BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Lembar 1:
Seorang ibu usia 24 tahun P1A0, dating ke praktik dokter karena keluhan kedua
payudaranya membengkak dan terasa tegang. Hal ini dialami sejak 5 hari terakhir. Satu bulan
yang lalu ia baru saja melahirkan anak pertamanya dan mulai memberikan ASI. Namun karena
kesibbukannya, ia hanya memberikan ASI slama 2 minggu saja kemudian berhenti menyusui dan
diganti dengan susu formula.
Lembar 2:
Sensorium CM. td 120/70 MMhg, HR 80x/I, RR 16x/I, temp afebris. Pemeriksaan lokalisata
tampak kedua payudara membengkak, eritema (-), nyeri tekan (+). Fissura pada papilla mammae
(-). Warna kulit seperti biasa, perabaan hangat (-).
1.3 Masalah
2. Memberikan ASI hanya selam 2 minggu, kemudian berhenti menyusui di ganti dengan susu
formula.
1
[Bendungan ASI]
Perubahan fisiologis
payuudara selama
kehamilan
Estrogen Prolaktin
Payudara
membesar
Payudara bengkak
dan tegang
1.5 Hipotesa
2
[Bendungan ASI]
Bendungan ASI.
1 Anatomi Payudara.
BAB II
3
[Bendungan ASI]
PEMBAHASAN
Bagian-bagian Payudara
4
[Bendungan ASI]
Korpus
Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel
aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu kumpulan
dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap
payudara. ASI di salurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa
duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).
Areola
Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke
dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat
otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
5
[Bendungan ASI]
Papilla
Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam
(inverted).
Kulit puting susu banyak mengandung pigmen tetapi tidak berambut. Papilla dermis
banyak mengandung kelenjar sabasea. Sedangkan kulit pada areola juga banyak mengandung
pigmen, tetapi berbeda dengan kulit puting susu, ia kadang-kadang mengandung folikel rambut.
Kelenjar sebaseanya biasanya terlihat sebagai nodulus kecil pada permukaan areola dan disebut
kelenjar Montgomery.
Kelenjar payudara (mammae, susu) terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Manusia
mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600
gram dan saat menyusui 800 gram.
Payudara dibagi menjadi empat kuadran. Dua garis khayalan ditarik melalui puting susu,
6
[Bendungan ASI]
masing-masing saling tegak lurus. Jika payudara dibayangkan sebagai piringan sebuah jam, satu
garis menghubungkan jam 12 dengan jam 6 dan garis lainnya menghubungkan jam 3 dengan
jam 9. Empat kuadran yang dihasilkannya adalah kuadran atas luar (supero lateral), kuadran
atas dalam (supero medial), kuadran bawah luar (infero lateral), dan kuadran bawah dalam
(infro medial).
Ekor payudara merupakan perluasan kuadran atas luar (supero lateral). Ekor payudara
memanjang sampai ke aksilla dan cenderung lebih tebal ketimbang payudara lainnya. Kuadran
luar atas ini mengandung masa jaringan kelenjar mammae yang lebih banyak atau langsung di
belakang areola dan sering menjadi tempat neoplasia.
Pada kuadran medial atas dan lateral bawah, jaringan kelenjarnya lebih sedikit
jumlahnya, dan yang paling minimal adalah yang di kuadran medial bawah. Jaringan kelenjar
payudara tambahan dapat terjadi di sepanjang garis susu, yang membentang dari lipatan garis
aksillaris anterior, menurun hingga lipatan paha.
Payudara normal mengandung jaringan kelenjar, duktus, jaringan otot penyokong lemak,
pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe.
Vaskularisasi Payudara
Arteri
Pasokan darah payudara berasal dari jaringan anastomosis kaya axial, mammae internal
dan arteri interkostal (Gambar 2). Pembuluh darah terbesar muncul dari arteri torakalis interna,
cabang perforasi yang menembus dinding dada berdekatan dengan tepi sternal dari ruang
interkostal pertama sampai keempat. Pembuluh darah dalam ruang kedua biasanya yang
terbesar dari keempatnya.
Toraks superior
Rami pektoralis a. thorako-akromialis. Arteri ini berjalan turun di antara m. pektoralis
minor dan m. pektoralis mayor. Pembuluh ini merupakan pembuluh utama m. pektoralis
7
[Bendungan ASI]
mayor, arteri ini akan memberikan aliran darah ke glandula mamma bagian dalam (deep
surface)
Toraks lateral : Pembuluh darah ini berjalan turun menyusuri tepi lateral muskulus (otot =
m) pektoralis mayor untuk mendarahi bagian lateral payudara.
Subscapular:A.thorako-dorsalis.Pembuluh darah ini merupakan cabang dari a.
subskapularis. Arteri memberikan aliran darah ke m. latissmus dorsi dan m. serratus
magnus. Walaupun arteri ini tidak memberikan pendarahan pada glandula mamma, tetapi
sangat penting artinya, karena pada tindakan radikal mastektomi, pendarahan yang terjadi
akibat putusnya arteri ini sulit dikontrol, sehingga daerah ini dinamakan the bloody angel
.
Vena
8
[Bendungan ASI]
Jaringan kelenjar terdiri dari 15-25 lobus yang tersebar radier mengelilingi puting. Tiap-
tiap segmen mempunyai satu aliran yang akan berdilatasi, sesampainya di belakang areola. Pada
retro areolar ini, duktus yang berdilatasi itu, menjadi lembut, kecuali saat dan selama ibu
menyusui, duktus ini akan mengalami distensi. Masing-masing duktus ini tak berisi, dan
mempunyai satu bukaan ke arah puting (duktus eksretorius).
Tiap lobus dibagi menjadi 50-57 lobulus, yang bermuara ke dalam suatu duktus yang
mengalirkan isinya ke dalam duktus askretorius lobulus itu. Setiap lobulus terdiri atas
sekelompok alveolus yang bermuara ke dalam laktiferus (saluran air susu) yang bergabung
dengan duktus-duktus lainnya, untuk membentuk saluran yang lebih besar dan berakhir ke dalam
saluran sekretorik. Ketika saluran-saluran ini mendekati puting, saluran-saluran ini akan
membesar, untuk menjadi tempat penampungan air susu (yang disebut sinus laktiferus),
kemudian saluran-saluran tersebut menyempit lagi dan menembus puting dan bermuara di atas
permukaannya.
9
[Bendungan ASI]
Di antara kelenjar susu dan fasia pektrolis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut
mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara lobulus tersebut, ada jaringan ikat yang disebut
ligamentum cooper yang merupakan tonjolan jaringan payudara, yang bersatu dengan lapisan
luar fasia superfisialis yang berfungsi sebagai struktur penyokong dan memberi rangka untuk
payudara.
Kelenjar getah bening mammae eksterna. Untaian kelenjar ini terletak di bawah tepi
lateral m. pektoralis mayor, sepanjang tepi medial aksilla. Grup ini dibagi dalam 2
kelompok:
- Kelompok superior, terletak setinggi ingerkostal II-III
10
[Bendungan ASI]
11
[Bendungan ASI]
Payudara, mulai berkembang saat pubertas. Perkembangan ini dirangsang oleh estrogen
yang berasal dari siklus seks bulanan perempuan; estrogen yang merangsang pertumbuhan
kelenjae mammae payudara dan deposit lemak membentuk massa payudara. Selain itu,
pertumbuhan yang jauh lebih besar terjadi selama keadaan estrogen tinggi pada kehamilan, dan
pada saat itulah jaringan kelenjar berkembang sempurna untuk pembentukan air susu.
Estrogen merangsang pertumbuhan system ductus payudara. Sepanjang masa
kehamilan, sejumlah besar estrogen yang disekresi oleh plasenta menyebabkan system ductus
payudara tumbuh dan bercabang. Secara bersamaan, jumlah stroma payudara meningkat dan
sejumlah besar lemak terbentuk dalam stroma.
Sedikitnya terdapat empat hormone lain yang juga penting untuk pertumbuhan system
ductus: hormone pertumbuhan, prolactin, glukokortikoid adrenal, dan insulin. Masing masing
hormone ini diketahui setidaknya sedikit berperan dalam metabolism protein, yang agaknya
menjelaskan fungsi hormone hormone tersebut dalam perkembangan payudara.
Progesterone dibtuhkan untuk perkembangan lengkap system lobules alveolus.
Perkembangan akhir payudara menjadi organ penyekresi air susu juga memerlukan progesterone.
Segera setelah system ductus berkembang, progesterone bersinergi dengan estrogen, juga
dengan semua hormone hormone lain tersebut di atas menyebabkan pertumbuhan lebih lanjut
lobulus payudara, dengan pertunasan alveolus, dan perkembangan sifat sifat sekresi sel sel
alveoli. Perubahan perubahan ini analog dengan efek sekretorik progesterone pada
endometrium uterus selama paruh akhir siklus seks perempuan.
Walaupun estrogen dan progesterone penting untuk perkembangan fisik payudara selama
kehamilan, pengaruh khusus dari kedua hormone ini adalah menghambat sekresi air susu yang
sesungguhnya. Sebaliknya, hormone prolactin mempumyai efek yang berlawanan pada sekresi
air susu yaitu merangsangnya. hormon ini disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior ibu, dan
konsistensinya dalam darah ibu meningkat secara tetap dari minggu kelima kehamilan sampai
kelahiran bayi, meningkat menjadi 10 sampai 20 kali dari kadar normal saat tidak hamil.
Di samping itu, plasenta menyekresi sejumlah besar human chorionic
somatomammotropin, yang mungkin mempunyai sifat laktogenok, jadi menyokong prolactin
dari hipofisis ibu selama kehamilan. Meskipun demikian, karena efek supresi dari estrogen dan
12
[Bendungan ASI]
progesterone, hanya beberapa milliliter cairan yang disekresi setiap hari sampai bayi dilahirkan.
Cairan yang disekresi selama beberapa hari terakhir sebelum dan beberapa hari pertama setelah
persalinan disebut kolostrum; kolostrum terutama mengandung protein dan laktosa dalam
konsentrasi yang sama seperti air susu, tetapi hampir tidak mengandung lemak, dan kecepatan
maksimum produksinya adalah sekitar 1/100 kecepatan produksi air susu berikutnya.
Segera setelah bayi dilahirkan, hilangnya tiba tiba sekresi estrogen maupun
progesterone dari plasenta memungkinkan efek laktogenik prolactin dari kelenjar hipofisis ibu
untuk berperan dalam memproduksi air susu secara alami, dan setelah 1 sampai 7 hari kemudian,
payudara mulai menyekresi air susu ini juga memerlukan sekresi pendahuluan yang adekuat dari
sebagian hormone hormone ibu lainnya, tetapi yang paling penting adalah hormone
pertumbuhan, kortisol, hormone paratiroid, dan insulin. Hormone hormone ini dibutuhkan
untuk menyediakan asam amino, asam lebak, glukosa, dan kalsium yang diperlukan untuk
pembentukan air susu.
Setelah kelahiran bayi, kadar basal sekresi prolactin kembali ke kadar sewaktu tidak
hamil, namun, setiap kali ibu menyusui bayinya, sinyal saraf dari putting susu ke hipotalamus
menyebabkan lonjakan sekresi prolactin sebesar 10 sampai 20 kali lipat yang berlangsung kir
kira 1jam. Prolactin ini bekerja pada payudara ibu untuk mempertahankan kelenjar mammae
agar menyekresi air susu ke dalam alveoli untuk periode laktasi berikutnya. Bila lonjakan
prolactin ini tidak ada atau dihambat karena kerusakan hipotalamus atau hipofisis, atau bila
laktasi tidak berlanjut, payudara akan kehilangan kemampuannya untuk memproduksi air susu
dalam waktu sekitar 1 minggu. Akan tetapi, produksi air susu dapat berlangsung selama beberapa
tahun apabila anak terus mengisap, walaupun kecepatan pambentukan air susu biasanya jauh
berkurang setelah 7 sampai 9 bulan. Hipotalamus
menyekresi hormone penghambat prolactin. Hipotalamus berperan penting dalam mengatur
sekresi prolactin, seperti pada hampir semua hormone hormone hipofisis anterior lain. Akan
tetapi, pengaturan ini berbeda dalam satu aspek: hipotalamus terutama merangsang pembentukan
semua hormone yang lain, tetapi terutama menghambat prolactin. Akibatnya, kerusakan pada
hipotalamus atau penghambatan pada system portal hipotalamus hipofisis sering meningkatkan
pembentukan prolactin tetapi menekan sekresi hormone hormone hipofisis anterior lain.
Oleh karena itu, diyakini bahwa sekresi
prolactin oleh hipofisis anterior diatur seluruhnya atau hampir seluruhnya oleh suatu factor
13
[Bendungan ASI]
penghambat yang dibentuk di hipotalamus dan diangkut ke hipofisis anterior melalui system
portal hipotalamus hipofisis. Factor ini sering disebut hormone penghambat prolactin. Hampir
dapat dipastikan bahwa hormone ini sama dengan katekolamin dopamin, yang diketahui
disekresi oleh nucleus arkuatus dari hipotalams dan dapat menurunkan sekresi prolactin
sebanyak 10 kali lipat. Penekanan siklus ovarium perempuan
pada ibu menyusui beberapa bulan setelah persalinan. Pada sebagian besar ibu yang
menyusui, siklur ovarium (dan ovulasi) tidak kembali seperti semula sampai beberapa minggu
setelah penyapihan. Keadaan ini tampaknya disebabkan sinyal sinyal saraf yang sama dari
payudara ke hipotalamus yang menyebabkan sekresi prolactin selama pengisapan baik karena
sinyal- sinyal saraf tersebut sendiri atau karena efek peningkatan prolactin menghambat sekresi
hormone- hormone pelepas gonadotropin oleh hipotalamus. Hal ini selanjutnya menghambat
pembentukan hormone hormone gonadotropik hipofisis hormone luteinisasi, dan hormone
perangsang folokel. Namun, setelah beberapa bulan menyusui, pada beberapa ibu, khususnya
yang hanya menyusui sementara waktu, hipofisis mulai menyekresi hormone hormone
gonadotropik cukup untuk mengembalikan siklus seks bulanan, walaupun menyusui dilanjutkan.
Air susu secara kontinu disekresikan ke dalam alveoli payudara, tetapi air susu tidak
dapat megalir dengan mudah dari alveoli kedalam system ductus dan, oleh karena itu, tidak
bocor secara kontinu dari putting susu. Sebaliknya, air susu harus disemprotkan (diejeksikan)
dari alveoli ke dalam ductus sebelum bayi dapat memperolehnya. Proses ini disebabkan oleh
gabungan reflex neurogenic dan hormonal yang melibatkan hormone hipofisis posterior
oksitosin, yaitu sebagai berikut.
Ketika bayi mengisap, bayi sebenarnya tidak menerima susu untuk sekitar setengah menit
pertama. Mula mula impuls sensorik harus ditransmisi melalui saraf somatic dari putting susu
ke medulla spinalis ibu lalu ke hipotalamusnya, sehingga menyebabkan sinyal sinyal saraf
yang meningkatkan sekresi oksitosin pada saat yang bersamaan yang menyebabkan sekresi
prolactin. Oksitosin kemudian dibawa dalam darah ke payudara, untuk menyebabkan sel sel
mioepitel ( yang mengelilingi dinding luar alveoli) berkontraksi, dengan demikian mengalirkan
air susu dari alveoli ke dalam ductus dengan tekanan +10 sampai 20 mm Hg. Pada saat itu isapan
bayi menjadi efektif mengalirkan air susu, jadi dalam waktu 30 detik sampai satu menit setelah
14
[Bendungan ASI]
bayi mengisap payudara, air susu mulai mengalir. Proses ini disebut ejeksi air susu atau
pengalliran air susu.
Pengisapan pada satu sisi payudara tidak hanya mengakibatkan aliran air susu pada
payudara tersebut melainkan juga pada payudara sisi yang lain. Yang cukup menarik ialah pada
saat ibu membelai bayi atau mendengar bayi menangis sering memberi cukup sinyal emosional
kehipotalamus ibu untuk menyebabkan penyemprotan air susu.
2.3. Diagnosa Banding Payudara Bengkak dan Tegang (3), (4), (5), (7)
15
[Bendungan ASI]
Pemeriksaan Fisik
Payudara dibagi dalam empat kuadran oleh garis horisontal dan vertikal yang melalui
papilla mamae (kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah). Untuk
menunjukkan lokasi lesi pada payudara dapat ditunjuk dengan jam dan dengan jarak tertentu
dalam sentimeter dari papila mamae.
Pada wanita
16
[Bendungan ASI]
1. Inspeksi
a. Posisi duduk tegak, kedua lengan menggantung di samping badan. Amati payudara secara
keseluruhan :
Bentuk kedua payudara
Ukuran dan simetrinya, apakah terdapat perbedaan ukuran mamae, areola mamae
dan papila mamae.
Warna kulit, adakah penebalan atau udem, adanya kulit berbintik seperti kulit
jeruk, ulkus, gambaran pembuluh darah vena.
Adakah tampak massa, retraksi/lekukan, tonjolan/benjolan.
Ukuran dan bentuk - Arahnya - Ujud kelainan kulit atau ulserasi - Discharge
b. Posisi mengangkat kedua lengan di atas kepala.
c. Posisi kedua tangan di pinggang. Kedua posisi ini adalah untuk melihat lebih jelas adanya
kelainan retraksi atau benjolan. Amati sekali lagi bentuk payudara, perubahan posisi dari
papila mamae, lokasi retraksi, benjolan.
d. Posisi duduk/berdiri dengan membungkukkan badan ke depan, bersandar pada punggung
kursi atau lengan pemeriksa. Posisi ini diperlukan jika payudara besar atau pendular.
Payudara akan bebas dari dinding dada, perhatikan adakah retraksi atau massa.
2. Palpasi
Penderita disuruh berbaring, jika payudara tidak mengecil, tempatkan bantal tipis di
punggung, sehingga payudara terbentang rata, dan lebih memudahkan menemukan suatu nodul.
Palpasi dilakukan menggunakan permukaan volar tiga jari yang ditengah, dengan gerakan
perlahan-lahan, memutar menekan secara halus jaringan mamae terhadap dinding dada.
Lakukan palpasi pada setiap kuadran, payudara bagian perifer, kauda aksilaris dan areola mamae,
bandingkan payudara kanan dan kiri.
Lokasi, dengan cara menggunakan kuadran atau jam dengan jarak berapa centimeter dari
papila mamae.
Ukuran (cm)
Bentuk, bulat/pipih, halus/berbenjol-benjol
Konsistensi, kenyal/keras
Batas dengan jaringan sekitar, jelas atau tidak
17
[Bendungan ASI]
Palpasi papila mamae, tekan papila dan areola mamae sekitar dengan ibu jari dan
telunjuk, perhatikan adakah pengeluaran discharge. Jika dijumpai discharge, atau riwayat
mengeluarkan discharge, coba cari asalnya dengan menekan areola mamae dengan ibu jari dan
telunjuk dan pada sebelah radial sekitar papila mamae. Perhatikan adakah discharge yang keluar
dari salah satu duktus papila mamae.
2.4 Peran Pemberian ASI untuk Ibu dan Bayi (2), (4), (6)
Pada Bayi :
a. Nutrien : ASI memiliki unsur-unsur yang memenuhi semua kebutuhan bayi selama 6
bulan yang berperan baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
b. Antibodi : Salah satu komponen yang ada dalam ASI adalah kolostrum yang didalamnya
terdapat banyak antibodi, dan kandungan IgA yang berfungsi melindungi neonates dari
pathogen saluran cerna. Dan ada juga pejamu lainnya seperti makrofag, limfosit, monosit
laktoferin, lakto peroksidase, dan lisozim.
18
[Bendungan ASI]
a. Involusi Uterus
Efek menyusui ini menyebabkan supresi sekresi hormone gonadotropin hipofisis
dan ovarium selama beberapa bulan pertama laktasi, seperti yang akan dibicarakan
kemudian. Pada permulaan involusi uterus, tempat plasenta pada permukaan
endometrium mengalami autolysis, menghasilkan secret vagina yang dikenal sebagai
lokia, yang mula-mula berupa darah dan selanjutnya bersifat serosa, terus berlangsung
selama 10 hari. Setelah waktu ini, permukaan endometrium mengalami reepitelisasi dan
siap untuk kehidupan seksual nongravid yang normal kembali.
b. Kontrasepsi
Pada sebagian besar ibu yang menyusui, siklus ovarium tidak kembali seperti
semula sampai beberapa minggu setelah laktasi bayi dihentikan. Keadaan ini
kelihatannya adalah karna sinyal-sinyal saraf yang sama dari payudara kehipotalamus
menyebabkan sekresi prolactin selama penghisapanbaik karena sinyal sinyal saraf
sendiri atau karena efek peningkatan prolactin menghambat sekresi hormone-hormon
pelepas gonadotropin oleh hipotalamus.
c. Menjalin Ikatan yang erat pada ibu dan bayi (skin-to-skin-contact)
Ejeksi susu dipengaruhi oleh factor psikogenik yang bekerja sama dengan system
persarafan umum di seluruh tubuh ibu yang dapat menghambat sekresi oksitosin dan
akibatnya menekan ejeksi air susu.
d. Praktis dan Murah
ASI merupakan makanan yang higienis, murah dan praktis untuk diberikan dan
sudah tersedia bagi bayi.
19
[Bendungan ASI]
Seluruh badan bayi tersangga dengan baik, tidak hanya leher dan bahu saja.
Bibir bawah membuka lebar, lidah terlihat di dalamnya, aerola juga masuk ke mulut bayi
tidak hanya puting susu, aerola bagian atas tampak lebih banyak/ lebar.
Setelah selesai :
20
[Bendungan ASI]
Tidak ada aturan ketat mengenai frekuensi bayi menyusui (biasanya sebanyak 10-12
kali/24 jam).
21
[Bendungan ASI]
22
[Bendungan ASI]
23
[Bendungan ASI]
Jika status HIV bayi negatif atau belum diketahui dan susu formula dan fasilitas
untuk pemberian (air bersih dan sanitasi) tersedia.
3. Ibu tuberkulosis aktif dan dalam masa pengobatan.
4. Terinfeksi dengan human T-cell lymphotropic virus type I atau tipe II.
24
[Bendungan ASI]
Kanker payudara merupakan penyakit genetik, akibat akumulasi kelainan genetik dalam
jaringan. Pada penderita kanker payudara yang baru terdiagnosa dapat ditemukan adanya mutasi.
Mutasi ini dapat melibatkan sedikitnya 4-6 gen regulator utama, yang berada di kromosom sel
kanker payudara. Gen-gen ini berperan menjaga keseimbangan fisiologis antara proliferasi,
apoptosis dan diferensiasi. Proses tumorigenesis pada kanker payudara dapat dijelaskan melalui
model multi-step progression, yaitu transformasi sel-sel normal menjadi sel atipik dan karsinoma
insitu. Karsinoma insitu dapat berkembang menjadi karsinoma invasif, dan sel-sel kanker dapat
menyebar melalui pembuluh limfa atau pembuluh darah ke organ-organ lainnya. Di tiap tahapan
proses ini, terjadi perubahan genetik yang bervariasi menyebabkan perubahan fungsi gen dalam
hal mengkode protein yang berperan dalam perkembangan kanker.
25
[Bendungan ASI]
3. Laktasi
Payudara membengkak pada masa laktasi dapat disebabkan oleh bendungan ASI.
Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI tidak dikosongkan seluruhnya.
Bendungan ASI biasanya muncul bertahap dan tidak berhubungan dengan gejala sistemik.
terjadinya bendungan ASI diantaranya: Hisapan bayi yang tidak aktif, posisi menyusui bayi yang
26
[Bendungan ASI]
tidak benar, puting susu terbenam, pengosongan mammae yang tidak sempurna, dan puting susu
terlalu panjang.
Bendungan
Pengosongan ASI Penyempitan
kelenjar mamae duktus laktiferus
tidak sempurna
Prolaktin Infeksi Tumor
Air susu di dlm Masa
alveolus Invasi S. menekan
No suction aureus duktus
Stimulasi Peradangan Tersumbat
neurohipofisis (-) Masa (+),
Oksitosin (-) eritema
Kontraksi Abses
Demam, (+), nyeri
mioepitel (-) takikardi, (+)
Pembendungan payudara
air susu keras-
merah, nyeri
* Patofisiologi bendungan air susu
(+)
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu oleh karena penyempitan duktus
laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dapat dikosongkan dengan sempurna atau oleh
karena kelainan pada puting susu. Pasca persalinan kadar estrogen dan progresteron akan
mengalami penurunan yang cukup drastis dalam kurun waktu 2-3 hari pasca persalinan. Pada
keadaan ini Prolaktin Inhibiting Factors (PIF) yakni dopamin juga akan mengalami penurunan,
sehingga hipotalamus akan mengeluarkan Prolaktin Releasing Factors (PRF) dan hipofisis
anterior akan mensekresi Prolaktin. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus mamae terisi
penuh dengan air susu, namun untuk mengeluarkannya dibutuhkan refleks yang menyebabkan
kontraksi sel-sel mioepitel yang berada disekitar dinding alveolus dan duktus-duktus yang berada
28
[Bendungan ASI]
pada kelenjar mamae, yang kemudian menstimulasi hipofisis posterior mensekresi oksitosin
untuk mengeluarkan air susu tersebut. Refleks ini timbul pada saat bayi menyusui. Apabila bayi
tidak menyusu dengan baik, atau mamae tidak dikosongkan dengan sempurna, maka akan terjadi
bendungan air susu. Pada keadaan ini payudara akan terasa hangat, berat, tegang, terlihat
mengkilap, dan tidak kemerahan. Pada keadaan lainnya, bendungan air susu juga dapat
disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang menyebabkan terjadinya peradangan yang
kemudian dapat berkembang menjadi abses yang dapat menyebabkan sumbatan pada duktus
laktiferi. Demikian juga tumor, oleh masa tumor yang terus berproliferasi baik jinak maupun
ganas, yang dapat secara langsung mengakibatkan sumbatan pada mamae yang kemudian
menyebabkan pembendungan. Pada keadaan ini akan teraba masa pada saat palpasi mamae,
lapisan perifer mamae akan terlihat memerah, dan akan terasa nyeri.
29
[Bendungan ASI]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pasien, 24 tahun P1A0 didiagnosa dengan bendungan ASI.
Daftar Pustaka
1. Moore, KL. Clinically Oriented Anatomy. 7th ed. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins. 2014.
2. Guyton, AC. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12 th ed. Singapura :
Saunders Elsevier. 2011. Hal. 100.
3. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan ed. 4 cet. 3. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2013.
4. Cunningham, GF. Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.
5. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah . ed. 3. Jakarta : EGC. 2010.
6. Michael, GJ. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. 2008.
7. Moegni, EM. Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan.
Jakarta : Kemenkes RI. 2014. Hal. 59-61.
8. Available from : 20 April 2016, Link : http://www.cdc.gov/breastfeeding/disease/.
9. Mansjoer, A . Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. 2008.
10. WHO, Ikatan Bidan Indonesia, POGI. Pelayanan Kesehatan Ibu Di Kesehatan Dasar
Dan Rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Hal. 227.
30