Anda di halaman 1dari 33

I.

REKAM MEDIS
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama : Ny. Dyah Ayu Ambarwati
Med.Rec/Reg : 826423
Umur : 23 tahun
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Bidan
Alamat : Kel. Nusa Serasan Kec. Sungai Lilin, Kab. Musi Banyuasin
2. Riwayat perkawinan
Menikah 1x, lamanya 4 bulan
3. Riwayat Reproduksi
Menars 13 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lama haid 7 hari, HPHT 10-8-
2016
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
G1P0A0
1. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu :
R/ Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-),R/ Alergi (-)
R/ penyakit lupus (+) sejak 3 tahun yang lalu
6. Riwayat gizi/sosioekonomi : Sedang
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: hamil muda dengan penyakit lupus
Riwayat perjalanan penyakit:
Os datang ke poli fetomaternal RSMH dengan kontrol kehamilan. Riwayat
nyeri perut yang menjalar sampai kepinggang disangkal, riwayat perdarahan
dari kemaluan disangkal.
2

Os didiagnosa menderita Lupus eritematosus sistemik (LES/SLE) sejak 3 tahun


yang lalu dengan keluhan awal demam, nyeri sendi, sariawan, dan anemia. Os
pernah dirawat di rumah sakit di Jakarta karena anemia. Os mengaku
sebelumnya pernah dilakukan pemeriksaan laboratorium di rumah sakit di
Jakarta dengan hasil ANA (+), namun os tidak membawa berkas laboratorium
Os dikatakan menderita penyakit lupus dan diberikan obat metilprednisolon 4
mg per hari. Os kemudian menikah pada bulan Juli 2016 dan hamil, kemudian
kontrol kembali ke poliklinik Penyakit Dalam RSMH, didiagnosa SLE dengan
manifestasi AIHA dan diberikan metilprednisolon 1 x 16 mg. Os kemudian
kontrol ke poliklinik kebidanan untuk ANC dan dikatakan hamil 12 minggu.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit, thorakoabdominal
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,7 0C
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 65 kg
Keadaan khusus
Kepala : Konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik,
Mulut stomatitis (-), Rambut rontok (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, KGB (-), Struma (-)
Toraks : Paru-paru : I: statis dinamis, simetris kanan = kiri
P: stremfrenitus, simetris kanan = kiri
P : Sonor
A: Vesikuler (+) di kedua lapangan paru
3

Jantung: HR 88 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)


I: Iktus kordis tak terlihat
P: Iktus kordis tak teraba
P: Batas atas jantung ICS II,
Batas kanan jantung LS dextra ICS V,
Batas kiri jantung LMC sinistra ICS V,
A: Bunyi Jantung I–II, regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : I: datar
P: FUT setinggi simfisis
A : BU (+) normal
Ekstremitas : Edema pretibial (-/-), akral pucat (-/-), sianosis (-), clubbing
finger (-)
Vulva : Normal

2. Pemeriksaan Obstetrik
a. Periksa Luar
Abdomen datar, lemas, simetris, FUT setinggi simfisis, massa (-), nyeri
tekan (-), tanda cairan bebas (-).
b. Periksa Dalam
Inspekulo : tak dilakukan
Vagina toucher : tak dilakukan
Rectal toucher : tak dilakukan
4

C. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
17 Oktober 2016
Hb : 9.2 g/dL (11.4-15 g.dL)
Eritrosit : 2.70 /mm3 (4-5.7/mm3)
Leukosit : 15.400/mm3 (4.73-10.89/mm3)
Trombosit : 313.000/uL (189-436.000/uL)
Hematokrit : 29% (35-45%)
Hitung jenis : 0/0/79/16/5 (0-1/1-6/50-70/20-40/2-8 %)
Kalsium : 8.7 (8.8-10.2 mg/dL)
Natrium : 140 (135-155 mg/dL)
Kalium : 3.6 (3.5-5.5 U/L)
ANA test : 1/320 (negatif)
Anti ds-DNA : 250.62 (equivocal)

2 November 2016
Hb : 7.6 g/dL (11.4-15 g.dL)
Eritrosit : 2.27/mm3 (4-5.7.106/mm3)
Leukosit : 14.400/mm3 (4.73-10.89/mm3)
Hematokrit : 26% (35-45%)
LED : 17 (<20 mm/jam)
Hitung jenis : 0/2/77/18/3 (0-1/1-6/50-70/20-40/2-8 %)
SGOT : 14 (0-32 U/L)
SGPT : 18 (0-32 U/L)
LDH : 523 (240-480 U/L)
Ureum : 21 (16.6-48.5 mg/dL)
Kreatinin : 0.42 (0.50-0.90 mg/dL)
5

b. USG (Dr. Hj. Putri Mirani, SpOG(K)) (3 November 2016)


Tampak janin tunggal hidup intrauterine
Biometri janin:
BPD : 1,83 cm AC : 5,18 cm
HC : 7,12 cm FL : 0,74 cm
YS (+) 0,55 cm
NT 1,20 mm
Nasal bone (+)
Pulsasi (+)
Ductus venosum a wave normal
Kesan: Hamil 12 minggu JTH intrauterine

USG (Dr. H. Nuswil Bernolian, SpOG(K)) (1 Desember 2016)


Tampak janin tunggal hidup intrauterine
Biometri janin:
BPD : 3,5 cm AC : 10,5 cm
HC : 12,7 cm FL : 2,2 cm
EFW 158 g
Nasal bone (+)
Plasenta di corpus anterior
Ketuban cukup
Kesan: Hamil 16 minggu JTH intrauterine

D. Bagian Penyakit Dalam:


17 Oktober 2016
A: SLE dengan manifestasi AIHA
G1P0A0 hamil 10 minggu
Metilprednisolon 1 x 16 mg
Azathioprine 1 x 50 mg
6

Asam folat 3 x 400 ug


CaCO3 3x500 mg
Kolkatriol 1 x 0,25 mg

1 November 2016
A: SLE + manifestasi AIHA
G1P0A0 hamil 12 minggu
Metilprednisolon 1 x 16 mg
Azathioprine 1 x 50 mg
Asam folat 3 x 400 ug
CaCO3 3x500 mg
Kolkatriol 1 x 0,25 mg
Konsul Obgin

1 Desember 2016
A: SLE + manifestasi AIHA
G1P0A0 hamil 16 minggu
Metilprednisolon 1 x 16 mg
Azathioprine 1 x 50 mg
Asam folat 3 x 400 ug
CaCO3 3x500 mg
Kolkatriol 1 x 0,25 mg
Konsul Obgin (ANC)

E. Diagnosis Kerja
G1P0A0 hamil 12 minggu dengan SLE on therapy + manifestasi AIHA JTH
intrauterine
7

F. Prognosis
Ibu : Dubia
Janin : Dubia

G. Terapi
Metilprednisolon 1 x 16 mg
Azathioprine 1 x 50 mg
Asam folat 3 x 400 ug
CaCO3 3x500 mg
Kolkatriol 1 x 0,25 mg

II. PERMASALAHAN
A. Bagaimana penegakan diagnosis LES, pengaruh kehamilan pada LES, dan
pengaruh LES pada kehamilan pada pasien ini?
B. Bagaimana penatalaksanaan pada ibu hamil dengan LES?
C. Bagaimana pilihan kontrasepsi pada pasien dengan LES?

III. ANALISA KASUS


A. Bagaimana penegakan diagnosis pasien ini?
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE) merupakan
penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta
manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam.
Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi antara 15-40 tahun
dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan
hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi LES.1-3
Insiden tahunan LES di Amerika Serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk,
dengan rasio jender wanita dan laki-laki antara 9-14:1. Penyakit lebih sering
ditemukan pada orang Asia, dari berbagai laporan kejadian LES tertinggi
didapatkan di negara Cina dan Asia Tenggara. Belum terdapat data epidemiologi
8

LES yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1,4% kasus LES dari total
kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS
Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien LES atau 10,5% dari total pasien
yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010. RS Dr Soetomo
Surabaya melaporkan 166 penderita dalam 1 tahun (Mei 2003 - April 2004).2,3
Manifestasi klinis LES sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa,
sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.
Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien LES di Eropa yang diikuti selama 10 tahun,
manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam
malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologik
19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai
adalah miositis 4,3%, ruam diskoid 7,8 %, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi
subkutaneus akut 6,7%.2,3

Tabel 1. Manifestasi klinis LES


Persentase
Sistem Organ Manifestasi Klinis
(%)
Sistemik Mudah lelah, lemah, demam, penurunan berat 95
badan
Muskuloskeletal Athralgia, mialgia, poliarthritis, miopati 95
Hematologik Anemia, hemolisis, leukopenia, trombositopenia, 85
splenomegali
Kutaneus Ruam malar, ruam discoid, ruam kulit, 80
photosensitif
Neurologik Sindrom otak organik, psikosis, serangan kejang 60
Kardiopulmoner Pleuritis, perikarditis, miokarditis, endokarditis, 60
pneumonitis, hipertensi pulmonal
Renal Proteinuria, sindrom nefrotik, gagal ginjal 30-50
Gastrointestinal Nausea, diare, enzim hati abnormal 40
Vaskuler Trombosis: arteri (5%) dan vena (10%) 15
Okuler Konjungtivitis 15
Dikutip dari Cunningham1
9

Penyebab timbulnya LES belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang
diduga sebagai faktor pencetus, yaitu:4

1. Genetik
Bukti keterlibatan faktor genetik ini didapatkan berdasarkan peningkatan
kejadian lupus eritematosus sistemik pada orang Asia dan kulit hitam. Terdapat
pula bukti bahwa bila salah seorang keluarga menderita LES maka
kemungkinan keturunannya mendapatkan lupus eritematosus sistemik sebesar
3-10 %. Pada kembar identik, risiko LES meningkat menjadi 25% pada saudara
kembar dari pasien yang menyandang LES.
2. Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat mencetuskan lupus,
diantaranya adalah: infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar matahari.
a. Infeksi
Beberapa infeksi diduga menyebabkan lupus, salah satu penyebab terkuat
adalah EBV (Epstein-Barr Virus), virus penyebab demam kelenjar
(mononucleosis). Sebagian besar pasien LES tercatat pernah terinfeksi virus
ini dalam riwayat penyakitnya.
b. Zat kimia dan racun
Beberapa penelitian membuktikan bahwa paparan terhadap zat kimia dan
racun termasuk pekerjaan yang berhubungan silika.
c. Merokok
Akhir-akhir ini, merokok telah terbukti berhubungan dengan munculnya
lupus.
d. Sinar matahari
Radiasi sinar ultra violet yang didapatkan dari sinar matahari menyebabkan
eksaserbasi penyakit ini.
3. Hormonal
10

Hormon estrogen meningkatkan terjadinya eksaserbasi lupus eritematosus


sistemik.
American Rheumatism Association (ARA) mengumumkan kriteria untuk
diagnosis LES yang mengandung 14 item. Namun karena sensitivitasnya sangat
bervariasi (57,2-98%), maka dilakukan revisi ulang pada tahun 1982, 1997 dan
2012 (tabel 2).1,5

Tabel 2. Kriteria ARA untuk LES


No Kriteria Definisi
1 Ruam malar Erithema malar
2 Ruam diskoid Lesi ini berupa bercak eritematosa yang
meninggi dengan sisik keratin yang melekat
disertai penyumbatan folikel
3 Fotosensitifitas Lesi kulit akibat reaksi abnormal terhadap
paparan cahaya matahari
4 Ulkus mulut Ulcerasi di mulut atau nasofaring, biasanya
tidak nyeri
5 Arthritis Arthritis non erosive yang mengenai 2 sendi
perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi.
6 Serositis Pleuritis atau perikarditis
7 Renal Proteinuria yang selalu >0,5 g/hari atau >3+, atau
ditemukan silinder sel
8 Neurologi Kejang atau psikosis tanpa sebab yang jelas
9 Hematologi Anemia hemolitik atau leukopenia atau
limfopenia atau trombositopenia
10 Imunologi Anti ds-DNA atau anti Sm antibodi, atauvpositif
palsu VDRL, titer abnormal IgG atau IgM ACA
atau LA.
11 Antibodi antinuclear Titer abnormal ANA.
(ANA) positif
Dikutip dari Cunningham1

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria, diagnosis LES memiliki sensitifitas 95% dan
spesifisitas 75%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif,
maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila
hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA
11

positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan observasi
jangka panjang diperlukan.1,5
Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan LES, terutama
menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan
pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan
ditetapkannya gambaran tingkat keparahan LES. Penyakit LES dapat
dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa:2
1. Kriteria LES ringan
a. Secara klinis tenang
b. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
c. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh LES dengan manifestasi arthritis dan kulit.
2. Kriteria LES dengan tingkat keparahan sedang
a. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
b. Trombositopenia (trombosit 20-50x100.000/mm3)
c. Serositis mayor
3. Kriteria LES berat atau mengancam nyawa
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,
tamponade jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati
transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma
demielinasi.
12

g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3),


trombositopenia < 20.000/mm3 , purpura trombotik trombositopenia,
trombosis vena atau arteri.
Perubahan hormonal dan fisiologis dapat terjadi selama kehamilan dan
mempengaruhi aktivitas lupus. Masih belum dapat dipastikan apakah kehamilan
dapat mencetuskan LES, eksaserbasi LES pada kehamilan tergantung dari lamanya
masa remisi LES keterlibatan organ organ vital seperti ginjal. Penderita LES yang
telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan sebelum hamil mempunyai risiko 25%
eksaserbasi pada saat hamil dan 90% luaran kehamilannya baik. Tetapi sebaliknya
bila masa remisi LES sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka risiko eksaserbasi
LES pada saat hamil menjadi 50-60% dengan luaran kehamilan yang buruk.
Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko kematian janin
50-75% dengan angka kematian ibu menjadi 10%. Umur kehamilan juga
mempengaruhi kejadian eksaserbasi ini, pada trimester III kejadian eksaserbasi
50% , sedangkan pada trimester I dan II kejadian eksaserbasi sekitar 15%,
sedangkan pada post partum 20%.3,5
Lupus Activity Index in Pregnancy merupakan salah satu alat bantu untuk
mengenali gejala dan tanda aktivitas lupus selama kehamilan. Aktivitas lupus saat
kehamilan dapat berupa flare yang sangat parah. Terjadi peningkatan risiko
aktivitas lupus selama kehamilan sebesar 2-3 kali, dibandingkan pasien wanita
yang tidak hamil, dimana sebagian besar mengalami flare ringan, 1/3 kasus
mengalami flare sedang hingga berat. Sebagian besar aktivitas lupus selama
kehamilan dapat melibatkan kulit, persendian, dan gejala konstitusional, Hal
tersebut juga nampak pada kehamilan biasa, sehingga seringkali tidak terdiagnosis
sebagai aktivitas lupus.5
13

Gambar 1. Fase Imunologi Hamil Normal dan Hamil dengan LES


Dikutip dari de Jesus6

Gambar 2. Fase aktivitas LES


Dikutip dari Bertsias7
14

Penilaian aktivitas penyakit LES (lupus flare) dapat menggunakan kriteria


MEX SLEDAI, yang meliputi:5
a. Gangguan neurologi (bobot 8)
- CVA (Cerebrovascular accident): sindrom baru,eksklusi arteriosklerosis.
- Kejang: onset baru, eksklusi metabolik, infeksi, atau pemakaian obat.
- Sindrom otak organik: eksklusi penyebab metabolik, infeksi atau
penggunaan obat.
- Mononeuritis
- Myelitis: eksklusi penyebab lainnya.
b. Gangguan ginjal (bobot 6)
- Cast, heme granular atau sel darah merah.
- Hematuria: >5/lpb, eksklusi penyebab lainnya (batu atau infeksi)
- Proteinuria: onset baru > 0,5 g/l pada random spesimen.
- Peningkatan kreatinin (>5 mg/dl)
c. Vaskulitis (bobot 4): ulserasi, ganggren, nodul pada jari yang lunak, infark
periungual, splinter haemorrhages.
d. Hemolisis (bobot 3): Hb<12,0 g/dl dan koreksi retikulosit > 3%,
trombositopenia < 100.000 bukan disebabkan oleh obat.
e. Miositis (bobot 3)
f. Artritis (bobot 2)
g. Gangguan mukokutaneous (bobot 2):
- Ruam malar: onset baru atau malar eritema yang menonjol
- Mucous ulcers
- Abnormal alopenia
h. Serositis (bobot 2): pleuritis, pericarditis, peritonitis
i. Demam (bobot 1)
j. Lekopenia (bobot 1): sel darah putih < 4000/mm 3, bukan akibat obat, limfopeni
(limfosit < 1200 mm3, bukan akibat obat)
15

Masukkan bobot MEX SLEDAI bila terdapat gambaran deskripsi pada saat
pemeriksaan atau dalam 10 hari terakhir. Interpretasinya:5
- ≥ 12 : flare berat,
- 9-11 : flare moderate,
- 4-8 : flare ringan,
- <4 : bukan flare.
Tata laksana dari flare selama kekambuhan didasarkan pada derajat keparahan
dan keterlibatan organ. Pilihan terapi selama kehamilan bersifat terbatas pada
keamanan obat, Penggunaan steroid dosis rendah dapat digunakan, tapi tidak
menutup kemungkinan penggunaaan steroid dosis tinggi dalam jangka waktu
pendek dapat digunakan untuk mengatasi flare, pada flare berat dapat digunakan
metilprednisolon 500-1000 mg perhari selama 3 hari.8

Tabel 3. Manifestasi, Faktor Risiko dan Manajemen LES dalam Kehamilan

Dikutip dari de Jesus6

Penggunaan NSAID dapat digunakan untuk flare dengan gejala ringan pada
trimester pertama dan kedua kehamilan. Namun pemberian NSAID juga harus
16

dievaluasi dengan selama kehamilan terhadap kemungkinan terjadinya malformasi


kongenital. Penggunaan Hidroksiklorokuinolon harus diteruskan selama
kehamilan, selain itu penggunaan imunosupresan yang dapat digunakan untuk
terapi flare adalah Azatioprin dan penghambat kalsineurin. Opsi terapi lain yang
dapat dipertimbangkan pada flare yaitu dengan pemberian IVIG dan plasmaferesis,
namun penggunaannya harus melihat adanya risiko trombosis dan overload
cairan.8

Tabel 4. Luaran Kehamilan dengan Lupus Flare

Dikutip dari Lima9

Walaupun demikian terjadinya eksaserbasi LES selama kehamilan,


menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu, terutama pada masa
peripartum. Pada suatu penelitian retrospektif, telah dibuktikan bahwa eksaserbasi
LES dalam kehamilan 3 kali lebih besar pada 20 minggu kehamilan dan 8 kali
lebih besar pada 8 minggu post partum. Beberapa ahli menganggap bahwa
kehamilan mempresipitasi timbulnya LES, di mana kematian yang terkait dengan
penyakit tersebut secara bermakna lebih tinggi, saat ini 5-years survival diestimasi
sekitar 96%. Hal ini merupakan alasan sebagian ahli bahwa penderita LES tidak
17

diperbolehkan untuk hamil. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa


wanita dengan LES akan mengalami eksaserbasi selama kehamilan dan masa post
partum.5,10
Beberapa komplikasi kehamilan yang bisa terjadi pada kehamilan dengan LES
yaitu, kematian janin meningkat 2-3 kali dibandingkan wanita hamil normal, bila
didapatkan hipertensi dan kelainan ginjal maka mortalitas janin menjadi 50%.
Kelahiran prematur juga bisa terjadi sekitar 30-50% kehamilan dengan LES yang
sebagian besar akibat preeklamsia atau gawat janin.3,11
Infark plasenta yang terjadi pada penderita LES dapat meningkatkan risiko
terjadinya Pertumbuhan Janin Terhambat sekitar 25% demikian juga risiko
terjadinya preeklamsia- eklamsia meningkat sekitar 25-30%. Pada penderita LES
yang disertai lupus nepritis kejadian preeklamsia menjadi 2 kali lipat.
Membedakan preeklamsia dengan lupus nepritis sulit karena keduanya mengalami
hipertensi, protenuria, edema dan perburukan fungsi ginjal.3,11

Tabel 6. Kehamilan Normal, Kehamilan dengan Preeklampsi dan Lupus Nefritis

Dikutip dari Khamashta11

Komplikasi pada janin berupa sindroma Lupus Eritematosus Neonatal (LEN)


merupakan suatu sindroma yang jarang terjadi pada neonatus dan dapat terjadi
pada bayi-bayi yang pada serum ibunya mengandung auto-antibodi terhadap
extraxtable nuclear antigens (ENA), ditandai adanya lupus dermatitis, kelainan
hematologik dan sistemik, dan congenital heart block. Congenital heart block ini
18

sebagai akibat dari adanya miokarditis dan fibrosis di antara nodus atrioventrikuler
dan bundle his. Kejadian ini berhubungan dengan adanya antibodi SS-A atau SS-
B. Antibodi akan melewati plasenta dan bereaksi dengan kulit dan otot jantung
janin. Antibodi ini bersifat sementara pada serum bayi dan tidak dapat dideteksi 6-
9 bulan kemudian.1
AIHA merupakan anemia yang disebabkan penghancuran eritrosit oleh
autoantibodi dengan atau tanpa ikatan ke eritrosit. AIHA lebih sering pada wanita
dengan usia dibawah 50 tahun, dengan kejadian diperkirakan 0,8-3 per
100.000/tahun, prevalensi 17:100.000 dan tingkat kematian 11%. Gambaran klinis
AIHA yaitu pucat, ikterus, takikardia dengan murmur, dyspnea dan kelelahan.
Pasien dengan hemolisis intravaskular tampak urin gelap dan sakit punggung.
Adanya hepatomegali dan/atau limfadenopati menunjukkan gangguan
limfoproliferatif atau keganasan, splenomegali mungkin menunjukkan
hipersplenisme sebagai penyebab hemolisis.12,13
AIHA diklasifikasikan sebagai tipe hangat, tipe dingin (yang meliputi penyakit
dingin hemagglutinin (CAD) dan paroksismal hemoglobinuria dingin) atau
campuran, sesuai dengan kisaran termal autoantibodi tersebut.12
1. antibodi hangat dimediasi: immunoglobulin (Ig) G (sering idiopatik atau
berhubungan dengan leukemia, limfoma, thymoma, myeloma, infeksi virus, dan
penyakit kolagen-vaskular)
2. antibodi dingin dimediasi: IgM dan komplemen di sebagian besar kasus (sering
idiopatik; sering dikaitkan dengan infeksi, limfoma, atau penyakit agglutinin
dingin)
3. Induksi obat:
a. Antibodi ditujukan terhadap Rh kompleks (Misalnya, metildopa)
b. Antibodi ditujukan terhadap RBC-obat yang kompleks (misalnya, penisilin)
c. Antibodi ditujukan terhadap kompleks yang terbentuk oleh protein obat dan
plasma (misalnya, quinidine)
19

Gambar 3. Alur diagnostik AIHA


Dikutip dari Ferri12
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb dan hematokrit,
kadar trombosit dan leukosit biasanya normal, dan didapatkan peningkatan
retikulosit. Pada hapusan darah dapat ditemukan berbagai bentuk eritrosit yang
bervariasi. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan bilirubin
indirek dan peningkatan kadar LDH, sedangkan pada urinalisis bisa ditemukan
hemoglobinuria. Terdapat beberapa pemeriksaan serologi untuk mendeteksi
20

adanya autoantibodi pada AIHA diantaranya Direct Antiglobulin Test (Direct


Coombs Test) dan Indirect Antiglobulin Test (Indirect Coombs Test).13

Tabel 5. Penatalaksanaan AIHA

Dikutip dari Ferri12

Sampai saat ini penatalaksanaan AIHA belum berbasis bukti, hanya ada 1
penelitian random dan beberapa uji fase II. Lini pertama terapi AIHA masih
kortikosteroid dengan penghentian obat-obatan yang berpotensi menginduksi.
Transfusi plasmaferesis hanya untuk kasus-kasus berat yang mengancam jiwa.
Hindari paparan dingin pada pasien dengan tipe antibodi Cold. Prednison
1-2mg/kg/hari dalam dosis terbagi awalnya di antibodi hangat AIHA.
Kortikosteroid umumnya tidak efektif dalam AIHA antibodi dingin. Splenektomi
pada pasien dengan kortikosteroid inadekuat. Obat imunosupresif dan/atau
immunoglobulins hanya setelah kortikosteroid dan splenektomi gagal untuk
menghasilkan remisi.12
Pada pasien ini, berdasarkan riwayat perjalanan penyakit pasien pada 3 tahun
yang lalu os berobat ke rumah sakit di Jakarta dengan keluhan awal demam, nyeri
21

sendi, dan sariawan. Os dilakukan pemeriksaan laboratorium dan dikatakan


anemia dan menderita penyakit lupus dengan hasil ANA (+), lalu os dirawat
selama 1 minggu. Os kemudian rutin berobat ke poliklinik Penyakit Dalam
RSMH. Os telah dilakukan pemeriksaan laboratorium ANA 1/320 dan anti dsDNA
dengan hasil equivocal, os didiagnosa LES, dan diterapi dengan metilprednisolon
2 x 4 mg. Pada kunjungan antenatal kehamilan 12 minggu, pasien diterapi dengan
metilprednisolon 1 x 16 mg.
Pada hasil pemeriksaan USG pada 1 November 2016, didapatkan gambaran
biometri janin sesuai usia kehamilan 12 minggu janin tunggal hidup intrauterine.
Pada pemantauan pengelolaan LES pasien ini, pasien ini masuk kategori LES
ringan, karena secara klinis tenang, tidak terdapat tanda atau gejala yang
mengancam nyawa, fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung,
gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit. Pada konsultasi
tanggal 1 November 2016 dengan Departemen Penyakit Dalam pasien didiagnosa
dengan SLE dengan manifestasi AIHA, dengan penatalaksanaan metilprednisolon
1 x 16 mg, azathioprine 1 x 50 mg, asam folat 3x400mcg, CaCO3 3x500mg, dan
kolkatriol 1 x 0,25 mg.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut pasien saat ini didiagnosa dengan G1P0A0
hamil 12 minggu dengan LES on therapy + manifestasi AIHA janin tunggal hidup
intrauterine.

B. Bagaimana penatalaksanaan ibu hamil dengan LES?


Penatalaksanaan lupus pada wanita secara ideal dimulai sebelum terjadinya
kehamilan. Konseling prekonsepsi dibutuhkan dalam mengestimasti risiko pasien
dan meninjau kembali pengobatan lupus. Peninjauan terhadap pengobatan
diperlukan untuk mencegah efek teratogenik, penghentian obat-obat tertentu dan
memulai pengobatan baru untuk melindungi ibu dan janin dari efek samping
pengobatan tersebut.5
Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan LES dengan
22

kehamilan yaitu:5
a. Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit LES
b. Plasenta dan fetus dapat menjadi target dari autoantibodi maternal sehingga
dapat berakhir dengan kegagalan kehamilan dan terjadinya lupus eritematosus
sistemik.

Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan LES


Dikutip dari Kasjmir2
23

Gambar 5. Diagram Alur Perencanaan Kehamilan Pada Wanita Dengan LES


Dikutip dari Bernolian14

Idealnya kehamilan harus ditunda hingga LES telah memasuki fase inaktif
paling tidak selama 6 bulan agar tercapai luaran kehamilan yang baik. Alur
perencanaan kehamilan pada wanita dengan LES adalah sebagai berikut:14
1. Konseling Prakehamilan
Idealnya wanita dengan LES yang ingin hamil harus terlebih dahulu menjalani
konseling pra kehamilan. Pada saat itu harus dijelaskan masalah obstetri yang
akan timbul jika wanita tersebut hamil, termasuk resiko kematian janin,
persalinan preterm, preeklampsi dan gangguan pertumbuhan janin. Perhatian
khusus juga diberikan terhadap kemungkinan timbulnya sindroma antifosfolipid
dan sindroma lupus eritematosus neonatal (LEN). Penderita yang hendak hamil
harus berada dalam fase remisi dan tidak sedang menggunakan obat-obatan
sitotoksik dan OAINS sebelum terjadi konsepsi, juga harus dinilai apakah
24

penderita menderita anemia, trombositopenia, penyakit ginjal dan antibodi


antifosfolipid.11,15,16
2. Evaluasi Pre Konsepsi
Evaluasi prekonsepsi merupakan aspek vital dalam perencaan kehamilan pada
wanita dengan LES. Lee, dkk. Dalam publikasinya mengenai manajemen
kehamilan dengan LES menyatakan bahwa setiap wanita dengan LES yang
berencana untuk hamil harus melewati evaluasi yang dilakukan oleh ahli
Reumatologi, dimana yang harus dievaluasi berdasarkan check list yang terdiri
dari:11,14,16

Tabel 7. Check list Prakehamilan pada Pasien LES


 Usia
 Adanya kehamilan sebelumnya
 Komplikasi pada kehamilan sebelumnya
 Keterlibatan organ akibat LES
 Derajat kerusakan akibat LES yang ireversibel
 Aktivitas kekambuhan LES yang baru saja terjadi
 Adanya antibodi aPL yang positif
 Anti-Ro dan/atau anti La antibodi yang positif
 Riwayat pengobatan termasuk obat-obatan yang dilarang
Dikutip dari Lee15

Faktor risiko maternal dan fetal harus dievaluasi sebelum terjadinya


konsepsi untuk mencapai rencana asuhan antenatal yang optimal. Kondisi klinis
tertentu seperti : insufisiensi ginjal tahap lanjut, gangguan fungsi paru restriktif,
gangguan jantung, hipertensi pulmonal atau adanya riwayat preeklampsia berat
atau sindroma HELLP tentunya akan meningkatkan risiko maternal serta
beberapa kondisi terntentu yang dikontraindikasikan untuk hamilan pada wanita
dengan LES. Pada kasus dengan adanya kekambuhan LES dalam waktu 6
bulan, stroke hingga lupus nefritis yang akut penundaan kehamilan sangat
disarankan.14,17
25

Kontraindikasi kehamilan pada wanita dengan LES adalah sebagai


berikut:2,14,17
1. Lupus nefritis aktif dalam kurun waktu ± 6 bulan
2. Stroke dalam kurun waktu ± 6 bulan
3. Riwayat preeklampsia berat atau sindroma HELLP
4. Hipertensi pulmonal (tekanan darah sistolik arteri pulmonal >50 mmHg atau
adanya gejala klinis)
5. Penyakit paru restriktif (kapasitas vital paru <1)
6. Gagal ginjal kronik (kadar kreatinin >2.8 mg/dl)
7. Gagal jantung

Pemeriksaan profil autoantibodi juga harus dilakukan pada saat evaluasi


prakonsepsi. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan aPL (antibodi
antikardiolipin dan antikoagulan lupus), anti-Ro dan anti La antibodi. Aktivitas
LES dan fungsi organ juga harus menjadi fokus perhatian tidak hanya
membantu dalam membuat keputusan tetapi juga mengevaluasi risiko
kehamilan nantinya. Pemeriksaan fungsi tiroid harus dilakukan untuk
menentukan kemungkinan adanya penyakit tiroid yang akan memberikan
pengaruh buruk pada luaran kehamilan. Selain itu terapi obat-obatan harus
dikaji ulang dan bila perlu ditambah sebelum terjadi konsepsi guna mengontrol
kekambuhan LES.14
3. Manajemen Pengawasan antenatal
Ketika tes kehamilan dinyatakan positif, harus telah dilakukan tatalaksana
terhadap kehamilan, aktivitas penyakit LES dan organ yang terlibat.
Kunjungan antenatal dilakukan: tiap 4 minggu sampai usia kehamilan 20
minggu, tiap 2 minggu hingga kehamilan 28 minggu, dan tiap minggu hingga
persalinan.16-18
26

Tabel 8. Manajemen Pengawasan Antenatal pada Wanita Hamil dengan LES


Jenis Pemeriksaan Frekuensi
Penilaian klinis  Pemeriksaan oleh ahli Reumatologi dan
Nefrologi disarankan dilakukan tiap bulan,
pemeriksaan lebih sering direkomendasikan
bila terjadi flare
 Pemeriksaan oleh ahli Fetomaternal
direkomendasikan setiap bulan hingga usia
kehamilan 20 minggu, lalu tiap 2 minggu
hingga usia kehamilan mencapai 28 minggu
dan setiap minggu hingga usia kehamilan 37
minggu
Pemeriksaan laboratorium Dilakukan setiap bulan meliputi pemeriksaan
darah lengkap, asam urat, ureum, kreatinin,
elektrolit, tes fungsi hati, urinalisis, sedimen
urin termasuk protein, rasio kreatinin, level
komplemen dan antibodi dsDNA.
Pemeriksaan USG  Usia kehamilan 7-13 minggu untuk
menentukan usia kehamilan
 Mulai usia kehamilan 16 minggu dilakukan
setiap bulan untuk menentukan adanya
kelainan kongenital dan evaluasi pertumbuhan
janin namun direkomendasikan lebih sering
bila dicurigai adanya PJT atau adanya
preeklampsia
Pemeriksaan velosimetri Setiap minggu mulai usia kehamilan 26 minggu
Doppler arteri umbilikalis
Pemeriksaan Fetal Setiap minggu mulai usia kehamilan 26 minggu
surveillance
Pemeriksaan ekokardiografi Setiap minggu mulai usia kehamilan 16-26
fetal minggu dan dua kali per minggu mulai >26
minggu hingga 37 minggu
Dikutip dari Lateef 16

Publikasi yang dilakukan Stanhope, dkk. Pada tahun 2012, lebih jauh
membahas mengenai rekomendasi pemeriksaan laboratorium dari pasien LES
dengan kehamilan seperti yang terlihat pada tabel.14
27

Tabel 9. Rekomendasi Pemeriksaan Laboratorium pada Kehamilan dengan


LES
Waktu Jenis Pemeriksaan Keterangan
Konseling prekonsepsi - Urinalisis untuk melihat - Nilai rasio protein/
dan/atau kunjungan adanya proteinuria kreatinin, untuk hasil
perdana antenatal - Darah lengkap, kreatinin yang optimal digunakan
serum, protein 24 jam
- Antibodi antifosfolipid, - Bila positif, lakukan
antibodi anti SSA/Ro dan penilaian mingguan dari
anti-SSB/La denyut jantung janin
- Antibodi Anti-double- mulai dari usia
stranded DNA, tes fungsi hati kehamilan 16-24 minggu
dan komplemen dan dilanjutkan tiap
minggu hingga usia
kehamilan 32 minggu

Setiap bulan Urinalisis, proteinuria dan Bila dijumpai hasil


kreatinin serum abnormal makan lakukan
pemeriksaan serologis untuk
lupus dan komplemen,
pertimbangkan untuk
melakukan biopsi ginjal
sebelum usia kehamilan 32
minggu

Setiap trimester Darah lengkap, antibodi anti-


double-stranded DNA,
komplemen dan tes fungsi hati
(pada pasien yang mendapatkan
terapi azathioprine)
Dikutip dari Bernolian17

4. Terapi Medikamentosa Pada Hamil dengan LES


Modalitas utama dalam pengobatan LES adalah penggunaan kortikosteroid,

obat antiinflamasi non steroid (OAINS), aspirin, antimalaria dan


imunosupresan. Akan tetapi untuk penggobatan LES dalam kehamilan terdapat
kecenderungan untuk tidak memberikan penggobatan secara polifarmaka dan
pemberian obat harus dimulai pada dosis serendah mungkin yang masih
28

bermanfaat untuk penekanan aktivitas LES.3


Isu lain yang menjadi perhatian yaitu mengenai pemilihan obat-obatan yang
bertujuan untuk mengobati si ibu namun tidak membahayakan janin pada saat
yang bersamaan. 2,14

Tabel 10. Obat-obatan Pada Kehamilan Dan Menyusui

Dikutip Dari Kasjmir2

Panel satuan tugas merekomendasikan beberapa pendekatan terkait tata laksana


LES dan Lupus nefritis pada wanita hamil (level evidence C) seperti terlihat
pada Gambar 6.

Riwayat Lupus nefritis Lupus nefritis klinis


Tidak ada bukti Riwayat Lupus nefritis
kekambuhan penyakit kekambuhan penyakit Glukokortikoid (prednison pada dosis yang dapat
derajat ringan menekan kekambuhan) – hindari fluorinated
Tidak ada tatalaksana Glukokortikoid (Dexamteason, bethametason)
LES Hidroksiklorokuin +
200-400 mg/hari Bila ingin mengurangi pemakaian glukokortikoid atau
kontrol lupus nefritis dapat ditambahkan azatioprine
(mak. 2mg/kgBB/hari)

Gambar 6. Rekomendasi Tata Laksana Kehamilan dengan LES dan LN


Dikutip dari Bernolian14
29

Pada pasien dengan riwayat lupus nefritis tapi tidak disertai dengan bukti
adanya aktivitas kekambuhan renal maupun sistemik maka tidak ada
pengobatan yang direkomendasikan. Pasien dengan kekambuhan sistemik
derajat ringan direkomendasikan diberikan Hidroksiklorokuin dengan dosis
200-400 mg/hari untuk mengurangi kekambuhan LES selama kehamilan. Bila
nefritis terjadi secara aktif atau ditemukan adanya kekambuhan substansial
ekstrarenal maka dapat diberikan terapi glukokortikoid pada dosis yang dapat
menekan kekambuhan dan bila perlu dapat ditambahkan regimen Azatriopin
dengan dosis maksimal 2 mg/kgBB/hari, walaupun Azatriopin termasuk ke
dalam obat kategori D dalam kehamilan, obat ini tetap dapat dipakai karena
efek risiko abnormalitas janin yang rendah.14
Mikofenolat mofetil, siklofosfamid dan metotreksat harus dihindari
pemberiannya selama kehamilan karena bersifat teratogenik. Pada pasien
dengan nefritis akut, pertimbangkan untuk melakukan persalinan setelah usia
kehamilan di atas 28 minggu atau saat fetus dianggap viabel.14
5. Manajemen Intrapartum
Pengambilan keputusan terkait waktu dan cara persalinan harus diberikan
kepada SpOG yang telah berpengalaman dalam menangani persalinan pada
pasien dengan adanya gangguan ginjal. Persalinan sebaiknya dilakukan di
fasilitas kesehatan tersier dimana tersedia ahli neonatologi dan ruang intensif
neonatus, terutama bila pasien harus melahirkan dengan usia gestasi kurang dari
37 minggu. Wanita hamil dengan lupus yang diterapi dengan steroid sistemik
dalam 2 tahun sebelum kehamilan sebaiknya mendapatkan steroid stress
coverage selama persalinan. Seksio sesaria hanya dilakukan atas indikasi
obstetrik. Pada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif dan akan
menyusui, sebaiknya dipertimbangkan mengenai keamanan terapi
imumosupresif terhadap neonatus. 5,14
6. Manajemen Postpartum
30

Pengawasan ketat selama 4 minggu postpartum sangat diperlukan terutama


pada pasien dengan riwayat kekambuhan LES sebelumnya. Terapi
kortikosteroid dapat diturunkan dosis secara perlahan (tappering off) pada
pasien LES tanpa riwayat kekambuhan. Masa nifas merupakan periode yang
berisiko tinggi terjadinya trombosis, bila selama hamil diberikan terapi
antikoagulan, maka diperpanjang hingga 4-6 minggu postpartum.14
Penatalaksaan kehamilan dengan LES pada pasien ini sesuai dengan prosedur
yaitu pemantauan kehamilan dengan pemeriksaan USG dan rawat bersama dengan
Departemen Penyakit Dalam. Pada kontrol di poliklinik Penyakit Dalam tanggal 1
November 2016 pasien didiagnosa dengan SLE on therapy dan manifestasi AIHA,
dengan penatalaksanaan metilprednisolon 1 x 16 mg, azathioprine 1 x 50 mg, asam
folat 3 x 400mcg, CaCO3 3 x 500mg, dan kolkatriol 1 x 0,25 mg. Pasien tetap
dijadwalkan untuk kunjungan antenatal secara berkala hingga waktu
persalinannya.

C. Bagaimana pilihan kontrasepsi pada pasien dengan LES?


Penggunaan kontrasepsi pada pasien LES ditujukan untuk menghindari kehamilan
yang tidak diinginkan. Beberapa kondisi memerlukan kontrasepsi yang efektif:
fase awal penyakit, LES yang agresif, keterlibatan organ atau kerusakan organ
yang berat, dan penggunaaan obat-obatan yang bersifat embriotoksik dan
sitotoksik. Metode kontrasepsi yang dapat digunakan pada pasien LES yaitu:
metode barrier, intrauterine device (IUD) dan hormonal.2,14,17
1. Metode barrier
Metode barrier merupakan kontrasepsi yang murah, efektif untuk mencegah
kehamilan dan adanya penyakit menular seksual. Namun kegagalan dalam
penggunaan metode ini cukup tinggi yaitu sebesar 17% terutama penggunaan
kondom dan diafragma.
2. Intrauterine device (IUD)
31

Angka kegagalan penggunaan metode IUD cukup rendah yaitu sebesar 2%,
komplikasinya dapat berupa perdarahan pervaginam yang ireguler setelah
pemasangan, risiko ekspulsi dan risiko infeksi setelah pemasangan IUD yang
mengarah ke penyakit radang panggul.
3. Metode hormonal
Metode kontrasepsi hormonal yang dapat digunakan pada pasien LES meliputi
obat kontrasepsi oral (kombinasi-progestin only), dan implant. Penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen tidak disarankan karena dapat
mengakibatkan terjadinya flare. Fokus dari penggunaan kontrasepsi progesteron
yaitu efek terhadap tulang, namun efek penurunan densitas mineral tulang
bersifat reversibel setelah penghentian terapi. Rekomendasi penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen pada pasien LES dapat dilihat pada
tabel dibawah.

Tabel 11. Rekomendasi Kontrasepsi Oral Wanita Hamil dengan LES


Penggunaan kontrasepsi oral digunakan bila :
 Keadaan LES yang inaktif atau LES/ LES moderat yang aktif
 Tidak ada riwayat trombosis vena atau arteri
 Tidak ada riwayat hipertensi
 Antikoagulan lupus negatif
 Antibodi antiosfolipid titer rendah (+) intermiten atau bila didapatkan
keuntungan untuk menurunkan risiko trombosis
 Tidak perokok
 Tidak obesitas
Bila memungkinkan, pertimbangkan :
 Pil KB kombinasi dengan estrogen dosis rendah
 Pil progestin only atau IUD
Dikutip dari Bernolian14

Pada ibu ini diperbolehkan hamil lagi setelah 6 bulan sejak melahirkan asalkan
gejala penyakit SLE-nya tidak mengalami ekserbasi selama 6 bulan ini.
Kontrasepsi yang bisa ditawarkan untuk ibu ini adalah metode barier
( kondom,diagframa ) atau minipill.
32

IV. KESIMPULAN
1. Setiap wanita yang hamil dengan SLE harus ditatalaksanai sedini mungkin dan
melakukan kerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam Subdivisi Imunologi.
Dilakukan pengawasan baik secara klinis maupun laboratorium untuk mengetahui
adanya peningkatan aktifitas atau eksaserbasi penyakit LES. Perlu dilakukan
pemeriksaan USG secara serial.
2. Kontrasepsi pilihan pada ibu bila masih menginginkan kehamilan adalah
kontrasepsi barrier atau hormonal.

V. RUJUKAN
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. William’s Obstetrics. 24 th ed. New York: McGraw-Hill
Medical Publishing Division, 2014
2. Kasjmir YI, Handono K, Wijaya LK, Hamijoyo L, Albar Z, Kalim H dkk. Diagnosis dan
Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011
3. Kusuma AANJ. Lupus Eritematosus Sistemik Pada Kehamilan. Denpasar. J Peny Dalam, 2007;
8(2): 170-5
4. Lisnevskaia L, Murphy G, Isenberg D. Systemic Lupus Erytematosus. Lancet, 2014; 384:1878-88
5. Duarsa IS. Kehamilan dengan Lupus Eritematosus Sistemik. FK Universitas Udayana/ RSUP
Sanglah Denpasar. 2014.
6. De Jesus GR, Mendoza-Pinto C, De Jesus NR, Dos Santos FC, Klumb EM, Carrasco MG, Levy
RA. Understanding and managing pregnancy in patients with lupus. Hindawi Publishing
Corporation. Autoimmune Diseases, 2015; 943490: 1-18
7. Bertsias G, Cervera R, Boumpas DT. Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis and Clinical
Features. EULAR. 2012: 476-505
8. Magid MS, Kaplan C, Sammaritano LR, Peterson M, Druzin ML, Lockshin MD. Placental
pathology in systemic lupus erythematosus: A prospective study. Am J Obstet Gynecol. New
York. 1998; 179 (1): 226-34
9. Lima F, Buchanan NMM, Khamashta MA, Kerslake S, Hughes GRV. Obstetric Outcome in
Systemic Lupus Erythematosus. Seminars in Arthritis and Rheumatism, 1995; 25(3):184-92
10. Reynolds JA, Bruce IN. Overview of the management of systemic lupus erythematosus. Reports
on the Rheumatic Diseases. Derbyshire. 2013; 7(2):1-11.
11. Khamashta MA. Systemic lupus erythematosus and pregnancy. Best Practice & Research Clinical
Rheumatology. 2006; 20(4):685-94.
12. Ferri FF. Anemia, Autoimmune Hemolytic. Ferri’s Clinical Advisor. 2017: 72-74e2.
13. Zanella A, Barcellini W. Treatment of autoimmune hemolyticanemias. Haematologica. 2014;
99(10): 1547-54.
14. Bernolian N. Tatalaksana Systemic Lupus Erytemathosus dalam Kehamilan. Palembang. 2015.
15. Lee YH, Lee HS. Management of Pregnancy in Women with Systemic Lupus Erythematosus.
Korea. 2011; 18(2): 74-8.
33

16. Lateef A, Petri M. Managing lupus patients during pregnancy. Best Practice & Research Clinical
Rheumatology. Singapore. 2013; 27:435-47
17. Al-Osaimi H, Yelamanchili S. Management of Pregnant Lupus. Jeddah. 2012; Available from:
http://www.intechopen.com/books/systemic-lupus-erythematosus/management-of-pregnant-lupus
18. Bertsias G, Ioannidis JPA, Boletis J, Bombardieri S, Cervera R, Dostal C, et al. EULAR
recommendations for the management of systemic lupus erythematosus. Report of a Task Force of
the EULAR Standing Committee for International Clinical Studies Including Therapeutics . Ann
Rheum Dis 2008;67:195-205

Anda mungkin juga menyukai