Diktat Hidrologi Dan Drainase PDF
Diktat Hidrologi Dan Drainase PDF
MATA KULIAH
Dirangkum oleh:
I Nyoman Norken
Ketut Suputra
I Putu Gustave Suryantara Pariartha
Mawiti Infantri Yekti
1
DAFTAR ISI
I. Hidrologi
1. Pendahuluan
2. Presipitasi
3. Evaporasi dan Evapotranspirasi
4. Infiltrasi dan Perkolasi
5. Hidrometri
6. Hidrograf
7. Hubungan antara Hujan dan Hidrograf
8. Konversi Hidrograf
9. Hidrograf Sintetis
10. Statistik untuk Hidrologi
11. Penelusuran Banjir
II. Drainase
1. Definisi Drainase
2. Sistem Drainase
3. Aspek Hidrologi
4. Aspek Hidraulika
2
I. HIDROLOGI
1. Pendahuluan
Hidrologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari keberadaan dan
pergerakan air di bumi.
Pada abad ke 15 sudah dikenal siklus / daur hidrologi yaitu sebagian air di bumi
beredar dan berubah.Pada tahun 1959 (Federal Council For Science and
Tecnology) merekomendasikan Hidrologi adalah ilmu pengetahuan tentang seluk
beluk air di bumi, kejadian, peredaran dan distribusinya, sifat alam dan sifat
kimia, serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan
manusia.
Pengetahuan lain yang berhubungan dengan hidrologi:
1. Fisika
2. Meteorologi
3. Oceanografi
4. Geografi
5. Geologi
6. Geomorfologi
7. Geohidrologi
8. Hidrolika
9. Dll.
Jumlah air di bumi :
+ 1,38 x 109 km3 terdiri atas :
1. + 97 % terdiri dari air laut
2. + 3 % merupakan air tawar, terdiri dari :
3. + 75 % es
4. + 24 % air tanah
5. + 0,3 % air danau
6. + 0,03 % air sungai
Diperkirakan 0,26 % air tawar dapat dipebaharui (renewable)
3
Sebagian air di bumi beredar dan berubah mengikuti proses daur atau siklus
hidrologi. Prinsip siklus hidrologi adalah :
Presipitas Evaporasi
i
Run Off
SR
IF I T
PR E
PR E E
GWF
Laut
Depression Storage
Sungai
Keterangan :
P : Presipitasi
SR : Surface Run Off
I : Infiltrasi
PR : Perkolasi
IF : Inter Flow
GWF : Ground Water Flow
E : Evaporasi
T : Transpirasi
4
Evaporasi
5. Langsung
6. Muka Tanah
7. Muka Air
2. Interflow
5
Komposisi Air Dalam Tanah
Soil Water
Zone
Zone
Aerasi Intermediate
Belt
Capillary Zone
6
LAPISAN AQUIFER Recharge Area
Garis
Piezometrik
M.A.
T.
Aquifer Bebas
Aquifer terkekang
7
Beberapa istilah lapisan tanah pada zone jenuh / saturation zone :
Aquifer : lapisan permeabel / lulusan yang menampung maupun melepaskan
air dalam jumlah yang cukup.
Aquifer bebas (unconfined aquifer), bagian atasnya adalah muka air
sedangkan bagian bawahnya kedap air.
Aquifer terkekang (confined aquifer), bagian atas dan bawahnya dibatasi
oleh lapisan kedap air.
Aquiclude : lapisan impermeabel (kedap) yang dapat mengandung air tapi
tidak dapat melepaskan air dalam jumlah yang cukup.
Aquifuge : lapisan impermeabel (kedap) yang tidak dapat mengandung
maupun melepaskan air dalam jumlah yang cukup.
I = O + S
I = Inflow
O = Outflow
S = Perubahan tampungan
8
SR
E P
GW
Laut F
SP
Water Balance :
Daratan : P = E +SR + S + GWF
Laut : P = E SR GWF + S + SP
WADUK
S
R
P E
GWF S
SUP
SEP
Water Balance :
S > 0
S < 0
9
2. Presipitasi
10
Butir air
cukup berat
untuk jatuh
(~ 0,1
mm )
Beberapa Beberapa
butir air butir air
Ukuran mengecil bertambah
butiran air karena besar
bertamba evaporasi karena
h besar saling
beradu dan
melekat
satu sama
Butir air Butir air dengan lain
terbentuk ukuran 3 5 mm
akibat pecah
kondensa
si
11
Dengan kata lain,
Hujan
Embun
Salju
d
Tinggi (tebal hujan) (mm)
R
frekuensi :
12
Tipe Hujan Dibedakan Berdasarkan Cara Naiknya Udara Ke Atas
Hujan Konvektif
Udara Awan
panas
13
Hujan Siklonik, Terjadi jika massa udara yang relatif ringan bertemu dengan
massa udara yang relatif berat, maka udara panas yang lembab dan ringan
akan bergerak ke atas udara yang dingin dan berat sehingga terjadilah
kondensasi dan terjadilah hujan. Hujan siklonik mempunyai sifat terjadi dalam
waktu pendek dan penyebaran terbatas. Lihat gambar 2
Gambar 2
Hujan Siklonik
Udara Awan
panas
Udara
dingin
Hujan Orografik, Jika massa udara lembab terangkat ke atas oleh angin yang
terangkat karena adanya gunung, pegunungan, daratan tinggi sehingga
14
terbentuk awan dan hujan. Sisi gunung yang dilalui oleh udara tersebut
banyak mendapat hujan yang disebut lereng hujan sedangkan sisi belakangnya
yang dilalui udara keringdisebut lereng bayangan hujan. Lihat gambar 3.
Gambar 3
Hujan Orografik
Awan
Daerah
bayangan
hujan
15
Ada 2 alat yaitu :
Penakar hujan
Pencatat hujan
Penakar Hujan
1. Penakar biasa
Corong dengan luas permukaan
datar (A)
h > 1,5
m
h < 0,4
m V
A Perisai
16
H = 1 m (WHO)
H3=m0,4 m
Pencatat Hujan
1. Tipping Bucket
Pada tipe ini bejana pengumpul merupakan bejana tandom berbentuk segitiga
dengan kapasitas bervariasi antara 1 3 mm. Bejana itu akan jatuh dan
menumpahkan isinya ke bejana pengumpul akhir. Bejana yang lain kemudian
menggantikan posisinya. Gerakan ini mengaktifkan suatu sirkuit listrik dan
mengakibatkan bergeraknya pena pada lembaran kertas grafik yang dipasang pada
suatu silinder dan berputar sesuai dengan perputaran jarum jam.
Air Hujan
17
2. Pelampung (Float)
Air hujan yang masuk ke corong akan ditampung oleh tangki penimbang. Berat
air alam tangki akan menggerakkan sebuah pena yang dicantumkan pada rakitan
pengikat. Gerakan pena ini sebanding dengan berat total curah hujan yang
diterima, dicatat pada kertas grafik yang digulung pada silinder yang berputar,
sehingga dapat digambarkan grafik curah hujan.
Pencatat hujan
otomatis, dapat
berputar
Hasil pencatatan
50
40
30
20
18 10
0
t1 t2 t3 t4
Rainfall Record
Frekuensi Pengukuran
1 x 1 minggu atau 1 bulan untuk penakar otomatis dimana kertas atau baterai
harus diganti
d1 d2
dn
19
b. Polygon Thiessen
Cara ini sudah cukup teliti karena sudah memperhitungkan bobot stasiun
hujan berdasar jarak antar stasiun. Langkah-langkah untuk membuat
polygon thiessen adalah :
Stasiun hujan diplot pada peta
Antar stasiun hujan dihubungkan dengan garis putus-putus yang
membentuk segitiga.
Ditarik garis sumbu pada segitiga-segitiga tersebut.
Dihitung luasan yang dibatasi oleh poligon.
Luasan masing-masing poligon dikalikan dengan hujan pada stasiun
hujan dan kemudian dibagi dengan luas total area maka didapatkan
hujan rata-rata area tersebut.
A
1 A2
A
3
20
A = A1 + A2 + A3 + ..+ An
Jika maka
c. Metode Isohyet
Metode ini merupakan metode yang paling baik dibandingkan metode
sebelumnya. Metode ini menghubungkan curah hujan yang memiliki
kedalaman yang sama dan memperhitungkan efek pegunungan (orografik).
Langkah-langkah dalam pembuatan garis isohyet 30
20 yaitu :
0
1. Titik-titik 0
10 stasiun hujan diplot pada peta.
2. Dibuat0garis kontur yang menghubungkan hujan dengan kedalaman sama.
40
3. Dihitung luasan area yang dibatasi oleh dua isohyet. 0
4.
0 Luas antara 2 isohyet dikalikan kedalaman hujan rata-rata antara 2 isohyet
kemudian dibagi dengan luas total DAS maka akan didapat kedalaman
hujan rata-rata DAS.
21
22
Perkiraan Data Hujan yang Hilang
Data kemungkinan bisa saja rusak atau hilang karena data tersebut dikumpulkan
oleh petugas. Hal ini tentu saja merugikan. Cara yang biasa digunakan untuk
analisis adalah dengan cara ekstrapolasi dengan data hujan dari stasiun di
1 N i PA N i PB N P
Pi = + + .............. + i n
n NA NB Nn
dengan :
Pi = hujan di stasiun i yang diperkirakan (mm),
Ni = hujan rata-rata tahunan di stasiun i (mm),
PA = hujan di stasiun A (mm),
NA = hujan rata-rata tahunan di stasiun A (mm).
b. Reciprocal Method
Memiliki hasil yang lebih baik karena memasukkan jarak antar stasiun
PA PB Pn (2.14)
2
+ 2 2
d N XB d
Px = xA + ........ + xn
1 1 1
2
+ 2 2
d xA N XB d xn
Dengan, DXA = jarak antara stasiun A dan stasiun X, dalam km
kedua cara tersebut terlalu jauh dari kenyataan. Oleh sebab itu maka disarankan
lebih baik untuk tidak memperkirakan kembali data yang hilang tersebut, sebelum
ditemukan cara terbaik yang sesuai dengan kondisi yang terjadi di Indonesia yang
23
mempunyai kesalahan yang sekecil mungkin. Data yang hilang hendaknya
dibiarkan saja dan dianggap pada hari itu stasiun tersebut tidak ada (Sri Harto,
2000).
24
Hujan
tahunan
kumulatif
Stasiun
yang
ditinjau
(mm)
Hujan
tahunan
kumulatif
stasiun b
yang ditinjau 1
(mm)
25
Untuk data yang tidak panggah, sebelum digunakan untuk analisis lebih lanjut
data tersebut perlu dikoreksi terlebih dahulu dengan mengalikan faktor koreksi
sebesar :
S1
=
S2
dengan :
S1 = landai sesudah perubahan,
S2 = landai sebelum perubahan.
Tapi, semakin lama hujan (t) maka t (waktu) semakin besar maka i (intensitas)
semakin kecil.
Contoh : hujan lebat terjadi dalam waktu singkat i >> t<<
2. Sherman
t dalam menit
26
baik untuk t > 2 jam
3. Ishiguro
4. Mononobe
t dalam jam
Dengan,
i = intensitas hujan
t = waktu (lama) hujan
a, b, m,n = konstanta
d24 = tinggi hujan maksimal dalam 24 jam
27
Menghitung a, b, n
1. Talbot
2. Sherman
3. Ishiguro
28
4. Mononobe.
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm).
Contoh :
maka :
No. t I I2 It Dst
1. t1 I1 I12
2. t2 I2 I22
3. t3 I3 I32
Jumlah
29
i dapat disajikan dalam beberapa bentuk :
i
mm/ja
m T10
0
T50
T10
t (durasi) jam
IDF
i
mm/ja
m
t (durasi) jam
Hyetograph
30
T10
0
T50
Ting T10
gi
huja
n
(mm
)
t (jam)
31
3. Evaporasi dan Evapotranspirasi
Evaporasi adalah perubahan molekul-molekul air yang terjadi secara terus
menerus dari dan ke atmosfer. Tapi dalam ilmu hidrologi, penguapan (evaporasi)
dibatasi oleh nilai perubahan atau pertukaran dari uap yang dibawa ke atmosfir.
Perubahan wujud ini memerlukan pertukaran + 600 kalori/gram air yang
diuapkan.
Evaporasi adalah perubahan dari muka air bebas. Transpirasi, air yang diserap
dari akar tumbuh-tumbuhan kemudian ditranspirasikan lewat daun.
Sangat sulit untuk membedakan evaporasi dan transpirasi dalam kondisi lapangan
yang tertutup oleh tumbuh-tumbuhan sehingga evaporasi dan transpirasi digabung
menjadi evapotranspirasi.
Kehilangan air (water losses) sangat diperhatikan dalam suatu siklus hidrologi
dimana kehilangan air dapat berasal dari evaporasi air, permukaan tanah,
tumbuh-tumbuhan dan juga berasal dari transpirasi tanaman. Evaporasi dari air,
permukaan tanah, dan transpirasi dari tanaman, dan juga evaporasi pada waktu
presipitasi disebut evaporasi total (total evaporation) atau dapat disebut juga
evapotranspirasi. Di beberapa daerah kering di Indonesia, kehilangan tersebut
terhadap hujan yang jatuh dapat mencapai 60 % (Triatmodjo, 2001). Sebagai
gambaran , hujan yang jatuh dengan kedalaman 5 mm/hari tidak efektif
membentuk aliran karena seluruhnya akan menguap. Untuk beberapa analisis
memang faktor penguapan tidak terlalu penting seperti analisis untuk banjir tapi
untuk beberapa hal analisis evaporasi sangat diperlukan seperti analisi untuk
neraca air waduk dan irigasi (Sri Harto, 2000).
1. Radiasi Matahari
Perubahan air (cair) menjadi uap (gas) memerlukan energy berupa panas laten
untuk evaporasi. Panas laten untuk penguapan berasal dari radiasi matahari dan
tanah. Radiasi matahari merupakan sumber utama panas dan mempengaruhi
jumlah evaporasi diatas permukaan bumi , yang tergantung letak garis lintang dan
32
musim. Proses ini akan sangat efektif jika ada penyinaran secara langsung. Awan
merupakan penghalang radiasi matahari dan menghadap proses evaporasi.
2. Angin
Jika air menguap ke atas maka udara akan penuh dengan uap air. Angin dapat
mengganti udara jenuh dengan udara kering sehingga dapat mempercepat
evaporasi.
3. Kelembaban Relatif (Relative Humidity)
Kelembaban udara sangat tergantung dari suhu, sehingga pengaruh kelembaban
sangat berkaitan dengan suhu yang mempengaruhi penguapan. Apabila suhu naik
maka kelembaban akan turun dan sebaliknya. Jika kelembaban relatif naik maka
kemampuan udara untuk menyerap uap-uap air akan menurun sehingga
kemampuan evaporasi menjadi turun.
4. Suhu
Jika suhu udara dari tanah naik maka proses evaporasi berjalan lebih cepat
dibandingkan dengan suhu rendah, karena adanya panas.
5. Perbedaan tekanan udara
Keluarnya molekul air dari air tergantung dari tekanan air. Evaporasi dapat terjadi
apabila terjadi perubahan tekanan pada air (ew) dan tekanan pada udara di atasnya
(ea). Dengan kata lain tergantung dari perbedaan kejenuhan tekanan udara antara
temperatur air dan temperatur udara. Bila udara lebih panas dibandingkan dengan
air maka tekanan jenuh udara akan lebih besar dibandingkan dengan permukaan
air (ea > ew) maka evaporasi akan berlangsung sampai e a = ew dan begitu juga
sebaliknya.
33
Pengukuran Evaporasi :
1. Pengukuran langsung
Atmometer (piche, livingstone, black bellani)
a. Piche
Seperti panci penguapan terbuka, alat ini digunakan sebagai pengukur
penguapan secara relatif. Maksudnya, alat ini tidak dapat mengukur secara
langsung evaporasi ataupun evapotranspirasi yang sesungguhnya terjadi.
Hasil pembacaannya sangat tergantung terhadap angin, iklim dan debu.
Pada prinsipnya Piche evaporimeter terdiri dari:
1. Pipa gelas yang panjangnya + 20 Cm dan garis tengahnya + 1,5
Cm. Pada pipa gelas terdapat skala, yang menyatakan volume air
dalam Cm3 atau persepuluhnya. Ujung bawah pipa gelas terbuka
dan ujung atasnya tertutup dan dilengkapi dengan tempat
menggantungkan alat tersebut.
2. Piringan kertas filter berbentuk bulat. Kertas ini berpori-pori
banyak sehingga mudah menyerap air. Kertas filter dipasang pada
mulut pipa terbuka.
3. Penjepit logam, yang berbentuk lengkungan seperti lembaran per.
Per ujung yang melekat disekeliling pipa dan ujung lainnya
berbentuk sama dengan diameter pipa.
gelas
kerta
sair
34
b. Living stone
Bola porselein
berpori
c. Black bellani
Porselein
berpori datar
4 ft
10
35
c. Floating Pan
Muka air
2. Water Balance
E = I O + S
Dengan,
E = evaporasi
I = Inflow
O = Outflow
S = perubahan storage
Atau
36
E = P + I + U O + S
Dengan,
P = Presipitasi
Evapotranspirasi = I O + S
C A B
Transpirasi = B A
Evaporasi = C
Perkolasi = A C
37
3. Empirik
Rumus-rumus empirik biasanya didasarkan antara evaporasi dan evapotranspirasi
yang dikaitkan dengan faktor meteorology.
a. Blaney-Cridlle
Uc = k F
Dengan
Uc = evaporasi rentang tanaman
k = crop faktor (tergantung jenis tanaman)
Dengan,
38
c. Penman
Merupakan persamaan yang cukup kompleks, dengan persamaannya :
Dimana,
Ep = evaporasi potensial
f = faktor
E0 = evaporasi muka air bebas
Dimana,
39
RA = Nilai angot dari radiasi matahari yang tiba di atmosfer
RC = Radiasi gelombang pendek yang diterima matahari
n/d = radiasi keawanan
n = jumlah jam dalam 1 hari matahari bersinar terang
d = jumlah jam yang dimungkinkan dalam 1 hari matahari bersinar
a & b = konstanta yang tergantung tempat di bumi, misalnya Canberra a =0,25
b=0,54
d. Thornthwaite
jam/hari
S = jumlah hari dalam bulan tertentu
Tx = Jumlah jam rata-rata sehari antara matahari terbit dan matahari terbenam
dalam bulan tertentu.
40
j = indeks panas bulanan
n = 1, 2, 3, ., 12
a = (675.10-9 )J3 (771.10-7)J2 + (179.10-4)J + 0,492
41
e. Hargreaves
Evapotranspiration = E0
Eo= Evaporasi nilai air bebas
= dihitung berdasarkan % growing season dari tanaman
berbeda
42
4. Infiltrasi Dan Perkolasi
Infiltrasi adalah perpindahan air dari atas ke bawah permukaan tanah
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang terletak di
antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh)
Presipita
si Surface
Detention
Infiltrasi
Perkolas
Zona i
tak
jenuh Muka air tanah
Zona
jenuh
43
4. Cara bercocok tanam
7. Air tanah
Tanah relatif
porous
Tanah relatif
porous
44
b. Infiltration capacity kemampuan maximum permukaan tanah untuk
meloloskan air
Laju infiltrasi f
Laju perkolasi p
45
46
Akibat hujan infiltrasi hujan dari t0t1, Kadar air naik dari w0 menjadi w1. Bila
hujan berhenti pada t1 maka air akan bergerak ke bawah, dengan profil kadar air
akan bergerak ke bawah, dengan profil kadar air tanah pada t2, t3, t4 dan t5 pada
t6kadar air mencapai field capasity sekunder kedalam m.a. naik, zone kapiler
juga ikut naik.
Rate of Infiltration
Fp = infiltration capasity
fc =Infiltration rate
47
Persamaan Horton :
Untuk
~ ~
Fp = ( fp - fc ) dt = ( fo fc )e kt dt
t c
fo - fc -kt fo - fc
= e =
k k
t = t2 fp2-fc = k.Fp2
Jika disubtitusikan :
fp
2 1
(
= fp - k Fp - Fp
1 2
)
t
2
fp = fp - k ( fp - fc )dt
2 1
t
1
48
Untuk berlaku lama :
t
2
fp = fp - k ( f - fc )dt
2 1
t
1
t
2
fp = fp - k ( f - fc )t
2 1
t
1
Persamaan Holtan
49
Pengukuran Infiltrasi
1. Infiltrometer (ring)
Infiltration rate adalah jumlah air yang ditambahkan agar permukaan air
konstan tiap satuan waktu (mm/menit atau mm/jam)
2. Test Plot
3. Lysimeter
50
I =D + E S
I bagian air yang ditambang atau dapat juga keadaan yang sebenarnya,
sehingga dapat dilengkapi dengan alat penangkar hujan Reservoir
4. Rain Simulator
51
Hujan dikendalikan saat g mulai konstan fc dan qc didapat q diukur
Saat :
PQ=I+F
52
5. Hidrometri dan Unsur-Unsur Aliran Sungai
Hidrometri
53
Hidrometri dimaksudkan pengukuran terhadap elemen-elemen aliran sungai,
untuk tugas mengumpulkan informasi tentang karakteristik aliran suatu sungai.
Pertimbangan :
- Kebutuhan data
- Tujuan pengumpulan data
- Biaya yang tersedia
- Sifat daerah aliran
Stasiun Pengukuran
Basic Network
Secondary Network
Project Network
54
Cara Penempatan
55
Pengukuran debit sungai :
AWLR (Automatic Water Level
Indirect measurement :
Recording)
Pitat Meter
Area-Velocity Method
Direct Measurement
1. Volumetric method
2. Pengukuran langsung
56
Gambar Velocity Head Rod
D1
D2-D1 = H
D2
57
Pitot Meter
58
0,8 H
0,6 H 0,2 H
2. 2 titik maka
3. 3 titik maka
4. Dst.
Diukur pada
Mid Section
b
H V
59
Mean Section
Hn+1
Hn
Vn+1
Vn
Pengukuran langsung
Volumetric method
Mengukur volume air yang mengalir dalam satuan waktu hanya untuk debit
yang kecil misalnya di lab.
Q = C B H1,5
B = Panjang ambang
H = Tinggi air di atas ambang + tinggi kecepatan awal
C = Koefisien
60
Pembuatan lengkung debit (Rating curve)
Rating curve adalah hubungan antara tinggi muka air (H) dengan debit yang
mengalir di tempat itu (Q) dapat dipakai / membantu membuat hidrograf.
Garis regresi
Scattered
diagram
61
Diukur sesuai dengan yang dibacakan di depan biasanya dihitung dengan area-
velocity method
Persamaan regresi
Q = a + b H garis lurus
Q = a + b H + c H2 parabola
Q = a Hb Exponential
62
6. Hidrograf
Hubungan antara Q dan t
Sungai Ephemeral
63
Sungai Intermitten
Sungai Perennial
64
Aliran terjadi sepanjang tahun
65
T = A0,2
A = Luas
T = Hari
66
7. Pendekatan Teoritik Hubungan antara Hujan dan Hidrograf
Pe Lap. Permukaan Qs
dan Lapisan
Input (P) Dangkal
Q
Dimana :
P = hujan
R = Recharge
Qs = Q permukaan (surface)
67
A. Coseptual Model
1. Konsep Translasi
Hujan sesaat
68
Hidrograf Hujan terus menerus dengan konsep translasi
Qt = i0 dA / t c
i0 At
Qt =
tc
69
Hujan dengan durasi tertentu
Seakan-akan
A = B-c
outflow
A dan Q Sebanding
70
Pada t = 0 h = h dengan persamaan kontinuitas
menjadi
71
(t )
Q = iAd e d
t (t )
Q = Aie d
0
t t
Q = Aie t e d
0
Q = Ai(1 e t )
untuk t Qt = iA
72
73
t i1 i2 i3 Total
1 i1A1 i1A1
.
2 i1A2 i2A1 i1A2+i2A1
.
3 i1A3 i2A2 i3A1 i3A3+I2A2+i3A1
.
4 i1A4 i2A3 i3A2 i1A4+i2A3+I3A2
.
5 i2A4 i3A3 i2A4+i3A3
.
6 i3A4 i3A4
.
74
Atau
tc = t 1 + t 2 + t 3 + t 4
Bila hujan yang terjadi pada catchment sbb :
75
Maka hidrograf yang terjadi adalah (super posisi) :
t i1 i2 i3 Total
1 i1A1 i1A1
.
2 i1A2 i2A1 i1A2+i2A1
.
3 i1A3 i2A2 i3A1 i3A3+I2A2+i3A1
.
4 i1A4 i2A3 i3A2 i1A4+i2A3+I3A2
.
5 i2A4 i3A3 i2A4+i3A3
.
6 i3A4 i3A4
.
76
Maka
77
Metode Rasional umum yang di pakai untuk memperkirakan laju aliran
permukaan puncak adalah metode Rasional USSCS (1973). Metode ini sangat
simple dan mudah penggunaanya, namun penggunaanya terbatas untuk DAS-
DAS ukuran kecil yaitu kurang dari 300 ha. Karena model ini merupakan
model kotak hitam, maka tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan
dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf. Persamaan matematik metode
rasional dinyatakan dalam bentuk :
Qp = 0,2778 C I A
Dimana
Qp = laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/detik)
C = koefisien aliran permukaan (0 C 1)
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas DAS (km2)
78
Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran (C)
Business
Perkotaan 0,70 - 0,95
Pinggiran 0,50 - 0,70
Perumahan
Rumah tunggal 0,30 - 0,50
Multiunit, terpisah 0,40 - 0,60
Multiunit, tergabung 0,60 - 0,75
Perkampungan 0,25 - 0,40
Apartemen 0,50 - 0,70
Industri
Ringan 0,50 - 0,80
Berat 0,60 - 0,90
Perkerasan
Aspal dan beton 0,70 - 0,95
Batu bata, paving 0,50 - 0,70
Atap 0,75 - 0,95
Halaman, tanah berpasir
Datar 2% 0,05 - 0,10
Rata-rata, 2-7% 0,10 - 0,15
Curam, 7% 0,15 - 0,20
Halaman, tanah berat
Datar 2% 0,13 - 0,17
Rata-rata, 2-7% 0,18 - 0,22
Curam, 7% 0,25 - 0,35
Halaman kereta api 0,10 - 0,35
Taman tempat bermain 0,20 - 0,35
Taman, perkuburan 0,10 - 0,25
Hutan
Datar, 0-5% 0,10 - 0,40
Bergelombang, 5-10% 0,25 - 0,50
Berbukit, 10-30% 0,30 - 0,60
Sumber : Suripin, 2004
79
80
Super posisi dan Kurva S (S curve) dari hujan terus menerus
81
8. Konversi Hidrograp Satuan
d = it T = d/i
U (t,r) tinggi d = st st r
U (t,0) tinggi d =
82
Kurva S (S Curve)
83
Limpasan Permukaan untuk waktu ke-
Hasil 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
u (t,20) 0 5 24 57 93 123 147 165 179 189 197 201 203 203 203 203
u (t-1,20) - - 0 5 24 57 93 123 147 165 179 189 197 201 203 203
u40 (t,2) 0 5 24 52 69 66 54 42 32 24 18 12 6 2 0 0
u20 (t,2) 0 25 12 26 345 33 27 21 16 12 9 6 3 1 0 0
Contoh di atas, turunkan hidrograf satuan dengan lama 2 jam
Ud (t,T) =
Bila maka
84
8. Hidrograf Satuan Sintetis
Hidrograf SCS (Soil Conservation Service)
Hidrograf SCS adalah hidrograf satuan sintetis , dimana debit dinyatakan
sebagai nisbah debit q terhadap titik puncak qp dan waktu dalam nisbah waktu
t terhadap waktu naik hidrograf satuan Tp. Jika debit puncak dan waktu
kelambatan dari suatu durasi hujan efektif diketahui, maka hidrograf satuan
dapat diestimasi dari hidrograf sintetis SCS. Harga qp dan Tp dapat
diperkirakan dari model sederhana hidrograf satuan segitiga. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
(2.34)
(2.35)
(2.36)
(2.37)
(2.38)
Keterangan :
tp = kelambatan DAS (jam)
Tc = waktu konsentrasi (jam)
Tp = waktu puncak (jam)
tr = durasi hujan efektif (jam)
qp = debit puncak per satuan luas (m3/dt.cm)
Qp = debit maksimum (m3/dt)
85
q (m /dt.cm)
1 tp
2 tr
qp
tr
t (jam)
Tp 1,67 Tp
Tinggi hujan d = 1 cm
m3/det
86
A = km2
Dengan :
L = panjang DAS
tr
t
QP
tp
tb
Tp ditulis tp
87
Bila : te > tr tp dipakai tp
hujan = 1 mm/jam
Nakayasu dari Jepang, telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di
Jepang. Ia membuat rumus hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya.
Rumus tersebut adalah sebagai berikut (Soemarto, 1987) :
CARo
QP =
3,6(0,3TP + T0,3
Dimana :
QP = debit puncak banjir (m3/detik)
R0 =hujan satuan (mm)
TP = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit puncak sampai menjadi
30 % dari debit puncak (jam)
88
2,4
t
Qa = Q P
T
P
t TP
Qd > 0,3 QP : Q = Q .0,3 T0,3
d P
t TP + 0,5T0,3
2
0,3 QP > Qd > 0,3 QP : Q = Q .0,3 1,5T0,3
d P
t TP +1,5T0,3
0,32 QP > Qd : Q = Q .0,3 2T0,3
d P
T0,3 = tg (jam)
Dimana :
89
untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat
=3
tr
0,8 tg
tr
lengkung
lengkung naik
turun
QP
0,3Q
0,32
QP
TP T0,3
1,5T0,3
90
Frekuensi sumber (SN), yaitu perbandingan antara jumlah pangsa sungai
Faktor lebar (WF), yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur di
titik di sungai yang berjarak 0.75 L dan di titik di sungai yang berjarak
Luas DAS sebelah hulu (RUA), yaitu perbandingan antara luas DAS
sebelah hulu dan luas DAS. Luas DAS sebelah hulu dibatasi oleh batas
DAS dan garis tegak lurus terhadap garis yang ditarik dari titik kontrol
91
Cara penetapan RUA.
Faktor simetri (SIM), perkalian antara faktor lebar (WF) dan RUA. Faktor
ini mendeskripsikan bentuk DAS. Apabila SIM = 0.5, maka secara umum
lebar DAS sebelah hulu sama dengan sebelah hilir. Apabila SIM > 0.5,
maka umumnya lebar DAS sebelah hulu cenderung lebih besar dan
dalam DAS. Jumlah ini selalu sama dengan jumlah pangsa sungai-sungai
Kerapatan jaringan kuras (D), yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat
HSS Gama I terdiri dari empat variabel pokok, yaitu waktu naik (time of
rise, TR), debit puncak (QP), waktu dasar (TB), dan sisi resesi yang ditentukan
92
Tipikal bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Gama I.
Qt = Q0 e t / k
3
L
TR = 0,43
100 SF
+1,0665 SIM +1,2775
4
A
= 10,4903 3,859 10 6 A 2 + 1,6985 10 13
SN
dengan
93
L = panjang sungai utama (km),
SF = faktor sumber,
SN = frekuensi sumber,
K = koefisien tampungan,
94
10. Statistik untuk Hidrologi
95
Parameter statistik digunakan sebagai dasar dalam menentukan distribusi
Rerata :
Simpangan baku :
Koefisien variasi
Koefisien kurtosis
96
dengan :
x = rerata,
S = simpangan baku,
Cs = koefisien asimetri,
Cv = koefisien variasi,
Ck = koefisien kurtosis,
n = jumlah data.
Distribusi probabilitas
probabilitas suatu kejadian yang akan datang berdasarkan data hidrologi yang
hidrologi yaitu distribusi Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearsson III.
Distribusi Normal
density function :
97
Fungsi distribusinya (distribution function) :
rata-rata (mean) :
variance :
skewness :
kurtosis :
berikut :
rata-rata (mean) :
variance :
98
skewness :
kurtosis :
hubungan :
log X T = log X + K .s
Keterangan :
n
log Xi
log X =
i =1 n
Simpangan Baku :
n ( log Xi log X ) 2
0,5
s =
i =1 n 1
Koefisien Kemencengan :
99
n
G =
( log Xi log X ) 3
i =1 ( n 1)( n 2 ) s
3
100
Tabel Nilai K untuk Distribusi Log-Person III
99 80 50 20 10 4 2 1
101
-2 -3.605 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.98 0.99
Distribusi Gumbel
X Tr = X + S x ( 0,78 y 0,45)
( X i X )
2
SX =
( n 1)
T 1
YTr = ln ln
T
Keterangan :
SX = simpangan baku
Y = perubahan reduksi
n = jumlah data
X t = X + K .S x
Keterangan :
102
X = rata rata dari segi data Xi
Sx = Simpangan baku
n = jumlah data
atau
Yt Yn
Xt = X + .S x
Sn
Keterangan :
Sx = simpangan baku
Untuk besaran K, Sn, Yn, Yt (Dapat dilihat pada tabel 2.1 sampai dengan tabel 2.4)
103
15 1,703 2,410 2,632 3,321 3,721 4,005 6,265
104
Tabel Simpangan Baku Tereduksi (Sn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,94 0,96 0,98 0,99 1,00 1,02 1,03 1,04 1,04 1,05
20 1,06 1,06 1,07 1,08 1,08 1,09 1,09 1,10 1,10 1,10
30 1,11 1,11 1,11 1,12 1,12 1,12 1,13 1,13 1,13 1,13
40 1,14 1,14 1,14 1,14 1,14 1,15 1,15 1,15 1,15 1,15
50 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,17 1,17 1,17
60 1,17 1,17 1,17 1,17 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18
70 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,19 1,19 1,19 1,19
80 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,20
90 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20
100 1,20
105
Tabel Rata Rata Tereduksi (Yn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 ,495 ,499 ,503 ,507 ,510 ,512 ,515 ,518 ,520 ,522
20 ,523 ,525 ,526 ,528 5,29 ,530 ,532 ,533 ,534 ,535
30 ,536 ,537 ,538 ,538 ,539 ,540 ,541 ,541 ,542 ,543
40 ,543 ,544 ,544 ,545 ,545 ,546 ,546 ,547 ,547 ,548
50 ,548 ,549 ,549 ,549 ,550 ,550 ,550 ,551 ,551 ,551
60 ,552 ,552 ,552 ,553 ,553 ,553 ,553 ,554 ,554 ,554
70 ,554 ,555 ,555 ,555 ,555 ,555 ,556 ,556 ,556 ,556
80 ,556 ,557 ,557 ,557 ,557 ,558 ,558 ,558 ,558 ,558
90 ,558 ,558 ,558 ,559 ,559 ,559 ,559 ,559 ,559 ,559
100 ,560
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
1. Distribusi Normal
106
Sifat khusus distribusi normal adalah harga asimetri mendekati nol (Cs
0) dan nilai kurtosis mendekati tiga (Ck 3). sifat-sifat yang lain adalah :
Probabilitas ( )
X X S = 15,87 %
Probabilitas X X = 50,00 %
( )
Probabilitas X X + S = 84,14 %
Sifat dari distribusi log normal adalah nilai asimetris yang mendekati tiga
3. Distribusi Gumbel
Sifat dari distribusi Gumbel adalah koefisien asimetri (Cs) 1.1396 dan
107
Tabel Persyaratan Pemilihan Jenis Distribusi / Sebaran Frekuensi
No Sebaran Syarat
1. Normal Cs = 0
2. Log Normal Cs = 3 Cv
Cs = 1,1396
3. Gumbel
Ck = 5,4002
4. Bila tidak ada yang memenuhi syarat digunakan sebaran Log Person Type III
yang dipilih sesuai dengan sebaran data. Terdapat dua jenis pengujian
yaitu :
o Uji Chi-Kuadrat
108
k ( Ef Of ) 2
=
2
i =1 Ef i
dengan :
2 : harga Chi-Kuadrat,
Ef : frekuensi yang diharapkan untuk kelas i,
Of : frekuensi terbaca pada kelas i,
K : banyaknya kelas.
Syarat dari uji Chi-Kuadrat adalah harga 2 harus lebih kecil dari pada
kebebasan (DK) dan derajat nyata (). Pada analisis frekuensi sering
persamaan :
DK = K (P+1)
dengan :
DK = derajat kebebasan,
K = banyaknya kelas,
P = jumlah parameter.
109
lebih kecil dari kritik yang besarnya ditetapkan berdasarkan
banyaknya data dan derajat nyata (). Akan lebih jelas bila distribusi
110
Nilai kritis untuk uji Smirnov-Kolmogorov.
Derajat Kepercayaan,
N
0,2 0,1 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,19
15 0,27 0,3 0,34 0,4
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,2 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,2 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
1,07 1,22 1,36 1,63
N > 50 0,5 0,5 0,5 0,5
N N N N
111
112
113
114
115
116
11. Penelusuran Banjir
Konsep Penelusuran
Penelusuran aliran (stream routing) adalah cara (prosedur, analisis) matematik
yang digunakan untuk melacak aliran melewati sistem hidrologi (Chow, 1988
dalam Sri Harto, 2000). Definisi lain yang agak lebih luas menyebutkan bahwa
penelusuran aliran adalah cara (prosedur) yang digunakan untuk memperkirakan
perubahan besaran, kecepatan, bentuk gelombang aliran (flood wave) sebagai
fungsi waktu (hydrograph) di satu atau beberapa titik di sungai (Fread, 1993
dalam Sri Harto, 2000). Jika alirannya adalah banjir, maka penelusuran tersebut
secara spesifik dikenal sebagai penelusuran banjir.
Dalam praktek dikenal terdapat dua jenis penelusuran aliran, yaitu penelusuran
hidrologis (hydrologic routing / lumped routing) dan penelusuran hidraulik
(hydraulic routing / distributed routing). Perbedaan antara lumped dan distributed
routing adalah pada lumped routing , aliran dinyatakan sebagai fungsi waktu pada
suatu titik disepanjang aliran, sedangkan pada distributed routing aliran
dinyatakan sebagai fungsi ruang dan waktu serentak untuk banyak titik sepanjang
aliran / sistem (Chow, 1988. Fread 1993 dalam Sri Harto, 2000)
Sedemikan jauh telah dikembangkan banyak model penelusuran ini, sehingga
pemilihannya harus diperhatikan betul dengan berbagai pertimbangan,
diantaranya :
1. Struktur model, kemampuan, kekuatan dan kelemahan batas-batas
toleransi hasil, ketelitian serta kesesuaiannya dengan tujuan pemakaian
model
2. Ketersediaan data yang diperlukan
3. Kemampuan dan penguasaan terhadap pemakaian model
117
digunakan untuk hidrograf dengan waktu- capai- puncak pendek (rapidly rising
hydrograph) dan landai dasar sedang sampai kecil, atau untuk reservoir yang
memanjang. Cara ini mendasarkan pada persamaan tampungan sebagai fungsi
masukan dan keluaran.
I O = dS / dt (1)
Dalam penelusuran ini terjadi dua proses bersamaan, yaitu proses translasi dan
proses tampungan. Apabila dalam penelusuran ini hanya terdapat proses translasi
saja, maka hidrograf masukan akan diteruskan ke hilir tapa mengalami perubahan
(gambar 1). Apabila terjadi penelusuran hanya dengan proses tampungan
(reservoir routing), maka hidrograf akan mengalami pemipihan (flattening),
dengan puncak hidrograf keluaran tepat berada di sisi resesi hidrograf masukan
(gambar 2). Apabila sebuah hidrograf masuk kedalam satu penggal sungai, dapat
terjadi translasi dan pemipihan bersama-sama (gambar 3). Kejadian yang
diperlukan terakhir ini sangat diperlukan dalam analisis.
118
Gambar
1
Gambar
2
Gambar
3
119
3. Translasi dan tampungan / pemipihan
Bila diperhatikan sifat penelusuran ini, waktu gerakan hidrograf (hydrograph time
movement) terdiri dari dua unsur, yaitu waktu translasi (translation time) dan
waktu pemipihan (time of flattening).
Linsley (1949) mengatakan bahwa gelombang banjir alami dapat dibangkitkan
antara translasi murni (pure translatory) dimana / gD =1 ke tipe tampungan
(storage) / gD mendekati 0 . Perbedaan dasar lain antara banjir alami dan
teoritik dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Banjir alami tidak pernah dibangkitkan secara tiba-tiba, untuk kebutuhan air
tidak dapat dipenuhi secara tiba-tiba.
2. Banjir alami tidak pernah dibangkitkan pada suatu titik tapi merupakan
akumulasi dari limpasan air hujan yang masuk ke dalam saluran air dari jarak
tertentu, bahkan semua panjang dari system itu. Ini memperlihatkan pengaruh
yang sangat kompleks untuk inflow menjadi aliran dalam perjalanannya
menuju penggal sungai.
3. Banjir alami tidak monoklinal tetapi naik menuju puncak, tertahan dalam
waktu yang lama selama waktu menuju puncak lalu kemudian akan menurun.
Laju resesi biasanya lambat, dan dalam banyak kasus gelombang banjir ini
dapat didekati dengan bentuk monoklinal.
4. Gelombang banjir memiliki bentuk yang sangat kompleks, yang dibangkitkan
oleh hujan, dimana yang sangat bervariasi dalam intensitas dengan waktu dan
area.
120
3. Slope Of Channel. Slope yang lebih curam akan menghasilkan kecepatan yang
lebih tinggi dibandingkan slope yang lebih landai, sehingga tampungan
lembah akan lebih kecil dan terjadi reduksi puncak.
4. Stages Downstream. Jika tinggi hilir sangat curam, maka bagian dari banjir
yang semakin naik diperlukan untuk mempertahankan aliran mantap.
5. Channel Sections Downstream. Seiring dengan naiknya bagian saluran,
tampungan lembah juga meningkat.
6. Length Of Reach. Semakin lama bagian sungai, semakin besar pula
tampungan lembah.
7. Length Of Crest. Semakin pipih crest makan akan semakin sedikit direduksi
oleh tampungan lembah.
Apabila ke dalam sebuah penggal sungai masuk sebuah hidrograf (flood wave),
maka terbentuk dua macam tampungan, yaitu tampungan prisma (prism storage)
dan tampungan baji (wedge storage). Tampungan prisma berada antara dasar
sungai dan bidang yang sejajar dengan dasar sungai. Tampungan baji berada
diatas tampungan prisma sampai dengan bidang muka air saluran.
Dalam cara Muskingum tampungan dinyatakan sebagai fungsi linear dari
masukan dan tampungan, yang terdiri dari tampungan baji Sb = KX(I-O), dan
tampungan prisma Sp = KO
S=Sb + Sp
=KX(I-O) + KO
=K[XI + (1-X)O]
Dengan : S =tampungan
K =koefisien tampungan
X =faktor pemberat (weighting factor), antara 0-0,5
I =masukan (inflow)
O =keluaran (outflow)
Dengan demikian maka tampungan untuk waktu tertentu (I) dapat dituliskan :
Si = K[XIi + (1-X)Oi]
Persamaan diatas dapat diubah bentuk menjadi :
121
I 1 + I 2 O1 + O2 S 2 S1
=
2 2 t
Penyelesaian persamaan untuk O2 menjadi
O2 = C0I2 + C1I1 + C2O1
Dengan :
C0 =
( t / K ) 2 X
2(1 X ) + ( t / K )
( t / K ) + 2 X
C1 =
2(1 X ) + (t / K )
2(1 X ) (t / K )
C2 =
2(1 X ) + (t / K )
C0 + C1 +C2 = 1
Persamaan dapat ditulis secara umum sebagai :
O j +1 = C 0 I j +1 + C1 I j + C 2 O j
K =
[
0,5t ( I j +1 + I j ) (O j +1 + O j ) ]
X ( I j +1 I j ) + (1 X )(O j +1 O j )
122
hidrograf masukan. Apabila nilai X sama dengan 0, maka yang terjadi adalah
penelusuran untuk reservoir (reservoir routing). Dengan demikian cara
Muskingum mencoba mengakomodasi translasi dan pemipihan dalam
penelusuran. Penetapan kedua tetapan K dan X tersebut sangat krusial, karena
keduanya cenderung berubah sesuai dengan besaran debit. Apabila keduanya
dapat dikaitkan sebagai fungsi sifat aliran dan karakter saluran, maka langkah-
langkah coba ulang tersebut tidak perlu dilakukan. Hal ini merupakan dasar bagi
cara Muskingum-Cunge (Ponce, 1989 dalam Sri Harto 2000). Kalau untuk
mendapatkan garis lurus tersebut dilakukan secara analitis, maka sambil
meberikan berbagai harga x (sebaiknya dimulai dari 0,2) diperiksa pula koefisien
korelasi r antara s dengan x I + (1-x)O, samapi didapatkan r yang terbesar. Bila r
yang terbesar mempunyaiu harga yang lebih kecil 0,7 berarti tidak ada korelaso
antara kedua faktor tersebut diatas, sehingga tidak mungkin diketemukan garis
lurus (Soemarto, 1987). Rumus untuk mendapatkan koefisien korelasi r tersebut
adalah sebagai berikut :
n( xy ) yx
r=
( n( y ) (y ) 2 )( n( x ) 2 (x) 2 )
2
dimana :
x=S
y = x I + (1-x)O
n = banyaknya titik untuk dihitung harga S dan x I + (1-x)O
Penelusuran Reservoir
Pada sebuah reservoir (waduk, danau, embung) terdapat hubungan yang
khas antara aliran masuk (hidrograf-masukan, inflow hydrograph), karakter
reservoir, cara pengoperasian dan hidrograf-keluaran (outflow hydrograph)
Hidrograf-masukan
Yaitu berupa gelombang banjir (flood wave) yang terjadi disebelah hulu
reservoir, yang umumnya secara alami merupakan hidrograf yang terjadi
akibat hujan yang terjadi di DAS sebelah hulu reservoir. Dalam
pemakaian untuk perancangan bangunan pelimpah (spill way),
123
hidrograf-masukan yang digunakan biasanya merupakan hidrograf-rancangan
(design hydrograph) yang diperoleh dengan berbagai pertimbangan.
Karakter reservoir
Secara fisik reservoir memiliki cirri yang khas, yang umumnya dinyatakan
dalam keterkaitan antara bentuk geografis cekungan-tampungan, jumlah
tampungan (volume) dan tinggi muka-air.
Hidrograf-keluaran
Merupakan hidrograf yang keluar dari reservoir melewati bangunan
pelimpah. Sifat hidrgraf ini sangat bergantung pada sifat hidrograf-masukan,
kondisi awal reservoir (tinggi muka air pada saat terjadi masukan), sifat
reservoir, cara pengoperasian reservoir, dan bentuk dan dimensi bangunan
pelimpah. Dalam prakteknya, terdapat banyak cara pengoperasian reservoir
yang sangat bergantung pada berbagai tingkat kebutuhan air dari
reservoir, sesuai dengan waktunya. Biasanya cara-cara pengoperasian ini
sudah ditetapkan dalam rule curves tertentu, yang digunakan sebagai
pegangan oleh operator. Untuk bangunan pelmpah, terdapat dua macam
yaitu bangunan-pelimpah bebas (uncntrolled spillway) dan bangunan.-
pelimpah terkendali (controlled spillway).
Misalnya di ketahui tinggi ambang bangunan pelimpah adalah H 0 . Pada saat
terjadi hidrograf-masukan, misalnya pada jam pertama volume hidrograf
sebesar X 1 m. Berarti reservoir mendapatkan tambahan volume X 1 m.
Jumlah ini disebarkan ke seluruh reservoir yang akan mengakibatkan
tambahan tinggi muka air reservoir setinggi h 1 (tergantung dari hubungan
antara volume dan tinggi muka air reservoir). Apabila tinggi muka air yang
terjadi masih lebih rendah dari pada H 0 , maka tidak akan terjadi aliran
keluaran dari reservoir. Misalkan pada jam ke 2 volume hidrograf-masukan
sebesar X 2 m dan menyebabkan muka air di atas muka ambang H 0 , maka
akan terjadi aliran keluar melewati bangunan pelimpah yang besarnya
tergantung dari nilai h 0 , dan tergantung dari bentuk dan ukuran bangunan
pelimpah. Dari contoh tersebut dapat diketahui. bahwa hidrograf-masukan ke
124
dalam resrvoir akan mengalami pemipihan pada saat keluar dari bangunan
pelimpah. Maka apabila besaran maksimal hidrograf-keluaran dapat
ditetapkan, hidrograf-rancangan juga dapat diketahui, maka rancangan jenis,
bentuk dan ukuran bangunan pelimpah dapat ditetapkan pula.
Dari pemahaman tersebut, dapat dipahami pula apabila penelusuran saluran,
tampungan diketahui merupakan fungsi masukan dan keluaran, maka dalam
sebuah reservoir, tampungan hanya merupakan fungsi keluaran saja, sehingga
untuk sebuah linear reservoir dapat disajikan dalam persamaan :
S = KO
Memperhatikan pula persamaan keseimbangan air :
I = O + S , atau
I - O = S
dapat disajikan dalam bentuk persamaan :
I1 + I 2 O1 + O 2 S 2 S1
=
2 2 t
memadukan menjadi persamaan :
O 2 = C 0 I 2 + C1 I 1 + C 2 O 1
dengan :
t \ K
C0 =
2 + ( t / K)
C1 =C 0
2 - ( t / K)
C2 =
2 + ( t / K )
C 0 + C1 + C 2 =1
125
2S 2 2S
+ O 2 = ( I 1 + I 2 ) + 1 O1
t t
untuk menggunakan persamaan dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Menetapkan hubungan antara elevasi dan tampungan
2. Menetapkan hubungan antara elevasi dan outflow (memeperhatikan
karakter bangunan pelimpah)
3. Berdasar 1 dan 2 , maka hubungan antara outflow dan tampungan
ditambah outflow dapat ditetapkan.
Sri Harto (2000) menyebutkan cara ini sebagai penelusuran kolam datar
(level pool routing)
126
II. DRAINASE
1. Definisi Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang direncanakan sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota, khususnya perencanaan infrastruktur. Menurut Suripin (2004)
drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan
air.Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dari sudut pandang lain, drainase adalah salah sau unsur dari prasarana umum
yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang
aman, nyaman, bersih dan sehat. Prasarana drainase ini berfungsi untuk
mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah
permukaan tanah) atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai
pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan dari saluran drainase adalah sebagai berikut :
1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi
air tanah
2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada
4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan senhingga tidak terjadi banjir
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang
sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dilihat dari kualitas sistem
drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari
genangan air. Genangan air menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan jorok,
menjadi sarang nyamuk, dan sumber penyakit lainnya, sehingga dapat
menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
127
Sistem drainase makro yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment
Area).Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem
saluran pembuangan utama (mayor sistem) atau drainase primer.Sistem
jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran
drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai.Perencanaan drainase makro
ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan
pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan
sistem drainase ini.
b. Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase
yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara
keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di
sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-
gorong, saluran drainase kota, dan lain sebagainya dimana debit air yang
dapat ditampungnya tidak terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini
direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung
pada tata lahan yang ada.Sistem drainase untuk lingkungan pemukiman lebih
cenderung sebagai sistem drainase mikro.
Selanjutnya Subarkah (1990) juga membagi saluran drainase menjadi 3 kategori,
yaitu :
a. Saluran Drainase Utama/Primer
Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama/primer sebagai
sungai/tukad yang ada di wilayah perencanaan yang cukup berpotensi untuk
menampung dan mengalirkan air buangan dari saluran sekunder serta
limpasan permukaan yang ada pada daerah tangkapan sungai tersebut.
Sungai-sungai yang berfungsi sebagai pembuangan utama yang ada di
wilayah studi perlu untuk diketahui jumlahnya dan masing-masing sungai
akan terbentuk sistem drainase dan pola aliran tertentu, dengan batas-batas
yang sesuai dengan topografi.
b. Saluran Drainase Sekunder
Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier
serta limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama
128
(sungai). Berdasarkan konstruksi saluran drainase dibedakan menjadi 2
macam, yaitu :
a. Saluran terbuka, dibuat pada daerah dimana masih cukup tersedia
pola lahan serta bukan merupakan daerah yang sibuk (pertokoan,
pasar, dan sebagainya).
b. Saluran tertutup, dapat dipertimbangkan pemakaiannya ditempat-
tempat yang produksi sampahnya melebihi rata-rata, seperti : pasar,
terminal, pertokoan, dan pada daerah yang lalu lintasnya padat.
c. Saluran Drainase Tersier
Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan
maupun air limpasan permukaan menuju ke pembuangan sekunder.Data
mengenai kondisi saluran tersier tidak begitu banyak diperlukan dalam
perencanaan sistem pembuangan air hujan. Banjir yang terjadi pada saluran
tersier bersifat setempat, sedangkan banjir pada saluran sekunder dan saluran
pembuangan utama akan membawa dampak yang luas bagi kehidupan
masyarakat yang menyangkut sosial, ekonomi, maupun kesehatan.
3. Aspek Hidrologi
Perencanaan drainase, culvert maupun jembatan yang melintasi sungai atau saluran
memerlukan analisis hidrologi.
Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini
disebabkan oleh ketidakpastian dalam hidrologi, keterbatasan teori dan rekaman
data serta keterbatasan ekonomi. Hujan adalah kejadian yang tidak dapat diprediksi
dimana tidak ada prediksi secara pasti seberapa hujan yang akan terjadi pada suatu
periode waktu (Suripin, 2004).
Salah satu bentuk presipitasi yang terpenting di Indonesia adalah hujan
(rainfall).Air laut yang menguap karena adanya radiasi matahari dan awan yang
terjadi oleh uap air, bergerak di atas daratan akibat adanya gerakan angin.Presipitasi
yang terjadi karena adanya tabarakan antara butir-butir uap air akibat desakan
angin, dapat berbentuk hujan atau salju yang jatuh ke tanah yang berbentuk
limpasan (runoff) yang mengalir kembali ke laut.
Dalam kaitannya dengan siklus hidrologi, hujan yang jatuh di atas permukaan tanah
akan berubah dalam bentuk evapotranspirasi, limpasan permukaan (surface runoff),
129
infiltrasi, perkolasi, dan aliran air tanah. Untuk di tingkat DAS parameter-parameter
ini akhirnya manjadi aliran sungai.
Analisis curah hujan
Selanjutnya dalam kaitannya dengan analisis hujan, maka ada 5 besaran pokok
yang perlu dikaji dan dipelajari (Soemarto, 1955),yaitu :
a. Intensitas (i), adalah laju curah hujan yaitu tinggi air per satuan waktu, misalnya
mm/menit, mm/jam, mm/hari.
b. Lama waktu atau durasi (t), adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit atau
jam.
c. Tinggi hujan (d), adalah banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam
ketebalan air diatas permukaan datar, dalam mm.
d. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan, biasanya dinyatakan
dengan waktu ulang (return period) (T), misalnya sekali dalam T tahun.
e. Luas (A), adalah daerah tangkapan curah hujan, dalam km2.
d. Aspek Hidraulika
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun aliran
pipa. Kedua jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda dalam
satu hal penting. Menurut Chow (1989), aliran saluran terbuka harus memiliki
permukaan bebas (free surface), sedangkan aliran pipa tidak demikian karena air
130
harus mengisi seluruh saluran. Meskipun kedua jenis aliran ini hampir sama,
penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan
dengan aliran pipa tekan. Kondisi saluran terbuka yang rumit berdasarkan
kenyataan bahwa kedudukan permukaan cenderung berubah sesuai waktu dan
ruang, dan juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan
permukaan bebas adalah tergantung satu sama lain.
Penampang Saluran
Penampang hidrolik terbaik adalah penampang yang mempunyai keliling basah
terkecil pada luas penampang tertentu yang akan memberikan aliran yang
maksimum atau penampang saluran memberikan luas penampang aliran
(penampang basah) terkecil pada debit aliran tertentu dimana bentuk penampang
saluran akan dapat berpengaruh terhadap besarnya debit aliran yang dapat
diangkut/dialirkan oleh saluran (Suripin, 2004).
Disamping untuk meningkatkan kapasitas saluran, bentuk penampang saluran juga
dapat disesuaikan dengan fungsi saluran tersebut dibuat. Adapun bentuk-bentuk
saluran yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut :
a. Bentuk penampang persegi panjang apabila dilihat pada bagian dinding saluran
dapat digunakan sebagai dinding penahan serta ruang untuk saluran sangat
terbatas.
b. Bentuk penampang lingkaran atau parabola. Walaupun pembuatannya relatif
agak sulit tetapi apabila dilihat dari fungsi saluran cukup efektif untuk
menalirkan bahan endapan, serta adanya fluktuasi debit aliran atau untuk
mengalirkan air limbah.
c. Bentuk penampang tersusun dibuat apabila lahan terbatas untuk saluran atau
fungsi saluran mengalirkan air limbah dan air hujan (tercampur). Penampang
tersusun dapat dibuat kombinasi antara empat persegi panjang dengan setengah
lingkaran atau persegi panjang dengan setengah lingkaran atau persegi panjang
dengan segitiga dibagian bawah dan sebagainya.
Pemilihan bentuk penampang saluran dalam praktek harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga sedapat mungkin dipenuhi aspek ekonomis penampang saluran
dalam arti kata dengan luas penampang tertentu mampu mengalirkan debit
sebanyak-banyaknya (maksimum), selain juga melihat fungsi saluran, misalnya
apabila saluran untuk mengalirkan endapan (Chow, 1959).
131
Bentuk-bentuk saluran yang ekonomis adalah sebagai berikut :
1. Penampang Berbentuk Persegi paling Ekonomis
Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan
kedalaman air h, luas penampang basah A dan keliling basah P dapat dituliskan
sebagai berikut :
A = B .h
atau
P = B + 2h
Jari-jari hidraulik
132
Dalam hal ini, bentuk penampang melintang persegi yang paling ekonomis
adalah jika kedalaman air setengah dari lebar dasar saluran, atau jari-jari
hidrauliknya setengah dari kedalaman air.
2. Penampang Berbentuk Trapesium yang Ekonomis
Luas penampang melintang, A, dan keliling basah, P, saluran dengan
penampang melintang yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar B,
kedalaman air h, dan kemiringan dinding 1 : m , dapat dirumuskan sebagai
berikut :
A = (B + m.h)
atau
atau
Atau
1
h
m
B
133
Penampang melintang saluran berbentuk trapesium
beraturan (heksagonal).
3. Penampang Segitiga yang Ekonomis
Pada potongan melintang saluran yang berbentuk segitiga dengan kemiringan
sisi terhadap garis vertikal, , dan kedalaman air, h, maka penampang basah, A,
keliling basah, P, dapat ditulis sebagai berikut :
1
h
m
? ?
134
Memiliki penampang basah yang besar
Mengalirkan debit besar dengan kelandaian kecil
Mampu mengalirkan debit dalam jumlah minimal
Dapat melewatkan endapan/sedimen dengan mudah
Saluran air menjadi lancar dan genangan dapat dikurangi
Kombinasi antara segi empat pada bagian atas dan setengah lingkaran pada bagian
bawah (Suripin, 2004)
h1
h2
Keterangan :
t = tinggi jagaan
h = kedalaman air
b = lebar saluran
Keterangan :
C = Koefisien Chezy
R = jari-jari hidrolik (m)
n = koefisien kekasaran menurut Manning yang besarnya tergantung dari
bahan dinding saluran yang dipakai
Menurut Chow (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran Manning
adalah sebagai berikut :
1) Kekasaran permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran
bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek hambatan terhadap
aliran. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus menyebabkan nilai n
yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai n yang tinggi.
2) Tetumbuhan yang juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat
aliran.
3) Ketidakteraturan saluran, yang mencakup pula ketidakteraturan keliling basah
dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran. Secara
umum perubahan lambat laun dan teratur dari penampang ukuran dan bentuk
tidak terlalu mempengaruhi nilai n, tetapi perubahan tiba-tiba atau peralihan
dari penampang kecil ke besar memerlukan penggunaan nilai n yang besar.
4) Trase saluran, dimana kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang
besar akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, sedangkan
136
kelengkungan yang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan
memperbesar nilai n.
5) Pengendapan dan penggerusan. Secara umum pengendapan dapat mengubah
saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup beraturan dan
memperkecil n, sedangkan penggerusan dapat berakibat sebaliknya dan
memperbesar n. Namun efek utama dari pengendapan akan tergantung dari
sifat alamiah bahan yang diendapkan.
6) Hambatan, berupa balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya yang cenderung
memperbesar nilai n.
Nilai yang berupa koefisien atau angka (jari-jari) kekasaran dinding akan
sangat berpengaruh pada besarnya kecepatan aliran dan akan berpengaruh
terhadap besarnya debit aliran. Semakin kasar dinding akan semakin besar
nilai kekasaran dinding dan menghasilkan debit aliran yang semakin kecil dan
juga sebaliknya semakin halus dinding akan menghasilkan debit aliran yang
semakin tinggi.
Kapasitas Saluran
Perhitungan hidraulika digunakan untuk menganalisa dimensi penampang
berdasarkan kapasitas maksimum saluran. Penentuan dimensi saluran baik
137
yang ada (eksisting) atau yang direncanakan, berdasarkan debit maksimum
yang akan dialirkan. Rumus yang digunakan (Suripin, 2004) adalah :
Q=A.V
Dimana :
Q = debit banjir rancangan (m3/dt)
A = luas penampang basah (m2)
V = kecepatan rata-rata (m/dt)
Dengan :
A = (B + mh) h
P = B + 2h
V =
Dengan :
B = lebar dasar saluran (m)
P = keliling basah saluran (m)
h = tinggi muka air (m)
m = kemiringan talud saluran
Daftar Pustaka
1. Triatmodjo, Bambang, 2008, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta
2. Soemarto, C,D, 1995, Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta
3. Wilson, E, M, 1993, Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta.
4. Harto, Sri, 1981 , Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi Terapan, KMTS,
Yogyakarata.
5. Dr. Ir. Suripin, M.Eng, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
6. Chow Ven Te, 1988, Appied Hydrology. McGraw-Hill Company, New York
138
7. Subarkah, Imam. 1990. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma,
Bandung.
139