Anda di halaman 1dari 11

JUDUL ARTIKEL DITULIS SINGKAT DAN PADAT SESUAI ISI DAN

MAKSIMAL TIGA BELAS KATA

Nama Semua Penulis Tanpa Gelar


Fakultas/Departemen Asal, Universitas /Lembaga Asal
e-mail: penulis@email. ac.id

ABSTRAK
Abstrak ditulis dalam dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris,
diketik dalam 1 paragraf 1 spasi sejumlah 150-200 kata, berisi pokok-pokok
penelitian, seperti tujuan, metode dan hasil penelitian. Abstrak harus dapat
menggambarkan bagaimana penelitian yang dilakukan dapat berkontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan. Kata kunci
ditulis di bawah abstrak dalam format italic (cetak miring) dan merubakan
substansi dari penelitian yang dilakukan dan tersebut dalam judul. Format
penulisan abstrak dan kata kunci, serta tubuh artikel seluruhnya harus mengikuti
cetakan ini.

Kata Kunci: abstrak, bold, italic, maksimal lima kata/frase, tata tulis

PENDAHULUAN
Dalam kehidupan ini pasti seringkali orang-orang melanggar aturan-

aturan mungkin dalam bermasyarakat, berorganisasi, pemerintahan, dan

dalam kehidupan rohani orang-orang sering melanggar perintah Tuhan

atau yang di sebut firman Tuhan. Memang kita manusia memiliki

kehendak bebas yaitu free will yang ada dalam diri kita. Ketika kita

melanggar perintah-perintah Tuhan itulah yang disebut dosa, seharusnya

kalau kita sudah percaya sudah tahu tentang kebenaran firmanNya

sudah sungguh-sungguh kenal Tuhan, pasti kita sebagai orang percaya

sudah tidak akan melakukan dosa lagi atau perbuatan-perbuatan yang

tidak baik di mata Tuhan, tapi masih ada kebanyakan orang yang sudah
percaya sudah mengenal dia namun masih melakukan kebiasaan buruk

yaitu dosa-dosa seperti masih melakukan kebiasan-kebiasaan lamanya,

Untuk itulah penulis akan menjelaskan memecahkan masalah

dosa dan cara menyelesaikan dosa.

METODE
-
PEMBAHASAN
A. Pengertian dosa
Paulus menggunakan beraneka ragam istilah untuk menjelaskan hakikat
dosa, seperti juga dalam menjelaskan gagasan-gagasannya yang lain. Kita
perlu memperhatikan istilah-istilah ini, tetapi ajaran Paulus tentang dosa
memiliki dasar yang lebih luas daripada istilah-istilah yang digunakannya.
Sebenarnya, istilah-istilah itu hanya menunjukkan garis besar dari penger
tiannya, yang dapat diselidiki lebih mendalam dengan cara-cara lain.

Kata hamartia digunakan secara umum dalam pengertian perbuatan-


perbuatan dosa dan dipakai dalam bentuk jamak dan tunggal. Bentuk
jamak dari kata itu sering terdapat dalam tulisan-tulisan yang merupakan
kutipan-kutipan dari PL (misalnya Rm 4:7; 11:27, bnd. 1 Tes 2:16; 1 Kor
15:17). Juga terdapat dalam beberapa pernyataan yang meng hubungkan
kematian Kristus dengan dosa manusia, misalnya dalam 1. Korintus 15:3.
Dalam Kolose 1:14 Paulus menggunakan istilah "pengampunan dosa" dan
dalam Galatia 1:4 terdapat gagasan mengenai "Kristus yang menyerahkan
diri-Nya karena dosa-dosa kita": dalam ayat ayat ini bentuk jamak
hamartiai mengungkapkan keseluruhan dosa secara umum (bnd. Ef 2:1).
Bentuk tunggal dari hamartia hampir selalu menggambarkan
keadaan berdosa dan bukan berarti suatu tindakan membuat dosa. Karena
itu Paulus dapat berbicara tentang kuasa dosa (Rm 3:9), pengenalan dosa
(3:20), bertambahnya dosa (Rm 5:20), hamba dosa (Rm 6:16), dan upah
dosa (Rm 6:23). Bahkan dia dapat menganggap dosa itu sebagai suatu
pribadi (seperti yang terdapat dalam Roma 7). Karena penggunaan kata itu
sangat beraneka ragam, maka kita perlu untuk men coba menggolongkan
gagasan-gagasan Paulus itu.
dengan kitab-kitab Injil Sinoptik, mungkin karena ia sangat
menyadari adanya bahaya-bahaya yang diakibatkan oleh gagasan itu
dalam pemikiran Yahudi. Gagasan itu dipakai dalam Gereja pada waktu
berikutnya dalam menciptakan teori yang menerangkan penebusan sebagai
suatu perbuatan perdagangan; tetapi hal ini tidak dibenarkan sama sekali
dalam surat-surat Paulus maupun dalam bagian-bagian lain dari PB.
Dalam Kolose 2:14 Paulus memakai kata kheirografon, yang ada
hubungannya dengan "surat utang". Jika tafsiran ini benar, maka Paulus
menggambarkan Allah sebagai yang membatalkan utang kita melalui
Kristus.by.
Selain memakai kata yang umum untuk dosa, Paulus menggunakan
empat istilah lain yang menunjukkan aspek-aspek khusus dari ajarannya.
Salah satu dari keempat istilah itu mempunyai akar kata yang sama yaitu
hamant¨ºma, yang artinya pada dasarnya hampir sama (bnd. Rm 3.25 1
Kor 6:18). Namun istilah-istilah lainnya masing-masing mengandung
makna tersendiri. Kata parapt?ma berarti langkah yang keliru sebagai
lawan dari langkah yang benar. Contoh pemakaian kata ini terdapat dalam
Roma 4:25 dan Galatia 6:1. Dalam Efesus 2:1, kata itu dihubungkan
dengan dosa-dosa (hamartiai) dan mempertajam arti dari istilah umum itu.
Istilah yang lain ialah parabasis yang berarti melangkah ke samping, yaitu
menyimpang dari jalan yang benar; biasanya istilah ini diterjemahkan
dengan kata "pelanggaran" (Rm 2:23; 4:15; Gal 3:19)." Kata yang agak
berhubungan dengan gagasan ini adalah kata anomia yang berarti
kedurhakaan atau perbuatan jahat (misalnya 2 Kor 6:14; 2 Tes 2:3). Semua
istilah ini mengandung pengertian yang sama, yaitu gagal memenuhi apa
yang diwajibkan. Khususnya dalam surat-surat kiriman Paulus, semua
bentuk dosa selalu dilihat dari latar belakang kebenaran (dikaiosun¨º),
yang bukan saja merupakan tujuan keselamatan tetapi yang juga
dipandang sebagai pola yang mendasar bagi manusia pada saat diciptakan.

1. Dosa sebagai utang


Pengertian dosa sebagai utang yang harus ditebus dengan cara memper
banyak perbuatan baik, sama sekali tidak terdapat dalam tulisan-tulisan
Paulus. Bahkan pemikiran demikian dihapuskan sama sekali oleh
ajaran nya mengenai anugerah (kasih karunia). Walaupun demikian
pengam punan dosa (afesis) dititikberatkan (lihat Kol 1:14; Ef 1:7),
dan hal ini memperlihatkan kesadaran manusia akan kewajibannya
yang tidak mampu ia penuhi.
Perlu diperhatikan bahwa gagasan mengenai dosa sebagai utang
kurang begitu ditonjolkan dalam surat-surat Paulus bila dibandingkan
dengan kitab-kitab Injil Sinoptik, mungkin karena ia sangat menyadari
adanya bahaya-bahaya yang diakibatkan oleh gagasan itu dalam
pemikiran Yahudi. Gagasan itu dipakai dalam Gereja pada waktu
berikutnya dalam menciptakan teori yang menerangkan penebusan
sebagai suatu perbuatan perdagangan; tetapi hal ini tidak dibenarkan
sama sekali dalam surat-surat Paulus maupun dalam bagian-bagian lain
dari PB. Dalam Kolose 2:14 Paulus memakai kata kheirografon, yang
ada hubungannya dengan "surat utang". Jika tafsiran ini benar, maka
Paulus menggambarkan Allah sebagai yang membatalkan utang kita
melalui Kristus.
2. Dosa sebagai pelanggaran
Paulus memakai kata parabasis sebanyak lima kali, dan dari pemakaian
itu kita mendapat kesan bahwa dosa adalah gerakan membelok dari
jalan yang lurus. Roma 2:23 menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi
telah melanggar hukum Taurat. Hukum itu telah menetapkan patokan
dan orang-orang Yahudi tidak mematuhinya. Dalam ayat-ayat
sebelumnya Paulus sudah menegaskan bahwa dalam batas-batas
tertentu orang-orang bukan Yahudi pun menyadari adanya hukum
yang berlaku sebagai tolok ukur, yang olehnya suara hati mereka dapat
menuduh atau membela (Rm 2:14-15). Memang, tolok ukur untuk
menghakimi sangatlah diperlukan sehingga Paulus dapat berkata
dalam Roma 4:15 bahwa "di mana tidak ada hukum Taurat di situ tidak
ada juga pelanggaran." Pengertian dosa sebagai pelanggaran tidak ada
artinya apabila tidak ada suatu patokan yang ditetapkan sebagai
pengukur pelanggaran itu. Istilah yang sama digunakan untuk
menyebutkan tentang pelanggaran Adam (Rm 5:15) yang diakibatkan
oleh penolakannya untuk mematuhi larangan Allah. Istilah yang sama
(parabasis) disebutkan dalam I Timotius 2:14, mengenai dosa Hawa.
Karena itu, segala penyimpangan dari kewajiban moral dapat disebut
dosa, bukan hanya kegagalan untuk mematuhi hukum Taurat. Hukum
hanya dapat menyatakan pelanggaran (bnd. Gal 3:19), tetapi tidak
berdaya untuk mengendalikannya.
3. Dosa sebagai kedurhakaan
Jika dosa merupakan penyimpangan dari jalan yang sudah diketahui,
maka dosa dapat memburuk menjadi kedurhakaan," sebagaimana
tampak secara khusus dalam pemakaian kata anomia. Dalam Roma
6:19 Paulus mengingatkan para pembacanya yang Kristen bahwa
mereka telah menyerahkan anggota-anggota tubuh mereka menjadi
hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa mereka kepada
kedurhakaan; hal ini terlihat seolah-olah mempunyai akibat yang terus
makin memburuk. Dalam II Tesalonika 2:3 dinyatakan bahwa
kejahatan akan muncul kelak sebagai suatu pribadi yang disebut
"manusia durhaka" yang merebut kedudukan Allah. Kedurhakaan
mengakibatkan pemberontakan. Dalam II Korintus 6:14, anomia
dipertentangkan secara langsung dengan kebenaran, dengan pemikiran
bahwa orang-orang percaya merupakan Bait Allah yang hidup. Segala
sesuatu yang berlawanan dengan hak Allah adalah kedurhakaan atau
pelanggaran.
Gagasan tentang pemberontakan ini dijelaskan dengan berbagai
cara. Dalam Roma 11:30 orang-orang bukan Yahudi dinyatakan "tidak
taat kepada Allah." Orang-orang yang mengikuti penguasa kerajaan
angkasa disebut "orang-orang durhaka" dalam Efesus 2:2 (bnd. Ef 5:6;
Kol 3:6). Menurut Paulus, jurang pemisah antara orang-orang Kristen
dan orang-orang bukan Kristen disebabkan oleh adanya perbedaan
antara ketaatan dan ketidaktaatan terhadap tuntutan Allah. Orang-
orang yang nampaknya baik, yang hidup menurut usaha mereka
sendiri, gagal memenuhi persyaratan Allah. Jelaslah bahwa manusia
harus menaati Injil dan mereka yang tidak menaatinya, menempatkan
diri mereka di antara kelompok anak-anak durhaka. Pelanggaran atau
kedurhakaan merupakan kebiasaan manusia yang berdosa dan ia dapat
dibebaskan dari kebiasaan ini hanya melalui tindakan Kristus dalam
penebusan (Tit 2:14).
Dosa mencakup perbuatan-perbuatan lahiriah dan sikap-sikap batin
Paulus dan orang-orang Yahudi yang sezaman dengannya sama-sama.
senang menyusun daftar perincian tentang dosa, "yang meliputi
perbuatan dan sikap. Hal ini memperlihatkan betapa luasnya tafsiran
Paulus mengenai dosa. Daftar yang terdapat dalam Roma 1:29-31
menggam barkan dengan baik gabungan antara dosa lahiriah dan
batiniah. Beberapa hal dalam daftar ini dapat dibuktikan secara
obyektif, seperti pembunuhan, perselisihan, dan suka mengumpat.
Tetapi yang lain seperti kedengkian, tidak berakal, tidak setia, tidak
penyayang dan tidak mengenal belas kasihan termasuk sikap dan
bukan tindakan, walaupun hal itu tentu saja terlihat dari tindakan-
tindakan. Daftar-daftar yang serupa dapat ditemukan dalam Roma
13:13; 1 Korintus 5:10-11; 6:9-10; II Korintus 12:20-21; Galatia 5:19-
21; Efesus 4:31; 5:3-5; Kolose 3:5-8; I Timotius 1:9-10; II Timotius
3:2 dst., Titus 3:3. Amat jelaslah bahwa Paulus ingin memperlihatkan
hakikat dosa dalam istilah-istilah yang khusus. Dia juga ingin
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar di antara
berbagai jenis dosa, mulai dari tindakan kriminal, seperti pembunuhan,
sampai pada sikap hati, seperti rasa iri atau rasa benci. Jelaslah bahwa
Paulus menafsirkan dosa secara jauh lebih luas jangkauannya daripada
hanya dengan pengungkapan istilah-istilah secara hukum. Sifat dosa
secara batiniah tidak selalu mudah diketahui oleh manusia, tetapi Allah
mengetahui dan menghakimi keinginan batin itu sama seperti Ia
mengetahui dan menghakimi perbuatan-perbuatan secara lahiriah.
Inilah yang menyebabkan Dia menumpahkan murka-Nya (Kol 3:6).

B. Pengertian tentang dosa sebagai suatu pribadi


Pada waktu Paulus menjelaskan tentang dosa sebagai suatu pribadi, ia
menekankan sifat-sifat dosa yang berbahaya. Hal ini tampak jelas sekali
dalam Roma 7, meskipun terdapat juga pada bagian-bagian lain. Kita telah
memperhatikan bahwa dosa digambarkan sebagai seorang penguasa yang
lalim. Di samping itu, dikatakan bahwa upah dosa adalah maut (Rm 6:23).
Paulus dapat berbicara seakan-akan tubuh manusia sudah menjadi milik
dosa (Rm 6:6). Karena itu, dosa itu (dalam bentuk tunggal) merupakan
suatu faktor yang lebih fatal daripada perbuatan yang bersifat dosa.
Sesungguhnya, perbedaannya terletak antara dosa yang dimengerti sebagai
suatu kuasa yang menjadi dasar perbuatan-perbuatan tertentu, dan dosa
sebagai perbuatan tertentu yang melawan patokan yang sudah diketahui.
Dalam Roma 7:8 Paulus berbicara tentang dosa yang mendapat 19
kesempatan karena adanya perintah," seakan-akan dosa mengupayakan
timbulnya rupa-rupa keinginan, dan perintah itu membangkitkan keinginan
melakukan perbuatan-perbuatan mental yang berdosa. Di samping itu,
dosa mendatangkan kematian bagi manusia (Rm 7:11,13). Karena dosa
menyesatkan, maka dosa mendatangkan kematian pada saat dosa kelihatan
seolah-olah sebagai pembawa kehidupan. Selanjutnya, ungkapan "terjual
di bawah kuasa dosa" (Rm 7:14) memperlihatkan dosa yang bertindak
untuk memperoleh keuntungan dan yang memper daya korban-korban
yang ditipunya.
Paulus sangat menyadari akan kuasa dosa. Dalam I Korintus 15:56
sekilas dia menyebutkan bahwa sengat maut ialah dosa, dan kuasa dosa
ialah hukum Taurat. Dalam Roma 7:17 ia tampaknya mempertentangkan
kuasa dosa dengan ketidakberdayaan diri manusia. Hal ini menimbulkan
pertanyaan apakah Paulus hendak membebaskan manusia dari
tanggungjawabnya atas dosa. Masalah ini akan dibahas di bawah (lihat
bagian e). Tetapi tujuan utamanya dalam ayat ini bukan untuk mem
bebaskan manusia dari tanggungjawabnya, tetapi untuk menunjukkan
betapa kuatnya cengkraman dosa yang berlangsung sampai saat Yesus
menang atasnya. Paulus berbicara mengenai dosa yang diam dalam dirinya
dalam pengertian secara pribadi.cbpw.elitengo

C. Dosa mencakup semua manusia


Dalam surat-surat Paulus tidak ada pandangan yang menyatakan bahwa
ada seseorang secara pribadi atau sekelompok orang tertentu yang tidak
berdosa. Pernyataan yang terbaik mengenai hal ini terdapat dalam Roma 1-
3. Meskipun ada beberapa orang berpikir bahwa Paulus terlalu membesar-
besarkan dalam menyebutkan jenis-jenis dosa yang cenderung diperbuat
oleh manusia, namun sebenarnya ia hanya memaparkan peristiwa-
peristiwa yang paling jelas nampak dalam kehidupan orang orang bukan
Yahudi pada waktu itu, dengan maksud untuk menunjukkan bahwa dosa
itu meliputi semua orang tanpa kecuali. Tentu saja tidak semua orang
bukan Yahudi melakukan segala jenis dosa yang disebutkan dalam daftar
itu. Namun jelas, menurut pandangan Paulus tidak seorang pun lolos dari
kecemaran dosa,
Pada waktu Paulus melanjutkan dengan membahas kedudukan
orang-orang Yahudi, ia memperlihatkan secara terperinci sekali bahwa
baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang bukan Yahudi sama-sama
ada di bawah kuasa dosa (Rm 3:9). Kesimpulan ini didukung oleh
beberapa kutipan PL, yang dimulai dengan pernyataan yang tegas, "Tidak
ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal
budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah" (Rm 3:10-11). Selanjut
nya ia menegaskan bahwa seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah
(Rm 3:19). Sesungguhnya, berdasarkan keyakinan bahwa semua manusia
berdosa itu Paulus mengembangkan ajarannya tentang pembenaran
melalui Kristus. Tidak ada perbedaan, semua orang telah berbuat dosa
(Rm 3:23).
Pernyataan bahwa dosa mencakup semua manusia ditegaskan pula
dalam Roma 5:12. Apa pun tafsiran kita tentang pandangan Paulus
mengenai peranan Adam dalam masalah dosa (lihat bagian g di bawah
ini), tak dapat disangkal bahwa Paulus menerima dan mengakui bahwa
semua orang tanpa kecuali telah berbuat dosa, dan sebagai akibatnya
semua orang harus mengalami kematian. Hal ini dapat disebut kesimpulan
atas dasar pengamatan'. Paulus menganggap hal-hal ini begitu jelas
sehingga tidak perlu menerangkan lagi. Dalam hal ini ia mempunyai
pikiran yang sama dengan penulis-penulis PB yang lain.

D. Dosa dan daging


Kita telah membahas pemakaian kata sarx oleh Paulus, tetapi sekarang kita
perlu memperhatikan hubungan yang tepat antara dosa dan sarx. Paulus
sering menyebut "keinginan daging"" atau "keinginan tubuh yang fana"
(Gal 5:24; Rm 13:14; Ef 2:3; Rm 6:12). Karena keinginan meng awali
tindakan, maka dapat dikatakan bahwa Paulus memandang daging itu
sebagai salah satu sumber dosa. Karena manusia berpaling dari Allah,
maka sarx menyimpang ke arah dosa; sebenarnya sarx itu sendiri tidak
mempunyai sifat dosa. Paulus tidak menyatakan bahwa semua materi, ter
masuk daging, jahat sifatnya sehingga dapat disebut sumber dosa, sebab
ungkapan "keinginan daging" melibatkan manusia seutuhnya. Tetapi,
karena sarx sudah dikuasai oleh dosa, maka sarx tidak dapat menghin
darkan diri dari perbuatan yang berdosa. Karena alasan inilah maka Paulus
berkeyakinan bahwa mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin
berkenan kepada Allah (Rm 8:8). Sesungguhnya, ia menyatakan bahwa
"keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah" (Rm 8:7); ungkapan
ini memperlihatkan bahwa yang dimaksud ialah manusia seutuhnya.
Dalam I Korintus 5:5 Paulus menyarankan agar orang yang berbuat cabul
diserahkan kepada Iblis sehingga binasa tubuhnya. Dalam pernyataan yang
sulit ini terdapat hubungan yang jelas antara dosa dan daging. Besar
kemungkinan bahwa dalam ayat ini sarx tidak hanya mem punyai arti yang
bersifat jasmani saja.

E. Dosa dan tanggung jawab manusia


Keterangan yang telah dikemukakan sudah cukup untuk memperlihatkan
keyakinan Paulus bahwa manusia bertanggungjawab atas dosa yang
dilakukannya. Pemikiran tentang manusia sebagai alat yang tak berdaya
dari nasib yang tak dapat dielakkan," sama sekali tidak terdapat dalam 24
surat-surat Paulus. Tanggung jawab manusia terhadap Allah (Rm 3:19),
yang secara khusus ditegaskan oleh Paulus, mencerminkan keyakinannya
bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan dosanya, terutama aspek
dosa yang dipandang sebagai pemberontakan terhadap Allah. Hal ini tidak
dihapuskan oleh pernyataan-pernyataan dalam Roma 7, yang mungkin
dapat diartikan bahwa dosa itu sendiri yang bertanggungjawab; karena
pertanggungjawaban hanya dapat diminta dari seorang pribadi, bukan dari
suatu prinsip yang abstrak, walaupun jika prinsip itu dianggap seperti
suatu pribadi. Prinsip dosa itu tidak akan berdaya tanpa adanya kerja sama
dengan pribadi seseorang. Istilah-istilah yang digunakan mewajibkan
keterlibatan kehendak manusia.Jelaslah, kini manusia tidak dapat membela
dirinya dan harus ber tanggungjawab atas dosanya; pengertian ini
membawa kita pada ajaran Paulus tentang hukuman sebagai ganjaran dosa.
Dalam ajaran Paulus, tanggung jawab dalam diri orang percaya kemudian
dihubungkan dengan predestinasi (seperti dalam Rm 8:28-29), dan
menimbulkan persoalan yang tetap merupakan paradoks. Meskipun Paulus
tidak berusaha untuk menyelesaikan paradoks tersebut, ia tidak bermaksud
untuk membebas kan manusia dari tanggung jawab atas perbuatan-
perbuatannya. Masalah predestinasi jelas berhubungan dengan
pembahasan mengenai keselamatan serta anugerah Allah, dan akan
dibahas dalam jilid II (lihat ps 26.4).

F. Dosa dan hukuman


Kita telah memperhatikan banyak segi dari pandangan Paulus mengenai
dosa. Sekarang kita harus meneliti akibat-akibat dosa. Ketika ia
menyebutkan murka Allah, yang dimaksudkannya ialah murka Allah atas
dosa. Murka Allah dinyatakan bersamaan dengan kebenaran-Nya (Rm
1:17-18), dan ditujukan kepada "segala kefasikan serta kelaliman
manusia." Paulus menanti-nantikan kedatangan suatu hari murka yang
akan menyatakan hukuman Allah yang adil (Rm 2:5) dan ia memper
ingatkan orang-orang yang keras hati yang dapat menimbun murka. Paulus
menambahkan bahwa Allah akan membalas setiap orang menurut
perbuatannya" (Rm 2:6). Bagi orang-orang yang tidak taat, murka dan
geram sedang menanti mereka (Rm 2:8; Ef 5:6). Pada waktu Allah
menampakkan murka-Nya, tindakan tersebut tidak pernah tidak adil (Rm
3:5-6). Paulus memandang keselamatan "dari murka Allah" (Rm 5:9; 1
Tes 5:9), yaitu dalam segi negatifnya. Ketika mengingat kekuasaan Allah
melalui gambaran yang luar biasa tentang tukang periuk dengan tanah
liatnya, Paulus menyatakan bahwa Allah berkuasa penuh dalam
menampakkan murka-Nya (Rm 9:22). (1) hedebo
Kedudukan manusia duniawi yang ada dalam keadaan berbahaya
ini disimpulkan oleh Paulus dengan kata-kata "pada dasarnya kami adalah
orang-orang yang harus dimurkai" (Ef 2:3). Selain itu, "mereka yang lain",
termasuk dalam penggambaran ini. Tampak ada perbedaan yang jelas
antara mereka yang berada di luar Kristus dan mereka yang telah menjadi
anak-anak Allah. Jika perbedaan ini tidak diakui dengan jelas, maka
pernyataan-pernyataan Paulus mengenai misi Kristus tidak akan ada
artinya. Penting untuk memperhatikan bahwa baik orang Yahudi maupun
orang bukan Yahudi sama-sama tercakup di bawah murka Allah (1 Tes
2:16).
Paulus banyak membahas tentang penghakiman Allah (Rm 2:2-3;
5:16; 1 Kor 11:29,34), yang mendatangkan hukuman bagi orang berdosa.
Mereka yang tidak taat dihukum dan orang-orang yang terpisah dari Kris
tus tidak ada yang terhindar dari hukuman itu. Hukuman Allah itu tidak
bersifat sewenang-wenang, semuanya adil (2 Tes 1:5). Tak seorang pun
luput dari keadaan dosa, maka tak seorangpun luput dari akibat-akibat
dosa)
Akibat dosa yang paling sering disebut Paulus ialah maut. Maut
dianggap sebagai musuh yang terakhir (1 Kor 15:26). Sengat maut ialah
dosa (1 Kor 15:56). Dalam Roma 5-7 Paulus sering menghubungkan dosa
dengan maut secara langsung. Perikop yang paling jelas adalah Roma
5:12-21, yang bagian awalnya menegaskan bahwa maut itu masuk ke
dalam dunia melalui dosa dan bahwa dosa itu berkuasa sejak zaman Adam
sampai zaman Musa. Kuasanya berlanjut terus sampai kedatangan Yesus
Kristus, yang melalui kematian-Nya sendiri mengubah keadaan dan
membawa karunia Allah yaitu anugerah. Dosa berkuasa dalam alam maut,
sedangkan kasih karunia berkuasa dalam kebenaran (Rm 5:21). Paulus
berbicara mengenai orang-orang percaya sebagai orang-orang yang telah
dibaptis dalam kematian Kristus, sehingga mereka mati bagi kuasa dosa
dan mereka harus menganggap dirinya demikian (Rm 6:2 dst.). Ia
menunjukkan bahwa upah dosa ialah maut (Rm 6:23). Sekali lagi, dosa
mendatangkan kematian (Rm 7:13) dan mengubah seluruh tubuh itu
menjadi tubuh maut (Rm 7:24; bnd. 8:10). Jelaslah bahwa Paulus tidak
berlebih-lebihan dalam memberi penjelasan tentang beratnya akibat dosa.
Tentu saja dia tidak mengungkapkan kebenaran yang baru dalam meng
hubungkan maut dengan dosa, tetapi ia mengungkapkannya sebagaimana
dilihat dari pandangan Kristen. Kematian yang merupakan satu-satunya
kesudahan dosa (Rm 6:21), benar-benar bertentangan dengan kehidupan
yang diberikan sebagai karunia melalui Kristus,
Akibat dosa yang lain yang tak dapat dielakkan ialah putusnya
hubungan antara Allah dengan manusia. Paulus menjelaskan bahwa
sebelum seseorang menjadi orang Kristen keadaannya masih seteru (Rm
5:10). Orang-orang bukan Yahudi hidup di dunia tanpa pengharapan dan
tanpa Allah (Ef 2:12). Murka Allah menempatkan kita jauh dari-Nya.
Ajaran Paulus tentang pendamaian dengan Allah memperoleh artinya dari
kesadarannya yang dalam itu mengenai keadaan manusia yang ter asing
dari Allah. Dia yakin bahwa manusia duniawi hidup terasing dari Allah
dan membutuhkan pemulihan hubungan itu.

G. Asal mula dosa dalam diri manusia


Tentulah tidak benar bila mengatakan bahwa Paulus menjelaskan secara
terperinci tentang dosa asal, tetapi ada petunjuk bahwa ia mungkin
memegang kepercayaan demikian. "Dosa asal' dalam konteks ini berarti
kecenderungan berbuat dosa sebagai warisan turun temurun. Dengan
sendirinya hal ini mempengaruhi masalah mengenai bagaimana dosa itu
bermula dalam diri masing-masing pribadi. Bacaan kunci ialah Roma 5:12
dst, tetapi perikop ini tidak membahas teori tentang asal usul dosa. Apa
yang dikatakan Paulus ada hubungannya dengan tujuan utamanya, yaitu
mempertentangkan kematian dengan kehidupan dan hukuman dengan
kebenaran. Sebelum membahas perikop ini, ada beberapa pengamatan
umum yang perlu dikemukakan untuk menempatkan pembahasan ini
dalam pandangan yang benar.
(1) Tentu saja Paulus tidak beranggapan bahwa manusia diciptakan
dengan keadaan yang berdosa. Dia mempertahankan pandangan PL bahwa
manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (1 Kor 11:7) yang
tentunya berarti bahwa ia tidak jahat. "Gambar" itu menandakan sifat
moral dari Allah. Masuknya dosa ke dalam dunia mengakibatkan
tercemarnya "gambar" itu; karena itu dalam rencana keselamatan,
"gambar" itu dipulihkan dengan cara menyesuaikannya lagi menurut
gambar dan rupa Anak Allah (bnd. Rm 8:29). Namun, perlu diperhatikan
bahwa Paulus tidak mendukung pandangan bahwa gambar asal itu sudah
hilang sama sekali. Jika manusia masih tetap mencer minkan gambar dan
kemuliaan Allah, maka tanda-tanda yang khas dari gambar asalnya pasti
masih dapat dilihat. Manusia adalah makhluk yang bermoral,u kenyataan
ini memisahkannya dari makhluk-makhluk lain, meskipun manusia telah
merusak hakikat moralnya.
(2) Di atas telah diperlihatkan bahwa seluruh manusia telah berbuat
dosa. Paulus lebih mementingkan fakta bahwa manusia berdosa daripada
persoalan asal mula dosa atau penyebaran dosa. Meskipun ia mendukung
pandangan bahwa dosa itu masuk melalui Adam (Rm 5:12 dst.; 1 Kor
15:21-22), namun ia tidak mengatakan bahwa dosa menjalar dari satu
orang kepada banyak orang, seolah-olah ia membebankan tanggung jawab
masing-masing orang di atas bahu Adam. Bahkan dia memulainya dari
kenyataan bahwa dosa itu ada dalam setiap manusia. Perhatian terhadap
Adam mungkin disebabkan oleh adanya latar belakang penger. tian
Yahudi mengenai solidaritas manusia. Karena itulah maka Adam dapat
dijadikan wakil dari seluruh keturunannya.
(3) Hubungan yang erat antara dosa dan maut (lihat di atas: bagian
f) mempengaruhi pemikiran Paulus, karena maut itu dilihat sebagai fak tor
penentang yang mempengaruhi sifat manusia. Menurut Paulus, karena
maut adalah akibat dosa maka maut yang mencakup semua manusia tentu
dalam beberapa hal dihubungkan dengan dosa Adam (Rm 5:22) Walaupun
tidak dapat dipastikan, namun bukanlah hal yang mustah bahwa Paulus
dipengaruhi oleh pandangan pada zaman antara PL dan P mengenai
'dorongan hati yang jahat (vétsér hara). Para rabi berpendapat bahwa
dorongan hati ini menjadi jahat hanya jika orang menyerah pada dorongan
itu (lihat ps 4.2). Beberapa orang berpikir bahwa "hukum lain" yang
disebutkan dalam Roma 7:23 mungkin merupakan pengungkapan secara
tidak langsung mengenai dorongan hati ini. Yang jelas ialah Paulus tidak
pernah menyatakan bahwa tanggung jawab manusia dikurangi karena
adanya dorongan yang jahat di dalam dirinya.
KESIMPULAN
-
REFERENSI
-

Anda mungkin juga menyukai