Anda di halaman 1dari 2

Nama : Maulida Hanin Nisa

No absen : 23
Kelas : VII U

CERITA TENTANG RASA EMPATI

Kisah Teladan Ahlul Bayt Rasulullah SAW

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari, Imam Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan Zainab sedang
bersiap-siap untuk berbuka puasa atas nadzar yang telah diucapkan demi kesembuhan Imam Hasan
dan Imam Husain. Tak ada hidangan yang tersedia kecuali masing-masing memegang sepotong roti
kering. Ketika roti akan dimakan, terdengar suara pintu rumah mereka diketuk orang. Maka
dibukakanlah pintu itu terlebih dahulu. Yang datang adalah seorang miskin, yang meminta sesuatu
untuk berbuka puasa, sebab ia tak mempunyai makanan sedikit pun. Ia berkata, Wahai penghuni
rumah kecintaan Rasulullah! Aku adalah seorang miskin yang tak punya apa-apa, wahai pribadi-
pribadi mulia. Berbagilah denganku atas rezeki yang di- berikan Allah kepada kalian. Semoga Allah
memuliakan kalian karenanya. Imam Ali diam sejenak. Ia memandang anggota keluarganya yang
lain. Seisi rumah berpandang-pandangan. Namun, tak lama, segera ia mengambil roti bagiannya
sendiri, dan bergegas hendak menyerahkannya kepada si miskin, tapi langkahnya terhenti. Ia sangat
terharu, karena seisi rumah ternyata melakukan hal yang sama. Mereka menyerahkan bagiannya
masing-masing, dan akhirnya mereka hanya ber-buka dengan meminum segelas air putih. Hari
berikutnya, kejadian serupa terulang kembali. Kali ini yang datang adalah seorang muslim yang
baru saja dibebaskan oleh kaum kafir setelah ia ditawan beberapa lama. Dan hari kedua itu pun,
mereka hanya berbuka dengan meminum segelas air putih. Sampailah pada hari ketiga. Ketika
keluarga ini tengah bersiap-siap menunggu adzan Maghrib, mereka dikejut-kan oleh ketukan pintu.
Ketukan sebenarnya sangatlah perlahan. Imam Ali, selaku kepala keluarga, berjalan membukakan
pintu. Ia terkejut karena tamunya pada kesekian kalinya adalah seorang bocah. Aku adalah seorang
yatim. Ayahku telah lama meninggal dunia, ibuku bekerja sendirian. Sedang aku, sudah beberapa
hari ini perutku kosong, tak kemasukan makanan apa-apa, kata bocah itu sembari memelas dengan
wajah tertunduk. Imam Ali terharu. Matanya berkaca-kaca. Tanpa pikir panjang, ia bergegas
mengambil sepotong roti yang menjadi bagiannya. Tapi, lagi- lagi ia kebingungan, karena seisi
rumah serempak mengikuti langkahnya. Ia menoleh ke belakang, dan dengan perasaan terharu yang
semakin dalam ia berkata, Sudahlah, biar aku saja yang memberikan bagianku. Kalianmakanlah
bagian kalian ! Sungguh bagaimana mungkin seorang Ibu akan merasa kenyang, sementara ia
tahu puteranya menggigil karena menahan lapar ? kata Fatimah sambil juga menahan lapar ? kata
Fatimah sambil juga menahan air mata. Baiklah. Tetapi engkau, anak-anakku, makan sajalah
bagian kalian, biar Ayah dan Ibu yang mengurus keperluan anak itu, kata Imam Ali. Tidak wahai
Ayah. Bagaimana mungkin aku akan makan bagianku, sementara aku tahu bahwa Seorang anak
yang lebih kecil usianya daripada aku harus berjuang menahan lapar? kata Hasan. Tidak wahai
ayah. Bagaimana aku akan makan dengan tenang, sementara aku tahu, Bahwa di luar rumah ini
seorang sahabatku harus menanggung lapar, kata Husain tak kalah tangkas dari kakaknya. Tidak
lama berselang, Zainab yang usianya masih sangat kecil sambil menangis, mendapati Ibunya dan
memeluknya seraya bertutur, Tidak wahai Ayah. Aku tidak mau makan. Aku tidak mau makan
sendirian, sementara kakakku Hasan dan Husain tidak makan. Aku tidak lapar ibu. Berikan
bagianku kepada anak itu, teman kakakku Hasan dan Husain. Roti itu pun diserahkan, dan kembali
mereka berbuka hanya dengan segelas air, di hari itu. Keadaan yang demikian itu akhirnya diketahui
oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam ketika beliau menjenguk mereka di pagi harinya.
Rasulullah sangat terperanjat melihat keadaan keluarga puterinya itu, terutama melihat cucu-
cucunya yang masih kecil-kecil terkulai tanpa tenaga. Beliau memeluk cucunya dan berdoa, Ya
Allah, tolonglah keluarga Muhammad yang hampir kelaparan.

Anda mungkin juga menyukai