Anda di halaman 1dari 15

Analisis Blasphemy Atau Hate Speech Dalam Hukum Internasional Dan

Hubungannya Dengan Freedom Of Opinion And Expression

DINO RAFIDITYA PRADANA


145010107121002

KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebebasan berbicara (Inggris: Freedom of speech) adalah kebebasan yang
mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan
sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk
menyebarkan kebencian. dapat diidentikan dengan istilah kebebasan berekspresi
yang kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan bukan hanya kepada
kebebasan berbicara lisan, akan tetapi, pada tindakan pencarian, penerimaan dan
bagian dari informasi atau ide apapun yang sedang dipergunakan. walaupun
Kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi yang terkait erat dengan sebuah
kebebasan, namun berbeda dan tidak terkait dengan konsep kebebasan berpikir
atau kebebasan hati nurani.1
Menurut pasal 19 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights)
1. Setiap orang berhak untuk memiliki pendapat tanpa gangguan.
2. Setiap orang memiliki hak untuk kebebasan berekspresi; hak ini mencakup
kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan pemikiran
apapun, Terlepas dari perbatasan, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk
cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.
3. Pelaksanaan hak-hak Disediakan untuk dalam ayat 2 pasal ini disertai dengan
tugas dan tanggung jawab khusus. Oleh karena itu dapat dikenakan pembatasan
tertentu, tetapi Ulasan ini hanya akan menjadi seperti yang disediakan oleh hukum
dan yang Diperlukan:
(A) menghormati hak atau nama baik orang lain;
(B) Untuk perlindungan keamanan nasional atau ketertiban umum (ordre
public), atau kesehatan atau moral umum.2

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_berbicara Kebebasan Bicara, diakses 4


April 2017 pada pukul 20.00

2 http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/CCPR.aspx United Nations


Human Rights International Covenant on Civil and Political Rights diakses 4 April
2017 pada pukul 20.03
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aturan blasphemy & hate speech dalam hukum internasional?
2. Bagaimana aturan freedom of speech dalam hukum internasional
3. Bagaimana kaitannya dengan hukum nasional negara perancis

C.Tujuan dan Manfaat


Tujuan dalam pembuatan makalah ini untuk memenuhi Tugas Terstruktur I
Kapita Selekta Hukum Internasional
Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah agar pembaca
makalah ini dapat mengerti kebebasan berbicara bukan hanya di Indonesia
melainkan di negara lain juga yakni perancis yang dimana dari kebebasan
berbicara tersebut apakah memiliki batasan batasan terkait penistaan ataupun
ujaran kebencian
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Blasphemy merupakan tindak penghinaan, penhujatan, atau ketidaksopanan
terhadap tokoh-tokoh suci,3 artefak agama, adat istiadat, dan keyakinan suatu
agama. Beberapa negara memiliki hukum berkenaan dengan penistaan agama.
sementara yang lain memiliki hukum untuk memberikan bantuan kepada mereka
yang tersinggung oleh blasphemy. Hukum-hukum dapat mencegah blasphemy
sebagai masalah fitnah menghujat, fitnah agama, menghina agama, atau kebencian
Beberapa agama menganggap penghujatan sebagai kejahatan religius. 4 Pada 2012,
undang-undang anti-penghujatan ada di 32 negara, sementara 87 negara memiliki
undang-undang kebencian yang menutupi penistaan agama dan ekspresi publik
dari kebencian terhadap kelompok agama. 5 undang-undang anti-penghujatan
sangat umum di negara-negara mayoritas Muslim, seperti yang di Timur Tengah
dan Afrika Utara, meskipun mereka juga hadir di beberapa negara Asia dan Eropa
Di beberapa negara dengan negara agama, penghujatan yang dilarang di
bawah hukum pidana. undang-undang tersebut telah menyebabkan penganiayaan,
penggantungan, pembunuhan atau penangkapan minoritas dan anggota
pembangkang, setelah tuduhan tipis.6
Pada 2012, 33 negara memiliki beberapa bentuk undang-undang anti-
penghujatan dalam kode hukum mereka Dari jumlah tersebut, 20 adalah negara-
negara mayoritas Muslim - Afghanistan, Aljazair, Bahrain, Mesir, Indonesia, Iran,
Yordania, Kuwait, Malaysia, Maladewa, Maroko, Oman, Pakistan, Qatar, Arab
Saudi, Somalia, Sudan, Turki, UEA dan Sahara Barat. Dua belas negara-negara

3 Avery, Kenneth (2004). Psychology of Early Sufi Sama: Listening and Altered States. Routledge. p. 3

4 Blasphemy Divide: Insults to Religion Remain a Capital Crime in Muslim LandsThe Wall Street Journal (5 April
2017)

5 Laws Penalizing Blasphemy, Apostasy and Defamation of Religion are Widespread Pew Research (5 April 2017)

6 United Nations will violate Human Rights International Humanist and Ethical Union. Diakses pada 5 April 2017
lain dengan undang-undang anti-penghujatan pada tahun 2012 adalah Denmark,
Finlandia, Jerman, Yunani, India, Irlandia, Italia, Lebanon, Malta, Belanda
(dihapuskan pada tahun 2014), Nigeria, Polandia dan Singapura. Penghujatan
diperlakukan sebagai kejahatan besar (hukuman mati) di banyak negara Muslim.
Negara-negara lain telah menghapus larangan penghujatan. Perancis
melakukannya pada tahun 1881 untuk memungkinkan kebebasan beragama dan
kebebasan pers dan penghujatan dihapuskan atau dicabut di Swedia pada tahun
1970, Norwegia dengan Kisah Para Rasul pada tahun 2009 dan 2015, Belanda
pada 2014, Islandia pada tahun 2015, dan Malta pada tahun 2016.
Di mana penghujatan dilarang, itu dapat berupa beberapa undang-undang
yang secara langsung menghukum penistaani agama, atau undang-undang yang
memungkinkan mereka yang tersinggung dengan penghujatan untuk menghukum
penghujat. Hukum-hukum dapat membenarkan hukuman atau pembalasan atas
penghujatan di bawah label fitnah menghujat, ekspresi oposisi, atau "fitnah,"
agama atau beberapa praktek keagamaan, penghinaan agama, atau kebencian
pidato.
Oleh karena itu Blasphemy atau hate speech diatur dalam ICCPR
(International Covenant on Civil and Political Rights) di pasal 20 ayat 2
menyebutkan Setiap pembelaan dari kebangsaan, rasial atau kebencian agama
yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau
kekerasan harus dilarang oleh hukum

2.
A. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
Dengan suara bulat Majelis Umum mengadopsi Deklarasi Universal pada tanggal
10 Desember 1948, dan Deklarasi ini merupakan pernyataan terpenting tentang
kewajiban hak asasi manusia yang diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Walaupun pada saat diadopsi Deklarasi Universal dianggap secara luas
sebagai pernyataan prinsip prinsip, sejak itu menjadi semakin signifikan dari waktu
ke waktu. Proklamasi Teheran, yang menandai peringatan ulang tahun Deklarasi
Universal yang ke-20, yang disetujui oleh Majelis Umum PBB, menyatakan bahwa
Deklarasi Universal menguraikan pengertian bersama dari semua rakyat di dunia
mengenai hak-hak yang tidak dapat dicabut atau dilanggar yang dimiliki setiap
manusia dan merupakan kewajiban untuksemua anggota masyarakat
internasional.7
Pada tahun 1971, Sekretaris Jenderal PBB mengamati bahwa: Selama sekian tahun
sejak penerapannya, melalui pengaruhnya di berbagai macam konteks, Deklarasi
ini menimbulkan dampak signifikan pada pola dan isi hukum internasional dan
memperoleh status yang melebihi apa yang diharapkan pada awalnya. Pada
umumnya, dua unsur dapat dibedakan dalam proses ini: pertama, penggunaan
Deklarasi sebagai patokan untuk mengukur isi dan tingkat penghormatan terhadap
hak asasi manusia; dan kedua, menegaskan kembali Deklarasi dan ketentuannya
dalam serangkaian instrumen lainnya. Sebagai akibat dari kedua unsur ini, yang
sering tergabung, Deklarasi dapat menimbulkan dampak kumulatif yang persuasif.
Deklarasi Universal adalah langkah pertama dalam pembentukan Undang-Undang
Internasional tentang Hak Asasi Manusia, yang diselesaikan pada tahun 1976
dengan diberlakukannya kedua perjanjian hak asasi manusia internasional yang
terkemuka, yaitu
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sivil dan Politik (yang dibahas di bawah)
dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pemberlakuan kedua Kovenan tersebut sama sekali tidak mengurangi dampak dari
Deklarasi Universal yang disebarluaskan. Sebaliknya, sebagaimana dinyatakan
dalam sebuah buku pedoman PBB,
Penciptaan kedua Kovenan, dan kenyataan bahwa kovenan tersebut mencantumkan
pelaksanaan yang diperlukan untuk menjamin perwujudan hak dan kebebasan yang
diuraikan dalam Deklarasi, memperkuat Deklarasi.8
Deklarasi melindungi semua orang dan berlaku untuk semua pemerintah:

7 Resolusi terakhir dalam Konferensi Internasional tentang HAM, 4, para. 2, UN Doc. A/CONF
32/41, yang disetujuioleh Majelis Umum dalam GA Res. 2442 (XXIII, 19 Des. 1968; 23 GAOR,
Supp. No. 18 (A/7218), 49.

8 United Nations Action in the Field of Human Rights (Tindakan PBB di Bidang Hak Asasi
Manusia) (New York:United Nations, 1983), UN Doc. ST/HR/2/Rev.2, UN Sales No. E.83.XIV.2,
Bab. II, para. 67, 14.
Deklarasi ini, sesuai dengan judulnya, memang bersifat universal dalam
penerapannya dan berlaku bagi setiap manusia, di mana saja, tanpa melihat apakah
pemerintahnya menerima atau meratifikasi Kovenan-Kovenan... .9
Deklarasi Universal menimbulkan dampak yang sangat dahsyat pada
pengembangan hukum internasional maupun hukum nasional tentang hak asasi
manusia. Hampir semua perjanjian hak asasi manuia yang diadopsi oleh badan-
badan PBB sejak 1948 menguraikan prinsip-prinsip yang diatur dalam Deklarasi
Universal. Baik Konvensi Amerika dan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi
Manusia menyatakan dalam pembukaannya bahwa prinsip yang diberlakukan
adalah prinsip yang diatur dalam Deklarasi, dan negara-negara CSCE berjanji
dalam Helsinki Final Act untuk bertindak sesuai dengan tujuan dan prinsip
Piagam PBB dan Deklarasi Universal. Lagipula, banyak negara telah
menyesuaikan ketentuan dalam konstitusinya dengan Deklarasi Universal, dan
pengadilan nasional menerapkan norma-normanya.10
Sebagaimana dinyatakan oleh Hakim Agung Muhammad Haleem dari Pakistan:
Deklarasi Universal sekarang diakui secara luas sebagai Magna Carta untuk
kemanusiaan, yang harus ditaati oleh semua aktor pada tingkat internasional. Yang
pada awalnya hanya merupakan harapan bersama sekarang disebutkan sebagai
penafsiran otoritatif atas ketentuan hak asasi manusia dalam Piagam PBB dan
sebagaimana diatur dalam hukum kebiasaan ... yang merupakan intinya Bill of
Rights yang bersifat global11

9 Id. at 68.

10 Sebagian besar dari Deklarasi telah dicantumkan dalam konstitusi beberapa negara,
termasuk Algeria, Pantai Gading,Madagaskar dan Kamerun. Lihat UN Action in the Field of
Human Rights, UN Doc. ST/HR/2/Rev.1 (1980), 21; dan UN
Action in the Field of Human Rights (1983), Bab. II.F, para. 75. Selain itu, banyak konstitusi
memuat perlindungan untuk hak
dan kebebasan fundamental yang didasarkan apa yang diatur dalam Deklarasi. Lihat
misalnya Bagian 3.2.1 infra.

11 "The Domestic Application of International Human Rights Norms" (Penerapan Norma-


Norma Hak Asasi Manusia
Internasional di Hukum Domestik) dalam Developing Human Rights Jurisprudence: The
Domestic Application of
Internasional Human Rights Norms (Mengembangkan Yurisprudensi Hak Asasi Manusia:
Penerapan Norma-Norma
Pasal 19 dari Deklarasi Universal menyatakan hak atas kebebasan menyampaikan
pendapat, yang temasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak
memandang batas-batas. Pasal 20 menyatakan hak untuk berkumpul dan
berserikat secara damai, termasuk hak untuk tidak dipaksa untuk memasuki suatu
perkumpulan. Hak-hak tersebut dibatasi oleh Pasal 29, yang menerapkan
pembatasan yang tujuannya semata-mata untuk menjamin penghormatan terhadap
hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat
yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu
masyarakat yang demokratis. Lagipula, hak-hak yang diuraikan dalam Deklarasi
Universal dalam keadaan apa pun tidak boleh dilaksanakan secara berlawanan
dengan tujuan dan prinsip PBB".

2.B Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia


Dewan Eropa mengembangkan serangkaian hukum, yurisprudensi dan standar
tentang kebebasan menyampaikan pendapat, akses atas informasi dan hak-hak
terkait tentang kebebasan berkumpul dan berserikat. Pernyataan hukum utama
adalah Konvensi untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan
Fundamental (yang disebutkan dalam buku pedoman ini sebagai Konvensi Eropa
tentang Hak Asasi Manusia atau ECHR); merupakan perjanjian tertua tentang hak
asasi manusia yang dibahas dalam buku pedoman ini (diadopsi pada tahun 1950
dan mulai berlaku pada tahun 1953) dan prosedur pelaksanaannya paling canggih.
Pasal 10 dari Konvensi Eropa melindungi kebebasan menyampaikan pendapat, dan
Pasal 11 melindungi kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat. Pengadilan
Eropa untuk HAM (yang dibentuk pada Januari 1959) telah mengeluarkan lebih
dari dua puluh putusan mengenai persoalan yang berkaitan dengan Pasal 10 dan
dua putusan mengenai Pasal 11.12 Pasal 10 dan Pasal 11 diterapkan secara lebih
lanjut oleh laporan dan putusan

12 J Polakiewicz & V Jacob-Foltzer, "The European Human Rights Convention in Domestic


Law: The Impact ofStrasbourg Case-Law in States where Direct Effect is Given to the
Convention" (Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa
dalam Hukum Domestik: Dampak dari Yurisprudensi Strasbourg di Negara-Negara yang
menerapkan langsung
dari Komisi Eropa untuk Hak Asasi Manusia. Putusan dan rekomendasi dari
Komite Menteri (cabang politik dan eksekutif dari Dewan Eropa) memberi
pedoman tambahan, khususnya mengenai akses atas informasi.13
Putusan-putusan dari Pengadilan Eropa untuk HAM hanya mengikat negara pihak
yang digugat; namun, karena putusan tersebut merupakan penafsiran otoritatif
tentang kewajiban Konvensi, maka harus diterapkan oleh pengadilan di semua
negara pihak yang meratifikasi Konvensi Eropa (yang berjumlah 26 pada saat ini)
apabila menyangkut hak hak dalam Konvensi.14

Selain ini, Pasal 10 mempunyai implikasi untuk hukum Masyarakat Eropa (EC).
Lembaga-lembaga EC telah menyatakan bahwa ada kewajiban untuk
mempertimbangkan Konvensi Eropa apabila melaksanakan kewenangannya, dan
Mahkamah Eropa secara konsisten berpendapat bahwa hak asasi manusia,
khususnya yang diatur dalam KonvensiEropa, diabadikan dalam prinsip-prinsip
umum hukum Masyarakat.
Konvensi Eropa juga mempunyai pengaruh signifikan di luar Eropa. Ketentuannya
dipertimbangkan apabila menafsirkan ketentuan yang serupa dalam Kovenan

13 Untuk informasi lebih lanjut tentang Komisi, Pengadilan dan Komite Menteri, lihat Bagian
10.2.3 infra.

14 Lihat Lampiran B untuk daftar negara peserta ECHR. Sebelum pembubarannya pada
tanggal 31 Des 1992, Czechand Slovak Federal Republic (CSFR) juga adalah anggota Dewan
serta negara peserta ECHR. Dewan mengambil sikap
bahwa Republik Czech dan Republik Slovak yang baru dibentuk harus memohon untuk
menjadi anggota dan tidak
dapat langsung menerapkan kewajiban tentang posisi dan kewajiban yang dulu diberikan
pada CSFR. Oleh karena itu,
pada tanggal 1 Feb. 1993, kedua republik baru hanya memiliki status sebagai pengamat
15 16
Internasional; Konvensi Amerika; dan konstitusi dan undang-undang
nasional.17
Ayat 1 dari Pasal 10 menyatakan bahwa "Setiap orang mempunyai hak atas
kebebasan menyampaikan pendapat. Hak ini harus termasuk kebebasan untuk
berpendapat dan menerima dan memberi informasi dan gagasan tanpa campur
tangan oleh otoritas publik dan tanpa memandang batas-batas. Tetapi berdasarkan
Ayat 2, pelaksanaan kebebasan tersebut dapat menunduk pada formalitas, syarat,
pembatasan atau hukuman yang diatur dalam undang-undang yang diperlukan
dalam masyarakat demokratis untuk melindungi berbagai macam kepentingan
publik dan swasta. Negara responden harus membuktikan bahwa suatu
pembatasan: (1) diatur dalam undang-undang, (2) mempunyai tujuan sah (yaitu,
salah satu tujuan yang disebutkan dalam Ayat 2), dan (3) diperlukan dalam
masyarakat demokratis untuk menggalangkan tujuan tersebut.18

3.
15 Lihat D McGoldrick, The Human Rights Committee (Komite HAM) (Oxford:
Clarendon Press, 1991)

16 Misalnya dalam kasus Compulsory Membership of a Journalists' Association (note 10


supra), Pengadilan AntarAmerikauntuk HAM memutuskan bahwa agar suatu pembatasan
terhadap kebebasan menyampaikan pendapat, dapat
dianggap "perlu" sesuai dengan maksud Pasal 13(2) dari ACHR, maka harus memenuhi
persyaratan untuk keperluan
yang dinyatakan oleh Pengadilan Eropa tentang Pasal 10(2) dari ECHR. Lihat Bagian 5.1 infra

17 Misalnya, DPP v. Mootoocarpen, SC, Mauritius, Putusan tertanggal 21 Des. 1988, dalam
[1989] LRC (Const.), 768,mengutip The Sunday Times v. United Kingdom. See A Lester,
"Freedom of Expression" (Kebebasan Menyampaikan
Pendapat) dalam R Macdonald, F Matcher & H Petzold (eds.), The European System for the
Protection of Human
Rights (Sistem Eropa untuk Melindungi Hak Asasi Manusia) (The Hague, 1993)

18 The Observer and Guardian v. the United Kingdom (Spycatcher case), at para. 59(a); The
Sunday Times (II),
(pengantar untuk kasus Spycatcher). Untuk diskusi rinci tentang ketiga syarat ini, lihat
Bagian 5.1 infra
Menurut Pasal 55 dari Konstitusi Perancis, perjanjian yang telah ditandatangani,
diratifikasi dan diterbitkan mempunyai kewenangan lebih tinggi daripada semua
undang-undang domestik. Semua pengadilan berwenang untuk menafsirkan dan
menerapkan perjanjian, asal dapat diterapkan langsung, dan dapat
mengesampingkan undang-undang domestik kalau bertentangan dengan perjanjian.
Oleh karena pengadilan tidak berwenang untuk mengesampingkan undang-undang
yang bertentangan dengan Konstitusi (selain daripada Conseil constitutionnel,
sebelum undang-undang diumumkan secara resmi oleh Parlemen), sebagai akibat
perjanjian diberikan lebih banyak perlindungan daripada Konstitusi berhubungann
dengan undang-undang yang bertentangan. Conseil constitutionnel menolak untuk
meninjau kesesuaian undang-undang dengan perjanjian berdasarkan alasan bahwa
peninjauan perjanjian (yang tidak seperti peninjauan konstitusional) adalah
tanggungjawab pengadilan-pengadilan lain.19
Walaupun Perancis menandatangani Konvensi Eropa pada 1950, Konvensi tersebut
baru diratifikasi (dan diterbitkan) pada Mei 1974. Mulai pada tahun 1980-an,
pengadilan-pengadilan Perancis menerapkan Pasal 10 dari Konvensi Eropa dalam
sejumlah kasus. Misalnya, pada 1988, Cour d'appel di Paris menerapkan Pasal 10
serta Deklarasi 1789 tentang Hak dan Kewajiban Manusia dan Warganegara untuk
menolak melarang film Martin Scorsese yang berjudul, The Last Temptation of
Christ.20 Conseil d'Etat (pengadilan administratif yang tertinggi) memutuskan
bahwa pelarangan untuk memperlihatkan di depan umum dan menjual surat kabar
tertentu kepada anak di bawah umur adalah pembatasan yang diperkenankan pada
kebebasan pers sesuai lingkupnya Pasal 10(2).21
Pengadilan Perdata di Paris menolak gugatan dari pemerintah Moroko terhadap
sebuah stasiun televisi dan dua stasiun radio karena melaporkan tentang sebuah
buku yang mengkritik Raja Moroko dan pemerintah dengan cara tidak seimbang;
walaupun pengadilan tidak menyebutkan Pasal 10, Jaksa Penuntut Umum
membahas Pasal 10 dan putusan Lingens dari Pengadilan Eropa dalam
pendapatnya.22

19 Putusan No. 74-75 DC of 15 Jan. 1975, Recueil des dcisions du CC (1975), 19.

20 Paris Cour d'appel, 27 Sept. 1988, Gaz. Pal., 21 Oct. 1988

21 Conseil d'Etat, 9 Jan. 1990, Socit des ditions de la Fortune


Conseil constitutionnel di Perancis telah menyatakan bahwa kebebasan
menyampaikan pendapat, termasuk kebebasan pers, merupakan salah satu jaminan
esensiil untuk semua hak dan kebebasan lainnya
Di Perancis, Pasal 41 dari Undang-Undang 1881 tentang Pers memberi kekebalan
sepenuhnya untuk pidato yang dilakukan di Parlemen, untuk dokumen dan laporan
yang diumumkan oleh Parlemen, dan pelaporan yang beritikad baik tentang sesi
parlemen yang terbuka untuk umum. Parlemen tidak mempunyai kewenangan
untuk menghukum seorang pun.
Conseil constitutionnel di Perancis berpendapat bahwa hak atas kebebasan pers,
selain daripada dimiliki oleh mereka yang menulis, mengedit dan menerbitkan,
juga dimiliki publik untuk membaca, dan lagipula, agar dapat memilih antara
beraneka ragam pendapat. Hak publik memerlukan pluralisme pers, sekurang-
kurangnya untuk surat kabar harian, yang membuat pluralisme pers sebagai tujuan
yang dihargai dalam Konstitusi. Demi alasan tersebut, Conseil memutuskan bahwa
sebuah ketentuan dalam UU tertanggal Agustus 1986 tentang konsentrasi
kepemilikan pers adalah tidak konstitusional karena akan memberi kesempatan
untuk konsentrasi pers yang lebih besar daripada undang-undang sebelumnya.

22 R Errera, "Press Freedom in France" (Kebebasan Pers di Perancis), dalam ARTICLE 19


(ed.), Press Law and Practice: AComparative Study of Press Freedom in European and Other
Democracies (Hukum dan Praktek Hukum Pers: Studi Banding
tentang Kebebasan Pers di Eropa dan Negara Demokratis lainnya)(London: ARTICLE 19,
1993), 59-60.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
- Menurut pasal 19 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights)
1. Setiap orang berhak untuk memiliki pendapat tanpa gangguan.
2. Setiap orang memiliki hak untuk kebebasan berekspresi; hak ini mencakup
kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan pemikiran
apapun, Terlepas dari perbatasan, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk
cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.
3. Pelaksanaan hak-hak Disediakan untuk dalam ayat 2 pasal ini disertai dengan
tugas dan tanggung jawab khusus. Oleh karena itu dapat dikenakan pembatasan
tertentu, tetapi Ulasan ini hanya akan menjadi seperti yang disediakan oleh hukum
dan yang Diperlukan:
(A) menghormati hak atau nama baik orang lain;
(B) Untuk perlindungan keamanan nasional atau ketertiban umum (ordre
public), atau kesehatan atau moral umum
Hate speech diatur dalam ICCPR (International Covenant on Civil and
Political Rights) di pasal 20 ayat 2 menyebutkan Setiap pembelaan dari
kebangsaan, rasial atau kebencian agama yang merupakan hasutan untuk
melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum.
Namun Blasphemy (penistaan agama) Tidak diatur dalam ranah Hukum
Internasional dikarenakan belum adanya kedewasaan dari setiap negara terkait
peraturan penistaan agama.
Menurut Pasal 55 dari Konstitusi Perancis, perjanjian yang telah
ditandatangani, diratifikasi dan diterbitkan mempunyai kewenangan lebih tinggi
daripada semua undang-undang domestik. Semua pengadilan berwenang untuk
menafsirkan dan menerapkan perjanjian, asal dapat diterapkan langsung, dan dapat
mengesampingkan undang-undang domestik kalau bertentangan dengan perjanjian.
Oleh karena pengadilan tidak berwenang untuk mengesampingkan undang-undang
yang bertentangan dengan Konstitusi (selain daripada Conseil constitutionnel,
sebelum undang-undang diumumkan secara resmi oleh Parlemen), sebagai akibat
perjanjian diberikan lebih banyak perlindungan daripada Konstitusi berhubungann
dengan undang-undang yang bertentangan
DAFTAR PUSTAKA
Internet
http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/CCPR.aspx
United Nations Human Rights International Covenant on Civil and
Political Rights diakses 4 April 2017 pada pukul 20.03
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_berbicara Kebebasan
Bicara, diakses 4 April 2017 pada pukul 20.00

Blasphemy Divide: Insults to Religion Remain a Capital Crime in


Muslim LandsThe Wall Street Journal (5 April 2017)

Laws Penalizing Blasphemy, Apostasy and Defamation of Religion


are Widespread Pew Research (5 April 2017)

United Nations will violate Human Rights International Humanist


and Ethical Union. Diakses pada 5 April 2017

Literatur
Avery, Kenneth (2004). Psychology of Early Sufi Sama: Listening and Altered
States. Routledge. p. 3

Comparative Study of Press Freedom in European and Other Democracies (Hukum


dan Praktek Hukum Pers: Studi Banding
tentang Kebebasan Pers di Eropa dan Negara Demokratis lainnya)(London:
ARTICLE 19, 1993), 59-60.

D McGoldrick, The Human Rights Committee (Komite HAM) (Oxford:


Clarendon Press, 1991)
DPP v. Mootoocarpen, SC, Mauritius, Putusan tertanggal 21 Des. 1988, dalam
[1989] LRC (Const.), 768,

Paris Cour d'appel, 27 Sept. 1988, Gaz. Pal., 21 Oct. 1988


Conseil d'Etat, 9 Jan. 1990, Socit des ditions de la Fortune
R Errera, "Press Freedom in France" (Kebebasan Pers di Perancis), dalam
ARTICLE 19 (ed.), Press Law and Practice: A

Putusan No. 74-75 DC of 15 Jan. 1975, Recueil des dcisions du CC (1975), 19.

Rights (Sistem Eropa untuk Melindungi Hak Asasi Manusia) (The Hague, 1993)

Resolusi terakhir dalam Konferensi Internasional tentang HAM, 4, para. 2, UN


Doc. A/CONF 32/41, yang disetujui oleh Majelis Umum dalam GA Res. 2442
(XXIII, 19 Des. 1968; 23 GAOR, Supp. No. 18 (A/7218), 49.

United Nations Action in the Field of Human Rights (Tindakan PBB di Bidang
Hak Asasi Manusia) (New York:
United Nations, 1983), UN Doc. ST/HR/2/Rev.2, UN Sales No. E.83.XIV.2, Bab.
II, para. 67, 14.

Anda mungkin juga menyukai