Anda di halaman 1dari 4

CHRISTINE E.S.N.

NIM. 0610230042
KELAS CB
FORENSIC ACC. & FRAUD EXAM.

BAB 4
ATRIBUT, STANDAR, DAN KODE ETIK AKUNTANSI FORENSIK

Atribut
Howard R. Davia memberi lima nasehat kepada seorang auditor pemula dalam
melaksanakan investigasi terhadap fraud yaitu :
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan
(perpetrator intent to commit fraud).
3. Kreatiflah, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak dalam hal arah
pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi yang dilakukan (be creative, think like a
perpetrator, do not be predictable)
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.
5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan
dalam investigasi proaktif), si auditor harus mempertimbangkan apakah kecurangan
dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan.
Nasehat Davia mengenai pelaksanaan investigasi fraud oleh auditor pemula dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Dari awal upayakan menduga siapa pelaku.
2. Fokus pada pengumpulanbukti untuk proses pengadilan.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigasi, berpikir seperti penjahat, jangan mudah
ditebak.
4. (kalau sistem pengendalian intern sudah baik), fraud hanya bisa terjadi karena
persekongkolan, investigator harus memiliki indera atau intuisi yang tajam untuk
merumuskan teori mengenai persekongkolan; ini adalah sebagai bagian dari teori
mengenai fraud.
5. Kenali pola fraud. Ini memungkinkan investigator menerapkan teknik investigasi yang
sukses.

Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud


Berdasarkan Association of Certified Fraud Examiners, pemeriksa fraud harus
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik di samping keahlian teknisnya
seperti kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak
memihak, sahih (mengikuti ketentuan perundang-undangan), akurat, serta mampu
melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap.
2. Pemeriksa harus memiliki kemampuan untuk menumbuhkan kepercayaan pada diri orang
lain sehingga tujuan spesifik yakni mendapat informasi dapat tercapai. Hal tersebut juga
diperlukan karena pemeriksa fraud berurusan dengan segala macam jenis manusia dari
berbagai latar belakang. Idealnya, pemeriksa harus mempunyai kepribadian yang menarik
dan memotivasi orang lain untuk membantunya.
3. Karena setiap orang itu unik (tiada duanya), maka pemeriksa fraud harus mampu
berkomunikasi dalam bahasa mereka.
4. Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep
keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan terhadapnya.

Kualitas Akuntan Forensik


Berdasarkan jawaban kuesioner yang dibagikan oleh Robert J. Lindquist, kualitas
yang harus dimiliki seorang akuntan forensik antara lain :
Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang
normal dan mempertimbangkan interpreatsi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan
situasi bisnis yang normal.
Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa
dan situasi.
Tak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pandang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak
mendukung dan ketika dokumen dan informasi sulit diperoleh.
Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan
sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan di
bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).

Standar
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk
mereka yang melaksanakan investuagasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah
investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai perusahaan. Standar tersebut antara lain :
Standar 1 : Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui (accepted
best practice).
Dalam istilah ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan antara
praktek-praktek yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat itu
(benchmarking) dan upaya benchmarking dilakukan terus menerus mencari
solusi terbaik.
Standar 2 : Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga
bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
Standar 3 : Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi
dan diindeks, dan jejak audit tersedia.
Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di
kemdian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan
benar dan juga membantu perusahaan dalam upaya perbaikan cara-cara
investigasi sehingga accepted best practice dapat dilaksanakan.
Standar 4 : Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan
senatiasa menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai
yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator dituntut.
Standar 5 : Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan
kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut
baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana.
Di Indonesia, terdapat tindak pidana di mana beban pembuktian terbalik
dimungkinkan yang membuat jaksa penuntut umum harus mengajukan
sedikitnya dua alat bukti yang memberikan keyakinan kepada hakim.
Standar 6 : Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang
sangat kritis ditinjau dari segi waktu.
Sejak investigator memulai investigasinya, ia harus menentukan cakupan
mengenai hal-hal yang esensial dalam tugasnya.
Standar 7 : Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk
perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak
dengan pihak ketiga, pengamanan menganai hal-hal yang bersifat rahasia,
ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan,
keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai
pelaporan.

Kode Etik
Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi
bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui orang lain), rasa hormat
dan kehormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya dari pengguna
dan stakeholders lainnya.
Seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris, Lord (John Fletcher) Moulton
membedakan tiga wilayah tingkat manusia yaitu :
1. Wilayah hukum positif, di mana orang patuh karena ada hukum dan hukuman untuk
ketidakpatuhan.
2. Wilayah kebebasan memilih, di mana orang mempunyai kebebasan penuh untuk
menentukan sikapnya.
3. Wilayah yang ketiga merupakan wilayah yang berada di tengah-tengah kedua wilayah
yang telah disebutkan sebelumnya atau disebut Lord Moulton sebagai kesopansantunan
Menurut Moulton, yang menentukan kebesaran suatu bangsa adalah berapa besarnya
kepatuhan bangsa itu akan hal-hal yang tidak dapat dipaksakan kepadanya (namun
mengandung nilai-nilai yang luhur) atau dengan kata lain kebesaran suatu bangsa ditentukan
oleh kepatuhannya akan ethics. Berikut adalah contoh suatu kode etik yang dalam hal ini
berlaku di dalam KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi (sebagian dari kode etik) :
(1) Nilai-nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilaksanakan dalam bentuk
sikap, tindakan, dan perilaku Pimpinan KPK.
(2) Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar bisa yang dimilikinya demi martabat
KPK dan martabat pimpinan KPK dengan perilaku, tindakan, sikap, dan ucapan
sebagaimana dirumuskan dalam Kode Etik.
(3) Kode Etik diterapkan tanpa toleransi sedikit pun atas penyimpangannya (zero tolerance)
dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya.
(4) Perubahan atas Kode Etik Pimpinan KPK menurut keputusan ini akan segera dilakukan
berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat yang ditetapkan oleh Pimpinan
KPK.
Terdapat dua hal yang menarik dari Kode Etik di atas yaitu pimpinan KPK menetapkan kode
etik bagi mereka sendiri yakni pimpinan KPK memulai dari diri mereka sendiri dan bukan
dari karyawan mereka dan yang kedua adalah kode etik tersebut sejalan dengan temuan IRS
terhadap orang Amerika yang berlatar belakang etnis Asia.
Dalam pelaksanaan kode etik, tidak cukup hanya dengan memiliki dokumen
mengenai Standar dan Kode Etik, diperlukan pula penegakan yang tegas dan konsisten
sehingga kredibilitas profesi tidak diragukan. Mempunyai dokumen mengenai Standar dan
Kode Etik sendiri hanya merupakan langkah awal yang baik untuk memulai pelaksanaan
kode etik tersebut.

Anda mungkin juga menyukai