Anda di halaman 1dari 19

Kumpulan Artikel

Rhenald Kasali

Jilid I

www.norisanto.com

" Bagi sebagian kita Perubahan itu menakutkan. Namun manakala anda berhasil
mengalahkannya, ia akan menjadi energi yang luar biasa untuk menemukan
pintu keluar dari segala kesulitan"

Rhenald Kasali

1|www.norisanto.com

Daftar Isi
1. Pendahuluan ....................................................................................................2
1.1 Siapa Rhenald Kasali? ......................................................................................2
1.2 Tujuan ebook Kumpulan Artikel Rhenald Kasali, Jilid I ...............................2
1.3 Penyalahgunaan Dokumen ..............................................................................2

1.4 Sekilas tentang artikel pada Jilid I .................................................................3

2. Artikel-artikel Sang Profesor .................................................................... 4


2.1 Surfice Dog ...................................................................................................... 4
2.2 Passport ............................................................................................................ 7
2.3 Encouragement .............................................................................................. 10
2.4 The Cute And The Hot ................................................................................... 13
2.5 Medali Emas ................................................................................................... 15
3. Penutup ........................................................................................................ 17
4. Kredit Poin .................................................................................................. 17

2|www.norisanto.com

1. Pendahuluan
1.1 Siapa Rhenald Kasali?
Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak
memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi
anggota pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen.

Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi acuan dari bisnis sosial di kalangan
para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan
kemandirian.

Anda bisa mengujungi website beliau di www.rumahperubahan.co.id

1.2 Tujuan ebook Kumpulan Artikel Rhenald Kasali,


Jilid I
Tujuan membuat dokumen PDF ini adalah agar para penggemar Sang Profesor bisa
secara mudah mendapatkan tulisan-tulisan yang pernah diterbitkan oleh beberapa
media cetak dan elektronik dan terus terinspirasi oleh tulisan tersebut.

Saat ini adalah jaman super gadget, gadget super canggih memungkinkan para
pembaca bisa mendapatkan akses tidak terbatas tidak saja hanya ke internet tapi
juga ke file atau berkas digital secara mudah tanpa mesti dibatasi oleh ruang dan
waktu lagi.

Dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Rhenald Kasali ke dalam sebuah dokumen


digital seperti ini, maka lebih gampang bagi kita untuk membaca artikel-artikel
tersebut tanpa harus terus menerus online untuk mencari satu persatu artikel via
internet. Cukup mendownload dokumen PDF ini maka anda tinggal membukanya
melalui perangkat gadget, kapan dan di manapun anda berada.

1.3 Penyalahgunaan Dokumen


Setiap download yang dilakukan oleh para pengunjung norisanto.com tidak
dikenakan biaya apapun. Penyebaran dokumen melalui website norisanto.com
adalah semata-mata tidak ditujukan untuk mendapatkan keuntungan.

Penyalahgunaan dokumen ini, terutama untuk kepentingan komersial atau


diperjualbelikan maka pihak tersebut bisa dituntut secara hukum oleh pihak-pihak
terkait yang merasa dirugikan.

3|www.norisanto.com

Sekali lagi ditegaskan bahwa dokumen ini tidak untuk kepentingan komersil dengan
memperjualbelikannya demi keuntungan sepihak.

1.4 Sekilas tentang artikel pada Jilid I


Dalam jilid I ini, tulisan Prof. Rhenald Kasali yang saya muat adalah tulisan-tulisan
beliau yang pernah dimuat diberbagai media cetak sekitar tahun 2010 sampai tahun
2011 saja. Dalam pemaparannya akan saya sertakan juga sumber dari mana tulisan
tersebut saya dapatkan. Selama membaca.

4|www.norisanto.com

2. Artikel-artikel Sang Profesor

2.1 Surfice Dog


*( Dikutip dari Harian Seputar Indonesia, terbit 10 November 2011 )

Di akhir tahun ini, perhatian para eksekutif banyak tertuju pada seekor anjing
golden retriever yang dirawat oleh pelatihnya, Judy Fridono. Ia menjadi
perhatian, bukan karena harganya atau karena orang berebut ingin memilikinya,
melainkan karena ceritanya. Para eksekutif menaruh perhatian setelah mengetahui
kehidupan hewan peliharaan ini mampu mengubah cara berpikir manusia dalam
menghadapi masa-masa sulit.

Saya sengaja memilih topik tentang anjing penuh cinta yang kaya cerita ini untuk
mengantarkan Anda menghadapi tahun 2012 yang jauh lebih menantang bila
dibandingkan dengan situasi yang Anda hadapi di tahun ini. Seperti kata pepatah --
kita tak mungkin mendapat hasil yang lebih baik dengan cara yang sama berulang-
ulang -- maka kitapun pelu mempersiapkan team yang jauh lebih tangguh, yang
siap berubah.

Beginilah ceritanya.

Service Dog Yang Gagal


Anjing kecil yang lahir 25 Januari 2008 ini diberi nama Ricochet atau sebut saja
Ricky. Meski bernama laki-laki, ia sebenarnya anjing betina. Dan sejak lahir, Ricky
sudah mengikuti program yang akan membawanya menjadi service dog, yaitu
anjing penuntun orang cacat, khususnya kaum tunanetra.

Dari videonya yang saya pelajari, Ricky sudah diprogram sejak matanya belum
terbuka. Ia dilatih mengikuti inderanya. Badannya bergerak mengikuti stimulus
yang diberikan pelatih, dan setiap kali menjalankan tugas, ia diberi usapan kasih
sayang yang membuat hidupnya penuh kehangatan.

Pet yang cerdas ini dengan cepat menangkap segala latihan yang diberikan
kepadanya. Mengambil payung, membuka pintu, membunyikan bel, menyalakan
lampu rumah, membuka kulkas, mengambil makanan, menuntun majikannya

5|www.norisanto.com

melakukan perjalanan rutin dan seterusnya. Pokoknya ia hewan yang cerdik dan
siap dilepas.

Masalahnya, di usianya yang ke satu setengah tahun, Ricochet diketahui memiliki


kegemaran yang membahayakan tunanetra, yaitu suka mengejar burung. Tak
peduli tugas apapun yang sedang dijalankan ia pasti berlari mengejar kumpulan
burung yang ada di dekatnya, lalu menghalaunya.

Bayangkan apa jadinya kalau ia sedang bertugas mengantar majikan menyeberang


jalan, tiba-tiba ada seekor burung di jalan raya yang sedang ramai. Tentu
berbahaya.

Menurut Judy Fridono, keadaan ini memaksanya untuk mengeluarkan Ricochet


dari programnya. Dengan berat hati ia mulai menghentikan latihan dan bersiap-
siap melepas Ricky dan melatih anjing lain yang baru lahir. Namun menjelang
pelepasan ia berpikir kembali. "Mengapa harus fokus pada kelemahannya?
Bukankah kita semua mahluk hidup memiliki kelemahan?."

Fokus Pada Kekuatan


Bagi Anda yang pernah terlibat dalam program transformasi, pasti masih ingat
pesan yang sering saya sampaikan, jangan berfokus pada kekurangan atau
kelemahan pada team Anda. Dan itu pulalah yang diyakini oleh pelatih Ricochet.
Daripada berfokus pada kelemahan anjingnya, ia pun berfokus pada apa yang bisa
dilakukan dan menjadi kekuatan Ricky.

Kekuatan itu pasti ada dan tugas setiap coach adalah menemukan elemen-elemen
kekuatan itu. Saya tak tahu persis apa yang menjadi kekuatan Anda, karena sebagai
atasan kita hanya menyiapkan Anda - membuat program untuk Anda- sesuai
dengan kebutuhan kita, kebutuhan organisasi. Kita melatih seseorang untuk
kebutuhan kita, bukan untuk kebutuhan mereka.

Bahkan sepanjang kita melakukan pekerjaan rutin seringkali kita tidak berpikir
tentang kekuatan-kekuatan itu. Kita hanya terpaku pada job description, yaitu
deskripsi tugas dari job yang kita dapatkan saat rekrutmen.

Sekali seseorang berada di sana sepanjang ia tak membuat ulah - ia akan terkunci
di situ sekian tahun, lalu ia dipindahkan ke tempat lain sesuai keperluan organisasi.
Kita jarang sekali menaruh pada kekuatan-kekuatan personal, selain kekuatan-
kekuatan massal yang kita dapatkan dari berbagai alat ukur.

6|www.norisanto.com

Lalu para eksekutif terbiasa mengembangkan program bukan berdasarkan kekuatan


yang dapat dikontribusikan anak buahnya, melainkan pada kebutuhan organisasi.

Dan hasilnya tentu bisa diduga, ada sebagian orang yang tidak bisa mengikutinya.
Apalah jadinya kalau Albert Einstein dipaksa ikut kursus menyanyi oleh
orangtuanya, atau bila Picasso diwajibkan ikut program fisika?

Kembali ke program yang dicanangkan untuk Ricochet, saat kesedihan datang, Judy
Fritono justru menemukan satu kekuatan yang tidak pernah ia eksplorasi, yaitu
kemampuan melakukan keseimbangan di atas papan selancar. Ia menemukannya
saat Ricochet dilatih di atas sebuah kolam kecil. Ia dengan lincah melakukan
counter balance.

Maka menurut pelatihnya, "rather than focus on what she couldn't do, I focused on
what she could do, which was surfing." Judy fokus di sana dan menjadikan Ricochet
surfing dog, yaitu anjing yang melakukan surfing di atas gelombang ombak di bibir
pantai. Ternyata ia memiliki kehebatan dan keseimbangan yang luar biasa.

Kabar itu segera menyebar ke berbagai penjuru. Dalam hitungan bulan permintaan
sudah datang dan seorang anak yang mengalami cidera tak bisa berjalan minta. Ia
diminta diajak tandem berselancar dengan Ricochet. Permintaan dikabulkan,
mereka tandem sungguhan, bahkan event itu digunakan untuk melakukan
fundraising. Mereka berhasil menangguk donasi di atas 10,000 dolar plus terapi
selama tiga tahun.

Video ini saya putar berkali-kali dihadapan para peserta program transformasi, dan
mereka semua mngatakan ini adalah video terindah yang pernah mereka lihat, yaitu
video yang menggugah mereka untuk berubah. Berfokuslah pada kekuatan, maka
Anda akan mendapatkan kehebatan.

Selamat mempersiapkan tahun yang lebih menantang.

7|www.norisanto.com

2.2 Passport
*( Dikutip dari harian Jawa Pos, 8 Agustus 2011 )

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang
yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang
mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat,
jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat
awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.

Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR
dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas
mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki surat ijin memasuki dunia
global.. Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam
kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa
sudah bisa berbangga karena punya pasport.

Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah
keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura,
Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa
dijangkau.

Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?


Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah
yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan
tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana,
maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah
tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para
dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia,
luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-
buang uang.

Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih
kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan
sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang
terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.

Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para
pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok

8|www.norisanto.com

backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah,


menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja

di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada
bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke
Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa
bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di
masa lalu.

Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin
bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima
Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang
dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko,
menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus,
dan membawa dolar.

Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera


stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus
peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih
mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar
negeri.

The Next Convergence


Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel
ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari
Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia
telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak,
adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari
sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.

Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak
pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat
saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik
untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia.

Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak
menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak
tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat
penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan.

Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan
infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi
seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai

9|www.norisanto.com

nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap


mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.

Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus
Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung

melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar
oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh
pertanyaan pun mereka jalani.

Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea
dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit
dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut.

Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat
pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar
otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah,
menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau
kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.

Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini
dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak
orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI,
sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak
petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak
sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.

Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya
inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya
dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto
yang ternyata sangat membentuk visi mereka.

Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki
pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah
seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya
bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di
Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di
Amerika Serikat.

Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang


baru punya pasport dari uang negara.

10 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

2.3 Encouragement
*( Dikutip dari berbagai sumber di Internet )

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah
tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.

Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah
diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal dia
baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan
saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu
buruk, logikanya sangat sederhana.

Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.Rupanya karangan


itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk,
malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan
memerlukan kesungguhan?

Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.
Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. Maaf
Bapak dari mana? Dari Indonesia, jawab saya.Dia pun tersenyum.

Budaya Menghukum
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah
saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat. Saya
mengerti, jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu.

Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anakanaknya dididik di
sini,lanjutnya. Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai.Filosofi kami
mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang
agar maju. Encouragement! Dia pun melanjutkan argumentasinya.

Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbedabeda. Namun untuk anak
sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya

11 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat, ujarnya menunjuk karangan
berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur
prestasi orang lain menurut ukuran kita.Saya teringat betapa mudahnya saya
menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai A, dari program master hingga
doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai


ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program
doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar
siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan
penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan
begitu mereka tahu jawabannya.

Mereka menunjukkan grafikgrafik yang saya buat dan menerangkan seterang-


terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan
ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat
kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar
bukan saling menolong, malah ikut menelan mahasiswanya yang duduk di bangku
ujian.

Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan,


penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap
seakanakan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami
frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf,
menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya


pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-
hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji
dengan cara menekan.

Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru
di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana
mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah
Nobel.

Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan
karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke
pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. Janganlah kita
mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di
depan, ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-
anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

12 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun


rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya
untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. Sarah telah memulainya dengan berat,
dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan
kemajuan yang berarti.

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup
keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi
penilaian yang tidak objektif. Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti
excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan gurunya salah. Kini saya melihatnya
dengan kacamata yang berbeda.

Melahirkan Kehebatan

Bisakah kita mencetak orangorang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan
rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta
ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus
yang dilontarkan dengan keras oleh guru,sundutan rokok, dan seterusnya. Kita
dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas; Kalau,; Nanti,; dan
tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di
sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi
lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan
mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata
menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil)
atau sebaliknya,dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat
dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat
tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang
pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. Mari
kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman
atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau
memberi ancaman yang menakut-nakuti.

13 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

2.4 The Cute And The Hot


*( Dikutip dari harian Jawa Pos, 28 N0vember 2011 )

Banyak Lelaki berpikir harus ganteng dulu supaya bisa dapat pacar. Tetapi saya
justru banyak menemukan lelaki keren mentereng yang kesulitan mendapatkan
pasangan. Kejadian seperti ini sama persis seperti yang dialami anak-anak muda,
yang baru merintis usaha yang habis-habisan fokus pada produk kebanggaannya.

Seorang remaja misalnya, komplain kepada adik-kakaknya yang kesemuanya


perempuan. Sebagai satu-satunya anak lelaki ia merasa ada yang kurang beres. Ia
lalu bertanya kepada adiknya, apakah saya kurang keren? Adiknya berkata dengan
bahasa gaul kakak cute kok! Cute berarti keren, tidak jelek, si adik
menyimpulkannya setelah bergunjing dengan geng-nya di sekolah, tetapi
mengapa kakak cute tidak dapat cewek?

HOT: Action
Mudah saja dijawab, ternyata cewek-cewek itu bukan mencari yang cute, melainkan
yang hot. Cowok-cowok yang keren sering kali tidak hot, manja, menunggu dilamar,
tinggi hati, dan hanya sibuk berdandan.

Sekarang Anda jadi mengerti bukan, mengapa banyak perempuan cantik yang tidak
jatuh ke pelukan laki-laki cute? Bahkan Anda sering menghujat, lha kok cowoknya
parah banget? Nggak selevel? Masalahnya, merekalah yang berani mendatangi,
bolak-balik tak kenal lelah.

Itulah reality show. Sekali lagi bukan yang cute, melainkan yang hot-lah yang
dicari. Ini sama persis dalam dinamika bisnis di era Cracking Zone. Pasar bukan
mengejar produk yang cute, melainkan yang hot.

Barang-barang yang cute tidak beredar, sedangkan yang hot, meski kurang-kurang
sedikit, bahkan maaf, kadang juga yang kurang bagus, melenggang lancar di pasar
karena ia digerakkan, pemikiknya aktif mendatangi pasar.

Saat menulis kolom ini saya pun sedang berada di Banda Aceh, menghadiri Festival
Kopi Aceh tak jauh dari Masjid Raya kesohor itu. Di antara tenda-tenda peserta,
saya mendatangi UMKM binaan Rumah Perubahan secara on the spot. Dengan jelas
kami bisa membedakan mana saja UMKM yang akan maju dan mana yang akan
diam di tempat: Mereka yang diam itulah yang tendanya bagus dan asyik sendiri.
Sedangkan yang hot, aktif mendatangi. Ini sama persis dengan UMKM yang dibawa
pemda-pemda ikut pameran ke luar negeri.

14 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

UMKM yang hot sudah siap dengan aneka brosur dan kartu nama, sedangkan yang
cute sibuk menyiapkan display produk dan stand. Kita tahulah bagaimana kerja
birokrasi yang masih banyak digerakkan prinsip sekedar menghabiskan anggaran.
Dengan prinsip itu, pemerintah sudah pasti tidak mendapatkan lokasi pameran
yang hot.

Jadi letaknya tidak pada posisi yang strategis, menyempil di dalam-dalam kotak
yang tersudut. Pada posisi seperti ini, Departemen Perdagangan lebih senang
menghabiskan uangnya untuk membuat desain stand yang cute, ditambah
sejumlah kegiatan Public Relations yang ditopang wartawan dari dalam negeri.

Wartawan yang tidak kritis tertipu habis karena hanya menyajikan berita betapa
cute-nya stand pameran Indonesia. Seakan-akan yang cute itulah yang sukses.
Statistik yang diberikan pemerintah juga amat impresif. Tapi tanyakanlah kepada
pelaku-pelaku UMKM yang cute tadi, apakah betul mereka mendapatkan order?

Beberapa tahun yang lalu ada anak muda yang ikut pameran pariwisata yang amat
terkenal di Berlin. Sewaktu saya kunjungi saya tertegun karena ia tak berada di
dalam area stand pemerintah Indonesia.

Ia berkeliling sambil membawa sebuah hand luggage beroda dan bersama


temannya membagi-bagikan brosur pada para pengunjung yang keluar dari area
standpemerintah Malaysia, Turki, Thailand, atau Israel. Maklum itulah empat
negara yang gencar berpromosi dan paling banyak dikunjungi calon-calon buyer
dan travel agents.

Sementara pelaku-pelaku pariwisata Indonesia mengeluh pada pemerintah karena


pamerannya gagal, anak muda itu justru mendapatkan pacar, yaitu order dari
mancanegara.

Jadi, cracking zone ini memang penuh jebakan batman, kita mengira segala yang
cute akan digemari, nyatanya tidak demikian. Sama juga dengan wirausahawan-
wirausahawan muda yang hanya sibuk dengan pengembangan produk tok.Produk
yang cute tak akan otomatis bergulir. Malaysia saja alamnya tak se-cute Indonesia
bisa mendapatkan turis lebih banyak. Tentu bukan karena prinsip the cute. In real
life, the hot is the darling!

15 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

2.5 Medali Emas


*( Dikutip dari harian, Seputar Indonesia, 24 November 2011)

Berjalan mengelilingi Kota Namlea, tiba-tiba seseorang menyebut nama mantan


seorang atlet sepak bola terkenal,yang pernah jaya di era tahun 1970-an. Semua
orang lalu hanyut menceritakan prestasinya.

Saya masih ingat namanya sering disebut radio dan koran.Tetapi, benarkah itu atlet
yang dulu menjadi pujaan masyarakat? Berambut gimbal, baju compang-camping,
dan lusuh, kaki penuh debu. Seorang teman menyebutkan persoalan yang dia
hadapi. Setelah masa kejayaan,dia harus kembali ke masyarakat. Ijazah sekolah
tidak ada, pengalaman kerja apalagi.Yang ada di sakunya hanya medali emas yang
pernah didapatkan tim PSSI saat dia bergabung.

Tetapi, sekarang medali itu sudah tidak ada lagi. Depresi, gila, atau entah apa
namanya.Hidup terlunta- lunta tak ada perhatian. Nama besar tinggal sejarah. Lain
lagi dengan Jumain, mantan atlet dayung nasional yang sering meraih medali emas.
Meski tidak seburuk pemain bola tadi, Jumain yang pernah memperkuat SEA
Games XV (1989) hanya bisa bekerja sebagai penjaga kapal di pantai Marina
Semarang dengan upah Rp500.000.

Nasib Jumain tidak lebih baik dari Marina Segedi yang meraih medali emas pencak
silat pada SEA Games XIII (1981) di Filipina. Meski perempuan, Marina kini
berprofesi sebagai sopir taksi di Jakarta. Nasib atlet-atlet tua yang saya sebut di atas
sungguh menyesakkan dada, selain gelanggang olahraga nasional pasca-SEA Games
atau PON yang tak terurus, ternyata atlet-atlet yang pernah berprestasi juga kurang
mendapat perhatian.

Saya juga pernah membaca mantan juara tinju kelas Bantam Yunior (1987) yang
menjadi pemulung dan sebagainya. Nasib mereka tak sehebat Rudy Hartono, Liem
Swie King, atau Icuk Sugiarto yang sukses hidup sebagai pengusaha. Sementara hari
ini, 24 November 2011, atlet-atlet peraih medali emas SEA Games akan
mendapatkan insentif sebesar Rp200 juta per orang per medali. Kita perlu
mengingatkan bahwa uang sebesar itu bisa saja mengubah hidup menjadi lebih
baik, namun bisa juga sebaliknya.

15 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

PLC
Ibarat produk, setiap atlet juga memiliki PLC (product life cycle) yang relatif
pendek. Atlet adalah profesi yang cemerlang di usia muda.Paling panjang, seorang
atlet di dunia amatir dapat bertahan antara 1012 tahun.Lewat usia tertentu, siklus
hidupnya akan berakhir. Padahal usia muda hanya sementara, dan untuk meraih
prestasi, seorang atlet harus mengabdikan hampir seluruh masa mudanya untuk
olahraga.

Seperti atlet golf perempuan asal Korea Selatan, Seri Park, yang meninggalkan
dunia sekolah, atlet-atlet kita juga banyak yang melakukan hal serupa. Selain fokus,
sebagian atlet diketahui juga berasal dari kalangan kurang mampu yang
memperbaiki nasib keluarga melalui olahraga. Kalau olahraga yang ditekuninya
favorit, dia bisa mencetak prestasi setiap tahun dalam kurun waktu tertentu.

Dan kalau wajahnya khas dan ceritanya unik, mereka bisa mendapat rezeki
sampingan, baik sebagai bintang iklan,bintang layar lebar, atau yang lebih
beruntung lagi mendapat kan mertua yang hebat.

Tetapi berapa banyak atlet yang beruntung seperti Ade Rai, Taufik Hidayat, atau
Rudy Hartono? Tentu tidak banyak,bukan? Dalam kurun waktu PLC yang pendek
itu kita perlu mengingatkan para atlet agar mempersiapkan diri sebaik mungkin
sebelum masa emasnya berakhir.

Jendela emas yang hanya berlangsung 1012 tahun itu berlangsung begitu cepat,
dan mereka perlu berpikir keras agar tidak bernasib seperti seniorsenior mereka
yang kurang beruntung. Sikap setiap orang terhadap masa depan tentu berbeda-
beda.Ada yang jauh-jauh hari sudah berpikir dan mempersiapkan diri, namun ada
juga yang masih ingin bersenang- senang menikmati masa muda dengan uang yang
berlimpah dan penuh pujapuji.

Kalau seorang atlet meraih empat medali emas ditambah beberapa medali perak
dan perunggu, dia hampir pasti akan membawa bonus minimal sebesar Rp1
miliar.Ini tentu bukan jumlah yang kecil. Namun, seperti orang pensiunan yang
selama bertahuntahun hanya terlatih menjadi pegawai,sudah pasti seseorang akan
mudah terjerumus dan kebingungan, seorang yang tidak bisa mengelola uang perlu
dibekali dengan perencanaan keuangan yang sehat.

16 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

Lakukanlah Investasi
Orang-orang dulu percaya bahwa hemat adalah pangkal kaya. Meski saya hampir
tak pernah melihat orang yang menjadi kaya karena hidupnya sangat hemat, saya
juga tidak melihat ada masa depan di tangan orang-orang yang boros. Atlet-atlet
yang cerdas tentu perlu merencanakan tindakannya dengan penuh kehati-hatian.
Yang jelas, konsumsi yang berlebihan bukanlah hal yang disarankan.

Atlet yang cerdik dapat menggunakan uangnya untuk berinvestasi, baik dalam
bidang pendidikan, bermain saham, atau investasi dalam usaha-usaha
tertentu.Tetapi, sebagai seorang pemula, semua investasi itu harus melewati masa
belajar yang panjang. Karena itu, tak ada hasil yang diperoleh dalam sekejap.

Semua butuh kerja keras dan mampu mengelola rasa frustrasi, mengelola
kesabaran. Apa yang diinvestasikan hari ini baru akan berbuah lima enam tahun
ke depan. Itu pun hanya akan berbuah kalau jalannya benar. Saya ucapkan selamat
kepada para atlet yang berprestasi dan berhati-hatilah dalam mengelola uang
karena dia bisa menjadi sumber harapan masa depan, namun juga bisa menjadi
sumber masalah.

17 | w w w . n o r i s a n t o . c o m

3. Penutup
Dokumen ebook ini tidak untuk diperdagangkan tanpa seijin pemilik artikel dalam
hal ini Bapak Rhenald Kasali. Sebagai pembuat dokumen ini saya nyatakan bahwa
saya tidak berniat sedikitpun untuk memperdagangkannya.

Saya membagi dokumen ini agar para pembaca dan pengagum tulisan Prof Rhenald
Kasali secara gratis agar mereka bisa lebih mudah membaca dan mengakses tulisan-
tulisan tersebut, kapan dan di mana pun mereka inginkan.

Jikalau pun nanti terjadi penyalahgunaan terhadap dokumen ini maka hal tersebut
di luar dari tanggung jawab saya.

4. Kredit Poin
Dalam dokumen ini saya lampirkan nama-nama yang layak untuk ditampilkan
sebagai bentuk apresiasi dan terima kasih saya sehingga terlahir dokumen ebook
ini.

1. Prof Rhenald Kasali, www.rumahperubahan.co.id


2. Sebuah blog sederhana bernama www.rhenald-kasali.blogspot.com
3. Sebuah blog sederhana bernama www.norisanto.com
4. Harian Jawa Pos
5. Harian Seputar Indonesia

--

Dapatkan Artikel-artikel Rhenald Kasali lainnya

dalam bentuk dokumen pdf hanya di

www.norisanto.com

Anda mungkin juga menyukai