Anda di halaman 1dari 16

TUGAS FITOFARMASI

Parameter Spesifik

Dosen : Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt

Anggota Kelompok 3:
Atika Sari Dyah P (132210101050)
Irene Aulia (132210101105)
Ni'matin Choiroh (142210101006)
Devi Ayu Larasati (142210101014)
Mochamad Rafli Taufikurrohman (142210101020)
Mellda Kusuma Candra Dewi (142210101028)
Hildawati Ilham (142210101040)
Tya Uswatun Hasanah (142210101046)
Devi Ayu Aprillia (142210101052)
Suhariyanti Mahardika (142210101060)
Firdha Aprilia W (142210101066)
Nadia Rosi Nur Haliza (142210101076)
Vinsensia Meykarlina (142210101086)
Desy Wulandari (142210101092)
Ni Putu Nurdika Asih (142210101098)
Yulintan Maulidar (142210101109)
Cathleya Restu P.P (142210101114)
Ratih Dhiyah T.R (142210101117)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ i
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3. Tujuan................................................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
2.1. Tujuan Standarisasi Parameter Spesifik ............................................................... 2
2.2. Prinsip Parameter Spesifik Ekstrak ...................................................................... 3
2.3. Prosedur Parameter Spesifik Ekstrak ................................................................... 4
BAB III. PENUTUP ......................................................................................................... 12
3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 12
3.2. Saran ................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13

i
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan hayati terbesar kedua
setelah Brazil, dan mempunyai banyak tumbuhan berkhasiat obat serta menjadi ujung
tombak untuk terciptanya obat baru. Obat yang sedang dikembangkan adalah obat-
obat yang mempunyai berbagai aktivitas seperti asam urat dan peluruh air seni atau
diuretik, dll. Pengembangan tumbuhan berkhasiat tersebut banyak diolah sebagai
jamu agar lebih mudah di konsumsi dan terdistribusi ke masyarakat. Untuk dapat
menjadi yang berkualitas maka dilakukan saintifikasi jamu.
Saintifikasi jamu yang akan dilakukan pada jamu di Indonesia mengharuskan
bahan untuk pembuatan jamu yang berupa ekstrak maupun simplisia harus dilakukan
uji praklinisnya dan standarisasinya. Bahan baku obat yang berasal dari lahan
pertanian maupun dari tanaman liar kandungan bahan kimanya tidak dapat dijamin
selalu konstan karena adanya berbagai variabel yang dapat mempengaruhi jumlah dan
kandungan senyawa kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus
mempunyai spesifikasi kimia. Oleh karena itu dilakukan penetapan parameter spesifik
dan non spesifik ekstrak untuk menjamin mutu dan kualitas suatu produk obat
tradisional.Berdasarkan alasan tersebut maka di buat makalah ini yang menjelaskan
beberapa parameter spesifik standar ekstrak. Parameter spesik yaitu identitas,
organoleptik, senyawa terlarut pada pelarut tertentu serta profil kromatografi.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa tujuan dibuat masing- masing parameter spesifik standar ekstrak?
1.2.2. Bagaimana prinsip masing- masing parameter spesifik standar ekstrak?
1.2.3. Bagaimana prosedur uji masing- masing parameter spesifik standar ekstrak?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui tujuan dibuat masing- masing parameter spesifik standar ekstrak.
1.3.2. Mengetahui prinsip masing- masing parameter spesifik standar ekstrak.
1.3.3. Mengetahui prosedur uji masing- masing parameter spesifik standar ekstrak.

1
BAB II. PEMBAHASAN

2.1.Tujuan Standarisasi Parameter Spesifik


Tujuan dari standarisasi ekstrak antara lain mempertahankan konsistensi
kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak. Parameter yang ditetapkan
dalam standarisasi ekstrak salah satunya adalah parameter spesifik. Tujuan
standarisasi parameter spesifik yaitu:
2.1.1. Mengetahui identitas ekstrak, meliputi deskripsi tata nama, nama ekstrak,
bagian tanaman yang digunakan, dan nama indonesia tanaman
2.1.2. Mengetahui organoleptik ekstrak. Parameter yang perlu dideskripsikan
meliputi warna, bau dan rasa dari ekstrak guna pengenalan awal yang
sederhana.
2.1.3. Mengetahui senyawa terlarut dalam pelarut tertentu.
a. Persentase ekstrak yang larut dalam pelarut polar (contoh air) dan non
polar (contoh etanol) terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
b. Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah
larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri.
c. Pelarut lain yg digunakan : heksan, diklormetan, methanol
d. Tujuan : memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
2.1.4. Mengetahui cara uji kandungan kimia ekstrak
Pola kromatogram, bertujuan memberikan gambaran awal komposisi
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram yang khas (analisis
finger print). Metode yang biasa digunakan : KLT atau HPLC.
Kadar kandungan kimia tertentu. Suatu kandungan kimia baik berupa
senyawa identitas (marker), senyawa kimia utama, maupun kandungan
kimia lainnya, ditetapkan kadar kandungan kimianya secara instrumental
dengan metode kromatografi. Metode yg digunakan : densitometri, HPLC,
atau GC (Solihah, 2015).

2
2.2.Prinsip Parameter Spesifik Ekstrak
Prinsip parameter spesifik ekstrak yaitu berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia
yang dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa
aktif. Prinsip parameter spesifik yaitu :
2.2.1. Identitas ekstrak
Prinsipnya yaitu menjelaskan mengenai deskripsi tata tanaman, seperti
nama ekstrak; nama latin; bagian tanaman yang digunakan; dan nama
indonesia tanaman.
- Nama Ekstrak : meliputi nama generik, dagang, paten
- Nama latin tumbuhan : sistematika botani
- Bagian tumbuhan yang digunakan : seperti rimpang, daun, buah
- Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak
mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama
dan spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).
2.2.2. Organoleptik ekstrak
Prinsipnya yaitu menjelaskan mengenai pemerian ekstrak yang
berhubungan dengan panca indra. Parameter yang perlu dideskripsikan
meliputi warna, bau dan rasa dari ekstrak. Berguna sebagai pengenalan awal
yang sederhana.
2.2.3. Senyawa terlarut pada pelarut polar dan non polar.
Prinsipnya yaitu menjelaskan persentase ekstrak yang larut dalam pelarut
polar (seperti air) dan non polar (seperti etanol) terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (ekstrak awal). Contohnya melakukan maserasi ekstrak
dengan air, kemudian menghitung kadar (dalam persen) senyawa yang larut
air terhadap ekstrak awal (Vinatoru, 2001). Bertujuan memberikan gambaran
awal jumlah kandungan senyawa. Pelarut yang paling sering digunakan adalah
heksan, diklormetana, dan metanol. Penentuan jumlah senyawa yang
terkandung dilakukan dengan metode gravimetri.
3
2.2.4. Uji kandungan kimia ekstrak
Prinsipnya yaitu dengan mengkaji melalui pola kromatogram. Dimana
melalui pola kromatogram dapat memberikan gambaran awal komposisi
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram yang khas atau disebut juga
analisis finger print. Metode yang biasa digunakan adalah KLT atau HPLC.
Selain pola kromatogram, yang dapat dikaji lagi kadar kandungan
kimianya. Kandungan kimia yang dimaksud adalah senyawa identitas
(marker), senyawa kimia utama, senyawa kimia lainnya, yang ditetapkan
secara instrumental dengan metode kromatografi. Metode umum yang
digunakan densitometri, GC, dan HPLC. Kadar kandungan kimia yang
dimaksud adalah kadar sari nya. Parameter kadar sari digunakan untuk
mengetahui jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter
kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat tradisional karena
jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat
dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia
tersebut (Depkes RI,1995).
Selanjutnya terdapat pola kandungan fenolat total, dimana fenol
merupakan senyawa kimia yang sering ditemukan dalam tanaman. Kandungan
fenolat total ini sering ditetapkan dengan metode Folin Ciocalteu. Dan yang
terakhir adalah total flavonoid, prinsip dari metode ini adalah penetapan kadar
flavonoid sebagai aglikon yang dilakukan dengan menggunakan pengukuran
spektrometri dengan mereksikan AlCl3 yang selektif dengan penambahan.

2.3.Prosedur Parameter Spesifik Ekstrak


2.3.1. Identitas Ekstrak
Standardisasi ekstrak merupakan serangkaian parameter, pengukuran
unsur-unsur terkait paradigma mutu yang memenuhi syarat standar.
Paradigma mutu kefarmasian memenuhi syarat standar kimia, biologi, dan
farmasi, termasuk jaminan stabilitas sebagai produk farmasi. Standardisasi
penting dilakukan untuk menjamin keseragaman khasiat melalui pemastian
kadar senyawa aktif melalui analisis kuantitatif metabolit sekunder, menjamin

4
aspek keamanan, stabilitas ekstrak dan meningkatkan nilai ekonomi ekstrak
melalui berbagai analisis untuk menentukan batas minimal kadar air, cemaran
mikroba, dan zat tertentu. Penentuan kadar senyawa marker dalam ekstrak
diperlukan untuk menjamin senyawa-senyawa tersebut konsisten terukur pada
tiap perlakuan (Hayati, Wibowo, Jumaryatno, & Nugraha, 2015).
Parameter spesifik merupakan parameter yang menggambarkan identitas
dari sebuah ekstrak. Proses identifikasi merupakan bagian penting dari kontrol
kualitas suatu produk obat tradisional karena bahan obat tradisional biasanya
berasal dari daerah budi daya yang berbeda-beda, dan memiliki banyak
kesamaan secara fisik dengan tanaman lain yang masih satu genus (Hayati et
al., 2015).
Identitas ekstrak yang diperoleh memiliki identitas yang
mendeskripsikan tata nama dan senyawa identitas ekstrak. Deskripsi tata
nama tanaman meliputi nama ekstrak, nama latin tanaman (sistematika
botani), bagian tanaman yang digunakan dan nama tanaman Indonesia
(Fadhilah, 2014). Contoh parameter spesifik identifikasi standar ekstrak:

(Meiyanto et al, 2008)


2.3.2. Organoleptis Ekstrak
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap
disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian
subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku
atau yang melakukan pengukuran. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain
adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan menggunakan alat ukur dan
disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif.
Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau
sesuatu yang diukur. Demikian pula karena pengukuran atau penilaian

5
dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat atau
organ tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran atau
penilaian subyektif atau penilaian organoleptik atau penilaian indrawi
(Anonim, 2013).
Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan,
mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali
bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk
tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk
adalah :
a. Penglihatan yang berhubungan dengan penampakan, warna kilap,
viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang
lebar dan diameter serta bentuk bahan. Dalam mengetahui kebenaran
simplisia, yang dapat diamati dari bentuk adalah padat, serbuk, kering,
kental, dan cair. Selain itu, warna dari ciri luar dan bagian dalam juga dapat
diamati.
b. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi.
Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan
sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan
jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
c. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang
menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan. Dalam
mengetahui kebenaran simplisia, yang dapat tercium dari bau adalah
aromatik, tidak berbau, dan lain-lain.
d. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan
mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah,
rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Dalam mengetahui kebenaran simplisia, yang dapat dirasa adalah rasa
pahit, manis, khelat, dan lain-lain.
Parameter organoleptik diamati dengan menggunakan panca indera
dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa. Tujuannya yaitu
6
pengenalan awal esktrak yang dihasilkan secara sederhana dan seobyektif
mungkin (Ratnani et al, 2015).
2.3.3. Senyawa Terlarut pada Pelarut Tertentu
Untuk menentukan banyaknya senyawa dalam ekstrak yang larut dalam
pelarut tertentu, peneliti melarutkan ekstrak menggunakan pelarut alkohol atau
air untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa
kandungan secara gravimetri. Pelarut lain yang digunakan adalah heksana yang
bersifat non-polar, diklorometana, dan metanol. Pemilihan pelarut didasarkan
atas senyawa terlarut akan diteliti dalam pelarut polar ataupun non-polar,
apabila ingin mengetahui banyaknya senyawa yang terlarut dalam pelarut
polar, maka yang dipilih adalah pelarut polar seperti metanol. Namun jika yang
ingin diteliti banyaknya senyawa yang larut dalam pelarut non-polar, maka
pelarut yang digunakan adalah pelarut nonpolar, seperti heksana. Metode :
a. Sebanyak 1 g ekstrak dimaserasi dengan 25 ml pelarut terpilih didalam labu
yang ditutup selama kurang lebih 24 jam, dengan penggojokan terus
menerus selama 6 jam pertama.
b. Kemudian didiamkan 18 jam, hingga total waktu 24 jam.
c. Hasil kemudian disaring dengan cepat untuk menghindari penguapan.
d. Diambil hasil penyaringan, atau filtrat sebanyak 5 ml, kemudian diuapkan
dalam cawan porselen yang telah ditara (Wo) dengaan cara didiamkan
hingga pelarutnya menguap dan tersisa residunya.
e. Residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot konstan (W2)
f. Kadar senyawa dalam pelarut tertentu kemudian dihitung dengan rumus :

2
Kadar =( ) x 100%
1

Dimana :
Wo = bobot cawan kosong
W1 = bobot ekstrak awal
W2 = bobot cawan + residu yang telah dikeringkan hingga bobot konstan

7
2.3.4. Pola Kromatogram
Pengertian dan prinsip pola kromatogram adalah ekstrak ditimbang,
diekstraksi dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian dilakukan analisis
kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuannya
adalah memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan
pola kromatogram (KLT, KCKT, KG), sehingga didapatkan nilai kesamaan
pola dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu.
Beberapa prosedur dari parameter pola kromatogram adalah sebagai
berikut :
a. Penyiapan larutan uji
Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut
hexane, etilasetat, etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukan dengan
pengocokan selama 15 menit atau dengan getaran ultrasonik atau dengan
pemanasan kemudian disaring untuk mendapatkan larutan uji.
b. Kromatografi Lapis Tipis (TLC/KLT)
Umumnya dibuat kromatogram dengan lempeng silika gel dengan
berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagai
sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan dokumentasi foto hasil
pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuai atau dengan
melihat kromatogram hasil perekaman menggunakan instrumen
densitometer (TLC-Scaner). Perekaman dapat dilakukan secara absorbsi-
refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm dan 415 nm atau pada
panjang gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen yang telah
diketahui.
c. Kromatografi Gas (KG/GC)
Sistem kromatografi gas mempunyai resolusi tinggi sehingga
optimal untuk pemisahan komponen yang stabil dengan pemanasan.
Umumnya dibuat profil kandungan minyak atsiri atau metabolit sekunder
tertentu lainnya seperti fitosterol. Jenis kolom umumnya ada 3 jenis sesuai
dengan urutan kepolaritasannya, yaitu OV-1, OV-% dan Carbowax 20M.
Pemisahan dilakukan dengan menggunakan program temperatur, dari
8
temperatur rendah sampai temperatur maksimal kolom. Detektor yang
digunakan umumnya hanya FID karena metabolit sekunder tumbuhan
umumnya hanya FID karena metabolit sekunder tumbuhan umumnya
senyawa organik hidrokarbon.
d. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT/HPLC)
Umumnya kromatogram kandungan kimia yang termolabil dibuat
dengan HPLC. Kemampuannya tergantung pada jenis kolom, fase gerak
dan detektor. Kolom umumnya digunakan jenis ODS (RP18). Eluasi
dilakukan dengan program gradien linear. Deteksi dengan spektrofotometer
monokromatis dilakukan pada panjang gelombang 210 nm, 254 nm, 300
nm, dan 365 nm. Deteksi secara spektrofluoresesnsi digunakan jika
dibutuhkan pola kromatogram yang selektif dan khusus pada golongan
kandungan kimia. (Depkes RI, 2000)
2.3.5. Penetapan Kandungan Kimia Tertentu
Suatu kandungan kimia baik berupa senyawa identitas atau marker,
senyawa kimia utaa, maupun kandungan kimia lainnya ditetapkan kandungan
kimianya secara instrumental dengan metode kromatografi, dimana metode
yang biasanya digunakan adalah densitometri, HPLC, atau GC.
Berikut adalah contoh penetapan kadar menggunakan KLT Densitometri
Senyawa Antifungal (p-methoxybenzylidene p-aminophenol). Penetapan kadar
senyawa antifungal ini dilakukan menggunakan metode KLT-Densitometri.
Penetapan kadar ini dilakukan dengan melarutkan sebanyak 12 mg ekstrak
dalam 1 ml pelarut metanol : kloroform (1:1, v/v). Sebanyak 5 mikroliter
larutan ekstrak diteteskan pada 1 lempeng KLT masing-masing sebanyak 3
replikasi (n=3). Selanjutnya lempeng KLT dikembangkan dengan fase gerak n-
heksana : etil asetat (4 : 12 ml). Lempeng silika gel dikeringkan dan discanning
pada panjang gelombang maksimum dengan menggunakan KLT-Scanner
CAMAG.
Contoh lain adalah penetapan kadar dan marker pada Piperis Betle
Folium. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisis
senyawa marker dalam Piperis Betle Folium, diantaranya adalah dengan
9
mengamaati pola puncak dan presisi puncak. Dimana metode ini dilakukan
dengan :
- Preparasi sampel
Daun sirih kering diblender dan ditimbang sebanyak kurang lebih
200 mg. Kemudian diekstraksi menggunakan metanol 2 ml dengan
ultrasonik selama 15 menit, sebanyak 5 kali untuk masing-masing sampel
- Analisis KLT
Sampel ditotolkan pada plat KLT (20 x 10 cm) sebanyak 5, 10, dan
15 L. Kemudian dilakukan eluasi menggunakan eluen toluena : etil asetat
(93 : 7) didalam chamber. Noda kemudian dilihat dibawah TLC-
visualizer, dan gambarnya diambil dibawah lampu UV dengan panjang
gelombang 366 nm dan 254 nm, serta dibawah lampu R putih, kemudiaan
discan dibawah lampu UV. Dimana panjang gelombang 210 dan 283 nm
untuk mode absorpsi, dan panjang gelombang 366 nm untuk mode
floresensi.
- KLT-Densitometri
a. Plat KLT dipre-coated dengan silika gel setebal 0.2 mm. Silika gel
yang digunakan adalah silika GF254, yang sebelumnya telah dicuci
dengan metanol, dan telah diaktivasi dengan pemanasan pada suhu
120oC selama 30 menit. Plat yang kering kemudian diekuilibrasi dan
disimpan dengan kondisi suhu ruang sebelum digunakan untuk
menganalisis sampel
b. Sampel dan standar dengan konsentrasi berbeda diaplikasikan pada
plat KLT dengan jarak masing-masing 3.5 mm. Untuk pengaplikasian
pertama x = 20 mm, dan y = 10 mm, dan digunakan jarak 6.5 mm
sebagai jarak diantaranya. Pengaplikasian dilakukan dengan sampler
otomatis (ATS)
c. Chamber kemudian dijenuhkan menggunakan fase gerak atau eluen
yang sebelumnya telah dibuat. Penjenuhan dilakukan selama kurang
lebih 30 menit. Kemudian plat KLT dieluasi dengan eluen terpilih

10
hingga jarak 9 cm pada suhu ruang. Kemudiaan dikeringkan pada suhu
60oC selama kurang lebih 5 menit.
d. Plat yang telah kering kemudian discan menggunakan lampu UV
dengan panjang gelombang yang sebelumnya telah disebutkan, dengan
slit 80% dari band-width dan faktor noise sebesar 2.6. Kecepatan scan
sebesar 20 mm/s dan resolusi data 100 m/step
e. UV spektra in situ untuk setiap puncak direkam
- Pengenalan puncak marker dan identifikasi
Beberapa puncak akan terdeteksi pada kromatogram dengan range
yang luas hRf-nya, sehingga puncak-puncak yang terdeteksi tersebut akan
tampak random. Puncak tersebut kemungkinan adalah pengotor. Puncak
yang terdeteksi dikedua kromatogram, memiliki nilai Rf yang relatif dekat,
dan tampak sama pada hasil gambar scan menggunakan sinar UV
spektrum, kemungkinan merupakan puncak marker.
Indonesian Herbal Pharmacopeia menunjuk senyawa fenolik eugenol
sebagai marker kimia dari Piperis Betle Folium. Hal tersebut dikarenakan
kandungan eugenol yang relatif banyak pada bagian daun Piper betle.
Eugenol terdeteksi pada hRf 54.1. Apabila dibandingkan hasil spektra
antara puncak sampel dengan puncak yang memiliki hRf yang sama
dengan senyawa eugenol. Apabila spektrum dari puncak yang telah
dibandingkan dengan spektra eugenol menunjukkan hRf yang relatif sama,
dan nilai R yang didapatkan bernilai lebih dari 0.900, maka kemungkinan
praktikan telah mengidentifikasi puncak marker dengan profil
kromatogram daun sirih, dimana senyawa marker tersebut adalah eugenol.
(I Made Agus Gelgel Wirasuta, 2016)

11
BAB III. PENUTUP

3.1.Kesimpulan
1. Tujuan dari standarisasi ekstrak antara lain mempertahankan konsistensi
kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak.
2. Prinsip parameter spesifik ekstrak yaitu berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis.
3. Prosedur parameter spesifik ekstrak merupakan tahapan penentuan masing-
masing parameter spesifik ekstrak meliputi identitas ekstrak, organoleptis ekstrak,
senyawa terlarut pada pelarut tertentu, pola kromatogram, dan penetapan
kandungan kimia tertentu.

3.2.Saran
1. Memperbanyak referensi dari buku-buku serta jurnal agar dapat memberikan
informasi yang optimal
2. Membandingkan banyak literature agar mendapatkan banyak informasi, karena
terkadang literature yang berbeda memberikan informasi yang berbeda pula

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pengujian Organoleptik. Program Studi Teknologi Pangan Universitas


Muhammadiyah Semarang. [serial on line] http://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2014/03/Uji-Organoleptik-Produk-Pangan.pdf. [diakses tanggal]
19 Maret 2017.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Depkes RI:
Jakarta.
Hayati, F., Wibowo, A. R. I., Jumaryatno, P., & Nugraha, A. T. (2015). Standardisasi
Ekstrak Daun Kangkung Darat ( Ipomoea reptans Poir ) Hasil Budi Daya di
Wilayah Sardonoharjo , Sleman dan Potensinya sebagai Antioksidan (
Standardization of the Extract of Cultivated Ipomoea reptans Poir . Leaves from
Sardonoharjo , Sleman and Its Potency as Antioxidant ), 13(2).
Humaira Fadhilah, H. R., & , Yuandina, R. (2014). Prosiding Seminar Nasional dan
Workshop Perkembangan Ter kini Sains Farmasi dan Kl inik IV tahun 2014.
EMBUATAN DAN KARAKTERISASI EKSTRAK KERING DAUN JAMBU METE
(Anacardium Occidentale L.), 220227.
I Made Agus Gelgel Wirasuta, I. G. (2016). Aunthentication of Piper betle L. folium and
quantification of their antifungal-activity. Journal of Traditional and
Complementary Medicine.
Meiyanto, E., Susidarti, R. A., & Handayani, S. (2008). Ekstrak Etanolik Biji Buah
Pinang ( Areca catechu L . ) mampu menghambat proliferasi dan memacu apoptosis
sel MCF-7, 19(1), 1219.
Ratnani, Rita D, Indah Hartati, Yance Anas, Devi Endah P., dan Dita Desti D Khilyati.
2015. Standardisasi Spesifik Dan Non Spesifik Ekstraksi Hidrotropi
Andrographolid Dari Sambiloto (Andrographis Paniculata). Prosiding Seminar
Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine Fakultas Farmasi Universitas
Wahid Hasyim.

13
Solihah, I. (2015) Standardisasi Obat Bahan Alam Standardisasi. (Diakses pada tanggal
19 Maret 2017)
Vinatoru, M. (2001). An overview of the ultrasonically assisted extraction of bioactive
principles from herbs. Ultrasonics Sonochemistry, 8(3), 303313.
https://doi.org/10.1016/S1350-4177(01)00071-2

14

Anda mungkin juga menyukai