Anda di halaman 1dari 50

ASKEP HERNIA YARSI MATARAM

MAKALAH SISTEM PENCERNAAN


ASUHAN KEPERAWATAN
HERNIA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK IX KELAS A2 :
1. MARDIYANA
2. M. KHAIRUL FAHMI
3. I WAYAN BUDIARTHA
4. PUJI HUMAEDI RUMINDRA
5. SALIS AGUS ALFIAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI S1
2012
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah disetujui pada :


Hari :
Tanggal :
Waktu :

Disetujui Oleh :

( Ns. Winda Nurmayani, S.Kep )


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.Berkat karunianya,
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN
HERNIA.
Makalah ini kami susun sesuai dengan kurikulum dan pembahasan perkuliahan sehingga
bisa digunakan sebagai bahan materi untuk membantu kemudahan dalam menerima proses
pembelajaran di dalam kelas.
Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan kesalahan yang terkandung di
dalamnya baik dari segi isinya maupun kata-katanya bahkan dalam hal penulisan, maka dari itu
kami mohon kritik dan sarannya dari bapak dosen demi perbaikan makalah-makalah kami di
edisi berikutnya.
Terakhir, ucapan terima kaasih kami sampaikan kepaada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen
atas bimbingan dan dukungannya selama ini, kami pun mengucapkan terima kasih kepaada para
penulis yang tulisannya kami kutip sebagai bahan makalah kami. Kami harap makalah ini dapat
membantu kita semua dalam proses pembelajaran.

Mataram, Oktober 2012

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Tujuan 2
1.3.Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1.Pengertian3
2.2.Klasifikasi 4
2.3.Etiologi 5
2.4.Patofisiologi 6
2.5.Manifestasi Klinis 7
2.6.Komplikasi........................................................................................ 9
2.7.Pencegahan........................................................................................ 10
2.8.Pemeriksaan Penunjang 10
2.9.Pathway keperawatan....................................................................... 14
2.10. Fokus Keperawatan 15
BAB III PENUTUP 23
3.1 Kesimpulan 23
3.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................v

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hernia adalah suatu kelemahan pada dinding otot perut di segmen usus atau struktur perut
menonjol. Hernia dapat juga penetreate melalui cacat lainnya di dinding perut, melalui
diafragma, atau melalui struktur lainnya dalam rongga perut. (Donna,2000)

Manifestasi klinik yang sering terjadi pada pasien dengan hernia yaitu obstruksi usus,
seperti muntah-muntah, sakit perut crampy, distensi, nyeri abdomen, panas, adanya tonjolan pada
area inguinal atau abdomen femoral, nausea, dan tachi cardi, disuria disertai hematuria dan sesak
nafas. Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus hernia diantaranya potensial injuri,
knowledge defisid, gengguan rasa nyaman, retaensi urine, dan potensial infeksi.
Bila hernia tidak diatasi secara cepat dan tepat maka akan terjadi komplikasi seperti
incareta, strangulate, perforasi, infeksi postop, scrotal edema, dehinse post operasi, dan
evisceration. Berdasarkan masalah tersebut diatas dan komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien hernia bila tidak dilakukan secara adekuat, maka perlu asuhan keperawatan secara
komprehensif yang mencakup kebutuhan biopsikososial spiritual yang terkait dengan masalah
tersebut.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah dengan judul Askep
Hernia.

1.2 Tujuan Penulisan


Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus sebagai berikut
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai penerapan
asuhan keperawatan pada pasien hernia.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ilmiah ini adalah agar dapat menggambarkan tentang:
1. Konsep dasar hernia,
2. Pengkajian pada pasien dengan hernia
3. Perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan hernia
4. Rencana asuhan keperawatan dan implementasi pada pasien dengan hernia.
1.3 Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran maupun dalam penerapan
asuhan keperawatan di masyarakat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut
lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum.
( Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah,
khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan Pamoentjak, 2000, hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan
dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal
517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra
adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan yang
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum
bagian kanan dan telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.

2.2 KLASIFIKASI
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1. Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan oleh
penderita atau ahli bedah.
2. Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya
komplikasi.
3. Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari luar
atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4. Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu yang
dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1. Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia.
2. Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi
umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis yaitu 1
inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar operasi
hernia terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a. Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b. Herniorapi
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan
bahan asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior menggunakan bahan
asesoris maka disebut dengan Hernioplasti.

2.3 ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi
pada pria, berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada
anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia,
disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu
yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di
dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia
inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal
706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti:
obesitas dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan
penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak sebelum
usia dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah
mengalami stadium lanjut yaitu;
1. Mengisi kantong scrotum
2. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan
terjadinya komplikasi, sedangkan bila telah terjadi strangulasi tindakan bedah harus
dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus.
(Sachdeva, 1996, hal 235 236 ; Mansjoer, 2000, hal 315)

2.4 PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei,
pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi
rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali
kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka
dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateral akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal
adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat
defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke
dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga
hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga
akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran,
depresi pada SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi
juga mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas
terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan
muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah
dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah
mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk
bagi organisme patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,
manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf
oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan
suplai darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 82).

2.5 MANIFESTASI KLINIK


Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan
tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan,
mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi
komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan
asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan
berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong
apakah benjolan dapat di reposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak,
kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum, jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari
tuberkulum pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada
keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka
itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah
hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2000, hal 314 ; Kusala, 2007,
http://www.kalbe.co.id/files)
Pada umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Beberapa
masalah yang sering terjadi pada fase post operasi antara lain; kesadaran menurun, sumbatan
saluran nafas, hipoventilasi, hipotensi , aritmi cardiak, shock, nyeri, distensi kandung
kencing, cemas, aspirasi isi lambung.
Tindakan operatif dilakukan dengan melakukan insisi pada tubuh sehingga tubuh
memerlukan waktu untuk penyembuhan luka. Luka bedah karena dilakukan dengan disertai
teknik asepsis pada umumnya penyembuhannya lancar dan cepat.
Ada empat fase penyembuhan luka; fase I penyembuhan luka, lekosit mencerna
bakteri dan jaringan rusak. Fibrin tertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh
darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Luka kekuatannya rendah tapi
luka yang dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Pasien akan terlihat dan merasa sakit
pada fase ini yang berlangsung selama 3 (tiga) hari.
Fase II berlangsung 3 14 hari setelah pembedahan. Lekosit mulai menghilang,
semua lapisan epitel mulai beregenerasi selengkapnya dalam 1 (satu) minggu. Jaringan baru
memiliki sangat banyak jaringan vaskuler, jaringan ikat berwarna kemerah-merahan karena
banyak pembuluh darah dan mudah terjadi perdarahan, pasien akan terlihat lebih baik.
Tumpukan kolagen serabut protein putih akan menunjang luka dengan baik dalam 6 7 hari.
Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Hal ini akan menekan pembuluh darah baru
dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas.
Pada fase ini yang kira-kira berlangsung dari minggu ke dua sampai minggu ke enam post
operasi, pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Fase terakhir, fase ke IV berlangsung beberapa bulan post operasi. Pasien akan
mengeluh gatal diseputar luka. Kolagen terus menimbun pada waktu ini, luka menciut dan
menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur.
(Long,1996, hal 70 86)

2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat
menimbulkan abses local, fistel atau peritonitis.
Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia
geser. Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka
dapat timbul nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.
Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka,
bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis
karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling
penting, terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien,
letak hernia, teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya.
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 718-719)

2.7 PENCEGAHAN
Kelemahan otot bawaan tidak dapat dicegah, namun, latihan penguatan otot yang
mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan
teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan diagnosis
herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi, individu harus
mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada
cekikan.

Hernia inguinalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut. Tetapi jika
tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus bisa terperangkap di dalam
kanalis inguinalis (inkarserasi) dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika tidak
ditangani, bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah.
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk
menutup lubang pada dinding perut agar hernia tidak berulang. Obat-obatan biasanya
diberikan untuk mengatasi nyeri setelah penderita menjalani pembedahan. Kadang setelah
menjalani pembedahan penderita dianjurkan untuk memakai korset untuk menyokong otot
yang lemah selama masa pemulihan.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi daerah inguinal dan femoral

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di
daerah inguinal. Biasanya, impuls hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Suruhlah pasien
memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah
inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat
menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan
bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama
batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.

b. Palpasi hernia inguinal


Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan pemeriksa didalam
skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada kulit skrotum yang
cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku
menghadap keluar dan bantalan jari kedalam.
Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan
yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral masuk
kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan ke atas ke arah
cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin
eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya
ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantalan jari pemeriksa.
Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat
direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan
hernia dilakukan dengan kulit skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-
lahan, tindakan ini tidak menimbulkan nyeri. Uraian tentang ciri-ciri hernia akan dibahas
berikutnya.

Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasa lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal
indirek mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan
apakah ada bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan
dignosis hernia inguinal indirek.

- Foto ronsen spinal


- Elektromiografi
- Venogram epidural
- Fungsi lumbal
- Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas)
- Scan CT
- MRI
- Mielogram
2. Pemeriksaan darah
a. Lekosit ; peningkatan jumlah lekosit mengindikasikan adanya infeksi.
b. Hemoglobin ; Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah.
c. Hematokrit ; peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi
d. Waktu koagulasi ; Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis
intraoperasi/pascaoperasi.
2. Urinalisis
BUN, Creatinin, munculnya SDM atau bakteri mengindikasikan infeksi.
3. GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
4. EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung.

2.9 PATHWAYS KEPERAWATAN


HERNIA INGUINALIS

Resti infeksi

Pertahanan primertidak adekuat


Batuk tidakefektif
Resti Gg.Keseimbangan volume cairan

Kompresi saraf
Gg. Peristalticusus
ansi
etas
Aliran darah kejar. terhambat

Perdarahan
Defisit of
knowledge

Peru
bah
an
statu
skes
ehat
an
Turun ke jaringanlain

Otot dinding

Trigonumhasselbach melemah

Penonjolan ke belakang kanalis inguinalis dan terpisah dari vesikulusspermatikus

Herniorapi / Herniotomi
Luka insisi

Efek anestesi
(
Kerusakanmobilitas
fisik

2.10FOKUS KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Status Respiratori
Kebebasan saluran nafas, kedalaman bernafas, kecepatan, sifatnya. Bunyi nafas : ada dan
sifatnya.
b. Status Sirkulatori
Nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit, pengisian kapiler.
c. Status Neurologis
Tingkat kesadaran, penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala shock dan harus segera
dilaporkan kepada ahli bedah dan disertai gejala lain yang jelas.
d. Balutan
Keadaan balutan, terdapat drain, terdapat selang yang harus disambung dengan system
drainase.
e. Kenyamanan
Terdapat nyeri, mual, muntah, sikap tidur yang nyaman dan memperlancar ventilasi.
f. Keamanan
Terdapat pengaman pada tempat tidur, alergi atau sensitive terhadap obat, makanan,
plester, larutan. Munculnya proses infeksi ; demam.
(Long, 1996, hal 60)
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial
sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri
dan splinting otot.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf, prosedur bedah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan
hematoma.
3) Intervensi
NO DX KEP KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1. Bersihan jalanKriteria Hasil : 1)Pertahankan 1) Mencegah


nafas tidak Jalan napas pasien jalan nafas obstruksi jalan
efektif bersih, ditandai dengan pasien dengan nafas. Elevasi
berhubungan bunyi napas normal meletakkan kepala dan posisi
dengan pada auskultasi. pasien pada miring akan
peningkatan b. RR : 12 20 X / menit posisi yang mencegah
sekresi dengan kedalaman dan sesuai. terjadinya aspirasi
trakeobronkial pola normal. dari muntah,
sekunder posisi yang benar
terhadap efek akan mendorong
anestesi; batuk ventilasi pada
tidak efektif lobus paru bagian
sekunder bawah dan
terhadap depresi menurunkan
SSP atau nyeri tekanan pada
dan splinting diafragma.
2) Dliakukan untuk
otot.
memastikan
efektivitas
pernafasan
sehingga upaya
2)Observasi memperbaikinya
frekwensi, dapat segera
kedalaman dilakukan.
3) dilakukan untuk
pernafasan dan
meningkatkan
pemakaian otot
pengambilan
bantu
oksigen yang
pernafasan.
akan diikat oleh
Hb.
4) Obstruksi jalan
nafas dapat terjadi
3)Observasi
karena adanya
pengembalian
darah atau mukus
fungsi otot,
dalam
terutama otot-
tenggorokan atau
otot pernafasan .
trakea.
5) Setelah pemberian
obat obat
4)Lakukan relaksasi otot
penghisapan selama masa
lendir jika intraoperatif,
diperlukan pengembalian
fungsi otot
pertama kali
terjadi pada
diafragma, otot
interkostal, yang
5)Kolaborasi akan diikuti
pemberian dengan relaksasi
tambahan kelompok otot
oksigen sesuai otot utama seperti
kebutuhan. leher, bahu, dan
otototot
abdominal,
selanjutnya
diikuti oleh otot
otot berukuran
sedang seperti
lidah, faring, otot
otot ekstensi
dan fleksi dan
diakhiri oleh
mata, mulut
wajah dan jari
jari tangan.

1.Membantu
menentukan
pilihan intervensi
dan memberikan
dasar untuk
perbandingan dan
evaluasi terhadap
terapy.

2.Tirah baring dalam


posisi yang
nyaman
memungkinkan
pasien untuk
menurunkan
spasme otot
menurunkan
penekanan pada
1)Kaji adanya bagian tubuh
Kriteria hasil: keluhan nyeri,
1) Melaporkan nyeri catat lokasi
hilang dan terkontrol. lamanya
2. Gangguan rasa2) mengungkapkan serangan, faktor
nyaman (nyeri) metode yang memberi pencetus atau
sehubungan penghilangan. yang
dengan kompresi3) mendemonstrasikan memperberat
syaraf, prosedur penggunaan intervensi
bedah. terapeutik. 3. Menurunkan gaya
4) Instruksikan pada gravitasi dan
pasien untuk melakukan 2) Pertahankan gerak yang dapat
teknik relaksasi atau tirah baring menghilangkan
visualisasi selama fase akut spasme otot dan
5) Kolaborasi dalam letakkan pasien menurunkan
pemberian therapy pada posisi semi edema dan
fowler dengan tekanan.
tulang spinal,
4. Memfokuskan
pinggang dan
perhatian klien
lutut dalam
membantu
keadaan fleksi
menurunkan
atau posisi
tegangan otot dan
terlentang
meningkatkan
dengan atau
proses
tanpa
penyembuhan.
meninggikan
kepala 10-30 5.Intervensi cepat
derajat. dan mempercepat
3) Batasi aktivitas proses
selama fase akut penyembuhan.
sesuai dengan
1.Penurunan atau
kebutuhan
perubahan
mungkin
mencerminkan
resolusi edema,
inflamasi
sekunder.
4)Instruksikan
2. Penekanan
pada pasien
pada daerah
untuk
operasi dapat
melakukan
menurunkan
teknik relaksasi
resiko hematoma.
atau visualisasi

3. Perubahan
kecepatan nadi
mencerminkan
hipovolemi akibat
5)Kolaborasi
kehilangan darah,
dalam
pembatasan
pemberian
pemasukan oral,
therapy
mual, muntah.

4. Terapi cairan
1)Lakukan pengganti
penilaian tergantung pada
terhadap fungsi derajat
neurologist hipovolemi.
secara periodik
Kriteria hasil:
Melaporkan atau
mendemonstrasikan
situasi normal. 2)Pertahankan
pasien dalam
posisi terlentang
Perubahan sempurna
3. perfusi jaringan selama beberapa
berhubungan jam
dengan
penurunan aliran 3) Pantau tanda-
darah tanda vital, catat
pembentukan kehangatan,
hematoma. pengisian
kapiler

4)Kolaborasi
dalam
pemberian
cairan atau darah
sesuai indikasi
(Doengoes, 2000; Swearingen,2001)

ASUUHAN KEPERWATAN PADA Tn. M dengan Hernia Inguinalis Lateral (HIL) di


Ruang Ruangan Operasi (OK) RS BDLUD

Tanggal pengkajian : 10 November 2011


Tanggal Operasi : 10 November 2011
Tempat Praktek : Ruangan OK RS BDLUD
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SD
Status : Kawin
Alamat : Mahakeret, kota Manado
Tanggal MRS : 20 November 2011
2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. T
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SMP
Status : kawin
Alamat : Mahakeret, kota Manado
Hubungan dengan pasien: anak

3. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha sebelah kanan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Benjolan di lipat paha kanan, dialami penderita sejak kurang lebih 2 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Benjolan dirasakan penderita keluar masuk. Benjolan keluar dan membesar bila
penderita mengangkat beban berat atau berjalan jauh dan benjolan akan masuk kembali bila
penderita beristirahat (tiduran). Penderita tidak merasakan nyeri, mual muntah, serta demam.

Frekuensi kencing 3 kali sehari, kencing tidak terputus-putus, tidak dirasakan nyeri saat
BAK.

BAB dirasakan biasa normal.


c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama (+), sakit jantung (-), darah tinggi (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga. Menikah dan mempunyai 5 orang
anak. Penderita bekerja sebagai buruh bangunan sehingga sering mengangkat beban yang
berat.
4. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmhg.
Nadi : 84 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu rectal : 36,2 oC.
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor kiri =
kanan, refleks cahaya +/+ normal.
Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar.
Thoraks : Inspeksi : Pergerakan nafas simetris kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)
Inguinalis : Inspeksi : Benjolan (-), warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi : Tes invaginasi : impuls pada ujung jari
Tes Ziemenn : teraba pulsasi di anulus inferior
Tulang belakang : Tak ada kelainan

Extremitas : Superior et Inferior : Tak ada kelainan

Neurologi : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

Rectal Toucher : Tonus sfingther ani cekat, ampula kosong, mukosa licin, prostat kesan
normal.

Sarung tangan : Darah (-), lender (-), feses (-)

Genitalia : Tak ada kelainan

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hb : 14,1 gr%

Leukosit : 4800/mm3

Trombosit : 188.000/mm3

Radiologi
X-rays : Foto Thorax : kronik bronkiolitis

EKG : LAHB

B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1. DS : Tindakan Nyeri
- Klien mengatakan lemas
untuk bergerak
- Klien mengatakan nyeri di
bagian bekas operasi
DO :
Klien tampak lemah
Terdapat luka insisi
Terdapat jahitan di perut
Adany

a insisi bedah

Nyeri

Gangguan
nyaman/Nyeri

2. DS : Tindakan opersi Retensi Urine


- Klien mengeluh kesulitan
berkemih
DO :
BAK klien tidak adekuat
Haluaran urine < 1000 ml/24
jam Nyeri

Perubahan suhu
tubuh

Gangguan
Berkemih
3. DS : Tingkat Kurang
Klien / keluarga mengatakan pendidikan pengetahuan
tidak mengetahui komplikasi, rendah
cara perawatan serta tanda dan
gejala dari hernia
DO :
Klien dan keluarga tampak
bingung saat ditanya
komplikasi, cara perawatan keterbatasan
serta tanda dan gejala dan dari pengatahuan
hernia
Klien dan keluarga tampak
tidak bisa menunjukkan cara
penanggulangan pasien hernia

Kurang
pengetahuan
mengenai
penyakit hernia

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau
intervensi pembedahan.
2. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan
penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.
3. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan
tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka.
D. INTERVENSI
NO Dx Keperawatan NOC NIC RASIONAL
1. 1. Nyeri (khususnya Hasil yang a. Kaji dan catat nyeri a.Untuk
dengan mengedan) diperkirakan : b. Beritahu pasien untuk mengetahui
yang berhubungan dalam 1 jam menghindari mengejan, tingkat nyeri
dengan kondisi hernia intervensi, meregang, batuk danb. Mengejan ,
atau intervensi -persepsi subjektif mengangkat benda yang batuk dan
pembedahan. klien tentang berat. meregang dapat
ketidaknyamanan c. Ajarkan bagaimana memperbesar
menurun seperti bila menggunakan resiko hernia
ditunjukkan skala dekker (bila c. Dekker adalah
nyeri. diprogramkan). terapi yang baik
- Indikator objektifd. Ajarkan pasien untuk hernia
seperti meringis pemasangan penyokongd. Kompres
tidak ada/menurun. skrotum/kompres es dingin dapat
yang sering mengendalikan /
diprogramkan untuk mengurangi
membatasi edema dan nyeri
mengendalikan nyeri. e. Analgesik
e. Berikan analgesik dapat
sesuai program. mengurangi
2. nyeri
a. Kaji dan catat distensi
suprapubik atau
keluhan pasien tidaka. Untuk
Hasil yang dapat berkemih. mengetahui
diharapkan b.: Pantau haluaran urine. perkembangan
dalam 8-10 jam Catat dan laporkan kondisi klien
Retensi urine (resiko pembedahan, berkemih yang sering <b. Urine adalah
terhadap hal yang pasien berkemih 100 ml dalam suatu tolak ukur dari
sama) yang tanpa kesulitan. waktu. fungsi ginjal
berhubungan dengan Haluaran urine c. Permudah berkemih
nyeri, trauma dan 100 ml selama dengan
penggunaan anestetik setiap berkemih mengimplementasikan : c. Merangsang
selama pembedahan dan adekuat (kira- pada posisi normal berkemih adalah
abdomen. kira 1000-1500 ml) untuk berkemih cara untuk
selama periode 24 rangsang pasien dengan memulihkan
3. jam. mendengar air fungsi ginjal
mengalir/tempatkan
pada baskom hangat.

a. Ajarkan pasien untuk


waspada dan
melaporkan nyeri berat,
menetap, mual dan

Hasil yang muntah, demam dan a. Nyeri


diperkirakan : distensi abdomen, yang merupakan
setelah instruksi, dapat memperberat komplikasi

pasien awitan utama dari

mengungkapkan inkarserasi/strangulasi pembedahan

pengetahuan usus.
b. Dorong pasien untuk
tentang tanda dan
1. Kurang pengetahuan : gejala komplikasi mengikuti regumen
potensial komplikasi GI dan medis : penggunaan
GI yang berkenaan menjalankan dekker atau penyokong
dengan adanya hernia tindakan yang lainnya dan
dan tindakan yang diprogramkan oleh menghindari mengejan
dapat mencegah pencegahan. meregang, konstipasi b. Penggunaan
kekambuhan mereka. dan mengangkat benda dekker adlah
yang berat. terpai terbaik
untuk hernia
c. Anjurkan pasien untuk
mengkonsumsi diit
tinggi residu atau
menggunakan
suplement diet serat
untuk mencegah
konstipasi, anjurkan
masukan cairan
sedikitnya 2-3 l/haric. Makanan
untuk meningkatkan berserat dpaat
konsistensi feses lunak. meminimalisir
d. Beritahu pasien mengedan
mekanika tubuh yang
tepat untuk bergerak
dan mengangkat.

d. Latihan gerak
dapat membantu
untuk
mengindarkan
dari luka
dekubitus

E. IMPLEMENTASI
Tgl/jam Dx keperawatan Tindakan Paraf
10 2. Nyeri (khususnya dengan a. Mengkaji dan TT
Novembe mengedan) yang mencatat nyeri
r 2011 berhubungan dengan b. Memberitahu
09.00 kondisi hernia atau pasien untuk
WITA intervensi pembedahan. menghindari
mengejan,
meregang, batuk
dan mengangkat
benda yang berat.
c. Mengajarkan
bagaimana bila
menggunakan
dekker (bila
12 diprogramkan).
Novembe d. Mengajarkan
r 2011 pasien

09.00 pemasangan

WITA penyokong
skrotum/kompres
es yang sering
diprogramkan
untuk membatasi
edema dan
mengendalikan
nyeri.
13
e. Memberikan
Novembe
analgesik sesuai
r 2011
program.
09.00
WITA
Retensi urine (resiko
a. Mengkaji dan
terhadap hal yang sama) mencatat distensi
yang berhubungan dengan suprapubik atau
nyeri, trauma dan keluhan pasien
penggunaan anestetik tidak dapat
selama pembedahan berkemih.
abdomen. b. Memantau
haluaran urine.
Mencatat dan
melaporkan
berkemih yang
sering < 100 ml
dalam suatu
waktu.
c. Mempermudah
berkemih dengan
mengimplementa
14
sikan : pada
Novembe
posisi normal
r 2011
untuk berkemih
09.00
rangsang pasien
WITA
dengan
mendengar air
mengalir/tempatk
an pada baskom
hangat.
2. Kurang pengetahuan :
potensial komplikasi GI
a. Mengajarkan
yang berkenaan dengan pasien untuk
adanya hernia dan waspada dan
tindakan yang dapat melaporkan nyeri
mencegah kekambuhan berat, menetap,
mereka. mual dan muntah,
demam dan
distensi abdomen,
yang dapat
memperberat
awitan
inkarserasi/strang
ulasi usus.
b. Mendorong
15
pasien untuk
Novembe
mengikuti
r 2011 regumen medis :
09.00 penggunaan
WITA dekker atau
penyokong
lainnya dan
menghindari
mengejan
meregang,
konstipasi dan
mengangkat
benda yang berat.

c. Menganjurkan
pasien untuk
mengkonsumsi
diit tinggi residu
atau
menggunakan
suplement diet
serat untuk
mencegah
konstipasi,
anjurkan masukan
cairan sedikitnya
2-3 l/hari untuk
meningkatkan
konsistensi feses
lunak.
d. Memberitahu
pasien mekanika
tubuh yang tepat
untuk bergerak
dan mengangkat.
F. EVALUASI
Catatan perkembangan
Tanggal /Jam Dx Perkembangan SOAP
Keperawatan
10 November
1. S : Keluar benjolan dilipat paha kanan
2011 O:
09.00 WITA KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,4oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
mesh

12 November
2011 S : (-)

9.00 WITA O : KU : Cukup Kes : Compos mentis


Tensi 120/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,2oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
13 November
mesh
2011
Konsul anestesi untuk dilakukan
9.00 WITA
operasi

S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Dilakukan herniotomi dengan
pemasangan mesh
Laporan operasi.

Penderita tidur terlentang


diatas meja operasi

Dilakukan general anestesi

Dilakukan asepsis dan


antisepsis lapangan operasi
dengan povidon iodine

Dilakukan insisi sejajar


ligamentum inguinal,
diperdalam sampai tampak
apponeurosis

Identifikasi nervus inguinalis


dan genitofemoral, disisihkan
Apponeurosis MOE dibuka

Identifikasi kantong hernia,


dibuka keluar cairan serous
20 cc, isi omentum

Omentum dikembalikan
kerongga abdomen

Kantong hernia diligasi


kemudian dipotong secara
intoto

14 November
Identifikasi funiculus
2011
spermatikus
9.00 WITA
Pasang mesh dengan jahitan
pada tuberculum pubicum,
ligamentum inguinal dan
conkoin tendon

Kontrol perdarahan

Luks operasi dijahit lapis demi


lapis

Operasi selesai

Instruksi post operasi.

IVFD RL : D5% = 2 : 2 28
gtt/menit

15 November
Interome 2 dd 1 gr i.v
2011
9.00 WITA
Metronidazole 3 dd 1 drips

Ranitidin 3 dd 1 amp i.v

Ketorolac 3% drips dalam D5


100 cc/8 jam

Puasa bila Bu (+) dan


penderita sadar betul boleh
minum sedikit demi sedikit

S : Nyeri luka bekas operasi (+)

O : KU : Cukup Kes : Compos mentis

Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,


Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,6oC
16 November
Abdomen : Datar lemas, bising usus
2011
(+), defence muscular (-), nyeri tekan
9.00 WITA
pada bekas operasi (+).

A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh


hari I - II

P : IVFD RL : D5% = 2 : 2 28 gtt/menit

Interome 2 dd 1 gr i.v
Metronidazole 3 dd 1 drips
Ranitidin 3 dd 1 amp i.v
Ketorolac 3% drips dalam D5 100 cc/8
jam
Diet makanan lunak
Mobilisasi ( miring kanan/kiri )

S : Nyeri pada luka bekas operasi


mulai berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis

Tensi 110/70 mmhg, Nadi 80 x/menit,

18 November Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC

2011 Abdomen : Datar lemas, bising usus

9.00 WITA (+), defense muscular (-), nyeri tekan


pada bekas operasi (+).

Regio inguinalis : luka bekas operasi


terawat baik.

A : Post herniotomi dengan


pemasangan mesh hari III IV

P : Aff infus, lanjut terapi oral

Cefixime 2 dd 1 caps

Ultracet 2 dd 1

Kalmex 3 dd 1

Mobilisasi

S : Nyeri pada luka bekas operasi


19 November berkurang
2011 O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
9.00 WITA Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC

Abdomen : Datar lemas, bising usus


(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).

Regio inguinalis : luka bekas operasi


terawat baik, pus (-).

A : Post herniotomi dengan


pemasangan mesh hari V VI

P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1

Kalmex 3 dd 1

Mobilisasi

20 November
2011 S : Nyeri pada luka bekas operasi
9.00 WITA berkurang

O : KU : Cukup Kes : Compos mentis

Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,


Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC

22 November Abdomen : Datar lemas, bising usus

2011 (+), defense muscular (-), nyeri tekan


pada bekas operasi (+).
9.00 WITA
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik, pus (-).
24 November
A : Post herniotomi dengan
2011
pemasangan mesh hari VII VIII
9.00 WITA
P : Cefixime 2 dd 1 caps

Ultracet 2 dd 1

Kalmex 3 dd 1

Mobilisasi

S : (-)

O : KU : Cukup Kes : Compos mentis


25 November
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,
2011
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
9.00 WITA
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).

Regio inguinalis : luka bekas operasi


terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari IX

P : Cespam 2 dd 100 mg

Metronidazole 3 dd 500 mg

Intervensi dihentikan

Kontrol poli jika obat habis

S: klien mengatakan sulit BAK

O: klien terlihat lemah

A: Post herniotomi dengan


pemasangan mesh

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervesi 1,2,3

S: klien menngatakan BAK sudah


lancar
2.
O: input dan output sudah seimbang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien.

S: klien mengatakan badannya dapat


bergerak bebas kembali

O: -klien tampak bersemangat


-klien tidak bedres total

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien
3.

S: klien sudah mulai tidak bertanya


lagi tentang penyakitnya dan sudah
mengerti tentang penyakitnya

O: klien tampak tenang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding otot
perut. Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan, sebuah peritoneal
kantung, dan yang mendasarinya visera, seperti loop usus atau organ-organ internal lainnya.
2. Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan dengan
melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka
muncul. Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai hernia
inguinalis atau femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding abdomen,
3% adalah hernia umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan diafragmatik
hernia.
3.2 Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan adalah diharapkan agar pembaca melatih
penguatan otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara
fisik, dan menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal
pengakuan dan diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah
herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan
tegang, yang berkontribusi pada cekikan.

Anda mungkin juga menyukai