Anda di halaman 1dari 9

PENGKAJIAN KEPERAWATAN SISTIM PERSARAFAN

0leh : Febby Aipassa S.Kep.,Ns

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam prosen keperawatan. Teknik


pengkajian persistim sama dengan pengkajian lainnya meliputi: B1
(breathing) sistim pernapasan, B2 (blood) sistim peredaran darah / sirkulasi ,
B3 (brain ) sistim saraf pusat, B4 ( bladder) sistim urogenital, B5 ( Bowel)
sistim pencernaan dan B6 (bone) tulang dan persendian. Hasil dari
pengkajian adalah data, sehingga proses ini sangat penting dalam
menentukan akurasi data yang di kumpulkan meliputi : riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ( test diagnostic,
laboratorium).

A. Anamnesis
1. Anamnesis umum
Susunan riwayat perjalanan penyakit yang lazim adalah :
a. Data data statistik
Terdiri dari : nama , jenis kelamin, umur, tempat kelahiran, alamat,
status perkawinan, pekerjaan, agama, suku bangsa.
b. Keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit

c. Riwayat penyyakit dahulu.


d. Riwayat penyakit dalam keluarga
e. Riwayat social
f. Kebiasaan dan gizi
2. anamnesis khusus
a. epilepsi
b. Nyeri kepala
c. Nyeri.

B. Pemeriksaan sistim motorik


Pemeriksaan fungsi motorik misalnya sikap, bentuk, ukuran, gerakan
gerakan abnormal yang tidak terkendali, kekuatan otot dan tonus.
1. Pemeriksaan inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran, dan
adanya gerak abnormal yang tidak dapat dikendalikan.
a. Sikap
Perhatikan sikap pasien pada saat berjalan, duduk, berbaring dan
berdiri. Misalnya sikap berdiri dengan kepala dan leher dibungkukan
( pd pend Parkinson), jalan dengan kaki satu diseret atau lengan
pada sikap fleksi dan tungkai dalam ekstensi (sikap pasien
hemifarise).
b. Bentuk : Adanya kelainan bentuk seperti kifosis, lordosis, skoliosis.
c. Ukuran
Perhatikan apakah ada pembesaran otot (hypertropi) atau
pengecilan otot (atropi), bandingkan otot yang satu dengan yang
lainnya apakah kelumpuhan dan disertai atropi.
d. Gerakan gerakan abnormal yang tidak terkendali
1) Tremor : Serentetan gerakan involunter, ritmik berupa getaran
yang timbul karena kontraksi otot otot yang berlawanan secara
bergantian
2) Khorea : (asal kata yunani yang artinya menari)
Gerakan otot yang berlangsung cepat, sekonyong konyong,
aritmik dan kasar, biasanya terjadi pada anggota gerak atas
pada bagian distal.
3) Atetosis : (asal kata yunani yang berarti berubah)
Gerakan seperti ular , lebih lambat dari khorea dan melibatkan
otot bagian
distal.
4) Ballismus : pergerakan tiba tiba pada salah salah satu sisi tubuh.
5) Spasme
Merupakan gerakan abnormal, terjadi karena kontraksi otot yang
disarafi oleh satu saraf. Mis pada trismus, yang merupakan
spasme otot pengunyah pada pasien tetanus.

2. Pemeriksaan palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot otot ini
dipalpasi untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan.
Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan
bagian badan.
3. Pemeriksaan gerakan pasif
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari
ekstremitasnya ini kita gerakan pada persendiannya. Gerakan dibuat
berfariasi, mula mula cepat kemudian lambat dan seterusnya.
4. Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk
memeriksa adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara
berikut:
1). Pasien disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badanya dan
kita menahan gerakan ini.
2). Kita (pemeriksa) menggerakan bagian ekstremitas atau badan
pasien dan disuruh menahan.
5. Kekuatan otot
Kekuatan otot dapat kita ukur dengan menggunakan skala 0 5 pada
lokasi otot yang akan dinilai
Penilaian kekuatan otot

%
Keadaan fungsi otot Nilai
Normal
Tidak terdapat kontraksi otot, lumpuh total 0 0
Terdapat sedikit gerakan, tidak ada gerakan 1 10
Terdapat gerakan, tetapi tidak mampu
2 25
menahan gravitasi
Terdapat pergerakan dan mampu melawan
3 50
graavitasi
Mampu melawan gravitasi daan melawan
4 75
sedikit tahanan
Mampu melawan gravitasi dan tahanan yang
5 100
kuat

C. Pemeriksaan sistim sensorik


Pemeriksaan fungsi sensorik diantaranya dengan sentuhan kasar,
sentuhan halus, nyeri, suhu, tekanan dalam, getaran, rasa gerak dan
sikap.
Pemeriksaan fungsi sensorik dikelompokan menjadi dua bagian yaitu :
a. Pemeriksaan sensorik saraf perifer diantaranya :
1. Pemeriksaan raba ( sensasi taktil ) dengan sentuhan seperti kapas,
tangan, kain kertas, adanya kehilangan rasa disebut
thigmanesthesia (rasa raba halus atau hilang sama sekali).
Rasa raba umumnya dihasilkan dari stimulasi reseptor taktil pada
kulit atau pada jaringan langsung dibawah kulit.
Rasa tekanan umumnya dihasilkan dari deformasi jaringan yang
lebih dalam.
2. Pemeriksaan nyeri misalnya dengan benda yang runcing seperti
polpoin dan jarum. Tanyakan kepada pasien apakah nyeri tajam
atau tumpul, bandingkan dengan kanan dan kiri secara simetris.
Penyebab rasa nyeri adalah kerusakan jaringan yang akan
menyebabkan terjadinya terjadinya pelepasan bahan bahan kimia
seperti prostaglandin, bradikinin dan histamine. Meningkatnya
sensivitas dari reseptor sakit disebut : hiperalgesia.
Reseptor nyeri dibagi atas 3 bagian :
Reseptor nyeri mekanis ( mechanical pain reseptor)
Reseptor nyeri termal (thermal pain reseptor )
Reseptor nyeri khemis (chemical pain reseptor )
3. Pemeriksaan rasa suhu
Pemeriksaan suhu dengan air panas ( suhu 40 50 0C )atau air
dingin ( 10 200C) dengan tabung reaksi atau botol.
Implus suhu dihantar oleh korteks somatosensoris dari daerah
ventrobasal thalamus. Serabut (tonjolan panjang dari neuron) yang
menghantar implus dingin adalah serabut A-delta (reseptor nyeri
dan suhu dingin) sedangkan yang menghantar implus panas adalah
serabut C (nyeri suhu dan respons reflex). Fungsi serabut
menghantar implus ke susunan saraf pusat dan sebaliknya
4. Pemeriksaan rasa getaran
Menggunakan garpu tala (frekwensi 128 Hz), dilakukan dengan
menempelkan getaran garpu tala pada ibu jari kaki. Hilangnya rasa
getar disebut pallanesthesia
5. Pemeriksaan rasa gerak dan sikap
Pasien digerakan salah satu bagian tubuh misalnya pada jari tangan
atau kaki kemudian tanyakan kemana gerakannya.
b. Pemeriksaan sensorik kortekal
Bertujuan untuk mengetes kemampuan kognitif sebagai interpretasi
sensasi yang diterima kortek.
1. Stereognosis yaitu test untuk mengetahui kemampuan
menginterpertasi suatu benda / objek. Pasien diminta menutup
matanya kemudian letakan benda yang umum pada tangan pasien
dan diminta untuk menyebutkan benda apa.
2. Two-point diskriminasi yaitu mengetes persepsi dua rangsangan.
Mis dengan menggunakan jari dan jarum yang ditusukan secara
bersamaan pada dua titik ekstrenitas, tanyakan apakah terasa.
3. Graphesthesia yaitu pemeriksaan untuk mengenal angka atau
huruf. Dilakukan dengan menggoreskan huruf / angka pada anggota
tubuh.
c. Klasifikasi reseptor sensoris menurut jenis stimulus

Tipe Reseptor Fungsi Reseptor Sensasi


Mekanoreseptor Mendeteksi perubahan Raba, nyeri,
perubahan mekanis dari posisi dan suara
reseptor
Terrmoreseptor Mendeteksi perubahan Panas dan dingin
temperature
Nosiseptor Mendeteksi kerusakan Nyeri
jaringan baik kerusakan
fisik atau khernik
Elektromagnetik Mendeteksi cahaya Cahaya dan
reseptor warna
Khemoreseptor Mendeteksi pengecapan, Pengecapan dan
penciuman, kadar 02, C02, penciuman
tubuh.

D. Pemeriksaan reflex
Refleks adalah reaksi rangsangan timbul akibat regangan otot atau
jawaban atas rangsangan.
Terbagi atas reflex normal ( tendon, superpisialis ) dan reflex patologis.

a. Refleks normal

Refleks Teknik pemeriksaan Respon


Reflex Tendon
Lengan pasien di semifleksikan tendon Fleksi lengan
Biceps
biceps bawah
Lengan bawah difleksikan pada prosesus Fleksi lengan
Radius
stiloideus dari ulna bawah dan pronasi
Lengan bawah disemifleksikan ketok Ekstensi lengan
Triceps
tendon triceps bawah
Tungkai di fleksikan dan digantung, ketok Ekstensi tungkai
Patela pada tendon muskulus kwaadriceps bawah
femoralis, dibawah atau diatas patella
Tungkai bawah difleksikan sedikit, ketok Plantar fleksi pada
Achiles tendon achiles kaki

Refleks Teknik pemeriksaan Respon


Reflex superficial
Kornea Kornea mata disentuh dengan kapas dan Mata dipejamkan
ujungnya dibuat runcing
Falatal dan Sentuh bagian falatal dan faring Elepasi palate
faringeal
Dinding Gores dinding perut dengan bagian Otot perut akan
perut yang agak runcing berkontraksi
Kremaster Goreskan atau sentuh pada bagian Skrotum
medial pangkal paha berkontraksi
Anus Kulit seketika anus digores Otot sfingter
eksternus
berkontraksi
b. Reflex patologi
Refleks pathologis terjadi jika terjadi gangguan neorologi, seringnya
terjadi pada gangguan spinal cord atau saraf pusat. Yang termasuk
reflex patologi adalah
1. Reflex babinski
Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai
diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada
tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau
benda yang agak runcing. Goresan harus menimbulkan nyeri untuk
menimbulkan reflex.
Cara membangkitkan reflex
1). Cara chadoddock : Rangsang diberikan dengan jalan
menggoreskan bagian lateral maleolus
2). Cara Gordon : Memencet (mencubit ) otot betis
3). Cara Oppenheim : Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis
anterior arah mengurut kebawah ( distal)
3). Cara gonad : Memencet ( menekan ) satu jari kaki dan kemudian
melepaskannya sekonyong konyong.
4). Cara Schaefer : Memencet ( mencubit ) tendon achiles.
2. Klonus
Merupakan kontraksi otot secara ritmik atau dianggap sebagai
rentetan reflex tegangan otot.

Nilai Gambaran Refleks


0 Tidak ada reflex
+1 Ada tetapi berkurang
+2 Normal
+3 Meningkat tetapi tidak pathologis
+4 Hyperaktif mungkin ada klonus

E. Status mental
Evalusi status mental merupakan penilaian fungsi kognitif dan emosi yang
sistematis. Fungsi kognitif dan emosi sering terganggu pada pasien
dengan penyakit otak organik. Pemeriksaan status kesehatan harus
dilakukan secara berurutan.

a. Pemeriksaan mental
1. Tingkat kesadaran ( pemusatan perhatian )
2. Orentasi ( orang, tempat, waktu )
3. Berbahasa
Bicara spontan, komprehensi ( pemahaman bahasa )
Repetisi ( mengulang ), membaca, menulis.
4. Memori
Segera (berlangsung dalam beberapa detik atau menit dan
dapat dikonversi di short tem memori).
Jangka pendek ( memori yang menetap beberapa hari atau
minggu, tetapi akan hilang bila tidak dikonversi ke long term
memori)
Jangka panjang ( memori sekali tersimpan dapat dibangkitkan
kembali setelah beberapa tahun atau selama hidup ).
5. Pengetahuan umum
6. Berhitung
7. Abstraksi
8. Gnosis ( pengenalan objek )
9. Respons emosional

b. Tingkat kesadaran ( GCS )

1. Responsitivitas tingkat kesadaran

Tingkat
Klinis
Responsivitas
Sadar akan dirinya dan lingkungannya, orentasi penuh,
Compos mentis
dapat menjawab pertanyaan dengan benar
Keadaan pasien yang segan untuk berhubungan dengan
Apatis
keadaan sekitar, sikap acuh tak acuh
Keadaan kesadaran pasien yang Nampak lesu dan
Letargi
mengantuk, mengikuti perintah ketika dirangsang
Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang
Delirium abnormal aksifitas psikomotor. Pasien Nampak gaduh dan
gelisah, meronta ronta, disorentasi.
Keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja,
Somolen dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri namun jatuh
tidur kembali.
Keadaan pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata
Stupor tertutup, tidak dapat dibangunkan kecuali dengan
rangsang nyeri
Keadaan pasien yang hilang sama sekali dengan
Koma
rangsang apapun tidak akan timbul.

2. Tingkat kesadaran dengan menggunakan (GCS) Glasgow Coma


Scale
GCS Dewasa

Respons Jenis pemeriksaan Nilai


Membuka Spontan 4
Membuka Mata Perintah 3
Eye open ( E ) Nyeri 2
Tidak ada respons 1
Terhadap Menurut perintah 6
perintah
Terhadap nyeri Mengetahui lokasi nyeri 5
Reaksi menghindar nyeri 4
Respon Motorik
Fleksi abnormal 3
(M)
(dekontrikasi) 2
Ekstensi abnormal 1
(deserebrasi)
Tidak berespon
Respons Verbal ( V ) Baik/ menjawab orentasi 5
penuh 4
Bingung 3
Kata kata tidak dapat 2
dimengerti 1
Suara tidak jelas
Tidak berespon
Jumlah 3 - 15

GCS anak

Respons Jenis pemeriksaan Nilai


Membuka Mata Spontan 4
Eye open ( E ) Rangsang bicara 3
Rangsang nyeri 2
Tidak ada respons 1
Respon Motorik Spontan 6
(M) Me3narik tangan dengan 5
rangsang 4
Menarik tangan dengan nyeri 3
Fleksi akibat nyeri 2
Ekstensi akibat nyeri 1
Tidak ada respons
Respons Verbal ( V )
>2 tahun Berorentasi 5
Bingung 4
Acuh 3
Tidak komprehensif 2
Tidak ada respons 1
< 2 tahun Kata kata bermakna, senyum 5
Menangis tapi tidak biasa 4
diredakan 3
Menangis terus 2
Gelisah, teragitasi lemah 1
Tidak ada respons
Skor ;
14 15 : Compos mentis
11 12 : Somolent
8 10 : stupor
<5 : Coma

c. Atensi ( pemusatan perhatian dan konsentrasi)


Merupakan kemampuan untuk memfokuskan ( memusatkan )
perhatian atau masalah yang dihadaapi. Konsentrasi merupakan
kemampuan untuk mempertahankan focus tersebut. Atensi merupakan
esensial dalam belajar.

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen ( kepala, spinal )
b. Computed tomography (radiologi imaging dan computer analisis).
c. CT scan
d. Magnetik resonance imaging ( MRI )
e. Positron emission tomografi ( PET )
f. Magnetik resonance imaging ( MRI )
g. Anggiografi cerebral
h. Electroencephalogi ( EEG )
i. Electromiografi ( EMG )
j. Lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan cerebrospinal
k. Pemeriksaan laboratorium klinik

Anda mungkin juga menyukai