Khotbah Minggu 29 Juni 2014
Khotbah Minggu 29 Juni 2014
Setelah mempelajari tentang implikasi perbedaan manusia pertama dan kedua poin
kedua yaitu kehidupan yang mati vs kematian yang hidup di pasal 6 ayat 1 s/d 11,
mulai ayat 12 s/d 14, Paulus mulai mengimplikasikan secara praktis di dalam hidup
yang melawan dosa.
Kedua, tidak hidup di dalam dosa berarti kita tidak menyerahkan anggota tubuh
kita sebagai alat dosa. Di ayat 13, Paulus mengajarkan hal ini, Dan janganlah
kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai
senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang,
yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota
tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Kata
menyerahkan berarti ada unsur penyerahan aktif dari pribadi tertentu kepada
pribadi lain. Demikian pula, ketika ayat ini mengajarkan bahwa kita jangan
menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada dosa berarti kita tidak boleh lagi
secara aktif berperan serta di dalam dosa apalagi untuk sesuatu yang lalim. Kata
kelaliman dalam ayat ini bahasa Yunaninya adikia berarti injustice
(=ketidakadilan). Dengan kata lain, kita tidak boleh menyerahkan tubuh kita untuk
dipakai iblis dalam mengerjakan apapun yang tidak adil atau jahat karena itu
melawan Allah dan berdosa. Lalu, bagaimana selanjutnya ? Apakah kita pasif ?
TIDAK. Alkitab melanjutkan bahwa kita bukan pasif, tetapi aktif yaitu menyerahkan
diri kita kepada Allah sebagai orang-orang yang dahulu mati tetapi sekarang hidup.
Dengan kata lain, kita mau menghambakan diri kita kepada Allah dan ketika kita
menjadi hamba Allah, kita disebut hidup dari kematian (KJV : alive from the dead).
Sungguh menarik, banyak orang dunia mengatakan bahwa menjadi orang Kristen
itu sulit, karena mau apa saja dilarang, sembahyang di depan peti orang meninggal
tidak boleh, dll. Benarkah demikian ? TIDAK. Alkitab justru mengatakan bahwa
ketika kita tunduk di bawah Allah, kita benar-benar hidup, sedangkan ketika kita
tidak tunduk kepada Allah, tetapi tunduk kepada dosa, kita mati (meskipun
hidup secara fisik). Bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita tunduk kepada Allah ?
Ketika kita tunduk kepada Allah, ada berkat tersendiri yang disediakan-Nya bagi
kita. Apakah itu berkat jasmani ? TIDAK SELALU. Yang terpenting bahwa kita tunduk
kepada Allah, maka Allah akan memberkati dan memimpin langkah hidup kita ke
jalan-Nya yang terindah. Bagaimana cara kita menyerahkan tubuh kita bagi Allah ?
Caranya menyerahkannya untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Kata
kebenaran di sini identik dengan keadilan (Yunani : dikaiosune). Sehingga dengan
demikian berarti kita secara aktif menyerahkan tubuh kita untuk menjadi senjata-
senjata yang memperjuangkan dan berjuang bagi keadilan Allah. Sama seperti yang
diajarkan Paulus nantinya di Roma 12:1, Karena itu, saudara-saudara, demi
kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan
tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada
Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati., kita dituntut untuk secara aktif
mempersembahkan tubuh kita bagi Allah sebagai wujud dari ibadah yang sejati
(KJV : reasonable = layak/pantas). Bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita menjadi
senjata-senjata keadilan Allah yang berperang bagi zaman untuk membawa zaman
kita kembali kepada Kristus ? Dengan menjadi senjata-senjata keadilan Allah, kita
sebenarnya beribadah kepada-Nya dengan layak/pantas. Banyak orang Kristen
mengaku diri beribadah, tetapi cara berpikir, hati, perkataan dan sikapnya masih
menyerupai manusia lama yaitu suka berdosa. Itukah beribadah ? Marilah kita
belajar melalui ayat ini yaitu untuk menjadi senjata-senjata keadilan Allah dengan
aktif mempersembahkan tubuh dan tentunya hidup kita bagi Allah demi kemuliaan-
Nya. Kita bisa melakukan hal ini karena kita adalah hamba dan Allah sebagai
Pemilik hidup kita. Itulah artinya men-Tuhan-kan Kristus dan menghambakan diri
manusia.
Hari ini, setelah kita merenungkan ketiga ayat ini, adakah hati kita tergerak untuk
tidak lagi hidup bermain-main di dalam dosa ? Adakah kita berkomitmen untuk
menggemari dosa, tetapi sebaliknya menggemari Firman Allah dan Kebenarannya ?
Itulah citra diri manusia baru yang telah ditebus Kristus dari hidup yang sia-sia. Soli
Deo Gloria. Amin.
GOD SAID...
Dontt look to the bigness of your need
Look to the bigness of your GOD!
Your circumstances are hindrances to seeing MY ABILITIES
If you keep your eyes on your circumstances,
the devil will use your circumstances to defeat you
and accuse the Word of GOD...
the written and the Living Word.
YOUR VICTORY
is in keeping your eyes
on the bigness of your GOD and His ability
HE HAS PROMISED
to take you STEP by STEP... not all at once...
But step...by step and...
each step will be a MIRACLE!
-Morris Cerullo World Evangelism-
Roma 6:15-23 (Kamis, 26)
Dalam renungan kemarin kita telah mempelajari bahwa kasih karunia Allah
melalui Yesus Kristus telah menjamin kemenangan kita. Karenanya, kasih karunia
itu menjadi sumber pengharapan dan pendorong semangat kita untuk lebih
sungguh-sungguh melawan dosa. Namun, seperti dikuatirkan oleh Paulus di ayat
15, kasih karunia itu bisa disalahpahami atau bahkan disalahgunakan oleh
orang-orang Kristen. Mereka yang tahu bahwa dirinya telah bebas dari hukum
Taurat dapat beranggapan bahwa perintah dan larangan hukum Taurat tidak
perlu lagi dilaksanakan. Sebaliknya, kasih karunia yang diberikan Kristus bisa
membuat mereka merasa aman sehingga boleh tetap berbuat dosa. Bolehkah
kita berpikir demikian? Sekali-kali tidak!
1. Ay. 16-18. Sambil menegaskan kembali status kita yang baru, Paulus
memberikan penjelasannya dengan menggunakan ilustrasi hubungan
antara hamba dan tuannya. Status baru apakah yang kita miliki? (ay.18)
Apa hubungan status baru tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari?
(ay.16-17)
2. Ay. 19-23. Apa yang akan kita dapatkan bila menyerahkan diri sebagai
hamba dosa? Apa yang akan kita dapatkan bila menyerahkan diri sebagai
hamba kebenaran?
Renungan
Orang-orang Kristen sering lupa atau bahkan tidak peduli dengan status barunya sebagai
hamba kebenaran. Padahal kesadaran mengenai status baru ini sangat mempengaruhi sikap
dan arah hidup kita. Menyadari status baru itu berarti menyadari siapa tuan kita yang
sesungguhnya. Seorang hamba menyerahkan diri kepada tuannya, menggunakan hidupnya
untuk tuannya, mengikuti pimpinan tuannya, dan melakukan apa yang diajarkan oleh
tuannya. Mereka yang menjadi hamba dosa mengunakan hidupnya untuk dosa dan terus-
menerus belajar berbuat dosa. Orang-orang Kristen yang telah menjadi hamba kebenaran
harus menggunakan hidupnya untuk kebenaran dan mentaati pengajaran kebenaran.
Entah mengapa kita lebih suka menyerahkan diri menjadi hamba dosa. Padahal, kita tahu dan
mungkin pernah mengalami, bahwa menyerahkan diri menjadi hamba dosa berarti
menyengsarakan diri sendiri: membawa kepada kedurhakaan, membuat kita merasa malu,
dan berujung pada kematian. Sebaliknya, kita juga tahu, bahwa menyerahkan diri sebagai
hamba kebenaran akan membawa kita pada pengudusan, merdeka dari dosa, dan berujung
pada hidup yang kekal. Pilihan bagi kita? Memang. Allah telah memilih Anda. Sekarang,
apakah Anda juga memilih Dia?
Hal penting yang juga terungkap dari perikop ini adalah bahwa kita tidak bisa bersikap
mendua. Tidak ada pilihan untuk bersikap netral. Juga, Anda tidak bisa bersikap pasif. Anda
harus memilih siapa tuan Anda. Anda harus memutuskan kepada siapa Anda akan
menyerahkan diri Anda, kepada Allah atau kepada dosa. Jika Anda mengenal kasih karunia-
Nya, Anda tentu tahu kepada siapa Anda harus menyerahkan diri. (TW)
Meremehkan kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus adalah dosa paling serius dalam
kehidupan umat kristiani masa kini.
diposkan pada tanggal 7 Jul 2011 11.20 oleh Essy Eisen [ diperbarui7 Jul 2011
11.26 ]
Dalam banyak kisah di Kitab Suci kita, Para Nabi dipanggil dan diutus Allah untuk
memberitakan peringatan-peringatan kepada Raja-Raja, Imam-Imam, dan
seluruh umat Allah jikalau mereka menjalankan kehidupan yang tidak berkenan
kepada Allah. Tidak sedikit berita atau suara kenabian itu tegas dan pedas,
masuk kepada inti masalah umat. Biasanya juga teguran itu diikuti dengan
berita didikan Allah kepada umat, berupa masa-masa berat yang harus dijalani
oleh umat karena mereka mengabaikan kehendak Allah.
Saat Israel dikuasai Babel (597 SM), Raja Yekhonya yang kemudian digantikan
pamannya Zedekia bersama dengan orang-orang penting Israel di bawa ke
Babel. Perkakas bait Yerusalem, juga diangkut ke sana. Di tengah hiruk-pikuk itu,
seorang nabi yang bernama Hananya menyuarakan berita optimisme bahwa
kesusahan itu tidak akan berlangsung lama. Nabi Yeremia, tidak sepaham
dengan berita itu. Bagi Yeremia, itu memang harapan yang baik, tetapi Allah
memiliki rencana yang melampaui optimisme sempit itu. Yeremia masih dapat
melihat bahwa pembuangan ke Babel merupakan bagian dari rencana Allah
dalam tujuan jangka panjang-Nya. Begitulah suara kenabian. Tidak hanya
menyuarakan yang enak-enak didengar dan dipahami saja, tetapi berani
menukik ke dalam kenyataan hidup sambil mencari terus kehendak dan maksud
Allah di baliknya.
Bagi Paulus (Rm 6:12-23), orang Kristen ialah orang yang tidak lagi diperbudak
dosa, tetapi orang yang karena kasih karunia Allah di dalam Kristus, kini menjadi
hamba kebenaran, hamba Allah. Dengan status baru ini, orang Kristen
dimampukan untuk mengutamakan Kristus saat menghadapi pilihan kehidupan
yang menggoda iman. Seperti halnya seorang nabi berani memperjuangkan
suara Allah, demikian juga kehidupan orang Kristen terarah menjadi senjata-
senjara kebenaran yang memperjuangkan kedamaian dan keadilan.
Bukan saja didorong untuk menyuarakan suara kenabian, orang Kristen juga
diajarkan oleh Tuhan Yesus untuk menyambut suara kenabian. Yesus berkata
Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah
nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan
menerima upah orang benar. (Mat 10:41) Sambutan di sini dapat berarti
sambutan lahiriah, saat seseorang memberikan bantuan kepada hamba-hamba
Tuhan. Tetapi juga yang tidak kalah penting, sambutan di sini berarti sambutan
hati yang menerima teguran dan didikan yang membangun. Telinga terbuka
lebar untuk dinasihati, hati dan pikirkan dilapangkan untuk menerima hal yang
tegas dan keras sekalipun, saat itu merupakan peringatan akan status diri
sebagai milik Kristus dan bukan milik Dosa.