PENDAHULUAN
Nutrisi parenteral didefinisikan sebagai pemberian asupan nutrisi yang diberikan
melalui pembuluh darah dan masuk dalam sirkulasi darah. Dukungan nutrisi parenteral
diberikan bila keadaan penderita tidak memungkinkan untuk mendapat dukungan nutrisi
enteral dalam waktu periode tertentu secara signifikan.1 Selama 4 atau 5 hari dengan
intake oral yang tidak adekuat perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi parenteral.1
Meskipun nutrisi parenteral merupakan tindakan live-saving yang potensial dan
telah praktis diterima dan digunakan, namun pengalaman menunjukkan adanya
komplikasi metabolik, mekanik, dan timbul infeksi. Oleh karena itu pemilihan kandidat
pada nutrisi parenteral diberikan secara hati-hati. Pemberian nutrisi parenteral memiliki
beberapa kontraindikasi, seperti pada kondisi yang tertera pada tabel di bawah ini .
1
dijelaskan perbedaan pemberian nutrisi parenteral sentral dan perifer sebagai dasar
pertimbangan pemilihan pemberian nutrisi parenteral.
2
Mengandung jenis nutrisi yang sama seperti nutrisi parenteral sentral, hanya
dalam jumlah yang lebih kecil.2
Mengandung :
Dekstrosa ( 5-10%), asam amino 3%, untuk memenuhi jumlah kalori yang sama
dengan nutrisi parenteral sentral dibuthkan jumlah cairan yang lebih banyak, tidak
dapat diberikan pada kondisi malnutrisi berat, digunakan dalam waktu pendek ( <
2 minggu).4
PRINSIP DASAR
Status nutrisi, risiko dan penentuan intervensi nutrisi dapat diperoleh berdasar
pemeriksaan klinik sederhana tanpa memerlukan tes atau perhitungan dengan formula
yang rumit. Dengan pengamatan yang baik kita dapat menentukan jalur nutrisi melalui
oral, pipa enteral ataupun parenteral; selanjutnya asupan nutrisi diberikan sesuai dengan
toleransi penderita hingga mencapai keadaan yang diinginkan.
Nutrisi parenteral adalah nutrisi yang diberikan langsung ke dalam pembuluh
darah secara infus, disebut total bila seluruh kebutuhan nutrisi diberikan melalui
pembuluh darah dan parsial bila hanya sebagian kebutuhan diberikan melalui pembuluh
darah.
Dalam keadaan puasa, sisa glukosa dan makanan dalam darah habis dalam 2-4
jam. Setelah itu tubuh mengurai glikogen dari hati dan otot, cadangan ini hanya cukup
untuk beberapa jam. Selanjutnya tubuh menggunakan cadangan lemak, yang hanya
3
menghasilkan sedikit glukosa. Bila hal ini terjadi sampai lebih dari 24 jam, terjadi
glukoneogenesis yaitu jalur alternatif membentuk glukosa dengan memecah protein yang
disebut proteolisis, residu nitrogen akan keluar dari badan, menyebabkan balans negatif
protein awal sebanyak 12 g/hari. Untuk memenuhi kebutuhan energi basal 20-25
Kcal/kg/hari diperlukan pemecahan protein terutama glutamin dan alanin, 125-150
gram/hari. Ini setara dengan 200-300 gram jaringan otot yang hilang untuk setiap hari
puasa.
Dalam situasi lain, penderita sering tidak dapat mengkonsumsi makanan yang
diberikan atau makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhannya, maka akan
terjadi balans nitrogen negatif dan malnutrisi protein kalori. Selain menurunkan daya
tahan dan mempermudah infeksi, keadaan malnutrisi juga dapat menyebabkan
komplikasi lain, seperti luka yang sukar sembuh, hipoproteinemia, edema anasarka,
gangguan motilitas usus, gangguan ensim dan metabolisme, kelemahan otot, sehingga
proses penyembuhan penderita lebih lambat.
4
Berdasar Berat Badan Ideal (BBI) = BB x 100%
BBI
80 90 % = ringan
70 79 % = sedang
0 69 % = berat
Catatan:
Waktu paruh Albumin lebih panjang (20 hari) dibandingkan dengan transferin (9 hari)
atau prealbumin (2-4 hari), sehingga kurang sensitif sebagai parameter malnutrisi, selain
itu terjadi redistribusi albumin sewaktu sepsis, trauma dan operasi berat
5
Kadar Prealbumin mg/dL
Normal > 15
Deplesi ringan 10 15
Deplesi sedang 7 10
Deplesi berat <7
Golongan pasien kritis yang mempunyai resiko besar untuk menderita malnutrisi dan
komplikasi infeksi:
1. Trauma Capitis Berat : GCS < 9
2. Abdominal Trauma Index (ATI) > 15
3. Injury Severity Score (ISS) > 20
4. Luka bakar > 10 %
5. Infeksi atau sepsis
6. Membutuhkan ventilator dalam waktu lama, misalnya trauma capitis, trauma, jalan
nafas, kontusi paru, ARDS
7. Usia lanjut
6
Ca mmol 0.11 0.15 0.20
Mg mmol 0.04 0.15-0.20 0.3-0.40
Cl mmol 1.3-1.9 2.0-3.0 -
Fosfat mol 0.15 0.4 0.6-1.0
Fe mol 0.25-1.0 1.0 1.0
Mn mol 0.1 0.3 0.6
Zn mol 0.07 0.7-1.5 1.5-3.0
Kebutuhan akan elektrolit sangat bervariasi luas sesuai keadaan klinis penderita. Pada
individu sehat, dengan BB 70 kg, membutuhkan 100 mmol Na dan 60 mmol K tiap hari
selama tidak mampu mendapat asupan per oral. Pasien yang disebut sehat tidak
mempunyai faktor-faktor untuk terjadinya kekurangan cairan secara patologik.
Penderita yang kehilangan cairan melebihi I liter melalui saluran cerna, umumnya
memerlukan tambahan cairan dan elektrolit yang sesuai pada asupan nutrisinya. Cara
7
yang paling mudah adalah dengan mengganti cairan yang hilang dengan jumlah yang
sama larutan Ringer laktat.
Kebutuhan elektrolit dapat dilihat dalam tabel 1.
Defisiensi K terjadi akibat penyakitnya ataupun sewaktu memberi asupan (repletion)
nutrisi, karena K akan terbawa kedalam sel bersama sama dengan glukosa.
Hipofosfatemia dapat terjadi apabila fosfat tidak diberikan. Gejala klinik
hipofasfataemia adalah kelemahan otot yang berat.
Hipokalsemia dapat terjadi dengan gejala tetani, tetapi umumnya disebabkan oleh
hipomagnesemia per se, dan bukan oleh defisiensi Ca.
Hypomagnesemia terjadi akibat kehilangan Mg secara eksesif melalui stoma usus halus,
high output fistula dan short bowel syndrome. Kalau ada deplesi Mg berarti ada indikasi
untuk pemberian parenteral nutrisi karena kehilangan Mg tidak mungkin dapat diatasi
dengan terapi enteral.
8
Luka bakar berat 2.0
Hasil perhitungan dalam kcal/hari dikalikan dengan faktor aktivitas dan trauma (tabel 5).
Jadi kebutuhan energi sebenarnya (Actual Energy Expenditure = AEE) ditambah dengan
kebutuhan energi tambahan yang diperlukan sehubungan dengan keadaan klinis
penderita. Untuk menghitung maka dipergunakan beberapa faktor koreksi, antara lain
dengan menggunakan rumus sederhana seperti pada contoh tabel 6.
AEE juga dapat dihitung berdasarkan perhitungan koreksi disesuaikan dengan faktor
stress pada penderita. Dengan perhitungan diatas maka kebutuhan kalori yang
disesuaikan dengan keadaan klinis dapat diketahui dengan lebih lanjut.
9
Luka bakar > 50% 2.00
Contoh perhitungan
Seorang pria usia 50 tahun, BB 40 kg dan TB 150 cm dengan luka bakar 20 %.
a. Dengan rumus Harris Benedict
BEE = 66.5 + (13.8 x 40) + (5x150) (6.8 x 50) = 1078.5 kcal/hari
Stres faktor luka bakar 20% =1.5
AEE = 1028.5 x 1.5 x 1.25 = 1928 kcal/hari
b. Dengan rumus sederhana
BB = 40 kg, menurut table 2, luka bakar 20% kebutuhan energi akan
meningkat hebat = 50 kcal/kg BB
Kebutuhan energi = 40 x 50 = 2000 kcal/hari
Patut diperhatikan : bahwa berdasar kesepakatan (konsensus) untuk pasien-pasien di
Indonesia bahwa bila kebutuhan energi > 2000 kcal/hari, harus diberikan secara hati hati
dan bertahap.
SUMBER ENERGI
KEBUTUHAN KARBOHIDRAT
Rekomendasi dari American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN 1993)
untuk pemberian karbohidrat dalam keadaan normal adalah 25 30 kcal/kg/hari.
Glukosa/Dextrose adalah sumber kalori yang paling fisiologis, glucose memberikan
energi 3,4 kcal/gram sering dibulatkan menjadi 4 kal/gram. Dosis maksimal bagi
kebanyakan penderita adalah 6 gram/kg/hari.
Energi sebaiknya diberikan dalam kombinasi yang terdiri dari karbohidrat dan
lipid dengan perbandingan 70 : 30 atau 60 : 40.
Kadar gula darah yang melampaui nilai ambang ginjal akan mudah menyebabkan
hiperosmolar, diuresis osmotik, dehidrasi dan gangguan elektrolit. Regular Insulin
sebaiknya diberikan bila kadar gula darah > 220 mg/dl. Cara lain dengan memberikan
jenis karbohidrat kombinasi : Kombinasi yang paling bermanfaat adalah Fruktosa-
Glukosa Xylitol (FGX).
Dengan kombinasi ini, maka untuk jumlah kalori yang sama, beban karbohidrat
dapat terbagi melalui jalur metabolisme berbeda.
10
Dosis maksimal untuk Fruktosa 3 gram/kg/hari, Xylitol 1.5 gram/kg/hari, Sorbitol
3 gram/kg/hari dan Maltosa 1,5 gram/kg/hari, oleh karena bahaya asidosis dan
hipofosfatemia.
Dibawah ini adalah table contoh Sliding Scale untuk menghitung dosis titrasi insulin
(tabel 7)
Tabel 7. Sliding Scale Pemberian Insulin
Kadar glukosa darah mg/dl Kecepatan infus insulin unit/jam
>280 8
200-280 6
150-200 4
100-150 2
75-100 1
<75 0
Dipasaran, ada beberapa jenis larutan dextrose dalam berbagai konsentasi yang tersedia,
seperti pada table 8
KEBUTUHAN LEMAK
Cairan emulsi lemak diberikan dalam nutrisi parenteral untuk mencegah defisiensi
asam lemak esensial dan sebagai sumber kalori. Lemak menghasilkan kalori 9.0
kal/gram. Untuk memenuhi kebutuhan kalori, emulsi lemak diberikan 1-3 gram/kg BB
atau dalam proporsi 25% -40% dari kalori total perhari. Pemberian lebih dari 60% dari
kalori total dapat menyebabkan ketoasidosis.
11
Under feeding (Lipolysis) <0.7
Cairan emulsi lemak mempunyai osmolaritas yang rendah, sehingga dapat diberikan
melalui vena perifer. Sebaiknya dipilih preparat lipid 20%, karena osmolaritas tidak jauh
berbeda dengan lipid 10%, selain itu ukuran dan struktur molekulnya mendekati
kilomikron sehingga metabolisme lebih fisiologis.
Lipid tidak diberikan pada kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl !
Untuk mengetahui gangguan clearance lipid secara mudah dan sederhana adalah dengan
melihat perubahan warna serum darah yang terlihat menjadii putih seperti susu.
Contoh : 500 ml 10% Ivelip (Fima*) : 0.10 x 500 ml = 50 gram lipid
kalorinya = 50 g x 9.0 kal/gram = 450 kcal
12
Cara yang lebih mudah untuk menghitung kebutuhan asam amino adalah dengan
memperkirakan besar kecilnya stress metabolik yang terjadi.
13
Contoh Perhitungan Kebutuhan Protein
Misalnya berat badan pasien : 50 kg
1. Menggunakan tabel 11:
a. Tanpa stres metabolik
Kebutuhan kalori = 50 x 30 kcal = 1500 kcal/hari
Kebutuhan asam amino = 50 x 1 = 50 gram/hari
b. Dengan stress metabolik
Kebutuhan kalori = 50 x 40 kcal = 2000 kal/hari
Kebutuhan asam amino = 52 x 2 = 100 gram/hari
2. Menggunakan cara Long CL et al :
a. Cara 1
Bila kebutuhan kalori = 1500 kal/hari,
kebutuhan protein (asam amino) = 1500 x 16% = 240 kal = 60 gr
4
b. Cara 2
Bila kebutuhan kalori =1500 kal/hari
Kebutuhan nitrogen = 1 x 1500 = 10 gram/hari
150
atau kebutuhan protein (AA) = 10 gram x 6.25 = 62.5 gram/hari
Patut juga diperhitungkan jumlah kalori nonprotein terhadap protein dalam berbagai
keadaan klinis penderita seperti pada tabel 13
14
Tabel 13. Rasio Kalori Non Protein : Protein ( NPC : N Ratio)
Maintenance 150 : 1
Stres 90-120 :1
Gagal ginjal akut tanpa dialysis 250-300 : 1
Gagal ginjal akut dengan dialisis 200 : 1
KEBUTUHAN VITAMIN
Preparat Multivitamin.
15
Preparat multivitamin umumnya harus ditambahkan setiap hari (aditif) dalam larutan
nutrisi parenteral dengan perlindungan khusus terhadap cahaya untuk mencegah oksidasi,
ada juga yang dapat diberikan langsung secara intravena.
Contoh:
MVI 12 (Astra, Westborough, MA) = Vit C 100 mg, Vit A 1 mg, Vit D 5 mg,
Thiamine 3 mg, riboflavin 3,6 mg, pyridoxine 4 mg, niccin amide 40 mg,
dexpanthenol 15 mg, vit E 10 mg, biotin 60 mg, folic acid 400 mg, vit B 12 5
mg
Cernevit (Baxter) = Vit A 3500 IU, Vit D3 200 IU, Vit E 10.2 mg, Vit C 125 mg,
Vit B1 3.51 mg, riboflavin 5.67 mg, pyridoxine HCl 5.5mg, Vit B12 5.5
mcg, folic acid 414 mcg, Vit B3 46 mg
Dalam keadaan stress, kadang- kadang diperlukan tambahan dosis untuk beberapa jenis
vitamin, seperti: Vit A sistemik 10.000 U/hari, Vit E 400 1000 U/hari, vit C 1 gram/hari,
thiamine 5 mg/hari dan riboflovin 10 mg/hari.
16
ditentukan dengan cara lain. Apabila kita terpaksa memberikan insulin, diperlukan
monitoring ketat,
Histamine 2 bloker : yang diberikan untuk mencegah tukak stress.
Nutrisi parenteral merupakan pilihan bila pemberian nutrisi melalui oral atau enteral
(personde) tidak mungkin dilakukan atau tidak mencukupi kebutuhan.. Mengingat
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, nutrisi paenteral harus segera dirubah
menjadi nutrisi enteral atau oral bila keadaan klinis penderita telah memungkinkan.
Indikasi TNPE
Tidak mau makan
Tidak cukup makan
Tidak bisa makan
17
Tidak boleh makan
18
diberikan melalui vena sentral, dengan berbagai kerugian dan kemungkinan
komplikasi yang mungkin terjadi.
PENENTUAN JADWAL
Dua puluh empat jam pertama (16-36 jam) pasca trauma atau pembedahan adalah
periode ebb-phase dimana pasien berada dalam keadaan stres metabolik akibat
tingginya kadar hormon glukokortison, katekolamine, oksigen radikal bebas, dan
mediator pro-inflamasi (eikosanoid, prostaglandine dan sitokin), sehingga terjadi
hiperglikemia dan resistensi terhadap insulin. Pada fase ini penderita cukup diberi
cairan Ringer Laktat atau Ringer Dextrose 5% atau Dextrose 5% saja.
Fase berikutnya flow-phase ditandai dengan penurunan kadar hormon stres.
Sebelum keadaan tenang tercapai, nutrisi parenteral dosis penuh akan menambah
stres terhadap penderita. Kadar gula < 220 mg/dl adalah salah satu isyarat aman untuk
meningkatkan dosis nutrisi parenteral menuju maksimal. Dosis penuh juga tidak
boleh diberikan jika penderita masih belum stabil, masih syok, dehidrasi dan demam
tinggi.
Pada fase akut dimana faktor anti-insulin masih dominan, terapi dimulai dengan
elektrolit dan cairan saja. Tahap berikutnya dapat dimulai terapi nutrisi parenteral,
yang pemberiannya dilakukan secara bertahap
19
Nutrisi parenteral sebaiknya diberikan secara bertahap dengan prinsip start low go
slow, pada hari ke-1 25% kebutuhan, hari ke-2 50%, hari ke-3 75%, dan hari ke 4 dst
100% dari kebutuhan.
Contoh : Pemberian TNPE secara bertahap
Hari I : Dimulai dengan larutan isotonis, beban glukosa minimal: Ringer
Dextrose 5% 1000 ml + Dextrose 5% 1500 ml = 500 kcal.
Hari ke II & III : Glukosa lebih ditingkatkan dan ditambahkan Asam Amino:
AA 3.5% + KH 1000 ml + D-10 1500 ml = 900 kcal + 35
gram Asam Amino
Hari ke IV : Glukosa lebih ditingkatkan lagi AA 3.5% + KH 1000 ml + D-20
1000 ml = 1100 kcal + 35 gram Asam Amino.
Alternatif lain dari cara diatas jika tidak tersedia asam amino sbb:
Hari ke I : Ringer D-5 1000 ml + D-5 1500 ml = 500 kcal
Hari ke II & III : Ringer D-5 1000 ml + D-10 1500 ml = 800 kcal
Hari ke IV : Ringer D-5 1000 ml + D-20 1000 ml = 1000 kcal
Cara ini murah dan cukup bermanfaat sampai 3 hari, bila lebih lama
dianjurkan melalui cara yang pertama tadi.
PARAMETER MONITORING
1. Tiap 4 jam : - Observasi: perawatan, suhu tubuh, TD, nadi, respirasi
- Urinalisis atau glukosa darah
2. Tiap hari : Ureum darah, serum kreatinin, serum elektrolit, glukosa darah, gas darah
(sesuai indikasi), osmolaritas serum/urea (sesuai indikasi), asupan
nutrien, keseimbangan cairan.
3. Sesuai indikasi :serum lipid, serum urat, serum Zn dan Cu, serum B 12/folat, status besi,
keseimbangan nitrogen.
20
4. Keadaan khusus:turn ofter proten tubuh,pengukuran komposisi protein tubuh,
pertukaran gas, trace elements, vitamin, asam lemak
21
NUTRISI PARENTERAL PADA GANGGUAN ORGAN DAN KEADAAN KLINIS
KHUSUS
Pada penderita dengan gangguan faal organ, maka pemilihan sumber
energi, jenis AA, dan jumlah cairan merupakan pertimbangan dalam membuat
skema TNPE.
a. GAGAL HATI
Penderita gagal hati yang sudah mencapai tahap ensefalopati biasanya
menunjukkan gambaran abnormal pola AA-nya, Methionine dan Asam Amino
Aromatik (AAA) yaitu phenylalanine, tirosin dan free trytophan akan meningkat.
Sedangkan Asam Amino Rantai Panjang (AARP = BCAA ; Branched Chain
Amino Acid) yaitu valine, leucine, isoleucine akan menurun.
Peningkatan AAA diduga akan menyebabkan gangguan fungsi otak akibat
efek inhibisi terhadap neurotransmiter. Dengan memberikan lebih banyak kadar
BCAA pada nutrisi penderita, akan menurunkan kadar AAA dalam darah dan
cairan otak, dan merangsang sintesis protein di hepar.
Untuk sumber energi lebih baik diberikan karbohidrat (KH) dibanding
dengan lemak (lipid), karena KH lebih baik didalam memperbaiki penggunaan
BCAA dan keseimbangan nitrogen. Selain itu pada penyakit hati, biasanya ada
gangguan pada metabolisme dan eliminasi lemak.
Untuk membuat skema terapi TNPE pada gagal hati dengan gejala
ensefalopati harus dipertimbangkan hal-hal berikut: (Tabel 17)
Tabel 17. Skema TNPE pada gagal hati
1. ENERGI - Jumlah : 150% x energi basal (BEE)
- Jenis : > 70% karbohidrat
2. Asam Amino - Jumlah : 0.8-1.1g/kg BB/hari
- Jenis : BCAA
Perlu diperhatikan bahwa pada gagal hati biasanya terjadi defisiensi: Mg, Ca, Zn,
Fe, Vitamin A, B, C,D,E. Natrium perlu dibatasi bila ada edema. Kalium hanya
dibatasi bila ada gangguan fungsi ginjal.
22
Pasien dengan GGA menimbulkan permasalahan karena:
a. Biasanya dalam keadaan hiperkatabolik
b. Peningkatan kadar K, Mg, Fosfat
c. Ada retensi cairan
Nutrisi parenteral pada penderita GGA bukan hanya untuk mengatasi gangguan
metabolisme, tetapi juga untuk mengurangi akumulasi ureum, melindungi fungsi
glomeruli ginjal dan mempertahankan fungsi fungsi vital.
Mengingat adanya gangguan metabolisme karbohidrat, maka pemberian kalori
pengganti glukosa, seperti fruktosa, xylitol dan sorbitol yang harus diberikan pada
keadaan hiperkatabolik secara hati-hati, yaitu tidak melebihi 0.25 g/kg BB/hari.
Pada GGA terjadi hiperkatabolik sehingga diperlukan energi lebih besar.
Hiperlipidemia tipe IV A sering dijumpai pada GGA. Oleh karena itu pemberian
kalori dalam bentuk lemak sebaiknya dibatasi sampai 25%.
Pendapat lama mengatakan bahwa pada GGA sebaiknya diberikan Asam Amino
Esensial (AAE) tanpa AA non-esensial (AAN-E), dengan hipotesa bahwa akan
terjadi daur ulang dari urea nitrogen endogen menjadi AAN-E, ternyata daur
ulang hanya terjadi dalam prosentase kecil. Pendapat baru menganjurkan tetap
pemberian AAN-E disamping AAE, dengan perbandingan tertentu. Pemberian AA
dengan konsentrasi BCAA yang lebih tinggi dianggap lebih menguntungkan bagi
penderita GGA. (tabel 18)
Masalah pada penderita GGA adalah bahwa biasanya terjadi redistribusi cairan
akibat adanya oliguria. Untuk memperkecil volume cairan, maka sebagian kalori
dapat diberikan dalam bentuk lemak, tetapi sebaiknya tidak melebihi 30% dari
23
kalori total. Bila fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan dialysis atau
ultrafiltrasi sehingga kelebihan cairan dapat dibuang melalui dialysis.
c. SEPSIS
Respons metabolik akibat trauma, luka bakar atau sepsis seperti
hipermetabolisme, proteolisis, resistensi insulin, dapat menimbulkan malnutrisi
kalori-protein yang progresif.
Pada keadaan sepsis yang berat biasanya sudah ada penyakit dasar berupa
malnutrisi, infeksi, gagal ginjal, kelainan hati, dsb.
Akibat malnutrisi daya tahan tubuh akan menurun, karena protein dibutuhkan
untuk re-sintesis jaringan, pembentukan immunoglobulin, makrofag, limfosit dan
system immunologi lainnya.
Terapi nutrisi pada penderita sepsis mempunyai tujuan untuk:
- Memperbaiki malnutrisi yang sudah terjadi sebelumnya.
- Mengurangi progresifitas malnutrisi kalori-protein
- Memperbaiki status metabolisme
- Mempercepat penyembuhan pasien
Pada keadaan sepsis diperlukan kalori yang tinggi, tetapi pemberian KH yang
terlalu banyak dapat menimbulkan peningkatan CO2. Oleh karena itu sebagian
sumber kalori sebaiknya diperoleh dari lipid. KH dapat diberikan dengan
kecepatan 4 mg/kg BB/menit. Bilamana kadar gula darah>220 mg/dl sebaiknya
ditambahkan insulin pada preparat KH.(lihat tabel 7)
Pada keadaan sepsis yang berat sering terjadi gastroparesis sehingga nutrisi
oral/enteral menjadi tidak memungkinkan. Nutrisi parenteral harus diberikan bila
setelah 5 hari terapi nutrisi oral/enteral masih tidak memungkinkan.
24
d. PANKREATITIS
Pankreatitis akut yang ringan atau sedang biasanya hanya beberapa hari (3-5 hari)
dan tidak membutuhkan terapi nutrisi khusus, cukup dengan cairan elektrolit
sewaktu dipuasakan, lalu diberi terapi enteral sesuai responsnya.
Pada pankreatitis akut tipe berat/necrotizing pancreatitis dapat disertai fluid
collection, perdarahan, infeksi, peritonitis, abses lalu terjadi pseudikista dan
fistulasi. Pada keadaan ini dapat terjadi perburukan keadaan yang mengarah
kepada MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome) dan MOF (Multiple
Organ Failure).
Perburukan keadaan mengarah MODS yang umumnya akan terjadi setelah 3 hari
dari onset penyakit sampai bebrapa minggu kemudian.
Selama fase pankreatitis akut berat, keadaan seperti pada SIRS dan sepsis, dengan
gejala-gejala gastroparesis, dan paralitik. Sebagian usus serta malabsorpsi, Dalam
keadaan ini intake nutrisi akan terganggu.
Terapi nutrisi pada penderita ini diharapkan dapat memperbaiki status nutrisi
penderita, mengurangi proses katabolisme. Terapi nutrisi sebaiknya dimulai
setelah 7 hari penderita mengalami intake yang buruk sampai fungsi
gastrointestinal membaik.
Nutrisi parenteral sebaiknya dilakukan secepat mungkin pada penderita dengan
beberapa faktor resiko tambahan seperti : usia tua (>55 tahun), leukositosis,
hipoglikemia, gangguan enzim hati, hipoksia, uremia, asidosis atau adanya
squestrasi cairan yang berat.
Kebutuhan kalori dan asam amino pada penderita pankreatitis tidak berbeda
dengan kebutuhan umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
25
2. The science and practice of Nutrition support : A case based Core Curriculum.
ASPEN- Kendall/Hunt 2002
3. Alpers DH, Stenson WF, Bier DM. Manual of nutritional therapeutics. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2002
4. Braga M and Giano Hi L. Nutritional Support. Current and Future. In: Deitch et a.:
Sepsis and Multiple Organ Dysfunction, A multidisciplinary approach. WB Saunders,
2002.
5. Cresci G. Providing Proper Nutrition in Critical Care: Focus on Health, Abbott USA.
January 19; 2003
6. Gardinger K. Nutrition and nutritional support in surgical practice. In Quic C,
Thomas P : Principles of surgical management. New York: Oxford university press,
2000: 133-53
7. Kudsk KA and Jacobs DO. Nutrition. In: Norton JA et al. Editors. Surgery, Basic
Science and Clinical Evidence. Springer, 2000
8. Kudsk KA, Brown RO. Nutritional support. In: Mattox KL, Feliciano DV, Moore EE.
Editors. Trauma. 4th ed. New York: McGraw-Hill, 2000
9. Minard G. Nutrition / Metabolism in the Trauma Patient. In: Peitzman et al. The
Trauma Manual. 2nd ed. Lippincot, Williams & Wilkins, 2002
10. Pestana C. Fluids and electrolytes in the surgical patient. 5 th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2000
11. Rombeau JL, Rolandelli. Clinical nutrition Parenteral nutrition. 3 rd ed. Philadelphia:
WB Saunders, 2001
12. Schen M. Scheins common sense emergency abdominal surgery. Berlin: Springer-
Verlag, 2000:277-86
13. Woodward W : Nutritional Support in Nicholls et al: Perioperative Medicine
Managing Surgical Patients with Medical Problems. Oxford, 2000
26