NIM: 1101112264
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah dengan judul Sistem Politik
dan Pemerintahan Melayu dapat berjalan tanpa halangan yang berarti dari
awal sampai selesai.
Makalah ini membahas mengenai sistem politik dan pemerintahan
melayu di wilayah Riau khususnya, dan juga akan mengambil contoh nyata
dari sistem politik dan pemerintahan yang diterapkan di wilayah Riau
khususnya di Rantau Kuantan. Penulisan makalah ini berdasarkan literatur
yang ada.
Penulis menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas sehingga
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya. Namun makalah
yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penulis khususnya dan
mahasiswa lain pada umumnya.
Dalam kesempatan ini disampaikan terima kasih atas bimbingan,
bantuan serta saran dari berbagai pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........... i
DAFTAR ISI ............... ii
BAB 1
PENDAHULUAN................. 1
1.1. Latar Belakang.... 1
1.2. Rumusan Masalah........................1
1.3. Tujuan.......... 2
1.4. Manfaat............ 2
BAB 2
PEMBAHASAN................ 3
2.1. Pengertian Sistem Politik dan Pemerintahan Melayu..... 3
2.1.1. Pengertian Sistem.. 3
2.1.2. Pengertian Politik.. 3
2.1.3. Pengertian Sistem Politik...... 4
2.1.4. Pengertian Pemerintahan...5
2.1.5. Pengertian Sistem Politik dan Pemerintahan Melayu... 5
2.2. Asal Mula Sistem Politik dan Pemerintahan Melayu. 7
2.3. Sistem Politik dan Pemerintahan Melayu di Rantau Kuantan 13
2.3.1 Sistem Pemerintahan Adat 13
2.3.2 Kedudukan dan Pengaruh Adat Sekarang Ini... 17
BAB 3
PENUTUP. 18
3.1. Kesimpulan. 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Memahami pengertian sistem.
2. Memahami pengertian politik dan pemerintahan.
3. Memahami pengertian sistem politik dan pemerintahan melayu.
4. Mengetahui asal mula dari sistem politik dan pemerintahan melayu.
5. Mengetahui sistem politik dan pemerintahan melayu, khususnya di
wilayah Riau.
1.4. Manfaat
Dengan adanya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca, khususnya mahasiswa dalam memahami sistem politik dan
pemerintahan melayu secara umum serta sistem politik dan pemerintahan
melayu di wilayah Riau secara khusus.
BAB 2
PEMBAHASAN
a. Konsep Kerajaan
Kerajaan diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh
seorang raja. Sedangkan menurut J.S. Roucek dan R.L Warren, kerajaan
merupakan sebuah organisasi yang menjalankan otoritas terhadap semua
rakyatnya demi menjaga keamanan dan ketenteraman serta melindungi mereka
dari ancaman luar. Konsep kerajaan dalam sistem pemerintahan Melayu sudah
ada sejak zaman Sriwijaya di Palembang. Dalam sistem ini, raja menduduki
tingkat paling atas dalam struktur kerajaan. Sistem ini bermula dengan
pemerintahan Nila Utama yang bergelar Seri Teri Buana yang ditunjuk oleh
Demang Lebar Daun untuk menggantikan kedudukannya. Kemudian sistem
pemerintahan warisan Sriwijaya ini dipraktikkan oleh keturunan mereka di
Singapura, Melaka, dan beberapa daerah lain di Melayu. Dalam pelaksanaan
konsep ini, kedudukan serta hak raja tidak dapat dipermasalahkan apalagi
diganggu-gugat. Raja juga diperbolehkan untuk berbuat apa saja. Umpamanya
ketika menjatuhkan hukuman mati kepada pembesar kerajaan atau rakyatnya,
ia tidak perlu meminta pertimbangan kepada para pembesar lain. Contohnya
adalah hukuman mati terhadap Tun Jana Khatib di Singapura oleh Paduka Seri
Maharaja. Konsep kerajaan juga tidak dibatasi oleh tempat dan wilayah. Maka,
pepatah Melayu yang berbunyi, di mana bumi dipijak, di sana langit
dijunjung diartikan sebagai ke mana raja pergi maka di sanalah kerajaannya.
Sehingga, sebuah kerajaan bisa berdiri tanpa adanya sebuah negeri.
b. Konsep Negeri
Penggunaan istilah negeri di Melayu sudah ada sejak 500 tahun lalu.
Menurut Wilkinson, istilah negeri berasal dari bahasa sanskrit yang berarti
settlement, city-state, used loosely of any settlement, town, or land. Konsep
negeri diartikan sebagai sebuah organisasi yang menjalankan undang-undang
kepada seluruh rakyatnya. Negeri juga bisa diartikan sebagai tanah tempat
tinggal suatu bangsa. Dari konsep ini, negeri tidak hanya mencakup wilayah
kekuasaannya, tetapi termasuk juga seluruh jajahannya atau negeri
taklukannya. Sehingga, konsep negeri lebih luas artinya dibandingkan konsep
kerajaan. Untuk membuka sebuah negeri, digambarkan ada sekumpulan orang
yang dipimpin oleh seorang raja atau keturunannya dengan diikuti oleh
menteri, punggawa kerajaan, hulubalang, rakyat, dan bala tentara pergi ke
suatu tempat, dan pada akhirnya berhenti di beberapa tempat di mana anak-
anak bermain dan orang laki-laki berburu. Negeri meliputi wilayah yang telah
dibersihkan. Pada umumnya, negeri mempunyai dua struktur utama, yaitu parit
dan istana balairung yang dibuat sebelum pemimpin memasuki negerinya.
Selain itu, negeri baru dapat dianggap lebih lengkap jika terdapat masjid, pasar,
dan balai istana. Negeri mempunyai hukum yang berbeda dengan jajahannya.
Dalam Undang-undang Kedah, misalnya, dibedakan antara pembesar negeri
dan pembesar jajahannya. Di samping itu, negeri juga dianggap sebagai pusat
kemajuan. Tingkat kemakmurannya diukur berdasarkan jumlah penduduk dan
pedagang yang ada. Orang yang tinggal di luar negeri dianggap berbeda
dengan orang yang tinggal di dalam negeri. Perbedaan itu kadang-kadang
berdasarkan agama dan negeri digambarkan sebagai pusat agama Islam.
Misalnya di Sumatra, orang yang tidak mau masuk Islam meninggalkan
negerinya dan dinamakan Gayo oleh orang yang tinggal di dalam negeri.
Dengan demikian, istilah negeri dalam sejarah Melayu bisa diartikan sebagai
tempat kediaman yang tetap dan cukup padat, dibuka atas keputusan seorang
yang mempunyai kuasa politik tertentu bagi diri dan rakyatnya.
Sultan
Urang
Godang
Penghulu
Kepala
Penghulu
Suku
Monti Hulubalang
Malin
3.1. Kesimpulan
Besarnya pengaruh Islam terhadap politik Melayu mengakibatkan timbulnya
gelar raja-raja Melayu yang bercorakkan Islam seperti zillullah fil alam, sultan dan
khalifah. Implikasinya, pengembangan konsep-konsep hukum Melayu merujuk kepada
hukum-hukum Islam yang berlandaskan al-Qur`an dan Sunnah Nabi. Bagi raja-raja
Melayu, Islam bukan sekedar agama tetapi lebih dari itu ia menjadi landasan politik
dan pandangan hidup mereka dalam menjalankan roda pemerintahannya. Oleh karena
itu, Islam dan politik Melayu selalu berjalan beriringan. Islam menjadi bagian dari
kehidupan raja-raja dan masyarakat Melayu, sebaliknya raja-raja dan masyarakat
Melayu sangat identik dengan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Sudin, Mokhtaridi., 2012. Pendidikan Multikultural Sebagai Upaya
Mempertahankan Kebudayaan Melayu Islam di Tengah Arus Global.
Jurnal Akademi, [Online]. 17 (1), Tersedia di:
http://stainmetro.ac.id/e-journal/index.php/index/search/search
[Diakses 17 Maret 2015]
Jusi, M.I., 2011. Islam dan Beberapa Pengaruhnya Dalam Sistem Politik
Melayu Tradisi. UKM Journal Article Repository, [Online]. 534.
Tersedia di: http://journalarticle.ukm.my/534/
[Diakses 17 Maret 2015]
Buku
Budiarjo, Miriam., 2006. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Internet
Iswara N. Raditya, 2015. Menyoal (Kembali) Dwitunggal, Islam dan
Melayu. Dunia Melayu Sedunia, [Internet]. Tersedia di:
http://www.melayuonline.com.ind/article/read/976/menyoal-kembali-
dwitunggal-islam-dan-melayu.
[Diakses 17 Maret 2015]
Hendri Purnomo, 2014. Islam sebagai Landasan Politik Melayu. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, [Internet]. Tersedia di:
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbtanjungpinang/2014/06/08/islam
-sebagai-landasan-politik-melayu/.
[Diakses 17 Maret 2015]