Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN PNEUMONIA

OLEH :

NI NYOMAN SRI WULANDARI

0802105029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

[Type the company name] | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan 0
Pneumonia
2012

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
a. Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006).
b. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan.
2006).
c. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru, dengan
beberapa alveoli terisi cairan dan sel-sel darah.
d. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said 2007).
e. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi. (Price, 1995)
f. Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (IKA, 2001)
g. Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama
alveoli atau parenkim yang sering menyerang pada anak anak

2. EPIDEMIOLOGI
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan
serotipl sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia
lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus- ditemukan pada orang dewasa dan
anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan
anak.
Pneumonia sangat rentan terhadap anak berumur di bawah dua bulan, berjenis
kelamin laki-laki, tingkat sosioekonomi rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat
pelayanan kesehatan masih kurang, adanya penyakit kronis pada anak, kurang gizi, berat

[Type the company name] | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan 1
Pneumonia
badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan
tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A.
Pneumonia juga merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian
utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan
pneumonia penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita. Berbagai
mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan bakteri. Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya pneumonia antara lain adalah
defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GE, aspirasi, dll.
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di
negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di
seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001
kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir
300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. Menunjuk angka-angka di atas bisa
dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah
raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia
tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran
bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga
sebagai "pembunuh balita nomor satu".

Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari
pneumonia antara lain :
1. Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bakterial
2. Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama kehidupan.
Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan pada 70
% anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1 tahun.
3. Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia
4. Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5tahun,
mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada pasien
antara umur 16 dan 19 tahun.
5. Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada anak dan anak-anak kecil
6. Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus pneumonia
virus.
7. Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada anak dan
anak kecil.
8. Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di
rumah sakit.

3. ETIOLOGI
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos.

4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

Menurut (Smeltzer, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :

1) Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza

2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :

- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires


- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
(Smeltzer, 2001 : 568-570).

3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin
atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2001 : 572). Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif
hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol,
stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang
menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan
aspirasi tersembunyi. ( Smeltzer, 2001 :637)

Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2005)
antara lain :
1. Status gizi anak
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua

4. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia
(Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
1.Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2.Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat
fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara,
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
3.Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru
tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
4.Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali
pada strukturnya semula. (Underwood, 2000 : 392).

5. KLASIFIKASI
6. Klasifikasi
Pneumonia dapat dibagi menjadi :
7. 1) Klasifikasi klinis
Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg klasik antara
lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas lobus,
disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella
pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg meningkat lambat
dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan oleh organisme
atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.
Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas sporadis atau endemic, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut dgn
konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim paru
dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis atipikal yaitu
perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan jarang disertai konsolidasi
paru. Biasanya pada pasien penyakit kronik
b. Pneumonia non bacterial
8. Dikenal
pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Chlamydia
pneumoniae.
Area paru-paru yang terkena.
a. Pneumonia lobaris : area yang terkena yang meliputi satu lobus atau lebih.
b. Bronkopneumonia : proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan
menyebar ke jaringan paru sekitar.

2) Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas :


a. Bakterial : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H. influenza,
Klebsiella,dll
b. Non bacterial : tuberculosis, virus, fungi, dan parasit
9. Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah
satu diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu:
1. Community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
10. Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae.
2. Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
11. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena
pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita
untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya
infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
12. Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun
sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal
sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
ganda.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
13.
14. Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya,
virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang
terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada
anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah
RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari
ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam
tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal
penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang
diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk
bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya
didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam,
malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan
nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
15.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia
dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan
1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40
x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai
dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya
nafas cepat.
16.
17. Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan
secara sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah merupakan
diagnose medis dan hanya bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang
berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak
terlambat penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:
1. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila
terdapat gejala :
Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
Terdapat stridor ( suara napas bunyi grok-grok saat inspirasi )
18.
2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat,
batasan nafas cepat adalah :
Anak usia 2 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau lebih.
Anak Usia 1 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau lebih.
19.
Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda tanda atau penyakit sangat berat.
20.
6. MANIFESTASI KLINIS
21. Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang terdapat pada
penderita pneumonia, yaitu :

1. Serangan akut dan membahayakan 4. Reles (ronchi)


2. Demam tinggi (pneumonia virus 5. Wheezing
6. Sakit kepala, malaise
bagian bawah)
7. Nyeri abdomen
3. Batuk

8.

9. Manifestasi klinis :
Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 40 C), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).

Gejala khas :
a. Sianosis pada mulut dan hidung.
b. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
c. Gelisah, cepat lelah.

Batuk mula-mula kering produktif.


Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

10.

11.Manifestasi klinis pada anak

Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar
dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi
nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi.
(Mansjoer,2000,hal 467 )
Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru
meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40
kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak
dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai
dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala
pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala
sianosis sentral dan tidak dapat minum.
Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen
kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk.
Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin
tiba tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.
12.
7. PEMERIKSAAN FISIK

13. Pemerikasaan Fisik pada anak


1. Inspeksi
14. Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta
nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan
5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
15. Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan
atau tachycardia.
3. Perkusi
16. Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
17. Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke
hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara
dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang
sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
18.
19. 8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
20. Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan
antara lain :

1. Kajian foto thorak diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan
dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus
dan bakteri
10. Kultur cairan pleura spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens
penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara
terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.

21. Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi


1. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
2. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di
atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
3. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
4. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
22.
23. Pemeriksaan mikrobiologik
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
24.

25. Pemeriksaan imunologis


1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa
2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
3. Spesimen: darah atau urin.
4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
26.

27. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap


mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru
atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak
gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia
difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang
terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan
mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya
penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.

28.
9. PENATALAKSANAAN

29. Pengobatan umum pasien pasien pneumonia biasanya berupa pemberian


antibiotik yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi
hipoksemia dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura yang ringan, obat
pilihan untuk penyakit ini adalah penisilin G. (patofisiologi page 806).
30. Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi menunjukkan tanda-tanda
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
31.
32. Terapi suportif yang bisa dilakukan, antara lain:
Berikan oksigen
Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )

33. Tahapan fisioterapi


1. INHALASI
34. Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk
uap kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Alat terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah
alat terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis
yaitu anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan
menggunakan masker. Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan
melegakan pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus
selalu dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit
tapi lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup, karena
dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk
mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung menuju ke sana.
35.
2. PENGATURAN POSISI TUBUH
36. Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan
posisi tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area
ke arah cabang bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa
dikeluarkan dengan cara dibatukkan. Untuk itu, orang tua mesti mengetahui di
mana letak lendir berkumpul.
37. Caranya:
38. * Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen
atau dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-paru), atur
posisi anak.
39. - Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih
rendah dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi anak
dalam keadaan tengkurap.
40. - Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih
tinggi agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan
telentang.
41. - Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak
dengan miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti
memeluk guling.
42.
3. PEMUKULAN/PERKUSI
43. Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk
pada dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-
sekret yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir
ke tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
44. Caranya:
45. * Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk
(dengan posisi
46. tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk anak cukup
dilakukan dengan menggunakan 3 jari.
47. * Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5
menit.
48. * Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya.
Setelah itu lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada dengan
menggunakan tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut saat
membangunkan anak dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
49.
Observasi tanda vital
Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan, misalnya,
pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola napas.
50. Ciptakan lingkungan yang nyaman
51.
10. KOMPLIKASI
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
52.
53. 11. PROGNOSIS
54.Dengan pengobatan sebagian tipe dari pneumoni karena bakteri dapat diobati
dalam 1-2 minggu. Pneumoni karena virus mungkin berakhir lama, pneumonia karena
mikoplasma memerlukan 4-5 minggu. Hasil akhir dari episode pneumoni tergantung
dari bagaimana seseorang sakit, kapan dia didiagnosis pertama kali. (fransisca S. 2000)
55.Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
56.
57. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
58. DS :
59. Pasien mengeluh sesak nafas
60. Ibu pasien mengatakan pasien mengalami diare dan muntah sebanyak 3x
selama dirawat di rumah sakit
61. Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan BB 2300gr, dan pasien lahir
prematur
62. Ibu pasien mengatakan ayah pasien merokok dan pasien tinggal di
pemukiman padat penduduk
63. Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami batuk kering kemudian menjadi
batuk berdahak.
64. Ibu pasien mengatakan pasien tidak eksklusif karena dia sibuk bekerja
65. DO :
66. RR : 55X/ menit
67. PCH (pernafasan cuping hidung) positif
68. Pasien tampak rewel
69. Pasien tampak lesu
70. Pernafasan pasien tampak dangkal dan cepat
71. Retraksi intercosta (IC) positif
72. Tax : 390 C
73. Pasien tampak tidak menyusu
74. Tampak sianosis di sekitar area hidung dan mulut pasien
75. Sekret (+), berwarna kuning kehijauan dan kental
76. Mukosa bibir pasien tampak kering
77. Turgor kulit pasien lambat
78. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
79. Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta
nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan
5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
80. Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan
atau tachycardia.
3. Perkusi
81. Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
82. Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke
hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara
dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang
sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
83.
84. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler ditandai dengan
Gas Darah Arteri abnormal, PH artery abnormal,sianosis,nafas cuping hidung,dan
gelisah (rewel)
b. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas normal, dan kulit terasa hangat.
c. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai dengan
penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan peningkatan suhu tubuh.
d. Ketidakefektifan regimen terapeutik keluarga b.d. konflik keputusan ditandai dengan
ketidakefektifan aktifitas kluaraga untuk memenuhi tujuan kesehatan.
e. Resiko keterlambatan perkembangan b.d nutrisi yang tidak adekuat, dan prematuritas
85. 3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

86. No Diagnosa 87. Tujuan dan 88. Intervensi 89. Rasional 90. Evaluasi
kreteria hasil
1. Gangguan pertukaran 91. Setelah 95. NIC label 106. 110. S:-
gas b.d. perubahan dilakukan 96. Respiratory Monitoring 107. 111.
membran aveolar- tindakan 1. Monitor laju ritme dari nafas 1. Untuk mengetahui status 112. O:
kapiler ditandai dengan keperawatan 97. pernapasan pasien hasil nilai
Gas Darah Arteri selama 4x 24 2. Monitor suara nafas tambahan 2. Untuk mengetahui apabila AGD dalam
abnormal, PH artery jam diharapkan seperti snoring adanya kelainan pada batas
abnormal,sianosis,nafas pertukaran gas 98. saluran pernapasan normal :
cuping hidung,dan adekuat dengan 3. Monitor peningkatan kelelahan 3. Utuk memantau keadaan Ph dalam batas
gelisah (rewel) kreteria hasil : 99. fisik pasien normal (7,35-
92. NOC label 4. Monitor peningatan 4. Untuk memantau dan 7,35)
93. Respiratory kegelisahan, dan kekurangan mengurangi kecemasan dari PCO2 dalam
status oksigen pasien batas normal
RR normal (skla 5) 5. Monitor sekresi dari sistem 5. Untuk memantau adanya (35-45)
Ritme respiratory pernafasan pasien sekret pada saluran napas HCO3 dalam
normal (skala 5) 100. klien batas normal
Kedalaman nafas 6. Berikan terapi perawatan 6. Untuk mengencerkan dan (22-26)
nebulizer sesuai kebutuhan mempermudah sekret
normal (skala 5) SaO2 dalam
101. keluar dari saluran
Akumulasi sputum batas normal
102. pernapasan
tidak ada (skala 5) 103. Oxigen therapy 108. 95 %
94. Respiratory 7. Bersihkan skresi mulut hidung 7. Untuk mempermudah jalan PO2 dalam
status :Gas dan trakea sesuai kebutuhan napas batas normal
exchange 8. Memeberikan terapi oksigen 8. Mengatasi terjadinya defisit (80-100 %)
Tekanan parsial sesuai kebutuhan O2 113.
karbondioksida 9. Monitor aliran oksigen 9. memastikan kebutuhan 114. A:
pada darah arteri 104. oksigen yang sesuai untuk Tujuan
normal (skala 5) 105. klien tercapai
pH arteri normal 10. Monitor kerusakan kulit dari 10. mencegah terjadinya iritasi sebagian
(skala 5) gesekan dengan selang pada kulit 115.
Tidak terjadi oksigen 109. 116. P:

sianosis (skala 5) Lanjutkan


intervensi
2. Hipertermia b.d. 117. Setelah 120. NIC : Vital Signs 128. 136. S:
dehidrasi dan penyakit dilakukan Monitoring 1. Untuk mengetahui kondisi pasien
ditandai dengan tindakan 1. Monitor TTV pasien (tekanan umum pasien. mengatakan
peningkatan suhu tubuh keperawatan darah, nadi, suhu, dan 129. tubuhnya
diatas normal, dan kulit selama 4x 24 pernapasan). 2. Untuk memantau adanya tidak terasa
terasa hangat. jam diharapkan 2. Monitor dan laporkan tanda dan peningkatan suhu tubuh panas lagi.
suhu tubuh gejala hipertermi. pasien. 137. O:
pasien dalam 121. 3. Untuk mengetahui adanya tubuh pasien
batas normal 3. Kaji warna kulit, suhu, tanda dan gejala tidak teraba
dengan kriteria kelembapan. hipertermi. panas.
hasil : 122. 4. Agar dapat mengontrol 138. A:
118. NOC : 4. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV pasien. tujuan
Vital Signs penyebab perubahan tanda 130. tercapai.
- Suhu tubuh dalam vital. 131. 139. P:
batas normal (36- 123. 5. Untuk membuat tubuh pertahankan
37,50C) dengan 124. NIC : Temperatur merasa nyaman. kondisi
skala 5. Regulation 132.
119. TTV 5. Anjurkan penggunaan selimut 6. Untuk menghindari
dalam rentang hangat untuk menyesuaikan terjadinya dehidrasi.
normal (tekanan perubahan suhu tubuh. 133.
darah, nadi, 6. Anjurkan asupan nutrisi dan 134.
pernapasan) cairan adekuat. 135. 7. Untuk
dengan skala 5. 125. menurunkan panas
126. NIC : Fever badan.
Treatment
127. 7. Anjurkan
pemberian kompres hangat.
140. 147. 158. 181. 187.
141. 148. 159. 1. Untuk mengetahui status 188.
142. 149. 160. hidrasi pasien 189.
143. 150. 161. 182. 190.
144. 151. 162. 2. Untuk memastikan jumlah 191.
145. 152. 163. cairan yang masuk dan 192.
146. 153. 164. keluar 193.
3. Kekurangan volume 154. Setelah 165. NIC label: Fluid 3. Untuk memenuhi kebutuhan 194. S: ibu
cairan b.d. kehilangan dilakukan management cairan pasien mengatakan
cairan keluarga aktif tindakan 1. Monitoring status hidrasi 183. bahwa
ditandai dengan keperawatan (kelembaban membrane mukosa, 4. Untuk mengetahui factor anaknya
penurunan turgor kulit, selama 4x 24 nadi yang adekuat) secara tepat risiko ketidakseimbangan sudah tidak
memebran mukosa jam diharapkan 2. Atur catatan intake dan output cairan dan mencegah secara rewel lagi,
kering, dan kebutuhan cairan secara akurat dini factor tersebut tidak demam
peningkatan suhu volume cairan 166. 5. Komplikasi letal dapat lagi, masih
tubuh. pasien terpenuhi 3. Beri cairan yang sesuai terjadi selama awal periode ada diare
dengan kriteria 167. pengobatan antimikroba. 195.
hasil : 168. Fluid monitoring: Kurva suhu tubuh 196. O:
155. Noc 4. Identifikasi factor risiko memberikan indeks respon turgor kulit
label: ketidakseimbangan cairan pasien terhadap terapi. pasien sudah
156. Hydrasi: (hipertermi, infeksi, muntah dan Hipotensi yang terjadi dini membaik,
- Turgor kulit diare) pada perjalanan penyakit intake dan
kembali normal 5. Monitoring tekanan darah, nadi dapat mengindikasikan output cairan
(skala 5) dan RR hipoksia atau bakterimia. px seimbang
- Membrane 169. Antipiretik diberikan dengan 197.
mukosa tampak 170. kewaspadaan, karena 198. A:
lembab (skala 5) 171. antipiretik dapat tujuan
- Intake cairan yang 172. mengakibatkan penurunan tercapai
adekuat (skala 5) 173. suhu dan dengan demikian sebagian
- Tidak terdapat 174. mengganggu evalusasi kurva 199.
diare (skala 5) 175. suhu 200. P:
157. Fluid balance: 176. IV teraphy: 6. Untuk memastikan terapi lanjutkan
- Nadi normal (skala 6. Lakukan 5 benar pemberian diberikan secara benar intervensi
5) terapi infuse (benar obat, dosis, 184.
- Intake dan output pasien, rute, frekuensi) 7. Untuk memastikan
cairan seimbang 7. Monitoring tetesan dan tempat pemberian terapi diberikan
dalam sehari(skala IV selama pemberian secara tepat
5) 177. 185.
178. Diarrhea managemenet: 8. Untuk mengetahui tanda dan
8. Monitoring tanda dan gejala gejala diare
diare 9. Untuk mengetahui apa
9. Ketahui penyebab diare factor penyebab dari diare
179. 10. Untuk mengetahui efek obat
10. Evaluasi mengenai pengobatan terhadap gastrointestinal
terhadap efek gastrointestinal 11. Untuk mengetahui
180. perubahan penyakit pasien
11. Instruksikan keluarga untuk 186.
memantau warna, volume, 12. Untuk mengetahui adanya
frekuensi dan konsistensi feses iritasi dan perlukaan pada
12. Monitoring kulit dan perianal kulit pasien
pasien untuk mengethui adanya
iritasi dan ulserasi
4. Ketidakefektifan 201. Setelah 204. NIC label : 209. 215.
regimen terapeutik dilakukan 205. Family Involvement 210. 216. S:
keluarga b.d. konflik tindakan Promotion 1. untuk mengetahui seberapa keluarga
keputusan ditandai keperawatan 1. Indentifikasi kemampuan jauh tingkat pengetahuan mengatakan
dengan selama 4x 24 keterlibatan keluarga dalam keluarga klien mau ikut
ketidakefektifan jam diharapkan perawatan pasien 2. untuk mengetahui tingkat berpartisipasi
aktifitas kluaraga untuk regimen 2. Identifikasi harapan keluarga kepedulian keluarga dalam
memenuhi tujuan terapeutik terhadap pasien terhadap pasien penyediaan
kesehatan keluarga efektif 206. 3. keterlibatan keluarga dalam keperawatan
202. NOC 3. Ajak anggota keluarga dan perawatan akan menambah 217.
label : pasien untuk ikut dalam motifasi klien 218. O:
203. Family perencanaan perawatan 211. keluarga
participation in mencakup hasil yang 212. tampak
professtional diharapkan dan tindakan dari 213. mampu
care rencana keperawatann 4. mengetahui mekanisme mengikuti
Partisipasi pada 4. Identifikasi mekanisme koping koping keluarga berkaitan dan
rencana perawatan yang digunakan oleh keluarga dengan pemberian asuhan mendukung
(skala 5) 207. keperawatan proses
Partisipasi pada 208. 5. pemberian informasi yang keperawatan
penyediaan 5. berikan informasi krusial pada benar kepada keluarga pasien
perawatan keluarga pasien tentang kondisi bertujuan untuk mengurangi 219.
Evaluasi dari pasien kecemasan keluarga 220. A:

efektifitas dari terhadap pasien Tujuan

perawatan 214. tercapai


sebagian
221.
222. P:
Lanjutkan
intervensi
223. Resiko 227. Child 236. 244. 249. S: -
keterlambatan development : 2 NIC Label : 245. 250.
perkembangan b.d month 237. 1. teciptanya hubungan yang 251. O:
nutrisi yang tidak 228. - anak Developmental Care terapeutik dan ssaling terlihat
adekuat, dan tersenyum (skala 5) 1. Ciptakan hubungan terapeutik mendukung dengan keluarga perkembanga
prematuritas 229. - refleks dan mendukung dengan bertujuan untuk n anak yang
224. menggenggam (skala 5) keluarga mempermudah perawat semakin
225. 230. - menampilkan 238. dalam pemberian intervensi membaik dan
226. ketertarikan dalam 239. 2. agar keluarga mengetahui sesuai
rangsang suara (skala 5) 240. apa saja yang perlu dengan umur
231. - menampilkan 2. Ssediakan keluarga dengan dilakukan untuk mendukung anak
ketertarikan dalam akurat, informasi yang actual pemenuhan kebutuhan dan 252.
rangsangan visual berkenaan dengan kondisi, kelancaran tumbuh 253. A:
(skala 5) pengobatan dan kebutuhan anak kembang anak tujuan
232. - Berinteraksi 241. 3. agar keluarga mengetahui tercapai
dengan gembira 242. tentang pentingnya menjaga 254.
terutama dengan tenaga 3. Iinformasikan keluarga tentang perkembangan anak 255. P:
(skala 5) pentingnya perkembangan dan 4. stimulus yang berlebihan pertahankan
233. - Family persoalan anaknya akan dapat mengganggu kondisi
functioning 4. Monitor stimulus (contohnya perkembangan anak pasien
(kekuatan dari cahaya, kegaduhan), lingkungan 246.
system keluarga anak dan kurani sebagaimana 5. menyediakan tempat yang
untuk mencapai mestinya nyaman untuk ibu menyusui
kebutuhan 5. Sediakan tempat duduk yang 247.
anggota nyaman di area yang tenang 6. Memberikan sentuhan yang
keluarga selama untuk menyusui lembut untuk mnciptakan
transisi 6. Gunakan gerakan yang lambat, kenyaman bagi anak
perkembangan lemah lembut ketika 248.
mental) menggendong, menyusui dan 7. Partisipasi keluarga penting
234. - Meregulasi merawat anak dalam menyusui
kebiasaan anggota 7. Pertimbangkan partisipasi 8. Pemberian ASI sangan
keluarga (skala 5) keluarga dalam menyusui penting dalam pembentukan
235. 8. Dukung keinginan ibu untuk anti body anak
menyusui 9. Meningkatkan stimulasi
243. perkembangan si anak
9. Sediakan stimulasi
menggunakan rekaman music
instrumental dan lain-lainnya
sebagaimana mestinya
256. DAFTAR PUSTAKA
257.
258. Price, S. A 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4 : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
259.
260. Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth volume 1.Jakarta:EGC
261.
262. Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis.Jakarta : EGC
263.
264. Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
265.
266. Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification
(NIC).Missouri : Mosby
267.
268. Moorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri :
Mosby
269.
270.

Anda mungkin juga menyukai