Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL PADA REMAJA

Penyusun:
Dr. Anton Rama

BAGIAN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Dipresentasikan pada hari
ABSTRAK

Menstruasi atau haid adalah hal yang lumrah terjadi oleh seorang remaja perempuan, namun
bilamana terjadi perdarahan yang berlebihan maka hal tersebut berhubungan dengan tingkat
morbiditas yang signifikan. Beberapa remaja mungkin tidak menyadari bahwa pola perdarahan
mereka tidak normal, karena siklus menstruasi diketahui sering tidak teratur selama masa remaja
sehingga menyebabkan rendahnya pelaporan kasus PUA di kalangan usia remaja. Patofisiolog
PUA pada remaja dijelaskan akibat dari belum matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Selain itu, kelainan perdarahan yang diturunkan atau didapat dapat lebih meningkatkan
ketidakseimbangan hormon yang ada dan meningkatkan morbiditas dari kondisi perdarahan
yang mendasarinya. Secara hormonal, kondisi hiperprolaktinemia, gangguan tiroid, dan
sindrom ovarium polikistik (PCOS) adalah gangguan endokrin umum yang mendasari kejadian
PUA pada remaja. Pemeriksaan yang penting dilakukan pada pasien PUA adalah anamnesis
siklus haid, dan riwayat perdarahan pada pasien dan dalam keluarga. Pemeriksaan penunjang
yang wajib dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, faal hemostasis, faktor pembekuan
seperti von Wildebrand, dan jika diperlukan modalitas lain seperti usap vagina dan USG
abdomen serta MRI untuk mencari penyebab struktural. Penatalaksanaan PUA ada pada fase
akut yakni stabilisasi hemodinamik dan penanganan gejala, sementara pada fase lanjutan yakni
manajemen hormonal dengan pil kontrasepsi oral kombinasi dan manajemen perdarahan lanjut
yang meliputi transfusi darah atau pembedahan.

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR DAN SKEMA .................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2
2.1. Definisi Remaja .......................................................................................................... 2
2.2. Siklus Menstruasi Normal ........................................................................................ 2
2.3. Perdarahan Uterus Abnormal pada Remaja .......................................................... 8
2.3.1. Definisi............................................................................................................. 8
2.3.2. Epidemiologi .................................................................................................... 9
2.3.3. Patofisiologi ................................................................................................... 10
2.3.4. Diagnosis Banding ......................................................................................... 14
2.3.5. Diagnosis........................................................................................................ 15
2.3.6 Tatalaksana .................................................................................................... 19
2.3.7. Edukasi dan Pencegahan ................................................................................ 23
BAB III SIMPULAN .......................................................................................................... 25
KEPUSTAKAAN ............................................................................................................... 26

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik dan klasifikasi menstruasi pada wanita……………………………. 3


Tabel 2. Terminologi perdarahan uterus abnormal menurut FIGO……………………….. 9
Tabel 3. Klasifikasi PALM-COEIN yang dibuat FIGO…………………………………… 10
Tabel 4. Diagnosis banding penyebab PUA pada remaja…………………………………. 15

DAFTAR GAMBAR DAN SKEMA

Gambar 1. Jaringan endometrium…………………………………………………….. 4


Gambar 2. Aksis hipotalamus-hipofisis pada wanita…………………………………. 5
Gambar 3. Siklus uterus pada wanita…………………………………………………. 7
Gambar 4. Buku harian monitoring perdarahan haid……………………………………… 17
Gambar 5. Alur penatalaksanaan pasien dengan PUA……………………………….. 19

iv
DAFTAR SINGKATAN

EE Etinil-estradiol
ER Estrogen receptor
FIGO International Federation of Obstetricians and Gynecologists
hCG Human chorionic gonadotropin
HPO Hipotalamus-hipofisis-ovarium
IV Intravena
KB Kontrasepsi berkala
MMP Matrik metaloproteinase
MPA Medroksiprogesteron asetat
NETA norethindrone asetat
NSAID Non-steroid anti-inflammation drug
PAI-1 plasminogen activator inhibitor
PCOS Policystic ovarium syndrome
PGE2 Prostaglandin 2
PHB Perdarahan haid berat
PHBM Perdarahan haid berat memanjang
PR Progesteron receptor
PUA Perdarahan uterus abnormal
TF Tissud factor
TNF Tumor necrosis factor
tPA Tissue plasminogen activator
uPA Urokinase plasminogen activator
vWD Von Wildebrand Disease

v
BAB I

PENDAHULUAN

Menstruasi atau haid adalah hal yang lumrah terjadi oleh seorang remaja perempuan yang
beranjak dewasa. Akan tetapi apabila terjadi perdarahan uterus yang berlebihan maka hal tersebut
berhubungan dengan tingkat morbiditas yang signifikan.1 Perdarahan uterus abnormal (PUA)
didefinisikan sebagai perdarahan dari korpus uterus yang abnormal dalam durasi, volume, frekuensi
dan / atau keteraturan. Beberapa remaja mungkin tidak menyadari bahwa pola perdarahan mereka
tidak normal, karena siklus menstruasi diketahui sering tidak teratur selama masa remaja akibat dari
belum matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium (HPO). Bahkan, boleh jadi kelainan
menstruasi mereka tersebut malah merupakan bagian dari kondisi medis lain yang membutuhkan
perhatian. PUA menyumbang setengah dari masalah ginekologi di kalangan remaja.2–4 Namun,
karena persepsi yang rendah terhadap PUA, menyebabkan rendahnya pelaporan kasus PUA di
kalangan usia remaja.5

Selain itu, kelainan perdarahan yang diturunkan atau didapat dapat lebih meningkatkan
ketidakseimbangan hormon yang ada dan meningkatkan morbiditas dari kondisi perdarahan yang
mendasarinya. Secara hormonal, kondisi hiperprolaktinemia, gangguan tiroid, dan sindrom ovarium
polikistik (PCOS) adalah gangguan endokrin umum yang mendasari kejadian PUA pada remaja.
Faktor yang mendasari tersebut menyebabkan PUA berpotensi menurunkan kualitas hidup,
mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah, membatasi kegiatan olahraga dan partisipasi kegiatan
sosial, dan akhirnya akan menurunkan performa belajar. Meskipun manajemen masalah ini secara
farmakologis dan non-farmakologis telah berkembang dari waktu ke waktu, tujuan terpenting adalah
untuk mengurangi kecemasan pada gadis remaja yang menderita PUA dan juga memberikan edukasi
kepada keluarga mereka agar dapat mengidentifikasi kondisi medis yang mendasari yang mungkin
memiliki efek kesehatan kronis pada anak-anak mereka. Evaluasi siklus menstruasi harus menjadi
pertanyaan vital tambahan yang harus diperhatikan pada setiap remaja wanita selama semua
kunjungan dokter anak rutin.6

Tujuan dari makalah ini adalah untuk meninjau definisi PUA saat ini, dimulai dengan
penjelasan siklus menstruasi normal, etiopatogenesis PUA, pendekatan untuk evaluasi, diagnosis dan
pengobatan PUA pada remaja.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Remaja


Istilah "remaja", sering digunakan secara sinonim dengan "adolescence", adalah masa transisi atau
peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Usia biologis dihitung sejak awal bayi lahir.
Karena ada perbedaan yang cukup besar antara seorang gadis berusia 12 atau 13 tahun dari segi
fisiologi dan anatomi, WHO dengan merujuk pada pembagian secara psikologi membedakan antara
remaja awal berusia 10–14 tahun, dan remaja akhir berusia 15–19 tahun.7,8

2.2. Siklus Menstruasi Normal


Siklus menstruasi adalah 21-34 hari, serupa dengan orang dewasa, pada 60-80% remaja pada tahun
ketiga setelah menarche. Menarche biasanya terjadi antara usia 12-13 tahun. Siklus normal remaja
putri terjadi setiap 21-45 hari dengan perdarahan yang berlangsung antara empat sampai delapan hari.
Frekuensi siklus menurun pada usia pascamenarki yang lebih tinggi. Meskipun usia awal pubertas
cenderung menurun selama beberapa remaja terakhir, usia menarche tetap konstan pada 12-13 tahun.
Saat ini, lebih dari 90% remaja perempuan mengalami menstruasi sebelum usia 14 tahun. Menarche
umumnya dianggap sebagai perdarahan anovulatorik. Waktu yang dibutuhkan untuk pematangan
aksis HPO setelah menarche, yang diperkirakan mengakibatkan siklus ovulasi dan perdarahan teratur
berikutnya, bervariasi antara enam bulan dan tiga tahun. Karena terjadi disfungsi ovulasi, pada bulan-
bulan berikutnya setelah menarche, mungkin terjadi tidak teratur dan tidak terduga, berat dan
berkepanjangan, dan, jarang, menstruasi yang terlewat selama kurang dari tiga bulan dapat terjadi.
Dengan demikian, persepsi tentang siklus menstruasi “normal” dapat bervariasi pada remaja
perempuan dan keluarganya.9,10

Kehilangan darah saat mens memiliki beberapa kriteria normal (Tabel 1). Kehilangan darah
rata-rata selama siklus menstruasi normal adalah 5-80 mL, membutuhkan penggunaan 3-6 pembalut
atau tampon per hari atau 10-15 pembalut atau tampon yang direndam per siklus. Lebih dari 50%
dari total kehilangan menstruasi adalah transudat endometrium dan 30-50% terdiri dari komponen
darah utuh. Kehilangan kronis ≥80 mL darah dikaitkan dengan anemia.

Uterus adalah pusat anatomi alat kelamin bagian dalam wanita dan anatomi panggul. Organ
ini adalah organ yang sangat berotot dan berfungsi sebagai tempat tumbuhnya janin dan berperan
dalam melahirkan anak pada wanita, berukuran sekitar 3 x 2 x 1 inci di nulipara. Seluruh rongga

2
3

rahim memiliki selaput lapisan yang sangat khusus yang disebut endometrium. Endometrium ini
akan terlepas selama menstruasi. Endometrium mengalami perubahan progresif sebagai respons
terhadap hormon steroid praovulasi dan pascaovulasi, untuk mempersiapkan kemungkinan
implantasi oosit yang telah dibuahi. Berdasarkan struktur dan fungsinya, endometrium terdiri dari
dua lapisan utama, yaitu fungsionalis dan basalis (Gambar 1). Fungsionalis adalah lapisan sementara
yang terdiri dari zona padat yang mencakup stroma yang berada di bawah epitel luminal dan zona
spons antara yang berisi kelenjar berliku yang lebih padat, memberikan tampilan histologis mirip
renda.9,10

Tabel 1. Karakteristik dan klasifikasi menstruasi pada wanita. Dikutip dari Speroff.
Karakteristik Klasifikasi Batasan normal
Frekuensi Sering <24 hari
Normal 24-28 hari
Jarang >38 hari
Regularitas Absen -
Reguler 2-20 hari
Ireguler >20 hari
Durasi Memanjang >8 hari
Normal 4-8 hari
Memendek <4 hari
Volume total per bulan Berat >80 mL
Normal 5-80 mL
Ringan <5 mL

Secara fisiologi, siklus menstruasi dapat dibagi menjadi dua fase besar yaitu fase proliferatif
dan fase sekretorik (Gambar 2). Selama fase folikuler dari siklus ovarium normal (sesuai dengan fase
proliferasi siklus endometrium) terjadi peningkatan kadar estrogen, secara perlahan pada awalnya
dan kemudian lebih cepat, saat folikel ovarium dominan muncul, tumbuh, dan matang. Menanggapi
estrogen tersebut, lapisan fungsional endometrium tumbuh kembali, setelah meluruh selama
menstruasi sebelumnya. Setelah ovulasi, korpus luteum yang berasal dari folikel ovulasi terus
memproduksi estrogen tetapi sekarang (dan yang lebih penting) juga progesteron. Selama fase luteal
dari siklus ovarium (berhubungan dengan fase sekresi dari siklus endometrium), kadar estrogen dan
progesteron meningkat bersamaan saat korpus luteum tumbuh menjadi dewasa. Menanggapi aksi
gabungan estrogen dan progesteron, endometrium berubah dan mengatur dalam persiapan untuk
kedatangan dan implantasi konsepsi yang diantisipasi. Jika kehamilan dan peningkatan pesat human
chorionic gonadotropin (hCG) tidak sampai pada "penyelamatan", korpus luteum atrofi secara
4

spontan melalui apoptosis. Saat itu terjadi, kadar estrogen dan progesteron terus turun, akhirnya
menarik dukungan fungsional untuk endometrium. Menstruasi dimulai, menandai akhir dari satu
siklus endometrium dan awal dari siklus lainnya.9–11

Gambar 1. Jaringan endometrium dari terluar sampai terdalam. Dikutip dari Yen & Jaffe.10

Lamina basalis terletak di bawah zona mirip spons dan berdempetan dengan miometrium.
Bagian ini berisi kelenjar fundus dan pembuluh darah penyokongnya, dan dapat meregenerasi
stratum fungsionalis setelah luruh saat menstruasi. Lapisan endometrium ini dapat didefinisikan
secara histologis selama fase sekretori. Lapisan atas mengalami perkembangan perubahan histologis
yang mencolok selama siklus menstruasi, sedangkan daerah basal hanya menunjukkan sedikit
perubahan. Pola proliferasi sel, apoptosis sel terprogram, dan ekspresi gen juga menunjukkan gradien
di seluruh lapisan, seperti yang dijelaskan di bagian selanjutnya. Mayoritas proliferasi sel epitel
terjadi di daerah atas fungsionalis selama fase siklus proliferasi. Aktivitas proliferatif pada kelenjar
di basalis sederhana selama fase proliferatif, dengan peningkatan aktivitas proliferatif selama fase
awal hingga mid-secretorik, mempertahankan estrogen receptor (ER) dan progesteron receptor (PR)
pada saat reseptor ini biasanya habis di epitel fungsionalis atas.9–11
5

Gambar 2. Aksis hipotalamus-hipofisis pada wanita. Dikutip dari Guyton.11

a. Fase proliferatif awal


Selama fase proliferasi awal, ketebalan endometrium biasanya kurang dari 2 mm.
Proliferasi sel di zona basal dan sel epitel yang bertahan di segmen bawah uterus dan
kornu menyebabkan pemulihan epitel luminal pada hari ke 5 dari siklus menstruasi.
Proses "penyembuhan luka" yang berulang ini biasanya tidak menghasilkan jaringan
parut. Sel induk endometrium yang mampu menghasilkan progenitor dari komponen
stroma dan epitel dari endometrium diduga berkontribusi pada proses regeneratif.10
b. Fase proliferatif lanjut
Endometrium menebal pada fase proliferasi lanjut sebagai akibat dari hiperplasia
kelenjar dan peningkatan matriks ekstraseluler stroma. Kelenjar ini terpisah jauh di dekat
permukaan endometrium dan menjadi lebih berdesakan dan berbelit-belit lebih dalam
6

ke endometrium. Tinggi sel-sel epitel kelenjar meningkat dan menjadi pseudostratif


dengan mendekatnya waktu ovulasi.10
c. Fase sekretori awal
Ovulasi menandai dimulainya fase sekresi dari siklus endometrium, meskipun perlu
dicatat bahwa sel epitel lumen dan kelenjar endometrium juga menunjukkan aktivitas
sekretori selama fase proliferasi. Aktivitas mitosis pada sel epitel dan stroma terbatas
pada 3 hari pertama setelah ovulasi dan jarang diamati pada akhir siklus.10
d. Fase mid-sekretori
Keistimewaan dari fase ini adalah perkembangan arteri spiralis. Pembuluh darah ini
menjadi semakin melingkar, karena memanjang lebih cepat daripada endometrium yang
menebal. Kelenjar endometrium berliku-liku pada fase sekretorik midsecretory dan
akhir. Aktivitas sekretoriknya mencapai maksimal sekitar 6 hari setelah ovulasi, yang
tercermin dari hilangnya vakuola dari sitoplasma sel epitel.10
e. Fase pre-menstruasi
Pada fase ini, terjadi degradasi jaringan retikuler stroma, yang dikatalisis oleh matriks
metaloproteinase (MMP); infiltrasi stroma oleh leukosit polimorfonuklear dan
mononuklear; dan "kelelahan sekretori" dari kelenjar endometrium, yang sel epitelnya
sekarang menampilkan inti basal. Endometrium menyusut sebelum menstruasi,
sebagian karena aktivitas sekretori yang berkurang dan katabolisme matriks
ekstraseluler.10
f. Fase menstruasi
Menstruasi, yang terutama disebabkan oleh penghentian progesteron, menandai
kegagalan untuk mencapai kehamilan dan kebutuhan untuk melepaskan lapisan rahim
khusus yang dihasilkan dari desidualisasi spontan. Keunikan dari proses ini disorot oleh
fakta bahwa, meskipun kadar progesteron dan estrogen yang bersirkulasi menurun
dengan regresi korpus luteum. Mekanisme molekuler yang dipicu oleh penghentian
progesteron termasuk aktivasi jalur transkripsi NF-Kβ (target utama sitokin) dan
ekspresi gen yang dihasilkan seperti faktor terkait perdarahan endometrium (EBAF),
sitokin anti-TGF-β yang mengganggu tindakan anggota lain dari keluarga TGF-β yang
mempromosikan integritas endometrium. 10
7

Gambar 3. Siklus uterus atau siklus ovulasi pada wanita. Dikutip dari Yen & Jaffe.10,11
Stratum fungsional endometrium disuplai oleh arteriol spiralis yang, bersilangan
dengan arteri radial dan basal yang memberi mereka nutrisi dan sangat sensitif terhadap
hormon steroid. Fase iskemik yang disebabkan oleh vasokonstriksi arteriol dan arteri
spiralis mendahului terjadinya perdarahan menstruasi selama 4 hingga 24 jam. Telah
diusulkan bahwa perdarahan terjadi setelah arteriol dan arteri rileks, menyebabkan
cedera hipoksia atau reperfusi.10
8

g. Fase penyembuhan
Proses siklus pelepasan dan regenerasi endometrium dan pembentukan korpus luteum
memerlukan trasnformasi luar biasa dalam pertumbuhan dan pembentukan kembali
pembuluh darah. Proses angiogenik melibatkan beberapa langkah dan diatur secara ketat
oleh aktivator dan inhibitor. Ada empat fase siklus endometrium ketika peristiwa penting
yang berkaitan dengan angiogenesis terjadi: (1) saat menstruasi, saat ada perbaikan
pembuluh darah yang pecah; (2) selama fase proliferasi, ketika jaringan endometrium
tumbuh dengan cepat; (3) selama fase sekresi, dengan perkembangan arteriol spiral yang
memberi makan pleksus kapiler subepitel; dan (4) pada fase pramenstruasi, ketika terjadi
regresi vaskular.10
Angiogenesis selama fase proliferasi adalah dengan pemanjangan pembuluh
darah. Dasar biokimiawi untuk perubahan struktural yang dramatis pada endometrium
pada periode perimenstrual mencakup aksi protease pengurai matriks spesifik, yaitu
MMP. MMP mewakili keluarga besar proteinase yang memainkan peran utama dalam
pemodelan ulang matriks ekstraseluler. Aktivitas relatif dari sistem hemostatik dan
fibrinolitik di endometrium bergeser pada periode perimenstrual sehingga aktivitas
pembekuan berkurang dan aktivitas fibrinolitik meningkat.10

2.3. Perdarahan Uterus Abnormal pada Remaja


2.3.1. Definisi
Pendarahan uterus abnormal (PUA) didefinisikan sebagai perdarahan yang sangat berat,
berkepanjangan dan/atau sering yang berasal dari rahim atau perdarahan yang terjadi di luar siklus
menstruasi normal. PUA dapat juga diartikan sebagai perubahan signifikan pada pola atau volume
darah menstruasi. Istilah perdarahan uterus abnormal umumnya menggambarkan semua pola
perdarahan abnormal yang dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab, termasuk anovulasi,
kehamilan, patologi uterus, dan koagulopati. Istilah “perdarahan uterus disfungsional” yang lebih
dahulu dipakai telah digunakan sebagai sinonim dari perdarahan anovulatori, pada tidak adanya
kehamilan atau patologi yang dapat dibuktikan (diagnosis eksklusi), sementara istilah menoragia
menggambarkan perdarahan yang teratur, tetapi berat atau berkepanjangan. Menurut FIGO, terdapat
beberapa terminologi yang menjelaskan gangguan perdarahan pada wanita (Tabel 2).3,4,12
9

Tabel 2. Terminologi perdarahan uterus abnormal menurut FIGO. Dikutip dari Elmaogullari.
Kategori Definisi
Kelainan pada keteraturan
Perdarahan ireguler Variasi siklus >20 hari dalam periode 1 tahun
kalender
Amenorrhea Tidak ada haid dalam kurun 90 hari
Kelainan pada frekuensi
Predarahan jarang (oligomenorrhea) Adanya satu atau dua episode dalam periode 90
hari
Perdarahan sering (polimenorrhea) Lebih dari empat episode dalam periode 90 hari
Kelainan pada frekuensi
Perdarahan haid berat (PHB) Adanya perdarahan berlebihan yang
mengganggu kualitas hidup secara fisik, psikis,
sosial, dan material dan dapat muncul sendiri
atau bersamaan dengan gejala tambahan lain.
Perdarahan haid berat memanjang (PHBM) PHB yang berlangsung lebih dari delapan hari
Perdarahan mens ringan (PHR) Perdarahan kurang dari 5 mL dalam satu periode
haid
Kelainan pada durasi
Perdarahan haid memanjang Periode haid yang melebihi delapan hari secara
berulang dan konsisten
Perdarahan haid memendek Periode haid yang hanya berlangsung selama
dua hari
2.3.2. Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal merupakan hal yang paling banyak dikeluhkan oleh wanita.13 PUA
mempengaruhi hingga sepertiga wanita usia produktif dan juga menyumbang sekitar sepertiga dari
semua kunjungan ginekologi rawat jalan. Di Amerika Serikat, PUA biasanya disamakan dengan
perdarahan anovulatori, sedangkan di Eropa adalah diagnosis pengecualian perdarahan berlebihan
yang tidak terbukti disebabkan oleh penyakit panggul, komplikasi kehamilan, atau penyakit sistemik.
Metrorrhagia dapat terjadi pada 10% hingga 30% wanita dan hingga 50% wanita perimenopause.14,15
Berdasarkan data dari klinik Ginekologi Rumah Sakit Pusat TNI Gatot Soebroto Jakarta, pasien
dengan keluhan PUA sebanyak 87 dari total 490 pasien.16

Hernandez dkk17 melaporkan dalam tinjauan literaturnya. penelitian berbasis populasi terhadap
1.000 remaja Swedia yang sehat, 73% melaporkan masalah menstruasi dan 37% melaporkan
perdarahan menstruasi yang berat dan penelitian berbasis populasi lainnya melaporkan bahwa 12,1%
dan 17,9% remaja mengalami perdarahan menstruasi yang berat di masing-masing Nigeria dan Hong
Kong. Berdasarkan usia, Tendean dkk menemukan yang terbanyak mengalami PUA di Manado
Indonesia adalah usia 41-50 tahun (33,87%) dan yang paling sedikit usia <20 tahun dan 21-30 tahun
(9,68%). Kejadian PUA pada remaja cenderung rendah karena belum terdokumentasi dengan baik.
Hal ini dikarenakan kelainan menstruasi (misalnya anovulasi) pada remaja lebih sering dianggap
10

"simtomatik" daripada "fisiologis". Pada remaja awal, sekitar 75% menderita PUA dengan mayoritas
disebabkan oleh kelainan pendarahan.18,19

2.3.3. Patofisiologi
International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) merumuskan etipatogenesis PUA
menggunakan mnemonik klasifikasi PALM-COEIN (Tabel 3). Singkatan ini meliputi etiologi
struktrural yang meliputi polip, adenomiosis, leiomioma, keganasan, hiperplasia, dan etiologi non-
struktural yang meliputi koagulopati, disfungsi ovulasi, endometrium, iatrogenik dan belum
diklasifikasikan.20

Tabel 3. Klasifikasi PALM-COEIN yang dibuat FIGO untuk etiologi perdarahan uterus abnormal. Dikutip
dari Munro.21
Penyebab Struktural Penyebab Non-struktural
Polip Coagulopathy / Koagulopati
Adenomyosis Ovulatory dysfunction / Disfungsi ovulatorik
Leiomyoma (Submukosa, lainnya) Endometrial dysfunction / Disfungsi endometrial
Malignansi Iatrogenik
Not yet classifed / Tidak terklasifikasi

a. Kelainan struktur anatomi


Endometrium proliferatif dan hiperplastik yang persisten secara khas menunjukkan banyak
fokus terpisah dari kerusakan stroma di dekat permukaan epitel, terkait dengan kumpulan sel darah
merah yang diekstravasasi, trombosit kapiler / trombi fibrin, dan perubahan terkait perbaikan yang
dikenal sebagai agregat seperti bola dari sel stroma yang dikemas rapat di bawah penutup. epitel utuh
tetapi hipertrofi. Penyebab kerusakan fokal di endometrium proliferatif persisten tidak begitu jelas.
Pertumbuhan endometrium yang abnormal tidak hanya melibatkan sel epitel dan stroma tetapi juga
mikrovaskulatur. Kapiler vena pada endometrium proliferatif dan hiperplastik persisten meningkat,
melebar, dan sering membentuk saluran abnormal yang tidak teratur. Mikrovaskulatur abnormal bisa
jadi akibat, tetapi lebih mungkin merupakan penyebab terdekat, dari perdarahan abnormal.2,4,14,22

Polip, adenomiosis, dan leiomioma adalah kelainan struktural umum pada uterus, yang
berhubungan dengan perdarahan abnormal. Terlepas dari adanya temuan klinis ini, riwayat
menyeluruh dan pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan apakah itu penyebab perdarahan
abnormal. Lokasi dan ukuran miom uterus (fibroid) dikaitkan dengan berbagai jumlah kehilangan
darah menstruasi. Mioma yang meningkatkan luas permukaan endometrium seperti mioma sub
mukosa lebih mungkin dikaitkan dengan kelainan perdarahan daripada mioma di lokasi lain. Mioma
intramural dan serviks juga berhubungan dengan perdarahan karena dapat merusak bentuk
11

permukaan endometrium, namun mioma subserosa lebih kecil kemungkinannya untuk dikaitkan
dengan perdarahan abnormal. Mekanisme mioma meningkatkan kehilangan darah saat menstruasi
tidak jelas, tetapi perdarahan abnormal akibat leiomioma mungkin terkait dengan kelainan pembuluh
darah uterus atau gangguan atau gangguan regulasi endometrium.2,4,14,22

PUA yang terjadi akibat peningkatan densitas pembuluh darah abnormal memiliki struktur
rapuh yang rentan terhadap ruptur fokal, diikuti oleh pelepasan enzim proteolitik lisosom dari sel
epitel dan stroma di sekitarnya serta leukosit dan makrofag yang bermigrasi. Setelah dimulai, proses
ini selanjutnya diperburuk oleh produksi lokal prostaglandin, dengan sensitivitas yang lebih besar
terhadap yang vasodilatasi (PGE2) dibandingkan dengan vasokonstriksi (PGF2α). Molekul lain
(perforin) menghambat pembentukan sumbat kapiler dan selanjutnya menurunkan jaringan vena
kapiler. Vasokonstriksi pembuluh darah endometrium basal dan miometrium superfisial tidak terjadi
karena kehilangan jaringan hanya fokal dan superfisial dan biasanya tidak mencapai lapisan basal di
mana akan memicu respons vasokonstriksi yang intens. Mekanisme terakhir yang biasanya
mengontrol perdarahan menstruasi, yaitu remodelling epitel permukaan, bekerja pada endometrium
proliferatif yang persisten, tetapi tidak dengan cara yang normal. Perbaikan epitel adalah fokus, di
area kerusakan, dan tidak universal; hasilnya adalah perbaikan kecil yang terus berubah alih-alih
pemodelan ulang yang terorganisir dan terstruktur seperti pada menstruasi normal. 2–4

b. Kelainan hormon
PUA dapat terjadi akibat defisit estrogen secara mendadak, yang mencerminkan penurunan
sementara kadar estrogen yang menyertai regresi spontan folikel. Namun umumnya PUA pada
remaja sering akibat surplus dari estrogen atau hiperestrogenemia, akibat kerusakan fokal dari
endometrium yang tumbuh terlalu besar dan secara struktural rapuh di bawah stimulasi estrogen yang
terus menerus. Episode terberat dari PUA cenderung terjadi pada wanita yang telah terpapar estrogen
dalam waktu lama, tidak dibarengi dengan progesteron, seperti pada wanita dengan PCOS, obesitas,
remaja perempuan, dan wanita perimenopause.2,4,14,22

Pola produksi hormon steroid ovarium dan stimulasi endometrium pada wanita dengan PUA
sifatnya tidak teratur dan tidak dapat diprediksi. Wanita dengan PUA selalu berada dalam fase
folikuler dari siklus ovarium dan dalam fase proliferatif dari siklus endometrium. Tidak ada fase
luteal atau sekretori karena tidak ada ovulasi atau siklus. Satu-satunya sinyal steroid ovarium yang
diterima endometrium adalah estrogen, yang kadarnya terus-menerus berfluktuasi, naik dan turun
saat setiap folikel mulai tumbuh, tetapi akhirnya kehilangan momentum perkembangannya dan, cepat
atau lambat, akan atrofi. Selama periode waktu tertentu, sinyal estrogen yang tak henti-hentinya dan
tidak terputus dapat menstimulasi endometrium untuk berkembang hingga mencapai tingkat
12

ketebalan yang abnormal di mana jaringan melebihi suplai darahnya sendiri dan menjadi rapuh.
Tanpa efek progesteron yang membatasi pertumbuhan dan mengatur pertumbuhan, endometrium
kekurangan struktur pendukung stroma untuk menjaga stabilitas. Area fokus akan rusak dan
berdarah; saat area tersebut sembuh di bawah pengaruh stimulasi estrogen yang berkelanjutan, area
lainnya yang kemudian rusak dan berdarah, dan seterusnya.2,4,14,22

Disfungsi ovulatori dapat menyebabkan PUA dengan gejala gangguan pola dan jumlah
perdarahan yang pada beberapa kasus dapat menyebabkan PHB. Pada beberapa negara kelainan
ovulatori mencakup mayoritas kasus yang dahulu disebut dengan perdarahan uterus disfungsional
(dysfunctional uterine bleeding; DUB). Siklus anovulasi yang dapat bermanifestasi sebagai amenore,
oligomenore atau metroragia karena aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium imatur adalah penyebab
paling umum dari PUA di kalangan remaja. Walaupun kebanyakan kelainan ovulatori tidak memiliki
etiologi yang jelas, banyak yang mempunyai dasar endokrinopati (contoh: sindrom polikistik
ovarium, hipotirodisme, hiperprolaktinemia, stres mental, obesitas, anoreksia, penurunan berat badan
atau latihan ekstrim yang berhubungan dengan regimen latihan atletik). PUA ditandai dengan
gangguan rasio LH/FSH: tahap pertama pembentukan PUA mungkin memiliki kecenderungan untuk
mengaktifkan fungsi kelenjar pituitari, dan pada perdarahan berulang, kecenderungan untuk
menurunkan fungsi gonadotropik. Hiperestrogenisme relatif pada masa pubertas yang disebabkan
oleh ketidakcukupan fase luteal dari siklus mengakibatkan tidak adanya transformasi sekretori yang
memadai dan perkembangan proses hiperplastik pada endometrium. Peningkatan produksi sistemik
faktor pertumbuhan endotel vaskular (Vascular endothelial growth factor, VEGF) pada pasien
dengan PUA dapat menyebabkan disregulasi angiogenesis siklik. Hal ini kemudian menyebabkan
transformasi sekretori yang rusak dari endometrium, gangguan folikulogenesis di ovarium, anovulasi
dan hiperestrogenisme relatif.2–4

Pada beberapa kasus kelainan ini dapat bersifat iatrogenik, disebabkan oleh steroid atau obat
yang memengaruhi metabolism dopamin seperti phenothiazine dan antidepresan trisiklik. Kelainan
ovulatori yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya sering terjadi pada umur reproduksi ekstrim
seperti saat masa transisi remaja dan menopause.2,23

Pemicu lain dalam patogenesis PUA adalah trauma psikis dan aktivitas fisik. Efek stres disertai
dengan aktivasi sistem hipotalamus-hipofisis-adrenal, mengakibatkan gangguan sekresi
gonadoliberin dan hormon gonadotropik. Akibatnya, terjadi persistensi folikel, yang menyebabkan
hiperestrogenemia. Peningkatan sekresi hormon adrenokortikotropik pada stres dapat menyebabkan
penurunan sekresi hormon luteinizing (LH), sehingga mengganggu ovulasi, yang juga menyebabkan
persistensi atau atresia folikel. Dampak psikoterapis yang teratur merupakan faktor yang sangat tidak
13

menguntungkan, selama ketegangan emosional disertai dengan peningkatan aktivitas kelenjar


adrenal. Dampak negatif tersebut dapat dikaitkan dengan suasana keluarga yang kurang baik,
masalah dengan teman sebaya, beban kerja yang berlebihan di sekolah, gizi yang tidak seimbang,
dll.5

c. Kelainan faktor pembekuan


Sistem fibrinolitik terdiri dari aktivator plasminogen jaringan (tPA), dan aktivator plasminogen
urokinase (uPA) yang merupakan enzim proteolitik, yang terlibat dalam lisis bekuan darah,
remodeling jaringan lokal dan angiogenesis. Enzim utamanya adalah plasmin, yang mendegradasi
fibrin menjadi produk degradasi yang larut sehingga melisis bekuan intravaskular. Baik uPA dan tPA
mengubah plasminogen menjadi plasmin. Aktivitas aktivator plasminogen diatur oleh inhibitor
aktivator plasminogen-1 (PAI-1), yang secara khusus mengikat aktivator plasminogen jaringan.

Selama fase sekresi dari siklus progesteron menstimulasi ekspresi faktor prokoagulan:
Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan faktor jaringan (TF). Faktor prokoagulan ini menurun
dengan penghentian progesteron. Ada peningkatan aktivitas fibrinolitik dengan permulaan
perdarahan menstruasi yang mencerminkan disolusi stroma dan kerusakan jaringan dan sel. Wanita
dengan perdarahan haid berat (PHB) tampaknya memiliki peningkatan tPA, dan pengurangan PAI-
1 mengakibatkan peningkatan kolagenase dan aktivitas fibrinolitik. Jalur ini telah dibuktikan dalam
sel endometrium endotel sebagai mekanisme yang mungkin dengan meningkatkan integritas bekuan
darah dengan mengurangi tPA mungkin ada bercak dan perdarahan yang kurang terjadwal pada
pengguna sistem intrauterin levonorgestrel.3,6,15

Penghentian progesteron meningkatkan enzim endometrium siklooksigenase 2 (COX-2),


dengan sintesis dan sekresi yang dihasilkan dari prostaglandin E2 (PGE2), dan prostaglandin F2
alpha (PGF2a). Wanita dengan PHB telah menunjukkan peningkatan sintesis prostaglandin dan
enzim COX-2 yang terkait dengan perdarahan menstruasi yang berat. Prostaglandin E2 dapat
menyebabkan perdarahan yang berlebihan dengan meningkatkan vasodilatasi arteri spiralis, tetapi
mungkin ada mekanisme lain yang mengubah fungsi sel endotel dan berkontribusi pada peningkatan
fibrinolisis.3,6,15

Sitokin dan metaloproteinase endometrium (MMPs) telah dilaporkan terlibat dalam PHB
karena mereka adalah mediator awal dari peluruhan kolagen endometrium. Faktor nekrosis tumor
sitokin proinflamasi alfa (TNF-alfa) meningkat secara signifikan dan MMP-2 dan MMP-9 berkurang
dalam limbah menstruasi dari perdarahan menstruasi yang berat dibandingkan dengan wanita dengan
perdarahan normal. Selama fase sekresi akhir, infiltrasi leukosit endometrium terjadi yang mengatur
14

MMP jaringan, yang menambah kerusakan kolagen dan memulai awal menstruasi. Tidak ada bukti
langsung untuk peningkatan metaloproteinase di endometrium wanita dengan perdarahan menstruasi
yang berat.3,6,15

Istilah koagulopati mencakup spektrum kelainan hemostasis sistemik yang dapat


berhubungan dengan PUA. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa kurang lebih 13% wanita
dengan PHB memiliki kelainan hemostatis sistemik yang dapat dideteksi secara biokimiawi, paling
sering yaitu penyakit von Willebrand. Sebagai penyebab utama lainnya, prevalensi koagulopati
dilaporkan bervariasi antara 5% dan 28% di antara remaja yang dirawat di rumah sakit dengan PHB
dalam penelitian yang berbeda. Dalam pengumpulan data tinjauan sistematis oleh Shankar dkk dalam
Elmagullari, dari 988 wanita (15-55 tahun) dengan PHB, kejadian penyakit von Willebrand (vWD)
ditemukan 13%. Koagulopati juga dapat disebabkan oleh defisiensi faktor koagulasi lainnya,
trombositopenia imun, disfungsi trombosit, trombositopenia sekunder akibat keganasan atau karena
pengobatan untuk keganasan. Koagulopati mungkin merupakan gangguan yang terisolasi atau
menyertai. Lebih dari satu penyebab dapat memperburuk atau memperburuk PUA.3,6,15

2.3.4. Diagnosis Banding


Pada remaja yang belum menstruasi, benda asing, trauma, dan infeksi adalah etiologi yang paling
sering. Pada remaja pasca-menarche, perdarahan anovulatori, koagulopati, infeksi, dan komplikasi
kehamilan menjadi penyebab utama PUA. Pada usia produktif, sebagian besar perdarahan abnormal
terjadi akibat anovulasi, kontrasepsi hormonal, komplikasi kehamilan, infeksi, gangguan endokrin,
serta kelainan struktur seperti polip, adenomiosis, leiomioma, malignansi seperti kanker serviks,
kanker endometrial atau hiperplasia endometrium. Pada wanita perimenopause, anovulasi, neoplasia
uterus jinak, dan hiperplasia endometrium menyebabkan sebagian besar masalah, dan pada wanita
pascamenopause, atrofi vagina / endometrium dan terapi hormon adalah penyebab paling umum dari
perdarahan abnormal dan menariknya hanya sekitar 10% dari perdarahan pascamenopause yang
disebabkan oleh kanker endometrium.3–5

Diagnosis banding PUA pada remaja mulai dari kelainan struktur hingga non-struktural
(Tabel 4) Pada remaja, PUA sangat jarang disebabkan karena masalah struktural (1,3-1,7%), sisanya
penyebabnya adalah fungsional. Aksis hipotalamus-pituitari-ovarium remaja putri memerlukan
waktu untuk matang setelah menarke, yang dapat menyebabkan fase anovulasi. Pada 2 tahun pertama
setelah menarke 55-82% siklus bersifat anovulatorik, dan pada tahun ke-4 dan ke-5 mengalami
penurunan menjadi 20% siklus. Diperkirakan 95% perdarahan uterus disfungsional pada remaja
disebabkan oleh anovulasi. Gangguan kolagen yang dapat diwarsikan seperti Ehlers-Danlos dan
Sindrom Hipermobilitas Sendi Jinak telah dikaitkan dengan berbagai kelainan perdarahan oleh
15

karena kerapuhan kapiler. Maka dari itu, riwayat PHB disertai hiperfleksibilitas sendi, dislokasi sendi,
kulit hiperekstensi atau jaringan parut abnormal mungkin memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Obat-obatan tertentu termasuk kontrasepsi hormonal dan obat antikoagulasi juga dapat menyebabkan
PHB dan riwayat pengobatan dan suplemen harus diperoleh.3–5

Penyebab PHB yang lebih jarang pada masa remaja termasuk polip endometrium dan
leiomioma. Meskipun leiomioma sangat jarang terjadi pada masa remaja, PHB terkait dengan massa
pelvis dan / atau nyeri panggul harus segera diteliti lebih lanjut. Risiko kanker endometrium pada
pasien yang berusia kurang dari 20 tahun adalah 0,2 per 100.000 wanita. Wanita khususnya remaja
dengan gangguan perdarahan yang mendasari mungkin memiliki PHB yang terkait dengan kista
ovarium hemoragik atau endometriosis.2,17

Tabel 4. Diagnosis banding penyebab PUA pada remaja. Dikutip dari Haamid.22
Faktor Kelainan Kehamilan Endokrin Trauma Obat-obatan Lainnya
pembekuan struktur organ
genitalia
Defisiensi Myoma Ektopik Hiperprolaktinemia Kekerasan Antipsikotik Latihan
vWF seksual berlebihan
Trombastenia Endometriosis Implantasi Kelainan fungsi Laserasi Antikoagulan Kelainan
tiroid makan
Kelainan Polip Placenta Penyakit adrenal Benda Inhibitor Penyakit
fungsi akreta asing trombosit sistemik
trombosit
Defek Displasia serviks Kontrasepsi Sindrom polikistik Stres
koagulasi hormonal ovarium
Faktor Infeksi Defisiensi ovarium AKDR
defisiensi lain

2.3.5. Diagnosis
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dan diagnosis PUA pada remaja harus dititikberatkan pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Riwayat pasien harus digali dengan dan tanpa ditemani orang tua / wali untuk memungkinkan
komunikasi yang lebih transparan tanpa kerahasiaan. Riwayat menstruasi yang menyeluruh harus
mencakup usia menarche, keteraturan menstruasi, durasi, aliran dan jumlah pembalut / tampon yang
digunakan per hari, dan hari pertama periode menstruasi terakhir (HMT). Buku harian menstruasi
yang disediakan CDC dapat dipakai untuk mencatat jumlah pembalut / tampon per hari sehinnga
memungkinkan untuk menghitung aliran menstruasi secara objektif (Gambar 4).4,12,22

Sulit untuk membedakan dari riwayat apakah siklus ovulasi atau anovulatorik. Namun, seperti
yang dijelaskan di subbab sebelumnya, hampir semua kasus PUA pada remaja diketahui berasal dari
siklus anovulasi. Menarke pertama yang terlambat meningkatkan kemungkinan siklus menjadi
anovulatori, karena hal ini menunjukkan bahwa pematangan ginekologi juga akan tertunda. Dalam
16

praktik klinis, menoragia didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari tiga pembalut per hari atau
dengan lebih dari 6 tampon serap reguler penuh per hari selama 3 hari atau lebih.3,4,12,23

Gangguan perdarahan, yang menyebabkan 20%-33% kasus perdarahan berkepanjangan


dan/atau parah harus selalu dipertimbangkan. Perdarahan terus menerus dalam jangka waktu lama
dan terjadi dimulai dengan siklus menstruasi pertama harus menjadi tanda peringatan gangguan
koagulasi. Pasien wajib ditanyai gangguan perdarahan yang meliputi ditemukan PHB sejak
menarche; Salah satu dari riwayat perdarahan (Riwayat perdarahan postpartum, Riwayat perdarahan
yang berhubungan dengan pembedahan, Riwayat perdarahan yang berhubungan dengan perawatan
gigi), serta dua dari kelainan yang meliputi memar 1-2 kali perbulan, epistaksis 1-2 kali perbulan,
gusi sering berdarah, dan riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga.3,4,12,23

Penyakit radang panggul yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia


trachomatis atau endometritis sering menyebabkan metrorrhagia / menorrhagia dan menyumbang
frekuensi kurang dari 10% dari semua PUA. Keluhan nyeri perut bagian bawah boleh jadi merupakan
manifestasi penyakit radang panggul. Selain itu, kemungkinan penyebab PUA lainnya (seperti
perubahan berat badan, hirsutisme dan jerawat), gangguan kronis dan penggunaan obat (yaitu
antikoagulan, glukokortikoid dan antipsikotik) juga harus diselidiki.3,4,12,23

Dalam sebagian besar kasus, riwayat aktifitas seksual harus diperoleh secara rahasia. Remaja
wajib juga ditanyai tentang coitarche, aktivitas seksual saat ini dan terakhir, jumlah pasangan, jenis
kelamin atau jenis kelamin pasangan, sifat aktivitas seksual (oral, vagina, atau anal), metode
kontrasepsi termasuk metode penghalang dan penggunaan kontrasepsi darurat dan riwayat Infeksi
Menular Seksual (IMS) yang diobati atau tidak diobati. Pasien remaja mungkin tidak mau menjawab
atau mengakui aktivitas seksual di hadapan orang tua / wali, oleh karena itu menjaga kerahasiaan
sangat penting saat mengambil riwayat terpisah dengan cara mengatur skenario anamnesis agar
pasien sendirian.3,4,12,23
17

Gambar 4. “Buku harian” monitoring perdarahan haid. Dikutip dari CDC24

Pemeriksaan fisik harus luas, mencakup semua sistem, termasuk tanda-tanda vital (kestabilan
hemodinamik), penampilan umum (kebiasaan tubuh, kelelahan, kesusahan), endokrin
(tiroid/gondok, neuropati, akantosis nigrikans, jerawat, distribusi rambut wajah dan tubuh, stretch
mark, moon face, atau bufallo hump), hematologi (pucat, anemis, memar, ruam, kelenjar getah
bening), genitalia luar (karakteristik seks sekunder), dan pemeriksaan spekulum pada kasus tertentu.
Sistem organ dasar juga harus dibahas termasuk pemeriksaan jantung, paru, gastrointestinal, dan
psikiatri. Pemeriksaan vagina/serviks mungkin diperlukan untuk menentukan sumber perdarahan
pada pasien tertentu. Namun, karena remaja tidak dapat mentolerir pemeriksaan ini dengan baik, oleh
karena itu kebutuhannya harus dievaluasi dengan hati-hati pada kasus pasien yang tidak aktif secara
seksual, berada pada awal proses pematangan ginekologi, tidak mengalami nyeri panggul dan yang
riwayatnya tidak menunjukkan trauma organ kelamin, adanya benda asing, atau pelecehan seksual.
Gambaran klinis paling khas pada pasien remaja selain perdarahan diluar siklus menstruasi adalah
18

gangguan psikologis seperti pucat ketakutan akibat mengalami perdarahan selama berminggu-
minggu. 3,4,12,23

b. Pemeriksaan penunjang
Evaluasi diagnostik harus dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Patologi seperti gangguan
perdarahan, kelainan pembekuan, patologi saluran reproduksi, trauma genital dan penggunaan obat
harus dikeluarkan dalam proses diagnosis banding (Tabel 2). Kehamilan dan situasi yang
berhubungan dengan kehamilan, seperti kehamilan ektopik, harus segera dievaluasi dan dikeluarkan
karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas.3,4,13
Ultrasonografi panggul adalah modalitas awal untuk mengidentifikasi kelainan struktural yang
berhubungan dengan perdarahan baik lesi intrakavitas dan lesi adneksa seperti malformasi
arteriovenosa. Sonografi infus garam dapat digunakan untuk lebih mengidentifikasi lesi intrakavitas
seperti polip endometrium atau myoma submukosa dengan akurasi tinggi dibandingkan dengan
histeroskopi, namun, histeroskopi akan diperlukan jika biopsi atau eksisi lesi diperlukan.3,4,13

Evaluasi laboratorium dan radiologi yang ideal untuk PUA secara umum sebenarnya belum
terstandarisasi dengan jelas. Perdarahan menstruasi yang berat bisa menjadi tanda klinis pertama dari
gangguan koagulasi. Selain itu, jika dicurigai adanya infeksi, pemeriksaan usap vagina juga perlu
dilakukan.Oleh karena itu, evaluasi awal wajib mencakup hal-hal berikut:3,4,13
1. Hitung darah lengkap; tingkat hematokrit
2. Pemeriksaan indeks trombosit
3. Tes kehamilan
4. Pemeriksaan struktur rongga rahim, ovarium dan ketebalan endometrium dengan USG
pelvis
5. Faal hemostasis meliputi PT dan aPTT, tromboplastin time, dan fibrinogen

Pemeriksaan tambahan terkait faktor pembekuan dilakukan jika terdapat riwayat menoragia
yang dimulai dengan siklus menstruasi pertama harus dilakukan untuk mengidentifikasi subtipe pada
pasien yang tes awalnya normal tetapi diduga kuat mengalami gangguan perdarahan:3,4,13
1. Nilai antigen vWF
2. Aktivitas kofaktor Ristocetin
3. Nilai Faktor VIII

Jika penyebab endokrin dipertimbangkan, hal berikut harus diperiksa:3,4,13


1. Tes fungsi tiroid
2. Kadar prolaktin (prolaktinoma, adenoma)
19

3. Kadar testosteron total / bebas (PCOS)


4. Kadar DHEA-S04 (tumor adrenal)

2.3.6 Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa dan bedah dapat diklasifikasikan sebagai hormonal dan/atau non-
hormonal. Dalam manajemen akut pasien yang datang dengan PUA, tujuan utamanya adalah untuk
memastikan stabilitas hemodinamik dan, jika mungkin, menghentikan perdarahan (Gambar 5).

Gambar 5. Alur penatalaksanaan pasien dengan PUA. Dikutip dari Jaffe.

a. Pengobatan hormonal
Empat kategori utama pengobatan hormonal diberikan berdasarkan keparahan perdarahan, status
hemodinamik dan kadar hemoglobin pasien, sebagai berikut:

1. Perdarahan ringan (Hb> 12 g/dL)


Perawatan hormonal tidak perlu dipertimbangkan. Obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) dapat
digunakan. Pasien harus ditindaklanjuti dalam interval 3 bulan dan harus diinstruksikan untuk
membuat buku harian siklus menstruasi idealnya sebelum dan sesudah pengobatan, untuk
mendokumentasikan kemanjuran atau kegagalan pengobatan. Pada pasien dengan perdarahan
anovulatorik ringan dengan hemoglobin antara 10-12 g/dL, suplementasi zat besi (biasanya 60 mg
20

setiap hari) dapat ditambahkan untuk mencegah gejala anemia. Pasien juga dapat memilih untuk
meningkatkan zat besi jika suplementasi tidak diinginkan.1,4,12,23,25

2. Perdarahan sedang (Hb 10-12 g/dL)


Kontrasepsi oral atau progesteron oral dapat diresepkan untuk pengobatan. Pil kontrasepsi oral
kombinasi (Pil KB) yang mengandung 30-35 μg etinil-estradiol (EE) harus diresepkan; selama 5 hari
pertama, pasien harus diminum setiap delapan atau dua belas jam. Pil KB mendorong pertumbuhan
kembali endometrium yang cepat untuk menutupi permukaan epitel yang gundul. Ketika perdarahan
berhenti, dosis harus dikurangi menjadi satu pil setiap hari, dan rejimen ini harus dilanjutkan selama
3-6 bulan. Jika perdarahan dimulai kembali saat pengobatan pil KB awal, pil dapat diminum dua kali
sehari selama total 21 hari diikuti oleh 7 hari plasebo atau jeda pengobatan. Resep pil KB harus
dilanjutkan selama 3-6 bulan sampai kadar hemoglobin mencapai setidaknya 12 g/dL. Pil
progesteron juga dapat digunakan untuk pengobatan dan lebih disukai dalam kasus di mana
penggunaan estrogen dikontraindikasikan. Progesteron membalikkan proliferasi endometrium terkait
dengan paparan estrogen jangka panjang dan menginduksi pematangan endometrium. Progesteron
oral harus digunakan dengan dosis 5-10 mg/hari selama 12 hari pada interval waktu yang sama setiap
bulan diikuti sampai hari bebas darah 2-7 hari setelah hari ke-12. Jumlah estrogen yang lebih tinggi
dapat menyebabkan mual, jadi dianjurkan untuk memberikan resep antiemetik saat menggunakan
dosis kontrasepsi oral kombinasi dua kali sehari. Untuk mengisi kembali simpanan zat besi, suplemen
zat besi harus diresepkan selama minimal 6 bulan. NSAID dapat ditambahkan ke pengobatan.4,6,12,23

3. Perdarahan berat, hemodinamik stabil (Hb = 8–10 g/dL)


Penggunaan pil KB dengan pendekatan yang mirip dengan pada pasien perdarahan sedang,
diindikasikan jika keluarga dan pasien dapat mematuhi rencana perawatan dan mengikuti instruksi
dari spesialisnya. Regimen biasa adalah pil KB monofasik (30-50 g EE) yang di-tappering-off dan
suplementasi zat besi (60-120 mg). Jika tidak ada penurunan intensitas dan keparahan perdarahan
setelah dua dosis pertama pengobatan pil KB, dosis harus ditingkatkan menjadi 3 sampai 4 pil per
hari selama 2 hari; dosis ini harus dilanjutkan sesuai kebutuhan sampai perdarahan berhenti.
Perawatan pil KB dilanjutkan dengan dosis 4 pil per hari selama 4 hari dan kemudian satu pil per hari
selama minimal 3-6 bulan. Pemantauan ketat adalah suatu hal yang penting. Antiemetik harus
disediakan untuk mengobati mual / muntah akibat dosis EE yang lebih tinggi. Sekali lagi, follow-up
dan pemantauan dalam kasus rawat jalan penting untuk mencegah kekambuhan dan mengatasi
kemanjuran adalah hal yang penting. Contoh penurunan dosis (tappering off) dalam 1 minggu
sebagai berikut: satu pil setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian setiap 8 jam selama 2 hari, kemudian
setiap 12 jam selama 2 hari dan terakhir 1 pil setiap hari selama minimal 6 bulan.4,6,12,23
21

4. Perdarahan berat (Hb ≤7 g / dL), hemodinamik tidak stabil


Pasien harus dirawat di rumah sakit dan dimonitoing ketat. Persiapan harus dibuat untuk transfusi
darah karena boleh jadi akan diperlukan. Gangguan hemodinamik harus distabilkan sebelum
memulai pengobatan hormonal. Perawatan pilihan pertama adalah meresepkan pil KB yang
mengandung estrogen dosis tinggi (30-50 μg EE). Penggunaan pil yang mengandung 50 μg EE
biasanya dipertimbangkan jika tidak ada penurunan keparahan perdarahan setelah dosis kedua pil 35
μg. Pengobatan dengan estrogen dosis tinggi dilanjutkan dengan interval 6 jam sampai tingkat
keparahan perdarahan berkurang. Terapi anti-emetik dapat menjadi pengobatan tambahan untuk
pasien yang mengalami mual dan muntah akibat estradiol dosis tinggi. Terapi dipertahankan dengan
pil yang mengandung 30-35 μg EE. Namun, dalam kasus di mana perdarahan dikendalikan dengan
pil KB EE 50 μg dosis tinggi, pil ini dilanjutkan selama sekitar satu atau dua siklus dengan dosis yang
sama (50 μg EE); pengobatan kemudian dilanjutkan selama 3-6 bulan dengan pil yang mengandung
35 μg EE.4,6,12,23

Pengobatan estrogen terkonjugasi intravena (IV) (25 mg dengan interval 4-6 jam) dapat
dipertimbangkan untuk pasien yang tidak dapat mentolerir terapi estrogen oral dosis tinggi, jika
pengobatan oral tidak memungkinkan karena penurunan kesadaran atau jika tingkat keparahan
perdarahan tidak berkurang dalam 6-12 jam meskipun estrogen oral dosis tinggi. Namun,
penggunaan pengobatan estrogen terkonjugasi selama lebih dari 24 jam tidak dianjurkan karena
potensi efek samping (misalnya emboli paru). Oleh karena itu, pengobatan dilanjutkan dengan OCP
dosis tinggi.1,6,23

Perdarahan biasanya terkontrol dalam 24 jam dengan pengobatan pil KB dosis tinggi. Jika
perdarahan berlanjut selama lebih dari 24-48 jam tanpa penurunan keparahan, penambahan agen
hemostatik dan pembedahan harus dipertimbangkan.1,6,23

Progesteron dosis tinggi merupakan pilihan pengobatan alternatif pada pasien dengan
perdarahan hebat, terutama bila penggunaan estrogen dikontraindikasikan. Medroksiprogesteron
asetat (MPA, 20-40 mg) atau norethindrone asetat (NETA, 5-10 mg) diberikan tiga kali sehari selama
7 hari. Untuk pasien yang telah diberikan MPA oral dosis tinggi, waktu rata-rata sebelum penghentian
perdarahan telah terbukti 3 hari.1,6,23

Pengobatan lain yang direkomendasikan untuk PUA akut adalah depot-MPA (150 mg),
diberikan secara intramuskular dan diikuti oleh MPA (20 mg) secara oral, setiap 8 jam untuk 9 dosis.
Ketika perdarahan berhenti, dosis progesteron diturunkan menjadi setiap 12 jam selama 2 minggu.
22

Setelah itu, terapi dipertahankan dengan penggunaan MPA siklik (10 mg / hari) dan NETA (5 mg /
hari) selama 12 hari per bulan dan antara tanggal yang sama di setiap bulan.1,6,23

Alat kontrasepsi dalam rahim yang mengandung levonorgestrel (AKDR-LNG) yang


dikombinasikan dengan kateter foley dianggap sebagai pilihan pengobatan yang paling efektif untuk
pasien dengan PHB, terutama bila diperlukan pengobatan hormonal jangka panjang. Kemanjurannya
juga telah dibuktikan dalam pengelolaan PHB pada wanita dengan gangguan perdarahan. Namun,
sering tidak dipertimbangkan untuk digunakan dengan remaja karena kurangnya data tentang
penerimaan, serta keamanannya, dalam populasi ini.1,6,23

b. Pengobatan non-hormonal
1. Asam traneksamat
Asam traneksamat, turunan lisin, terikat pada lisin dalam struktur fibrinogennya. Asam
traneksamat mencegah kerusakan fibrin dan mengurangi perdarahan hingga 30% -55%.
Namun, itu tidak berpengaruh pada durasi perdarahan atau pengaturan siklus menstruasi. Dosis
dan durasi yang dianjurkan adalah 3-4 dosis 1-1,5 g / hari per oral atau 10 mg / kg intravena
(maksimum 600 mg / dosis) per hari selama 5 hari.23,26

2. Obat anti inflamasi non-steroid


NSAID menurunkan perdarahan dengan mencegah pembentukan prostasiklin. Penggunaannya
sangat dianjurkan untuk pengobatan PUA. Polis dkk melaporkan bahwa kadar prostaglandin
total wanita yang bersirkulasi dengan menoragia tinggi dan perdarahan dapat diturunkan hanya
dengan NSAID pada pasien ini. Namun, sampai pemeriksaan selesai, remaja dengan PHB dan
kemungkinan riwayat gangguan perdarahan harus diinstruksikan untuk menghindari NSAID
karena penurunan agregasi platelet dengan menghambat sintesis tromboksan A2. Lethaby dkk
melaporkan bahwa NSAID menurunkan perdarahan 25% -35% dibandingkan dengan plasebo
tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan pengobatan lain (misalnya asam traneksamat,
danazol dan IUD). Penggunaan yang dianjurkan untuk asam mefenamat adalah 500 mg / dosis
dengan interval 3-5 jam pada hari pertama dan dosis 250- atau 500 mg 3 sampai 4 kali sehari
sesudahnya. Dosis yang dianjurkan untuk naproxen adalah 500-550 mg dengan interval 3-5
jam pada hari pertama dan 250-275 mg 4 kali sehari, sedangkan ibuprofen direkomendasikan
pada 600-1200 mg/hari setelah dimulainya perdarahan menstruasi. Tidak ada perbedaan dalam
efektivitas naproxen versus ibuprofen yang telah dibuktikan. 23,25,26
23

3. Desmopresin
Desmopresin adalah analog sintetis dari arginin-vasopresin. Ini digunakan untuk mengontrol
dan mencegah episode perdarahan pada pasien dengan gangguan koagulasi. Desmopresin
meningkatkan level vWF dan FVIII, serta adhesi platelet, dan efeknya bertahan selama sekitar
6 jam. Literatur berisi berbagai rekomendasi mengenai dosis dan durasi penggunaan
desmopresin. Namun, kontrol perdarahan umumnya dipastikan pada 80% -92% pasien yang
menggunakan desmopresin nasal, 300 μg / hari, dibagi menjadi 2 atau 3 dosis dalam 2-3 hari
pertama siklus. Desmopresin yang dikombinasikan dengan asam traneksamat
direkomendasikan sebagai pilihan pengobatan yang baik untuk remaja yang tidak
menginginkan pengobatan hormon. Kemungkinan efek samping karena efek vasomotor dan
antidiuretik adalah sakit kepala, takikardia ringan, hiponatremia dan, jarang, keracunan air. 1,23

4. Pembedahan
Lebih dari 90% perdarahan hebat yang terjadi pada remaja dikendalikan dengan perawatan
medis. Namun, pembedahan diperlukan jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa, saat
perawatan medis tidak berhasil dan dalam situasi di mana evaluasi histopatologi diperlukan.
Dilatasi dan kuretase, embolisasi arteri uterina, ablasi endometrium dan histerektomi adalah
pilihan perawatan bedah. Keputusan untuk melanjutkan perawatan bedah harus dibuat setelah
memperhitungkan keinginan kesuburan pasien. Metode mekanis, seperti penggunaan balon
kateter Foley, juga telah terbukti berguna untuk kontrol perdarahan.17,22,26

2.3.7. Edukasi dan Pencegahan


Remaja putri harus dididik tentang pola perdarahan menstruasi yang normal. Memberikan
harapan kepada remaja dan orang tua / wali mereka tentang apa yang dianggap perdarahan
"abnormal" atau "tidak teratur" adalah kunci untuk mencegah kecemasan dan kekhawatiran
yang tidak perlu. Remaja harus ditanyai tentang pola haidnya, dengan dokumentasi yang akurat
tentang hari pertama haid terakhir terutama saat kunjungan kesehatan. Penting untuk
mengingatkan remaja putri bahwa siklus menstruasi menjadi teratur pada 75% remaja putri
pada tahun ketiga setelah haid pertama.
PUA merupakan salah satu keluhan ginekologi paling umum yang membawa pasien
remaja ke instalasi gawat darurat. Pengalaman seperti itu dapat menyebabkan kecemasan dan
menghabiskan biaya serta waktu. Pasien yang merasa didukung oleh dokter dan tenaga medis
akan lebih mungkin untuk menghubungi unit layanan kesehatan seperti puskesmas setempat
jika ada pertanyaan sebelum melakukan perjalanan ke perawatan darurat atau bagian gawat
24

darurat. Akan bermanfaat bagi remaja remaja untuk memetakan haid jika riwayat menstruasi
tidak jelas, atau jika tidak dapat mengingat data yang akurat.
Efek psikologis PUA khusus untuk remaja termasuk dampak negatif pada kualitas
hidup setelah tidak hadir di sekolah atau acara sosial, kelelahan karena anemia, dan frustrasi
dengan kebersihan menstruasi yang konstan. Penting untuk memberikan dukungan emosional
kepada remaja muda dan sebagai gantinya, membangun hubungan dokter-pasien yang kuat
yang akan memfasilitasi percakapan yang lebih terbuka dan jujur di masa depan.
BAB III

SIMPULAN

• PUA adalah keluhan ginekologi yang umum pada populasi remaja dan memerlukan
evaluasi dan pengobatan yang sesuai.
• PUA dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, namun pada remaja paling sering
disebabkan oleh (1) ketidakmatangan aksis HPO yang menyebabkan siklus anovulasi
dan ketidakteraturan menstruasi dan (2) gangguan perdarahan bawaan.
• Anamnesis riwayat penyakit secara menyeluruh dengan pemeriksaan fisik lengkap,
diikuti dengan penunjang yang sesuai harus dilakukan secara tepat waktu untuk
menyingkirkan diagnosis banding PUA yang begitu beragam.
• Penatalaksanaan PUA terdiri dari manajemen akut yang melibatkan stabilisasi
hemodinamik dan pemberian obat simtomatik, dan manajemen lanjutan yang terdiri
dari hormonal dan non-hormonal.
• Tindakan pencegahan terbaik adalah pendidikan pasien dan pengasuh tentang
pemantauan siklus menstruasi dan mengetahui kapan bantuan diperlukan.

25
KEPUSTAKAAN

1. ACOG. Management of abnormal uterine bleeding associated with ovulatory


dysfunction. ACOG Pract Bull. 2013;122(1):176–82.
2. Taylor HS, Pal L, Seli E. Abnormal uterine bleeding. In: Speroff’s Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertiliy. 9th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2020. p.
1216–26.
3. Wantania JJE. Perdarahan uterus abnormal - menoragia pada masa remaja. J Biomedik.
2016;8(3):135–42.
4. Elmaoğulları S, Aycan Z. Abnormal uterine bleeding in adolescents. JCRPE J Clin Res
Pediatr Endocrinol. 2018;10(3):191–7.
5. Tuchkina IO, Vygivska LA, Novikova AA. Abnormal uterine bleeding in adolescents:
Current state of the problem. Wiad Lek. 2020;73(8):1752–5.
6. Miller K, Konal J, Brown K, Cabral M. Abnormal Uterine Bleeding. Pediatr Med.
2019;2(0):1–7.
7. World Health Organization. Adolescent Pregnancy: Issues in Adolescent Health and
Development. WHO Discuss Pap Adolesc 2014;36
8. Hurlock EB. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga; 2011:34–40.
9. Taylor H, Pal L, Seli E. The uterus, endometrial physiology, and menstruation. In:
Speroff’s Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertiliy. 9th ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health; 2020: 199–267.
10. Strauss JE, Barbieri RL. Structure, function, and evaluation of the female reproductive
tract. In: Strauss JE, editor. Yen & Jaffe’s Reproductive Endocrinology. 8th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2019:214–22.
11. Guyton A. Female reproduction physiology. In: Textbook of Medical Physiology. 14th
ed. USA: Elsevier; 2020:289–301.
12. Yaşa C, Uğurlucan FG. Approach to abnormal uterine bleeding in adolescents. JCRPE J
Clin Res Pediatr Endocrinol. 2020;12(1):1–6.
13. Siregar M. Management of abnormal uterine bleeding in perimenarche: Diagnostic
challenges. Int J Med Sci Public Heal. 2016;5(3):597.
14. Barbara L. Hoffman, Schorge JO, Halvorson LM, Hamid CA, Corton MM, Schaffer JI.
Abnormal uterine bleeding. In: Fraser WD, editor. Williams Gynecology. 4th ed.
Philadelphia: McGraw-Hill Professional; 2018. p. 300–33.
15. Whitaker L, Critchley HOD. Abnormal uterine bleeding. Best Pract Res Clin Obstet
Gynaecol. 2016; 34:54–65.
16. Kurniawan RH, Abidin SFA. Diagnostic approach of abnormal uterine bleeding. Indones
J Obstet Gynecol. 2014; 1:106–9.
17. Hernandez A, Dietrich JE. Abnormal Uterine Bleeding in the Adolescent. Obstet
Gynecol. 2020;135(3):615–21.
18. Rifki M, Loho M, Wagey FM. Profil perdarahan uterus abnormal di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2014. e-CliniC. 2016;4(1).

26
19. Tendean GGE, Mewengkang M, Wantania JJE. Kejadian perdarahan uterus abnormal di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2015. e-CliniC. 2016;4(2):2–5.
20. Porter MB, Goldstein S. Pelvic imaging in reproductive endocrinology: Acute vs chronic
abnormal uterine bleeding’s diagnosis and management. In: Strauss JE, editor. Yen &
Jaffe’s Reproductive Endocrinology. 8th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019:932–4.
21. Munro MG, Critchley HOD, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system (PALM-
COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in nongravid women of reproductive
age. Int J Gynecol Obstet [Internet]. 2011;113(1):3–13.
22. Haamid F, Sass AE, Dietrich JE. Heavy menstrual bleeding in adolescents. J Pediatr
Adolesc Gynecol. 2017;30(3):335–40.
23. Özge Y, Tuncay Y, Orhun ÇM. Overview of abnormal uterine bleeding in adolescents:
Diagnosis and management. Int J Women’s Heal Reprod Sci. 2017;5(3):158–63.
24. CDC. Bleeding disorder in women. 2021. Diunduh pada:
https://www.cdc.gov/ncbddd/blooddisorders/women/menorrhagia.html, tanggal 29 Mei
2021
25. Rodriguez MB, Lethaby A, Farquhar C. Non-steroidal anti-inflammatory drugs for heavy
menstrual bleeding. Cochrane Database Syst Rev. 2019;2019(9).
26. Polis RL, Hertweck SP. Treatment options for the adolescent patient experiencing
abnormal uterine bleeding. Curr Treat Options Pediatr. 2016;2(3):184–95.

27

Anda mungkin juga menyukai