Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit radang multisistem yang sebabnya
belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik
remisi dan eksaserbasi1. SLE merupakan prototipe dari penyakit autoimun sistemik dimana
autoantibodi dibentuk melawan sel tubuhnya sendiri.2 Karakteristik primer peyakit ini berupa
kelemahan, nyeri sendi, dan traum berulang pada pembuluh darah. SLE melibatkan hampir
semua organ, namun paling sering mengenai kulit, sendi, darah, membran serosa, jantung
dan ginjal.2,3
Di Amerika Serikat hingga bulan Maret tahun 2000 terdapat 500.000 pasien telah
didiagnosa sebagai SLE. 3
Prevalensi SLE di Amerika Serikat yaitu antara14,6/100.000-
50,8/100.000. Insiden bervariasi antara 1,8-1,6/100.000 per tahun. Insiden SLE bervariasi di
seluruh dunia. Eropa Utara telah melaporkan adanya SLE sebesar 40/100.000. 4
Ras Afrika-Amerika tiga hingga empat kali lebih rentan terhadap SLE dibandingkan
wanita kulit putih. Ras Amerika latin dan Asia juga rentan terhadap penyakit ini. 3 Pada anak-
anak prevalensi SLE antara 0/100.000 pada wanita kulit putih di bawah usia 15 tahun sampai
31/100.000 pada wanita Asia usia 10-20 tahun. Insiden SLE pada usia 10-20 tahun
bervariasi yaitu 4,4/100.000 pada wanita kulit putih, 31/100.000 pada wanita Asia,
19,86/100.000 pada kulit hitam dan 13/100.000 pada Amerika latin. 5
Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari 3 penelitian yang berbeda di RS.
Cipto Mangunkusumo Jakarta yaitu antara tahun 1969-1970 ditemukan 5 kasus, tahun 1972-
1976 ditemukan 1 kasus, dan tahun 1988-1990 insiden rata-rata ialah 37,7/10.000 perawatan.
Penelitian oleh Purwanto dkk di Yokyakarta tahun 1983-1986 melaporkan insiden sebesar
10,1/10.000 perawatan. Penelitian di Medan oleh Tagiran antara tahun 1984-1986
mendapatkan insiden sebesar 1,4/10.000 perawatan. 1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komplikasi pada kehamilan


2.1.1 DEFINISI
Semua kehamilan dengan lupus diperlakukan sebagai resiko tinggi. Sekitar 75% kehamilan
mencapai masa kelahiran, walaupun 25% diantaranya prematur, 25% sisanya mengalami
keguguran. Resiko keguguran lebih tinggi pada wanita dengan antibodi antifosfolipid,
penyakit ginjal aktif atau hipertensi, atau kombinasi lainnya. Selama kehamilan antibodi
antifosfolipid dapat melintasi plasenta dan menyebabkan trombositopenia pada janin, namun
biasanya bayi tetap dapat lahir dengan aman. Risiko bayi dengan lupus neonatus yang lain,
sekitar 3% kehamilan SLE, dan biasanya membaik dalam 6 bulan. Jarang terjadi kelainan
jantung, namun hal ini dapat diobati. 3

Tabel 1. Situasi di mana kehamilan tidak dianjurkan pada pasien dengan SLE
3

Pada suatu penelitian sekitar 6-15% wanita mengalami flare selama kehamilan. Sebagian
besar terjadi pada trimester pertama dan kedua, dan dua bulan setelah persalinan. Wanita
yang telah mengalami remisi selama 6 bulan beresiko rendah untuk mengalami flare.
Terdapat peningkatan resiko perdarahan setelah persalinan, yang diakibatkan baik oleh obat
anti-SLE maupun oleh SLE itu sendiri. Preeklampsia terjadi pada 20% wanita hamil dengan
SLE. 3
Kehamilan dapat menyebabkan eksaserbasi SLE. Tinjauan pustaka terhadap aktivitas
penyakit dan mortalitas morbiditas wanita hamil dengan SLE menyimpulkan bahwa terdapat
eksaserbasi aktivitas penyakit pada 50% kehamilan, yang terjadi selama kehamilan atau
pospartum.9
Pasien dengan lupus nefritis yang ingin hamil, haruslah dipertimbangkan. Disamping
keadaan janin, perlu pula dipertimbangkan terjadinya eksaserbasi dengan (mungkin
permanen) gejala ikutan berupa kerusakan organ (yang mungkin akan mempengaruhi
keselamatan maternal). Penelitian terbaru menyebutkan bahwa wanita hamil dengan lupus
nefritis berhubungan dengan meningkatnya kematian maternal dan nefritis eksaserbasi
pospartum.9
Hipertensi, proteinuria, dan insufisiensi ginjal yang baru terjadi pada wanita hamil
dengan lupus dapat menggambarkan terjadinya lupus nefritis aktif atau pembentukan
preeklampsia. Membedakan antara permulaan SLE dan preeklampsia adalah sulit.
Penelitian Buyon dkk menemukan bahwa kadar C4 lebih rendah pada kehamilan dengan
preeklampsia dibandingkan kehamilan normal, dan pada ibu dengan SLE mempunyai kadar
C3 dan C4 yang lebih rendah secara nyata dibandingkan kehamilan normal. Menurunnya
kadar C3 dan C4 pada kehamilan dengan SLE menggambarkan terjadinya flare penyakit
tersebut. Satu pasien dengan SLE yang mengalami preeklampsia tidak memiliki perubahan
pada kadar komplemennya.
Penemuan ini menyebutkan bahwa pengujian terhadap kadar komplemen mungkin
berguna untuk membedakan kejadian preeklampsia dengan flare penyakit pada pasien SLE.
Insiden preeklampsia meningkat pada pasien SLE. 9
Terdapat hubungan yang jelas antara lupus antikoagulan dengan antibodi
antikardiolipin dengan vaskulopathy desidua, infark plasenta, pertumbuhan janin terhambat,
preeklampsia dini, dan kematian janin berulang. Pada wanita tersebut, seperti halnya
penderita lupus, juga memiliki insiden tinggi terhadap trombosis arteri dan vena, serta
hipertensi paru.6
4

Penelitian secara histologi dan imunofluoresens terhadap 10 plasenta SLE oleh


Ambrousky menemukan adanya nekrosis desidua vaskulopathy pada 5 dari 10 plasenta yang
diteliti. Hanly dkk, meneliti 11 pasien SLE, dan menemukan bahwa plasenta tersebut lebih
kecil dan lebih ringan dibandingkan plasenta normal dan dengan ibu diabetes.
Kurangnya berat plasenta berhubungan dengan SLE aktif, lupus antikoagulan,
trombositopenia dan hipokomplemenemia, tapi tidak berhubungan dengan berkurangnya
berat lahir. Infark plasenta, seperti yang ditemukan pada pasien dengan sindrom antibodi
fosfolipid, sangat jelas berhubungan dengan pertumbuhan janin mungkin menyebabkan
kematian janin, tapi prematuritas dan bayi kecil masa kehamilan (KMK) secara umum sering
terjadi pada ibu SLE.9
Menurut Chamley (1997), trombosit dapat dirusak langsung oleh antibodi
antifosfolipid, atau secara tidak langsung melalui ikatannya dengan 2-glikoprotein I, yang
menyebabkan trombosit mudah beragregasi. Menurut Rand dkk (1997a, 1997b, 1998)
fosfolipid pada sel endotel atau membran sinsitiotrofoblas mungkin dirusak secara langsung
oleh antibodi antifosfolipid atau secara tidak langsung melalui ikatannya dengan 2-
glikoprotein I atau annexin V. Hal ini mencegah sel membran untuk melindungi
sinsitiotrofoblas dan endotel sehingga membran basal terbuka.
Telah diketahui bahwa kerusakan trombosit mengikuti terbukanya membran basal
endotel dan sinsitiotrofoblas sehingga terjadi pembentukan trombus. Terdapat mekanisme
lain yang diajukan oleh Piero dkk (1999) yang melaporkan bahwa antibodi antifosfolipid
menurunkan produksi vasodilator prostaglandin E2 oleh desidua.
Telah digambarkan pula terjadinya penurunan aktivitas fibrinolitik akibat penghambatan
prekalikrein oleh lupus antikoagulan (Sanfelippo dan Dryna, 1981). Terdapat pula laporan
lain mengenai penurunan aktivitas protein C atau S disertai sedikit peningkatan aktivitas
prothrombin (Ogunyemi dkk, 2001; Zangari dkk, 1997). Amengual dkk (1998) memberikan
bukti bahwa trombosis dengan sindrom antifosfolopid disebabkan oleh aktivasi jalur faktor
jaringan.6

2.1.1 DIAGNOSIS
Diagnosis SLE dibuat jika memenuhi paling sedikit 4 diantara 11 manifestasi berikut (kriteria
dari the American Rheumatism Association) : 7,10
 Eritema fasial (butterfly rash)
 Lesi diskoid
 Fotosensitivitas
5

 Oral ulcers
 Arthritis
 Serositis (pleuritis or perikarditis)
 Gangguan ginjal (persistent proteinuria (> 0,5 g/hari) atau cellular casts)
 Gangguan neurologi (seizures atau psykhosis)
 Gangguan hematologi (anemia hemolitik, leukopenia (<4000/uL) atau limfopenia
pada 2 atau lebih pemeriksaan, trombositopenia)
 Gangguan Immunologi (preparat sel LE positif, jumlah anti-DNA atau anti-Sm
abnormal, tes VDRL sifilis positif palsu)
 Abnormal ANA titer

Tabel 2 Laboratorium pada pasien SLE

2.1.3 PENATALAKSANAAN
Hingga kini SLE belum dapat disembuhkan dengan sempurna. Namun, pengobatan
yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi, mengatasi fase
akut dan dengan demikian dapat memperpanjang remisi dan survival rate.1
Penatalaksanaan SLE sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya. Penatalaksanan utama
adalah menciptakan suatu lingkungan yang dapat memberikan “istirahat” pada jiwa dan raga,
perlindungan dari sinar matahari (bahkan yang melalui jendela), nutrisi yang sehat, terapi
pencegahan infeksi, menghindari semua alergen dan faktor-faktor yang dapat memperberat
penyakit.1
Karena kesuburan pasien SLE tidak terganggu dan waktu konsepsi sangat berhubungan
dengan aktivitas penyakit, maka kontrasepsi merupakan bagian yang penting untuk
penanganan pasien SLE. Tampaknya kondom dan diafragma merupakan alat kontrasepsi
teraman, walaupun kurang efektif. 9 Penggunaan IUD sebaiknya dihindari karena pasien SLE
mempunyai resiko infeksi yang lebih besar. 6
6

Pada gagal ginjal terminal lupus nefritis dapat ditanggulangi dengan cukup baik oleh
dialisis dan transplantasi ginjal. 1
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapat
pengobatan dengan obat imunosupresif. 1
Seperti disebutkan sebelumnya angka abortus, kelahiran mati, partus prematurus, dan
preeklampsia meningkat pada SLE dengan kehamilan. Terutama apabila terjadi kelainan
ginjal dan hipertensi, maka prognosis menjadi sangat buruk. Abortus buatan dapat
dipertimbangkan. Jika pasien demikian dalam jalannya kehamilan menunjukkan gejala-gejala
azotemia, maka kehamilan harus diakhiri. Dan kehamilan tidak dianjurkan bagi SLE dengan
komplikasi ginjal. 11

Tabel 3 pengobatan pada SLE

2.1.4 PRENATAL CARE


Penderita SLE dengan kehamilan sebaiknya harus kontrol kehamilannya setiap dua
minggu pada trimeester pertama dan kedua dan sekali seminggu pada trimester ketiga. Pada
setiap kunjungan harus selalu ditanyakan tentang tanda dan gejala aktifnya SLE. Darah dan
urin sebaiknya diperiksa juga. 12

2.1.5 PENGOBATAN
Meskipun belum ada penelitian acak yang membandingkan pemberian prednison pada
wanita hamil namun glukokortioid biasanya digunakan pada pengobatan SLE pada
7

kehamilan. Pada umumnya dosis yang digunakan kurang lebih sama dengan penderita yang
tidak hamil. Meskipun telah ditemukan meningkatnya kejadian celah palatum pada binatang
percobaan, tetapi efek teratogeniknya pada manusia sangat rendah. Demikian juga efek
supresi pada ginjal neonatus sangatlah rendah.
Salah satu alasan yang menyebabkan pemberian prednison cukup aman adalah didapatkannya
11--oldehidrogenase pada plasenta. Enzim ini akan mengubah prednison menjadi 11-
ketoform yang tidak aktif, dan hanya 10 % yang aktif dan dapat mencapai janin. Efek
glukokortikoid pada ibu diantaranya adalah penambahan berat badan, striae, acne, hirsutism,
supresi imun, osteonekrosis, dan ulkus saluran pencernaan.
Kemudian pemberian glukokortikoid pada kehamilan juga dapat menyebabkan intoleransi
glukosa. Dengan demikian pasien yang diberikan glukokortikoid harus dilakukan skrining
untuk mencegah diabetes gestasional. Glukokotikoid juga menyebabkan retensi air dan
natruim yang mungkin menyebabkan hipertensi yang secara tidak langsung dapat
menyebabkan pertumbuhan janin terganggu. 9,12
Penelitian terbaru mengatakan pemberian
glukokortikoid hanya diberikan bila diperlukan untuk mengatasi gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh SLE. 12
. Pemberian beberapa obat imunosupresi yang lain seperti
azathiopirine, methotrexate dan cyclophospamide sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan
dengan SLE, dikarenakan efek teratogeniknya pada manusia. Kecuali pada keadaan tertentu
pada SLE yang sangat berat misalkan pada Progressive proliferative glomerulonefritis12
Pemberian obat anti malaria pada Kehamilan dengan SLE seperti kloroquin dan
hydroxychloroquin dapat menimbulkan kelainan kongenital yang cukup berat, dikarenakan
ototoksisitasnya. Akan tetapi banyak bayi yang dilahirkan dari ibu-ibu yang minum obat anti
malaria ternyata normal. 12
NSAID adalah analgesik yang biasa diberikan pada penderita kehamilan dengan SLE
tetapi, malangnya obat ini dapat menyebabkan kelainan yang cukup serius. Yaitu dapat
menyebabkan kelainan faktor pembekuan darah pada fetoneonatal. Pemberian aspirin dua
minggu sebelum partus dapat menyebabkan perdarahan intrakranial pada bayi-bayi
prematur. Indometasin dilaporkan berhubungan dengan kontriksi pada duktus arteriosus.
Yang mana bisa menyebabkan trombosis arteri pulmonalis, hipertrofi pembuluh-pembuluh
darah pulmo, gangguan oksigenasi dan gagal jantung. NSAID juga berhubungan dengan
menurunnya produksi uruin dan oligohidramnion dan insufisiensi ginjal. Asetaminophen dan
codein bisa dipakai sebagai analgesi pada wanita hamil dengan SLE. 12
8

2.1.6. TATALAKSANA OBSTETRIK


Tujuan utama dari kunjungan antenatal pada kehamilan dengan SLE terutama setelah umur
kehamilan > 20 minggu adalah deteksi hipertensi dan proteinuria. Karena risiko terjadinya
insufisiensi uteroplasenter . Dilakukan pemeriksaan USG setiap 4 – 6 minggu mulai usia
kehamilan 18 -20 minggu. Dilakukan NST mulai umur kehamilan 32 minggu setiap minggu
dan pengukuran cairan amnion. Juga ibunya disuruh menghitung gerakan janin setiap hari.
USG dan pemeriksaan kesejahteraan janin harus dilakukan lebih sering bila didapatkan SLE
yang aktif, hipertensi, proteinurin, gangguan pertumbuhan janin, dan bila didapatkan
sindroma antifosfolipid. 9,12
SLE dapat eksaserbasi pada persalinan dan mungkin membutuhkan pemberian steroid
sesegera mungkin. Sebaiknya pemberian glukokortikoid dosis tinggi yaitu hidrokortison 110
mg/IV tiap 8 jam diberikan pada waktu persalinan dan seksio sesarea pada semua pasien yang
mendapatkan pemberian steroid yang menahun.Hal ini untuk menghinadarkan terjadinya
insufisiensi adreanal yang berat. Diberikan hidrokortison secara intravena 100 mg tiap 8 jam.
Kemudian penanganan neonatus yang adekuat diperlukan setelah persalinan berkaitan dengan
neonatal heart block dan manifestasi SLE lainnya. 12
Disarankan agar ibu yang dirawat dengan SLE untuk menyusui bayinya jika memungkinkan
karena keuntungan bagi ibu dan janin jauh lebih besar dari kerugiannya. Jika janin lahir
dengan berat badan rendah (BBRL) dan ibu mendapatkan terapi kortikosteroid dalam dosis
yang besar, secara teoritis jumlah kortikosteroid per kgBB yang mungkin diterima janin
melalui ASI patut dikhawatirkan, namun jumlah prednisolon yang disekresikan melalui ASI
sangat kecil sehingga kami rasa kekhawatiran tersebut hanya bersifat teoritis 9,12
9

2.2. NEONATAL LUPUS ERYTHEMATOSUS ( NLE )


2.2.1 ETIOLOGI
Neonatal lupus erythematosus (NLE) mengacu pada spektrum klinis kelainan kulit,
jantung, dan sistemik yang diamati pada bayi baru lahir yang ibunya memiliki autoibodi
terhadap Ro / SSA, La / SSB, dan, lebih jarang, U1-ribonucleoprotein (U1-RNP ) [1-3].
Kondisi
ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1954 oleh McCuistion dan Schoch yang melaporkan
kasus lesi kulit lupus sementara pada bayi dengan ibu ANA-positif [4].
Presentasi yang paling
umum adalah lesi kulit nonscarring, nonatrophic yang menyerupai lupus erythematosus kulit
subakut. Bayi-bayi mungkin tidak memiliki lesi kulit saat lahir tetapi berkembang selama
minggu-minggu pertama kehidupan. Sistem jantung, hematologi, hepatobilier, saraf pusat,
dan paru juga mungkin terlibat. NLE dikaitkan dengan bagian transplasental dari autoantibodi
seperti anti-RoSSA dan anti-La / SSB [5, 6].
Kondisi ini biasanya jinak dan sembuh sendiri
tetapi kadang-kadang dapat dikaitkan dengan gejala sisa serius.

2.2.2 PATOFIOLOGI
Sejumlah penelitian telah menyarankan bahwa NLE disebabkan oleh perjalanan
transplasental autoantibodi ibu [5, 7].
Autoantibodi ini dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan yang berkembang dan meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan NLE. Sekitar
98% bayi yang terkena memiliki trans-fer autoantibodi ibu terhadap Ro / SSA, La / SSB, dan,
lebih jarang, U1-RNP. Namun, hanya 1-2 % dari ibu dengan autoantibodi ini memiliki
neonatus dengan NLE, terlepas dari apakah ibu bergejala atau tidak [8].
52-kD Ro / SSA (Ro52) ribonucleoprotein adalah target anti-genik yang sangat terkait
dengan respons autoimun pada ibu yang anaknya memiliki NLE, blok jantung bawaan, dan
kelainan konduksi lainnya [9].
Anti-Ro52 / SSA autoantibodi memusuhi aktivasi saluran
kalsium tipe-L yang diinduksi serotonin pada sel atrium janin manusia dan memicu respons
inflamasi, yang pada akhirnya menyebabkan fibrosis dan jaringan parut pada simpul
atrioventrikular, simpul sinus, dan bundelnya [ 9, 10].
Ini mungkin menjelaskan kelainan
elektrofisiologis pada NLE dan patogenesis gangguan irama jantung, yang dapat
menyebabkan berkurangnya curah jantung dan perkembangan selanjutnya dari gagal jantung
kongestif [9].
Dalam model tikus, Boutjdir et al. [11]
menunjukkan bahwa IgG yang
10

mengandung antibodi anti-Ro / SSA dan -La / SSB menginduksi blok AV lengkap dalam
detak jantung dan persiapan multi-seluler, sehingga melibatkan interaksi preferensial dari
antibodi ini dengan saluran kalsium dan / atau protein regulator terkait.
Ini konsisten dengan penghambatan saluran kalsium yang diamati yang mungkin merupakan
faktor penting yang berkontribusi terhadap patogenesis penyumbatan jantung lengkap. Cacat
konduksi ini disebabkan oleh antibodi anti-Ro / SSA dan anti-La / SSB serta autoantibodi lain
terhadap adrenoceptor jantung dan reseptor muskarinik asetilkolin [12].
Antibodi yang terkait dengan blok jantung dan dengan penyakit kulit diyakini
berbeda; antibodi terhadap ribonukleo-protein 52/60-kD Ro / SSA dan 48-kD dikaitkan
dengan blok jantung, sedangkan antibodi terhadap ribonucleoprotein La / SSB 50-kD
dikaitkan dengan penyakit kulit [12, 13].
Di sisi lain, autoantibodi anti-U1RNP biasanya
dikaitkan dengan lesi kulit atipikal tanpa kelainan jantung atau sistemik dalam sejumlah kecil
kasus NLE dan dapat berperan dalam patogenesis trombositopenia [10]
. Telah dibuktikan
bahwa antibodi anti-U1RNP dari pasien dengan penyakit jaringan ikat dapat langsung
mengenali berbagai antigen pada permukaan endotel arteri pulmonalis, termasuk komponen
U1RNP atau polipeptida lain yang tidak diketahui.
Hasil ini menunjukkan bahwa pengikatan HPAEC pada autoantibody ini mungkin
menjadi salah satu pemicu peradangan sel endotel pada berbagai penyakit jaringan ikat [14]
.
Spektrum penyakit kulit pada bayi yang positif antibodi U1RNP mirip dengan bayi yang
positif antibodi Ro / SSA dengan NLE. Penyumbatan jantung komplit bukan merupakan fitur
NLE antibodi-positif U1RNP. Penelitian pengetikan HLA menunjukkan pola imunogenetik
yang lebih beragam pada ibu dengan antibodi U1RNP bayi dengan NLE yang lebih beragam
dibandingkan dengan ibu yang positif antibodi Ro / SSA. Telah ditunjukkan bahwa jumlah
anti-tubuh ibu, daripada kehadirannya, dikaitkan dengan cedera jaringan janin . Namun,
[13]

hanya beberapa neonatus yang terpapar antibodi ini yang mengalami komplikasi. Oleh karena
itu, faktor-faktor lain seperti titer antibodi ibu, kecenderungan genetik, dan faktor lingkungan
seperti infeksi virus mungkin terlibat. Selain itu, induksi apoptosis pada kardiomiosit kultur
telah dibuktikan menghasilkan ekspresi antigen Ro / La pada permukaan sel untuk pengakuan
dengan sirkulasi antibodi ibu [15]
. Diperkirakan bahwa in vivo, kardiosit apoptosis opsonized
semacam itu meningkatkan respons inflamasi oleh penduduk makrofag dengan kerusakan
pada jaringan konduksi di sekitarnya.
Selain keberadaannya di kulit dan jantung, antigen Ro juga ditemukan di hati, usus,
paru-paru, otak, dan sel darah — jaringan yang paling sering terkena NLE [3].
Radiasi
ultraviolet dan estrogen meningkatkan ekspresi antigen Ro pada permukaan keratinosit [3]
.
11

Meskipun radiasi ultraviolet dapat menginduksi atau memperburuk lesi kulit, itu tidak
diperlukan untuk perkembangan mereka [10] .
Karena kesempatan terbatas untuk paparan sinar matahari pada neonatus dan bayi muda,
fotosensitifitas lebih sering terlihat setelah fototerapi untuk hiperbilirubinemia neonatal [10] .

2.2.3 EPIDEMIOLOGY
NLE adalah penyakit autoimun yang jarang didapat yang terjadi pada 1 dari setiap
20.000 kelahiran hidup di AS [5] . Di tempat lain, epidemiologi biasanya dijelaskan dalam seri
kasus kecil [7, 16]
. Kehadiran kompleks histokompatibilitas mayor tertentu seperti antigen
leukosit manusia B8 dan antigen leukosit manusia DR3 pada ibu mempredisposisi bayi
menjadi NLE dan blok jantung bawaan [17, 18] . Meskipun tidak ada kecenderungan rasial yang
jelas, perbedaan dalam hasil antara minoritas dan kulit putih telah diamati [5, 10, 16, 18-20] .
Seperti banyak penyakit autoimun, laporan dari Research Registry for Neonatal Lupus
/ US menunjukkan bahwa rasio perempuan-laki-laki adalah sekitar 2: 1 dengan NLE kulit,
tetapi distribusi gender untuk penyakit jantung kira-kira sama [21, 22] .
Risiko NLE atau blok jantung bawaan terjadi pada seorang wanita yang dites positif
Ro / SSA yang belum pernah memiliki anak dengan NLE atau blok jantung bawaan kurang
dari 1%. Banyak ibu seropositif dengan antibodi anti-Ro / SSA dan anti-La / SSB melahirkan
bayi yang tidak menunjukkan tanda dan gejala NLE. Namun, pada mereka yang memiliki
bayi dengan NLE, risiko penyakit jantung dan / atau kulit untuk kehamilan di masa depan
tinggi. Insiden blok jantung bawaan adalah 15-30% pada bayi dengan NLE. [19] Blok jantung
biasanya berkembang dalam rahim antara minggu ke-18 dan ke-24 kehamilan. Bayi yang
lahir dari ibu dengan hipotiroidisme karena autoantibodi tiroid dan positifitas anti-Ro / SSA
berisiko sembilan kali lebih tinggi terkena blok jantung lengkap bawaan dibandingkan bayi
yang lahir dari ibu dengan ibu yang hanya memiliki kepositifan anti-Ro / SSA [23]. Sekitar
40-60% ibu tidak menunjukkan gejala ketika bayi didiagnosis memiliki NLE [8]
. Ibu yang
tersisa mungkin memiliki SLE, sindrom Sjogen, rheumatoid arthritis, atau gangguan
autoimun yang tidak berbeda. Ibu dengan sindrom Sjogen primer atau sindrom autoimun
yang tidak berbeda memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi dengan blok jantung lengkap
bawaan dibandingkan dengan SLE [12, 24]
. Tidak ada hubungan dengan penyakit autoimun
paternal. [12]
12

2.2.4 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis NLE yang paling umum adalah, dalam urutan penurunan frekuensi,
kelainan dermatologis, jantung, dan hati [1, 5, 10, 16, 25]
. Beberapa bayi juga mungkin memiliki
kelainan hematologis, neurologis, atau limpa [5, 7, 10, 16]
. Satu atau lebih sistem mungkin
terlibat.
Wisuth-sarewong et al. melakukan penelitian retrospektif untuk meninjau manifestasi
klinis pada 17 pasien (10 perempuan dan 7 laki-laki) dengan NLE terlihat di Departemen
Pediatri, Siriraj Hospital dari tahun 1993 hingga 2008 [10]
. Keterlibatan kulit, jantung,
hepatobilier, dan hematologis ditemukan pada 70,6%, 64,7%, 52,9%, dan 35,3% bayi.
Lesi kulit mungkin hadir saat lahir tetapi sering muncul dalam beberapa minggu
pertama kehidupan [26, 27]
. Plak eritematosa atau polikistik annular dengan atau tanpa sisik
halus mencirikan NLE dan muncul terutama pada kulit kepala, leher, atau wajah (biasanya
periorbital dalam distribusi), tetapi plak serupa dapat muncul pada ekstremitas [10, 26]
.
Dermatitis menyerupai ruam kulit lupus erythematosus subakut daripada ruam malar pada
SLE [25] .Erythema periorbital, disebut sebagai "mata rakun" atau "mata burung hantu," adalah
karakteristik yang sangat umum [3, 10]
. Kadang-kadang, lesi mungkin urtikaria, deskuamatif,
ulseratif, atau berkrusta [28, 29] . Lesi bulosa dapat dilihat dengan kecenderungan khusus untuk
sol kaki [25] .
Dalam satu penelitian, keterlibatan kulit ditandai sebagai bercak eritematosa (91,7%),
lesi kulit kutaneus lupus erythematosus subakut (50%), petekie (41,7%), persisten marmutata
(16,7%), dan lesi diskoid (8,3%) [10]
. Pada beberapa bayi, paparan sinar matahari tampaknya
memicu erupsi [30]
. Lesi ini biasanya berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan dan kemudian menghilang secara spontan sebagai akibat dari hilangnya antibodi ibu
dalam sirkulasi neonatal [26]. Lesi eritematosa aktif setelah tahun pertama kehidupan harus
dicurigai. Dispigmentasi sering terjadi tetapi biasanya sembuh secara spontan. Lesi atrofi dan,
jarang, bekas luka atrofi dapat berkembang [10, 27]
. Telangiectasia seringkali menonjol dan
merupakan satu-satunya manifestasi kulit yang dilaporkan pada beberapa pasien. Perubahan
telangiectatic atrofi paling jelas di dekat pelipis dan kulit kepala dan tidak selalu terjadi di
situs yang sama dengan lesi eritematosa [26]
. Situs terakhir kadang-kadang dapat dikaitkan
dengan alopecia permanen. Telangiektasia, jaringan parut, dan perubahan atrofi diharapkan
bertahan.
Manifestasi jantung meliputi kelainan konduksi (blok jantung derajat pertama, kedua,
dan ketiga) dan kardiomiopati [1, 2, 5, 24, 31]
. Blok jantung derajat ketiga, setelah terbentuk,
13

biasanya tidak dapat dikembalikan [26]


. Blok jantung kongenital dapat muncul sebagai
bradikardia yang dicatat dalam uterus atau selama pemeriksaan fisik saat lahir [24] .
Gangguan konduksi juga dapat muncul sebagai detak jantung tidak teratur dan perpanjangan
interval QT [24]
. Blok jantung kongenital dapat dikaitkan dengan fibroelastosis endokardial
dan kardiomiopati [32] . Dalam beberapa kasus, miokarditis dan perikarditis dapat berkembang
yang dapat menyebabkan bradikardia. Gagal jantung adalah komplikasi yang diketahui
selama periode neonatal.
Gambaran klinis keterlibatan hepatobilier dapat berupa peningkatan enzim hati
(seperti aspartate aminotransferase dan alanine aminotransferase) dan / atau
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang terjadi beberapa minggu atau bulan setelah kelahiran
dan diselesaikan setelahnya. Beberapa bayi mungkin mengalami hepatomegali ringan dan,
lebih jarang, splenomegali [25] .
Hepatomegali dan splenomegali biasanya bersifat sementara. Hepatitis kolestatik dan
gagal hati juga dapat terjadi. Gangguan hematologis (mis., Anemia hemolitik,
trombositopenia, dan neutropenia) dapat terjadi dalam 2 minggu pertama kehidupan. Bayi
dengan keterlibatan hematologis biasanya tanpa gejala [25]. Autoantibodi, terutama anti-Ro,
berikatan langsung dengan neutrofil dan menyebabkan neutropenia. Trombositopenia dapat
bermanifestasi sebagai petekie. Gejala hematologis biasanya muncul pada sekitar minggu
kedua kehidupan dan menghilang pada akhir bulan kedua. Limfopenia adalah temuan yang
relatif umum pada orang dewasa dengan SLE tetapi bukan kelainan hematologis khas NLE
[26]
.
Kelainan lain seperti hidrosefalus dan makro- cephaly dapat terjadi [33]
. Meningitis aseptik
dan mielopati jarang dilaporkan [10] . Pneumonitis dapat bermanifestasi sebagai takipnea dan /
atau takikardia.

2.2.5 DIAGNOSIS dan DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan fitur klinis dan demonstrasi antibodi
terkait-NLE dalam serum ibu atau bayi yang terkena [5, 10, 16]
. NLE dapat meniru banyak
kondisi [5, 10, 16]
. Diagnosis banding NLE meliputi dermatitis seboroik, dermatitis atopik,
akne neonatal, tinea korporis, psoriasis, granuloma annulare, eritema multiforme, histiositosis
sel Langerhans, rubella bawaan, sifilis kongenital, sifilis kongenital, sindrom Bloom, dan
sindrom Rothmund-Thomson [3] .
14

2.2.6 INVESTIGASI LABORATORIUM


NLE dikaitkan dengan antibodi anti-Ro / SSA pada lebih dari 90% pasien [9]
.
Kadang-kadang, pasien hanya memiliki antibodi anti-La / SSB atau anti-U1RNP. Skrining
bayi dengan NLE untuk mengetahui keberadaan antibodi ini sangat direkomendasikan [2]
.
Banyak ibu tanpa gejala memiliki antibodi putatif positif selama kehamilan [10]
. Dengan
demikian, para ibu dari pasien yang diduga memiliki lupus ery-thematosus neonatal harus
diskrining untuk antinuklear, DNA anti-rantai ganda, anti-Ro / SSA, anti-La / SSB, dan
antibodi anti-U1-RNP, terlepas dari gejala atau status klinis mereka [9]
. Karena antibodi anti-
Ro / SSA dapat dideteksi pada satu dari 200 wanita hamil, risiko untuk wanita yang anti-Ro /
SSA-positif untuk memiliki bayi dengan NLE relatif rendah [26]
. Di sisi lain, kadar anti-Ro /
SSA yang tinggi berkorelasi dengan risiko komplikasi jantung. Ultrasonografi /
elektrokardiografi prenatal serial harus dilakukan pada wanita hamil dengan titer anti-Ro
tinggi (≥50U / mL) [13] .
Ultrasonografi prenatal dapat membantu mengidentifikasi NLE yang memengaruhi
jantung. Ekokardiografi dapat mengungkapkan berbagai jenis kelainan struktural di jantung;
gabungan elektro-kardiografi dan pemantauan Holter 24 jam dapat mengungkapkan berbagai
gangguan konduksi jantung atau berbagai jenis blok jantung.
Investigasi laboratorium dapat mengungkapkan pansitopenia, trombositopenia, leukopenia,
atau peningkatan level transaminase [34] .
Biopsi kulit bermanfaat pada pasien dengan NLE ketika diagnosisnya diragukan.
Pemeriksaan histologis menunjukkan dermatitis antarmuka, kerusakan keratinosit,
hiperkeratosis sedang, penyumbatan folikel, dan degenerasi vakuolar pada lapisan sel basal.
Atrofi epidermal dapat ditemukan [26]. Infiltrat inflamasi mungkin hebat dengan
pembentukan bulla secara histologis. Pemeriksaan imunofluoresen menunjukkan endapan
imunoglobulin G (IgG) granular di persimpangan dermabermal; Deposisi IgM dan C3
mungkin juga jelas.
Biopsi kulit tidak bersifat patognomonik. Berbagai kondisi inflamasi dan infeksi dapat
menunjukkan gambaran histologis yang serupa. Dalam kasus-kasus NLE dan autoantibodi
positif yang khas, biopsi kulit tidak wajib untuk mengkonfirmasi diagnosis.
15

E. PERAWATAN dan TINDAK LANJUT


Neonatus dengan NLE harus dikelola di pusat perawatan tersier. Keterlibatan tim
multidisiplin juga mungkin ditunjukkan. Pasien dengan NLE dengan keterlibatan jantung
memerlukan pemantauan rutin untuk menilai fungsi jantung dan kebutuhan alat pacu jantung.
Alat pacu jantung sering diperlukan bagi mereka yang tidak mampu mengimbangi detak
jantung yang lambat. Ekokardiografi serial untuk memantau interval PR yang lama juga
harus diatur. Jika keterlibatan jantung parah, aktivitas mungkin harus dibatasi pada anak
kecil.
Tabir surya mungkin berguna dalam pengobatan kutaneus lupus erythematosus, tetapi
neonatus cenderung terkena sinar matahari secara berlebihan. Namun demikian, paparan sinar
matahari harus dihindari jika memungkinkan. Orang tua harus disarankan untuk
menggunakan tabir surya jauh sebelum paparan sinar matahari dan menggunakan tabir surya
dengan SPF tinggi yang menyediakan cakupan spektrum luas (UV-A) yang tahan air.
Modifikasi perilaku untuk memasukkan penghindaran matahari harus didorong. Pakaian
pelindung sangat diinginkan. Strategi yang bertujuan mencegah penyakit sebelum timbulnya
jaringan parut yang tidak dapat dibatalkan adalah prioritas tinggi. Lesi kulit NLE dapat
diobati dengan kortikosteroid topikal ringan.
Agen antimalaria memiliki potensi toksisitas dan awitan aksi yang penggunaannya
dalam pengobatan kondisi sementara ini mungkin tidak diindikasikan [26]
. Terapi laser dapat
dipertimbangkan untuk telangiectasia residual. Kortikosteroid sistemik dan agen
imunosupresif umumnya tidak diindikasikan dalam pengobatan NLE. [26] SLE umumnya tidak
diindikasikan dalam pengobatan NLE [26]
. Anak-anak dengan NLE perlu melanjutkan tindak
lanjut, terutama sebelum remaja dan jika ibu itu sendiri memiliki penyakit autoimun [35]
.
Meskipun anak mungkin tidak berada pada peningkatan risiko mengembangkan SLE,
perkembangan beberapa bentuk penyakit autoimun pada anak usia dini mungkin menjadi
perhatian.
Bayi dengan keterlibatan hati dan hematologi yang parah mungkin memerlukan
pengobatan dengan kortikosteroid sistemik, imunoglobulin intravena, dan / atau agen
imunosupresif [10] .
16

2.2.7 PROGNOSIS
Morbiditas dan mortalitas SLE pada masa kanak-kanak tergantung pada sistem organ
yang terpengaruh [5, 7]
. Anak-anak dengan NLE memiliki hasil jangka panjang yang sangat
baik ketika hanya lesi kulit yang hadir [36]
. Lesi kulit biasanya menghilang pada usia 6 bulan
bersamaan dengan pembersihan tubuh ibu dari sirkulasi anak [5, 24, 31]
. Keterlibatan kulit
mungkin, jarang, menyebabkan pembentukan bekas luka. Meskipun anak-anak dengan
penyakit kulit mungkin lebih rentan mengembangkan SLE atau autoimunitas di kemudian
hari, ini terutama karena kecenderungan genetik mereka, bukan karena mereka menderita
NLE.
Saudara kandung mereka yang tidak terpengaruh juga berisiko mengalami pengembangan
SLE atau autoimunitas. Sementara lesi kulit NLE sendiri jinak, NLE kulit dikaitkan dengan
risiko 6-10 kali lipat untuk anak berikutnya dengan NLE jantung [5, 24, 31]
. NLE dengan
keterlibatan jantung dikaitkan dengan angka kematian 20-30% pada periode neonatal [5, 24, 31]
.
Mortalitas sangat tinggi dalam kasus blok jantung kongenital dengan kardiomiopati
bersamaan [19, 26]
. Kematian paling sering terjadi akibat gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh blok jantung bawaan. Sekitar 57 hingga 66% pasien dengan blok jantung
bawaan akhirnya membutuhkan alat pacu jantung [5, 24, 31, 36]
. Mereka yang menggunakan alat
pacu jantung berisiko mengalami kardiomiopati dilatasi dalam hidup mereka [37] .
Kematian juga bisa terjadi di kemudian hari sebagai akibat dari kegagalan alat pacu
jantung. Namun, banyak anak-anak dengan blok jantung bawaan mungkin relatif tidak
menunjukkan gejala sampai remaja, ketika mereka mulai berolahraga. Pada saat itu, mereka
dapat mengembangkan sinkop dan memerlukan implantasi alat pacu jantung.
Tingkat kekambuhan blok jantung kongenital rendah, sekitar 15%, tetapi ini hampir
tiga kali lebih tinggi daripada risiko blok jantung kongenital pada primigravida dengan
antibodi diduga [12]
. Uji klinis prospektif tentang penggunaan steroid fluorinated antenatal
pada wanita dengan antibodi anti-SSA / Ro dan / atau anti-SSB / La dengan blok jantung
yang diidentifikasi dalam rahim diperlukan sebelum rekomendasi definitif dapat dibuat.
17

Sejumlah kasus anekdotal mendukung penggunaan deksametason untuk pengobatan hidrops


dan kemungkinan blok tidak lengkap [12] .
Sebagian besar pasien dengan NLE yang mempengaruhi hati atau darah memiliki
penyakit sementara yang sembuh secara spontan dalam 4-6 bulan. Dalam beberapa kasus,
hepatitis kolestatik dan gagal hati dapat terjadi yang berhubungan dengan prognosis yang
buruk. Anemia, trombositopenia, dan neutropenia terbatas. Namun, jika terdapat
trombositopenia berat, perdarahan internal dapat menyebabkan prognosis buruk.

2.2.8 KEHAMILAN MASA DEPAN


Meskipun penyakit janin disebut neonatal lupus erythe-matosus, ini dianggap keliru
karena hanya sekitar 25% ibu yang benar-benar memenuhi kriteria untuk diagnosis SLE [12]
.
Selain itu, ibu tanpa gejala tidak selalu menjadi sakit [12]
. Ibu dari bayi dengan NLE, terutama
bayi dengan blok jantung bawaan, memiliki risiko 2 kali lipat hingga 3 kali lipat memiliki
bayi yang terkena pada kehamilan berikutnya. Di sisi lain, risiko untuk wanita anti-Ro / SSA-
positif yang tidak dipilih telah diperkirakan 1-2% [26] .
Sebuah studi prospektif terkontrol mengenai hasil kehamilan pada 100 wanita dengan
penyakit autoimun dan antibodi anti-Ro / SSA menunjukkan bahwa prevalensi blok jantung
bawaan pada bayi baru lahir secara prospektif menindaklanjuti wanita yang sudah diketahui
anti-Ro / SSA positif dan dengan jaringan ikat yang diketahui. gangguan adalah 2% [24, 38]
.
Pada ibu dengan anti-Ro / SSA dan / atau anti-La / SSB anti-badan dan bayi dengan blok
jantung bawaan, risiko kekambuhan pada keturunan berikutnya adalah 17-25% [2, 39
] . Oleh
karena itu, pemantauan cermat kehamilan berikutnya dengan ultrasonografi dan
ekokardiografi serial, khususnya pada usia kehamilan 18-24 minggu, sangat penting.
Imunoglobulin intravena perlu evaluasi sebagai pendekatan profilaksis potensial pada ibu
yang sebelumnya memiliki anak yang terkena [40] .
Namun, dua penelitian gagal menunjukkan manfaat dalam hasil dari imunoglobulin
intravena [41, 42] . Di sisi lain, penggunaan hydroxychloroquine untuk pasien dengan SLE telah
dikaitkan dengan tingkat yang lebih rendah dari NLE selama kehamilan [43] .
Shinohara et al. menilai kemungkinan mencegah manifestasi jantung atau kulit dari
NLE atau mengobati janin dengan blok jantung bawaan dengan memberikan terapi
kortikosteroid kepada ibu [44]
. Delapan puluh tujuh anak dari 40 ibu yang anti-Ro / SSA-
positif, ditindaklanjuti dari 1979 hingga 1996, dievaluasi. Tak satu pun dari 26 neonatus yang
ibunya menerima terapi pemeliharaan kortikosteroid yang dimulai sebelum usia kehamilan 16
minggu menunjukkan blok jantung bawaan, sedangkan 15 dari 61 neonatus yang ibunya tidak
18

menerima korosterosteroid selama kehamilan atau mulai menerima terapi steroid setelah
kehamilan 16 minggu memiliki blok jantung bawaan. Blok jantung bawaan lengkap, sekali
dikembangkan, tidak menanggapi pengobatan kortikosteroid dalam rahim. Empat bayi yang
ibunya menerima pengobatan kortikosteroid sebelum kehamilan 16 minggu memiliki lesi
kulit NLE.

Para penulis menyimpulkan bahwa setelah tersumbat, blok jantung kongenital lengkap tidak
dapat dipulihkan, dan terapi kortikosteroid ibu tidak secara efektif mencegah LE kulit.
Namun, terapi perawatan prenatal dengan prednisolon atau betametason yang diberikan
kepada ibu dimulai pada awal kehamilan (sebelum usia kehamilan 16 minggu) dapat
mengurangi risiko pengembangan blok jantung bawaan yang dimediasi antibodi pada
keturunannya [44]
. Ibu dengan SLE harus dirawat dengan obat yang efektif dan aman untuk
janin [45] .
Pendekatan semacam itu dapat mengurangi atau mengurangi prevalensi penyumbatan
jantung lengkap yang terkait dengan NLE. Tincani et al. baru-baru ini melaporkan
peningkatan kejadian ketidakmampuan belajar pada anak-anak yang lahir dari ibu dengan
SLE [45].
Kortikosteroid dan beberapa obat imunosupresif dapat digunakan pada kehamilan untuk
mengendalikan penyakit ibu. Beberapa data menunjukkan bahwa paparan janin yang lama
terhadap deksametason dapat mengganggu perkembangan otak [46]. Di sisi lain, Tincani et
al. diikuti 6 anak (rentang usia, 14-65 bulan), lahir dari pasien yang diobati dengan
deksametason karena blok jantung bawaan [45]
. Anak-anak ini ditemukan memiliki
kecerdasan normal [45] .
19

BAB III
Kesimpulan

SLE adalah suatu penyakit yang kronis, rekuren, dan dapat menyebabkan kegagalan
multi organ yang cukup menyulitkan untuk mendiagnosa penyakit ini secara tepat, sehingga
diperlukan kombinasi dari manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis yang
akurat sangatlah penting karena dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas baik pada ibu
maupun pada bayi.
Neonatal lupus erythematosus (NLE) mengacu pada spektrum klinis kelainan kulit,
jantung, dan sistemik yang diamati pada bayi baru lahir yang ibunya memiliki antibodi
terhadap Ro / SSA dan La / SSB. Kondisi ini mungkin terkait dengan gejala sisa serius.
Neonatus dengan NLE harus dikelola di pusat perawatan tersier, dan keterlibatan tim
multidisiplin dapat diindikasikan.
20

Rujukan

1. S. Garcia and A. C. Campos-de-Carvalho, “Neonatal lupus syndrome: the heart as a target of


the immune system,” Anais da Academia Brasileira de Ciencias, vol. 72, no. 1, pp. 83–89,
2000.
2. L. K. Hornberger and N. Al Rajaa, “Spectrum of cardiac involvement in neonatal lupus,”
Scandinavian Journal of Im- munology, vol. 72, no. 3, pp. 189–197, 2010.
3. M. F. Perez, M. E. de Torres, M. M. Buja ́n, A. Lanoe l̈ , A. B. Cervini, and A. M. Pierini,
“Neonatal lupus erythematosus: a report of four cases,” Anais Brasileiros de Dermatologia,
vol. 86, no. 2, pp. 347–351, 2011.
4. C. H. McCuistion and E. P. Schoch Jr., “Possible discoid lupus erythematosus in newborn
infant: report of a case with subsequent development of acute systemic lupus erythemato- sus
in mother,” AMA Archives of Dermatology and Syphilology, vol. 70, no. 6, pp. 782–785,
1954.
5. J. P. Buyon and R. M. Clancy, “Neonatal lupus syndromes,” Current Opinion in
Rheumatology, vol. 15, no. 5, pp. 535–541, 2003.
6. K. Ayed, Y. Gorgi, I. Sfar, and M. Khrouf, “Congenital heart block associated with maternal
anti SSA/SSB antibodies: a report of four cases,” Pathologie Biologie, vol. 52, no. 3, pp. 138–
147, 2004.
7. L. Li, G. F. Dong, F. Z. Han, Y. Cui, Y. Z. Shi, and X. Zhang, “Neonatal lupus
erythematosus: a report of 7 cases and review of 87 cases of China,” Zhonghua Er Ke Za Zhi,
vol. 49, pp. 146– 150, 2011.
8. M. Shahian, A. Khosravi, and M. H. Anbardar, “Early choles- tasis in neonatal lupus
erythematosus,” Annals of Saudi Medi- cine, vol. 31, no. 1, pp. 80–82, 2011.
9. P. Eftekhari, L. Salle, F. Lezoualc’h et al., “Anti-SSA/Ro52 autoantibodies blocking the
cardiac 5-HT4 serotoninergic re- ceptor could explain neonatal lupus congenital heart block,”
European Journal of Immunology, vol. 30, pp. 2782–2790, 2000.
10. W. Wisuthsarewong, J. Soongswang, and R. Chantorn, “Neo- natal lupus erythematosus:
clinical character, investigation, and outcome,” Pediatric Dermatology, vol. 28, no. 2, pp.
115– 121, 2011.
11. M. Boutjdir, L. Chen, Z. H. Zhang, C. E. Tseng, N. El-Sherif, and J. P. Buyon, “Serum and
immunoglobulin G from the mother of a child with congenital heart block induce conduc-
tion abnormalities and inhibit L-type calcium channels in a rat heart model,” Pediatric
Research, vol. 44, no. 1, pp. 11–19, 1998.
12. J. P. Buyon, “Neonatal lupus: bedside to bench and back,” Scandinavian Journal of
Rheumatology, vol. 25, no. 5, pp. 271– 276, 1996.
21

13. E. Jaeggi, C. Laskin, R. Hamilton, J. Kingdom, and E. Silver- man, “The importance of the
level of maternal anti-Ro/SSA antibodies as a prognostic marker of the development of car-
diac neonatal lupus erythematosus. A Prospective Study of 186 antibody-exposed fetuses and
infants,” Journal of the American College of Cardiology, vol. 55, no. 24, pp. 2778–2784,
2010.
14. M. Okawa-Takatsuji, S. Aotsuka, S. Uwatoko et al., “Endothe- lial cell-binding activity of
anti-U1-ribonucleoprotein anti- bodies in patients with connective tissue diseases,” Clinical
and Experimental Immunology, vol. 126, no. 2, pp. 345–354, 2001.
15. M. E. Miranda-Carus, A. D. Askanase, R. M. Clancy et al., “Anti-SSA/Ro and anti-SSB/La
autoantibodies bind the sur- face of apoptotic fetal cardiocytes and promote secretion of TNF-
α by macrophages,” Journal of Immunology, vol. 165, no. 9, pp. 5345–5351, 2000.
16. J. Liu, Y. H. Yang, Y. T. Lin, and B. L. Chiang, “Clinical char- acteristics of neonatal lupus
erythematosus,” Journal of Micro- biology, Immunology and Infection, vol. 34, no. 4, pp.
265–268, 2001.
17. P. H. Schur, I. Meyer, M. Garovoy, and C. B. Carpenter, “Asso- ciations between systemic
lupus erythematosus and the major histocompatibility complex: clinical and immunological
con- siderations,” Clinical Immunology and Immunopathology, vol. 24, no. 2, pp. 263–275,
1982.
18. S. Miyagawa, K. Shinohara, T. Fujita et al., “Neonatal lupus erythematosus: analysis of HLA
class II alleles in mothers and siblings from seven Japanese families,” Journal of the
American Academy of Dermatology, vol. 36, no. 2, part 1, pp. 186–190, 1997.

19. P. M. Izmirly, A. Saxena, M. Y. Kim et al., “Maternal and fetal factors associated with
mortality and morbidity in a multi-racial/ethnic registry of anti-SSA/Ro-associated cardiac
neonatal lupus,” Circulation, vol. 124, pp. 1927–1935, 2011.
20. S. Miyagawa, “Neonatal lupus erythematosus: a review of the racial differences and
similarities in clinical, serological and immunogenetic features of Japanese versus Caucasian
patients,” Journal of Dermatology, vol. 32, no. 7, pp. 514–522, 2005.
21. J. P. Buyon, R. Hiebert, J. Copel et al., “Autoimmune- associated congenital heart block:
demographics, mortality, morbidity and recurrence rates obtained from a national neonatal
lupus registry,” Journal of the American College of Cardiology, vol. 31, no. 7, pp. 1658–
1666, 1998.
22. A. R. Neiman, L. A. Lee, W. L. Weston, and J. P. Buyon, “Cut- aneous manifestations of
neonatal lupus without heart block: characteristics of mothers and children enrolled in a
national registry,” Journal of Pediatrics, vol. 137, no. 5, pp. 674–680, 2000.
23. D. Spence, L. Hornberger, R. Hamilton, and E. D. Silverman, “Increased risk of complete
congenital heart block in infants born to women with hypothyroidism and anti-Ro and/or anti-
La antibodies,” Journal of Rheumatology, vol. 33, no. 1, pp. 167–170, 2006.
24. A.Brucato,M.Frassi,F.Franceschinietal.,“Riskofcongenital complete heart block in newborns
of mothers with anti- Ro/SSA antibodies detected by counterimmunoelectrophore- sis: a
prospective study of 100 women,” Arthritis & Rheuma- tism, vol. 44, pp. 1832–1835, 2001.
25. E. Silverman and E. Jaeggi, “Non-cardiac manifestations of neonatal lupus erythematosus,”
Scandinavian Journal of Im- munology, vol. 72, no. 3, pp. 223–225, 2010.
26. L. A. Lee, “Cutaneous lupus in infancy and childhood,” Lupus, vol. 19, no. 9, pp. 1112–1117,
2010.
27. C. Lynn Cheng, S. Galbraith, and K. Holland, “Congenital lupus erythematosus presenting at
birth with widespread ero- sions, pancytopenia, and subsequent hepatobiliary disease,”
Pediatric Dermatology, vol. 27, no. 1, pp. 109–111, 2010.
28. Y. Penate, D. Lujan, J. Rodriguez et al., “Neonatal lupus ery- thematosus: 4 cases and clinical
review,” Actas Dermosifiliogr, vol. 96, pp. 690–696, 2005.
29. D.ElishandN.B.Silverberg,“Neonatallupuserythematosus,” Cutis, vol. 77, no. 2, pp. 82–86,
2006.
30. R. Cimaz, M. Biggioggero, L. Catelli, S. Muratori, and S. Cambiaghi, “Ultraviolet light
exposure is not a requirement for the development of cutaneous neonatal lupus,” Lupus, vol.
11, no. 4, pp. 257–260, 2002.
22

31. P. M. Izmirly, C. Llanos, L. A. Lee, A. Askanase, M. Y. Kim, and J. P. Buyon, “Cutaneous


manifestations of neonatal lupus and risk of subsequent congenital heart block,” Arthritis and
Rheumatism, vol. 62, no. 4, pp. 1153–1157, 2010.
32. G. Guettrot-Imbert, L. Cohen, L. Fermont et al., “A new presentation of neonatal lupus: 5
Cases of isolated mild endo- cardial fibroelastosis associated with maternal anti-SSA/Ro and
anti-SSB/La antibodies,” Journal of Rheumatology, vol. 38, no. 2, pp. 378–386, 2011.
33. C.A.Boros,D.Spence,S.Blaser,andE.D.Silverman,“Hydro- cephalus and macrocephaly: new
manifestations of neonatal lupus erythematosus.,” Arthritis and Rheumatism, vol. 57, no. 2,
pp. 261–266, 2007.
34. Q. Yang, X. M. Shao, Y. Cao et al., “Neonatal lupus erythe- matosus: analysis of 8 cases,”
Zhonghua er Ke Za Zhi, vol. 46, no. 1, pp. 18–21, 2008

35. V. Martin, L. A. Lee, A. D. Askanase, M. Katholi, and J. P. Buyon, “Long-term followup of


children with neonatal lupus and their unaffected siblings,” Arthritis and Rheumatism, vol.
46, no. 9, pp. 2377–2383, 2002.
36. W. Sun, T. M. Yuan, L. H. Chen, and H. M. Yu, “Neonatal lupus erythematosus: three case
reports and review of the chi- nese literature,” Clinical Pediatrics, vol. 49, no. 7, pp. 627–634,
2010.
37. M. A. Akin, A. Baykan, S. Sezer, and T. Gunes, “Review of literature for the striking clinic
picture seen in two infants of mothers with systemic lupus erythematosus,” Journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, vol. 24, no. 8, pp. 1022–1026, 2011.
38. A. Brucato, A. Doria, M. Frassi et al., “Pregnancy outcome in 100 women with autoimmune
diseases and anti-Ro/SSA anti- bodies: a prospective controlled study,” Lupus, vol. 11, no. 11,
pp. 716–721, 2002.
39. C. H. Yang, J. Y. Chen, S. C. Lee, and S. F. Luo, “Successful pre- ventive treatment of
congenital heart block during pregnancy in a woman with systemic lupus erythematosus and
anti- Sjo ̈gren’s syndrome A/Ro antibody,” Journal of Microbiology, Immunology and
Infection, vol. 38, no. 5, pp. 365–369, 2005.
40. J. P. Buyon, R. M. Clancy, and D. M. Friedman, “Cardiac manifestations of neonatal lupus
erythematosus: guidelines to management, integrating clues from the bench and bedside,”
Nature Clinical Practice Rheumatology, vol. 5, no. 3, pp. 139– 148, 2009.
41. D. M. Friedman, C. Llanos, P. M. Izmirly et al., “Evaluation of fetuses in a study of
intravenous immunoglobulin as preventive therapy for congenital heart block: results of a
multicenter, prospective, open-label clinical trial,” Arthritis and Rheumatism, vol. 62, no. 4,
pp. 1138–1146, 2010.
42. C. N. Pisoni, A. Brucato, A. Ruffatti et al., “Failure of intra- venous immunoglobulin to
prevent congenital heart block: findings of a multicenter, prospective, observational study,”
Arthritis and Rheumatism, vol. 62, no. 4, pp. 1147–1152, 2010.
43. P. M. Izmirly, M. Y. Kim, C. Llanos et al., “Evaluation of the risk of anti-SSA/Ro-SSB/La
antibody-associated cardiac mani- festations of neonatal lupus in fetuses of mothers with sys-
temic lupus erythematosus exposed to hydroxychloroquine,” Annals of the Rheumatic
Diseases, vol. 69, no. 10, pp. 1827– 1830, 2010.
44. K. Shinohara, S. Miyagawa, T. Fujita, T. Aono, and K. I. Kldo- guchi, “Neonatal lupus
erythematosus: results of maternal corticosteroid therapy,” Obstetrics and Gynecology, vol.
93, no. 6, pp. 952–957, 1999.
45. A. Tincani, C. B. Rebaioli, M. Frassi et al., “Pregnancy and autoimmunity: maternal treatment
and maternal disease influence on pregnancy outcome,” Autoimmunity Reviews, vol. 4, no. 7,
pp. 423–428, 2005.
46. O. Baud, L. Foix-L’Helias, M. Kaminski et al., “Antenatal glu- cocorticoid treatment and
cystic periventricular leukomalacia in very premature infants,” The New England Journal of
Medi- cine, vol. 341, no. 16, pp. 1190–1196, 1999.
23

Anda mungkin juga menyukai