Anda di halaman 1dari 53

SOSIOLOGI PERTANIAN

I KADEK PANDI BERI ARTANA


(1517351025)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
BAB VII
LEMBAGA SOSIAL

Pengertian Lembaga Sosial.

Jika diikuti pemikiran Soekanto (2010), lembaga sosial diartikan sebagai himpunan
norma norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam
kehidupan masyarakat. Asosiasi (association) merupakan wujud konkrit dari lembaga sosial atau
lembaga kemasyarakatan. Sebagai contoh disebutkannya, Universitas Pajajaran, Universitas
gajah Mada, Universitas Airlangga dan sebagainya merupakan contoh contoh asosiasi.

Suatu lembaga sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pokok manusia,
pada dasarnya memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

1) Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah


laku atau bersikap dalam menghadapi persoalan dalam masyarakat, terutama yang
menyangkut kebutuhan kebutuhan mereka.
2) Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3) Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk melakukan system pengendalian sosial
(social control), yakni suatu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku
anggotanya (Soekanto, 2010).

Proses Pertumbuhan Lembaga Sosial.

Mengacu kepada pengertian lembaga sosial seperti telah diuraikan diatas, maka dalam
menelaah proses pertumbuhan lembaga sosial dapat ditinjau dari dua aspek, yakni norma
norma dalam masyarakat dan sistem pengendalian sosial, seperti sebagai berikut:

1) Norma norma dalam masyarakat

Dirumuskannya norma norma di dalam suatu masyarakat, pada dasarnya dimaksudkan


agar hubungan antar manusia di dalam masyarakat itu terlaksana seperti yang diharapkan.
Batasan batasan yang tumbuh dalam masyarakat itu terlaksana dengan seperti yang diharapkan.
Batasan batasan yang tumbuh dalam masyarakat untuk mengatur tertib tingkah laku
berhubungan atau berinteraksi dinamakan norma sosial. Bentuknya dapat tertulis dan maupun
tidak tertulis. Dikatakan oleh Bouman (1976), norma sosial diartikan sebagai suatu perturan
peraturan umum mengenai kelakuan atau perbuatan yang berdasarkan pertimbangan
pertimbangan kesusilaan, kebiasaan atau faham yang sehat.

Norma sosial tersebut sangat penting bagi keutuhan masyarakat sebab dengan demikian
setiap anggota masyarakat dapat mengatur cara hidupnya secara harmonis dan tidak bertentangan
satu sama lainnya. Sehubungan dengan kekuatan norma beserta sanksinya dikenal empat
pengertian yaitu, (1) cara (usage), (2) kebiasaan (folkways), (3) tata kelakuan (mores), dan (4)
adat istiadat (costoms).

Tiap tiap pengertian tersebut memiliki dasar yang sama, yakni merupakan norma
norma kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi tingkah laku seseorang yang hidup di
dalam masyarakat (masyarakat petani). Namun memiliki kekuatan yang berbeda satu sama lain.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Cara (usage), menunjuk pada suatu bentuk perbuatan, daya pengikat norma ini sangat
lemah, bahkan tidak mengikat sama sekali.norma ini menonjol di dalam hubungan antar
individu masyarakat. Penyimpangan terhadap norma cara tidak mengakibatkan hukuman
yang berat bagi pelakunya, tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang berinteraksi
dengannya. Umpama saja dalam suatu pertemuan makan, ada orang menyunyah makanan
dengan menutup mulutnya (tanpa berbunyi) dan ada juga orang menyunyah makanan
tanpa menutup mulutnya (berbunyi) sebagai tanda perbuatan yang tidak sopan. Jika cara
itu dilakukan juga, orang orang yang akan diajak makan bersama akan mencela cara
makan yang demikian.
2) Kebiasaan (folkways), diartikan sebagai suatu perbuatan yang diulang dalam bentuk yang
sama, merupakan suatu bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut.
Kekuatannya mengikatnya lebih besar dari pada norma cara. Sebagai contoh, keharusan
besikap hormat kepada orang lain yang lebih tua, kepada guru dan penguasa. Kalau hal
ini tidak dilakukan, tentu akan memperoleh hukuman kecaman dari masyarakat, karena
hal itu dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam
masyarakat.
3) Tata kelakuan (mores), diartikan sebagai suatu kebiasaan yang tidak semata mata
dianggap sebagai cara berprilaku, akan tetapi juga diterima sebagai noma pengatur. Daya
pengikat norma ini lebih kuat jika dibandingkan dengan norma kebiasaan. Dengan
demikian sanksi bagi tata kelakuan juga lebih kuat mengikat anggota masyarakat. Tata
kelakuan mencerminkan sifat sifat yang hidup dari kelompok manusia yang
dilaksanakan sebagai alat pengawas anggotanya. Tata kelakuan itu disatu pihak memaksa
suatu perbuatan dan dilain pihak melarangnya. Masyarakat tertentu mempunyai aturan
yang secara tegas melarang pergaulan bebas antara pria dan wanita yang telah menginjak
dewasa, sebaliknya larangan tersebut tidak tegas pada masyarakat yang lain. Selain itu,
ada perbuatan perbuatan yang secara universal dilarang, umpamanya perkawinan antara
orang orang yang memiliki hubungan darah yang dekat, misalnya antara dua saudara
sekandung, antara orang tua dengan anak kandung, antara keponakan dengan bibi dan
seterusnya.
4) Adat istiadat (costoms), diartikan sebagai suatu tata kelakuan yang kekal dan kuat
integrasinya dengan pola pola perilakuan masyarakat. Anggota masyarakat yang
melanggar adat istiadat akan menderita sanksi yang keras. Sebagai contoh, di pedesaan
Lampung umumnya berlaku adat istiadat yang melarang terjadinya perceraian antara
suami istri. Suatu perkawinan (pernikahan) dinilai sebagai kehidupan bersama yang
sifatnya abadi hanya bisa cerai kalau salah satu meninggal dunia. Apabila terjadi suatu
perceraian, maka yang bersangkutan dikeluarkan dari masyarakat setempat, begitu juga
keturunan mereka, selama mereka belum dapat mengembalikan keadaan semula. Dalam
perkembangan masyarakat, kekuatan norma besrta sanksinya dapat berubah dari lemah
menjadi kuat atau sebaliknya. Hal ini bergantung pada perubahan nilai nilai hidup yang
dianut oleh masyarakat. Misalnya, pada jaman dulu penggunaan benih padi varientas
unggul oleh petani belum merupakan kebiasaan, kalau ada petani yang tidak
menggunakan benih padi varientas unggul dalam bercocok tanam, maka pada daerah
daerah tertentu petani tersebut memperoleh ocehan dari petani petani yang lain.

Dalam perkembangannya, norma norma dari berbagai tingkatan tersebut baik


sebagai norma cara, kebiasaan, tata kelakuan maupun norma adat istiadat akan
mengalami suatu proses yang dikenal dengan proses institutionalization dan
internalization. Melalui kedua proses ini norma norma itu akan terwujudkan sebagai
lembaga sosial. Proses institutionalization (pelembagaan) adalah salah satu proses yang
dilewati oleh satu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu proses yang
dilewati oleh satu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga sosial.
Proses internalization, artinya suatu taraf perkembangan, dalam hal ini anggota
masyarakat dengan sendirinya ingin berprilakuan sejalan dengan perikelakuan yang
sebetulnya memenuhi kebutuhan masyarakat.

Untuk mempertajam pemahaman mengenai hal tersebut, diambil contoh tentang


pertumbuhan Koprasi Unit Desa (KUD) sebagai lembaga sosial dalam bidang kegiatan
ekonomi perdesaan. Sebelum ada KUD, para petani sudah terbiasa menjual hasil
usahatani mereka pada tengkulak yang beroprasi pada masyarakat petani. Dalam
transaksi penjualan gabah umpamanya, petani dan tengkulak tidak secara tegas dan
formal memperhatikan norma yang mengatur dimana sebaiknya transaksi diadakan.
Dengan kata kata lain muncullah norma baru yang mengatur tempat transaksi jual beli
gabah tersebut. Sebagi norma baru sebelum melembaga dan merupakan bagian dari
himpunan norma yang terkandung dalam KUD sebagai lembaga sosial dengan sendirinya
akan terkena proses institutionalization dan internalization.

Contoh lain, dapat diperhatikan pada lembaga lembaga sosial yang sengaja
dibentuk oleh pemerintah di pedesaan, seperti misalnya lembaga kesehatan (poliklinik,
BKIA dan, lain lain), lembaga pendidikan (sekolah sekolah, pramuka dan, lain lain),
dan lembaga ekonomi (bank kredit desa, pasar desa, dan lain lain).

Sistem pengendalian sosial

Pengendalian sosial diartikan sebagai segala proses baik yang direncnakan maupun yang
tidak direncanakan yang bersifat mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat
untuk memenuhi norma norma sosial atau kaidah kaidah sosial dan nilai nilai sosial yang
berlaku (Roucek dan Associates, 1951).

Pengendalian sosial dapat dilakukan melalui beberapa model sebagai berikut.

a) Dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya, umpamanya seseorang manajer KUD
mendidik para pegawai sedemikian rupa, agar menyesuaikan diri dengan norma norma
dan nilai nilai yang berlaku.
b) Dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok sosial, umpamanya seorang
Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) memberikan penyuluhan pertanian kepada
kelompok tani.
c) Dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya, umpamanya tim penggerak
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) mendidik atau mengajak para ibu rumah
tangga petani untuk mengusahakan karang kitri secara intensif, sesuai norma yang telah
digariskan.
d) Dilakukan oleh suatu kelompok terhadap individu, umpamanya kelompok tani
mengingatkan kepada seorang anggotanya untuk berbuat sesuai dengan norma norma
yang berlaku.

Menurut para ahli, ada beragam alat dan cara yang bisa dipakai dan diterapkan untuk
melaksanakan pengendalian sosial. Alat alat pengendalian sosial itu diantaranya sebagai
berikut.

1) Sopan santun, umpama saja sopan santun di dalam hubungan kekerabatan, dapat
berwujud sebagai pembatasan pembatasan dalam pergaulan antara mertua dengan
menantu, antara paman dan bibi dengan keponakannya dan lainnya. Pembatasan itu
diantaranya bertujuan untuk mencegah terjadinya hubungan yang sumbang (incest).
2) Pendidikan, baik pendidikan formal, non formal maupun informal merupakan alat
pengendalian sosial yang telah melembaga baik pada masyarakat yang sederhana
(para petani tradisional) maupun masyarakat yang sudah kompleks (para petani
modern).

Teknik yang bisa dijalankan dalam pengendalian sosial di antaranya persuasive (tanpa
kekerasan atau bujukan), coercive (paksaan), compulsion dan pervasion. Cara persuasive,
umumnya diterapkan pada masyarakat yang relatif tentram. Karena pada diterapkan pada
masyarakat sepeti ini sebagaian besar dari norma norma dan nilai nilai telah melembaga dan
mendarah daging di dalam diri setiap warga masyarakat. Cara paksaan, umumnya diterapkan
pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan. Karena di dalam keadaan seperti itu,
pengendalian sosial berfungsi untuk menciptakan norma norma baru yang menggantikan
norma norma lama yang sudah tidak efisien. Teknik compulsion adalah suatu teknik untuk
menciptakan situasi begitu rupa, sehingga seorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya yang
menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. Sedangkan teknik pervasion adalah suatu teknik
penyampaian secara berulang ulang tetang norma norma dan nilai nilai yang ada begitu
rupa, sehingga tanpa disadari hal tersebut meresap pada diri seseorang.
Penampakan Lembaga Sosial

Penampakan lembaga sosial umumnya dapat ditinjau dari segi (1) ciri cirinya, (2)
pengenalan jenis jenisnya dan pendekatannya (Hasansulama, dkk., 1983).

Ciri ciri lembaga sosial

Dinyatakan oleh Gillin dan Gillin (Soekanto, 2010), ciri ciri lembaga sosial dapat dijelaskan
sebagai berikut.

1) Merupakan suatu organisasi dari pola pola pemikiran dan pola pola perilakuan yang
terwujud melalui aktivitas aktivitas kemasyarakatan dan hasil hasilnya. Lembaga sosial
terdiri atas kebiasaan, tata kelakuan, adat istiadat serta unsur kebudayaan lainnya, yang
secara lamgsung ataupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2) Memiliki tingkat kekekalan tertentu. Sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan,
baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif
lama. Umpamanya suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan
seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan.
3) Memiliki tujuan tertentu, tujuan itu bisa sederhana bisa juga kompleks, tergantung pada
sifat kebutuhan yang akan dipenuhinya.
4) Memiliki alat alat perlengkapan yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuannya.
Umpamanya bangunan, peralatan, mesin mesin dan lai sebagainya.
5) Memiliki lembaga, yang secara simbolis lembaga itu menggambarkan tujuan dan fungsi
lembaga sosial yang bersangkutan.
6) Memiliki tradisi tertulis atau tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang
berlaku dan lainnya.

Secara menyeluruh ciri ciri lembaga sosial tersebut dapat diterapkan pada lembaga sosial
tertentu, umpama saja perkawinan. Sebagai suatu lembaga sosial, maka perkawinan mungkin
mempunyai fungsi fungsi sebagai berikut. (a) pengaturan prilaku seksual dari manusia dalam
pergaulan hidupnya. (b) pengaturan pemberian hak dan kewajiban bagi suami, isteri dan anak
anak mereka. (c) untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kawan hidup, karena secara naluriah
manusia senantiasa berhasrat untuk berkawan. (d) untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
benda material. (e) untuk memenuhi kebutuhan manusia akan prestise. (f) dalam hal hal
tertentu, untuk memelihara interaksi anatara kelompok sosial (Soekanto, 2010).
Pengenalan jenis jenis lembaga sosial.

Selain ciri ciri lembaga sosial seperti telah diuraikan tersebut, penampakan lembaga
sosial dapat juga ditinjau melalui pengenalan jenis jenisnya. Dalam rangka itu, dibawah ini
diuraikan secara garis besar jenis jenis lembaga sosial tersebut dengan tekanan utama dalam
bentuk contoh contohnya, diurutkan menurut cukupan norma yang dihimpunnya dalam
hubungannya dengan berbagai kebutuhan manusia.

1. Himpunan norma untuk mengatur pemenhan kebutuhan kekerabatan, yang pada dasarnya
merupakan kebutuhan akan dorongan kelamin, menurunkan keturunan dan kebutuhan
akan hubungan akrab, merupakan lembaga atau institusi keluarga. Berdasarkan cara
perkembangannya, lembaga keluarga terbagi menjadi lembaga lembaga perkawinan
(mencakup pelamaran dan perceraian), keluarga inti, keluarga luas, dan lain lain.
2. Himpunan norma untuk mengatur kegiatan mencari nafkah, yang pada dasarnya
menyangkut usaha memperoleh dan menyalurkan sandang, pangan dan papan merupakan
lembaga perekonomian. Menurut jenis lapangan mata lembaga yang lebih khusus seperti
pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, dan lainnya.
Lembaga pertanian tanaman pangan terbagi menjadi lembaga lembaga: pertahanan
tebasan, bagi hasil, pengkreditan, pengairan, pemasaran hasil pertanian dan sebagainya.
3. Himpunan norma untuk mengatur kegiatan pemenuhan kebutuhan akan pendidikan, yang
pada dasarnya menyangkut hal hal menambah ilmu pengetahuan, merupakan lembaga
pendidikan. Lembaga ini bisa bersifat formal dan juga bersifat non formal. Menurut jenis
dan tingkatnya terinci menjadi lembaga lembaga: taman kanak kanak (TK), sekolah
dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), perguruan
tinggi, pesantren, madrasah, pramuka, kursus kursus keterampilan dan lain lainnya.
4. Himpunan norma yang mengatur kegiatan untuk memenuhi kebutuhan menyatakan rasa
kekaguman dan keindahan, merupakan lembaga lembaga: keagamaan (islam, kristen,
hindu, dan lain lainnya), kesenian, kesusastraan dan sebagainya.
5. Himpunan norma yang mengatur kegiatan untuk memenuhi kebutuhan akan
pemeliharaan jasmani, merupakan lembaga lembaga: kesehatan, olahraga, keluarga
berencana (KB), taman gizi, lingkungan sehat, dan lain lain.
6. Himpunan norma yang mengatur kegiatan untuk memenuhi kebutuhan akan menjaga
kelestarian alam, merupakan lembaga lembaga: cagar alam, penghijauan dan lainnya.
Pendekan Lembaga Sosial.

Dalam kaitan ini penampakan lembaga sosial dapat dikenal melalui tiga pendekatan,
yakni

1) analisis historis (sejarah): penampakan suatu lembaga sosial dapat dikenal dengan
menggunakan sejarah timbulnya dan perkembangannya dalam situasi tertentu.
Umpamanya, diselidiki asal mula dan perkembangan lembaga perkawinan yang
monogami, keluarga luas dan sebaginya. Pendekatan ini dikenal dengan analisis history,
yang berarti membawa pada pemikiran jauh ke belakang atau mengungkap hal hal yang
mencerminkan suatu lembaga sosial. Dalam hal ini yang dimaksud di antaranya sebagai
berikut.
a) Pola pola pemikiran yang dihimpunnya, yang bertalian erat dengan pola pola
perikelakuan dan aktivitas yang diwujudkan oleh anggota masyarakat yang
mengembangkannya.
b) Spesifikasi norma yang dihimpun termasuk kekuatan mengikatnya sebagai suatu tata
nilai.
c) Penilaian masyarakat akan eksistensinya, mencakup faktor faktor penghambat dan
pendorong bagi perkembangannya sebagai alat pemuas kebutuhan manusia.
d) Tradisi yang dikembangkannya.
2) Analisis komperatif (studi banding).
Analisis ini bertujuan menelaah lembaga sosial tertentu pada berbagai masyarakat atau
berbagai lapisan sosial masyarakat tersebut. Praktik pendidikan anak anak sebagai
contoh, banyak ditelaah secara komparatif.
3) Analisis Fungsional
Pendekatan ini berorientasi pada pengungkapan hubungan fungsional di lembaga sosial
dalam suatu masyarakat tertentu. Pendekatan ini sering kali menggunakan analisis
historis kopertif.

Conformity dan Deviation

Conformity dan deviation merupakan dua komponen yang bertalian erat dengan
pengendalian sosial. Conformity diartikan sebagai suatu proses penyesuaian diri dengan
masyarakat. Sebaliknya, deviation didefinisikan sebagai penyimpangan terhadap norma norma
dan nilai nilai dalam masyarakat (Soekanto 2010).
Conformity biasanya menghasilkan ketaatan atau kepatuhan den hal ini sangat kuat pada
masyarakat yang homogen dan tradisional. Keadaan tersebut di antaranya disebabkan oleh hal
hal sebagai berikut:

a) Pada masyarakat tradisional tradisi sangat kuat, sehingga norma norma yang berlaku
sama saja dari generasi ke generasi berikutnya, tanpa banyak mengalami perubahan.
b) Pada masyarakat tradisional, hubungan dengan dunia luar sangat jarang dan daya kreasi
masyarakat sangat kecil.

Deviation dalam masyarakat petani tradisional tidak disukai. Deviation terhadap norma
norma dalam masyarakat ini menuntut suatu keberanian dan kebijaksanaan sendiri. Akan
tetapi apabila masyarakat tersebut merasakan manfaat dari suatu deviation tertentu, maka
deviation itu akan diterima dengan sepenuh hati. Dalam usahatani misalnya, masyarakat
petani tradisional menerapkan cara cara bercocok tanam sebagaimana diwariskan oleh
nenek moyang mereka yang dianggap sebagai cara terbaik.

BAB VII

KEKUASAAN DAN WEWENANG

Pengertian Kekkuasaan dan Wewenang.

Kekuasaan (power) didefinisiskan oleh para ahli sebagai kemampuan untuk


mempengaruhi prilaku pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Kekuasaan dapat pula diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sesuatu pihak untuk
mengawasi orang atau pihak lain agar orang atau pihak yang memegang kekuasaan mendapat
keuntungan. Sedangkan wewenang (authority) diartikan sebagai suatu hak yang dimiliki oleh
menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan keputusan mengenai masalah masalah
yang penting dan untuk menyelesaikan pertentangan (Soekanto, 2010).

Unsur unsur kekuasaan


Dikemukakan oleh soekanto (2010), bahwa kekuasaan yang dapat dijumpai pada
interaksi sosial, baik antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan kelompok, maupun
antara antara kelompok dengan kelompok memiliki beberapa unsur, yakni

Rasa takut

Perasaan takut seseorang kepda orang lain yang ditakuti (pemegang kekuasaan)
minimbulkan suatu kepatuhan terhadap keinginan dan tindakan orang lain yang ditakuti itu.karea
adanya perasaan takut,kepatuhan itu mungkin saja timbul karena terpaksa atau dipaksa.kalau hal
ini terjadidapat mengakibatkan hal - hal yang kurang diharapkan. Umpama saja dalam gotong
royong perbaikan jalan usahatani, kadar aktivitas para pelaku gotong royong itu tinggi, kalau
diawasi secara langsung oleh pemegang kekuasaan (pemimpinkelompok tani).

Rasa cinta

Perasaan cinta seseorang atau sekelompok orang kepada pihak yang berkuasa akan dapat
menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan pihak yang berkuasa itu. Seseorang atau
sekelompok orang yang dikuasai tersebut bertindak dengan hati yang tulus tanpa adanya unsur
paksaan. Perlu diperhatikan, bahwa sistem kekuasaan akan terselenggara secara lebih
baik,apabila antara pihak yang dikuasai (anggota kelompok tani) dengan pihak penguasa
(pemimpin kelompok tani) saling mencintai.

Kepercayaan

Pihak yang dikuasai (mungkin kelompok tani atau masyarakat agraris) umumnya akan
bertindak mengikuti pihak yang berkuasa, kalau pihak yang dikuasai itu percaya terhadap pihak
yang berkuasa. Karena tindakan itu didasarkan atas kepercayaan, mungkin pihak yang dikuasai
itu sama sekali tidak mengetahui manfaatbdari tindakannya.

Pemujaan

Adanya sikap pemujaan pada pihak yang dikuasai terhadap pihak penguas (pemimpin)
mengakibatkan segala tindakan pihak yang dikuasai itu sejalan dengan keinginan pihak
penguasa.Semakin tinggi derajat sikap pemujaan itu, semakin sesuai tindakan pihak yang
dikuasai itu terhadap keinginan pihak penguasa dan begitu juga sebaliknya.
Saluran-saluran kekuasaan

Apabila diamati dalam masyarakat (masyarakat petani) ternyata dalam praktiknya kekuasaan
dilaksanakan melalui saluran-saluran tertentu meliputi saluran:

(1) Saluran militer

Kekuasaan yang dijalankan melalui saluran ini, lebih banyak menggunakan cara paksaan
(coercion) dan kekuatan militer (military Foce). Tujuan utamanya agar anggota masyarakat
mempunyai rasa takut, sehingga mereka tunduk kepada keinginan penguasa.

(2) Saluran Ekonomi

Dalam pemanfaatan saluran di bidang ekonomi, penguasa berusaha menguasai kehidupan


masyarakat. Umpamanya dengan jalan menguasai kehidupan masyarakat. Umpamanya dengan
jalan menguasai perusahaan-perusahaan besar yang menyangkut kehidupan masyarakat luas,
menguasai buruh-buruh dan lainnya.

Patron-klen (hubungan bapak-anak buah) dapat merupakan contoh mengenai hal


tersebut. Dalam hal ini pemilik tanah luas (tuan Tanah) Berusaha menguasai kehidupan para
petani pemilik tanah sempit atau para petani tidak bertanah (buruh tani). Umpama saja dengan
jalan memberikan sebagaian dari tanahnya untuk diusahakan oleh para petani tidak bertanah
(sistem sakap) dan perlakuan-perlakuan lain begitu rupa sehingga kehidupan para petani yang
tidak bertanah iyu sangat tergantng kepada tuan tanah.

(3) Saluran Politik

Dalam menerapkan saluran politik, penguasa atau pemerintah berusaha menciptakan


peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat. Dalam kaitan ini, penguasa berusaha
meyakinkan masyarakat untuk mentaati peraturan-peraturan yang sah yang telah dibuat oleh
badan-badan yang berwenang dan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan itu dikenakan
sanksi.

(4) Saluran Tradisional


Pelaksanaan kekuasaan melalui saluran tradisional berarti pelaksanaan kekuasaan itu
harus disesuaikan dengan tradisi yang berlaku di dalam masyarakat. Karena tradisi itu telah
mendarah daging di kalangan masyarakat, maka pelaksanaan kekuasaan melalui saluran
tradisional akan dapat berjalan lebih lancar. Pada masyarakat petani perdesaan terutama yang
belum banyak terjamah oleh nilai-nilai modern saluran ini umumnya merupakan saluran yang
paling disukai.

(5) Saluran ideologi

Dalam kaitan ini, penguasa biasanya memberikan beragam ajaran atau doktrin yang dapat
menjelaskan dasar-dasar pelaksanaan kekuasaannya. Hal itu dilaksanakannya supaya
kekuasaannya dapat menjelma menjadi wewenang (Dahl, 1965).

Dalam Pemanfaatan saluran ideologi maka untuk meyakinkan masyarakat tentang segala
ajaran atau doktrin yang diberikan, penguasa menerapkan cara-cara pendidikan.

(6) Saluran Lainnya

Saluran lain selain yang telah diuraikan tersebut, penguasa dapat juga menggunakan
saluran berupa: (a) alat-alat komunikasi massa seperti surat kabar, majalah, brosur, radio, televisi,
dan film dan (b) rekreasi, seperti misalnya yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
mengisi waktu luang, sandiwara rakyat dan berbagai jenis kesenian daerah atau tradisional.

Dalam upaya menjalankan kekuasaan, umumnya penguasa tidak hanya memanfaatkan


salah satu saluran dari saluran-saluran sebagaimana dijelaskan di atas, tetapi memanfaatkan
secara terpadu dua atau lebih salurn tersebut bergantung kepada struktur masyarakat yang
bersangkutan.

Bentuk-bentuk lapisan kekuasaan

Didalam masyarakat terdapat beraneka ragam bentuk lapisan kekuasaan, akan tetapi
biasanya ada suatu pola umum yang dijumpai dalam masyarakat. Apabila diikuti pemikiran Mac
Iver (1954) dikenal ada tiga pola umum dari sistem lapisan kekuasaan yaitu:

(1) Bentuk kasta


Pada bentuk kasta, sistem lapisan kekuasaan memiliki garis pemisah yang tegas sehingga
hampir tidak terjadi gerak sosial vertikal. Pada bentuk ini penguasa tertinggi ada di tangan
Raja,yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara dan pendeta yang merupakan lapisan yang
lebih tinggi dari petani dan buruh tani.

(2) Bentuk Oligarkis

Pada bentuk semacam ini, sistem lapisan kekuasaan memiliki garis pemisah yang tegas,
tetapi dasar perbedaan sistem lapisan kekuasaan itu ditentukan oleh kebudayaan masyarakat
yang bersangkutan, terutama dalam hal membuka peluang bagi setiap warganya untuk meraih
kekuasaan tertentu.

(3) Bentuk Demokratis

Pada bentuk demokratis garis pemisah antara lapisan kekuasaan bersifat sangat mobil,
sebagai ciri bahwa gerak sosial vertikal betul-betul terbuka lebar. Kedudukan orang-orang yang
memegang kekuasaan didasarkan atas kemampuannya masing-masing, sehingga faktor kelahiran
tidak mempunyai arti penting dalam hal ini.

Bentuk lapisan kekuasaan semacam ini merupakan bentuk ideal, yang didalam kenyataan
dan perwujudannya sering mengalami penyimpangan.

Bentuk-bentuk Wewenang

Para ahli membedakan wewenang menjadi empat bentuk, mencakup:

(1) Wewenang Kharismatis, tradisional dan rasional

Perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional dan rasional, didasarkan atas


hubungan antara tindakan-tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Dijelaskan oleh
Weber(1964) ketiga bentuk wewenang itu sebagai berikut.

Wewenang Kharismatis adalah wewenang yang didasarkan atas kharisma. Kharisma


diartikan sebagai suatu kemampuan khusus (unik) yang melekat pada diri seseorang berkat
anugerah tuhan. Wewenang Kharismatis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a) Adanya kemampuan khusus pada diri seseorang yang pernah terbukti bermanfaat bagi
masyarakat.
b) Masyarakat mengakui kemampuan khusus itu atas dasar kepercayaan dan pemujaan.
c) Wewenang ini dapat bertahan selama dapat dibuktikan keampuhannya bagi masyarakat.
d) Dasar dari wewenang ini bukanlah terletak pada suatu peraturan atau hukum, melainkan
bersumber pada diri seseorang.
e) Tidak diatur oleh kaidah kaidah baik tradisional maupun rasional, sehingga cenderung
bersifat irasional.
f) Wewenang kharismatis dapat berkurang dan bahkan hilang.

Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh baik seseorang maupun kelompok, karena
seseorang atau kelompok memiliki kekuasaan dan wewenang yang telah melembaga
(institutionalized) dan bahkan telah mendarah daging (internalized) dalam masyarakat.
Disebutkan oleh Weber (1964) ada tiga ciri utama dari wewenang tradisional, sebagai berikut.

a) Baik penguasa yang memiliki wewenang maupun warga masyarakat yang lain diikat oleh
ketentuan ketentuan tradisional.
b) Adanya wewenang yang lebih tinggi dari pada kedudukan seseorang.
c) Orang orang dapat bertindak secara bebas, selama tidak ada pertentangan dengan
ketentuan ketentuan tradisional.

Wewenang rasional (legal) adalah wewenang yang didasarkan atas sistem hukum yang berlaku
dalam masyarakat. Dalam hal ini sistem hukum diartikan sebagai kaidah kaidah yang telah
diakui dan ditaati oleh masyarakat, bahkan telah dikuatkan oleh negara. Dalam hubungan ini ada
dua hal penting berikut ini perlu diperhatikan. (a) agar kehidupan masyarakat dapat berjalan
dengan tenang dan tentram, maka sistem hukum yang melandasi wewenang itu harus sesuai
dengan sistem kebudayaan masyarakat itu. (b) orang orang yang memegang kekuasaan diberi
kedudukan dalam jangka waktu tertentu, supaya orang orang tersebut dapat
menyelenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat.

(2) Wewenang resmi dan tidak resmi

Wewenang resmi umumnya terdapat pada kelompok kelompok besar yang memerlukan
aturan aturan tata tertib yang bersifat tegas dan tetap. Karena dalam kelompok besar itu jumlah
anggotanya relatif lebih banyak, maka ditentukan dengan tegas : kedudukan dan peranan
anggota, hak dan kewajiban anggota, siapa siapa yang menetapkan kebijaksanaan dan
pelaksanaan pelaksanaannya dan sebagainya. Pengurus KUD merupakan contoh wewenang
resmi. Sedangkan wewenang tidak resmi umumnya dijumpai pada kelompok kelompok kecil.
Wewenang ini biasanya timbul dalam hubungan hubungan antara pribadi yang sifatnya
situasional, sifatnya sangat ditentukan oleh kepribadian pihak pihak yang bersangkutan dan
penerapannya tidak sistematis. Seorang ayah dalam status dan fungsinya sebagai kepala rumah
tangga petani (pada masyarakat patrilineal), merupakan contoh yang dapat menggambarkan
wewenang tidak resmi.

(3) Wewenang pribadi dan teritorial

Wewenang pribadi dan teritorial timbul dari sifat dasar kelompok kelompok tertentu.
Kelompok kelompok itu mungkin timbul karena: (a) faktor ikatan darah, seperti misalnya
marga pada masyarakat batak (sumatra), (b) faktor ikatan tempat tinggal (teritorial) seperti
misalnya banjar di bali dan di desa indonesia dan (c) gabungan dua faktor tersebut.

Wewenang pribadi memiliki ciri ciri sebagai berikut. (a) unsur kebersamaan atau
solidaritas di antara anggota kelompok memegang peranan yang sangat penting. (b) para
individu dianggap lebih banyak mempunyai kewajiban daripada hak. (c) struktur wewenang
bersifat konsentris, yaitu dari satu titik pusat kemudian menyebar melalui lingkaran lingkaran
wewenang tertentu. (d) setiap lingkaran wewenang dianggap memiliki kekuasaan penuh di
wilayah masing masing. (e) wewenang pribadi lebih didasari pada tradisi jika dibandingkan
dengan peraturan dan mungkin juga didasari pada kharisma seseorang.

Sedangkan wewenang teritorial mempunyai ciri ciri seperti dibawah ini. (a) wilayah
tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting. (b) unsur kebersamaan pada wewenang
ini lebih lemah dari pada unsur kebersamaan pada wewenang pribadi. (c) terdapat
kecenderungan untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan terciptanya
hubungan langsung dengan anggota kelompok.

(4) Wewenang terbatas dan menyeluruh

Wewenang terbatas adalah wewenang yang tidak mencangkup semua bidang kehidupan,
tetapi terbatas hanya pada salah satu bidang kehidupan. Umpama saja, kepala dusun tidak
mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan urusan yang menjadi wewenang pekaseh
(pemimpin subak) dan demikian juga sebaliknya.

Wewenang menyeluruh diartikan sebagai wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang
bidang kehidupan tertentu. Sebagai contoh, setiap negara memiliki wewenang menyeluruh
(mutlak) untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Setiap kepala desa memiliki wewenang
menyeluruh dalam upaya membangun desa yang dipimpinnya, dan sebagainya.

BAB IX

KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT PETANI

Pengertian Kepemimpinan dan Pemimpin

Kepemimpinan yang dalam bahasa asing disebut leadership, berasal dari kata lead
(bahasa latin) artinya pergi. Tolead atau to guide atau to direct in action, artinya membingbing
dan mengarahkan dalam tindakan. Berangkat dari pengertian tersebut, para ahli mendefinisikan
kepemimpinan sebagai suatu kemampuan dari seseorang yakni pemimpin untuk mempengaruhi
atau membingbing orang lain yakni yang dipimpin, sehingga orang lain tersebut bertingkah laku
seperti yang dikehendaki oleh pemimpin. Sedangkan pemimpin (leader) adalah orang yang
membingbing dan mengarahkan orang lain atau yang dipimpin. Pemimpin juga diartikan sebagai
orang yang mempunyai hak dan wewenang untuk menjalankan tugas kepemimpinan pada
masyarakat petani.

Jenis jenis kepemimpinan


Dikemukakan oleh Kartono (1988), Siregar (1989), dan Soekanto (2010), kepemimpinan
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal.
Pemimpin dalam kepemimpinan formal tersimpul dalam suatu jabatan dengan masa jabatan
tertentu atau ditentukan. Contoh, kepala desa, lurah, camat dan sebagainya.

Sedangkan kepemimpinan informal merupakan hasil pengakuan dan kepercayaan


masyarakat yang mempunyai ruanglingkup tanpa batas resmi. Seseorang bisa jadi pemimpin
tidak melalui proses pemilihan atau pengangkatan, tetapi masyarakat setempat memberikan
pengakuan legitimasi kepada yang bersangkutan, karena dia mempunyai kelebihan tertentu dari
pada anggota masyarakat yang lain. Kelebihan itu di antaranya. (1) dapat menempatkan diri tepat
diantara anggota masyarakat dengan hubungan yang serasi, (2) mempunyai kemampuan
mengikat hati anggota masyarakat setempat, (3) mempunyai pengaruh besar sehingga dapat
menggerakan masyarakat lingkungannya, (4) mempunyai keunggulan secara material dan non
material, dan (5) memahami dan memperjuangkan aspirasi atau tujuan masyarakat. Contoh,
pemimpin dalam kepemimpinan informal: ulama, tetua adat, tabib dan sebagainya.

Disamping itu, dikenal pula ada dua jenis kepemimpinan yang lain seperti yang
dinyatakan oleh Karjadi (1977), yaitu kepemimpinan langsung dan kepemimpinan tidak
langsung. Pada jenis kepemimpinan langsung, pemimpin melaksanakan aktivitas dan
menanamkan pengaruh kepada yang dipimpin atau anak buah secara langsung melalui tatap
muka, seperti rapat atau pertemuan dan lobi.

Sebaliknya pada jenis kepemimpinan tidak langsung, pemimpin menjalankan aktivitas


dan menanamkan pengaruh kepada yang dipimpin atau anak buah tidak melalui mekanisme tatap
muka atau berhadapan muka satu sama lainnya, tapi melalui perantara pada bebagai kesempatan
baik melalui perntara pada berbagai kesempatan baik melalui orang maupun melalui media, baik
media tertulis atau tercetak seperti surat, surat kabar, majalah, dan pengumuman lewat papan
pengumuman, maupun media elektronik seperti radio, televisi, HP (handphone).

Kepemimpinan Visioner

Berbicara mengenai keemimpinan visioner, berarti pula berbicara menegnai visi. Visi
daat diartikan sebagai suatu gambaran masa depan mengenai keadaan kelompok atau masyarakat
yang dicita-citakan, yakni kelompok atau masyarakat yang lebih baik, inovatif, kompetitif, dan
mampu mewujudkan perubahan lingkungan yang lebih kondusif. Dijelaskan oleh Quigley
(1993), visi memiliki empat elemen sebagai berikut.

(1) visi sebagai sumber kekuatan yang fundamental

Visi merupakan atribut kepemimpinan suatu masyarakat dalam jangka panjang.

(2) nilai-nilai sebagai landasan visi

Nilai nilai masyarakat sebagai panduan atau pedoman, mengajak dan bahkan mendesak
warganya untuk berperilaku konsisten dengan perintah dan perkembangan.

(3) misi dan tujuan

Misi merupakan perwujudan dasar filsafah para pembuat keputusan strategis organisasi
atau masyarakat, dan mencerminkan konsep dari organisasi atau masyarakat yang bersangkutan.

Tujuan organisasi atau masyarakat, dapat diartikan sebagai suatu gambaran tentang hasil yang
diharapkan oleh organisasi atau masyarakat. Untuk mencapai hasil tersebut diperlukan berbagai
upaya yang terarah dari anggota organisasi atau masyarakat (Sudarta, 2004).

(4) strategi dan taktik

Dikemukakan oleh handoko (1992), strategi dapat diartikan sebagai suatu program umum
untuk pencapaian tujuan organisasi dalam pelaksanaan misi. Wahyudi (2011), taktik dapat
diartikan sebagai suatu rencana aksi atau kegiatan jangka pendek, dilanjutkan dengan evaluasi
yang terus menerus dan perubahan-perubahan dalam pengendalian.

Dalam menjalankan tugas kepemimpinan visioner, pemipin harus mampu memperagakan


misi agar dapat diterima dan diaplikasikan oleh semua anggota organisasi atau masyarakat.
Menurut Robbins (1996) kemampuan atau keterampilan yang diperlukan dari pemimpin untuk
maksud tersebut sebagi berikut.

1) Kemampuan atau keterampilan untuk menjelaskan kepada suatu anggota. Dalam kaitan
ini, pemimpin perlu menjelaskan visi dilihat dari segi tindakan tindakan dan sasaran
yang dituntut melalui komunikasi lisan dan tertulis yang jelas.
2) Kemampuan atau keterampilan untuk mengungkapkan visi, bukan hanya secara verbal
melainkan melalui prilaku pemimpin secara terus menerus memberikan dorongan
kepada anggota dalam pencapaian visi.
3) Kemampuan atau keterampilan untuk memperluas visi pada konteks kepemimpinan yang
lebih luas.
4) Visi mengilhami antusiasme dan merngsang komitmen. Visi memperluas basis dukungan
bagi pemimpin melalui refleksi kebutuhan dan aspirasi berbagai pihak terkait,
menjembatani perbedaan ras, umur, jenis kelamin, dan karakteristik demografi lainnya,
serta menarik perhatian berbagai pihak ke dalam komunikasi yang peduli terhadap masa
depan organisasi.
5) Visi dinyatakan secara jelas dan mudah dipahami. Visi mempunyai makna tunggal.
6) Visi merefleksikan keunikan suatu organisasi, kompetensinya, apa yang diperjuangkan
dan apa yang mampu dicapai.
7) Visi bersifat ambisius, artinya visi menunjukkan kemajuan dan memperluas pandangan
organisasi.

Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan (leadership styles) dapat diartikan sebagai suatu cara orang
memimpin atau cara pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan.

Ada beragam jenis gaya kepemimpinan di antaranya otokratik, authoritarian, militeristik,


supervisory, demokratik, permisive, group oriented, dan partisipatif. Pada dasarnya semua gaya
kepemimpinan tersebut berada di antara dua kutub ekstrim dari suatu kontinum, yakni gaya
kepemimpinan yang sepenuhnya berorientasi pada tugas yang harus diselesaikan (task-orientasi
leadership) di kutub yang satu, dan gaya kepemimpinan yang sepenuhnya berorientasi pada
menjaga hubungan baik (relationship-orientasi leadership) di kutub yang lain (Slamet, 1978).

Beragam jenis gaya kepemimpinan tersebut, masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut.

(1) Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, mencakup berikut ini.

1. Otokratik; perlakuan pemimpinan diktator, perintahnya keras, menganggap anak buah


sebagai alat belaka dan menganggap organisasi atau masyarakat yang dipimpin
sebagai milik sendiri.
2. Authoritarian; sama dengan otokratik tetapi dengan kadar yang lebih rendah.

3. Militeristik; bergaya seperti militer dengan sifat-sifat sebagai berikut.

a. Menggerakkan bawahan dengan sistem perintah seperti yang biasa diterapkan


dalam kemiliteran.
b. Gerak-gerik pemimpin selalu bergantung pada pangkat dan jabatannya.
c. Menuntut disiplin tinggi dan kaku dari yang dipimpin.
d. Senang pada hal-hal yang bersifat formal.
e. Senang dengan upacara-upacara untuk berbagaikeadaan.
f. Tidak menerima kritik dari anak buah.
4. Supervisory; mencari kesalahan anak buah, dalam arti mengawasi atau mengendalikan
anak buah berdasarkan peraturan-peraturan yng berlaku.
(2) Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan baik, meliputi sebagai dibawah ini.

1. Demokratik; perlakuan pemimpin bersifat kekeluargaan atau kerakyatan,


mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, mengharap kerja sama
dengan anak buah dan mau menerima saran dari anak buah sebagai masukan.
2. Equalitarian; peminpin di dalam menjalankan kepemimpinannya lebih
mengutamakan kebersamaan.
3. Permisive; anak buah cenderung diijinkan oleh pemimpin untuk berkreativitas dan
beraktivitas sesuai dengan keinginannya.
4. Group oriented; pemimpin berorientasi pada pemeliharaan kelompok,organisasi
atau masyarakat yang di pimpinnya.konflik selalu dicegah, jika ada konflik segera
diatasi,sehingga tercipta kekompakan atau suasana kerja sama yang baik di
kalangan anggota organisasi atau masyarakat yang di pimpinnya.
5. Considerate; pemimpin penuh pertimbangan, segala pengaduan dan segala sesuatu
yang menyangkut masyarakat yang dipimpinnya dipertimbangkan.

Sifat dan tugas pemimpin

Dalam kenyataan sehari-hari banyak orang yang mampu sebagai pemimpin, apakah
pemimpin kelompok, pemimpin organisasi ataupun pemimpin masyarakat.
Orang-orang yang mampu menjadi pemimpin yang baik,umum nya mempunyai sifat-sifat atau
ciri-ciri seperti dikemukakan oleh Slamet (1978) berikut ini.
(1) Memiliki empati
Empati adalah kemampuan pemimpin untuk ikutmerasakan perasan orang lain atau
orang yang dipimpin berkenaan dengan kedudukan orang lain atau orang yang dipimpin
itu.pemimpin yang baik,mempunyai empati yang tinggi.
(2) Menjadi bagian dari organisasi atau masyarakat yang dipimpin
Pemimpin yang baik,mampu menjadikan dirinya sebagai bagian dari organisasi atau
masyarakat petani yang dipimpinnya, yang ditandai oleh adanya pengakuan dari anggota
organisasi atau masyarakat tersebut. Apabila anggota organisasi atau masyarakat itu masih
melihat pemimpin tersebut sebagai orangasing,ini artinya pemimpin yang bersangkutan belum
berhasil.
(3) Penuh pertimpangan terhadap orang lain
Pemimpin selalu mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh terhadap hal-hal yang
menyangkut orang lain,terutama jika orang lain itu menjadi anggota organisasi atau masyarakat
yang dipimpinnya.
(4) lincah dan gembira(surgency)
Pemimpin yang memiliki sifat lincah dan gembira (surgery) adalah pemimpin yang
selalu bersemangat dan bergembira dan mampu membuat anak buah bersemangat dan
bergembira pula.
(5) Memiliki emosi yang setabil
Pemimpin yang memiliki emosi yang stabil ditandai oleh temperamen yang mantap dan
pola prilakutertentu, bukan tipe orang yang anggin-angginan.
(6) Keinginan untuk menjadi pemimpin
Keinginan untuk menjadi pemimpin juga merupakan salah satu sifat pemimpin yang
baik. Keinginan ini harus lahir dari dalam dirinya sendiri, sehingga tidak merasa terpaksa dan
dipaksa untuk menjadi pemimpin.
(7) Memiliki kompetensi untuk memimpin
Pemimpin yang baik, memiliki kompetensi untuk memimpin. Sifat ini ditandai oleh
kemampuan berkomunikasi, menggerakan anak buah, mengendalikan anak buah, mengadakan
pendekatan, mengadakan koordinasi, menentukan kebijakan, dan kemampuan mengambil
keputusan.
(8) Memiliki daya pikir yang memadai
Pemimpin yang baik, mempunyai daya pikir atau daya nalar yang memadai, termasuk
berpandangan luas dan mempunyai kreativitas yang tinggi.
(9) Konsisten dalam bertindak
Konsisten dalam bertindak, merupakan sifat yang tidak kalah penting bagi pemimpin
yang baik. Sifat ini mengandung pengertian; pemimpin mempunyai pikiran dan sikap yang tegas,
tidak mudah mengubah kebijaksanaan dan keputusan yang telah ditetapkan, apalagi bertentangan
dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.
(10) Percaya pada diri sendiri
Percaya pada diri sendiri merupakan sifat ketangguhan pribadi pemimpin dalam
menjalankan kepemimpinannya.
(11) Memiliki kemampuan membagi Kepemimpinan
Setiap individu, termasuk pemimpin mempunyai keterbatasan dalam melakukan
pekerjaan organisasi atau masyarakat tempat mereka menjadi anggota. Sedangkan pekerjaan
organisasi atau masyarakat tersebut tidak sedikit dan hal itu harus dilaksanakan serta diselesaikan
dalam jangka waktu tertentu.
Teori yang berhubungan dengan tugas-tugas pemimpin, diantaranya dijelaskan oleh Slamet
(1978) Sebagai berikut
(1) Menganalisis kelompok atau masyarakat agraris
Pemimpin bertugas untuk menganaliskelompok atau masyarakat petani dan tujuan yang
ingin dicapai oleh organisasi atau masyarakat petani yang dipimpinnya. Dengan melaksnakan
tugas ini, pemimpin akan menghayati betul hakikat adanya kelompok atau masyarakat itu dan
segala sesuatu yang ada didalamnya.
(2) Menentukan struktur
Pemimpin bertugas untuk menentukan struktur organisasi dari kelompok atau
masyarakat petani yang dipimpinnya. Artinya, menentukan tugas tugas atau jenis jenis
pekerjaan yang harus dilaksanakan dan membagi pekerjaan pekerjaan itu kepada masing
masing unit atau orang orang tertentu.
(3) Mengambil prakarsa
Dengan tidak menutup kemungkinan adanya prakarsa atau gagasan dari anak buah,
pemimpin perlu mengambil prakarsa sedemikian rupa, agar kelompok atau masyarakat yang
dipimpinnya dapat melakukan kegiatan kegiatan yang menyegarkan, dalam upaya mencapai
tujuan bersama.
(4) Mencurahkan perhatian terhadap tercapainya tujuan bersama
Bukan hal yang jarang terjadi, bahwa masing masing anggota kelompok atau
masyarakat petani hanya ingat pada tujuannya sendiri dan lupa atau kurang memperhatikan
tujuan bersama.
(5) Menyediakan fasilitas komunikasi
Fasilitas komunikasi yang dimaksudkan disini berupa kesempatan, forum pertemuan
atau rapat, konsultasi yang terbuka bagi setiap anggota. Papan pengumuman dan lainnya.
Penyediaan fasilitas komunikasi ini merupakan tugas pemimpin.
(6) Menumbuhkan rasa kesatuan
Menumbuhkan rasa kesatuan di antara anak buah merupakan, salah satu tugas pemimpin. Tujuan
kelompok yang harus dicapai bersama, akan benar benar tercapai kalau semua anggota
beraktivitas menuju pada tujuan yang sama itu.
(7) Mengembangkan rasa kebahagiaan
Suatu kelompok atau masyarakat akan produktif, apabila semua atau setidak tidaknya
sebagian besar anggota merasa bahagia berada dalam kelompok atau masyarakat tersebut.
Adanya sikap saling mencurigai, saling menuduh, kesalah pahaman, konflik dan lain lainnya
diantara anak buah harus segera diatasi, karena hal hal seperti itu dapat menumbuhkan
perasaan tidak senang.
(8) Menciptakan sintalitas
Istilah sintaitas menyangkut dinamika, tempramen dan kelakuan bertindak dari satu kelompok
atau masyarakat, yang kesemuanya itu ditandai dengan adanya semangat kerja sama yang di
antar anggota.
Selanjutnya berdasarkan epos Ramayana, yakni ajaran Rama kepada Bharata (adiknya
dari lain ibu) berkaitan dengan tugas tugas pemimpin, dinyatakan sebagai berikut. Pemimpin
yang baik hars dapat menjalankan delapan tindak sebagai pencerminan dari sifat sifat delapan
Dewa yang masing masing memiliki kepribadian sendiri. Kedelapan tindak atau tugas dikenal
dengan nama Asta Brata, seperti yang akan diuraikan berikut ini.
(1) Surya Brata
Surya artinya matahari yang mengeluarkan cahaya, yang dapat menerangi dan memberikan
energi. Berdasarkan pengertian ini, pemimpin dituntut mempunayi kemampuan berkomunikasi
dengan baik dan bertugas untuk menciptakan suasana komunikasi (interaksi) yang baik, bertugas
membina atau membingbing anak buah, bertugas menggerakan dan mengendalikan anak buah
menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai bersama.
(2) Bayu Brata
Bayu artinya angin yang bersifat meliputi keseluruhan. Dari pengertian ini dapat dipahami
bahwa pemimpin harus berpengetahuan dan berpandangan luas, berbudi pekerti yang luhur dan
mempunyai sifat ramah.
(3) Indra Brata
Indra artinya hujan yang memberikan kesuburan. Berangkat dari pengertian ini, pemimpin
bertugas untuk menciptakan kebahagian atau kesejahteran lahir dan batin bagi kelompok atau
masyarakat agraris yang dipimpin.
(4) Caci Brata
Caci artinya bulan yang memberikan suasana tenang, nyaman dan senang. Hal ini berarti,
pemimpin bertugas untuk menciptakan suasana saling menyenangi antara pemimpin dengan
yang dipimpin, termasuk di antara anak buah secara keseluruhan.
(5) Dana Brata
Dana artinya benda atau kekayaan. Pemimpin bertugas untuk menggali sumber daya material,
baik berupa uang maupun natura untuk memenuhi beragam kebutuhan kelompok atau
masyarakat yang dipimpinnya.
(6) Yama Brata
Yama artinya jiwa, Dewa Yama adalah dewa pencabut nyawa yang bertindak tegas tanpa
pandang bulu. Hal ini berarti, pimpin bertugas untuk secara tegas dan objektif menindak anak
buah yang berprilakumenyimpang, dengan jalan memberikan sanksi sesuai denagn norma yang
berlaku dan memberikan penghargaan kepada anak buah yang berprestasi.
(7) Paca Brata
Paca artinya api yang sifatnya panas. Hal ini berarti pemimpin bertugas untuk membangkitkan
semangat kepada yang dipimpin, agar mereka selalu tampil prima baik dalam berinisiatif
maupun bergiat untuk pencapaian tujuan bersama yang menjadi tujuan kelompok atau
masyarakat agraris yang dipimpinnya.
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan sangat penting artinya bagi kemajuan suatu kelompok atau
masyarakat petani. Seperti telah disinggung sebelimnya, bahwa pengambilan keputusan yang
cepat dan tepat sangat diperlukan bagi keberhasilan suatu kelompok atau masyarakat. Berikut ini
dijelaskan tiga tipe atau bentuk pengambilan keputusan secara umum, yang dapat diterapkan
dalam kehidupan kelompok tani atau masyarakat agraris.
1. Pengambilan keputusan opsional (Optional decisions), yakni pengambilan keputusan
secara bebas oleh setiap individu yang menjadi anggota kelompok atau masyarakat
agraris, tanpa memperhatikan keputusan anggota yang lain. Sebagai contoh, dalam
membeli sebuah cangkul seorang petani mengambil keputusan sendiri, tidak perlu
membicarakannya dengan petani lain.
2. Pengambilan keputusan kolektif (Collective decisions), yakni pengambilan keputusan
oleh seluruh anggota kelompok masyarakat melalui konsesus. Contoh, dalam
pengaturan pembagian air irigasi di subak (organisasi tradisional petani sawah di Bali),
seluruh petani yang menjadi anggota subak harus mematuhi keputusan yang telah
diambil bersama tentang cara cara pengaturan air irigasi yang berlaku di subak
tersebut.
3. Pengambilan keputusan otoritas (Authority decisions), yakni pengambilan keputusan
oleh pemegang kekuasaan. Umpamanya pelaksanaan gotong royang untuk perbaikan
jalan usahatani ditentukan oleh ketua kelompok tani, anggota kelompok tani tinggal
melaksanakan saja sesuai dengan intruksi ketua kelompok tani tersebut.
Diperlukan suatu kombinasi yang sebaik baiknya diantara hal hal berikut ini.
1) Perasaan, firasat, feeling atau intuisi dari pengambil keputusan.
2) Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interprestasi data atau fakta secara rasional dan
sistematis.
3) Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh pengambil keputusan.
4) Kewibawaan atau pengaruh yang dimiliki oleh pengambil keputusan.
5) Kekuasaan dan wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan (Karyadi
1977).
BAB X
KOMUNIKASI SOSIAL DAN PENYEBARAN INOVASI PERTANIAN

Pengertian Komunikasi Dan Komunikasi Sosial

Komunikasi Berasal dari kata communicate (bahasa inggris) atau communicare (bahasa
latin), artinya membuat sama atau menyamakan. Berdasarkan pengertian ini dapat dikatakan,
bahwa proses komunikasi berjalan baik atau efektif apabila di antara orang-orang pihak-pihak
yang berkomunkasi (antara komuniktor atau sumber pesan dengan komunikan atau penerima
pesan) terdapat pengertian yang sama mengenai sesuatu yang dikomunikasikan oleh
komunikator kepala komunikan. (Hasansulama.,1983).
Berkaitan dengan pengertian komunikasi sosial, dikemukakan oleh Willian Albig (Berlo,
1960) sebagai berikut. Dalam proses komunikasi sosial harus mempunyai akibat terhadap
kehidupan sosial, yakni terjadi perubahan sosial. Selain itu, dalam proses komunikasi sosial juga
terjadi komunikasi secara langsung (tatap muka) antara komunikator dengan
komunikan,sehingga tercipta komunikasi dua arah dalam waktu yang hampir bersamaan.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka komunikasi sosial dapat dibedakan dengan komunikasi
media, karena (1) Komunikasi sosial bersifat langsung atau tatap muka antara komunikator
dengan komunikan dan (2) komunikasi sosial harus mampu mengadakan perubahan sosial dalam
sistem sosial atau masyarakat.
Dikemukakan oleh slamet (1978), secara umum komunikasi mempunyai 3 jenis tujuan sebagai
berikut.
1. Informative, yakni tujuan untuk memberikan informasi, suatu pendekatan pada pikiran. Kalau
berkomunikasi dengan tujuan seperti ini,maka informasi yang disampaikan kepada sasaran
harus faktual dan objektif.
2. Persuasive, yakni tujuan untuk menggugah perasaan orang, seperti senang dan tidak senang,
suka dan tidak suka. Jadi, berbeda dengan jenis tujuan yang pertama, disini pendekatannya
dari segi eemosi, bukan pada fikiran.
3. Entertainment, yaitu tujuan untuk menghibur, orang-orang melawak umpamanya, bertujuan
agar orang-orang lain mempunyai perasaan gembira. Namun perlu diketahui, bahwa terdapat
pro dan kontra terhadap entertainment sebagai salah satu jenis tujuan komunikasi
Dimensi tujuan komunikasi
Dalam berkomunikasi, komunikator harus mempunyai tujuan yang jelas. Tanpa tujuan
yang jelas, sulit bagi komunikator mendapatkan respons yang benar dari komunikan. Tujuan
komunikasi yang jelas mengandung beberapa dimensi dan dimensi tersebut dapat dilihat dari
segi siapa dan bagimana.
Dalam hal siapa yang berkomunikasi terdapat dua dimensi, yakni pengirim
( komunikator) dan penerima (komunikan). Tujuan komunikasi dari dua dimensi ini harus
relevan, agar terjadi komunikasi yang efektif, Tujuan komunikator dan komunikan harus
menyambung. Dalam memberikan penyuluhan misalnya, tujuan penyuluhan harus
menyambung .dengan sasaran (orang-orang yang diberikan penyuluhan).
Patut dicatat, bahwa efek atau hasil dalam berkomunikasi dapat bersifat konsumtif dan
dapat pula bersifat instrumental, atau di antara keduanya.
Unsur-unsur Komunikasi
Dijelaskan oleh Berlo (1960) komunikasi tidak saja dimaksudkan untuk menyampaikan
pesan dari sumber kepada penerima, tetapi juga dimaksudkan agar penerima dapat dipengaruhi
oleh sumber. Tidak selamanya penerima memberikan respons yang positif terhadap pesan yang
diterimanya dari sumber, sehingga proses komunikasi tidak berjalan.
Berdasarkan pertimbangan itu, diyatakan oleh Benlo (1960) ada tujuh unsur Komunikasi, yaitu
(1). Sumber atau Source, diartikan sebagai sumber atau pencetus ide, gagasan, informasi atau
pesan (pesan yang pertama). Komunikasi merupakan suatu perbuatan dan setiap
perbuatan pasti ada motifnya. Motif komunikasi berupa kebutuhan tertentu.Seseorang
yang akan berkomunikasi harus merasakan adanya kebutuhan berkomunikasi. Seseorang
tidak akan melakukan komunikasi, kalau dia tidak merasakan kebutuhan berkomunikasi.
(2). Pembuat sandi atau encoder adalah pihak yang menyusun sandi atau lambang yang
berasal dari pesan agar dapat dikomunikasikan kepada penerima. Sandi atau lambang itu
bisa berupa bahasa yang diucapkan, bahasa tertulis, gambar, grafik dan sebagainya
(3). Pesan atau message adalah ide, gagasan, informasi, kebutuhan dan lain-lain yang keluar
dari sumber atau yang diciptakan oleh sumberdan telah disusun dalam bentuk sandi serta
siap dikirimkan.
(4). Saluran atau channel adalah pembawa pesan atau piranti agar pesan dapatmengalirdari
sumber ke penerima.Jika seseorang menyampaikan pesan secara lisan, salurannya berupa
udara. Kalau seseorang menyampaikan pesan secara tertulis, salurannya bisa berupa
papan tulis, buku, diktat, majalah, surat kabar, Short message service (SMS), dan lainnya.
(5). Penerjemah sandi atau decoder diartikan sebagai pihak yang menerjemahkan sandi atau
lambang yang diterimanya dari sumber, sehingga dapat dipahami oleh penerima.
Penerjemah sandi merupakan proses belajar. Ini artinya dalam proses komunikasi ada
hubungannya dengan proses belajar. Untuk bisa berkomunikasi, orang-orang perlu
belajar.
(6). Penerima atau receiver diartikan sebagai pihak yang menjadi sasaran komunikasi atau
yang akan menerima dan melaksanakan pesan yang diperolehnya dari sumber.
(7). Akibat atau effect merupakan hasil yang ditimbulkan karena adanya proses komunikasi,
dalam hal ini akibat itu harus terjadi pada pihak penerima dan sesuaidengan keinginan
sumber.
Sebagai teladan, dapat dilihatdalam proses komunikasi yang terjadi dalam penyuluhan
pertanian. Biasanyalembaga-lembaga pendidikan dan pengaruh tinggi sebagai pencipta
ide-ide baru atau teknologi baru. Pembuatan sandi biyasanya dilaksanakan oleh balai
informasi pertanian atau badan lain yang serupa. Saluran yang digunakan bisa melalui
media tertulis (buku, majalah dan sebagainya ataupun media elektronik (radio, televisi,
telepon dan ponsel). Sebagai penerjemah sandi dapat dilakukan oleh penyuluh pertanian
lapangan (PPL).
Kegagalan Komunikasi
Kegagalan komunikasi sengaja dibahas, dengan tujuan agar para komunikator dapat
menghindarkan kegagalan komunikasi tersebut.Kegagalan komunikasi adalah komunikasi yang
tidak menimbulkan efek seperti yang diharapkan baik oleh pengirim atau sumber maupun
penerima.
Dikemukakan oleh Slamet (1978) kegagalan komunikasi disebabkan oleh dua hal, yaitu
(1) komunikasi tidak efesien dan (2) salah mengerti, dengan penjelasan sebagai berikut.
(1) Komunikasi tidak efesien
Komunikasi yang tidak efesien, di antaranya komunikasi yang terlalu dipengaruhi oleh
kebiasaan dan tujuan komunikasi tidak jelas. Dalam berpidato misalnya, karena kebiasaan tanpa
disadari orang sering melakukan hal-hal yang tidak efesien seperti mengulang-ulang suatu
perkataan. Umpama saja, perkataan yang terhormat sering kali diulang-ulang bukan karena
maksud tertentu, melainkan suatu kebiasaan saja.
(2) Salah Mengerti
Dengan efektivitas komunikasi dadi antaranya disebabkan oleh (1) adanya perbedaan
tujuan antara sumber dengan penerima dan (2) tujuan sumber tidak untuk mendapatkan respons
dari penerima. Hal yang tersebut pertama contohnya pelawak , yang diharapkan oleh penonton
tentu lawaknya yang bisa membuat mereka tertawa dan gembira. Akan tetapi sering terjadi lawak
pada acara televisi bukan menghibur, melainkan mengajari penonton dengan berbagai informasi.
Pengaruh kebudayaan terhadap komunikasi
Pengaruh kebudayaan terhadap komunikasi sangat penting dibicarakan. Bagaimana
norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat petani atau agraris yang mempengaruhi penerimaan
mereka terhadap informasi-informasi yang datang dari sumber-sumber lain? Untuk menjawab
pertanyaan ini, dikemukakan oleh Bertrand (1958) perlu dilihat juga hal yang berkaitan antara
kebudayaan dengan efektivitas komunikasi dalam masyarakat tersebut, sebagai dibawah ini.
1. Pada suatu masyarakat agraris yang memiliki kebudayaan tinggi dan di sana terjadi
pertentangan (konflik) antara nilai-nilai individualisme dan ilmu pengetahuan, maka di
sana akan sulit dimasuki leh ide-ide baru atau inovasi melalui saluran-saluran komunikasi
yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
2. Penerimaan dari komunikasi itu juga dipengaruhi oleh seberapa jauh ide-ide baru telah
disebarkan pada suatu masyarakat dan telah didukung oleh nilai-nilai masyarakt
setempat, seperti nilai-nilai: kebebasan, persatuan dan kemajuan.
3. Komunikasi yang semantik, yakni komunikasi yang memperhatikan kata-kata yang
digunakan oleh komunikator. Suatu komunikasi disebut efektif, apabila ide-ide yang
diberkan oleh komunikator dapat dipahami dan diterima oleh komunikan.
Proses Komunikasi Sosial pada Masyarakat Agraris
Pada masyarakat agraris, umumnya komunikasi sosial lebih menonjol dan mempunyai
arti yang lebih penting dari pada bentuk bentuk komunikasilainnya seperti komunikasi media.
Akibat komunikasi sosial, terjadi proses komunikasi dan proses sosialisasi dari pihak pihak
yang berkomunikasi. Hal ini pada gilirannya membawa perubahan perubahan prilaku individu
dan sistem sosial pada masyarakat agraris.
Dalam komunikasi sosial dikenal ada dua istilah yakni homofili dan heterofi. Homofili
dapat diartikan sebagai suatu keadaan diantara pihak pihak yang berkomunikasi sepadan dalam
prangkat tertentu seperti kepercayaan, nilai nilai, norma, bahasa, pendidikan dan sattus sosial.
Sedangkan heterofili adalah suatu keadaan di antara pihak pihak yang berkomunikasi
mempunyai sifat atau ciri yang berbeda.
Beragam Saluran Komunikasi pada Masyarakat Agraris
Berkaitan dengan penyebaran inovasi kepada masyarakat agraris dekenal beragam
saluran komunikasi diantaranya sebagai berikut.
1) Petani dan Keluarganya
Umumnya, pengetahuan dan keterampilan petani dan keluarganya diturunkan atau
disosialisasikan dari ayah kepada anak pria dan ibu kepada wanita. Sebuah hasil
penelitian di Wisconsin USA menunjukan, bahwa umumnya para petani pemilik
penggarap memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari ayah mereka. Sebaliknya,
sebagian dari para ibu rumah tangga menyatakan pengetahuan dan keterampilan yang
mereka peroleh berasal dari ibu mereka.
2) Tetangga dan kawan kawan petani
Para petani di perdesaan umumnya lebih banyak mengadakan komunikasi dengan
tetangga dan kawan kawannya daripada orang orang lain. Biasanya seorang petani
memiliki sampai dengan enam orang tetangga dan kawan dekat. Karena hubungan
petani itu sangat dekat dan erat dengan tetangga dan kawan kawannya, maka para
tetangga dan kawan kawan petani tersebut mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
watak atau sifat petani yang bersangkutan.
3) Pemimpin informal
Pemimpin informal pada masyarakat agraris terutama di perdesaan, sangat penting
artinya dalam penyebaran inovasi kepada warga masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan
oleh pemimpin formal tidak mampu menjangkau secara intensif yang jelas, siapa siapa
yang dapat digolongkan sebagi pemimpin informal.
4) Berinteraksi dengan masyarakat lain
Dewasa ini petani atau anggota masyarakat agraris yang satu juga berinteraksi dengan
anggota masyarakat agraris yang lain. Interaksi tersebut termasuk pada saat mereka
mengadakan pembelian, pemasaran hasil, aktivitas aktivitas pemerintahan, aktivitas
keagamaan dan sebagainya. Semua itu dapat mempengaruhi prilaku mereka dalam
upaya mengubah pemakaian teknologi atau pengadopsian inovasi.
5) Dinas pelayanan masyarakat
Umumnya perubahan teknologi atau pengapdosian suatu inovasi yang terjadi pada
masyarakat agraris, melalui dinas dinas pelayanan masyarakat, terutama lembaga
lembaga yang mempunyai fungsi untuk menyebarkan informasi atau inovasi. Lembaga
pendidikan tinggi (universitas) misalnya, melalui aktivitas aktivitas pengabdian pada
masyarakat yang dilakukan oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa), juga ikut
serta dalam penyebaran informasi atau inovasi.
6) Komunikasi media
Telah dikemukakan di depan bahwa berkaitan dengan penyuluhan pembangunan
pertanian, peranan komunikasi sosial lebih penting dari pada komunikasi media. Itu
tidak berarti bahwa komunikasi media tidak penting. Penyebaran informasi ataupun
inovasi dalam upaya mengadakan perubahan perubahan dalam peggunaan teknologi di
bidang pertanian khususnya, kini semakin penting.
BAB XI
PERUBAHAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT AGRARIS

Pengertian Perubahan Sosial


Dinyatakan oleh Soekanto (2010) perubahan-perubahan di dalam masyarakat, dapat
mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi, lembaga
kemasyarakatan, lapisan sosial, interaksi sosial, kekuasaan dan wewenang dan lain-lain.
Masyarakat yang statis adalah masyarakat yang sangat sedikit mengalami perubahan dan
perubahan berjalan lambat. Setiap masyarakat pada suatu masa dapat dianggap sebagai
masyarakat statis, sedangkan pada masyarakat lainnya dianggap sebagai masyarakat yang
dinamis.
Perubahan sosial dapat meliputi empat bagian dari kegiatan manusia, seperti perubahan
keperibadian individu, interaksi antara individu, kelompok atau sistem sosial, dan perubahan
sistem kebudayaan. Perubahan keperibadian individu, dipelajari oleh para ahli psikologi,
perubahan yang berhubungan dengan interaksi antara individu merupakan bagian yang dipelajari
oleh para ahli psikologi sosial; perubahan kelompok atau sistem sosial merupakan bagian yang
dipelajari oleh para ahli sosiologi dan perubahan dalam sistem kebudayaan merupakan sasaran
dari para ahli antropologi. Dikemukakan oleh Appelbaum (1970), Davis (1960), Rogers dan
Soemaker (1981), perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat atau sistem sosial. Definisi lain, perubahan sosial adalah segala perubahan yang
terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk
di dalam nilai-nilai, sikap-sikap dan pola tingkah laku antar kelompok dalam masyarakat
(Soemardjan, 1982). Perubahan adalah segala sesuatu yang terlihat atau dirasakan berbeda dalam
jangka waktu tertentu.
Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
Dijelaskan oleh Soemardjan dan Soemardi (1964), bahwa perubahan sosial (social
change) dan perubahan kebudayaan (cultural change) hanya dapt dibedakan definisi antara
masyarakat dengan kebudayaan.
Jenis-jenis Perubahan Sosial
Jenis-jenis atau bentuk-bentuk perubahan sosial dapat dibedakan menjadi: (1) perubahan
yang terjadi secara lambat; (2) perubahan yang terjadi secara cepat; (3) perubahan yang
pengaruhnya kecil; (4) perubahan yang pengaruhnya besar; (5) perubahan yang tidak
direncanakan, dan (6) perubahan yang direncanakan. (Anonimus, 1986 an Soekanto, 2010).
Penjelasan dari masing-masing jenis atau bentuk perubahan itu sebagai berikut.
(1) Perubahan yang terjadi secara lambat

Perubahan yang terjadi secara lambat disebut juga perubahan alamiah. Perubahan ini
memerlukan waktu relatif lama, didalamnya terdapatsuatu rentetan perubahan-perubahan kecil
yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi.Pada evolusi perubahan-perubahan
terjadi dengan sendirinya tanpa suatu rencana atau kehendak tertentu dan tidak ada agen
perubahan (agent of change).

Perubahan alamiah tersebut terjadi, karena adanya beberapa prasyarat sebagai berikut.

(1) Masyarakat merasa mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi (awareness something). (2)
Masyarakat ingin memenuhi kebutuhan tersebut (he needs something). (3) Masyarakat
menjalankan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tersebut (action something). (4) Masyarakat
merasa puas (satisfaction something).

(2) Perubahan yang terjadi secara cepat

Perubahan yang terjadi secara cepat biasanya disebut revolusi. Revolusi memiliki ciri
khas, yaitu perubahan yang berlangsung relatif cepat dan mendasar atau menyangkut sendi-sendi
pokok dari kehidu[an masyarakat berupa lembaga-lembaga kemasyarakatan. Di dalam revolussi,
perubahan-perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu, yang berarti ada agen
perubahan ataupun tanpa rencana.

Secara sosiologis, syarat-syarat terjadinya suatu revolusi (yang direncanakan) pada suatu
masyarakat sebagai berikut.
1. Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.

2. Ada seseorang atau sekelompok orang yang mampu memimpin masyarakat tersebut.

3. Ada momentum yang baik, yakni pada saat semua situasi dan kondisi sosial mendukung
usaha pencetusan revolusi tersebut.

(3) Perubahan yang pengaruhnya kecil

Perubahan yang pengaruhnya kecil dapat diartikan sebagai suatu perubahan pada unsur-
unsur struktur masyarakat yang tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti
bagi masyarakat. Umpamanya, suatu perubahan pada tari-tarian, mode pakaian dan lain-lain,
tidak akan membawa pengaruh yang berarti bagi masyarakat secara keseluruhan, karena tidak
mengakibatkan perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan.

(4) Perubahan yang pengarunya besar

Perubahan ini merupakan kebalikan dari perubahan yang pengaruhnya kecil, yakni suatu
perubahan pada unsur-unsur struktur sosial atau masyarakat yang membawa pengaruh besar atau
berarti bagi masyarakat. Sebagai contoh, suatu proses industrialisasi pada masyarakat perdesaan
yang agraris, merupakan perubahan yang dapat membawa pengaruh besar pada masyarakat itu.

(5) Perubahan yang tidak direncanakan

Perubahan yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi tanpa


direncanakan atau tidak dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat
atau pengendalian sosial dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak
diharapkan oleh masyarakat.

(6) Perubahan yang direncanakan

Perubahan yang direncanakan disebut juga perubahan yang dikehendaki atau perubahan
berencana adalah perubahan yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
menghendaki suatu perubahan yang disebut agen perubahan atau penyuluh pembangunan.
Ada tiga tahap penting di bidang penyuluhan petanian dengan aplikasi ilmu-ilmu sosisal
seperti sosiologi perdesaan, sosiologi pembangunan, sosiologi pertanian dan ekonomi pertanian.
Ketiga thp itu sebagai berikut.

1. Tahap orientasi, yakni mengenal terlebih dahulu daerah atau wilayah yang akan digarap,
termasuk ke dalamnya pengumpulan data dan informasi.

2. Perumusan masalah (berdasarkn data dan informasi tersebut), dikemas dalam bentuk
rencana.

3. Tahap pelaksanaan.

Beberapa Faktor Penyebab Perubahan Sosial

Perubahan sosial (dan perubahan kebudayaan) pada setiap masyarakat, telah terjadi sejak
jaman dahulu kala dan merupakan gejala yang normal. Untuk mempelajari suatu perubahan yang
terjadi dalam masyarakat (masyarakat agraris), perlu diketahui faktor-faktor penyebab yang
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan tersebut.

(1) Bertambah atau berkurangnya penduduk di dalam masyarakat

Penduduk yang cenderung terus meningkat dan lahan pertanian yang relatif tetap seperti
di pulau jawa, Madura dan Bali, menyebabkan terjadinya perubahan struktur dalam masyarakat,
terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakat, terutama yang menyangkut
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Lembaga sistem hak milik atas tanah mengalami perubahan-
perubahan, misalnya orang mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah,
sistem bagi hasil dan lain-lain yang sebelumnya tidak dikenal.

(2) Penemuan-penemuan baru di dalam masyarakat

Penemuan-penemuan baru sebagai penyebab terjadinya perubahan sosial dalam suatu


masyarakat, dapat dibedakan dalam pengertian discovery dan invention. Discovery adalah
penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat baru maupun berupa ide baru
yang diciptakan oleh seorang individu atau suatu rangkaian ciptaan-ciptaan dari individu-
individu dalam suatu masyarakat. Discovery tersebut baru menjadi invention apabila masyarakat
sudah mengakui, menerima dan menerapkan penemuan baru itu.

Apabila ditelaah lebih jauh tentang penemuan baru itu, ada beberapa pendorong bagi
individu-individu untuk menciptakan alat atau ide baru di antaranya sebagai berikut.

1. Kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam kebudayaan suatu masyarakat.

2. Kualitas para ahli dalam suatu kebudayaan (keinginan untuk meningkatkan kualitas hasil
karya)

3. Perangsang bagi kegiatan penciptaan dalam masyarakat.

(3) Pertentangan (konflik) di dalam masyarakat

Pertentangan dalam suatu masyarakat dapat juga sebagai faktor penyebab terjadinya
perubahan sosial. Pertentangan itu mungkin terjadi antar orang per orangan dengan kelompok,
mungkin juga antara kelompok dengan kelompok.

(4) Terjadinya revolusi di dalam masyarakat

Revolusi (perubahan secara cepat dan mendasar) pada tahun 1917 di Rusia, dapat
menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang besar di negara itu. Pada mulanya, negara
tersebut berbentuk kerajaan yang absolut, berubah menjadi diktator proletariat. Semua lembaga
kemasyarakatan, atau lembaga sosial mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat terbawah,
yakni keluarga batin (keluarga inti) mengalami perubahan sosial yang besar.

Selain penyebab yang berasal dari dalam masyarakat, ada pula penyebab perubahan
sosial yang berasal dari luar masyarakat, di antaranya sebagai dibawah ini.

(1) Penyebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar masyarakat

Terjadinya peristiw alam seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir besar dan tsunami,
dapat menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa meninggalkan
tempat tinggal mereka dan mendiami tempat tinggal yang baru.
(2) Peperangan

Peperangan dengan orang lain dapat juga menyebabkan terjadinya perubahan sosial.
Sebab, negara yang menang biasanya akan memaksakan negara yang takluk untuk menerima
kebudayaan mereka yang dianggap memiliki level yang lebih tinggi. Sebagai contoh, Jepang
kalah dalam perang dunia kedua, mengalami perubahan sosial yang besar, yakni dari negara
agraris militer secara berangsur-angsur berubah menjadi negara industri.

(3) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Masuknya suatu kebudayaan asing ke dalam suatu masyarakat yang telah memiliki
kebudayaan, akan menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Hubungan yang dilakukan secara
fisik antara dua masyarakat, mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal
balik.

Beberapa Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial

Faktor pendorong perubahan sosial di dalam masyarakat, di antaranya dapat dijelaskan


sebagai berikut.

(1) Berhubungan dengan masyarakat lain

Seseorang warga suatu masyarakat, jika sering mengadakan hubungan dengan


masyarakat lain misalnya, maka yang bersangkutan potensial memperoleh pengetahuan dan
pengalaman yang baru, katakanlah misalnya inovasi di bidang pertanian.

(2) Pendidikan formal yang tinggi

Pendidikan merupakan faktor utama bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Seseorang yang telah mengenyam pendidikan formal yang tinggi, ditambah lagi pendidikan
nonformal dan informal, biasanya memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas, berpikir
secara rasional dan objektif.

(3) Sikap menghargai hasil karya seseorang


Apabila sikap menghargai karya seseorang melembaga dalam masyarakat, maka
masyarakat akan memberikan dorongan bagi usaha-usaha untuk mengadakan penemuan-
penemuan baru.

(4) Pelapisan masyarakat yang terbuka

Sistem yang terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat, memungkinkan terjadinya gerak


sosial vertikal yang luas, yang berarti memberi kesempatan bagi warga masyarakat untuk maju
atas dasar kemampuannya.

(5) Penduduk yang heterogen

Masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda, ras yang berbeda, ideologi yang berbeda dan lain-lain, mempermudah
terjadinya pertentangan (konflik) yang menyebabkan kegoncangan-kegoncangan.

(6) Ketidakpuasan masyarakat

Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, apalagi keadaan


itu telah berlangsung dalam waktu yang lama, menyebabkan masyarakat menjadi kecewa.

(7) Orientasi ke masa depan

Orientasi ke masa depan dapatvmemberikan pandangan yang lebih luas dan dorongan
maju. Petani yang berorientasi ke masa depan, akan termotivasi untuk mengadopsi inovasi
pertanian yang lebih baik, sehingga mendorong terjadinya perubahan sosial.

(8) Nilai bahwa manusia harus berikhtiar

Ikhtiar atau usaha yang baik dari warga masyarakat, merupakan hal yang sangat penting
dalam proses pembangunan, dalam upaya peningkatkan kualitas hidup.

(9) Disorganisasi dalam masyarakat

Disorganisasi dalam masyarakat, berarti memudarnya nilai-nilai dan norma-norma


tertenteu dalam masyarakat. Memudarnya nilai-nilai tradisional tertentu yang ternyata tidak lagi
bermanfaat dan efesien pada suatu masyarakat, menyebabkan warga masyarakat itu menjadi
lebih responsif terhadap suatu inovasi.

Selanjutnya, disamping ada faktor pendorong, ada pula faktor penghambat perubahan
sosial dalam masyrakat, diantaranya seperti yang akan diuraikan brikut ini.

(1) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

Masyarakat petani yang terutama yang berada jauh di pedalaman, biasanya jarang ataua
kurang berhubungan dengan masyarakat lain.

(2) Pendidikan yang rendah

Warga masyarakat petani yang berpendidikan rendah, apalagi dibarengi dengan jumlah
warga masyarakat buta huruf yang relatif banyak, dapat menimbulkan kepercayaan yang tebal
kepada takhayul, sehingga pola pemikiran mereka menjadi irasional.

(3) Sikap masyarakat yang teradisional

Suatu sikap yang lebih mengagung-agungkan kejayaan masa lampau dan menganggap
paling baik tradisi yang telah diciptakan oleh nenek moyang mereka, akan menghambat jalanya
proses perubahan sosial.

(4) Adanya vested interests

Adanya vasted interests, yaitu kepentingan-kepetingan yang telah tertanam sangat kuat,
akan menghambat perubahan sosial.

(5) Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

Apabila ada unsur-unsur dari luar masuk, dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi
kebudayaan dan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak diharapkan pada
masyarakat.

(6) Sikap masyarakat yang tertutup


Masyarakat petani yang bersikap tertutup, sangat sulit menerima suatu inovasi. Mereka
curiga terhadap hal-hal yang baru atau asing, karena mereka misalnya pernah berpengalaman
buruk sebelumnya dalam mengadopsi suatu inovasi, atau mungkin juga karena mereka tidak
percaya terhadap kelebihan suatu inovasi, sehingga secara apriori mereka menolak inovasi itu.

(7) Adat atau Kebiasaan

Adat atau kebiasaan, bisa mencakup bidang kepercayaan, mata pencaharian dan
sebagainya yang telah terbiasa sedemikian rupa sehingga sulit untuk diubah. Misalnya, warga
masyarakat petani tertent mempunyai kebiasan mencari nafkah dengan jalan meminta-minta
keluar daerah atau kabupaten.

(8) Sudah puas dengan keadaan yang ada

Apabila suatu masyarakat petani sudah puas dengan keadaan yang ada, maka
masyarakat itu tidak ada motivasi untuk melangkah lebih maju, tetapi cenderung santai-santai
saja.

(9) Menentang sumber perubahan

Masyarakat petani percaya, suatu inovasi yang dikomunikasikan kepada mereka baik,
tetapi mereka menolak inovasi itu justru karena sumber perubahan atau komunikatornya tidak
becus.

(10) Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki

Masyarakat petani yang berpegangan pada nilai ini bersikap pasrah dan pesimis, sehinga
daya kreativitas dan aktivitas mereka menjadi pudar. Keadaan seperti ini jelas menghabat
perubahan sosial.

Perubahan Berencana

Perubahan berencana sengaja dibahas secara khusus pada bagian ini, karena berkaitan
erat dengan pembangunan. Seperti telah dikemukakan didepan, perubahan berencana adalah
suatu perubahan yang ditimbulkan dengan sengaja dan telah direncanakan terlebih dahulu untuk
mencapai tujuan tertentu.

Dalam perubahan berencana, ada empat unsur penting yang perlu diperhatikan seperti
yang akan diuraikan berikut ini.

(1) Unsur sumber perubahan berencana

Sumber perubahan berencana, bisa berasal dari dalam masyarakat atau dari dalam sistem
sosial dan bisa juga berasal dari luar masyarakat atau dari luar sistem sosial. Umumnya pada
masyarakat petani, sumber perubahan berencana berasal dari luar.

Dalam Kaitannya dengan sumber perubahan berencana yang berasal dari luar sistem
sosial, maka perlu diperhatikan oleh penyuluh pembangunan (Pelopor perubahan) sebagai
berikut. (1) Diusahakan tidak menggurui masyarakat, supaya tidak menyinggung harga diri
mereka. (2) Sumber ide atau sumber perubahan itu, seolah-olah berasal dari masyarakat petani
itu, dengan maksud supaya mereka menyadari dan merasa memiliki perubahan yang akan
diselenggarakan. (3) inovasi atau ide perubahan itu, harus memenuhi empat syarat pokok yaitu
(a) secara teknis dapat dilaksanakan, (b) secara ekonomis mengutungkan, (c) secara sosial
budaya dapat diterima oleh masyarakat setempat, dan (d) ramah lingkungan.

(2) Unsur sasaran perubahan berencana

Sasaran perubahan berencana adalah masyarakat petani yang diharapkan akan berubah
sesuai dengan yang direncanakan.

(3) Unsur hubungan antara sumber dengan sasaran perubahan

Dalam kaitan ini, diusahakan tercipta hubungan yang baik antara sumber dengan sasaran
perubahan atau tercipta komunikasi dua arah. Dengan demikian, segala informasi yang berkaitan
dengan ide perubahan diharapkan akan mengalir dan dapat diterima oleh sasaran dengan baik.

(4) Unsur rencana perubahan


Rencana perubahan dapat diartikan sebagai suatu serangkaian kegiatan yang harus
dilaksanakan dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Rencana perubahan yang baik mengandung
lima unsur berikut. (1) apa yang akan dilakukan (berkaitan dengan ide dan tujuan). (2) kapan hal
itu dilakukan (berkaitan dengan jadual kegiatan). (3) di mana hal itu akan dilakukan (berkaitan
dengan tempat, termasuk sasaran perubahan berencana). (4) oleh siapa hal itu dilakukan
(berkaitan dengan para pelaku atau orang orang yang akan berpatisipasi dalam pelaksanaan
rencana perubahan). (5) bagaimana hal itu akan dilakukan (berkaitan dengan sumber daya
meterial dan non meterial, dan mekanisme kerja).

Ada beberapa model pentahapan perubahan berencana, salah satu di antaranya dapat
dijelaskan sebagai berikut.

1) Tahapan pencairan
Pada tahapan ini dikumpulkan data dan informasi, lalu dirumuskan menjadi masalah
masalah. Dari beragam
2) Tahap penciptaan hubungan untuk berubah
Di sini diciptakan hubungan untuk berubah dengan tokoh tokoh masyarakat dan warga
masyarakat petani yang akan dijadikan sasaran perubahan.
3) Tahap penggerakan
Pada tahap penggerakan, dilaksanakan usaha nyata ke arah perubahan, dengan cara
menarik partisipasi masyarakat sasaran.
4) Tahap pembekuan
Setelah tercipta kerjasama yang baik di antara pihak pihak terkait, maka pada tahap
pembekuan ini diadakan upaya upaya untuk perluasan dan pemantapan perubahan
berencana.
5) Tahap penghetian hubungan untuk perubahan
Pada tahap yang terakhir ini, penyuluhan pembangunan (pelopor perubahan)
menghentikan hubungan untuk perubahan. Sejalan dengan model pentahapan perubahan
berencana tersebut, di bawah ini diuraikan salah satu model aksi sosial, yakni
menggerakan masyarakat petani ke arah pembangunan. Model ini dibagi juga menjadi
lima tahap sebagai berikut.
1) Tahap pendahuluan (Initiation)
Pada tahap pendahuluan ini, ditandai oleh adanya inisiatif untuk mengadakan
perubahan, kemudian diikuti oleh usaha untuk menyadarkan orang orang yang
berkepentingan akan adanya masalah yang perlu dipecahkan.
2) Tahap pengesahan (Legitimation)
Pada tahap ini diusahakan ide perubahan mendapat persetujuan dari pihak pihak yang
berkuasa seperti ketua kelompok tani, Kepala Desa, dan Camat.
3) Tahap penyebaran (Diffusion)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tahap penyebaran ini sebagi berikut.
a) Penyebarluasan ide ide pembaruan ke dalam masyarakat petani yang menjadi
sasaran perubahan.
b) Dibuka saluran komunikasi pada masyarakat tersebut dalam upaya
memantapkan penyebarluasan ide ide pembaruan dan untuk mendapatkan
umpan balik dari masyarakat setempat.
c) Penyelenggaraan kampaye untuk menggairahkan masyarakat, agar mereka
menerima dan menjadikan ide perubahan itu milik mereka.
d) Upaya pengikutsertaan pihak pihak terkait atau warga masyarakat petani
setempat dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan tersebut di atas.
4) Tahap organisasi (organization)
Ada dua hal penting dalam tahap organisasi yaitu (1) perorganisasian orang orang
yang berpatisipasi, dan (2) pengalokasian sumber daya yang diperlukan dalam upaya
pelaksanaan perubahan yang direncanakan. Untuk itu diperlukan usaha usaha seperti
di bawah ini.
a) Perumusan tujuan yang jelas.
b) Perumusan alternatif alternatif untuk pencapaian tujuan tersebut.
c) Pengambilan keputusan, dalam hal ini alternatif yang dipakai untuk mencapai
tujuan.
d) Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, termasuk perumusan
mekanisme kerja yang jelas.
e) Penetapan rencana kerja atau judual kerja yang jelas.
5) Tahap bergerak (Action)
Tahap bergerak disebut juga action, sehingga pentahapan tersebut dinamakan model
aksi sosial. Tahap bergerak ini baru diadakan, setelah semua tahap seperti telah
diuraikan di atas benar benar sudah siap. Pada tahap bergerak ini, perlu diperhatikan
hal hal sebagai berikut. (a) pemberian motivasi lebih lanjut kepada masyarakat petani
sasaran. (b) pelaksanaan monitoring atau pengawasan secara terus menerus. (c) evaluasi
(penilaian) akhir, untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak.

Pembangunan dan Modernisasi Pertanian

Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai pembangunan dan modrnisasi pada
masyarakat petani di indonesia. Sejatinya, pembangunan dan modernisasi sama sama
merupakan perubahan sosial yang direncanakan. Namun, kedua istilah itu memiliki pengertian
yang berbeda. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu perubahan sosial yang direncanakan,
dilakukan secara berkesinambungan menuju kearah tujuan yang ingin dicapai. Dinyatakan oleh
Ibrahim (2002), modernisasi adalah teknologi (baik teknologi keras maupun teknologi lunak atau
menyangkut perorganisasian) ke arah kehidupan bersama yang modern.

Dijelaskan oleh Soekanto (2010), syarat syarat suatu modernisasi sebagai berikut.

1. Cara berpikir ilmiah yang melembaga dalam kelas pengusaha dan masyarakat.
2. Sistem administrasi negara yang baik.
3. Sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau
badan tertentu.
4. Penciptaan iklim yang kondusif dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara
menggunakan alat alat komunikasi massa.
5. Tingkat organisasi yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di pihak lain
berarti pengurangan kemerdekaan.
6. Sentralisasi wewenang dalam perencanaan sosial. Apabila hal ini tidak dilakukan,
perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan kekuatan dari kepentingan kepentingan
yang ingin mengubah perencanaan tersebut, demi kepentingan suatu golongan kecil di
masyarakat.

Faktor pelancar dalam modernisasi pertanian berdasarkan pemikiran Mosher, dilakukan


juga di negri ini. Hal tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

1) Pendidikan untuk pembangunan


Dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermanfaat bagi
pembangunan, pemerintahan yang didukung oleh pihak swasta telah menyelenggarakan
beragam jenjang pendidikan formal (mulai dari pendidikan Usia Dini sampai dengan
pendidikan Program S3) dengan berbagai bidang pertanian.
2) Kredit produksi
Untuk menambah modal usahatani, pemerintah telah menyediakan Kredit Usahatani
(KUT) yang dapat diakses oleh petani yang membutuhkan melalui bank.
3) Kerjasama kelompok tani
Kelompok tani (termasuk subak di Bali) telah dibina oleh instansi terkait, sehingga
kelompok tani dapat bekerja sama dengan baik, untuk mecapai tujuan bersama dan tujuan
pribadi anggota masing masing.
4) Memperbaiki dan memperluas lahan pertanian
Berkaitan dengan faktor pelancar ini, di Indonesia telah pula dilakukan konservasi lahan
pertanian, terasering, dan pengaturan pola tanam.
5) Perencanaan pembangunan pertanian nasional
Perencanaan pembangunan pertanian nasional, ditentukan oleh pemerintah pusat, yang
berpengaruh sangat besar terhadap akselerasi pembangunan pertanian. Dikemukakan oleh
Mosher (1977), perencanaan nasional adalah proses pengambilan keputusan oleh
pemerintah tentang apa yang akan dilakukan berkaitan dengan setiap kebijakan dan
tindakan yang mempengaruhi modernisasi pertanian selama jangka waktu tertentu.

BAB XII

KONSEP GENDER DAN PARTISIPASI GENDER DI BIDANG PERTANIAN


Latar Belakang Pemikiran

Di dalam UUD 1945 dan Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN) 1993 di antaranya
diamanatkan, bahwa pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
pembangunan. Hal serupa juga digambarkan dalam salah satu nilai budaya hindu yang terkenal
dengan istilah ardha nareswar. Artinya lebih kurang; persatuan antara pria dan wanita dalam
suatu perkawinan yang membentuk kesejahteraan bulat dan utuh, yang terdiri atas dua belahan
yang sama besar, sama kuat dan sama pentingnya dalam menciptakan harmoni hidup di dunia
ini.

Keadaan tersebut, tidak terlepas dari lima isu pokok gender mencakup subordinasi,
marjinalisasi, stereotipe, beban ganda, dan tindak kekerasan, dengan penjelasan sebagai berikut.

1. Subordinasi

Subordinasi artinya penilaian terhadap peran jenis kelamin lain lebih rendah. Hal ini
dapat dicontohkan sebagai berikut.

(1) Banyak kasus dalam tradisi, tafsir keagamaan dan aturan birokrasi yang memposisikan
wanita lebih rendah dari pada pria.

(2) Pekerja wanita relatif sedikit dari pada posisi pengambilan keputusan dan penentu
kebijakan.

(3) Status wanita dianggap rendah, Dalam kaitan ini wanita tidak menikah atau tidak punya
anak dinilai secara sosial lebih rendah daripada pria, sehingga muncul alasan untuk
poligami

2. Marjinalisasi

Marjinalisasi artinya suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kemiskinan.
Keadaan ini dapat dicontohkan sebagai berikut.

(1) Revolusi hijau (modernisasi pertanian) meminggirkan wanita di bidang pertanian,


membuat wanita miskin.

(2) Pendapatan wanita di sektor publik atau produktif umumnya lebih rendah dari pada pria.

(3) Peluang pria menjadi komandan di militer lebih besar dari pada wanita.

(4) Beragam jenis pekerjaan tertutup bagi pria, karena ada anggapan pria tidak teliti, tidak
cermat dan tidak sabar.

3. Stereotipe

Stereotipe dapat diartikan sebagai suatu pelabelan atau citra baku yang bersifat negatif
terhadap jenis kelamin lain.

Contohnya sebagai berikut.

(1) Label sebagai ibu rumah tangga membatasi gerak wanita dalam kegiatan di sektor publik
(pencari nafkah)

(2) Pria marah dianggap tegas, sedangkan wanita marah dianggap emosional dan tidak bisa
menahan diri.

(3) Pria ramah dianggap perayu, sedangkan wanita ramah dianggap genit.

(4) Pandangan terhadap peran domestik wanita mengakibatkan peran publiknya dianggap
perpanjangan peran domestiknya.

(5) Dianggap pandai merayu, wanita ditugaskan di bagian penjualan (sales/marketing)

4. Beban ganda/ peran ganda

Beban ganda atau peran ganda adalah beban atau peran kerja berlebihan pada salah satu
jenis kelamin. Contoh yang menggambarkan keadaan ini sebagai berikut.
.(1) Wanita yang menjalankan peran publik(meniti karir) tetap saja menjalankan peran
domestik.

(2) Pekerjaan dalam urusan rumah tangga, sebagai besar dikerjakan dan diselesaikan oleh
wanita.

5. Tindak kekerasan

Tindak kekerasan (Violence) adalah suatu tindakan kesemena-menaan terhadap jenis


kelamin lain. Contohnya sebagai di bawah ini.

(1) Kekerasan fisik, seperti pemerkosaan, penyiksaan dan pemukulan.

(2) Kekerasan non fisik yang mengakibatkan perasaan tersiksa, berupa pelecehan seksual
seperti sebutan pada ciri fisik dan status (bahenol, janda kembang), ancaman dan
paksaan.

(3) Kekerasan terselubung, misalnya menyentuh ataumemegang bagian tubuh tertentu tanpa
seizin pemilik.

Lima isu pokok gender tersebut menggambarkan kedudukan atau status sosial pria lebih
tinggi dari pada wanita.

Konsep Gender

Sesungguhnya, konsep gender tidakvterlepas dari konsep seks dan kodrat. Ketiga konsep
itu, yakni seks, kodrat dan gender berkaitan erat, tetapi mempunyai pengertian yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan peranan pria dan wanita di masyarakat, pengertian dari ketiga konsep
itu sering disalahartikan. Untuk menghindari hal iu dan untuk mempertajam pemahaman tentang
konsep gender, maka pengertian seks dan kodrat perlu dijelaskan terlebih dahulu.

Wanita diberikan peran kodrati : (1) menstruasi, (2) mengandung, (3) melahirkan, (4)
menyusui dan (5) menopause, dikenal dengan sebutan lima M. Sedangkan pria diberikan peran
kodrati membuahi sel telur wanita dikenal dengan sebutan satu M. jadi, peran kodrti wanita
dengan pria berkaitan erat dengan jenis kelamin dalam artian ini.
Gender berasal dari katagender (bahasa inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin.
Akan tetapi jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan secara sosial budaya dan
psikologis.

Berkaitan dengan peran gender, dikenal ada tiga jenis peran gender yakni peran
produktif, reproduktif dan sosial. Pengertian dari masing-masing peran ini dapat dijelaskan
sebagai berikut.

(1) Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang (pria atau wanita),
menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi
maupun untuk diperdagangkan.

(2) Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang (pria atau wanita) untuk
kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan
rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah
tangga, menyetrika, dan membersihkan rumah.

(3) Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang ( pria atau wanita) untuk
berpatisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Peran sosial ini dapat diambil
contoh, gotong royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut
kepentingan bersama (kelompok tani, masyarakat petani baik di perdesaan maupun di
perkotaan), tolong menolong antara kerabat dan tetangga dalam upacara pernikahan,
kematian dan lainnya.

Pengarusutamaan Gender

Upaya untuk mewujudkan KKg sebetulnya sudah lama dilakukan olehberbagai pihak,
namun masih mengalami berbagai kendala. KKG itu, pemerintah telah mengambil kebijakan,
tentang perlu adanya strategi yang tepat yang dapat menjangkau keseluruh instansi pemerintah
telah mengambil kebijakan, tentang perlu adanya strategi yang tepat yang dapat menjangkau
keseluruh instansi pemerintah, swasta, masyarakat kota, masyarakat desa dan sebagainya.
Strategi itu dikenal dengan istilah pengarusutamaan Gender (PUG), berasal dari bahasa inggris
gender mainstreaming. Strategi ini tertuang di dalam Intruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun
2000 tentang pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Dengan PUG itu, pemerintah dapat bekerja secara lebih efesien dan efektif dalam
memproduksi kebijakan-kebijakan publik yang adil dan responsif gender kepada seluruh lapisan
masyarakat, baik pria maupun wanita.

Beberapa Istilah dan Pengertiannya

Berikut ini dijelaskan secara singkat beberapa istilah yang berkaitan dengan gender.

1. Buta gender

Buta gender diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan seseorang yang belum atau
tidak memahami tentang konsep dan permasalahan gender (Kementrian Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia, 2006).

2. Netral gender

Netral gender adalah suatu kondisi, baik berupa kebijakan, program maupun kegiatan
yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin (Kementerian Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia, 2006).

3. Bias gender

Bias gender dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi (kebijakan/program/kegiatan)


yang menguntungkan pada salah satu jenis kelamin, yang berakibat munculnya ketimpangan atau
permasalahan gender.

4. Ketimpangan atau permasalahan gender

Ketimpangan atau permasalahan gender adalah suatu kesenjangan antara kondisi


normatif, yakni kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan dengan kondisi objektif, yaitu
kondisi gender sebagaimana adanya. Contoh kondisi normatif: Kesempatan berkecimpung di
bidang politik bagi pria dan wanita sama. Contoh kondisi objektif: jumlah pria yang berkiprah di
lembaga legislatif jauh lebih banyak dari pada wanita(Sudarta, 2004).

5. Diskriminasi gender
Diskriminasi gender adalah perbedaan perlakukan, prioritas, fasilitas, hak dan
kesempatan yang diberikan kepada pria karena dia pria, atau yang diberikan kepada wanita
karena dia wanita (Sudarta, 2004).

6. Responsif gender

Responsif gender dapat diartikan sebagai suatu kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang sudah memperhatikan berbagai pertimbangan, untuk terwujudnya kesetaraan
dan keadilan pada beragam aspek kehidupan antara pria dengan wanita (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2006).

7. Prasangka gender

Prasangka gender diartikan sebagai suatu pandangan atau perilaku yang


mengistimewakan satu jenis kelamin atas lainnya.

8. Kesadaran gender

Kesadaran gender artinya kemampuan untuk melihat dan menyadari adanya


ketimpangan atau kesenjangan gender (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan
Sudarta, 2004a).

9. Kepekaan atau sensitif gender

Kepekaan atau sensitif gender, sering digunakan dalam pengertian yang sama dengan
kesadaran gender. Namun, Sebetulnya kepekaan atau sensitif gender mempunyai pengertian yang
berbeda, yakni kemampuan untuk mengidentifikasikan ketimpangan gender dan berupaya
mendapatkan cara pemecahannya (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan Sudarta,
2004).

10. Pembagian kerja gender

Pembagian kerja gender adalah pola pembagian kerja yang diberikan oleh masyarakat,
dalam hal ini pria dan wanita melaksanakn jenis pekerjaan teetentu yang berbeda berdasarkan
ciri-ciri sosial yang diberikan atas keduanya (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan
Sudarta, 2004a).

11. Relasi gender

Relasi gender adalah hubungan sosial antara pria dan wanita yang dibentuk secara sosial
dan budaya dalam melakukan segala hal.

12. Analisis gender

Analisis gender diartikan sebagai suatu upaya untuk mengidentifikasi dan memahami
pola pembagian kerja, pola pengambilan keputusan dan pola hubungan sosial antara pria dengan
wanita, serta pengaruh atau manfaat kegiatan pembangunan terhadap pria dan wanita.

13. Pengarusutamaan Gender (PUG)

Pengarusutamaan gender merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan


keadilan gender melalui kebijakan dan program pembangunan yang memperhatikan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan dan permasalahan pria dan wanita ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pada berbagai bidang kehidupan
dan pembangunan (Anonimus, 2001 dan Putra Asitit, 2002).

14. Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)

Kesetaraan gender artinya, suatu kesamaan kondisi dan status bagi pria dan wanita,
untuk memperoleh kesempatan dan menikmati hak-haknya sebagai manusia.

Partisipasi Gender di Bidang Pertanian

Dalam uraian berikut ini, yang dimaksud dengan partisipasi gender di bidang pertanian
adalah keikutsertaan pria dan wanita pada beragam jenis pekerjaan budidaya tanaman padi sawah
sistem subak, dalam satu siklus (musim) pertanaman.

Anda mungkin juga menyukai