Serupa halnya dengan semangat seorang penulis maupun seniman, mereka berangkat dari
kehidupan di sekeliling dan menuangkannya dalam karya.
Mediumnya berbeda-beda, tapi tujuannya sama. Saya memang mempelajari ilmu hukum,
karenanya apa yang saya buat, adalah bagaimana mengkolaborasikan dunia hukum dengan
komik. Saya percaya, komik itu bukan hanya sekadar candaan saja, karya main-main untuk anak
kecil. Komik itu digarap serius, meski cara penyampaiannya ringan, tuturnya.
Menyimak sejumlah karya Yupit, semisal The Life of Pi(T), di dalamnya disisipkan pula perihal
hukum dan segala seluk beluknya.
Dia ingin sekali mengungkapkan permasalahan hukum dalam komik sehingga lebih banyak
orang dapat memahaminya dengan lebih mudah.
Yupit yang menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana itu juga sengaja
mengangkat tema-tema lokal karena menurutnya, sebaiknya seseorang berkarya berdasarkan apa
yang dipahaminya.
Selain itu, apabila dikenalkan kepada pembaca dari daerah lain di Indonesia, topik tersebut akan
menarik.
Bagi Yupit, membuat komik tidak hanya semata membuat gambar. Ada banyak hal yang harus
diperhatikannya.
Hingga kini dia menemukan karakternya, Yupit telah melalui sekian banyak proses.
Dia berlatih terus menerus, menggambar setiap hari agar tangannya semakin lihat dan terlatih.
Begitu pula dalam mengolah ide-ide cerita.
Saya harus menggambar setiap hari. Apapun itu. Komik itu bagian dari hidup, dan sepertinya
hampa kalau tidak sempat ngomik. Saya terus berpikir, bagaimana caranya agar ilmu hukum dan
komik itu bisa menyatu. Saya ingin menyampaikan pesan dan ingin merubah sesuatu,
ungkapnya penuh semangat.
Awalnya, sebelum memasuki dunia komik, Yupit hanya suka menggambar di buku-buku
catatannya.
Lambat laun, sejalan dengan ketekunannya untuk terus melatih diri, akhirnya sedari SMA hingga
kini, dia telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Jujur, baru tahun ini saya merasa menemukan karakter saya. Sebelumnya hanya ikut-ikut saja.
Masih belum tahu akan kemana dan akan membuat apa, tandasnya. (*)
Pembahasan:
Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh
dua orang dengan maksud meresmikanikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum,
dan norma sosial. Upacara pernikahanmemiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku
bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-
kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu, seperti contohnya upacara
pernikahan beda kasta khususnya bagi masyarakat Bali.
Pernikahan dengan kasta yg berbeda dibolehkan dengan syarat kasta yang perempuan
harus mengikuti yg laki-laki. Jika kasta perempuan dari kasta yg tinggi, menikah dng kasta yg
lebih rendah, maka kasta si perempuan akan turun mengikuti suaminya. Begitu juga sebaliknya,
Karena di Bali laki-lakilah yg menjadi ahli waris dari generasi sebelumnya.
Pernikahan beda kasta terdiri dari dua macam, yaitu kasta istri lebih tinggi daripada
suami dan kasta istri lebih rendah dari pada suami. Pernikahan dengan kasta istri lebih tinggi
dari kasta suami ini sangat dihindari oleh penduduk Bali. Karena pihak perempuan biasanya
tidak akan mengijinkan putri mereka menikah dengan lelaki yang memiliki kasta lebih rendah.
Maka dari itu, biasanya pernikahan ini terjadi secara sembunyi-sembunyi atau biasa disebut
sebagai ngemaling atau kawin lari sebagai alternatifnya. Kemudian, perempuan yang menikahi
laki-laki yang berkasta lebih rendah akan mengalami turun kasta mengikuti kasta suaminya, yang
disebut sebagai nyerod.
Berkaitan dengan kearifan lokal, kasta sendiri merupakan contoh kecil dari konsep
kehidupan di Bali yang secara tidak langsung merupakan bagian dari kearifan masyarakatnya.
Dalam agama Hindu, istilah Kasta disebut dengan Warna yang berarti memilih (sebuah
kelompok). Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia menyandang status Brhmana.
Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi pemerintahan ataupun menyandang gelar
sebagai pegawai atau prajurit negara, maka ia menyandang status Ksatriya. Apabila seseorang
ahli dalam perdagangan, pertanian, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang
dan harta benda, maka ia menyandang status Waisya. Apabila seseorang menekuni profesi
sebagai pembantu dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang
gelar sebagai Sudra.
Komentar:
Perkawinan beda kasta sudah ada sejak dulu dan beberapa keluarga yang dulunya berasal
dari wangsa yang berbeda bisa hidup rukun dan membina keluarga dengan baik. Dalam hal ini,
yang diperlukan adalah komunikasi yang baik antara dua keluarga dari calon mempelai.
Seandainya, sudah ada kesepakatan tentang tata cara pelaksanaan upacara dan sebagainya maka
pernikahan tidak akan menimbulkan masalah.
Perkawinan suami yang istrinya berkasta tinggi sebenarnya tidak masalah. Karena dalam
sistem perkawinan Hindu tidak diatur secara eksplisit masalah kawin beda kasta, warna, ataupun
wangsa. Perkawinan yang tidak diperbolehkan dalam Agama Hindu adalah raksasa wiwaha
(mengambil wanita dengan cara kekerasan) dan pisaca wiwaha (perkawinan karena wanita
diperkosa lebih dulu dengan segala tipu daya). Dalam hal ini, pihak keluarga harus selalu
mengkomunikasikan masalah ini dengan pihak keluarga calon istri anda. Setiap masalah pasti
akan ada solusinya, jika telah dikomunikasikan dengan baik. Perkawinan beda kasta pada
dasarnya tak melawan agama karna tujuan dari perkawinan Hindu adalah membentuk keluarga
bahagia dan sejahtera serta meneruskan keturunan.