. Kemudian tiap kelompok mempresentasikan hasil kegiatan tersebut.

B. Praktik Laboratorium/Kelas

1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5


orang.
2. Fasilitator membagikan alat dan bahan untuk identifikasi jentik dan nyamuk dewasa
kepada masing-masing kelompok.
3. Fasilitator mencontohkan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound.
4. Peserta melakukan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound
seperti yang dicontohkan oleh fasilitator.
5. Fasilitator mencontohkan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan
mikroskop stereo.
6. Peserta melakukan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan mikroskop
stereo seperti yang dicontohkan oleh fasilitator.
7. Peserta mengidentifikasi jentik dan nyamuk secara mikroskopis! (spesimen dan
mikroskop disediakan oleh fasilitator)

166
KARTU JENTIK RUMAH / BANGUNAN*

Nama KK/Pengelola Bangunan/Instansi : ...........................................................


Alamat : ......................................................................................
Desa/Kelurahan : .......................................................................................
Kecamatan : .......................................................................................
Kabupaten/Kota : .......................................................................................

Hasil pemeriksan jentik nyamuk penular DBD (+) / (-)


Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Bulan
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

*Gantungkan pada meteran listrik rumah/bangunan

Petugas pemeriksa jentik

(.......................................................)

167
FORMULIR JPJ-1

HASIL PEMERIKSAAN JENTIK


RT/RW : .
DESA/KELURAHAN : .
KECAMATAN : .......................
KABUPATEN/KOTA : .........................................................

Nama KK/ Alamat Jentik


No Keterangan
Jenis/Nama TTU (RT/RW) (+) ()

Petugas Pemeriksa Jentik

(.......................................................)

168
FORMULIR PJB-1

REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK


KECAMATAN/WILAYAH KERJA PUSKESMAS :
KABUPATEN/KOTA : ...............................................................................................

Tanggal Jumlah Jumlah ABJ*


Desa/Kelurahan
No pemeriksaan rumah/bangunan rumah/bangunan desa/
yang diperiksa
jentik yang diperiksa yang positif jentik kel. (%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.

Kepala Puskesmas,

(.........................................)

169
FORMULIR PJB-2

REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK


PER KECAMATAN & KELURAHAN

KABUPATEN/KOTA : .................................................................................

HI, CI,
Tanggal Kecamatan & Jumlah Jumlah BI, ABJ*
No pemeriksaan Kelurahan yang rumah/bangunan rumah/bangunan desa/
jentik diperiksa yang diperiksa yang positif jentik kel.
(%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.

Kepala ...........................

(.......................................................)

170
FORMULIR PJB 3

REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK PER KABUPATEN

PROPINSI : ..........................................................................................

HI, CI, BI,


Tanggal Kabupaten& Jumlah Jumlah
ABJ*
No pemeriksaan Kecamatan yang rumah/bangunan rumah/bangunan
desa/ kel.
jentik diperiksa yang diperiksa yang positif jentik
(%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.
* HI
* CI
* BI

Kepala ......

(.......................................................)

171
Lampiran Materi 4. Tata Laksana
Lampiran 1
Form-So
FORMULIR RUJUKAN PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Kepada yth,
Kepala RS./ Puskesmas Rawat Inap......................................................
di-
........................................................

Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat pasien:


Nama : ........................ L/P Umur.......th.......bln.....................

Nama Kepala Keluarga : ....................................................................................


Alamat Rumah : Jln ......................................... No ..............................
Rw. ............................... Rt. ......................................
Kelurahan : ............................... Kecamatan.................................
Tanggal mulai sakit : Tgl/bl/th:
Tanggal masuk RS/puskesmas : Tgl/bl/th: Jam ..........................
Tgl. Meninggalkan RS/puskesmas : Tgl/bl/th:

No. HASIL PEMERIKSAAN KLINIS** ADA TIDAK


1. Demam ...................... ......................
2. Perdarahan. temasuk uji Tourniquet positif ...................... ......................
3. Pembesaran hati ...................... ......................
4. Syok ...................... ......................
PEMERIKSAAN LABORATORIUM*** HASIL PEMERIKSAAN
I II
Tanggal: ......................................... ...................... ......................
Jam: .................. ...................... ......................
5. Hb ...................... ......................
6. Hematokrit ...................... ......................
7. Trombosit (jumlah per l) ...................... ......................
PENGOBATAN YANG DIBERIKAN:
1....................... 3........................
2....................... 4........................
*)
- Diinfus/tidak , tangggal ........................................... Jam ....................

DIAGNOSIS KLINIS:
****)
-DD/DBD/SSD/EDS

.........................................., 20...........

( ............................................. )

*) Coret yang tidak perlu


**) Beri tanda X untuk hasil pemeriksaan klinis
***) Diisi nilainya
****) DD = demam dengue, DBD = demam berdarah dengue, SSD = sindrom syok dengue, EDS =
expanded dengue syndrome

172
Lampiran 2
Form KD/RS-DBD
PEMBERITAHUAN PENDERITA INFEKSI DENGUE
(Dikirimkan dalam 24 jam setelah diagnosis awal ditegakkan)
RS/PUSKESMAS*) :

KAB/KOTA*) : ............ PROVINSI :. ..............................

Kepada Yth
Dinas Kesehatan Kab/Kota ........
di ..............................................

Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat seorang pasien.
No. Rekam Medik : ................................................................................
Nama : ......
Umur : tahun
Jenis Kelamin : L/P*)
Nama orang tua/KK : .......
Alamat rumah : Jl..No.telp/HP:..
RTRW/RK................
Kelurahan/Desa :.Kecamatan :..
Tanggal mulai sakit : ..20............
Tanggal mulai dirawat/diagnosis dibuat : ..20............

KEADAAN PENDERITA SAAT INI: HIDUP/MENINGGAL*)

DIAGNOSIS AWAL**): HASIL PEMERIKSAAN LAB


Suspek Infeksi Dengue
DD (Demam Dengue) - Jumlah Trombosit tertinggi
DBD (Demam Berdarah Dengue)
SSD (Sindrom Syok Dengue) - Nilai Hematokrit terendah

DIAGNOSIS AKHIR **): Tanggal:............ HASIL PEMERIKSAAN LAB


Suspek Infeksi Dengue
DD (Demam Dengue) - Jumlah Trombosit terendah
DBD (Demam Berdarah Dengue)
SSD (Sindrom Syok Dengue) - Nilai Hematokrit tertinggi
Lainnya:.......................................

KEADAAN PENDERITA SAAT PULANG: HIDUP/MENINGGAL*)


...,Thn......
DIREKTUR/KEPALA ....

(______________________________)
Tembusan :
Kepada Yth : Kepala Puskesmas ________________________
*) : Lingkari yang dipilih
**) : Bubuhkan tanda check ( ) pada box
**) : Bubuhkan tanda Check () pada box.

Lembar 1 : Untuk Dinas Kesehatan Kab/Kota


Lembar 2 : Untuk Keluarga Penderita agar disampaikan ke Puskesmas di daerah tempat
tinggalnya
L b 3 U t k A i RS/P k
173
174
STUDI KASUS MATERI INTI 5

Studi Kasus 1

1. Jelaskan diagnosis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue? Bagaimana


membedakannya?
2. Bagaimana pertolongan pertama yang Saudara berikan jika anak Saudara menunjukkan
gejala-gejala klinis Demam berdarah?
3. Seandainya Saudara adalah seorang dokter di Puskesmas X, Saudara hendak merujuk
seorang penderita DBD ke sebuah Rumah Sakit, maka hal-hal apakah yang perlu
Saudara perhatikan?

Studi Kasus 2

Sepasang suami istri membawa seorang anak laki-lakinya yang berusia 6 tahun ke ruang
UGD RSUD di Kota A pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB, setelah diperiksa
oleh dokter diperoleh data berikut:

Anamnesa
- Seorang anak laki-laki, umur 6 tahun, berat badan 16 kg, datang dengan keluhan badan
panas sejak 3 hari sebelum masuk RS.
- Badan panas tinggi mendadak, terus menerus, tidak menggigil, tidak ada keringat malam
dan tidak kejang, dan kepala terasa nyeri.
- Pasien juga mengeluh perut terasa sakit menyeluruh, tanpa disertai mual dan muntah,
nafsu makan menurun dan badan terasa lemas disertai dengan terlihatnya bintik bintik
merah pada kulit tangan dan kaki pasien.

Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100 / 70 mmHg
- Nadi : 130 x / menit, reguler, teraba kuat dan cepat
- Suhu : 38,10 C
- Respirasi : 38 x / menit
- Konjungtiva : Hiperemis
- Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor tidak hiperemis,
perdarahan gusi (-)
- Abdomen : Nyeri tekan epigastrium dan hipogastrium
Hepar teraba 2/4 x 1/4, konsistensi lunak, permukaan rata, tepi sulit dinilai Nyeri ketok (+)
- Ekstremitas : * Superior : Akral teraba hangat, Uji tourniket/ rumple leed (+)
* Inferior : Akral teraba hangat, refleks patologik (-)

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 Oktober 2011 pukul 20.30 WIB


Darah
- Hb : 14,8 gr %
- Ht : 46 vol %
- LED : 9 mm/Jam
- Leukosit : 6200/mm
- Hitung jenis : 0/0/2/72/23/3
- Trombosit : 120.000 / mm

175
Pertanyaan:

Jika seandainya Saudara adalah dokter yang merawat pasien tersebut:

1. Menurut Saudara, apakah diagnosis kerja pasien tersebut? Jelaskan alasannya!


2. Bagaimana terapi yang Saudara berikan?
3. Sebutkan diagnosis banding apa saja yang mungkin untuk kasus tersebut diatas?
4. Pemeriksaan lanjutan apa saja yang akan Saudara anjurkan terhadap pasien tersebut?
5. Saran atau pesan apa yang akan Saudara sampaikan kepada orang tua pasien
tersebut?

Studi Kasus 3

1. Pelatih meminta peserta memperagakan cara melakukan uji bendung (uji tourniket)
2. Pelatih dapat merancang studi kasus tambahan lainya sesuai kebutuhan pelatihan dan
target peserta latih pada saat pelatihan!

176
Lampiran Materi Inti 5 : Penyelidikan Epidemiologi, PF, Dan Penanggulangan KLB
Lampiran 1

(Formulir PE)

FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)

Nama penderita : .............


Nama KK : .............
Alamat : .............
................T : .... RW : ............
Kelurahan/Desa : ............
Kecamatan : ............

Pemeriksaan Penderita Panas/tersangka DBD*


Bintik Kesimpulan
Nama perdarahan/ Pemeriksaan
No. Nama Uji
KK Umur Tanda Jentik (+/-)
Penderita Tourniquet Pend.
perdarahan Tersangka
Panas
lain

Jumlah

*) Termasuk yang menderita panas 1 minggu yang lalu


**) Bila ada penderita DBD yang lain,

Kesimpulan:
- Perlu pengasapan (fogging)
Ya ** Tidak

**) Ya : Jika ada penderita DBD lainnya atau


Ada tersangka DBD ( 3 tersangka), dan ada jentik (5%)

Tanggal ................................. 20 .....


Mengetahui
Kepala Puskesmas, Petugas pelaksana

(..............................................) (..............................................)

177
Lampiran 2
PUSKESMAS .
DINAS KESEHATAN KEBAPATEN/KOTA*) ..
., ..20..

Nomor : .
Lapiran : Hasil Penyelidikan Epidemiologis DBD

Kepada
Yth : Lurah/Kades ...............................
di-
Tempat

Dengan hormat,
Bersama ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan kami di lokasi
penderita dan bangunan di sekitar tempat tinggal penderita DBD:
Nama Penderita: .
Umur : .....
Nama KK : .
Alamat : .
RT : . RW : . Kel/Desa : .......

dapat disimpulkan bahwa terdapat/tidak terdapat*) tanda-tanda penularan demam berdarah


di wilayah tersebut. Oleh karena itu di wilayah RW Kel/Desa . akan
dilakukan:

Penyuluhan kepada masyarakat.


Penggerakan masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN DBD)
Laravasidasi
Penyemprotan Insektisida, akan kami lakukan pada tgl
..........................

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, mohon kepada warga masyarakat setempat
diminta untuk berperan serta dan membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan tersebut.
Atas perhatian dan bantuan nya kami ucapkan terimakasih.

Keterangan : KEPALA PUSKESMAS


*)
Coret yang tidak perlu

Beritanda V untuk kegiatan (.....................................................)


yang akan dilakukan NIP.

Tembusan Kepada Yth.


Camat ........................
178
Lampiran 3

PUSKESMAS .
DINAS KESEHATAN KABUPATEN /KOTA*)

..,.. 20

Nomor :
Lampiran : Hasil Pelaksanaan Penanggulangan DBD

BERITA ACARA

Dengan hormat,

Bersama ini kami sampaikan hasil pelaksanaan penanggulangan penyakit DBD di


wilayah RW .... Kel/desa . Yang berupa kegiatan:

Penyuluhan tgl ..................


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN DBD) tgl ..................
Larvasidasi tgl ..................
Penyemprotan Insektisida dilaksanakan tgl ..................

Demikian, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Mengetahui,
Kepala Desa ....... Kepala Puskesmas .......

(......................................) ( .)
NIP.

Tembusan Kepada Yth.


Camat

Beri tanda V pada kotak untuk kegiatan yang dilaksanakan

179
Lampiran 4

(Form: P-DBD)

DATA TRIWULAN P2 DEMAM BERDARAH DENGUE

Puskesmas : ........................................
Kab/Kota : .........................................
Propinsi : .........................................
Triwulan : .........................................
Kab/Kota Fogging Larvasidasi
PJB Angka Bebas Jentik
Kecamatan/ Massal Selektif
Puskesmas/
No Kel/ Kel/ Kel/ RS/ TTU**)
Kelurahan/ Rumah Rumah Rumah Rumah Sekolah
Desa Desa Desa Pusk. Lain
Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

JUMLAH

*) Coret yang tidak perlu


**) Sebutkan jenis tempat umumnya
Keadaan
Stok Bahan Jumlah Alat Jumlah Baik Rusak
Insektisida
Larvasida Mesin Fog
RDT DBD Mesin ULV besar
Filter Paper Mesin ULV portable
Dengue Blot Kit
Leaflet
Slide DBD
Radio Spot
Film DBD
JUMLAH JUMLAH
...................., tgl. .................
.............................................

(.................................................)
NIP.

180
Lampiran Materi Inti 6 : Pengoperasian Alat Dan Bahan Pengendalian Vektor

PANDUAN PRAKTIKUM
PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR

1. Praktik pengendalian vektor dengan menggunakan mesin fog


a) Pengertian
Pengendalian vektor menggunakan mesin fog adalah metode penyemprotan
udara berbentuk asap (pengasapan/fogging) yang dilakukan untuk
mencegah/mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di rumah
penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya serta tempat-tempat umum (TTU)
misalnya sekolah, kantor dll, yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan
penyakit DBD.

b) Persiapan
1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan
jumlah rumah.
2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada RT,
RW atau Lurah tentang akan dilakukannya fogging diwilayahnya.
3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah rumah atau areal yang akan di
fogging, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, dan Petugas Fogging .
4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan, jerigen dll.
5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll.
6) Siapkan insektisida, bahan pelarut (solar) dan bahan bakar.

c) Pelaksanaan
1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan fogging.
2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan fogging agar tercapai target yang
direncanakan.
3) Petugas fogging melakukan fogging sesuai dengan petunjuk dari kepala regu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging :

Fogging dilakukan diseluruh area yang direncanakan, dimulai dari ujung arah
angin.
Fogging dimulai dari dalam rumah yang paling belakang, keluar melalui pintu
depan kemudian luar rumah dimulai dari ujung arah angin.
Untuk rumah tingkat dimulai dari lantai atas terus kebawah.

2. Praktik Pengendalian Vektor dengan Menggunakan Mesin ULV


a) Pengertian
Pengendalian vektor menggunakan mesin ULV adalah metode
penyemprotan udara (aerial spraying) berbentuk kabut dengan volume yang sangat
kecil (ultra low volume) dan dilakukan di area yang cukup luas misalnya se RW, se
Kelurahan, se kecamatan atau bahkan seluruh wilayah kota yang sedang terjangkit
penyakit DBD.

181
b) Persiapan
1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan
jalan yang dapat dilalui mobil pengangkut ULV.
2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada
RW atau Lurah tentang akan dilakukannya penyemprotan diwilayahnya.
3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah mesin ULV dan areal yang akan
disemprot, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, Pengemudi, Operator dan
Teknisi.
4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan pengangkut ULV, sepeda motor,
jerigen dll.
5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll.
6) Siapkan insektisida dan bahan bakar.

c) Pelaksanaan
1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan penyemprotan.
2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan penyemprotan agar tercapai target yang
direncanakan.
3) Pengemudi menjalankan kendaraan pengangkut ULV sesuai dengan petunjuk
kepala regu dengan kecepatan 5 Km per jam.
4) Operator mengoperasikan mesin ULV dari atas kendaraan.
5) Teknisi membantu operator dan mengatasi gangguan/kerusakan mesin di
lapangan.

Penyemprotan dilakukan diseluruh area yang direncanakan, dimulai dari ujung arah
angin.
Penyemprotan dilakukan pada pagi dan sore hari pada keadaan suhu dan kecepatan
angin rendah.

182
Lampiran

Perhitungan
Kebutuhan tenaga & bahan insektisida dalam pengendalian vektor P2DBD

1. Kebutuhan tenaga yang diperlukan, berdasarkan luas wilayah (jumlah rumah/ bangunan
yang akan diliput) dan jumlah alat semprot yang tersedia.
a. Supervisor : 1 orang
b. Regu fogging fokus : 11 orang per 5 mesin fog, yaitu:
- 1 orang kepala regu
- 5 orang penyemprot dan
- 5 orang pembantu penyemprot
c. Tim ULV : 4 orang per 1 mesin ULV, yaitu:
- 1 orang ketua tim
- 1 orang operator
- 1 orang teknisi
- 1 orang pengemudi

2. Kebutuhan alat bantu operasional.


a. Tiap regu fogging membutuhkan:
- 1 buah kendaraan roda 4 untuk mengangkut petugas, alat/bahan ke lokasi operasi
(kendaraan ini dapat digunakan regu fogging lain secara bergiliran).
- 1 buah megaphone (yang akan digunakan oleh kepala regu fogging untuk
menyampai-kan pesan-pesan kepada ke masyarakat.
b. Tiap tim ULV membutuhkan:
- 1 buah kendaraan roda 4 pengangkut mesin ULV.
- 1 buah kendaraan roda 2 untuk ketua tim.
- 1 buah megaphone (yang akan digunakan oleh kepala regu fogging untuk
menyampai-kan pesan-pesan kepada ke masyarakat.

3. Menyiapkan perlengkapan petugas.


Setiap petugas (baik regu fogging maupun tim ULV) dilengkapi 1 set perlengkapan
operasional:
a. 1 stel pakaian lapangan (dengan baju lengan panjang).
b. 1 buah masker pelindung.
c. 1 buah topi lapangan.
d. 1 pasang sarung tangan.
e. 1 pasang sepatu lapangan.

4. Kebutuhan insektisida untuk fogging (2 siklus) :


Insektisida:
(1) Golongan Organofosfat :
Malathion 95% : 1 Liter per Ha
Metil pirimifos 500 gr/l : 400 ml per Ha

(2) Golongan SintetikPiretroid :


Cypermethrine 25 gr/l : 800 ml per Ha
Alpamethrine 30 gr/l : 200 ml per Ha
Lamda sihalothrine 25 gr/l : 150 ml per Ha
Permethrine 97,5 g/l + S-Bioaletrin 15 g/l : 200 ml per Ha

183
Bahan pelarut/bahan bakar mesin dan kendaraan:
Solar (pelarut insektisida) : 20 liter per Ha 2 siklus
Premium mesin fog : 6 liter per Ha 2 siklus
Premium mesin ULV : 10 liter per mesin per hari
Premium kendaraan roda 4 : 20 liter per kendaraan per hari
Premium kendaraan roda 2 : 2 liter per kendaraan per hari
Mesin Fog dan ULV
Kebutuhan mesin fog:
Tiap Puskemas : 4 unit
Tiap Kab/Kota :10 unit
Mesin ULV (insektisida digunakan tanpa bahan pelarut/solar):
Tiap Kab/Kota :1 unit
Kebutuhan larvasidasi
Temephos 1% : 40 gram per rumah (1 siklus)
Metoprene 1,3% : 10 gram per rumah (1 siklus)
Piriproksifen 0,5% : 2 gram per rumah (1 siklus)

Bahan pembantu operasional:


a. Untuk tiap regu fogging dibutuhkan:
- 2 buah jerigen 20 liter untuk solar yang digunakan hari itu
- 2 buah jerigen 5 liter untuk cadangan premium
- 1 buah jerigen 2 liter untuk cadangan Malathion
- 8 buah battery untuk 2 unit mesin fog
- 2 buah corong besar bersaring
- 2 buah corong kecil bersaring
- 4 lembar kain lap/serbet
b. Untuk tiap tim ULV dibutuhkan:
- 1 buah jerigen 20 liter untuk cadangan Malathion
- 1 buah corong besar bersaring
- 4 lembar kain lap tangan/mesin

5. Menghitung kebutuhan biaya gaji upah petugas penyemprot (*)


Fogging
a. Petugas fogging = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus
b. Pembantu petugas fogging = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus
c. Kepala regu = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus
5 Ha

d. Pengemudi = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus

5 Ha

ULV = Luas sasaran (Ha) x 4 OH x 2 siklus

50 Ha

*) Unit cost (satuan harga) gaji upah setiap petugas disesuaikan dengan standar
masing-masing daerah.

184
Lampiran Materi 7 : Perencanaan dan Supervisi

Lampiran 1

Beberapa cara perhitungan kegiatan-kegiatan pengendalian DBD

1) Fogging fokus
Satuan biaya fogging fokus dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Fogging fokus


Fogging fokus dilakukan dalam radius 200 meter per fokus/siklus, jadi luas area fogging
fokus adalah mengikuti rumus luas lingkaran = r
Ket : = konstanta (3,14) , r= jari-jari lingkaran (radius)
Jadi 3,14 x (200) = 125.600 m = 12,56 Ha

(per fokus = 12,56 Ha)

Jumlah
Satuan
Uraian Volume Satuan Biaya
Harga (Rp)
(Rp)
Gaji Upah:
a. Upah penyemprot (15 OH x 2 Ki) 30 OH Rp. .. Rp. .
b. Kepala Regu (3 OH x 2 Ki) 6 OH Rp. .. Rp. .
c. Pengemudi (3 OH x 2 Ki) 6 OH Rp. .. Rp. .
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
a1. Solar : 0,5 lt x 628 rmh x 2 ki 628 Lt Rp. .. Rp. .
a2. Premium :
a2.1. Ms.fog :0,075 lt x 628 rmh x 2 ki 94 Lt Rp. .. Rp. .
a2.2. Kendaraan pengangkut :
20 lt x 2 ki 40 Lt Rp. .. Rp. .
b. Penyelidikan Epidemiologi 1 Pt Rp. .. Rp. .
Perjalanan
a. Penyelidikan Epidemiologi &Penyuluhan
(2 Or x 1 OH) 2 OH Rp. .. Rp. .
b. Pengawasan Teknis Operasional
b1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. .. Rp. .
b1. Petugas Kabupaten/Kota 2 OH Rp. .. Rp. .
TOTAL Rp.

Catatan: Perhitungan di atas dibuat dengan asumsi/perkiraan luas 1 rumah = 200 m


Sehingga per fokus = 628 rumah
Perhitungan tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah

185
2) Fogging massal
Satuan biaya fogging massal dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Fogging massal dengan mesin fog


(per 50 Ha atau 2500 rumah)

Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp) (Rp)
Gaji Upah:
a. Upah penyemprot (50 OH x 2 Ki) 50 OH Rp. .. Rp. .
b. Kepala Regu (10 OH x 2 Ki) 20 OH Rp. .. Rp. .
c. Pengemudi (10 OH x 2 Ki)
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
a1. Solar : 10 lt x 50 Ha x 2 ki 1.000 Lt Rp. .. Rp. .
a2. Premium :
a2.1. Ms.fog :1,5 lt x 50 Ha x 2 ki 150 Lt Rp. .. Rp. .
a2.2. Kendaraan pengangkut :
2 Lt x 50 Ha x 2 ki 200 Lt Rp. .. Rp. .
Perjalanan
a. Pengawasan Teknis Operasional
a1. Petugas Puskesmas 10 OH Rp. .. Rp. .
b1. Petugas Kabupaten/Kota 5 OH Rp. .. Rp. .
TOTAL Rp.

Kegiatan: Fogging massal dengan mesin ULV

(per 50 Ha atau 2500 rumah)

Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp) (Rp)
1. Gaji Upah:
- Upah Tim Penyemprot (4 OH x 2 Ki) 8 OH Rp. .. Rp. .
2. Bahan
Premium kendaraan pengangkut ULV
(2 x 20 Lt ) 40 Lt Rp. .. Rp. .
3. Perjalanan
a. Pengawasan Teknis Operasional
a1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. .. Rp. .
b1. Petugas Kabupaten/Kota 1 OH Rp. .. Rp. .
TOTAL Rp.

186
3) Larvasidasi rumah
Satuan biaya larvasidasi rumah dihitung sebagai berikut:
Kegiatan: Larvasidasi rumah
(per desa/kelurahan)
Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp.) (Rp)
Gaji Upah
a Larvasidasi
a1. Petugas : (3000/50 rm x 4 Ki) 240 OH Rp. .. Rp. .
a2. Kepala Regu : (3000/250 rm x 4 Ki) 48 OH Rp. .. Rp. .
b. Penyuluhan/Penggerakan PSN
(2 OH x 4 Ki) 8 OH Rp. .. Rp. .
Bahan
a. Bahan pembantu operasional
(3000/50 Rmh x 1 Pt) 60 PT Rp. .. Rp. .
Perjalanan :
a. Pengawasan Teknis Ops.
a1. Petugas Puskesmas 2 OH Rp. .. Rp. .
a2. Petugas Kabupaten 2 OH Rp. .. Rp. .
Lain-lain
a. Pengangkutan larvasida 25 Kg Rp. .. Rp. .
b. Pelatihan Petugas Larvasidasi
(50 Or x 1 Hr) 50 OH Rp. .. Rp. .
c. Penyelenggaraan PSN 1 PT Rp. .. Rp. .
Jumlah Desa Rp.

4) Larvasidasi sekolah
Satuan biaya larvasidasi sekolah dihitung sebagai berikut:
Kegiatan: Larvasidasi sekolah
(per 15 sekolah)

Satuan Jumlah
Uraian Harga Biaya
Volume Satuan (Rp)
(Rp)
Transport petugas pelaksana (Pusk.) 12 OH Rp. .. Rp. .
(15/5 sek x 4 ki)
Bahan
a. Perlengkapan Larvasidasi 1 PT Rp. . Rp. .

Perjalanan Pengawasan teknis Ops.Kab 2 OH Rp. . Rp. .


(1 hr x 1 or x 2 ki)
Jumlah Rp. .

187
5) Pemeriksaan jentik berkala (PJB)
Satuan biaya PJB dihitung sebagai berikut:
Kegiatan: PJB

(per 100 rmh sampel)

Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp) (Rp)
Gaji Upah
a. Petugas : 100/20 rmh x 4 kl 20 OH Rp. .. Rp. .
b. Kepala Regu : 100/100 rmh x 4 kl 4 OH Rp. .. Rp. .
Bahan
a. Bahan pembantu operasional 1 PT Rp. .. Rp. .
Perj. Pengawasan teknis Ops.Kab
a. Petugas Puskesmas : 1 or x 1 kl 1 OH Rp. .. Rp. .
b. Petugas Kabupaten : 1 or x 1 kl 1 OH Rp. .. Rp. .
Jumlah 1 Desa Rp. .. Rp. .

6) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)


Satuan biaya PSN dihitung sebagai berikut:
Kegiatan: PSN (Bulan Bakti Gerakan 3M)

(per Desa/Kelurahan)

Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp) (Rp)

a. Pertemuan Pokja Desa


(15 Or x 1 Hr x 1 Ki) 15 Ki Rp. .. Rp. .
b. Latihan Kader
(10 Or x 1 Hr x 1 Ki) 10 Ki Rp. .. Rp. .
c. Penyuluhan
(2 Or x 1 Hr x 4 Ki) 8 Ki Rp. .. Rp. .
d. Penggerakan Massa
(100 Or x 4 Ki) 400 Ki Rp. .. Rp. .
e. Operasional Kerjabakti (4 Ki) 4 Ki Rp. .. Rp. .
f. Pemeriksaan Jentik
(10 Or x 2 Hr x 4 Ki) 80 Ki Rp. .. Rp. .
g. Supervisi Puskesmas 16 Ki Rp. .. Rp. .
(2 Or x 2 Hr x 4 Ki)

Jumlah

188
7) Pemantauan jentik oleh Kader/Jumantik
Satuan biaya pemantauan jentik dihitung sebagai berikut:

Kegiatan: Pemantauan jentik oleh Kader/Jumantik


(per Desa/Kelurahan)
Satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Harga Biaya
(Rp) (Rp)
1. Transport
a. Jumantik
(10 Or x 20 Hr (25 rmh/hari) x 12 Tr 2.400 OT Rp. .. Rp. ....
b. Supervisor
(1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) 120 OT Rp. .. Rp. .
2. Bahan/Alat
a. Bahan pembantu operasional
a1. Senter 10 BH Rp. .. Rp. .
a2. Batu bateray 240 BH Rp. .. Rp. .
a3. Formulir Jumantik 1.800 Lb Rp. .. Rp. .
3. Pelatihan dan pertemuan
a. Latihan Jumantik dan Supervisor
(11 Or x 1 Hr x 1 Tr) 10 OT Rp. .. Rp. .
b. Transport pengajar/narasumber
(4 Or x 1 Hr x 1 Tr) 4 OT Rp. .. Rp. .
c. Pertemuan rutin dlm rangka pemantap 132 OT Rp. .. Rp. .
an/penyegaran Jumantik &Supervisor
(11 Or x 1 Hr x 12 Tr)
d. Transport pet. Puskesmas & Dinkes
Kab/Kota dlm rangka pertemuan rutin
c1. Puskesmas (1 Or x 1 Hr x 12 Tr) 12 OT Rp. .. Rp. .
c2. Kab/Kota (1 Or x 1 Hr x 12 Tr) 12 OT Rp. .. Rp. .
4. Pengawasan/pembinaan Jumantik dan
Supervisor Jumantik oleh pet. Puskes.
dan Kab/Kota
a. Pusk. (1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) 120 OT Rp. .. Rp. .
b. Kab. (1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) 120 OT Rp. .. Rp. .
Jumlah Rp. .

189
Lampiran 3

1. Latihan 1
Propinsi A memiliki satu kabupaten endemis yang mempunyai wilayah kerja 15
kecamatan dengan jumlah puskesmas sebanyak 20 puskesmas, 10 kecamatan
diantaranya merupakan daerah endemis DBD, 2 kecamatan sporadis dan 3 kecamatan
bebas/potensial DBD. Dari 10 kecamatan endemis tersebut, 25 Desa diantaranya
merupakan wilayah yang tinggi kasus DBDnya (>5 penderita per desa). Kader/Jumantik
yang telah dilatih di desa yang ada kasus DBDnya sebanyak 100 orang, Pokja DBD
telah terbentuk di setiap desa/kelurahan endemis. Berdasarkan data kasus DBD di
kabupaten :

- Tahun 2002 : 350 Kasus


- Tahun 2003 : 425 Kasus
- Tahun 2004 : 475 Kasus
- Tahun 2005 : 900 Kasus

1. Saudara adalah pengelola program di Dinas Kesehatan Provinsi, buatlah rencana


kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Saudara adalah pengelola program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, buatlah
rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Latihan 2
Kabupaten Saudara mendapat alokasi dana untuk kegiatan pengendalian DBD sebagai
berikut:

1. Penanggulangan fokus : 50 Fokus (4 kali)


2. Larvasidasi : 10 desa (30.000 rumah) setiap 3 bulan sekali
3. PJB : 10 Lokasi (tiap 3 bulan sekali)
4. Pertemuan POKJANAL : 4 Kali
5. Penggerakkan Masyarakat dalam PSN sepanjang tahun

Kepada Saudara sebagai pengelola program Kabupaten, diminta untuk membuat


Penyusunan Perencanaan Kegiatan (POA) termasuk jadwal masing-masing kegiatan
tersebut.

190
Lampiran Materi 8

Lampiran 1

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


TINGKAT PROVINSI

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kab./Kota terjangkit per tahun, Y T
sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus per bulan di Provinsi selama 5 Y T
tahun terakhir
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Provinsi
4 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota
5 Peta lokasi Kab/Kota endemis (tinggi, sedang, rendah) dan yang Y T
ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: Kab/Kota endemis, Kecamatan endemis dan jumlah Y T
Puskesmas, non endemis: seluruhnya dan yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada buku catatan kasus DBD per Kab./Kota? Y T
8 Apakah ada laporan kasus dari Kab./Kota lebih cepat melalui jalur lain Y T
di luar laporan K-DBD?
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Provinsi lain ?(cross notification) Y T
10 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai ..
dilaksanakan PE & Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Provinsi & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di Provinsi (stok dana)
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T
bagi Kab./Kotauntuk penanggulangan kasus (dan realisasinya)
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Provinsi & Kab/Kota Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

191
SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Kab./Kota yang melakukan PJB
2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
3 Apakah Kab./Kota menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
secara teratur/tersedia? Y T
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
5 Apakah sudah disusun rencana alokasi Kab./Kota yang akan Y T
melaksanakan survey? Y T
6 Apakah seluruh laporan hasilnya sudah diterima? Y T
7 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP Y T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 SK Gubernur tentang penetapan dan pencabutan status KLB Y T
2 Alokasi dana penanggulangan KLB Y T
3 Laporan penanggulangan dan Penyelidikan KLB Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD

1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Gubernur tentang PSN? Y T


2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA/POKJANAL DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Y T
Provinsi? Susunan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Gubernur/Sekda/ Y T
Karo Kesra
6 Apakah bebasnya jentik sudah masuk dalam Kriteria Lomba Desa Y T
/lomba lainnya?
7 Apakah penyuluhan melalui radio (spot) sudah dilakukan? Y T
8 Apakah penyuluhan melalui TV (pemutaran filler) sudah dilakukan? Y T
9 Apakah ada kegiatan penyuluhan lainnya, sebutkan Y T

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya Y T
2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR Y T
3 Laporan Pelatihan (TOT) program P2DBD Y T
4 Laporan Pelatihan (TOT) tatalaksana kasus Y T
5 Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Y T
6 Laporan Kab./Kota yang sudah disupervisi dan dilakukan bimbingan Y T
teknis perbaikan/pemeliharaan mesin fog/ULV ?
7 Apakah dalam melakukan supervisi menggunakan check list yang ada? Y T

192
CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD
TINGKAT KAB./KOTA

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit Y T
per tahun, sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk Kelurahan/Desa
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota
4 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus Y T
tahun ini dan tahun yang lalu untuk masing-masing Kecamatan
5 Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: Kecamatan endemis, dan jumlah Puskesmas,Kelurahan Y T
endemis,sporadis, potensial dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada buku catatan (rekapitulasi) kasus DBD per Kecamatan? Y T
8 Apakah ada laporan kasus lebih cepat melalui jalur lain di luar lap. KDRS? Y T
9 Apakah dilakukan pengambilan data kasus di RS oleh petugas Dinas Y T
Kesehatan Kab./Kota tiap 1 minggu sekali?
10 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Kab./Kota lain ?(cross notification) Y T
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai ..
dilaksanakan PE & Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan Kab./Kota & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di Kab./Kota
3 Laporan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan Y T
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Kab/Kota mesin fog, ULV, Y T
kendaraan dan bahan penyuluhan

SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Puskesmas/Kelurahan yang melakukan PJB sampel
2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU ..%
atau P-DBD)?

193
3 Apakah Puskesmas menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU Y T
atau P-DBD) secara teratur/tersedia?
4 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah) untuk masing-masing Kecamatan Y T
digabung dalam 1 lembar
5 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I) untuk masing-masing Y T
Kecamatan
6 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP Y T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


Apakah data berikut tersedia?
1 Alokasi dana penanggulangan KLB : Fogging massal, Larvasidasi Y T
massal dan PSN
2 Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu Y T
3 Laporan pelaksanaan Larvasidasi missal Y T
4 Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak Y T
5 SK Bupati/Walikota tentang penetapan dan pencabutan status KLB Y T
6 Laporan penanggulangan dan penyelidikan KLB Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Bupati/Walikota tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA/POKJANAL DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Y T
Kab./Kota? Susunan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Bupati/Walikota? Y T
6 Apakah bebasnya jentik sudah masuk dalam Kriteria Lomba Y T
Desa/lomba lainnya?
7 Apakah penyuluhan melalui radio (spot) sudah dilakukan? Y T
8 Apakah ada kegiatan penyuluhan lainnya, sebutkan Y T

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


1 Laporan Pelatihan program P2DBD Y T
2 Laporan Pelatihan ketrampilan petugas dalam tatalaksana kasus Y T
3 Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Y T
4 Laporan supervisi/ bimbingan teknis Y T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


TINGKAT PUSKESMAS

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Formulir So, K-DBD, W1, W2 Y T
194
6 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
7 Apakah tersedia alat-alat berikut:
a. Manset anak Y T
b. Mikroskop Y T
c. Hemometer Sahli Y T
d. Pipet Hb Y T
e. Pipet eritrosit Y T
f. Pipet leukosit Y T
g. Kamar hitung Trombosit Y T
h. Hemositometer Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit per Y T
tahun,sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk Kelurahan/Desa
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: Kelurahan endemis, Kelurahan sporadis, potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita Y T
(form KD-DBD)
8 Apakah ada umpan balik kasus DBD dari Kab./Kota? Y T
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas lain ? Y T
10 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan .. Hari
sampai dilaksanakan PE
11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE sampai dilaksanakan
Fogging Fokus .. Hari
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?

1 Daftar rencana kegiatan Puskesmas & jadual waktunya (dan realisasinya) Y T


2 Catatan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan Y T
3 Apakah semua penderita/tersangka DBD dilakukan PE? Y T
4 Apakah digunakan form PE? Y T
5 Apakah Puskesmas melakukan fogging? Y T
6 Apakah sebelum fogging fokus dilakukan PE? Y T
7 Apakah fogging fokus sesuai kriteria? Y T
8 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Puskesmas mesin fog, Y T
larvasida, dan bahan penyuluhan

SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveillans vektor (pemberantasan vektor dan Y T
Bulan Bakti gerakan 3M) dan telah dikirimkan ke Kab./Kota?
195
2 Apakah seluruh kelurahan dilakukan PJB? Y T
3 Siapa yang melaksanakan PJB? Y T
Petugas Puskesmas/Jumantik/Kader
4 Apakah form PJB/AS-1 masih digunakan oleh petugas? Y T
5 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
6 Bulan apa dilaksanakannya
Siklus I:
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:
7 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah untuk masing-masing Kelurahan) Y T
8 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I) Y T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


Apakah data berikut tersedia?

1 Rencana kelurahan yang dilakukan Fogging massal (tabel) Y T


2 Realisasi kelurahan yang dilakukan Fogging massal (tabel) Y T
3 Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu Y T
4 Laporan pelaksanaan Larvasidasi massal Y T
5 Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak Y T
PSN Kecamatan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? Y T
6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? Y T
7 Laporan hasil penyuluhan Y T
8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? Y T
/Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


Apakah data berikut tersedia?

1 Data Dokter Puskesmas yang sudah dilatih tatalaksana kasus DBD .. Org
2 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Org
Pertemuan
3 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit Y T
dan hematokrit
4 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) Y T
orang/RT

196
CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD
DI KKP

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program (pedoman) Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Formulir So, K-DBD, W1, W2 Y T
6 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
7 Apakah tersedia alat-alat berikut:
a. Manset anak Y T
b. Mikroskop
c. Blood Analyzer Y T
d. Hemometer Sahli Y T
e. Pipet Hb Y T
f. Pipet eritrosit Y T
g. Pipet leukosit Y T
h. Kamar hitung Trombosit Y T
i. Hemositometer Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?

1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah wilayah kerja terjangkit Y T


per tahun,sejak mulai ada DBD.
2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T
yang terakhir untuk wilayah kerja
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi wilayah kerja rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
6 Tabel daftar nama: wilayah kerja endemis, wilker sporadis, wilker potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita Y T
(form KD-DBD)
8 Apakah ada buku catatan kasus DBD per wilayah kerja? Y T
9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas/dinas kesehatan di wilyah Y T
kerja ?

10 Apakah ada kontak person dengan Dinas Kesehatan terkait? Y T


11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan .. Hari
sampai dilaksanakan PE
12 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE .. Hari
sampai dilaksanakan Fogging Fokus

197
PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?

1 Daftar rencana kegiatan KKP & jadwal waktunya (dan realisasinya) Y T


2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di KKP (stok dana) Y T
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T
bagi wilker untuk penanggulangan kasus (dan realisasinya) Y T
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di KKP dan Wilkernya Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan Y T

SURVEILLANS VEKTOR

1 Usulan rencana kegiatan surveilans vektor dari tiap tiap wilker Y T


2 Apakah seluruh wilker melakukan PJB? Y T

3 Apakah wilker menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T


secara teratur/tersedia?
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
Siapa yang melaksanakan PJB?
5 Petugas/Jumantik/Kader Y T
6 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
7 Bulan apa dilaksanakannya? Y T
Vektor : Hasil-hasil survey jentik/PSP
Siklus I :
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB

1 Alokasi dana Penanggulangan KLB Y T


2 Laporan Penanggulangan dan Penyelidikan KLB Y T
3 Laporan pelaksanaan Larvasidasi Y T
4 Laporan pelaksanaan PSN-DBD, Fogging Y T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Y T
Susunan?
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak Y T
PSN Kecamatan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? Y T
6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? Y T
7 Laporan hasil penyuluhan Y T
8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? Y T
/Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)
198
PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA
Apakah data berikut tersedia?
1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya Y T
2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR Y T
3 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Y T
Pertemuan
4 Laporan pelatihan program P2 DBD dan tata laksana kasus Y T
5 Laporan pertemuan yang berhubungan dengan DBD Y T
6 Laporan Supervisi/Bimbingan Teknis Y T
7 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit Y T
dan hematokrit
8 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) Y T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD


DI BTKL

INPUT
Apakah buku-buku berikut tersedia?
1 Buku Program (pedoman) Pengendalian DBD Y T
2 Buku Tatalaksana DBD Y T
3 Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Y T
4 Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Y T
5 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Y T
6 Apakah tersedia alat-alat berikut:
a. Mikroskop
b. Blood Analyzer Y T
c. Hemometer Sahli Y T
d. Pipet Hb Y T
e. Pipet eritrosit Y T
f. Pipet leukosit Y T
g. Kamar hitung Trombosit Y T
h. Hemositometer Y T
i. PCR Y T

PROSES
SURVEILLANS KASUS
Apakah data berikut tersedia ?
1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah wilayah kerja terjangkit Y T
per tahun,sejak mulai ada DBD.
Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun
2 yang Y T
terakhir untuk wilayah kerja
3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T
kasus tahun ini dan tahun yang lalu?
4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T
kasus mingguan
5 Peta lokasi wilayah kerja rawan DBD ( endemis sporadis, potensial maupun
Y T
bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini

199
6 Tabel daftar nama: wilayah kerja endemis, wilker sporadis, wilker potensial Y T
dan bebas yang ditanggulangi tahun ini
7 Apakah ada kajian tentang DBD (kasus,virus,jentik,nyamuk aedes aegypty)? Y T
8 Apakah ada kajian tentang resistensi insektida di wilayah kerja? Y T
9 Apakah ada buku catatan kasus DBD per wilayah kerja? Y T
10 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas/dinas kesehatan di wilyah Y T
kerja ?
11 Apakah ada kontak person dengan Dinas Kesehatan terkait? Y T
12 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan .. Hari
sampai dilaksanakan PE
13 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE .. Hari
sampai dilaksanakan Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia?
1 Daftar rencana kegiatan BTKL & jadwal waktunya (dan realisasinya) Y T
2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi Y T
dan Penyuluhan) di BTKL (stok dana) Y T
3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat Y T
bagi wilker untuk penanggulangan kasus (dan realisasinya) Y T
4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) Y T
5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di BTKL dan Wilkernya Y T
mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan Y T

SURVEILLANS VEKTOR

1 Usulan rencana kegiatan surveilans vektor dari tiap tiap wilker Y T


2 Apakah seluruh wilker melakukan PJB? Y T
3 Apakah wilker menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) Y T
secara teratur/tersedia?
4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) Y T
Siapa yang melaksanakan PJB?
5 Petugas/Jumantik/Kader Y T
6 Apakah petugas PJB sudah dilatih? Y T
7 Bulan apa dilaksanakannya? Y T
Vektor : Hasil-hasil survey jentik/PSP
Siklus I :
Siklus II:
Siklus III:
Siklus IV:

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 Alokasi dana Penanggulangan KLB Y T
2 Laporan Penanggulangan dan Penyelidikan KLB Y T
3 Laporan pelaksanaan Larvasidasi Y T
4 Laporan pelaksanaan PSN-DBD, Fogging Y T
BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD
1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? Y T
2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Susunan? Y T

200
3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak Y T
PSN Kecamatan?
4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? Y T
5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? Y T
6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? Y T
7 Laporan hasil penyuluhan Y T
8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? Y T
/Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


Apakah data berikut tersedia?

1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya Y T


2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR Y T
3 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Y T
Pertemuan
4 Laporan pelatihan program P2 DBD dan tata laksana kasus Y T
5 Laporan pertemuan yang berhubungan dengan DBD Y T
6 Laporan Supervisi/Bimbingan Teknis Y T
7 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit, hematokrit Y T
dan PCR
8 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) Y T

201

Anda mungkin juga menyukai