Anda di halaman 1dari 27

1

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN


STRUKTUR MODAL PT.
ASAHIMAS FLAT GLASS Tbk.

Di susun Oleh

Muhammad Maula Razak

P2102214006

MAGISTER MANAJEMEN DAN KEUANGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
DAFTAR ISI ii
2
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR LAMPIRAN iv

BAB I PENDAHULUAN 4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Rumusan Masalah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Teori Pendekatan Tradisional 6
2.2 Modigliani and millers 6
2.3 The Effect Of Taxes 7
2.4 Teori Efek Kebangkrutan Yang Potensial 8
2.5 Teori Leverage Trade Off 9
2.6 Signaling Theory 10
2.7 Teori Pecking Order 11
2.8 Teori Risiko Kebangkrutan 12
BAB III PEMBAHASAN 14
3.1. Profil Perusahaan PT. Holcim Indonesia, Tbk 14
3.1.1 Pendirian 14
3.1.2 Perubahan Anggaran Dasar 14
3.1.3 Perubahan Status Menjadi Perusahaan Publik 16
3.1.4 Kegiatan Usaha dan Produk Perseroan 16

3.2. Struktur Modal PT. Asahimas Flat Glass Tbk. 16


3.2.1. Tahun 2013 16
3.2.2. Tahun 2014 19
BAB IV PENUTUP 23
DAFTAR PUSTAKA 25

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Struktur modal PT. Asahimas 17


3
Tabel 2 Altman Z-score tahun 2013 19

Tabel 3 Altman Z-score tahun 2014 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


4
Pembahasan mengenai struktur keuangan telah ramai diperbincangkan dalam

periode-periode sebelumnya. Hal yang paling sering dibahas yaitu apakah

perusahaan mendanai aktivitasnya dengan menggunakan porsi utang yang lebih

banyak atau menggunakan ekuitas? Perusahaan tentunya akan menggunakan laba

ditahan sebagai modal untuk membiayai aset yang mereka miliki. Laba ditahan

merupakan pendanaan yang paling tidak beresiko yang segera dapat digunakan

oleh perusahaan untuk membiayai aktivitasnya. Namun, penggunaan laba ditahan

akan mengancam para pemegang saham karena porsi laba yang digunakan untuk

membayar para pemegang saham akan lebih sedikit dari yang digunakan untuk

kelangsungan usaha. Yang harus diingat adalah bahwa selain meningkatkan

profitabilitas, perusahaan juga wajib memperhatikan kesejahteraan para pemegang

saham.

Ketika pendanaan eksternal tidak cukup ubtuk membiayai, maka perusahaan

akan berfokus pada sumber dana eksternal yang dapat digunakan untuk membiayai

aktivitas investasinya. Pilihannya ada dua, apakah menggunakan utang atau

melepas saham. Penggunaan keduanya akan membebankan biaya bagi

perusahaan, modal dan pengembalian saham. Maka kemudian perusahaan akan

memilih sumber dana yang lebih meningkatka nilai perusahaan dengan biaya

modal yang lebih efisien.

Teori struktur modal akan membahas tentang pentingnya penggunaan utang

dalam struktur modal. Penggunaan utang akan menimbulkan pembebanan bunga

dimana bunga tersebut akan mengurangi laba sebelum penghitungan pajak. Dalam

skema ini, jumlah pajak yang dibayatkan perusahaan akan menjadi lebih sedikit.

Hal inilah yang membuat penggunaan utang menjadi penting dalam penetapan

struktur modal.
5
Makalah ini akan membahas tentang teori-teori struktur modal yang biasanya

digunakan. Selain itu, makalah ini juga akan melihat pada tingkat utang berapa

yang perusahaan dapat tetapkan dalam struktur modalnya. Hal ini menjadi penting

karena beban utang yang terus meningkat akan menambah resiko kegagalan bayar

perusahaan hingga berujung kebangkrutan.

Makalah ini juga akan mengambil laporan keuangan PT. Asihimas Flat Glass

Tbk. sebagai contoh kasus untuk dilakukan analisa atas struktur modal yang

ditetapkan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari pembahasan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa

rumusan masalah, yaitu:

1 Apakah teori yang digunakan dalam pembahasan struktur modal?


2 Bagaimana struktur modal PT. Asihimas dalam pendanaan perusahaannya?

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Struktur Modal (capital structure) mengacu pada bagaimana sebuah


6
perusahaan membiayai assetnya melalui kombinasi utang jangka panjang, saham

ataupun sekuritas lainnya sedangkan struktur pembiayaan (financial structure)

merupakan kombinasi semua komponen yang berada pada sisi kanan neraca

sebuah perusahaan. Dengan kata lain struktur modal merupakan struktur

pembiayaan dikurangi passiva lancar suatu perusahaan.

Teori-teori struktur modal yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene,

Houston, Daves (2007) terbagi dari beberapa teori seperti yang dijelaskan di bawah

ini.

2.1 Teori Pendekatan Tradisional

Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang

optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan,

dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan

yang optimal.

2.2 Modigliani and millers

Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh modigliani dan miller,

dikenal sebagai salah satu teori struktur modal paling berpengaruh pada

dunia keuangan. Teori tersebut mengungkapkan bahwa di bawah beberapa

asumsi, nilai perusahaan tidak terpengaruh struktur modal yang dimilikinya dan

walau bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal itu tidak akan

mempengaruhi struktur modalnya.

Asumsi yang diungkapkan oleh pada teori ini adalah sebagai berikut:

tidak ada biaya perantara (brokerage cost)

tidak ada pajak

tidak ada biaya kebangkrutan

semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang

investasi perusahaan di masa yang akan datang


7
pendapatan operasional tidak terpengaruhi oleh besarnya jumlah

hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya.

Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asmusi yang diungkapkan di atas,

perlu diakui bahwa hasil yang didapat (walaupun tidak realistik ) adalah penting,

karena dengan tidak realistiknya teori tersebut, malah memberikan petunjuk

tentang apa saja yang dibutuhkan agar struktur modal menjadi relevan

sehingga mempengaruhi nilai perusahaan.

2.3 The Effect Of Taxes

Pada tahun 1963, mulai disadari bahwa tidak adanya pajak perusahaan

adalah tidak mungkin, sehingga pada teori pertama, asumsi tersebut dihilangkan.

Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang pendapatan operasional yang

menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan mendorong

perusahaan untuk lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan

menerbitkan saham karena dengan menerbitkan saham, perusahaan harus

membayarkan deviden dan karena deviden tidak bisa menjadi faktor

pengurang dari pendapatan operasional, maka tidak akan mempengaruhi jumlah

pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, diungkapkan

bahwa asumsi pada teori pertama struktur modal perusahaan yang optimal adalah

100% hutang. Namun, pada penyempurnaannya kembali beberapa tahun

kemudian, teori tersebut mengungkapkan bahwa pajak individu juga

berpengaruh terhadap struktur modal suatu perusahaan, dan juga diungkapkan

bahwa dengan kondisi pajak yang terjadi pada saat itu, para investor relatif akan

bersedia menerima imbal hasil sebelum pajak pada saham dibandingkan dengan

imbal hasil saham sebelum pajak pada hutang. Sehingga dua poin penting pada
8
revisi teori struktur modalnya adalah:

Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus

dibayarkan perusahaan membuat pembiayaan melalui utang adalah

lebih baik.
Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding

dengan pajak pada utang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang

diinginkan para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan

saham menjadi lebih baik.

2.4 Teori Efek Kebangkrutan Yang Potensial

Hasil tidak relevan didapatkan sebagai akibat asumsi tidak relevan, dimana

diungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan, sehingga

tidak diperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankcrupcy Cost) karena pada

kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang dapat

merupakan biaya yang sangat mahal. Perusahaan yang mengalami kebangkrutan

akan mengalami banyak biaya legal dan akunting, dan yang paling penting adalah

banyak biaya yang harus dikeluarkan seiring hilangnya kepercayaan konsumen,

supplier, dan bahkan karyawannya sendiri. Terlebih lagi, seringkali memaksa

perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada

meneruskan operasional perusahaan.

Masalah- masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan sering

muncul ketika perusahaan lebih banyak menggunakan utang pada struktur

modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat perusahaan

menurunkan tingkat penggunaan utang hingga pada level yang wajar.

Bia ya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu:

kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri.

biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress.


9

2.5 Teori Leverage Trade Off

Teori yang diungkapkan stuart myers ini menjelaskan bagaimana

perusahaan dapat melakukan trade-off keuntungan dari penggunaan utang

terhadap tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan. Menurut trade-off

teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), Perusahaan akan berhutang sampai

pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari

tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)

(p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan

(bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang

meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory

dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor

antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan

(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan

symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang.

Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields)

mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of

financial distress).

Teori ini mencakup hal- hal di bawah ini:

- Pengeluaran bunga menyebabkan penggunaan utang lebih

murah dari pada menerbitkan saham, karena dengan

menggunakan utang, perusahaan mempunyai tax benefit.

Semakin besarnya utang yang digunakan dalam struktur modal

perusahaan, akan semakin besar pula pendapatan bersih yang

dimiliki perusahaan yang dapat dinikmati oleh para investor,

yang secara otomatis akan meningkatkan nilai saham

perusahaan tersebut.
10
- Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100%

hutang dalam struktur modalnya dengan alasan utama

yaitu agar dapat menekan jumlah biaya kebangkrutan yang

akan ditimbulkan apabila menggunakan hutang terlalu besar.

- Adanya ambang batas dalam penggunaan utang.

2.6 Signaling Theory

Berdasarkan asumsi yang diungkapkan bahwa para investor mempunyai

informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager adalah tidak demikian

adanya, karena pada kenyataannya para manajer (symmetric information)

mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki oleh para

investor, sehingga terjadi apa yang disebut Asymmetric information, dan informasi

seperti ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur modal yang

optimal.

Implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan adalah

penawaran saham dianggap sebagai signal negatif dan cenderung akan

menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak selamanya kinerja

perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa- masa normal harus

mempertahankan reserve borrowing capacity, atau kemampuan meminjam uang

dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi.

Perusahaan dalam kondisi normal, menggunakan lebih sedikit utang dari

apa yang diungkapkan dalam teori struktur modal yang optimal sebagai

cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan hutang tanpa

menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan utang

secara berlebihan.

2.7 Teori Pecking Order


11
Pecking order theory menyatakan bahwa Perusahaan dengan tingkat

profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan

yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam

pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik

perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana.

Terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :

Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau

pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh

dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih

pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling

rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti

obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.

Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan

menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh

seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.

Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan

deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan

investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar

tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking

order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak

memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh

kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa

perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai

tingkat hutang yang kecil.


12
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam

menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario

urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang

dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa

Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan

ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya. Hal ini berlawanan

dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih

untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat

membutuhkan pendanaan eksternal.

2.8 Teori Risiko Kebangkrutan

Kebangkrutan adalah ketidakmampuan seorang individu atau suatu

organisasi untuk membayar utang atau kewajibannya kepada kreditor yang

dideklarasikan secara legal. Risiko pembiayaan yang berlebih dapat

mengakibatkan sebuah perusahaan memasuki proses kebangkrutan.

Formula Z-score untuk memprediksi risiko kebangkrutan dibuat pada

tahun 1968 oleh Edward I. Altman, profesor dan ekonom keuangan di

Sekolah Bisnis Leonard N. Stern, New York. Z-score adalah formula multivarians

yang mengukur kesehatan keuangan sebuah perusahaan dan memprediksi

kemungkinan kebangkrutan dalam dua tahun.

Hasil Penelitian mengukur Z-score merupakan model efektif dengan

tingkat keakuratan lebih dari 70%. Z-score mengkombinasikan empat atau

lima rasio bisnis yang umum dengan menggunakan sistem kalkulasi

tertimbang oleh Altman untuk menentukan kemungkinan kebangkrutan.

Sistem tertimbang awalnya berdasarkan manufaktur yang telah go-public, tetapi

telah dimodifikasi untuk manufaktur yang belum go-public, non- manufaktur dan
13
perusahaan jasa.

Z-Score awal yang dibuat Altman adalah:

Z = 1.2T1 + 1.4T2 + 3.3T3 + .6T4 + .999T5. dengan

T1 = Modal Kerja (Working Capital) / Total Assets. Mengukur likuiditas aset

dengan hubungannya dengan besarnya perusahaan

T2 = Laba ditahan (Retained Earnings) / Total Assets. Mengukur tingkat

keuntungan (profitability) yang menggambarkan umur dan kekuatan keuntungan

perusahaan.

T3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak (Earnings Before Interest and Taxes (EBIT)) /

Total Assets. Mengukur efisiensi operasional terhadap faktor pajak dan leverage.

Laba operasional disimpulkan merupakan hal penting untuk kelangsungan hidup

jangka panjang suatu perusahaan.

T4 = nilai pasar saham (Market Value of Equity) / Nilai buku total pasifa

(Book Value of Total Liabilities). Penambahan dimensi pasar dapat

menggambarkan fluktuasi harga saham sebagai tanda bahaya kebangkrutan.

T5 = Penjualan (Sales)/ Total Assets. Pengukuran standar untuk rasio

turnover. 0.999 biasanya dibulatkan menjadi 1.0.

Pembagian zona kebangkrutan:

Z > 2.99 Zona aman

1.8 < Z < 2.99 Zona pertengahan

Z < 1.80 Zona tidak aman

Altman menemukan bahwa perusahaan yang memiliki Z-score di bawah 2.7

memiliki kemungkinan kebangkrutan dalam periode dua tahun.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Perusahaan

3.1.1 Pendirian

Perseroan adalah sebuah perusahaan yang berstatus Penanaman Modal Asing

(PMA), didirikan berdasarkan Akta Notaris No.4 tanggal 7 Oktober 1971 dan Akta No.9

tanggal 6 Januari 1972 dengan nama PT Asahimas Flat Glass Co., Ltd., oleh

Koerniatini Karim, notaris di Jakarta. Akta Notaris tersebut telah mendapat persetujuan

dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. J.A.5/5/19

tanggal 17 Januari 1972 serta telah diumumkan dalam Berita Negara No. 18 tanggal 3

Maret 1972 dan Tambahan No. 83/1972.

3.1.2 Perubahan Anggaran Dasar

Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa perubahan berkenaan dengan

hal-hal tersebut di bawah ini:

Perubahan nama Perseroan dari PT Asahimas Flat Glass Co., Ltd., menjadi PT

Asahimas Flat Glass Tbk berdasarkan Akta Notaris No. 73 tanggal 26 Juni 1998 oleh

Amrul Partomuan Pohan SH, LL.M, notaris di Jakarta dan telah mendapat Persetujuan

dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-

12065.HT.01.04. TH.98 tanggal 25 Agustus 1998 serta telah diumumkan dalam Berita

Negara No. 6510 tanggal 24 Nopember 1998 dan Tambahan No. 94/1998. Perluasan

bidang usaha Perseroan dalam bidang industri kaca dan ekspor impor, berdasarkan

Akta Notaris No. 54 tanggal 28 Mei 2003 oleh Amrul Partomuan Pohan SH, LL.M,

notaris di Jakarta, dan telah mendapat Persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C-14423.HT.01.04.TH.2003 tanggal

24 Juni 2003 dan telah diumumkan dalam Berita Negara No. 7532 tanggal 26 Agustus

2003 dan Tambahan No.68/2003. Anggaran Dasar Perseroan telah disesuaikan dengan

Undang-Undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana tercantum

dalam Akta Notaris No. 1 tanggal 1 Juli 2008 oleh Dr. Amrul Partomuan Pohan SH,

LL.M, notaris di Jakarta, dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia dengan surat Keputusan No. AHU 41881.AH.01.02 tahun 2008

tanggal17 Juli 2008 serta diumumkan dalam Berita Negara No. 84 tanggal 17 Oktober

2008 dan Tambahan No. 20228/2008. Anggaran Dasar Perseroan telah disesuaikan

dengan Peraturan Bapepam dan LK No. IX.J.1 tentang Pokok- Pokok Anggaran Dasar

Perseroan Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan

Publik, sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris No. 19 tanggal 27 Pebruari 2009

oleh Dr. Amrul Partomuan Pohan S.H.,LL. M, notaris di Jakarta, dan telah dilaporkan

kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia berdasarkan Surat Penerimaan

Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar No. AHU AH.01.10.02127 tahun 2009

tanggal 19 Maret 2009 serta diumumkan dalam Berita Negara No. 36 tanggal 5 Mei

2009 dan tambahan No. 317/2009.

Perubahan Anggaran Dasar terakhir dengan akta notaris Dr. Irawan Soerodjo SH. MSi.

No.315 tanggal 31 Mei 2013 mengenai Penyesuaian redaksional Pasal 3 Anggaran

Dasar dengan peraturan Bapepam & LK nomor IX.J.1 tentang Pokok-Pokok Anggaran

Dasar Perseroan yang melakukan Penawaran Umum Efek bersifat Ekuitas dan

Perusahaan Publik dan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun

2012; akta ini telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan No.
AHU-0080232.AH.01.09. tahun 2013 tanggal 27 Agustus 2013 serta Tambahan No.

118312 pada Berita Negara No.77 tanggal 24 September 2013.

3.1.3 Perubahan Status Menjadi Perusahaan Publik

Berdasarkan Surat Pernyataan dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

No.S- 1323/PM/1995 tanggal 18 Oktober 1995, Perseroan telah menawarkan

86.000.000 saham kepada Masyarakat dan sejak 18 Desember 2000 seluruh saham

Perseroan telah tercatat di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia).

3.1.4 Kegiatan Usaha dan Produk Perseroan

Sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan maksud dan tujuan Perseroan adalah

mendirikan dan menjalankan industri kaca, ekspor impor dan jasa laboratorium penguji

mutu kaca. Jenis produk Perseroan terbagi dalam 2 kategori :

Kaca Lembaran termasuk Kaca Cermin

Kaca Pengaman termasuk Kaca Otomotif

3.2 Struktur modal PT. Asahimas Flat Glass Tbk.

3.2.1 Tahun 2013

Pada tahun 2013, Perseroan memiliki ikatan material dengan beberapa vendor terkait

dengan investasi untuk Cold Repair tungku A2 di Sidoarjo. Sumber dana yang

digunakan untuk investasi tersebut berasal dari kas internal Perseroan dengan

menggunakan mata uang IDR, JPY dan USD. Perseroan menerima pendapatan dalam

bentuk mata uang asing dari penjualan ekspor yang dinilai cukup mendanai

pengeluaran impor dan kebutuhan mata uang asing.

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa pendanaan investasi di tahun 2013

dilakukan dengan menggunakan kas internal dan tidak menggunakan pinjaman atau
utang dari bank. Konsistensi PT. Asahimas yang tidak mengandalkan utang jangka

panjang dalam membiayai investasinya telah di mulai sejak tahun 2008. Di mana utang

yang dimiliki oleh PT. Asahimas terdiri dari utang jangka pendek atau utang usaha dan

utang jangka panjang dalam bentuk liabilitas imbalan kerja. Kondisi struktur modal PT.

Asahimas sejak tahun 2010 kemudian dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1 Struktur Modal PT. Asahimas

Curren Long
t term Total
Tahu Total liabiliti liabiliti Liabiliti Total
n Asset % es % es % es % Equity % DER DAR
201 2,372,6 325,8 203,8 529,73 1,842,9 0.28 0.2232
0 57 54 78 2 25 74 65
201 2,690,5 6.3 333,1 1.1 212,2 2.0 545,39 1.5 2,145,2 7.6 0.25 0.2027
1 95 % 32 % 63 % 5 % 00 % 42 04
201 3,115,4 7.3 426,6 12.3 231,6 4.4 658,33 9.4 2,457,0 6.8 0.26 0.2113
2 21 % 69 % 63 % 2 % 89 % 79 14
201 3,539,3 6.4 473,9 5.3 304,7 13.6 778,66 8.4 2,760,7 5.8 0.28
3 93 % 60 % 06 % 6 % 27 % 21 0.22
- -
201 3,724,6 2.5 437,2 4.0 314,6 1.6 751,89 1.7 2,972,7 3.7 0.25 0.2018
4 01 % 16 % 83 % 9 % 02 % 29 74

Dari data rasio utang asset (DAR) di atas kita menemukan bahwa pembiayaan asset

PT. Asahimas dengan menggunakan utang sebanyak 22% dari total asetnya. Meski

mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, tingkat utang PT. Asahimas masih dalam

batas wajar. Selebihnya, sebanyak 78% pendanaan di ambil dari modal perusahaan.

Hal ini diperjelas dengan rasio utang-modal pada tahun 2013. Angka 0.28 menunjukkan

bahwa total utang PT. Asahimas merupakan 28% dari modal sendiri yang digunakan

untuk mendanai aktiva-aktivanya. Dari total ekuitas yang dilakukan untuk mendanai

asset-aset PT. Asahimas, sebanyak 86% berasal dari laba ditahan. Maka dapat

disimpulkan bahwa PT. Asahimas memilih menggunakan pendanaan yang sama sekali
tidak mengandung resiko karena laba ditahan merupakan hasil keuntungan perusahaan

di periode sebelumnya yang disisihkan sebagai modal bagi investasi di tahun 2013.

Meski secara kasat mata PT. Asahimas sangat jauh dari resiko default, namun kita

dapat mengukur resiko default PT. Asahimas dengan lebih tepat menggunakan Altman

Z-score. model ini digunakan untuk menghitung klasifikasi resiko default dari sebuah

perusahaan ketika melakukan pinjaman. Metode ini dilakukan dengan melakukan

pengamatan terhadap berbagai rasio keuangan dari peminjam (borrower) yang

diformulasikan sebagai berikut:

Z =1.2 X 1+1.4 X 2+3.3 X 3+0.6 X 4+ 0.999 X 5

Dimana:

X1 merupakan perbandingan antara working capital terhadap total asset

X2 merupakan perbandingan antara laba ditahan terhadap total asset

X3 merupakan perbandingan antara Earning before Interenst and Taxes terhadap total

asset

X4 merupakan perbandingan antara market value of equity terhadap long term

liabilities, dan

X5 merupakan perbandingan antara sales terhadap total asset

Berdasarkan Altman Z-score tersebut, semua perusahaan dengan nilai Z kurang dari

1.81 akan dipertimbangkan sebagai sebuah perusahaan dengan resiko default yang

tinggi. Jika nilai Z di antara 1.81 dan 2.99, maka perusahaan dianggap tidak bisa

ditentikan resiko kegagalannya. Sedangkan perusahaan dengan nilai Z di atas 2.99

dianggap sebagai perusahaan dengan resiko default yang kecil (Sanders and Cornett,

2011). Di bawah ini disajikan tabel penghitungan Altman Z-score untuk tahun 2013.
Tabel 2. Altman Z-score tahun 2013

1,980,1
current Asset 16
current 473,96
liabilities 0
3,539,3
Total Asset 93
Retained 2,378,6
Earning 44
450,75
EBIT 3
3,038,0
MV of equity 00
Long Term 304,70
Liabilities 6
3,216,4
Sales 80
0.5594
x1 51
0.6720
x2 49
0.1273
x3 53
9.9702
x4 66
0.9087
x5 66
8.9224
z score 91

Perhitungan Z-score untuk tahun 2013 menunjukkan nilai di atas 2.99. Artinya, resiko

default untuk PT. Asahimas sangat kecil bahkan PT. Asahimas dapat mengambil utang

lagi untuk meningkatkan nilai perusahaannya.

Pada RUPST Perseroan tanggal 31 Mei 2013 para pemegang saham telah menyetujui

pembayaran dividen tunai sebesar Rp 34.720.000.000,- atau 10,02% dari jumlah laba

bersih Perseroan tahun buku 2012. Setiap pemegang saham memperoleh dividen tunai
sebesar Rp 80 per saham. Dividen tunai tersebut telah dibayarkan kepada pemegang

saham pada tanggal 15 Juli 2013.

3.2.2 Tahun 2014

Pada tahun 2014 PT. Asahimas memiliki ikatan material dengan beberapa vendor

terkait untuk membangun pabrik kaca lembaran dengan total kapasitas produksi

sebesar 210.000 ton per tahun dengan nilai investasi sebesar USD.154,9 juta di

Cikampek, Karawang, Jawa Barat. Pembangunan pabrik tersebut akan dimulai pada

awal tahun 2015 dan diperkirakan akan selesai pada semester kedua tahun 2016.

Sumber dana yang digunakan untuk investasi, direncanakan menggunakan kas internal

Perseroan, pinjaman bank dan/atau institusi pembiayaan lainnya dengan menggunakan

mata uang USD. Untuk melindungi risiko dari posisi mata uang asing yang terkait,

Perseroan telah mempunyai deposito berjangka dalam mata uang USD. Perseroan juga

menerima pendapatan dalam bentuk mata uang asing dari penjualan ekspor yang

dinilai cukup mendanai pengeluaran impor dan kebutuhan mata uang asing.

PT. Asahimas sendiri memang konsisten untuk menjaga tingkat utangnya dibawah 25%

dari total asetnya. Jika menilik laporan keuangan tahun 2014, rasio Debt to Equity-nya

adalah 0.2529. maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan utang hanya 25% dari total

ekuitasnya. Sebenarnya, PT Asihimas tidak menggunakan utang bank sama sekali di

tahun 2014. Utang yang dimiliki PT. Asahimas hanya merupakan utang jangka pendek

dan untuk utang jangka panjangnya merupakan utang imbalan kerja. Maka, dapat

disimpulkan bahwa Pt. Asihimas berkomitmen untuk tidak menggunakan utang jangka

panjang dalam mengerjakan proyek-proyek investasinya.


Komposisi pendanaan PT. hasihimas selalu didominasi melalui penyediaan modal

sendiri. Pada tahun 2014 pendanaan yang digunakan melalui utang terdapat sebesar

20.19% dari total pendanaannya. Sedangkan sisanya, sebesar 79.81% didapati dari

pendanaan melalui modal para pemegang saham. Dari komposisi ekuitas PT.

Asahimas, sekitar 80% merupakan laba di tahan. Hal ini dengan tegas menunjukkan

kesiapan modal sendiri perusahaan dalan mendanai asset-asetnya. Selain itu,

penggunaan laba ditahan menunjukkan komitmen manajemen untuk meningkatkan

investasi perusahaan yang ditopang oleh penggunaan modal sendiri. Penggunaan laba

di tahan sebagai modal merupakan pendanaan yang paling tidak beresiko sehingga di

masa yang akan datang, PT. Asihimas akan jauh dari resiko kebangkrutan akibat beban

utang yang berlebih.

Resiko default perusahaan akibat utang dapat dihitung dengan menggunakan Altmans

Z-score model. Di mana model ini digunakan untuk menghitung klasifikasi resiko default

dari sebuah perusahaan ketika melakukan pinjaman. Metode ini dilakukan dengan

melakukan pengamatan terhadap berbagai rasio keuangan dari peminjam (borrower)

yang diformulasikan sebagai berikut:

Z =1.2 X 1+1.4 X 2+3.3 X 3+0.6 X 4+ 0.999 X 5

Dimana:

X1 merupakan perbandingan antara working capital terhadap total asset

X2 merupakan perbandingan antara laba ditahan terhadap total asset

X3 merupakan perbandingan antara Earning before Interenst and Taxes terhadap total

asset
X4 merupakan perbandingan antara market value of equity terhadap long term

liabilities, dan

X5 merupakan perbandingan antara sales terhadap total asset

Table 3 merupakan hasil penghitungan Z-score untuk tahun 2014 seperti di bawah ini:

Tabel 3, Altman Z-score tahun 2014

22034
current Asset 56
current 43721
liabilities 6
37246
Total Asset 01
Retained 23786
Earning 44
31294
EBIT 4
33635
MV of equity 00
Long Term 31468
Liabilities 3
17848
Sales 42
0.5915
x1 95
0.6386
x2 31
0.0840
x3 21
10.688
x4 53
0.4792
x5 04
8.7731
z score 11

Dengan nilai Z-score berada jauh di atas 2.99 maka perusahaan menanggung resiko

default yang sangat kecil. Dengan kondisi seperti ini sebenarnya PT. Asahimas masih

mampu untuk menambah pinjamannya jika ingin mendanai investasi di masa datang.
Kecenderungan penggunaan modal sendiri dalam membiayai aktiva perusahaan terlihat

jelas dari rasio utang-modal PT. Asahimas yang pada tahun 2014 terdapat sebesar

0.25.

Pada RUPST Perseroan tanggal 20 Juni 2014 para pemegang saham telah menyetujui

pembayaran dividen tunai sebesar Rp 34.720.000.000,- atau 10,26% dari jumlah laba

bersih Perseroan tahun buku 2013. Setiap pemegang saham memperoleh dividen tunai

sebesar Rp 80 per saham. Dividen tunai tersebut telah dibayarkan kepada pemegang

saham pada tanggal 24 Juli 2014.

BAB IV

PENUTUP

Teori MM menjelaskan tentang pentingnya penggunaan utang dalam struktur

modal untuk meningkatkan nilai perusahaan. Penggunaan utang akan memberikan tax

shield bagi perusahaan hingga perusahaan dapat menggunakan 100% utang untuk

terus mengurangi pajak. Namun, teori trade off memperingatkan tentang pentingnya
menjaga tingkat utang pada taraf tertentu. Pengurangan pajak yang terus menerus

akibat utang membuat perusahaan menerima resiko kebangkrutan dalam jumlah yang

tinggi pula. Perusahaan akan menanggung financial distress sebagai trade off atas

penggunaan utang berlebih. Maka, struktur modal ditetapkan berdasarkan komposisi

atas tax shield maksimal yang didapatkan oleh perusahaan dibandingkan dengan

financial distress yang akan dialami ketika meminjam sejumlah utang tertentu.

Namun, PT. Asihimas tidak melihat tax shield, sebagaimana yang didapatkan

ketika mendanai melalui utang, sebagai strategi untuk meningkatkan nilai perusahaan.

PT. Asihimas tidak pernah melakukan pinjaman bank sejak tahun 2008. Dari srruktur

modal yang dimiliki PT. Asihimas pada tahun 2013 dan 2014 kita memperoleh informasi

tentang tidak terdapatnya utang bank dalam pendanaan utangnya. Utang jangka

panjang perusahaan hanya berasal dari utang imbalan kerja dimana utang ini sama

sekali tidak memiliki interest bearing yang dapat menurunkan pembayaran pajak.

Selebihnya, perusahaan hanya meminjam dalam jangka pendek untuk kelangsungan

operasionalnya. Lebih jauh ketika kita melihat rasio utang-modal PT. Asihimas pada dua

tahun tersebut, kita menemukan bahwa total hutang perusahaan tidak pernah lebih dari

28% terhadap total ekuitasnya. Begitupun jika kita melihat komposisi utang untuk

mendanai asetnya dimana kita dapat jelaskan melalui rasio utang-aset perusahaan.

Pada tahun 2013 dan 2014 aset mereka didanai tidak lebih dari 22% atas utang.

Artinya, PT. Asihimas menggunakan ekuitas lebih banyak untuk mendanai aset-

asetnya. Dari total ekuitas yang dimiliki oleh PT. Asihimas, perusahaan cenderung

mengandalkan laba ditahan yang ditunjukkan dari proporsinya yang berada di atas 80%

atas total ekuitas yang dimiliki.


Penggunaan laba ditahan dijelaskan oleh packing order theory sebagai

pendanaan yang paling awal dipilih yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk

mendanai asetnya. Meski rasio profitabilitas perusahaan mengalami penuruna dari

tahun-ketahun namun hal ini tidak mempengaruhi PT. Asihimas untuk menggunakan

modal sendiri dalam aktivitas investasinya. Penurunan dalam rasio profitabilitas ini

sebenarnya tidak terlalu curam. Karena PT. Asihimas tidak menggunakan utang bank

maka resiko default sangat jauh dari perusahaan.

Dividen dibagikan dalam jumlah yang sama dalam dua tahun terakhir.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam packing order theory bahwa kebijakan dividen

perusahaan ditetapkan konstan dari tahu ke tahun dalam jumlah yang sama tanpa

memperhitungkan profitabilitas perusahaan. Untuk menopang pembayaran dividen dan

operasi perusahaan, PT. Asihimas menggunakan deposito berjangka dalam mata uang

USD dan hasil penjualan ekspor perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Asahimas Flat Glass Tbk. Company Report: July 2014. Juni 2015

Brealey., Myers., Marcus.(2001). Fundamentals of corporate finance. New Jersey:


Prentice Hall, inc.

PT. Asahimas Flat Glass Tbk. Laporan Tahunan 2013. Juni 2015.
PT. Asahimas Flat Glass Tbk. Laporan Tahunan 2014. Juni 2015.

Saunders, Anthony and Cornett, Marcia M. (2011). Financial Institution Management (7 th

edition). Singapore: McGraw-Hill.

http://setiawanzenegger10.blogspot.com/2011/06/teori-struktur-modal.html (23062015 /

22:01)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai