Anda di halaman 1dari 17

1

LAPORAN KASUS RAWAT JALAN


AIDS PADA ANAK
Elisabeth E. Patty, S.Ked
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
dr. Fransiskus Taolin, Sp.A; dr. Regina M. Manubulu, Sp.A,M.Kes

I. PENDAHULUAN
Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama kali dilaporkan di Amerika
pada tahun 1985.1,2 Infeksi HIV diderita berbagai kalangan dan usia, termasuk
anak. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa
sekitar 3 persen dari penderita HIV-AIDS di Indonesia adalah anak-anak berusia
di bawah 14 tahun. Human immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang
sel yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia sehingga
mengakibatkan kekebalan tubuh menurun. Sementara itu, istilah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah stadium lanjut dari infeksi HIV yang
ditandai oleh kumpulan gejala klinis berat berupa berbagai infeksi oportunistis.
Anak yang terinfeksi HIV belum tentu menderita AIDS. Anak terinfeksi HIV yang
mendapatkan pengobatan teratur sejak dini dapat bertumbuh dan berkembang
dengan baik.
Sebagian besar anak terinfeksi HIV melalui infeksi vertikal yaitu melalui
ibu pada saat kehamilan (5-10%). Proses kelahiran (10-20%), dan melalui air susu
ibu/ASI (5-20%). Sementara itu, sebagian kecil anak, kurang dari 10%, dapat
tertular melalui jarum yang terkontaminasi, transfusi darah, atau kekerasan
seksual dari dewasa yang terinfeksi HIV.
Infeksi HIV pada anak berkembang lebih pesat dibandingkan pada dewasa
dan sebagian anak yang tidak mendapat terapi mengalami kematian pada dua
tahun pertama kehidupan. Selain itu, karena sebagian besar ibu yang terinfeksi
HIV meninggal karena AIDS, 13 juta anak menjadi yatim piatu dan sekitar 19 juta
akan mengalaminya pada tahun 2010.
2

Pada saat kelahiran, anak bisa terlihat seperti anak normal lainnya. Namun,
apabila infeksi HIV tidak dapat terdeteksi sejak dini, sistem kekebalan tubuh anak
mulai terganggu dan timbul gejala-gejala dari infeksi oportunistis. Beberapa
infeksi oportunistis yang sering diderita anak terinfeksi HIV adalah tuberkulosis,
infeksi jamur terutama di saluran cerna, diare persisten yang dapat disebabkan
berbagai infeksi bakteri, pneumonia (radang paru ) berat, infeksi telinga kronik,
ataupun sepsis (infeksi berat). Akibat dari infeksi yang berulang, timbullah
masalah nutrisi, anak dapat menderita gizi kurang atau gizi buruk. Bahkan,
perkembangan anak dapat terganggu. Tidak jarang anak terinfeksi HIV dideteksi
pertama kali dalam keadaan gizi buruk, diare persisten, tuberculosis, dengan
jamur di daerah mulut dan saluran cerna.
Diagnosis infeksi HIV dapat ditegakkan secara pasti melalui pemeriksaan
laboratorium yaitu pemeriksaan antibodi anti-HIV pada anak-anak yang berusia
18 bulan ke atas atau pemeriksaan jumlah virus HIV dalam darah pada anak anak
yang berusia di bawah 18 bulan. Setelah diagnosis HIV ditegakkan, tatalaksana
awal adalah melakukan penanganan masalah nutrisi dan infeksi oportunistis yang
dialami anak serta melakukan persiapan untuk pemberian obat antiretroviral.
Dengan meningkat dan menyebarnya kasus defisiensi imun oleh virus ini
pada orang dewasa secara cepat diseluruh dunia, apabila kasus tersebut tidak
mendapat perhatian dan penanganan yang memadai dalam waktu dekat
diperkirakan jumlah kasus defisiensi pada anak juga akan meningkat dengan
pesat.1
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan
tentang AIDS pada anak, serta sebagai prasyarat untuk mengikuti ujian di
SMF/Bagian Kesehatan Anak.
3

II. LAPORAN KASUS


Pasien kontrol ke Poli Anak pada tanggal 8 Februari 2017.
IDENTITAS
Nama : An. AO
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 26 Desember 2011 / 5 tahun 1 bulan
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Noelbaki
No. MR : 449651
ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ayah pasien tanggal 8 Februari 2017)
Keluhan Utama : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang kontrol ke Poli Anak dengan
keluhan batuk berdahak sejak 3 bulan terakhir. Batuk terjadi tiba-tiba dan terus-
menerus. Dahak susah keluar, warna putih. Pilek (+), batuk darah (-), sesak napas
(-). Disertai demam hilang timbul sejak 3 bulan terakhir. Demam berkurang
setelah diberi obat parasetamol yang didapat dari puskesmas. BB menurun (-),
keringat malam (-).
Riwayat kuning (-), mual (-), muntah (-). Nafsu makan baik, pasien makan 3x
sehari. Minum baik, BAK BAB baik.
Riwayat penyakit dahulu: Pasien pernah dirawat inap karena demam dan batuk,
lalu didiagnosis TB paru dan mendapat terapi rutin 6 bulan (Januari-Juni). Pasien
berhenti minum obat sesuai anjuran dokter puskesmas. Saat rawat inap, pasien
juga didiagnosis HIV/AIDS dan mendapat terapi selama 1 tahun terakhir ini.
Riwayat penyakit keluarga: Ibu pasien didiagnosis TB paru (status pengobatan
tidak jelas) dan HIV/AIDS saat dirawat inap di RS, mendapat terapi selama 3
tahun dan sudah meninggal 9 bulan yang lalu karena sakit. Kontak TB (+)
Ayah pasien didiagnosis HIV/AIDS dan mendapat terapi rutin setiap bulan sejak 3
tahun yang lalu.
Riwayat pengobatan : Mendapat terapi OAT lengkap 6 bulan dan dinyatakan
selesai pengobatan. Terapi ART selama 1 tahun terakhir.
Riwayat imunisasi : Pasien telah mendapat imunisasi dasar lengkap yaitu Heb B,
BCG, Polio, DPT, Hib, dan Campak.
Riwayat ASI : Mendapat ASI saja sejak lahir sampai berusia 6 bulan.
4

Riwayat kehamilan : Pasien adalah anak tunggal. Selama sakit ibu rutin periksa
kehamilan di puskesmas setiap bulan. Penyakit berat selama kehamilan tidak ada.
Riwayat persalinan : Ibu melahirkan secara normal di rumah sakit, cukup bulan,
bayi segera menangis, BBL 3500gram.
PEMERIKSAAN FISIK (8 Februari 2017)

Keadaan Umum : Tampak sakit berat


Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : TD 90/60 mmHg
Nadi 120x/menit, reguler, kuat angkat
Respirasi 24x/menit, reguler
Suhu 36.7 0C
Antropometri : Berat badan : 14.5kg
Tinggi badan : 101cm
IMT : 14.21
LK : 49.5 cm (normochepal)
LILA : 14 cm
IMT/U : antara -2SD sampai 2SD : gizi baik
Kulit : anemia (-), sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar datar, sudah menutup
Rambut : Rambut hitam tersebar merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(-/-)
Hidung : Rhinorrhea (+/+), pernapasan cuping hidung (-/-)
Bibir : Mukosa bibir lembab, anemis(-), sianosis (-)
Mulut : Mukosa lidah dan mulut kering, Tonsil T1T1 hiperemis (-/-)
Telinga : sekret (-), deformitas (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening submandibula +/+,
diameter 1cm, tidak nyeri
Toraks : Pengembangan dinding dada simetris saat statis dan dinamis,
retraksi (-)
5

Auskultasi : Vesikuler +/+, ronchi basah halus di basal paru (+/+),


wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I-II tunggal, regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Tampak datar, bising usus (+) 9x/menit, nyeri tekan (-), hepar
teraba 2cm dibawaharcus costa dan lien tidak teraba.
Anggota gerak : Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <3detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT <3detik, edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium (23 Januari 2017)
Hasil Satuan Nilai rujukan Ket
Hemoglobin 10.2 g/dL 10.7-14.7 L
Eritrosit 4.1 10^6/uL 3.7-5.7 N
Hematrokrit 32.2 % 31-43 L
MCV 66.3 fL 72-88 L
MCH 20.0 Pg 23-31 L
MCHC 30.1 g/L 32-36 L
Leukosit 7.26 10^3/uL 5-14.50 N
Eosinofil 3.2 % 1-5 L
Basofil 0.3 % 0-1 N
Neutrofil 59.6 % 25-60 H
Limfosit 21.5 % 25-50 L
Monosit 15.4 % 1-6 H
Trombosit 353 10^3/ul 217-497 N
LED 120 mm/jam 0-10 H
CD 4 14 sel/uL 410-1590 L
Albumin 3.1 mg/L 3.5-5.2 L
VCT reaktif non reaktif

RESUME :
Pasien anak laki-laki usia 5 tahun 1 bulan keluhan batuk berdahak sejak 3
bulan terakhir. Batuk terjadi tiba-tiba dan terus-menerus. Dahak susah keluar,
warna putih. Pilek (+), batuk darah (-), sesak napas (-). Demam hilang timbul
sejak 3 bulan terakhir. Demam berkurang setelah diberi obat parasetamol yang
didapat dari puskesmas. BB menurun (-), keringat malam (-). Makan & minum
baik, BAK BAB baik.
6

Post terapi TB 6 bulan (selesai pengobatan). Dalam terapi ART 1 tahun.


Ibu TB paru (status pengobatan tidak jelas) dan HIV/AIDS (+) terapi 3 tahun.
Sudah meninggal. Ayah HIV/AIDS dalam terapi ART 3 tahun.
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
IMT/U : antara -2SD sampai 2SD : gizi baik
Rhinorrhea (+/+), pembesaran kelenjar getah bening submandibula +/+, diameter
1cm, ronchi basah halus di basal paru (+/+), hepar teraba 2cm di bawah arcus
costa.

VCT reaktif
CD 4 14 sel/uL

DIAGNOSIS KERJA
1. AIDS
2. Pneumonia
3. Limfadenopathy sub mandibula

RENCANA DIAGNOSIS
1. Periksa Darah lengkap
2. X-ray toraks posisi PA

RENCANA TERAPI
1. Duviral 2x120mg
2. Neviral 2x100mg
3. Ambroxol sirup 3x1cth

III. DISKUSI
Penularan HIV/AIDS dapat berupa penularan vertikal, antara lain lewat
kehamilan (5-10%), persalinan (10-20%), laktasi (5-20%), dan penularan
horisontal yaitu sama seperti penularan pada orang dewasa (10%), antara lain
7

jarum yang terkontaminasi, transfusi darah, atau kekerasan seksual dari dewasa
yang terinfeksi HIV.
Pada kasus ditemukan pasien anak laki-laki usia 5 tahun 1 bulan keluhan
batuk berdahak sejak 3 bulan terakhir. Dahak susah keluar, warna putih. Pilek (+),
demam hilang timbul sejak 3 bulan terakhir. Pasien post terapi TB 6 bulan (selesai
pengobatan). Dalam terapi ART 1 tahun. Ibu TB paru (status pengobatan tidak
jelas) dan HIV/AIDS (+) terapi 3 tahun. Sudah meninggal. Ayah HIV/AIDS dalam
terapi ART 3 tahun.
Pada teori temukan anak dengan HIV/AIDS akan memiliki gejala sesuai
infeksi oportunistiknya. Infeksi oportunistis anak HIV dapat berupa tuberkulosis,
infeksi jamur terutama di saluran cerna, diare persisten yang dapat disebabkan
berbagai infeksi bakteri, pneumonia (radang paru ) berat, infeksi telinga kronik,
ataupun sepsis (infeksi berat). Jika infeksi oportunistiknya berupa TB maka gejala
berupa batuk, pilek, sesak napas, demam, berat badan berkurang, nafsu makan
berkurang, tampak lesu, dan keringat malam.
Gejala non spesifik infeksi HIV, antara lain demam, gangguan
pertumbuhan, kehilangan berat badan (10% atau lebih), hepatomegali,
limfadenopati, splenomegali, parotitis, diare.
Gejala spesifik infeksi HIV berupa gangguan tumbuh kembang dan fungsi
intelek, gangguan pertumbuhan otak, defisit motoris yang progresif yang ditandai
oleh 2 atau lebih gejala berikut yakni paresis, tonus otot yang abnormal, refleks
patologis, ataksia atau gangguan melangkah, lymphoid interstitial pneumonitis.
Infeksi sekunder berupa: infeksi oportunistik seperti pneumonia, kandidiasis,
infeksi criptococcus, infeksi mikobakteria yang atipik. Infeksi sekunder oleh
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Neisseria meningitides,
Salmonella enteritidis yang menimbulkan sepsis, meningitis pneumonia dan abses
organ interna. Infeksi virus yang berat dan berulang, stomatitis herpes kronik dan
berulang, herpes zozter multidermatomal atau luas.
Pada kasus ini dapat terjadi infeksi oportunistik berupa pneumonia.
Menurut teori pneumonia ditandai dengan demam, batuk berdahak, dan sesak
napas. Selain itu terdapat kesulitan makan minum dan tampak lemah.
8

Pemeriksaan fisik ditemukan takipneu, retraksi subkostal, krepitasi, dan


penurunan suara paru. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dan foto x-ray toraks, yang mana akan terdapat peningkatan jumlah
leukosit dan hitung jenis leukosit, sedangkan pada foto x-ray toraks dapat
ditemukan infiltrat homogen pada lapangan paru.
Saat ini pasien memiliki keluhan batuk berdahak, dahak susah keluar,
warna putih, pilek, dan demam hilang timbul 3 bulan. Pemeriksaan fisik
didapatkan rhinorrhea, pembesaran kelenjar getah bening submandibula diameter
1cm, dan ronchi basah halus di basal paru. Sehingga perlu langkah penegakan
diagnosis untuk mendiagnosis pasti pneumonia, antara lain periksa darah lengkap
dan x-ray toraks posisi PA. Sehingga saat ini dapat diterapi simtomatik saja.
Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV misalnya:
Lahir dari ibu dengan risiko tinggi, Lahir dari ibu dengan pasangan berisiko
tinggi, Penerima transfusi atau komponennya berulang kali terlebih tanpa uji HIV,
Pengguna narkotik, Homoseksual atau biseksual, kebiasaan seksual yang keliru.
Pada kasus ditemukan pada pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas
normal dan status gizi baik. Selain itu ditemukan rhinorrhea (+/+), pembesaran
kelenjar getah bening submandibula +/+, diameter 1cm, ronchi basah halus di
basal paru (+/+), hepar teraba 2cm di bawah arcus costa.
Pada teori dapat ditemukan kelainan organ sesuai infeksi oportunistiknya.
Diagnosis HIV juga ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
hasil pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis yang mendukung misalnya infeksi
oportunistik, penyakit menular seksual, infeksi berulang atau berat, terdapat gagal
tumbuh, adanya ensefalopati yang menetap dan progesif, penyakit paru
interstisial, keganasan sekunder kardiomiopati dan lain-lain. Untuk diagnosis pasti
dikerjakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni:
1. Uji Virologis (PCR)
Direkomendasikan untuk mendiagnosis anak umur <18 bulan.
Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk diperiksa
dengan uji virologis pada umur 4-6 minggu
9

Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif


maka terapi ARV harus segera dimulai. Pada saat yang sama dilakukan
pengambilan sampel darah kedua untuk pemeriksaan uji virologis kedua.
2. Uji serologis (TES CEPAT, ELISA, WESTERN BLOT)
Umur <18 bulan digunakan sebagai uji untuk menentukan ada tidaknya
pajanan HIV. Umur >18 bulan digunakan sebagai uji diagnostik
konfirmasi.
Anak umur <18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan belum
dilakukan uji virologis, dianjurkan untuk dilakukan uji serologis pada
umur 9 bulan. Bila hasil uji tersebut positif harus segera diikuti dengan
pemeriksaan uji virologis untuk mengidentifikasi kasus yang memerlukan
terapi ARV.
Anak yang berumur >18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana yang
dilakukan pada orang dewasa
Diagnosis HIV pada anak >18 bulan
Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama dengan uji HIV
pada orang dewasa. Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI pada
saat tes dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah
dihentikan selama > 6 minggu.
Terapi Anti Retroviral (ARV)
Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk
mensupresi virus untuk memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit
ke arah yang kronis. Pengobatan infeksi virus HIV pada anak dimulai setelah
menunjukkan adanya gejala klinis. Menurut WHO, pengobatan ARV diberikan
dengan pertimbangan:

Tabel 1. Pertimbangan pengobatan ARV


10

Saat ini ada 3 (tiga) golongan ARV yang tersedia di Indonesia:


a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs): obat ini dikenal sebagai
analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi
DNA. Obat dalam golongan ini termasuk Zidovudine (AZT), Lamivudine
(3TC), Didanosine (ddl), Stavudine (d4T), Zalcitabin (ddC), Abacavir (ABC).
b. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI): obat ini berbeda
dengan NRTI walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi
DNA. Obat dalam golongan ini termasuk nevirapine (NVP), Efavirenz (EFV),
dan Delavirdine (DLV).
c. Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang
memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat
dalam golongan ini termasuk Indinavir (IDV), Nelfinavir (NFV), Saquinavir
(SQV), Ritonavir (RTV), Amprenavir (APV), dan Lopinavir/ritonavir (LPV/r).
Rekomendasi ARV yang digunakan:
Panduan lini pertama yang direkomendasikan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI.
Berdasarkan ketersediaan obat, terdapat 3 kombinasi panduan ARV

Gambar 1. Lini pertama ARV


Lini pertama alternatif
Untuk anak > 2 tahun: TDF+3TC/FTC+EFV/NVP
11

Tabel 2. Pemantauan setelah terapi ARV

Tatalaksana kegagalan pengobatan ARV lini pertama


Pada anak yang patuh minum obat, kriteria gagal imunologis adalah:
Pada anak > 2 tahun dan < 5 tahun, nilai CD4<200sel/mm3 atau CD4<10%
Pada anak > 5 tahun CD4<100mm sel/mm3
Tabel 3. Panduan ARV lini kedua yang direkomendasikan:
12

Tabel 4. Dosis ARV pada anak:


13

Tabel 5. Efek samping ARV yang sering ditemukan

Penanggulangan infeksi oportunistik


Belum banyak dilakukan penelitian tentang pengobatan infeksi oportunistik
ini, pengobatan yang pernah dicoba tertera sebagai berikut:
Tabel 6. Pengobatan infeksi oportunistik
14

Pasien dan keluarga harus diedukasi bahwa kotrimoksazol tidak mengobati


atau menyembuhkan HIV. Kotrimoksazol hanya mencegah infeksi yang umum
terjadi pada bayi yang terpajan HIV dan anak imunokompromais dengan tingkat
mortalitas tinggi.
Tabel 7. Inisiasi profilaksis Kotrimoksazol pada anak

Terapi Suportif
Anak dengan infeksi HIV kerapkali ditemukan masalah nutrisi sehingga
perlu mendapat perhatian terutama bila terdapat diare berulang atau menetap
hingga diperlukan pemberian alimentasi intravena yang lama. Selain itu anak yang
didiagnosis HIV/AIDS selain mendapatkan perawatan berupa terapi antiretroviral
15

dan pengobatan infeksi oportunistik juga mendapatkan dukungan psikologis.


Dukungan ini bisa diperoleh dari klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing).
Dukungan tersebut dapat berupa konseling, dukungan sebaya, dukungan spiritual
dan dukungan komunitas. Hal ini sangat diperlukan terutama pada anak-anak
karena adanya stigma di masyarakat tentang orang yang menderita HIV/AIDS
sehingga pada anak bisa berakibat pada munculnya perilaku diskriminatif dan
menghindar dari lingkungan baik keluarga maupun teman bermain. Oleh karena
itu diharapkan dengan adanya dukungan psikologis maka bisa mengurangi
dampak stigma tersebut pada anak.
Tabel 8. Panduan ARV yang Telah Mendapatkan OAT

Panduan obat TB pada anak yang terinfeksi HIV adalah 2HRZE dan 4HR.
Anak dengan koinfeksi TB-HIV selain diberi OAT dan ART, perlu diberikan
pengobatan pencegahan kotrimoksasol (PPK), piridoksin dengan dosis 10mg/hari,
serta terapi nutrisi. Pemberian ART dapat segera dimulai dalam kurun waktu 2-8
minggu sejak pengobatan TB dimulai. Terapi TB lebih dahulu dimaksudkan untuk
menurunkan risiko sindrom pulih imun (immune reconstitution inflammatory
syndrome/ IRIS). IRIS adalah kumpulan tanda dan gejala akibat kemampuan
meningginya respon imun terhadap antigen atau organism yang dikaitkan dengan
pemulihan imun dengan pemberian ART. Tanda dan gejala berupa status klinis
deteriorasi segera setelah memulai ART, infeksi subklinis yang tidak tampak
seperti TB, yang muncul sebagai penyakit aktif baru, munculnya abses pada
tempat vaksinasi BCG atau limfadenitis BCG, serta memburuknya infeksi yang
sudah ada, seperti hepatitis B atau C.
Ketersediaan ARV secara bermakna telah memperbaiki prognosis HIV dan
AIDS. Anak dengan infeksi oportunistik terutama pneumonia jirovecii,
ensefalopati, atau wasting syndrome memiliki prognosis yang paling buruk,
16

dengan 75% kasus meninggal sebelum usia 3 tahun. Prognosis AIDS, baik ad
vitam, ad fungtionam, maupun ad sanamtionam yaitu dubia ad malam.
IV. KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu laporan kasus anak laki-laki berusia 5 tahun 1 bulan
dengan diagnosis AIDS + pneumonia + limfadenopathy sub mandibula.
Tatalaksana yang diberikan adalah ART dan terapi simtomatik. Prognosis AIDS
yaitu dubia ad malam.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro S R, S. H. I. (2010). Buku Ajar Infeksi


dan Pediatri Tropis (2nd ed., pp. 243257). Jakarta: IDAI

2. Naif HM. (2013). Pathogenesis of HIV Infection. NCBI, 5. Retrieved from


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3892619/

3. Rivera DM, F. R. (2016). Pediatric HIV Infection. Medscape. Retrieved from


http://emedicine.medscape.com/article/965086-overview

4. Herlina, Kurniati N, Prawitasari T, Soedjatmiko, Hadinegoro SR,


Mangunatmadja I, S. D. (2016). Gambaran Fungsi Kognitif HIV Anak yang
Telah Memperoleh Terapi Antiretrovirus. Sari Pediatri, 18(2), 100105.
Retrieved from https://saripediatri.org/index.php/sari
pediatri/article/download/37/379

5. Pudjiadi A H, Hegar B, Handryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E,


Y. K. (Ed.). (2011). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
(2nd ed.). Jakarta

6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, B. R. (2014). NELSON Ilmu


Kesehatan Anak Esensial (6th ed., pp. 444450). Jakarta: Saunders elsevier

7. Kementrian Kesehatan RI (2014). Pedoman Penerapan Terapi HIV pada


Anak. Jakarta. Retrieved from http://spiritia.or.id/dokumen/pedoman-
hivanak2014.pdf

Anda mungkin juga menyukai