Anda di halaman 1dari 36

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Balakang Masalah


Saat ini sebagian besar guru dalam proses mengajar masih menggunakan komunikasi satu arah.

Dengan cara mangajar seperti ini, guru bertindak sebagai pemberi ilmu pengetahuan, sedangkan siswa

dianggap sebagai penerima ilmu pengetahuan yang pasif. Dari hal tersebut untuk memenuhi tuntutan

kurikulum berbasis kopetensi, sudah selayaknya sekarang kita beralih dari pandangan bahwa guru

sebagai pemberi ilmu pengetahuan, siswa menjadi atau sebagai agen pembelajaran yang aktif dan

guru sebagai fasiltator dan mediator yang kreatif. Diyakini atau tidak, bahwa upaya peningkatan

kualitas remaja yang paling efektif adalah melalui pendidikan.

Semenjak dahulu kehidupan dan perkembangan kerap kali menjadi pusat para ahli yang bergerak

dalam bidang pendidikan. Seorang ahli jiwa perkembangan dan pendidikan William Sterm (M.

Ngalim Purwanto, (1995:60). berpendapat perkembangan anak dipengaruhi oleh bakat dan

lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Keluarga (orang tua) adalah pendidik utama dan pertama. Kegiatan orang tua mendidik anaknya

sebagian terbesar dilakukan dirumah. Kegiatan itu hampir tidak ada yang berupa pengajaran. Bentuk

kegiatan pendidikan yang dilakukan orang tua ialah pembiasaan, pemberi contoh, dorongan, hadiah,

pujian, dan hukuman.

Sekolah adalah tempat pendidikan yang kedua setelah anak mendapat pendidikan yang pertama dari

orang tuanya dirumah. Pendidikan diberikan kepada anak didik yang bertujuan mendewasakannya,

agar anak dalam bertingkah laku dan mengambil keputusan dapat dipertanggungjawabkan sehingga

kelak berguna bagi masyarakat.

Dalam pendidikan disekolah kadang-kadang terjadi seorang anak melanggar tata tertib atau peraturan-

peraturan yang berlaku disekolah dan pelanggaran yang dilakukan oleh seorang anak hendaklah patut

dijadikan perhatian oleh para pendidik. Karena kadang kala seorang anak yang melakukan

pelanggaran itu hanya bermaksud untuk mencari perhatian dari gurunya. Tetapi ada juga yang

memang dilakukan karena keadaan yang mendesak, disinilah terujinya peran seorang pendidik.
Agar seorang pendidik dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang pendidik maka dia harus

memiliki atau mampu bersikap tegas dan melatakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya. Sehingga dia

akan mampu mengontrol dan menguasai jiwa. Jika dia dituntut untuk keras, dia tidak boleh

menampakkan kelunakannya, dan sebaliknya jika dia dituntut untuk lembut, dia harus menjauhi

kekerasannya.

Bagaimanapun seorang guru pemimpin kelas yang perintahnya harus diikuti dan diindahkan oleh anak

didiknya dan juga seorang guru harus harus atau dituntut memiliki sikap adil terhadap seluruh anak

didiknya. Artinya dia tidak berpihak atau mengutamakan kelompok tertentu. Dalam hal ini dia harus

menyikapi setiap anak didiknya sesuai dengan perbuatannya. Atau bisa juga dikatakan pekerjaan

mendidik itu dapat dibedakan menjadi dua aspek yaitu bentuk corak atau isi yang dimaksud dengan isi

disini adalah segala sesuatu yang mencakup segala tujuan atau rencana yang hendak dicapai oleh

pendidik. Sedangkan yang dimaksud dengan bentuk atau corak disini ialah mengenal tingkah laku si

pendidik terhadapa anak didiknya seperti melarang, memberi, anjuran, memberi perintah, menasehati,

dan menghukum.

Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada orang-orang baginya teladan dan nasehat

saja sudah cukup, tidak perlu lagi hukuman dalam hidupnya. Tetapi manusia iu tidak sama

seluruhnya. Diantara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali. Tapi hukuman bukan tindakan yang

pertama kali terbayang oleh seorang pendidik, dan tidak pula cara yang didahulukan. Nasehatilah

yang paling didahulukan, karena mungkin anak tersebut akan berubah sehingga dapat menerima

nasehat tersebut.

Pendidikan yang halus, lembut dan menyentuh perasaan sering kali berhasil dalam mendidik anak

untuk jujur dan lurus, tetapi pendidikan terlampau halus dan lembut akan berpengaruh jelek, karena

membuat jiwa tidak stabil.

Jiwa dalam hal ini seperti tubuh, bila terlalu memanjakannya maka jiwa itu tidak akan mampu

menahan sustu kerja berat yang melelahkan dan suatu kesulitan yang sulit diatasi. Akibatnya ialah

bahwa ia tidak mampu sama sekali dan selalu goyah. Dan juga bila kita terlalu memanjakan anak

didik kita maka jiwanya mungkin tidak akan mampu menahan sesuatu yang tidak dienanginya.
Akibatnya kepribadiannya akan goyah. Dari sinilah ada sedikit kekerasan dalam mendidik anak-anak

buat kepentingan mereka sendiri serta orang-orang lain.

Diantara bentuk kekerasan itu adalah hukuman atau ancaman hukuman pada suatu waktu. Hukum

dalam pendidikan memiliki pengertian yang luas, mulai dari hukuman ringan sampai pada hukuman

berat. Sekalipun hukuman banyak macamnya, pengertian pokok dalam setiap hukuman tetap satu

yaitu adanya unsure yang menyakitkan baik jiwa maupun badan. Sebenarnya tidak ada ahli

pendidikan yang menghendaki digunakannya hukuman dalam pendidikan kecuali bila terpaksa,

hadiah atau pujian jauh lebih dipentingkan ketimbang hukuman.

Hukuman itu selalu mengandung rasa tidak senang pada anak. Oleh karenaseorang pendidik dalam

memberikan hukuman harus dalam pertimbangan dan sesuai dengan kealahan yang telah dilakukan

anak tersebut. Jadi sebaik mungkin seorang pendidik harus dapat memberikan hukuman untuk

menghindari hukuman yang dapat mencederai badan anak. Karena itu dapat membekas dalam jiwanya

dan mungkin seorang anak tersebut akan mengalaki terutama dalam hidupnya.

Manfaat dan pengaruh hukuman dan ganjaran dalam pendidikan dapat bernialai positif dan negatif

bagi prkembangan kepribadian anak. Bernilai positif apabila hukuman itu sifatnya mendidik untuk

mencapai kearah kedewasaan anak dan dapat dipertangungjawabkan, dan dpat bernilai negatif apabila

akibat yang ditimbulkan dari hukuman tersebut membekas dalam diri anak dapat menjadikan anak

tersebut dendam terhadap gurunya.

Oleh sebab itu seorang pendidik perlu dan harus memperhatikan apakah pemberian hukuman atau

tindakan yang dilkukanya terhadap kesalahan anak sesuai atau tidak dengan perbuatan anak tersebut.

Sehingga reaksi yang ditimbulkan oleh anak atau sipenerima hukuman tersebut menerima hukuman

sebagai suatu teguran atas perbuatannya yang keliru dan salah seingga anak tersebut menyadari

kesalahannya.

Tapi ada pula anak yang apabila dibri hukuman justru bersikap sebaliknya yaitu menentang atau

melawan karena akibat pendidik yang kurang tepat dalam menggunakan alat pendidikan, hal ini

membuat moivasi belajar mereka rendah, mereka hanya berleha-leha dalam belajar tetapi sedikit

motivasi belajar siswa setelah mendapat hukuman malah meningkat karena ia menganggap bahwa

hukuman yang ia terima adalah suatu penderitaan yang harus mereka terima. Maka dari itu seorang
guru harus mengenal anak didiknya lebih dekat lagi dan membimbing dengan baik serta dapat

menunjukan kasih sayangnya ketika memberikan hukuman, sehingga terpenuhi tujuan pendidikan dari

pemberian hukuman itu untuk perbaikan sekaligus untuk memotivasi yang baik kepada siswa baik

secara individu maupun keseluruhan.

Selain hukuman ada juga alat pendidikan yang sering dignakan pendidik dalam proses pembelajaran

mengajar maupun dalam motivasi belajar siswa yaitu ganjaran. Karena ganjaran merupakan bentuk

tindakan yang dapat menimbulkan terjadi karena fisik dan usia. Adanya peserta didik yang demikian

itu menuntut adanya proses penyelenggaraan pendidikan yang sesuai terutama pada pelaku utamanya

yaitu guru. Guru harus menguasai ilmu keguruannya sebagai syarat utama keberhasilan belajar siswa

yang optimal.

Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti tentang Peran Hukuman Dan

Ganjaran Dalam Meningkatan Motivasi Belajar Siswa kelas XI.ATPH di SMKN 1 Bontomanai tahun

ajaran 2014-2015

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang diambil oleh penulis

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana manfaat hukuman dan ganjaran bagi siswa kelas XI.ATPH di SMK Negeri 1

Bontomanai tahun ajaran 2014-2015 ?


2. Bagaimana motivasi belajar siswa kelas XI.ATPH di SMK Negeri 1 Bontomanai tahun ajaran

2014-2015 ?
3. Bagaimana pengaruh manfaat hukuman dan ganjaran terhadap motivasi belajar siswa kelas

XI.ATPH di SMKN 1 Bontomanai tahun ajaran 2014-2015?


B. Tujuan Penelitian
Dengan bertitik tolak pada perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui manfaat hukuman dan ganjaran bagi siswa kelas XI.ATPH di SMKN 1

Bontomanai tahun ajaran 2014-2015.


2. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa kelas XI.ATPH di SMKN 1 Bontomanai tahun

ajaran 2014-2015.
3. Untuk mengetahui pengaruh manfaat hukuman dan ganjaran terhadap motivasi belajar siswa

kelas XI.ATPH sehingga dapat dijadikan refensi tindakan bagi penulis selaku guru BK di

SMKN 1 Bontomanai.

D. Kerangka pemikiran

Di dalam ilmu pendidikan, usaha-usaha atau perbuatan seorang pendidik yang ditunjukan untuk

melaksanakan tugas mendidik itu disebut juga alat-alat pendidikan. Perlu kiranya diperingatkan disini

bahwa penggunaan alat pendidikan itu bukan hanya soal teknis, melainkan mempunyai sangkut paut

yang erat sekali dengan pribadi yang menggunakan alat tersebut. Dan seorang pendidik yang

menggunakan alat itu hendaknya betul-betul timbul ataudari pribadi yang menggunakan alat itu (si

pendidik). Seorang guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para siswanya tentang apa

yang akan dicapai dengan pengajarannya. Ia juga hendaknya melakukan berbagai upaya untuk

membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan komperatif memberikan

pengarahan dan bimbingan.

Dalam penelitian ini ada dua variable, yang pertama adalah hukuman dan ganjaran dan

variabel kedua adalah motivasi belajar siswa. Hukuman adalah memberikan atau mengadakan

nestapa atau penderitaan dengan sengaja kepada anak yang menjadi asuhan kita dengan maksud

supaya penderitaan itu betul-betul diraskannya untuk menuju kearah perbaikan. Jadi hukuman adalah

sangi yang diberikan kepada siswa agar siswa menjadi terdorong untuk selalu tertib dalam mengikuti

setiap pelajaran, dengan demikian maka akan terciptalah tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Ganjaran adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud ganjaran itu ialah

sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau

pekerjaannya mendapat penghargaan. Umumnya anak mengetahui bahwa pekerjaan atau

perbuatannya yang menyebabkania mendapat ganjaran itu baik.

Hukuman dan ganjaran sebagai teknik pendidikan yang fungsinya sebagai alat pendorong

untuk mempergiat belajar anak juga agar anak lebih mentaati disiplin atau peraturan. Ganjaran atau

hukuman dalam pendidikan tidak berhenti pada hukuman itu sendiri, melainkan pada tujuan yang ada

dibelakangnya, yaitu agar manusia yang melanggar itu insyaf, bertaubat dan menjadi orang baik dan

ketika sudah berada dalam keadaan yang baik, mereka tidak dihukum. Sedangkan ganjaran diberikan
kepada orang-orang yang memajukan prestasi yang tinggi dalam kebaikan. Hukuman dan ganjaran

diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus, hukuman untuk orang yang

melanggar dan berbuat jahat sedangkan ganjaran untuk orang yang patuh dan menunjukan perbuatan

baik. Maka dari itu hukuman sangat berpengaruh terhadap siswa. Karena biarpun hukuman

marupakan alat pendidikan yang tidak menyenangkan. Namun demikian dapat juga menjadi alat

motivasi untuk mempergiat belajar siswa maupun mendorong siswa untuk lebih mentaati peraturan

yang berlaku, sebab anak yang pernah mendapat hukuman karena tidak mengerjakan tugas atau

melanggar peraturan maka ia akan selalu berusaha belajar dan mentaati peraturan yang ada agar

terhindar dari hukuman.

Ganjaran pun tidak kalah penting pengaruhnya terhadap siswa, karena pada umumnya bila

anak diberi ganjaran atau penghargaan dia akan senang dan gembira hatinya karena tanda

penghargaan tersebut sehingga ia bekerja sebaik-baiknya, bekerja keras dan akan melakukan segala

apa yang ditugaskan padanya. Walaupun tugas itu dirasakan sukar. Secara alamiah jika seorang

mendapat pujian atau sanjungan dia akan berbesar hati, juga akan mempunyai macam-macam

dorongan yang sering kali berguna bagi perkembangan pribadinya. Jadi wajar kalau ganjaran itu

sangat berpengaruh bagi siswa. Karena ganjaran mempunyai daya penggerak terhadap belajar siswa

juga berpengaruh pada ketaatan siswa terhadap peraturan, karena siswa yang sering kali mendapat

pujian atau penghargaan maka ia akan terdorong untuk selalu mentaati peraturan. Dan juga siswa

tersebut akan terus terdorong untuk mendapat hasil yang lebih baik dari pekerjaan yang telah

dilakukannya.

Motivasi merupakan gejala jiwa yang dapat mendorong manusia untuk bertindak atau berbuat

sesuatu keinginan dan kebutuhan atau motiv. Motivasi berpangkal dari upaya yang ada di dalam diri

seseorang untuk melakukan aktifitas. Aktifitas tertentu demi mencapai sutu ujuan. Bahkan motif dapat

diartikan sebagai kondisi intern (kesiap siagaan).

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan

kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangku pengetahuan, keterampilan maupun

sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.


Adapun motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa menimbulkan

kegiatan belajar, yang menjaminkelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki

oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

Secara teknik, proses awal motives seseorang berasal dari kekurangan/kebuuhan yang tidak

terpenuhi, itu tidak cukup untuk mengendalikan tingginya motivasi seseorang, kemudian motivasi itu

akan membangkitkan seseorang dalam bertindak untuk mencapai keyakinan (tujuan).

Dalam memberikan motivasi kepada seseorang siswa, berarti menggerakan siswa untuk melakukan

sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan si subjek belajar

merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar. Perubahan tingkah laku siswa

senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan

demikian semakin banyak usaha belajar itu dilaksanakan semakin banyak dan semakin baik pula

perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif tidak terjadi dengan sendirinya, perubahan

tingkah laku belajar siswa disebabkan oleh motivasi yang ada dalam rekayasa jaringan-jaringan

paedagogis guru, yang dilakukan dengan tindakan perbuatan persiapan mengajar, pelaksanaan belajar

mengajar, penggunaan metode dan media. Sedang dari segi emansipasi kemandirian siswa, ganjaran

merupakan salah satu faktor penentu semakin meningkatnya motivasi belajar siswa.

Dari uraian di atas tergambar sudah kerangka pemikiran tentang judul penelitian ini yakni

usaha yang dilakukan secara berdaya guna agar siswa mempunyai motivasi yang tinggi/ baik dengan

cara menerapkan hukuman terhadap siswa yang melanggar peraturan tata tertib. Dan dapat kita

pahami bahwa hukuman itu adalah salah satu alat pendidikan yang tidak menyenangkan, tapi

hukuman dapat menjadi alat untuk memotivasi anak supaya mereka giat dan bekerja keras dalam

belajar, dan yang lebih penting lagi hukuman dapat membuat motivasi bagi anak-anak sehingga akan

tercapai tujuan belajar yang diinginkan.

Dari pernyataan di atas, penulis dapat membuat sinyalemen bahwa diduga kuat terdapat hubungan

atau manfaat hukuman dan ganjaran terhadap motivasi belajar siswa.

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

TENTANG HUKUMAN, GANJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA


A. Hukuman

1. Pengertian Hukuman

Hukuman merupakan masalah etis, yang menyangkut soal buruk dan baik, soal norma-norma.

Sedangkan pandangan manusia tentang baik dan buruk itu berbeda-beda dan berubah. Mengenai

hukuman dalam proses pendidikan ada beberapa pendapat tentang pengertian hukuman.

Diantaranya adalah Ngalim Purwanto (1995:186) bahwa : hukuman ialah penderitaan yang diberikan

atau timbul dengan sengaja oleh seseorang (Orang Tua, Guru dan sebagainya) sesudah terjadi

pelanggaran, kejahatan atau kesalahan.

Sedangkan Gunning, Kohnstam, dan Scheler (dalam Ngalim Purwanto, 1995:186) berpendapat

bahwa hukuman adalah hukuman itu tiada lain dari pada pengasahan kata hati, atau membangkitkan

kata hati.

Menurut Rustiah MK (1978:71) Hukuman adalah salah satu perbuatan yang tidak menyenangkan

dari orang yang lebih tinggi kedudukannya untuk pelanggaran dan kejahatan dengan maksud

memperbaiki.

Hukuman menurut Amir Daeng Indrakusuma (1973:147) adalah tindakan yang dijatuhkan kepada

anak secara sadar dan sengaja, sehingga menimbulkan nestapa dn dengan adanya nestapa itu anak

akan sadar pada perbuatannya dan berjanji pada perbuatannya dan berjanji dalam hatinya untuk tidak

mengulangi.

Sedangkan menurut Charles Schaefer (1984:46) berpendapat bahwa : hukuman berarti suatu bentuk

kerugian atau kesakitan yang ditimpakan kepada seseorang yang berbuat kesalahan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman merupakan suatu

alat pendidikan yang dapat memberikan penderitaan bagi yang menjalaninya agar anak tersebut sadar

akan kesalahannya dan berusaha memperbaiki sikapnya. Atau bisa juga dikatakan bahwa hukuman

adalah suatu perbuatan yang tidak menyenangkan, baik terhadap jasmani maupun terhadap rohani,

sebagai akibat dari kesalahan yang telah dilakukan, dan hukuman itu dijatuhkan oleh orang yang lebih

dewasa, sehingga akan menjadi sadar akan kesalahan yang telah dilakukan dan sebagai akibatnya,

maka diharapkan tidak akan mengulanginya lagi.


2. Macam-macam Hukuman

Menurut Abu Ahmadi, ada 4 macam hukuman yang harus atau perlu diketahui:

a. Hukuman yang berwujud isyarat; ini diberikan cukup dengan pandangan mata, gerakan anggota

badan dan sebagainya.


b. Hukuman dengan perkataan : ini diberikan cukup dengan memberikan teguran, peringatan,

ancaman, kata-kata pedas dan sebagainya.


c. Hukuman dengan perbuatan : ini diberikan cukup dengan memberikan tugas tugas terhadap si

pelanggar, misalnya : mengerjakan pekerjaan dirumah yang harus dikerjakan dengan betul, dan

jumlahnya tidak sedikit, termasuk juga memindah tempat, keluar dari kelas, dikeluarkan dari

sekolah dan lain-lain.


d. Hukuman badan, ini dengan cara menyakiti badan anak-anak dengan alat maupun tidak.

Misalnya; memukul, mencubit, daun telinga dan lain-lain.

Dari segi paedagogis, pemberian hukuman badan ini tidak dibenarkan. Sebab :

a. Pemberian hukuman ini biasanya dalam suasana marah, sehingga kadang-kadang kurang

perhitungan,
b. Bagi anak besar merasa dirinya dihina, direndahkan dimuka umum,
c. Akibat yang lebih luas lagi, timbullah pertentangan antara orang tua murid dengan

guru/terhadap sekolah.

Seperti yang diungkapkan atau dikatakan oleh W. James Popham dari Evi L. Baker,

(1992:110) bahwa hukuman badan merupakan suatu tuduhan kejam atas kegagalan si Guru.

Pertanyaan-pertanyaan bahwa jenis hukuman ini baik bagi anak tidak dapat diterima oleh setiap

psikologi klinis yang baik. Hukuman badan mungkin merupakan penyaluran prustasi guru yang

terpendam. Latihan olah raga dilapangan sekolah adalah suatu alternatif yang lebih baik.

Guru-guru yang senang menggunakan hukuman badan sebaiknya merenungkan alasan mengapa

mereka berbuat itu. Ketergantungan pada teknik-teknik semacam itu mungkin bersumber pada

kelainan yang serius, keengganan memperbaiki program instruksionalnya sambil mengarahkan siswa-

siswanya karena hasil tes yang jelek.

Jenis hukuman lain yang sangat tidak dapat dipertanggungjawabkan yaitu usaha mengaitkan

tambahan tugas menulis saya akan selalu.. lima puluh atau seribu kali tidak mempunyai arti.

Terus menerus mengaitkan tambahan pekerjaan rumah atau panjang karangan dengan kenakalan
adalah berbahaya. Tugas sekolah sebaiknya diberikan dalam suasana yang positif, atau setidaknya-

tidaknya netral ; jangan sekali-kali diperlakukan sebagai hukukman.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang macam-macam hukuman, antara lain:

a. William Stern yang membedakan tiga macam hukuman yang disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak yang menerima hukuman itu.

1) Hukuman Asosiatif, umumnya mengasosiasikan antara hukuman dan kejahatan atau

pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran

yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya orang atau anak

menjauhi perbuatan yang tidak baik atau dilarang.

2) Hukuman Logis, hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak besar. Dengan

hukuman ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau

perbuatan yang tidak baik. Anak mengerti bahwa ia mendapat hukuman itu adalah akibat dari

kesalahan yang diperbuatnya. Misalnya, seorang anak yang disuruh menghapus papan tulis bersih-

bersih karena ia telah mencoret-coret dan mengotorinya.

3) Hukuman Normatif, hukuman ini adalah hukuman yang bermaksud memperbaiki moral anak-

anak. Hukuman ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika,

seperti berdusta, menipu, dan mencuri. Jadi, hukuman normatif sangat erat hubungannya dengan

pembentukan watak anak-anak. (M. Ngalim Purwanto, Op. Cit., h. 190)

b. Adapula yang membagi hukuman itu menjadi dua macam :

1) Hukukman Preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan

terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran

sehingga hal itu dilakukannya sebelum pelanggaran itu dilakukan. Misalnya seseorang dimasukan

atau ditahan dalam penjara. (selama menantikan keputusan hakim) : karena perkara tersebut ia

ditahan Preventif dalam penjara.

2) Hukuman Represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya pelanggaran, oleh

karena dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau

kesalahan.

c. Di samping pembagian seperti di atas, hukuman itu dapat pula dibedakan seperti berikut:
1) Hukuman Alam

Yang menganjurkan hukuman ini adalah J. J. Rousseau, menurut Rousseau, anak-anak ketika

dilahirkan adalah suci, bersih dari segala noda dan kejahatan. Adapun yang menyebabkan rusaknya

anak itu ialah masyarakat manusia itu sendiri. Maka dari itu, Rousseau menganjurkan supaya

anak-anak didik menurut alamnya. Demikian pula mengenai hukuman Rousseau menganjurkan

hukuman alam biarlah alam yang menghukum anaka itu.

Mengenai teori Rousseau tersebut tidak dapat kita menerima seluruhnya. Dalam beberapa hal yang

kecil-kecil atau yang ringan. Ringan, kadang-kadang adapula benarnya teori Rousseau itu.

Umpamanya, seorang anak yang berumur 1,5 tahun tidak mau lagi meminta rokok ayahnya setelah

merasakan bahwa api rokok itu panas.

Tetapi, kalau ditinjau dari segi pedagogis, hukuman alam itu tidak mendidik. Dengan hukuman

alam saja anak tidak dapat mengetahui norma-norma etika, mana yang baik dan mana yang buruk,

mana yang boleh diperbuat dan mana yang tidak. Anak tidak dapat berkembang sendiri kearah

yang sesuai dengan cita-cita dan tinjauan pendidikan yang sebenarnya. Lagi pula, hukuman alam

itu ada kalanya sangat membahayakan anak, bahkan kadang-kadang membinasakannya.

2) Hukuman yang disengaja

Hukuman ini sebagai lawan dari hukuman alam. Hukuman macam ini dilakukan dengan sengaja

dan bertujuan. Sebagai contoh ialah hukuman yang dilakukan oleh si pendidik terhadap anak-anak

didiknya, hukukman yuang dijatuhkan oleh seorang hakim kepada si terdakwa atau si pelanggar.

d. Sedangkan menurut Omar Hamalik (1983:130), ditinjau dari objek yang menjadi sasaran hukuman

ada dua macam, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada jasmani dan hukuman yang dikenakan

kepada rohani. Dan apabila dari cara menghukumnya ada empat macam, yaitu :

1) Hukuman dengan isyarat,

Yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada siswa dengan isyarat seperti dengan pandangan mata,

gerakan badan dan raut wajah. Hukuman isyarat ini biasanya digunakan untuk pelanggaran.

Pelanggaran ringan, dan bersifat mencegah pada tingkah laku siswa, sebagai tanda bahwa

perbuatannya tidak dikehendaki.

2) Hukuman dengan perkataan,


Yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada siswa dengan perkataan, seperti :

a. Memberikan nasihat dan pengertian, dalam hal ini siswa yang melakukan pelanggaran

diberitahu, disamping itu diberi pengetahuan atau ditanamkan kesadaran agar tidak

mengulangnya lagi.
b. Teguran dan peringatan, menghukum dalam hal ini dilakukan dengan jalam mengatur

sehingga siswa berhenti dari pelanggaran, dan jika itu masih tetap saja maka siswa diberi

peringatan.
c. Ancaman, ancaman disini adalah suatu pernataan yang menimbulkan kemungkinan.

Kemungkinan yang akan terjadi dengan maksud agar siswa merasa takut dan berhenti dari

perbuatannya.

3) Hukuman dengan perbuatan,

Pengertian hukuman perbuatan dilaksanakan dengan memberi tugas dan mencabut kesenangan

tertentu dari siswanya. Termasuk dalam hukuman ini seperti memberi tugas kepada siswa.

4) Hukuman badan.

Yang dimaksud dengan hukuman badan atau jasmani yaitu hukuman yang dijatuhkan dengan

cara menyakiti anggota badan seperti memukul, mencubit, menarik daun telinga dan sebagainya

yang kesemuanya itu dilakukan dengan maksud memperbaiki dan dilaksanakan secara

pedagogis.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hukuman badan perlu juga dilakukan atau boleh

diberikan dengan catatan adalah jalan terakhir untuk memperingatkan anak-anak yang sudah

terlalu sering melakukan kesalahan, tetapi itupun mempunyai batas-batas tertentu, yaitu hukuman

itu jangan sampai menimbulkan cacat tubuh pada si anak. Hukuman badan selain dapat

menimbulkan kejeraan terhadap anak itu juga dapat diharapkan dapat menjadi pelajaran atau

contoh kepada anak-anak yang lain. Karena jelas sekali pemberian hukuman badan akan

mempunyai pengaruh terhadap anak-anak yang lain.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hukuman badan itu dapat dilaksanakan dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikuit :

1) Digunakan dalam hal yang sangat perlu dan jangan terlalu sering, Hukuman itu dilaksanakan

bila keadaan memaksa dan pukulan tidak diberikan kecuali sesudah diberi peringatan, ancaman
dan mediator (perantara) untuk memberi peringatan dengan maksud merangsang pengaruh yang

diharapkan dalam jiwa anak itu.

2) Bila dipukul, hendaknya pukulan pertama itu menimbulkan rasa sedih pada anak sehingga

timbul efek yang diharapkan dan supaya ia tidak menganggap enteng saja hukuman yang akan

datang.

3) Hukuman badan tersebut hendaknya berupa pukulan ringan, dan tidak membahayakan siswa,

Jika terpaksa harus menjatuhkan hukuman atas anak kecil, cukuplah diberi pukulan ringan dan

kalau perlu jangan lebih sepuluh kali pukulan.

4) Jangan memukul ditempat-tempat yang berbahaya sehingga menimbulkan jeritan-jeritan pada

sang anak, hal ini sesuai dengan permdapat bila seorang anak dipukul jangan menimbulkan

jeritan-jeritan, dan keributan dan jangan sampai ia berteriak minta tolong.

e. Sedangkan Sumarmo(1982:118) membagi hukuman itu menjadi empat macam, yaitu :

1) Hukuman yang bersifat menjerakan, dengan tujuan agar setelah anak melakukan pelanggaran

dan mendapat hukuman, kemudian dia merasa jera dan akhirnya tidak mengulanginya lagi.

2) Bentuk hukuman menakut-nakuti, yang bertujuan untuk menimbulkan rasa takut pada orang

yang belum pernah melakukan pelanggaran, sifat hukuman ini semakin lama semakin berat.

3) Bentuk hukuman pembalasan, bertujuan untuk mengembalikan atau membalas dengan apa yang

pernah dirusak oleh anak.

4) Hukuman membetulkan, teori ini bertujuan untuk memperbaiki anak kepada hal-hal yang positif

dan memperbaiki hubungan antara anak didik dengan pendidikan.

Dari beberapa macam hukuman yang diutarakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tindakan

yang dilakukan oleh seorang guru terhadap anak didik yang melakukan kesalahan harus hati-hati dan

diteliti dahulu kesalahan yang telah dilakukan anak didik agar tidak terjadi kesalah pahaman antara

guru, anak didik dan orang tua anak tersebut. Memang benar bahwa hukuman merupakan alat

pendidik yang berfungsi sebagi petunjuk untuk mengenalkan kepada anak tentang mana perbuatan

yang tidak benar, mana yang baik dan mana yang tidak baik atau buruk. Tetapi perlu diperhatikan

bahwa hukuman sebagai suatu alat pendidikan, baru boleh digunakan apabila memang benar-benar

terpaksa dan tidak ada alat pendidikan yang lain yang dapat digunakan untuk menanggulangi anak
tersebut, atau dengan kata lain hukuman tidak dapat dan tidak boleh dilakukan sewenang wenang

menurut kehendak seseorang, tetapi menghukum itu adalah suatu perbuatan yang tidak bebas, yang

selalu mendapat pengawasan dari masyarakat dan negara. Apabila hukuman yang bersifat pendidikan

(paedagogis) harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Seperti pandangan Ibnu Sina (Ali Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam 1994:124 125)

tentang hukuman, ia mengatakan bahwa suatu kewajiban pertama ialah mendidik anak dengan sopan

santun, membiasakannya dengan perbuatan yang terpuji sejak mulai disapih, sebelum kebiasaan jelek

mempengaruhinya. Maksudnya jika terpaksa harus mendidik dengan hukuman, sebaiknya diberikan

peringatan dan ancaman labih dulu, jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan

hati, lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan muka masam atau dengan cara agar

ia kembali kepada perbuatan baik. Perbutan demikian itu merupkn prilaku yang mendahului tindakan

khusus. Tetapi jika sudah terpaksa memukul, cukuplah pukulan sekali yang menimbulkan rasa sakit,

karena pukulan yang cukup banyak menyebabkan anak merasa ringan, dan memandang hukuman itu

sebagai suatu yang remeh. Menghukuman dengan pukulan dilkukan setelah diberi peringatan keras

(ultimatum) dan menjadikan sebagai alat penolong untuk menimbulkan pengaruh yang positif dalam

jiwa anak.

3.Teori-teori Hukuman

Teori hukuman banyak jenisnya, salah satunya menurut Abu Ahmad yang membagi teori hukuman

kedalam 4 macam

a. Teori memperbaiki

Teori memperbaiki tersebut mempunyai pandangan bahwa hukuman diadakan untuk membasmi

kejahatan.

b. Teori perlindungan

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan yang tidak wajar.

Teori ini juga disebut juga teori menakutkan. Biasanya diadakan hukuman badan. Rousseau

menamakan hukum alam.


c. Teori pembalasan

Teori pembalasan ini mempunyai pandangan bahwa hukuman diadakan terhadap segala pelanggaran.

Anak melanggar undang-undang/peraturan, maka harus dibalas dengan hukuman.

d. Teori mengejutkan

Teori mengejutkan ini mempunyai pandangan bahwa hukuman diadakan untuk menakut-nakuti,

untuk menyerahkan si pelanggar, agar mau secara sadar meninggalkan perbuatan melanggar itu.

Menurut M. Ngalim Purwanto, teori hukuman itu dibagi kedalam 5 macam :

a. Teori Pembalasan

Teori inilah yang tertua, menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap

kelainan dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Tentu saja teori ini tidak boleh dipakai

dalam pendidikan di sekolah.

b. Teori Perbaikan

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi, maksud hukuman itu ialah

untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semacam itu lagi. Teori inilah yang

lebih bersifat pedagogis, karena bermaksud memperbaiki si pelanggar, baik lahir maupun bathin.

c. Teori Perlindungan

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang

tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang

telah dilakukan oleh si pelanggar.

d. Teori Ganti Kerugian

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian (boetc) yang telah diderita

akibat dari kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini banyak dilakukan dalam

masyarakat atau pemerintahan. Dalam proses pendidikan, teori ini masih belum cukup, sebab dengan

semacam itu anak mungkin menjadi tidak merasa bersalah atau berdosa karena kesalahannya itu telah

terbayar dengan hukuman.

e. Teori Menakut-nakuti

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan takut kepada si pelanggar akan

akibat perbuatannya yang melanggar itu, sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan itu dan
mau meninggalkannya. Teori ini masih membutuhkan teori perbaikan, sebab dengan teori ini besar

kemungkinan anak meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena takut, bukan karena keinsyafan

bahwa perbuatannya memang sesat atau memang buruk, dalam hal ini anak tidak terbentuk kata

hatinya. (. Ngalim Purwanto, h. 187 188)

Sedangkan menurut Amir Daeng Inrakusuma, adalah sebagai berikut :

a. Teori Hukum Alam

Teori hukum alam tersebut mempunyai pandangan bahwa hukuman buatan itu tidak perlu diadakan

seperti yang diberikan secara sengaja oleh seseorang kepada orang lain yang melakukan kesalahan

atau pelanggaran. Tetapi hendaknya siswa itu dibiarkan bila berbuat salah atau pelanggaran dan biar ia

sendiri yang menghukumnya. (ir Daeng Indrakusuma, Op. Cit., h. 148)

Pandangan hukum alam ini mengatakan bahwa hukum alam tersebut merupakan hukuman yang

wajar dan logis, sebab merupakan akibat dari perbuatannya sendiri, seperti anak yang sedang

memanjat pohon, adalah wajar dan logis apabila suatu ketika ia akan jatuh dari pohon, jatuh itu

merupakan hukuman menurut alam sebagai akibat dari perbuatannya yang senang memanjat pohon.

b. Teori Balas Dendam

Dalam hal ini, Abdullah Muniman Al-Maliki (1979:16) mengatakan yang dimaksud dengan

dendam adalah semua perasaan dan dorongan yang mengandung unsur penghancuran dan niat buruk

terhadap orang lain.

Dengan memperhatikan perndapat di atas, maka yang paling jahat yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan dalam dunia pendidikan, walaupun hal ini bias terjadi, mungkin disebabkan

pendidikan guru merasa kecewa atas tindakan muridnya, baik kekecewaan itu disebabkan oleh guru

lain, yang akibatnya siswa menjadi sasarannya, sehingga pendidik atau guru mencari kesempatan

kapan ia bias menghukum anak atau siswa itu, sehingga dapat terlampiaskan dendamnya, baik

hukuman yang dilaksanakan itu secara langsung ataupun secara tidak langsung. Dalam hal ini, bahwa

teori ini kurang tepat dengan ilmu pendidikan, karena apabila sampai menggunakan teori balas

dendam ini sewaktu ia mengajar dalam sekolahan, maka hal ini akan bertentangan dengan tujuan

pendidikan yaitu menciptakan manusia yang berkepribadian yang utuh, sebab suatu hal yang mustahil
apabila segala perbuatan guru tidak ditiru selalu berhati-hati dalam memberikan hukuman kepada

muridnya.

c. Teori Ganti Rugi

Menurut teori ini, siswa yang melakukan kesalahan dimintai untuk bertanggungjawab atau

menanggung resiko dari perbuatannya. Sebagai akibatnya ia harus menanggung resiko dari

perbuatannya. Misalnya siswa yang berkejar-kejaran di kelas, kemudian memecahakan kaca jendela ia

harus mengganti dengan yang baru.

Teori ini mempunyai segi positif/kebaikan dan negatif :

Segi positif atau kebaikan dari teori ini adalah

1) Siswa diajarkan disiplin dan bertanggungjawab atas perbuatannya.

2) dapat menimbulkan perasaan jera sehingga siswa dapat berhati-hati untuk tidak mengulangi

perbuatannya.

Segi negatifnya adalah

1) Bagi siswa yang mampu tidak ada kesan terhadap hukuman yang diterimanya tersebut.

2) Sedangkan bagi siswa yang tidak mampu terasa berat sekali.

d. Teori menakut-nakuti

Hukuman yang dijatuhkan kepada siswa adalah dengan maksud agar tidak meneruskan atau

mengulangi perbuatan-perbuatan yang tidak baik, hukuman yang bertujuan untuk menakut-nakuti

siswa ini adalah hukuman yang belum ditampakkan atau diberikan langsung kepada siswa, tetapi

diberikan kepada siswa yang telah mengulangi perbuatan yang salah untuk kedua kalinya. Misalnya

ada siswa yang melakukan perkelahian dengan temannya, melihat kejadian tersebut, kemudian guru

menegur dasn mengancam apabila sampai berkelahi lagi, maka akan dikeluarkan dari sekolah, maka

oleh Karena mendengar ancaman dari guru, siswa yang berkelahi lagi akan takut dasn tidak berkelahi

lagi. Murid yang takut akan ancaman hukuman maka dia akan menjadi disiplin dan rajin belajar

melakukan setiap tugas dan kewajibannya di sekolah. Namun, perlu diingat oleh seorang pendidik,
bahwa kerajinan atau kedisiplinan tersebut dapat berubah dari rasa takut menjadi akan timbul rasa

kesadaran bagi siswa, Karena boleh jadi juga siswa akan tunduk dan menurut hanya dikarenakan rasa

takut kepada guru dan ini akan mengakibatkan siswa akan kembali melakukan kesalahan apabila guru

tidak berada di sekolah atau di dalam kelas.

Jadi, teori menakut-nakuti ini bertujuan agar siswa memiliki rasa takut akibat ancamans akan

hukuman, sehingga dia takut akan melakukan kesalahan untuk kedua kali. Namun demikian, kita

tidak cukup memberikan hukuman terhadap pelanggaran siswa itu, karena boleh jadi siswa tersebut

belum mengerti dan belum sadar atas kesalahan yang diperbuat, maka perlu ditambah dengan nasihat-

nasihat sehingga betul-betul mengerti tentang akibat dari perbuatannya dan sadar akan kesalahannya.

e. Teori Memperbaiki

Menurut teori ini, hukuman diberikan untuk memperbaiki siswa yang berbuat salah dengan

harapan agar selanjutnya tidak akan berbuat salah lagi. Di sudut lain, agar siswa insyaf atas

kesalahannya. Insyaf yang timbul dari kesalahan hati, sehingga ia benar-benar memiliki jiwa disiplin

didalam melakukan semua tugas dan kewajibannya di sekolah.

Hal ini sebagaimana dikatakan Oemar Hamalik (125) penyadaran atas hal-hal yang

menyebabkan kegagalan ini perlu sekali dengan maksud agar dengan usaha sendiri (self direction)

kita dapat mengatasinya dan memperbaikinya. Agar siswa insyaf, maka pendidik harus memberikan

penjelasan di waktu menjatuhkan hukuman. Dalam hal apapun, mereka melakukan kesalahan dan

hukuman-hukuman yang sesuai pula dengan perbuatannya, hal ini akan membawa siswa kepada

kematangan berfikir dan kedewasaan.

Dari uraian di atas berarti hukuman tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara pedagogis, apabila :

1. Hukuman tersebut dapat menginsyafkan siswa atas perbuatannya yang salah.

2. Siswa mempunyai pengertian tentang akibat perbuatannya yang baik dan buruk.

3. Berjanji dalam hatinya untuk tidak mengulangi kesalahannya dan berjanji tidak akan mendapatkan

hukuman lagi.

Karena hal demikianlah hukuman yang bersifat memperbaiki ini sering disebut hukuman pedagogis.

Jadi dengan mempjerhatikan proses hukuman-hukuman itu dapat dikatakan pedagogis apabila

mengandung tiga hal yang tersebut di atas.


4. Syarat-syarat Hukuman

Bagaimana atau tindakan apakah yang perlu diambil oleh guru, apabila terdapat anak yang melanggar

tata tertib ? alat apa yang mampu mengatasi masalah ini ialah pemberian hukuman terdapat si

pelanggar hukum, yaitu anak. Tetapi hal ini bukannya berarti bahwa hukuman menjadi satu-satunya

alat yang terbaik dalam pendidikan. Bukan demikian, tetapi malah sebaliknya. Pemberian hukuman

adalah tindakan terakhir sesudah suasana tidak bisa diatasi lagi. Jadi pemberian hukuman hanyalah

bisa digunakan apabila keadaan memaksa. Dan dalam menjatuhkan hukuman kepada anak yang

bersalahpun ada syarat-syaratnya. Juga ada macam-macamnya, Karena hukuman yang diterima

seorang anak tidak hanya bersifat menghakimi, tetapi justru harus bersifat mendidik. Karena hukuman

itu tidak dapat dan tidak boleh dilakukan sewenang-wenang menurut kehendak seseorang, tetapi

menghukum itu adalah suatu perbuatan yang tidak bebas, yang selalu mendapat pengawasan dari

masyarakat dan Negara. Apalagi hukuman yang bersifat pendidikan (pedagogis), harus memenuhi

syarat-syarat yang tertentu, dan tujuan umum memberikan hukuman adalah agar setelah menerima

hukuman seseorang anak tidak melakukan kesalahannya dan menyadari bahwa perbuatannya itu

salah.

Adapun syarat-syarat hukuman yang paedagogis itu antara lain :

a. Hukuman harus menerbitkan rasa bersalah.

b. Hukuman harus menimbulkan rasa menderita bagi penerima hukuman.

c. Hukuman harus berakhir dengan pengampunan.

Sedangkan menurut M. Ngalim Purwanto (191 192) syarat-syarat hukuman yang paedagogis itu

antara lain ialah :

a. Tiap-tiap hukuman hendaknya dapat dipertanggung-jawabkan. Ini berarti bahwa hukuman itu tidak

boleh dilakukan dengan sewenang-wenang biarpun dalam hal ini seorang guru atau orang tua agak

bebas menghukum atau menetapkan hukuman yang mana akan diberikan kepada anak didiknya, tetapi
dalam pada itu kita terikat oleh rasa kasih sayang terhadap anak-anak oleh peraturan-peraturan hukum

dan oleh batas-batas yang ditentukan oleh pendapat umum.

b. Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki, yang berarti bahwa ia harus mempunyai nilai

mendidik (normatif) bagi si terhukum : memperbaiki kelakuan dan moral anak-anak.

c. Hukuman tidak boleh bersifat mengancam atau pembalasan dendam yang bersifat perseorangan.

Hukuman yang demikian tidak memungkinkan adanya hubungan yang baik antara si pendidik da yang

dididik.

d. Jangan menghukum pada waktu kita sedang marah. Sebab, jika demikian kemugkinan besar

hukuman itu tidak adil atau terlalu berat.

e. Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan

terlebih dahulu.

f. Bagi si terhukum (anak) hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai kedukaan atau

penderitaan yang sebenarnya. Karena hukuman itu, anak merasa menyesal dan merasa bahwa

sementara waktu ia kehilangan kasih sayang pendidiknya.

g. Jangan melakukan hukuman badan sebab pada hakikatnya, hukuman badan itu dilarang oleh

Negara, tidak sesuai dengan prikemanusiaan, dan merupakan penganiayaan terhadap sesama makhluk.

Lagi pula, hukuman badan tidak meyakinkan kita adanya perbaikan pada si terhukum, tetapi

sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap suka melawan.

h. Human tidak boleh merusakkan hubungan baik antara si pendidik dengan anak didiknya. Untuk ini,

perlulah hukuman yang diberikan itu dapat dimengerti dan dipahami oleh anak.

Sehubungan dengan butir diatas, maka perlulah adanya kesanggupan member maaf dari si pendidik,

sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah anak itu menginsyafi kesalahannya. Dengan kata lain,

pendidik hendaknya dapat mengusahakan pulihnya kembali hubungan baik dengan anak didiknya.

Dengan demikian dapat terhindar perasaan dan atau sakit hati yang mungkin timbul pada anak.

Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik dalam menjatuhkan

hukuman pada siswa yang bersalah tidak dapt berkehendak sesuka hati, tetapi harus disertai dengan

pertimbangan-pertimbangan dan juga dapat melihat akibat-akibat yang mungkin terjadi pada anak

nantinya. Sikap pendidik dalam melakukan tindakan janganlah memperlihatkan rasa benci dan marah
yang berlebih-lebihan, karena ini mungkin mengakibatkan anak akan melawan, sehingga hubungan

keduanya akan menjadi renggang. Apabila anak dapat menyadari kesalahannya hendaknya pendidik

jangan bersikap memusuhi siswa tersebut, tetapi diharapkan pendidik dapat melakukan hubungan baik

kembali dengan siswanya, tanpa mengungkit-ungkit lagi kejadian yang pernah dilakukan siswanya,

sehingga anak dapat menyesuaikan dirinya kembali didalam lingkungan sekitarnya dengan baik. Jadi,

yang terpenting guru hendaknya bersikap bijaksana dalam melakuka tindakan dan dapat memberi

maaf terhadap siswa yang telah menyesali dan menyadari kesalahan yang diperbuatnya dahulu.

Diungkapkan Langreid bahwa hukuman itu tidak boleh bersifat balas dendam. Disamping itu juga

seorang pendidik harus mengetahui apakah hukuman yang dijatuhkan kepada anak yang bersalah

telah sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.

Hal ini juga dikatakan oleh William Stern, bahwa :Anak mengerti bahwa ia mendapat hukuman

adalah akibat dari kesalahan yang diperbuatnya. Jadi hukuman yang dijalankannya sesuai dengan

logis dengan perbuatannya yang tidak baik, sehingga anak menerimanya. Maksudnya apabila

pendidikan bertindak kepada anak haruslah sesuai dan logis serta sejalan dengan kesalahan anak

sehingga ia menerima hukuman itu.

5. Pedoman Dalam Pelaksanaan Hukuman.

Hukuman merupakan salah satu motivasi yang diharapkan dapat mempergiat kegiatan belajar siswa

sehingga tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu supaya sampai pada tujuan yang diharapkan maka

dalam melaksanakan hukuman harus ada pedoman tertentu diantaranya :

a. Hukuman harus diselaraskan dengan kesalahan.


b. Hukuman harus seadil-adilnya.
c. Hukuman harus lekas dijalankan agar anak mengerti benar apa sebab ia dihukum dan apa maksud

hukuman itu.
d. Memberikan hukuman harus dalam keadaan tenang, jangan dalam keadaan emosional (marah).
e. Hukuman harus sesuai dengan umur anak.
f. Hukuman tidak diberikan jika kita tidak terpaksa atau hukuman adalah alat pendidikan yang

terakhir. Karena penggunaan alat-alat pendidikan yang lain sudah tak dapat lagi.
g. Hukuman harus menimbulkan penderitaan pada yang dihukum dan yang menghukum.
h. Hukuman harus diakhiri dengan pemberian ampunan. (Suwarno, Ilmu Pendidikan, (1985:116)

Bagaimanapun hukuman itu dijalankan tapi yang jelas bahwa hukuman adalah sesuatu yang tidak

menyenangkan, oleh karena itu pelaksanaan hukuman tidak dapat dilaksanakan pada setiap kesalahan.

6. Tujuan Dan Fungsi Hukuman.

Hukuman dimaksudkan untuk mengajarkan anak mengenai apa yang tidak boleh dilakukan.

Bagaimanapun ia akan lebih mungkin merubah tingkah lakunya yang salah dan ia bukan saja

mengetahui apa yang tidak boleh dilakukannya, tetapi ia juga mengetahui apa yang seharusnya

diperbuat.

Seorang pendidik dalam memberikan atau menghukum anak didiknya berbeda-beda karena tiap-tiap

pendidik mempunyai sifat dan cara sendiri dalam memberikan hukuman. Tetapi harus diingat bahwa

dalam masalah hukuman sebagai alat pendidikan tidak ada buku resepnya, sama halnya dengan alat-

alat pendidikan yang lain, berhasil atau tidaknya suatu hukuman bergantung kepada pribadi si

pendidik, pribadi anak, dan bahan atau cara yang dipakai dalam menghukum anak itu. Selain itu,

ditentukan atau dipengaruhi pula oleh hubungan antara pendidik, serta suasana atau saat ketika

hukuman itu diberikan.

Biar pun demikian, tiap-tiap hukuman pedagogis mengandung maksud yang sama, yakni bertujuan

untuk memperbaiki watak dan kepribadian anak didik, meskipun hasilnya belum tentu dapat

diharapkan.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang maksud dan tujuan daripada hukuman diantaranya

menurut Charles Schaeter (93), bahwa : Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan hukuman itu ialah

untuk menghentikan sendiri tingkah laku mereka yang salah, agar anak dapat mengarahkan dirinya

sendiri, anak-anak ingin dikoreksi, tetapi mereka menghendaki koreksi yang bersifat mengasuh dan

menolong mereka.

Sedangkan M. Ngalim Purwanto (188) mengemukakan bahwa maksud atau tujuan orang memberikan

hukuman itu sangat bertalian erat dengan pendapat orang-orang mengenai teori-teori tentang

hukuman, seperti :
a. Teori pembalasan. Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap

kelainan dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang.

b. Teori perbaikan. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi maksud

hukuman ini ialah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semacam itu lagi.

c. Teori perlindungan. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi masyarakat dari

perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dilindungi dari

kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh si pelanggar.

d. Teori ganti kerugian. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian

yang telah diderita akibat dari kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu.

e. Teori menakut-nakuti. Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan takut

kepada si pelanggar akan akibat perbuatannya yang melanggar itu sehingga ia akan selalu takut

melakukan perbuatan itu dan mau meninggalkannya.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan atau maksud dari pada

hukuman adalah mencegah dan mengoreksi anak sekaligus memberikan kesadaran bagi anak untuk

mengenal serta mengetahui kesalahannya serta untuk memperbaiki tabiat dan tingkah laku anak didik,

untuk mendidik anak kearah kedewasaan dan juga dengan adanya hukuman anak dapat

mengasosiasikan dengan pelanggaran ketertiban, sehingga timbullah pengertian baru tehadap

perbuatan baik dan buruk. Sedangkan fungsi hukuman adalah :

a. Sebagai alat pendidikan. Maksudnya, hukuman merupakan alat pendidikan yang membantu

pendidik dalam proses belajar mengajar sehingga tercapai tujuan dari pendidikan yang akan dicapai.

b. Sebagai motivasi bagi siswa, karena dengan adanya hukuman maka setiap siswa terdorong untuk

mentaati segala peraturan yang ada agar mereka terhindar dari hukuman.

Maka dari itu agar fungsi hukuman itu benar-benar dapat diabadikan kepada operasi

pendidikan, maka perlu sekali dipertimbangkan secara masak sebelum menjatuhkan hukuman,

misalnya :

a. Koreksilah lebih dahulu pada guru itu sendiri, mungkin guru itu sendiri yang melanggar peraturan,

atau kurangnya pengawasan atau bijaksananya cara memimpin. Bila itu benar, maka hukuman tidak

perlu diberikan.
b. Pemberian hukuman harus disesuaikan dengan jiwa, umur, watak dan jasmani anak yang berbeda-

beda itu, bagi anak yang perasaannya tajam mungkin hukuman yang ringan saja diterimanya sebagai

hukuman yang berat. Sebaliknya bagi anak yang membandel (kebal) hukuman yang berat tidak

merasa apa-apa.

c. Biasanya kesalahan dipakai sebagai ukuran untuk bentuk menentukan berat ringannya hukuman,

bukannya besarnya pelanggaran yang dipakai sebagai ukuran.

d. Kapan waktu pelanggaran itu terjadi, waktu pelajaran berlangsung atau waktu bermain-main.

e. Janganlah hukuman itu oleh pendidik sendiri dipakai sebagai balas dendam.

f. Berilah ampun kepada anak, apabila ternyata anak telah menyadari terhadap kesalahannya, dan

berjanji tidak akan mengulang apabila dalam keadaan terpaksa saja.

g. Jangan obral hukuman : hendaklah digunakan apabila dalam keadaan terpaksa saja.

Jadi dalam proses pendidikan hukuman terdiri dari dua aspek, yaitu guru sebagai pelaku yang

menjatuhkan hukuman, dan murid yang menerima hukuman. Tetapi perlu diingat bahwa hukuman

dalam pendidikan harus mempunyai nilai positif dan paedagogis, memberi sumbangan bagi

perkembangan moral terhadap anak didik.

Atas dasar ini, dapatlah disimpulkan bahwa hukuman memiliki nilai positif didalam pendidikan. Hal

ini disebabkan :

a. Secara psychologis hukuman dapat menyerahkan anak dari perbuatan yang cenderung untuk

melanggar ketertiban.

b. Hukuman dapat menguatkan kemauan anak yang masih lemah, malas dan sebagainya.

c. Dengan adanya hukuman, anak mengasosiasikan dengan pelanggaran ketertiban, sehingga

timbullah pengertian baru terhadap perbuatan baik dan buruk.

d. Berdasarkan pengalaman, apabila melanggar tata tertib akan mendapatkan hukuman, maka

timbullah kemauan yang keras untuk membenci terhadap perbuatan yang jahat dan cinta kepada

kebenaran dan kejujuran.

Namun demikian, janganlah memandang bahwa hukuman pasti memiliki nilai positif-paedagogis.

Disamping nilai yang baik itu, hukuman juga memiliki nilai negatif, seperti :
a. Karena hukuman, hubungan antara guru dengan murid menjadi renggang. Bahkan kecintaan dapat

berubah menjadi kebencian / kedengkian.

b. Karena hukuman, anak merasa harga dirinya terlanggar. Anak merasa diberi kenilaian yang tidak

wajar.

B. Ganjaran

1. Pengertian Ganjaran.

Secara umum ganjaran merupakan salah satu alat pendidikan yang paling menyenangkan yang

diberikan oleh pendidik atau dari pihak sekolah. Akan tetapi dalam pemberian ganjaran tersebut

bukan semata-mata anak tersebut berprestasi, tapi adakalanya pemberian ganjaran disebabkan anak

tersebut mempunyai kelebihan, baik dalam prestasi belajarnya atau tingkah lakunya yang baik.

Menurut Amir Dalen Indrakusuma (140), ganjaran adalah alat pendidikan represif yang

menyenangkan diberikan kepada anak yang telah menunjukan hasil-hasil yang baik dalam

pendidikannya, baik dalam hal kerajinan, kelakuannya, tingkah lakunya, hal-hal yang menyangkut

kepribadiannya maupun dalam hal prestasi belajaranya.

Charles Scheater (97) mendefinisikan ganjaran sebagai dorongan atau pengembangan yang positif

yang diberikan atau timbul sesudah adanya tingkah laku yang membawa kesenangan.

M. Ngalim Purwanto (182) menjelaskan bahwa ganjaran adalah sebagai alat untuik mendidik anak-

anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan.

Sedangkan menurut A. Tobari, (1999:30) hadiah atau ganjaran adalah pemberian guru kepada anak

didik yang telah melakukan pekerjaan dan perbuatan bain yang menjadikan siswa itu merasa senang.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil suatu gambaran atau kesimpulan, bahwa intisari dari

perbuatan ganjaran adalah untuk memotivasi anak agar lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki

dan mempertinggi prestasi daripada yang telah dicapainya, dengan kata lain anak lebih keras

kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik. Adapun bentuk ganjaran itu sendiri bisa

berupa benda atau pujian, atau bisa juga dikatakan bahwa ganjaran atau hadiah itu ialah penghargaan

yang diberikan seorang pendidik terhadap anak didiknya dengan tujuan untuk meningkatkan semangat
belajar siswa. Jadi maksud ganjaran itu yang terpenting bukanlah hasilnya yang dicapai seorang anak,

melainkan dengan hasil yang telah dicapai anak itu pendidik bertujuan membentuk kata hati dan

kemauan yang lebih baik dan lebih keras (siswa) itu.

2. Syarat-syarat Ganjaran.

Setelah mengetahui tentang pengertian atau maksud ganjaran ternyata dalam memberikan ganjaran

bukanlah soal yang gampang / mudah, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh seorang

pendidik dalam memberikan ganjaran :

a. Untuk memberikan ganjaran yang paedagogis perlu sekali guru mengenal betul-betul murid-

muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Ganjaran dan penhargaan yang salah dan tidak tepat

dapat membawa akibat ynag tidak diinginkan.

b. Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah hendaknya menimbulkan rasa cemburu

atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat

ganjaran.

c. Memberi ganjaran hendaklah hemat. Terlalu kerap atau teru menerus memberi ganjaran dan

penghargaan akan menjadi hilang arti ganjaran itu sebagai alat pendidik.

d. Janganlah memberikan ganjaran dengan menjanjikan lebih dahulu sebelum anak-anak menunjukan

prestasi kerjanya apalagi bagi ganjaran yang diberikan kepada seluruh kelas. Ganjaran yang dijanjikan

lebih dahulu, hanyalah akan membuat anak-anak berburu-buru dalam bekerja dan akan membawa

kesukaran-kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai.

e. Pendidik harus berhati-hati memberikan ganjaran, jangan sampai ganjaran yang diberikan kepada

anak-anak diterimanya sebagai upah dari jeri payah yang telah dilakukannya. (M. Ngalim Purwanto,

Op. Cit., h. 184)

3. Bentuk atau Macam-macam ganjaran.

Memberikan ganjaran atau hadiah dan apapun jenisnya, adalah tindakan yang dapat menyenangkan,

menambah semangat, menghilangkan kelesuan serta mendorong murid untuk lebih giat menambah

keilmuan. Dan seorang pendidik harus bisa merespek metode ini, apalagi jika ia melihat kelesuan

pada diri anak muridnya, atau ia harus berusaha merenungkan cara yang baik untuk memberi

dorongan kepadanya.
Bentuk ganjaran dalam pendidikan yang diberikan oleh seorang pendidik itu bermacam-macam. Akan

tetapi, manfaatnya pun tetap seimbang meskipun kadarnya berbeda-beda yaitu :

a. Hadiah Materi

Hadiah inilah yang paling mengesankan bagi anak murid. Karena ada kepuasan tersendiri ketika

memperolehnya. Dimana didalamnya terdapat suatu keistimewaan dibanding yang lain. Sehingga

guru pun menjadi puas dan mendapatkan simpati dari muridnya.

b. Hadiah Doa

Hadiah ini untuk mendoakan anak muridnya supaya mendapat keberkahan, kebajikan, pertolongan

dan lain sebagainya. Metode ini mulia, tetapi sedikit guru yang melakukannya. Dan tidak tahu apakah

hal ini memang benar-benar sesuatu yang tidak disenangi oleh kebanyakan guru atau karena ia tidak

tahu ?

c. Hadiah Pujian

Pujian seperti ungkapan: bagus, baik dan lain sebagainya, merupakan tindakan yang dapat

menanamkan suatu keyakinan pada diri anak murid akan ilmu yang dimilikinya, juga mendorong

orang lain untuk bisa memperoleh penghargaan ini, serta memberikan suasana santai atas keseriusan

belajar.

Muhammad Ibnu Jamila Zainu berkata :seorang guru yang baik, haruslah memuji muridnya. Jika ia

melihat ada kebaikan dari metode yang ditempuhnya itu, dengan mengatakan kepadaku kata-kata

bagus. Semoga Allah memberkatimu, atau dengan ungkapan engkau murid yang baik, maka hal

itulah yang dapat menyemangatkan jiwa anak murid, serta meninggalkan kesan baik dalam dirinya,

sehingga pujian dan motivasi sang guru membuat anak murid lebih mencintai guru dan sekolahnya.

Dan membuka hatinya untuk lebihgiat belajar, serta antusias dalam mengikuti berbagai pelajar. (Fuad

Bin Abdul Aziz Al-Syalhub, Quantum Teaching, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2005:60)

C. Motivasi Belajar Siswa

1. Pengertian Motivasi Belajar.

Motivasi merupakan gejala jiwa yang dapat mendorong manusia untuk bertindak atau berbuat sesuatu

keinginan dan kebutuhan atau motif motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan
sebagai daya upaya yang ada didalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi

mencapai tujuan. Motif dapat pula dikatakan sebagai dorongan dari dalam subjek untuk melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan, bahkan motif dapat diartikan sebagai kondisi

intern (kesiap-siagaan). (M. Sardiman, Interaksi Dan MOtivasi Belajar Mengajar, 2005:73)

Sartain menggunakan kata motivasi dan drive untuk pengertian yang sama. Ia mengatakan : pada

umumnya suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu

organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan atau perangsang.

John P. Campbell dan kawan-kawan menambahkan rincian dalam definisi tersebut dengan

mengemukakan bahwa motivasi mencakup didalamnya arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan

respons, dan kegigihan tingkah laku. Disamping itu, istilah itupun mencakup sejumlah konsep seperti

dorongan (drive), kebutuhan (need), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan

(reinforcement), ketetapan tujuan (goal setting), harapan (expectancy). (M. Ngalim Purwanto,

Psikologi Pendidikan, 2003:71-72)

Motivasi adalah suatu proses untuk menggerakkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku

untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang

mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. (M. Uzer Ustman,

Menjadi Guru Profesional, 2003:28-29)

MC. Donald yang dikutip Wasty Soemarno (1998:203) berpendapat bahwa motivasi adalah sebagai

suatu perubahan tenaga di dalam diri pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan

reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan.

Sedangkan Dimyati Mudjiono (2002:80) memandang motivasi sebagai dorongan mental, yang

menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar.

Menurut kebanyakan definisi, motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan,

mengarahkan, dan menopang tingkah laku manusia.

a. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu ; memimpin seseorang untuk bertindak

dengan cara tertentu, misalnya dalam ingatan.

b. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku dengan demikian ia menyediakan suatu

orientasi tujuan, tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.


c. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce)

intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu usaha yang

disadari untuk menggerakkan , mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong

untuk bertindak melakukan sesuatu, sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

2. Teori Motivasi.

Teori motivasi banyak macamnya, salah satu diantaranya menurut Ngalim Purwanto adalah :

a. Teori Hedonisme

Hedonisme berasal dari kata yunani yang berarti kesukaan, kesenangan atau kenikmatan. Implikasi

dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung menghindari hal-hal yang

sulit dan menyusahkan, atau yang mengandung resiko berat, dan lebih suka melakukan sesuatu yang

mendatangkan kesenangan baginya.

b. Teori Naluri

Menurut teori ini untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri yang mana akan dituju dan

perlu dikembangkan. Jadi agar pelajar tersebut tidak berkembang menjadi anak nakal yang suka

berkelahi, perlu diberi motivasi, misalnya dengan menyediakan situasi yang dapat mendorong anak

itu menjadi rajin belajar sehingga dapat menyamai teman-teman sekelasnya.

c. Teori Reaksi Yang Dipelajari.

Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri tetapi

berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan ditempat orang itu hidup, orang

belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan ditempat ia hidup dan dibesarkan, oleh karena itu

teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan menurut teori ini, apabila seorang pendidik akan

memotivasi anak didiknya, maka seorang pendidik itu hendaknya mengetahui benar-benar latar

belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.

d. Teori Daya Pendorong

Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang dipelajari. Daya

pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu

arah yang umum. Oleh karena itu menurut teori ini, bila seorang pendidik ingin memotivasi anak
didiknya, ia harus mendasarkannya atas daya pendorong, yaitu atas naluri dan juga reaksi yang

dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya.

e. Teori Kebutuhan.

Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk

memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu menurut

teori ini, apabila seorang pemimpin ataupun pendidik bermaksud memberikan motivasi kepada anak

didiknya ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan

dimotivasinya. (M. Ngalim Purwanto, Op. Cit., h. 74 78)

Dari beberapa teori motivasi yang telah diuraikan di atas, dapat kita ketahui bahwa tiap-tiap teori

kelemahan dan kekurangnya masing-masing. Namun, jika kita hubungkan dengan manusia sebagai

pribadi dalam kehidupannya sehari-hari, teori-teori motivasi yang telah dikemukakan ternyata

mempunyai hubungan yang komplementer yang berarti saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena

itu, di dalam penerapannya kita tidak perlu terpaku atau hanya cenderung kepada salah satu teori saja.

Kita dapat mengambil menfaat dari beberapa teori sesuai dengan situasi dan kondisi seseorang pada

saat kita melakukan tindakan motivasi.

Motivasi merupakan dorongan bagi perbuatan seseorang, ia menyangkut soal mengapa seseorang

berbuat demikian dan apa tujuannya sehingga ia berbuat demikian. Untuk mencari jawaban

pertanyaan tersebut, mungkin kita harus mencari pada apa yang mendorongnya (dari dalam) dan pada

perangsang atau stimulus (faktor luar) yang menariknya untuk perbuatan itu. Mungkin ia didorong

oleh nalurinya, atau keinginannya memperoleh kepuasan, atau mungkin juga karena kebutuhan

hidupnya yang sangat mendesak.

Jadi untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak didik kita, disamping kita harus

menjauhkan saran-saran atau sugesti yang negatif yang dilarang oleh agama atau yang bersifat asocial

dan dursila, yang lebih penting lagi adalah membina perilaku anak didik agar dalam diri anak-anak

terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima masyarakat. Untuk itu berbagai

usaha dapat kita lakukan, kita dapat mengatur dan menyediakan situasi-situasi baik dalam lingkungan

keluarga maupun disekolah, yang memungkinkan timbulnya persaingan atau kompetisi yang sehat

antar anak didik kita, membangkitkan self-competition dengan jalan menimbulkan perasaan puas
terhadap hasil-hasil dan prestasi yang mereka capai, betapapun kecil atau sedikitnya hasil yang

dicapai itu. Membiasakan anak didik mendiskusikan suatu pendapat atau cita-cita mereka masing-

masing dapat pula memperkuat motivasi yang baik pada diri mereka. Tunjukan pada mereka dengan

contoh-contoh kongkret sehari-hari dalam masyarakat bahwa dapat tercapai atau tidaknya suatu

maksud atau tujuan sangat bergantung pada motivasi yang mendorongnya untuk mencapai maksud

atau tujuan itu.

Pada umumnya motivasi instrinsik lebih kuat dan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik olah karena

itu, bangunkanlah motivasi instrinsik pada anak-anak didik kita. Jangan hendaknya anak mau belajar

dan bekerja hanya takut dimarahi, dihukum mendapat angka merah atau takut tidak lulus ujian.

Disamping itu ada teori-teori lain yang perlu diketahui :

d. Teori Insting

Menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti tingkah jenis binatang. Tindakan

manusia itu dikatakan selalu berkait dengan insting atau pembawaan. Dalam memberi respons

terhadap adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc. Dougall

e. Teori Fisiologis

Teori ini juga disebutnya Behaviour Theories. Menurut teori ini semua tindakan manusia berakar

pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organic atau kebutuhan untuk kepuasan fisik atau

disebut sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makanan, minum, udara dan lain-lain

yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang. Dari teori inilah muncul perjuangan hidup,

perjuangan untuk mempertahankan hidup, struggle for survival.

f. Teori Psikoanalitik

Teori ini mirip dengan teori insting, tetapi lebih ditekankan pada unsur-unsur kejiwaan yang ada pada

diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia karena adanya unsur-unsur pribadi manusia yakni id dan

ego. Tokoh dari teori ini adalah Freud. (Sardiman, Op. Cit., h. 82 83)

3. Fungsi Motivasi Dalam Belajar

Berjam-jam tanpa mengenal lelah para pemain sepak bola itu berlatih untuk menghadapi babak

kualifikasi pra piala dunia. Para pelajar mengurung dirinya dalam kamar untuk belajar, karena akan
menghadapi ujian pada pagi harinya. Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak

itu sebenarnya dilatar belakangi oleh sesuatu atau yang secara umum dinamakan motivasi, motivasi

inilah yang mendorong mereka untuk suatu kegiatan / pekerjaan.

Begitu juga untuk belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Motivation is an essential condition of

learning. Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi, makin tepat motivasi yang diberikan,

akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha

belajar bagi para siswa.

Perlu ditegaskan, bahwa motivasi bertaliandengan suatu tujuan, seperti yang tersinggung diatas bahwa

pemain sepak bola rajin berlatih tanpa mengenal lelah, karena mengharapkan akan mendapatkan

kmenangan dalam pertandingan yang akan dilakukannya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas ada

tiga fungsi motivasi :

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan di kerjakan.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak di capai. Dengan demikian motivasi

dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus di kerjakan sesuai dengan rumus tujuannya.

c. Menyeleksi pebuatan, yakni menentukan perbuatan. Perbuatan apa yang harus di kerjakan yang

serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan. Perbuatan yang tidak bermanfaat bagi

tujuan tersebut. Seorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan

melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan dan tidak akan menghabiskan waktunya

dengan bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.

Di samping itu, ada juga fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan

pencapaian prstasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang

baik dalam belajar akan menunjukan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang

tekun dan terutama di dasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan

prestasi yan baik.intensitas prestasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian

prestasi belajarnya.

4. Bentuk- bentuk motivasi

Ada beberapa bentuk dan cara untuk dapat menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah:
a. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai symbol dari kegiatan belajarnya. Banyak siswa yang belajar, yang utama

justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang di kejar adalah nilai

ulangan atau nilai-nilai pada raport angka nya baik-baik. Tetapi ada juga ,bahkan banyaksiswa bekerja

atau belajar hanya ingin mengejarpokoknya naik kelas saja. Ini menunjukan motivasi yang di

milikinya kurang berbobot bila di bandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik.

Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum

merupakan hasil belajar yang sejati, hasil yang belajar yang bermakna.

b. Memberi ulangan

Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu,

memberikan ulangan ini juga merupakansarana motivasi. Tapi harus di ingat oleh guru,adalah jangan

terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bias membosankan dan bersipat rutinitas. Dalam hal ini

guru juga harus terbuka, maksudnya kalau ada ulangan harus di beritahukan kepada siswa-siswanya

c. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk

lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa hasil grafik belajar meningkat, maka ada motivasi pada

diri siswa untuk terus belajar dengan harapan hasilnya terus meningkat.

d. Pujian

Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu di berikan

pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang

baik. Oleh karena itu upaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian

yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta

sekaligus akan membangkitkan harga diri.

5. Macam-macam motivasi

Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan

demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif itu berfariasi


a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya

1) Motif-motif bawaan

Yang di maksud dengan motif bawaan adalah motif yang di bawa sejak lahir, jadi motivadi itu ada

tanpa di pelajari sebagai contoh misalnya: dorongan untuk makan. Arden H. Frandsen memberi istilah

jenis physiological drives.

2) Motif-motif yang di pelajari

Maksudnya motif-motif yang timbul karena di pelajari. Sebagai contoh : dorongan untuk belajar suatu

cabang ilmu pengetahuan. Frandsen mengistilahkan dengan affiliative needs.

b. Jenis motivasi menurut pembagian dari woodort dan marguis

1) motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk minum, makan, bernafas,

seksual berbuat dan kebutuhan untuk istirahat.

2) Motif-motif darurat. Yang termasuk motif ini antara lain: dorongan untuk membalas. Jelasnya

motifasi jenis ini timbul karena rangsangan dari luar.

3) Motif-motif objektif. Menyangkut kebutuhan untuk menaruh minat. Motif ini muncul karena

dorongan dapat menghadapi dunia luar secara efektif.

c. Motivasi jasmaniah dan rohaniyah

Ada beberapa hal yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni jenis motivsi

jasmaniah dan rohaniyah. Yang temasuk motivasi jasmani adalah seperti misalnnya refleksi, insting,

otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivai rohaniyah adalah kemauan.

d. Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik

1) Motivasi instrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya

tidak prlu dirangsang dari luar, karena ada dalam diri setiap individu. Contoh orang yang senang

membaca tidak usah ada orang yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku

untuk dibacanya.

2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar,

sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan
mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau temannya. Jadi yang penting bukan

karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar

mendapatkan hadiah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Peneliti mengadakan penelitian di salah satu sekolah negeri yang terdapat di Kecamatan Bontomanai,

Desa Polebunging yaitu di SMK Negeri 1 Bontomanai .

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 4 28 Pebruari 2015 dan laporan penelitian direncanakan

selesai pada bulan Maret 2015.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang menutur dan

menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel dan fenomena yang terjadi saat

penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya.

Dalam penelitian deskriptif bentuk yang diamati bisa merupakan sikap dan pandangan yang

menggejala saat sekarang, hubungan antara variabel (korelatif), pertentangan dua kondisi atau lebih

(komparatif), pengaruh terhadap kondisi atau perbedaan antara fakta. Pada penelitian deskriptif,

penelitian tidak melakukan pengontrolan keadaan saat penelitian berlangsung, seperti pemberian

treatment dan kontrol terhadap variabel luar.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dalam hal ini yang menjadi populasi dalam penelitian

ini adalah siswa Kelas XI.ATPH SMKN 1 Bontomanai tahun ajaran 2014-2015.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Karena

subjek yang diteliti cukup banyak peneliti hanya memilih 30 orang siswa untuk dijadikan sampel

penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini antara lain :

1. Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan

objek baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan untuk meneliti dan mengetahui

fenomena-fenomena yang terjadi di SMKN 1 Bontomanai .

2. Wawancara

Wawancara adalah pertanyaan yang disampaikan secara langsung kepada sumber data, dalam hal ini

kepala sekolah, dan yang menjadi objek penelitian mengenai tentang keadaan sekolah terhadap pihak

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

3. Angket

Angket adalah pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara sistematis serta telah tersedia jawabannya

dengan bentuk pilihan yang disebarkan pada responden penelitian yang ditetapkan sebagai sampel

penelitian.

4.Studi pustaka

Studi pustaka merupakan metode yang digunakan penulis untuk mempelajari teori-teori yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti, kemudian teori-teori tersebut digunakan sebagai

bahan penguat dalam mencari kebenaran dari masalah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai