PENGENDALIAN HAYATI
Nilai Praktikum
1. Besarnya nilai praktikum adalah 30% dari total nilai mata kuliah.
2. Nilai praktikum diambil dari (a) laporan, kuis dan acara praktikum; (b)
ujian akhir praktikum
3. Praktikan yang tidak mengumpulkan laporan, diberi nilai NOL untuk nilai
praktikum yang bersangkutan
4. Tidak dibenarkan membuat laporan tanpa ikut praktikum
5. Laporan dikumpulkan tepat pada waktunya, yang ditentukan oleh asisten
6. Praktikan yang tidak mengikuti seluruh materi praktikum, tidak
diperbolehkan mengikuti ujian akhir kuliah
7. Ujian akhir praktikum dilaksanakan bersamaan dengan ujian akhir kuliah
Laporan
2
Kertas ukuran kuarto
Laporan ditulis menggunakan komputer, huruf times new roman 12
Format cover terdiri atas : judul acara praktikum (sesuai materi
praktikum), nama mahasiswa dan nomor mahasiswa, fakultas/jurusan/program
studi, Universitas Jenderal Soedirman dan tahun
Isi laporan meliputi : (a) judul materi praktikum; (b) pendahuluan : berisi
latar belakang percobaan/pengamatan dan gambaran tentang sifat percobaan
yang dilakukan, sifat data yang diperoleh apakah dari primer atau data
sekunder. Jika perlu, kemukakan hipotesisnya secara singkat; (c) tujuan
praktikum pada setiap materi praktikum; (d) bahan dan metode pada laporan;
(e) hasil dan pembahasan : dapat disajikan dalm bentuk gambar, tabel, daftar
atau kombinasi yang sesuai dengan sifat percobaan. Pembahasan dilakukan
sesingkat dan sejelas mungkin berdasar teori yang ada; (f) kesimpulan; (g)
pustaka, cantumkan semua sumber bacaaan yang dipakai dalam pembuatan
laporan. Bila sumber bacaan berasal dari textbook, maka cara penulisan
pustaka adalah nama pengarang, tahun, judul buku, penerbit, kota penerbit.
Bila sumbernya adalah journal/majalah maka cara penulisan pustakanya
adalah nama pengarang, tahun judul, penerbit, volume, halaman.
3
ACARA I
KEANEKARAGAMAN ORGANISME DALAM SISTEM
PERTANIAN
A. Landasan Teoritis
Dalam ekosistem pertanian, secara umum hewan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok besar yaitu:
1. Kelompok yang memakan bagian tanaman atau mengisap cairan tanaman
sehingga menimbulkan kerusakan dan kerugian secara ekonomi disebut hama
2. Kelompok yang memakan makanan yang tersedia di suatu lahan atau kebun
tanpa menimbulkan kerusakan pada tanaman dimasukkan kelompok lain-lain,
misalnya lebah penyerbuk dan cacing tanah.
3. Kelompok hewan yang memakan hewan lain termasuk memakan hama
disebut musuh alami.
4
Cara kerja:
1. Amati setiap jenis hewan yang anda temukan di areal persawahan kampus
Karangwangkal, Unsoed dan kebun jagung ditempat yang sama, baik
menggunakan mata telanjang maupun loup.
2. Catatlah hewan apa saja yang anda temukan di areal persawahan
3. Tangkaplah serangga yang anda temukan menggunakan jaring serangga
4. Pergunakan aspirator apabila anda temukan tungau baik pada daun-daun
tanaman padi maupun gulma di sekitar tanaman padi
5. Identifikasi hewan yang anda peroleh dengan gambar di bawah ini. Selain
gambar di bawah ini, anda dapat menggunakan berbagai buku identifikasi
yang lain.
6. Kelompokkan hewan yang anda peroleh sesuai dengan gambar 1.
5
6
Wereng Kutu daun (Aphid) Kutu daun (diperbesar)
7
Kutu kebul (diperbesar) Nimfa kutu kebul (diperbesar) Tungau merah
8
Thrips Nimfa thrips sedang memakan telur tungau merah
(diperbesar)
C. Tugas
9
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Bahaslah setiap hama dan musuh alami yang anda
peroleh menggunakan Referensi journal ilmiah.
10
ACARA II
KELIMPAHAN RELATIF HAMA DAN MUSUH ALAMI
DALAM SISTEM PERTANIAN
A. Landasan Teoritis
11
1. Pengamatan langsung
(1) Pemeriksaan satu tumbuhan
Satu tumbuhan dipilih secara acak. Dari tumbuhan tersebut diamati
serangga yang besar dan bergerak dengan cepat. Semua daun (permukaan atas
dan bawah), tangkai daun, batang, bunga, dan buahnya diperiksa. Hasil
pengamatan mengenai jenis serangga yang diperkirakan ada dan jumlahnya,
stadium yang ada serta keadaan lainnya ditabelkan.
(2) Perhitungan untuk suatu jarak
Penaksiran populasi dilakukan menurut kenampakan dengan berjalan
menempuh suatu jarak yang telah ditentukan sambil membolak-balik bagian
tumbuhan. Cara ini baik dilakukan untuk tumbuhan stadium muda dengan
mengamati serangga yang tidak begitu aktif atau yang cepat menjatuhkan diri.
Untuk serangga aktif cukup dengan mengetuk tumbuhan dan menghitung
serangga yang terbang atau meloncat.
Kedua cara di atas sangat bersifat individual tergantung kepada
kemampuan pengamat. Faktor angin juga dapat berpengaruh pada hasil
perhitungan. Konversi harga relatif ke harga absolut dapat dilakukan sebagai
berikut :
Pada penaksiran dengan satuan panjang
12
daun atau bunga. Harga absolut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
yang telah diberikan.
3. Jala ayun
Alat ini paling umum digunakan untuk mengambil contoh populasi
serangga karena dengan alat ini dapat ditangkap serangga dalam jumlah relatif
besar, waktu singkat, dan biaya tidak besar.
Jala ayun terdiri dari bagian jala berbentuk kerucut, gelang kawat besar
atau besi dan sebuah tangkai. Garis tengah jala 38 cm dengan kedalaman 75 cm,
panjang tangkai 60 sampai 90 cm dengan garis tengah 2,2 cm (lihat gambar 45).
Ada berbagai cara untuk mengayun jala ini :
Ayunan sepanjang satu baris tumbuhan dan setiap ayunan berbentuk
huruf S. Dapat juga dilakukan ayunan sepanjang dua baris tumbuhan dengan
cara ayunan huruf S. Selain ayunan berbentuk huruf S ada juga ayunan yang
berbentuk angka 8. Meskipun metoda jala ayun merupakan salah satu metoda
yang paling mudah dilaksanakan, tetapi penafsiran yang didapatkan tidaklah
terlalu teliti. Beberapa faktor lingkungan sangat mempengaruhi hasil tangkapan :
- Suhu yang memberikan pengaruh pada pergerakan
serangga
- Suhu dan Kelembaban Udara yang memberikan pengaruh pada
posisi tumbuhan dan serangga
- Kecepatan Angin yang berpengaruh pada tempat bersembunyi
serangga
- Posisi Matahari yang berpengaruh kepada perilaku serangga
- Ukuran tumbuhan yang berpengaruh pada pelaksanaan ayunan
- Kerapatan dan Tekstur Daun yang berpangaruh pada pelaksanaan
ayunan
4. Jala pengisap atau alat penghisap
Di samping perangkap yang mampu menghisap udara sehingga serangga
tersedot ke dalamnya, ada juga alat pengambil sampel yang bernama D-Vac yang
boleh juga dianggap semacam jala yang dapat menghisap udara. Ini merupakan
jala dengan bingkai logam dihubungkan kepada blower dengan lorong lentur
yang terbuat dari karet atau bahan kedap lainnya. Blower digerakkan dengan
mesin penggerak kecil dan keseluruhan alat ini dapat dibawa di punggung. Cara
pengambilan sampel mempunyai pola yang sama dengan jala ayun. Alat ini
sangat cocok untuk mengambil serangga kecil. Segi yang kurang
menguntungkan adalah harga dan perawatannya yang mahal.
5. Kotak fumigasi (absolut)
Kotak atau kandang fumigasi dapat berupa kotak sampah plastik yang
besar dan diberi lubang untuk fumigasi atau dibuat khusus dari kerangka metal
yang dibungkus dengan lembaran kayu, plastik, atau seng serta diberi lubang
untuk fumigasi. Tinggi kandang sedikit melebihi tinggi tumbuhan dan perlu
disediakan alas yang sedikit lebih luas dari dasar kandang. Landasan dapat terdiri
dari dua belahan yang dapat disatukan di dasar tumbuhan.
13
Pengambilan sampel dilakukan dengan menutupkan kandang atau kotak
di atas landasan tumbuhan. Fumigasi dilakukan dengan aerosol yang berisi
pyretrin 20%. Dalam waktu 5 sampai 8 detik serangga yang berada di kandang
atau kotak berjatuhan. Kotak diangkat dan serangga dikumpulkan untuk
diidentifikasi dan dihitung.
6. Ekstraksi tumbuhan utuh
Untuk cara ini diperlukan sebuah sangkar kasa dengan ukuran 1,8 x 1,8 x
1,8 m yang berkerangka metal. Salah satu sisi sangkar diberi zipper untuk masuk
satu dua orang. Sangkar ditempatkan pada lokasi yang dikehendaki. Pengambil
sampel masuk ke dalam sangkar membawa alat pengumpul serangga (aspirator),
pemotong tumbuhan, dan kantung plastik. Semua serangga di dinding sangkar
diambil sampai habis, kemudian tumbuhan dipotong dan dimasukkan ke dalam
kantung plastik dan diikat erat. Serasah dan daun jatuhan juga dikumpulkan
dalam plastik lainnya. Sangkar dibiarkan untuk satu dua jam lagi sehingga sisa
serangga yang keluar dari persembunyiannya masih dapat dikumpulkan lagi.
7. Mengektraksi serangga dari tanah
Sangat sulit untuk dapat mengumpulkan serangga yang berada di dalam
tanah, karena kepadatan dari tanah dan biasanya serangga di dalam tanah tidak
dapat dengan mudah untuk dilihat atau diambil. Karena itu, teknik untuk
mengumpulkan serangga dari dalam tanah menjadi lebih kompleks, rumit, dan
mahal. Walaupun demikian mengambil sampel serangga dari dalam tanah sangat
penting karena lebih dari 90% spesies serangga menghabiskan sekurang-
kurangnya satu tahapan hidup di dalam atau pada permukaan tanah. Cara yang
paling umum digunakan untuk mengumpulkan serangga dari tanah adalah
dengan menggunakan Berlese funnel, menyaring, dan mengambangkan. Semua
teknik tersebut memerlukan sampel tanah terlebih dahulu. Sampel tanah diambil
dengan menggunakan bor tanah atau sekop.
Berlese furnel merupakan salah satu alat yang paling umum digunakan
untuk mengumpulkan serangga dari dalam tanah. Teknik ini, aslinya
dikembangkan oleh seorang ahli serangga Italia A. Berlese pada awal tahun
1990, menggunakan air panas di sekeliling furnel untuk memanaskan dan
mengeringkan sampel tanah yang terdapt di dalam furnel. A. Tullgreen, orang
Swedia, mengganti sumber panas ini dengan lampu pijar yang diletakkan di atas
sampel tanah. Modifikasi yang lain untuk efisiensi telah dikembangkan, tetapi
semuanya memiliki satu prinsip yang sama, yaitu membuat kondisi lingkungan
menjadi tidak sesuai bagi serangga sehingga memaksa mereka untuk keluar dari
tanah atau memberikan suatu bentuk perangsangan bagi serangga untuk keluar
dari dalam tanah. Bila menggunakan teknik ini, hal yang harus diperhatikan
adalah pencegahan kematian serangga sebelum ia meninggalkan tanah. Biasanya
pemanasan dilakukan secara bertahap sehingga serangga dapat terhindar dari
kekeringan. Teknik ini tidak dapat digunakan untuk mengambil serangga yang
berada dalam tahap tidak aktif seperti, telur, pupa, atau serangga-serangga yang
dorman.
14
Teknik pengayakan (penyaringan) merupakan suatu teknik yang sangat
mekanik. Kelebihan dari teknik ini bila dibandingkan dengan menggunakan
Berlese furnel adalah tidak tergantung kepada pergerakan dari serangga.
Pengayakan kering atau basah dapat digunakan untuk mengumpulkan serangga.
Ayakan yang digunakan adalah ayakan bertingkan dimulai dari ayakan kasar
sampai ayakan halus. Metoda ini sangat mengandalkan ukuran tubuh dari
serangga.
Metoda pengambangan merupakan metoda yang didasarkan kepada
prinsip bahwa partikel yang memiliki gravitasi lebih rendah dari mediumnya
akan mengambang pada permukaan medium. Serangga pada umumnya dapat
mengambang di atas permukaan air. Efisiensi dari metoda ini dapat ditingkatkan
dengan menambahkan garam, seperti magnesium sulfat pada medium.
8. Berbagai perangkap khusus
(1) Perangkap cahaya (lampu)
Perangkap ini khusus digunakan
untuk serangga dewasa yang tertarik pada
sinar. Serangga yang tertangkap dibunuh
dengan air campur minyak tanah atau dengan
sianida. Perangkap cahaya merupakan
perangkap yang paling banyak digunakan
terutama untuk menangkap serangga ham
dari kelompok ngengat (Lepidoptera) dan
nyamuk (Diptera : Culicidae). Karena banyak
ngengat (terutama spesies dari kelompok Noctuidae) dan serangga lain yang
tertarik dengan panjang gelombang cahaya yang pendek, makalampu ultra violet
banyak digunakan pada perangkap cahaya
(2) Perangkap dengan menggunakan umpan
Perangkap tipe ini mengandalkan kepada kemampuan mencium dan
mengecap dari serangga. Umpan yang paling umum digunakan adalah makanan.
Aroma dari makanan yang menyebabkan serangga tertarik atau merubah
perilakunya disebut kairomone. Penarik lain yang sering digunakan adalah sex
pheromone (feromon sex). Serangga yang tertarik oleh senyawa ini selanjutnya
dapat dibunuh dengan menggunakan kertas berpelekat atau sianida.
(3) Perangkap Malaise
Perangkap ini merupakan suatu perangkap yang tidak menggunakan
umpan dan mengandalkan kepada kebiasaan terbang serangga yang biasanya
mengarah ke atas. Perangkap ini pada dasarnya merupakan suatu tenda yang
terbuat dari jala halus yang terbuat dari katun atau nilon yang berfungsi untuk
menangkap serangga yang terbang. Pada bagian puncak tenda terdapat wadah
untuk menampung serangga.
(4) Suatu lembaran alumunium atau kain (karton) diberi perekat
khusus dan direntangkan di tempat yang diperkirakan dilewati serangga terbang.
15
(5) Alat penangkap serangga yang merayap di tanah, terdiri dari tabung
yang ditanam di tanah, corong, dan pelindung. Serangga yang melewatinya akan
tergelincir masuk ke tabung. Serangga yang tertangkap dibunuh dengan
formalin. Perangkap ini dikenal sebagai Perangkap Pitfall. Perangkap ini
digunakan untuk menangkap serangga-serangga yang bergerak di permukaan
tanah. Masalah yang banyak muncul dari penggunaan perangkap ini adalah
curahan air hujan yang dapat menyebabkan air pada wadah penangkap meluap
dan serangga yang tertangkap hilang. Dengan menggunakan suatu struktur yang
dapat mencegah curahan air hujan, masalah ini dapat diatasi.
C. Cara kerja
C.1. Pemeriksaan langsung terhadap individu tanaman padi
1. Satu tumbuhan padi dipilih secara acak
2. Semua daun (permukaan atas dan bawah), tangkai daun, batang, bunga,
dan buahnya diperiksa.
3. Amati hewan (serangga, kutu, acari, laba-laba) yang anda temukan baik
menggunakan mata telanjang ataupun loup
4. Tabulasikan hasil pemeriksaan dengan cara mengelompokkan yang
termasuk hama, musuh alami dan lainnya
C.2. Pemeriksaan langsung pada suatu jarak
1. Berjalanlah lurus sejauh 4 m di antara dua pematang sawah
2. Disepanjang perjalanan tersebut, periksalah setiap individu tanaman padi
di salah satu sisi anda dengan cara membolak-balikkan bagian tumbuhan
tersebut
3. Amati hewan (serangga, kutu, acari, laba-laba) yang anda temukan dan
catatlah jumlah maupun jenisnya.
4. Kelompokkan hewan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Hitunglah jumlah individu per hektar
Jumlah individu per hektar =
16
3. Catatlah hewan yang apa saja yang anda temukan. Hitunglah jumlah
individu setiap jenisnya
4. Kelompokkan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
C4.Pemeriksaan menggunakan aspirator
1. Dipilih satu individu tanaman padi
2. Apabila anda temukan hewan yang bergerak lambat, gunakan
aspirator untuk menghisap hewan tersebut masuk ke dalam botol
aspirator
3. Catatlah hewan yang anda temukan. Hitunglah jumlah individu
setiap jenisnya
4. Kelompokkan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
C5.Pemeriksaan menggunakan perangkap pitfall
1. Isilah perangkap pitfall dengan alkohol 70%
2. Tempatkan perangkap pitfall untuk setiap lajur tanaman jagung
sebanyak 3 buah dengan jarak setiap lajur 4 m
3. Ambillah perangkap tersebut pada keesokan harinya
4. Amati di bawah mikroskop binokuler organisme permukaan tanah apa
saja yang anda peroleh
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
C. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah grafik kelimpahan relatif hama dan musuh
alami dan bahas. Pembahasan menggunakan journal ilmiah sangat disarankan.
17
ACARA III
KAPASITAS PREDASI LABA-LABA TERHADAP
HAMA EKOSISTEM PERTANIAN
A. Landasan Teoritis
Pengendalian hayati adalah perbuatan parasitoid, predator dan patogen
dalam memelihara kepadatan populasi organisme pada tingkat rata-rata yang lebih
rendah dari pada apabila perbuatan itu tidak ada. Pengendalian alami mencakup
semua pengaturan populasi secara hayati tanpa campur tangan manusia.
Sebaliknya jika pengendalian alamiah secara langsung dan sengaja digunakan
untuk pengendalian organisme pengganggu atau jika pernahaman tentang
organisme hidup digunakan sebagai dasar untuk strategi atau taktik pengendalian,
maka didefinisikan sebagai pengendalian hayati (Biological Control) . Jadi
pengendalian hayati adalah manipulasi secara langsung dan sengaja musuh alami,
pesaing organisme pengganggu, seluruhnya atau sebagian, atau sumber daya yang
diperlukan oleh agen itu untuk pengendalian organisme pengganggu atau dampak
negatifnya.
Pada ekosistem sawah maupun sistem pertanian lainnya terdapat berbagai
komunitas yang saling berinteraksi, meskipun kompleksitasnya tidak seperti yang
terdapat pada ekosistem alami. Komunitas arthropoda (terutama serangga dan
laba-laba) umumnya mendominasi ekositem sawah. Laba-laba merupakan
kelompok predator terbesar kedua setelah Heteroptera. Dari seluruh kelompok
predator yang terdapat pada ekosistem sawah, sekitar 16% sampai 35% adalah
laba-laba. Laba-laba merupakan predator polifag (terutama memangsa serangga)
sehingga berperan dalam mengontrol populasi serangga. Komunitas laba-laba
umumnya berhubungan erat dengan karakteristik komunitas tumbuhan. Laba-laba
pembuat jaring berhubungan langsung dengan arsitektur vegetasi karena
merupakan prasyarat untuk dapat menempatkan jaringnya. Bagi laba-laba yang
hidup di serasah, daun daun yang gugur di lantai hutan merupakan habitat yang
sesuai baginya. Jumlahnya secara dramatis meningkat ketika lapisan serasah
semakin tebal karena lebih banyak tempat tersedia untuk bersembunyi dan
terhindar dari suhu yang ekstrim. Pada ekosistem sawah, struktur komunitas laba-
laba mungkin berbeda karena perbedaan lingkungan, varietas yang digunakan,
pola tanam, serta cara bercocok tanam.
Kebanyakan familia laba-laba yang ditemukan dalam ekosistem sawah
polikultur adalah Metidae, Salticidae, Pisauridae, dan Clubionidae, sedangkan
Linyphiidae hanya dijumpai pada ekosistem sawah monokultur. Clubionidae,
misalnya, merupakan laba-laba yang aktif pada malam hari (nokturnal) yang pada
siang hari masuk ke dalam kokon yang dibuatnya di bawah daun padi. Pisauridae
merupakan laba-laba pemburu di pangkal tanaman dekat permukaan air.
Linyphiidae dan Metidae membuat jarring pada rumpun padi yang rimbun
18
sehingga agak tersembunyi. Sedangkan Salticidae merupakan laba-laba pelompat
yang sangat lincah sehingga tidak mudah untuk menangkapnya.
Keberhasilan laba-laba pada ekosistem pertanian untuk mengendalikan
berbagai jenis hama, termasuk lalat sangat ditentukan oleh kapasitas predasinya.
Kapasitas predasi suatu musuh alami bergantung pada ukuran mangsa, lama
waktu menemukan, melumpuhkan dan menangani mangsa, selain juga jumlah
mangsa.
C. Cara kerja
1. Ambillah satu tempat baik di persawahan padi maupun perkebunan
jagung, yang berisi satu individu laba-laba dalam jaringnya
2. Carilah lalat rumah menggunakan perangkap yang diberikan asisten dan
ulat pada daun-daun ekosistem pertanian dan perkebunan jagung
2. Tempelkan satu individu lalat rumah dan ulat dalam keadaan hidup pada
jaring laba-laba
3. Pada saat menempelkan lalat rumah dan ulat, mulailah mencatat waktu
4. Hitunglah lama waktu laba-laba menemukan, melumpuhkan dan
menangani mangsa
5. Pengertian menangani mangsa dapat bermakna lama waktu menggulung
mangsa menggunakan jaring-jaring tambahan karena tidak akan
dikonsumsi pada saat itu juga. Selain itu, pengertian menangani mangsa
juga bermakna mengkonsumsi segera. Catatlah kemungkinan yang terjadi.
D. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah tabel pengamatan lama waktu menemukan,
melumpuhkan dan menangani mangsa. Pembahasan menggunakan journal ilmiah
sangat disarankan.
19
Laba-laba serigala Laba-laba kepiting
20
ACARA IV
RANTAI MAKANAN
A. Landasan Teori :
Rantai makanan adalah urutan transfer energi melalui kegiatan makan
dimakan dalam urutan Produsen- Konsumen-Konsumen2- Konsumen3- Pengurai.
Pada studi rantai makanan kutu loncat (Heteropsylla cubana) terdapat urutan:
Daun lamtoro (produsen)- Kutu Loncat (pythopagus/konsumen tk I)- Serangga x
(predator/konsumen tk 2)- dst.
Tabel pengamatan
No Nama ilmiah fauna Peran dalam rantai Rasio
makanan Prey Predator
21
ACARA V
STRUKTUR POPULASI
A. .Landasan teori:
Struktur populasi merupakan proporsi antara tahapan hidup suatu jenis
fauna. Pada fauna yng mengalami metamorfosa sempurna (holometabola) maka
struktur populasi menunjukkan jumlah masing-masing tingkatan hidup yaitu
telur, larva, pupa dan imago sedangkan pada fauna dengan metamorfosa tidak
lengkap (hemimetabola) maka struktur populasi merujuk jumlah telur, jumlah
nympha dan jumlah imago dari populasi fauna.
Struktur populasi dipengaruhi 4 faktor yaitu natalitas, memigrasi , imigrasi
dan mortalitas. Dalam kurun waktu tertentu struktur populasi dapat mengalami
salah satu dari 3 model struktur populasi yaitu:
1. Struktur Populasi stabil : adalah populasi yang memiliki jumlah individu
tingkatan yang lebih muda selalu lebih banyak dibanding jumlah individu
yang lebih tua. Telur berjumlah lebih banyak dari larva, larva berjumlah
lebih banyak dari pupa dan pupa berjumlah lebih banyak dari imago.
2. Struktur Populasi Konstan : adalah Populasi yang memiliki jumlah
individu tingkatan yang lebih muda sama banyak dibanding jumlah
individu yang lebih tua. Telur berjumlah sama banyak dengan larva, larva
berjumlah sama banyak dengan pupa dan pupa berjumlah sama banyak
dengan imago.
3. Struktur Populasi tidak stabil : adalah populasi yang memiliki jumlah
individu tingkatan yang lebih muda selalu lebih sedikit dibanding jumlah
individu yang lebih tua. Telur berjumlah lebih sedikit dari larva, larva
berjumlah lebih sedikit dari pupa dan pupa berjumlah lebih sedikit dari
imago.
Dari ketiga model struktur populasi ini maka model struktur populasi
stabil merupakan struktur populasi ideal yang mampu bertahan dari waktu ke
waktu.
22
B. Bahan, Alat dan Cara Kerja :
Bahan : Kutu loncat (Heteropsylla cubana).
Alat : Loup. Label. Hand counter.
Cara Kerja :
Pilihlah 10 tangkai daun lamtoro secara acak.
Berikan label penanda group anda pada pangkal tangkai daun lamtoro.
Gunakan Luop pembesar untuk memeriksa fauna yang hidup pada
tangkai daun lamtoro yang terpilih.
Hitunglah setiap tingkatan hidup (telur, nympha dan sewasa).
C. Tugas
Buatlah laporan hasil kerja anda sesuai dengan petunjuk pada Tata Kerja
Praktikum, sub bab laporan. Buatlah tabel pengamatan jumlah setiap tingkatan
kutu loncat, buatlah histogram secara simetri yang menggambarkan jumlah setiap
tingkatan hidup, masuk dalam kategori model struktur populasi manakah hasil
pengamatan anda?. Pembahasan menggunakan journal ilmiah.
23
DAFTAR PUSTAKA
Barrion AT., Litsinger J.A. 1995. Riceland Spiders of South and Southeast Asia.
Manila: IRRI. CABI.
Foelix, R.F. 1996. Biology of Spider. Second Edition. New York: Oxford Univ Pr
and Georg Thieme Verlag. p.110 149.
Heong, K.L., Aquino G.B., Barrion A.T. 1991. Arthropod community structure of
rice ecosystem in the Philippines. Bull. Entomol. Res. 81: 407 416.
Van Mele, P. dan N.T.T. Cuc, 2004. Semut Sahabat Petani : meningkatkan hasil
buah-buahan dan menjaga kelestarian lingkungan bersama semut rangrang
(Alih bahasa oleh: Rahayu, S.). World Agroforestry Centre (ICRAF), 61 p.
24