3 Avery, Kenneth (2004). Psychology of Early Sufi Sama: Listening and Altered States. Routledge. p. 3
4 Blasphemy Divide: Insults to Religion Remain a Capital Crime in Muslim LandsThe Wall Street Journal (5 April
2017)
5 Laws Penalizing Blasphemy, Apostasy and Defamation of Religion are Widespread Pew Research (5 April 2017)
6 United Nations will violate Human Rights International Humanist and Ethical Union. Diakses pada 5 April 2017
lain dengan undang-undang anti-penghujatan pada tahun 2012 adalah Denmark,
Finlandia, Jerman, Yunani, India, Irlandia, Italia, Lebanon, Malta, Belanda
(dihapuskan pada tahun 2014), Nigeria, Polandia dan Singapura. Penghujatan
diperlakukan sebagai kejahatan besar (hukuman mati) di banyak negara Muslim.
Negara-negara lain telah menghapus larangan penghujatan. Perancis
melakukannya pada tahun 1881 untuk memungkinkan kebebasan beragama dan
kebebasan pers dan penghujatan dihapuskan atau dicabut di Swedia pada tahun
1970, Norwegia dengan Kisah Para Rasul pada tahun 2009 dan 2015, Belanda
pada 2014, Islandia pada tahun 2015, dan Malta pada tahun 2016.
Di mana penghujatan dilarang, itu dapat berupa beberapa undang-undang
yang secara langsung menghukum penistaani agama, atau undang-undang yang
memungkinkan mereka yang tersinggung dengan penghujatan untuk menghukum
penghujat. Hukum-hukum dapat membenarkan hukuman atau pembalasan atas
penghujatan di bawah label fitnah menghujat, ekspresi oposisi, atau "fitnah,"
agama atau beberapa praktek keagamaan, penghinaan agama, atau kebencian
pidato.
Oleh karena itu Blasphemy atau hate speech diatur dalam ICCPR
(International Covenant on Civil and Political Rights) di pasal 20 ayat 2
menyebutkan Setiap pembelaan dari kebangsaan, rasial atau kebencian agama
yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau
kekerasan harus dilarang oleh hukum
2.
A. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
Dengan suara bulat Majelis Umum mengadopsi Deklarasi Universal pada tanggal
10 Desember 1948, dan Deklarasi ini merupakan pernyataan terpenting tentang
kewajiban hak asasi manusia yang diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Walaupun pada saat diadopsi Deklarasi Universal dianggap secara luas
sebagai pernyataan prinsip prinsip, sejak itu menjadi semakin signifikan dari waktu
ke waktu. Proklamasi Teheran, yang menandai peringatan ulang tahun Deklarasi
Universal yang ke-20, yang disetujui oleh Majelis Umum PBB, menyatakan bahwa
Deklarasi Universal menguraikan pengertian bersama dari semua rakyat di dunia
mengenai hak-hak yang tidak dapat dicabut atau dilanggar yang dimiliki setiap
manusia dan merupakan kewajiban untuksemua anggota masyarakat
internasional.7
Pada tahun 1971, Sekretaris Jenderal PBB mengamati bahwa: Selama sekian tahun
sejak penerapannya, melalui pengaruhnya di berbagai macam konteks, Deklarasi
ini menimbulkan dampak signifikan pada pola dan isi hukum internasional dan
memperoleh status yang melebihi apa yang diharapkan pada awalnya. Pada
umumnya, dua unsur dapat dibedakan dalam proses ini: pertama, penggunaan
Deklarasi sebagai patokan untuk mengukur isi dan tingkat penghormatan terhadap
hak asasi manusia; dan kedua, menegaskan kembali Deklarasi dan ketentuannya
dalam serangkaian instrumen lainnya. Sebagai akibat dari kedua unsur ini, yang
sering tergabung, Deklarasi dapat menimbulkan dampak kumulatif yang persuasif.
Deklarasi Universal adalah langkah pertama dalam pembentukan Undang-Undang
Internasional tentang Hak Asasi Manusia, yang diselesaikan pada tahun 1976
dengan diberlakukannya kedua perjanjian hak asasi manusia internasional yang
terkemuka, yaitu
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sivil dan Politik (yang dibahas di bawah)
dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pemberlakuan kedua Kovenan tersebut sama sekali tidak mengurangi dampak dari
Deklarasi Universal yang disebarluaskan. Sebaliknya, sebagaimana dinyatakan
dalam sebuah buku pedoman PBB,
Penciptaan kedua Kovenan, dan kenyataan bahwa kovenan tersebut mencantumkan
pelaksanaan yang diperlukan untuk menjamin perwujudan hak dan kebebasan yang
diuraikan dalam Deklarasi, memperkuat Deklarasi.8
Deklarasi melindungi semua orang dan berlaku untuk semua pemerintah:
7 Resolusi terakhir dalam Konferensi Internasional tentang HAM, 4, para. 2, UN Doc. A/CONF
32/41, yang disetujuioleh Majelis Umum dalam GA Res. 2442 (XXIII, 19 Des. 1968; 23 GAOR,
Supp. No. 18 (A/7218), 49.
8 United Nations Action in the Field of Human Rights (Tindakan PBB di Bidang Hak Asasi
Manusia) (New York:United Nations, 1983), UN Doc. ST/HR/2/Rev.2, UN Sales No. E.83.XIV.2,
Bab. II, para. 67, 14.
Deklarasi ini, sesuai dengan judulnya, memang bersifat universal dalam
penerapannya dan berlaku bagi setiap manusia, di mana saja, tanpa melihat apakah
pemerintahnya menerima atau meratifikasi Kovenan-Kovenan... .9
Deklarasi Universal menimbulkan dampak yang sangat dahsyat pada
pengembangan hukum internasional maupun hukum nasional tentang hak asasi
manusia. Hampir semua perjanjian hak asasi manuia yang diadopsi oleh badan-
badan PBB sejak 1948 menguraikan prinsip-prinsip yang diatur dalam Deklarasi
Universal. Baik Konvensi Amerika dan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi
Manusia menyatakan dalam pembukaannya bahwa prinsip yang diberlakukan
adalah prinsip yang diatur dalam Deklarasi, dan negara-negara CSCE berjanji
dalam Helsinki Final Act untuk bertindak sesuai dengan tujuan dan prinsip
Piagam PBB dan Deklarasi Universal. Lagipula, banyak negara telah
menyesuaikan ketentuan dalam konstitusinya dengan Deklarasi Universal, dan
pengadilan nasional menerapkan norma-normanya.10
Sebagaimana dinyatakan oleh Hakim Agung Muhammad Haleem dari Pakistan:
Deklarasi Universal sekarang diakui secara luas sebagai Magna Carta untuk
kemanusiaan, yang harus ditaati oleh semua aktor pada tingkat internasional. Yang
pada awalnya hanya merupakan harapan bersama sekarang disebutkan sebagai
penafsiran otoritatif atas ketentuan hak asasi manusia dalam Piagam PBB dan
sebagaimana diatur dalam hukum kebiasaan ... yang merupakan intinya Bill of
Rights yang bersifat global11
9 Id. at 68.
10 Sebagian besar dari Deklarasi telah dicantumkan dalam konstitusi beberapa negara,
termasuk Algeria, Pantai Gading,Madagaskar dan Kamerun. Lihat UN Action in the Field of
Human Rights, UN Doc. ST/HR/2/Rev.1 (1980), 21; dan UN
Action in the Field of Human Rights (1983), Bab. II.F, para. 75. Selain itu, banyak konstitusi
memuat perlindungan untuk hak
dan kebebasan fundamental yang didasarkan apa yang diatur dalam Deklarasi. Lihat
misalnya Bagian 3.2.1 infra.
Selain ini, Pasal 10 mempunyai implikasi untuk hukum Masyarakat Eropa (EC).
Lembaga-lembaga EC telah menyatakan bahwa ada kewajiban untuk
mempertimbangkan Konvensi Eropa apabila melaksanakan kewenangannya, dan
Mahkamah Eropa secara konsisten berpendapat bahwa hak asasi manusia,
khususnya yang diatur dalam KonvensiEropa, diabadikan dalam prinsip-prinsip
umum hukum Masyarakat.
Konvensi Eropa juga mempunyai pengaruh signifikan di luar Eropa. Ketentuannya
dipertimbangkan apabila menafsirkan ketentuan yang serupa dalam Kovenan
13 Untuk informasi lebih lanjut tentang Komisi, Pengadilan dan Komite Menteri, lihat Bagian
10.2.3 infra.
14 Lihat Lampiran B untuk daftar negara peserta ECHR. Sebelum pembubarannya pada
tanggal 31 Des 1992, Czechand Slovak Federal Republic (CSFR) juga adalah anggota Dewan
serta negara peserta ECHR. Dewan mengambil sikap
bahwa Republik Czech dan Republik Slovak yang baru dibentuk harus memohon untuk
menjadi anggota dan tidak
dapat langsung menerapkan kewajiban tentang posisi dan kewajiban yang dulu diberikan
pada CSFR. Oleh karena itu,
pada tanggal 1 Feb. 1993, kedua republik baru hanya memiliki status sebagai pengamat
15 16
Internasional; Konvensi Amerika; dan konstitusi dan undang-undang
nasional.17
Ayat 1 dari Pasal 10 menyatakan bahwa "Setiap orang mempunyai hak atas
kebebasan menyampaikan pendapat. Hak ini harus termasuk kebebasan untuk
berpendapat dan menerima dan memberi informasi dan gagasan tanpa campur
tangan oleh otoritas publik dan tanpa memandang batas-batas. Tetapi berdasarkan
Ayat 2, pelaksanaan kebebasan tersebut dapat menunduk pada formalitas, syarat,
pembatasan atau hukuman yang diatur dalam undang-undang yang diperlukan
dalam masyarakat demokratis untuk melindungi berbagai macam kepentingan
publik dan swasta. Negara responden harus membuktikan bahwa suatu
pembatasan: (1) diatur dalam undang-undang, (2) mempunyai tujuan sah (yaitu,
salah satu tujuan yang disebutkan dalam Ayat 2), dan (3) diperlukan dalam
masyarakat demokratis untuk menggalangkan tujuan tersebut.18
3.
15 Lihat D McGoldrick, The Human Rights Committee (Komite HAM) (Oxford:
Clarendon Press, 1991)
17 Misalnya, DPP v. Mootoocarpen, SC, Mauritius, Putusan tertanggal 21 Des. 1988, dalam
[1989] LRC (Const.), 768,mengutip The Sunday Times v. United Kingdom. See A Lester,
"Freedom of Expression" (Kebebasan Menyampaikan
Pendapat) dalam R Macdonald, F Matcher & H Petzold (eds.), The European System for the
Protection of Human
Rights (Sistem Eropa untuk Melindungi Hak Asasi Manusia) (The Hague, 1993)
18 The Observer and Guardian v. the United Kingdom (Spycatcher case), at para. 59(a); The
Sunday Times (II),
(pengantar untuk kasus Spycatcher). Untuk diskusi rinci tentang ketiga syarat ini, lihat
Bagian 5.1 infra
Menurut Pasal 55 dari Konstitusi Perancis, perjanjian yang telah ditandatangani,
diratifikasi dan diterbitkan mempunyai kewenangan lebih tinggi daripada semua
undang-undang domestik. Semua pengadilan berwenang untuk menafsirkan dan
menerapkan perjanjian, asal dapat diterapkan langsung, dan dapat
mengesampingkan undang-undang domestik kalau bertentangan dengan perjanjian.
Oleh karena pengadilan tidak berwenang untuk mengesampingkan undang-undang
yang bertentangan dengan Konstitusi (selain daripada Conseil constitutionnel,
sebelum undang-undang diumumkan secara resmi oleh Parlemen), sebagai akibat
perjanjian diberikan lebih banyak perlindungan daripada Konstitusi berhubungann
dengan undang-undang yang bertentangan. Conseil constitutionnel menolak untuk
meninjau kesesuaian undang-undang dengan perjanjian berdasarkan alasan bahwa
peninjauan perjanjian (yang tidak seperti peninjauan konstitusional) adalah
tanggungjawab pengadilan-pengadilan lain.19
Walaupun Perancis menandatangani Konvensi Eropa pada 1950, Konvensi tersebut
baru diratifikasi (dan diterbitkan) pada Mei 1974. Mulai pada tahun 1980-an,
pengadilan-pengadilan Perancis menerapkan Pasal 10 dari Konvensi Eropa dalam
sejumlah kasus. Misalnya, pada 1988, Cour d'appel di Paris menerapkan Pasal 10
serta Deklarasi 1789 tentang Hak dan Kewajiban Manusia dan Warganegara untuk
menolak melarang film Martin Scorsese yang berjudul, The Last Temptation of
Christ.20 Conseil d'Etat (pengadilan administratif yang tertinggi) memutuskan
bahwa pelarangan untuk memperlihatkan di depan umum dan menjual surat kabar
tertentu kepada anak di bawah umur adalah pembatasan yang diperkenankan pada
kebebasan pers sesuai lingkupnya Pasal 10(2).21
Pengadilan Perdata di Paris menolak gugatan dari pemerintah Moroko terhadap
sebuah stasiun televisi dan dua stasiun radio karena melaporkan tentang sebuah
buku yang mengkritik Raja Moroko dan pemerintah dengan cara tidak seimbang;
walaupun pengadilan tidak menyebutkan Pasal 10, Jaksa Penuntut Umum
membahas Pasal 10 dan putusan Lingens dari Pengadilan Eropa dalam
pendapatnya.22
19 Putusan No. 74-75 DC of 15 Jan. 1975, Recueil des dcisions du CC (1975), 19.
Literatur
Avery, Kenneth (2004). Psychology of Early Sufi Sama: Listening and Altered
States. Routledge. p. 3
Putusan No. 74-75 DC of 15 Jan. 1975, Recueil des dcisions du CC (1975), 19.
Rights (Sistem Eropa untuk Melindungi Hak Asasi Manusia) (The Hague, 1993)
United Nations Action in the Field of Human Rights (Tindakan PBB di Bidang
Hak Asasi Manusia) (New York:
United Nations, 1983), UN Doc. ST/HR/2/Rev.2, UN Sales No. E.83.XIV.2, Bab.
II, para. 67, 14.