REKAM MEDIS
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama : Ny. Dyah Ayu Ambarwati
Med.Rec/Reg : 826423
Umur : 23 tahun
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Bidan
Alamat : Kel. Nusa Serasan Kec. Sungai Lilin, Kab. Musi Banyuasin
2. Riwayat perkawinan
Menikah 1x, lamanya 4 bulan
3. Riwayat Reproduksi
Menars 13 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lama haid 7 hari, HPHT 10-8-
2016
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
G1P0A0
1. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu :
R/ Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-),R/ Alergi (-)
R/ penyakit lupus (+) sejak 3 tahun yang lalu
6. Riwayat gizi/sosioekonomi : Sedang
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: hamil muda dengan penyakit lupus
Riwayat perjalanan penyakit:
Os datang ke poli fetomaternal RSMH dengan kontrol kehamilan. Riwayat
nyeri perut yang menjalar sampai kepinggang disangkal, riwayat perdarahan
dari kemaluan disangkal.
2
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit, thorakoabdominal
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,7 0C
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 65 kg
Keadaan khusus
Kepala : Konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik,
Mulut stomatitis (-), Rambut rontok (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, KGB (-), Struma (-)
Toraks : Paru-paru : I: statis dinamis, simetris kanan = kiri
P: stremfrenitus, simetris kanan = kiri
P : Sonor
A: Vesikuler (+) di kedua lapangan paru
3
2. Pemeriksaan Obstetrik
a. Periksa Luar
Abdomen datar, lemas, simetris, FUT setinggi simfisis, massa (-), nyeri
tekan (-), tanda cairan bebas (-).
b. Periksa Dalam
Inspekulo : tak dilakukan
Vagina toucher : tak dilakukan
Rectal toucher : tak dilakukan
4
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
17 Oktober 2016
Hb : 9.2 g/dL (11.4-15 g.dL)
Eritrosit : 2.70 /mm3 (4-5.7/mm3)
Leukosit : 15.400/mm3 (4.73-10.89/mm3)
Trombosit : 313.000/uL (189-436.000/uL)
Hematokrit : 29% (35-45%)
Hitung jenis : 0/0/79/16/5 (0-1/1-6/50-70/20-40/2-8 %)
Kalsium : 8.7 (8.8-10.2 mg/dL)
Natrium : 140 (135-155 mg/dL)
Kalium : 3.6 (3.5-5.5 U/L)
ANA test : 1/320 (negatif)
Anti ds-DNA : 250.62 (equivocal)
2 November 2016
Hb : 7.6 g/dL (11.4-15 g.dL)
Eritrosit : 2.27/mm3 (4-5.7.106/mm3)
Leukosit : 14.400/mm3 (4.73-10.89/mm3)
Hematokrit : 26% (35-45%)
LED : 17 (<20 mm/jam)
Hitung jenis : 0/2/77/18/3 (0-1/1-6/50-70/20-40/2-8 %)
SGOT : 14 (0-32 U/L)
SGPT : 18 (0-32 U/L)
LDH : 523 (240-480 U/L)
Ureum : 21 (16.6-48.5 mg/dL)
Kreatinin : 0.42 (0.50-0.90 mg/dL)
5
1 November 2016
A: SLE + manifestasi AIHA
G1P0A0 hamil 12 minggu
Metilprednisolon 1 x 16 mg
Azathioprine 1 x 50 mg
Asam folat 3 x 400 ug
CaCO3 3x500 mg
Kolkatriol 1 x 0,25 mg
Konsul Obgin
1 Desember 2016
A: SLE + manifestasi AIHA
G1P0A0 hamil 16 minggu
Metilprednisolon 1 x 16 mg
Azathioprine 1 x 50 mg
Asam folat 3 x 400 ug
CaCO3 3x500 mg
Kolkatriol 1 x 0,25 mg
Konsul Obgin (ANC)
E. Diagnosis Kerja
G1P0A0 hamil 12 minggu dengan SLE on therapy + manifestasi AIHA JTH
intrauterine
7
F. Prognosis
Ibu : Dubia
Janin : Dubia
G. Terapi
Metilprednisolon 1 x 16 mg
Azathioprine 1 x 50 mg
Asam folat 3 x 400 ug
CaCO3 3x500 mg
Kolkatriol 1 x 0,25 mg
II. PERMASALAHAN
A. Bagaimana penegakan diagnosis LES, pengaruh kehamilan pada LES, dan
pengaruh LES pada kehamilan pada pasien ini?
B. Bagaimana penatalaksanaan pada ibu hamil dengan LES?
C. Bagaimana pilihan kontrasepsi pada pasien dengan LES?
LES yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1,4% kasus LES dari total
kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS
Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien LES atau 10,5% dari total pasien
yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010. RS Dr Soetomo
Surabaya melaporkan 166 penderita dalam 1 tahun (Mei 2003 - April 2004).2,3
Manifestasi klinis LES sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa,
sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.
Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien LES di Eropa yang diikuti selama 10 tahun,
manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam
malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologik
19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai
adalah miositis 4,3%, ruam diskoid 7,8 %, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi
subkutaneus akut 6,7%.2,3
Penyebab timbulnya LES belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang
diduga sebagai faktor pencetus, yaitu:4
1. Genetik
Bukti keterlibatan faktor genetik ini didapatkan berdasarkan peningkatan
kejadian lupus eritematosus sistemik pada orang Asia dan kulit hitam. Terdapat
pula bukti bahwa bila salah seorang keluarga menderita LES maka
kemungkinan keturunannya mendapatkan lupus eritematosus sistemik sebesar
3-10 %. Pada kembar identik, risiko LES meningkat menjadi 25% pada saudara
kembar dari pasien yang menyandang LES.
2. Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat mencetuskan lupus,
diantaranya adalah: infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar matahari.
a. Infeksi
Beberapa infeksi diduga menyebabkan lupus, salah satu penyebab terkuat
adalah EBV (Epstein-Barr Virus), virus penyebab demam kelenjar
(mononucleosis). Sebagian besar pasien LES tercatat pernah terinfeksi virus
ini dalam riwayat penyakitnya.
b. Zat kimia dan racun
Beberapa penelitian membuktikan bahwa paparan terhadap zat kimia dan
racun termasuk pekerjaan yang berhubungan silika.
c. Merokok
Akhir-akhir ini, merokok telah terbukti berhubungan dengan munculnya
lupus.
d. Sinar matahari
Radiasi sinar ultra violet yang didapatkan dari sinar matahari menyebabkan
eksaserbasi penyakit ini.
3. Hormonal
10
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria, diagnosis LES memiliki sensitifitas 95% dan
spesifisitas 75%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif,
maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila
hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA
11
positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan observasi
jangka panjang diperlukan.1,5
Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan LES, terutama
menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan
pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan
ditetapkannya gambaran tingkat keparahan LES. Penyakit LES dapat
dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa:2
1. Kriteria LES ringan
a. Secara klinis tenang
b. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
c. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh LES dengan manifestasi arthritis dan kulit.
2. Kriteria LES dengan tingkat keparahan sedang
a. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
b. Trombositopenia (trombosit 20-50x100.000/mm3)
c. Serositis mayor
3. Kriteria LES berat atau mengancam nyawa
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,
tamponade jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati
transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma
demielinasi.
12
Masukkan bobot MEX SLEDAI bila terdapat gambaran deskripsi pada saat
pemeriksaan atau dalam 10 hari terakhir. Interpretasinya:5
- ≥ 12 : flare berat,
- 9-11 : flare moderate,
- 4-8 : flare ringan,
- <4 : bukan flare.
Tata laksana dari flare selama kekambuhan didasarkan pada derajat keparahan
dan keterlibatan organ. Pilihan terapi selama kehamilan bersifat terbatas pada
keamanan obat, Penggunaan steroid dosis rendah dapat digunakan, tapi tidak
menutup kemungkinan penggunaaan steroid dosis tinggi dalam jangka waktu
pendek dapat digunakan untuk mengatasi flare, pada flare berat dapat digunakan
metilprednisolon 500-1000 mg perhari selama 3 hari.8
Penggunaan NSAID dapat digunakan untuk flare dengan gejala ringan pada
trimester pertama dan kedua kehamilan. Namun pemberian NSAID juga harus
16
sebagai akibat dari adanya miokarditis dan fibrosis di antara nodus atrioventrikuler
dan bundle his. Kejadian ini berhubungan dengan adanya antibodi SS-A atau SS-
B. Antibodi akan melewati plasenta dan bereaksi dengan kulit dan otot jantung
janin. Antibodi ini bersifat sementara pada serum bayi dan tidak dapat dideteksi 6-
9 bulan kemudian.1
AIHA merupakan anemia yang disebabkan penghancuran eritrosit oleh
autoantibodi dengan atau tanpa ikatan ke eritrosit. AIHA lebih sering pada wanita
dengan usia dibawah 50 tahun, dengan kejadian diperkirakan 0,8-3 per
100.000/tahun, prevalensi 17:100.000 dan tingkat kematian 11%. Gambaran klinis
AIHA yaitu pucat, ikterus, takikardia dengan murmur, dyspnea dan kelelahan.
Pasien dengan hemolisis intravaskular tampak urin gelap dan sakit punggung.
Adanya hepatomegali dan/atau limfadenopati menunjukkan gangguan
limfoproliferatif atau keganasan, splenomegali mungkin menunjukkan
hipersplenisme sebagai penyebab hemolisis.12,13
AIHA diklasifikasikan sebagai tipe hangat, tipe dingin (yang meliputi penyakit
dingin hemagglutinin (CAD) dan paroksismal hemoglobinuria dingin) atau
campuran, sesuai dengan kisaran termal autoantibodi tersebut.12
1. antibodi hangat dimediasi: immunoglobulin (Ig) G (sering idiopatik atau
berhubungan dengan leukemia, limfoma, thymoma, myeloma, infeksi virus, dan
penyakit kolagen-vaskular)
2. antibodi dingin dimediasi: IgM dan komplemen di sebagian besar kasus (sering
idiopatik; sering dikaitkan dengan infeksi, limfoma, atau penyakit agglutinin
dingin)
3. Induksi obat:
a. Antibodi ditujukan terhadap Rh kompleks (Misalnya, metildopa)
b. Antibodi ditujukan terhadap RBC-obat yang kompleks (misalnya, penisilin)
c. Antibodi ditujukan terhadap kompleks yang terbentuk oleh protein obat dan
plasma (misalnya, quinidine)
19
Sampai saat ini penatalaksanaan AIHA belum berbasis bukti, hanya ada 1
penelitian random dan beberapa uji fase II. Lini pertama terapi AIHA masih
kortikosteroid dengan penghentian obat-obatan yang berpotensi menginduksi.
Transfusi plasmaferesis hanya untuk kasus-kasus berat yang mengancam jiwa.
Hindari paparan dingin pada pasien dengan tipe antibodi Cold. Prednison
1-2mg/kg/hari dalam dosis terbagi awalnya di antibodi hangat AIHA.
Kortikosteroid umumnya tidak efektif dalam AIHA antibodi dingin. Splenektomi
pada pasien dengan kortikosteroid inadekuat. Obat imunosupresif dan/atau
immunoglobulins hanya setelah kortikosteroid dan splenektomi gagal untuk
menghasilkan remisi.12
Pada pasien ini, berdasarkan riwayat perjalanan penyakit pasien pada 3 tahun
yang lalu os berobat ke rumah sakit di Jakarta dengan keluhan awal demam, nyeri
21
kehamilan yaitu:5
a. Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit LES
b. Plasenta dan fetus dapat menjadi target dari autoantibodi maternal sehingga
dapat berakhir dengan kegagalan kehamilan dan terjadinya lupus eritematosus
sistemik.
Idealnya kehamilan harus ditunda hingga LES telah memasuki fase inaktif
paling tidak selama 6 bulan agar tercapai luaran kehamilan yang baik. Alur
perencanaan kehamilan pada wanita dengan LES adalah sebagai berikut:14
1. Konseling Prakehamilan
Idealnya wanita dengan LES yang ingin hamil harus terlebih dahulu menjalani
konseling pra kehamilan. Pada saat itu harus dijelaskan masalah obstetri yang
akan timbul jika wanita tersebut hamil, termasuk resiko kematian janin,
persalinan preterm, preeklampsi dan gangguan pertumbuhan janin. Perhatian
khusus juga diberikan terhadap kemungkinan timbulnya sindroma antifosfolipid
dan sindroma lupus eritematosus neonatal (LEN). Penderita yang hendak hamil
harus berada dalam fase remisi dan tidak sedang menggunakan obat-obatan
sitotoksik dan OAINS sebelum terjadi konsepsi, juga harus dinilai apakah
24
Publikasi yang dilakukan Stanhope, dkk. Pada tahun 2012, lebih jauh
membahas mengenai rekomendasi pemeriksaan laboratorium dari pasien LES
dengan kehamilan seperti yang terlihat pada tabel.14
27
Pada pasien dengan riwayat lupus nefritis tapi tidak disertai dengan bukti
adanya aktivitas kekambuhan renal maupun sistemik maka tidak ada
pengobatan yang direkomendasikan. Pasien dengan kekambuhan sistemik
derajat ringan direkomendasikan diberikan Hidroksiklorokuin dengan dosis
200-400 mg/hari untuk mengurangi kekambuhan LES selama kehamilan. Bila
nefritis terjadi secara aktif atau ditemukan adanya kekambuhan substansial
ekstrarenal maka dapat diberikan terapi glukokortikoid pada dosis yang dapat
menekan kekambuhan dan bila perlu dapat ditambahkan regimen Azatriopin
dengan dosis maksimal 2 mg/kgBB/hari, walaupun Azatriopin termasuk ke
dalam obat kategori D dalam kehamilan, obat ini tetap dapat dipakai karena
efek risiko abnormalitas janin yang rendah.14
Mikofenolat mofetil, siklofosfamid dan metotreksat harus dihindari
pemberiannya selama kehamilan karena bersifat teratogenik. Pada pasien
dengan nefritis akut, pertimbangkan untuk melakukan persalinan setelah usia
kehamilan di atas 28 minggu atau saat fetus dianggap viabel.14
5. Manajemen Intrapartum
Pengambilan keputusan terkait waktu dan cara persalinan harus diberikan
kepada SpOG yang telah berpengalaman dalam menangani persalinan pada
pasien dengan adanya gangguan ginjal. Persalinan sebaiknya dilakukan di
fasilitas kesehatan tersier dimana tersedia ahli neonatologi dan ruang intensif
neonatus, terutama bila pasien harus melahirkan dengan usia gestasi kurang dari
37 minggu. Wanita hamil dengan lupus yang diterapi dengan steroid sistemik
dalam 2 tahun sebelum kehamilan sebaiknya mendapatkan steroid stress
coverage selama persalinan. Seksio sesaria hanya dilakukan atas indikasi
obstetrik. Pada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif dan akan
menyusui, sebaiknya dipertimbangkan mengenai keamanan terapi
imumosupresif terhadap neonatus. 5,14
6. Manajemen Postpartum
30
Angka kegagalan penggunaan metode IUD cukup rendah yaitu sebesar 2%,
komplikasinya dapat berupa perdarahan pervaginam yang ireguler setelah
pemasangan, risiko ekspulsi dan risiko infeksi setelah pemasangan IUD yang
mengarah ke penyakit radang panggul.
3. Metode hormonal
Metode kontrasepsi hormonal yang dapat digunakan pada pasien LES meliputi
obat kontrasepsi oral (kombinasi-progestin only), dan implant. Penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen tidak disarankan karena dapat
mengakibatkan terjadinya flare. Fokus dari penggunaan kontrasepsi progesteron
yaitu efek terhadap tulang, namun efek penurunan densitas mineral tulang
bersifat reversibel setelah penghentian terapi. Rekomendasi penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen pada pasien LES dapat dilihat pada
tabel dibawah.
Pada ibu ini diperbolehkan hamil lagi setelah 6 bulan sejak melahirkan asalkan
gejala penyakit SLE-nya tidak mengalami ekserbasi selama 6 bulan ini.
Kontrasepsi yang bisa ditawarkan untuk ibu ini adalah metode barier
( kondom,diagframa ) atau minipill.
32
IV. KESIMPULAN
1. Setiap wanita yang hamil dengan SLE harus ditatalaksanai sedini mungkin dan
melakukan kerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam Subdivisi Imunologi.
Dilakukan pengawasan baik secara klinis maupun laboratorium untuk mengetahui
adanya peningkatan aktifitas atau eksaserbasi penyakit LES. Perlu dilakukan
pemeriksaan USG secara serial.
2. Kontrasepsi pilihan pada ibu bila masih menginginkan kehamilan adalah
kontrasepsi barrier atau hormonal.
V. RUJUKAN
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. William’s Obstetrics. 24 th ed. New York: McGraw-Hill
Medical Publishing Division, 2014
2. Kasjmir YI, Handono K, Wijaya LK, Hamijoyo L, Albar Z, Kalim H dkk. Diagnosis dan
Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011
3. Kusuma AANJ. Lupus Eritematosus Sistemik Pada Kehamilan. Denpasar. J Peny Dalam, 2007;
8(2): 170-5
4. Lisnevskaia L, Murphy G, Isenberg D. Systemic Lupus Erytematosus. Lancet, 2014; 384:1878-88
5. Duarsa IS. Kehamilan dengan Lupus Eritematosus Sistemik. FK Universitas Udayana/ RSUP
Sanglah Denpasar. 2014.
6. De Jesus GR, Mendoza-Pinto C, De Jesus NR, Dos Santos FC, Klumb EM, Carrasco MG, Levy
RA. Understanding and managing pregnancy in patients with lupus. Hindawi Publishing
Corporation. Autoimmune Diseases, 2015; 943490: 1-18
7. Bertsias G, Cervera R, Boumpas DT. Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis and Clinical
Features. EULAR. 2012: 476-505
8. Magid MS, Kaplan C, Sammaritano LR, Peterson M, Druzin ML, Lockshin MD. Placental
pathology in systemic lupus erythematosus: A prospective study. Am J Obstet Gynecol. New
York. 1998; 179 (1): 226-34
9. Lima F, Buchanan NMM, Khamashta MA, Kerslake S, Hughes GRV. Obstetric Outcome in
Systemic Lupus Erythematosus. Seminars in Arthritis and Rheumatism, 1995; 25(3):184-92
10. Reynolds JA, Bruce IN. Overview of the management of systemic lupus erythematosus. Reports
on the Rheumatic Diseases. Derbyshire. 2013; 7(2):1-11.
11. Khamashta MA. Systemic lupus erythematosus and pregnancy. Best Practice & Research Clinical
Rheumatology. 2006; 20(4):685-94.
12. Ferri FF. Anemia, Autoimmune Hemolytic. Ferri’s Clinical Advisor. 2017: 72-74e2.
13. Zanella A, Barcellini W. Treatment of autoimmune hemolyticanemias. Haematologica. 2014;
99(10): 1547-54.
14. Bernolian N. Tatalaksana Systemic Lupus Erytemathosus dalam Kehamilan. Palembang. 2015.
15. Lee YH, Lee HS. Management of Pregnancy in Women with Systemic Lupus Erythematosus.
Korea. 2011; 18(2): 74-8.
33
16. Lateef A, Petri M. Managing lupus patients during pregnancy. Best Practice & Research Clinical
Rheumatology. Singapore. 2013; 27:435-47
17. Al-Osaimi H, Yelamanchili S. Management of Pregnant Lupus. Jeddah. 2012; Available from:
http://www.intechopen.com/books/systemic-lupus-erythematosus/management-of-pregnant-lupus
18. Bertsias G, Ioannidis JPA, Boletis J, Bombardieri S, Cervera R, Dostal C, et al. EULAR
recommendations for the management of systemic lupus erythematosus. Report of a Task Force of
the EULAR Standing Committee for International Clinical Studies Including Therapeutics . Ann
Rheum Dis 2008;67:195-205