Teknik sampling
Dalam penelitian kuantitatif, apalagi jika dirancang sebagai sebuah penelitian survei
(survey research), keberadaan populasi dan sampel penelitian nyaris tak dapat
dihindarkan. Populasi dan sampel merupakan sumber utama untuk memperoleh
data yang dibutuhkan dalam mengungkapkan fenomena atau realitas yang
dijadikan fokus penelitian kita. Demi mencapai keakuratan dan validitas data yang
dihasilkan, populasi dan sampel yang dijadikan objek penelitian harus memiliki
kejelasan baik dari segi scope, ukuran, maupun karakteristiknya. Dengan kata lain,
kejelasan populasi dan ketepatan pengambilan sampel dalam penelitian akan
menentukan validitas proses dan hasil penelitian kita.
Apa itu populasi penelitian? Apa itu sampel dan bagaimana kaitan antara populasi
dan sampel dalam sebuah penelitian? Simak uraian-uraian di bawah ini.
Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas objek
yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated). Ciri-ciri populasi
disebut parameter. Oleh karena itu, populasi juga sering diartikan sebagai kumpulan
objek penelitian dari mana data akan dijaring atau dikumpulkan. Populasi dalam
penelitian (penelitian komunikasi) bisa berupa orang (individu, kelompok,
organisasi, komunitas, atau masyarakat) maupun benda, misalnya jumlah terbitan
media massa, jumlah artikel dalam media massa, jumlah rubrik, dan sebagainya
(terutama jika penelitian kita menggunakan teknik analisis isi (content analysis).
Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi
sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran
adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Sebagai contoh, misalnya
kita akan meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa
Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad dan kita hanya akan memokuskan penelitian kita
pada mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan, maka seluruh
mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad adalah populasi sampling, sedangkan
seluruh mahasiswa yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan adalah populasi
sasaran.
Konsep lainnya yang harus dipahami-dan tidak boleh dikelirukan- adalah jumlah
populasi (population numbers) dan ukuran populasi (population size). Jumlah
populasi adalah banyaknya kategori populasi yang dijadikan objek penelitian yang
dinotasikan dengan huruf K. Misalnya, ketika kita meneliti tingkat rata-rata prestasi
akademik mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad (Fikom Unpad), maka jumlah
populasinya adalah satu, yakni kategori mahasiswa. Sementara itu, jika kita
meneliti sikap sivitas akademika Fikom Unpad terhadap kebijakan rektor dalam
menaikkan biaya pendidikan, maka jumlah populasinya sebanyak kategori yang
terkandung dalam konsep sivitas akademika, misalnya terdiri dari kategori
mahasiswa, dosen, dan staf administratif. Jadi, jumlah populasinya ada tiga. Ukuran
populasi adalah banyaknya unsur atau unit yang terkandung dalam sebuah kategori
populasi tertentu, yang dilambangkan dengan huruf N. Misalnya, ketika kita meneliti
bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa Fikom Unpad, maka
jumlah populasinya adalah satu dan ukuran populasinya 8.236 orang (sesuai
dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar resmi di Fikom Unpad).
Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka
penelitian kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat
mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif,
sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka
gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh.
Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun
demikian, dalam batas-batas tertentu sensus kadang-kadang tidak efektif dan tidak
efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber daya yang ada pada
peneliti. Misalnya, bila dikaitkan dengan fokus penelitian, keterbatasan waktu,
tenaga, dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
sUKURAN SAMPEL
Ukuran sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi, sebagaimana
diungkapkan di atas, merupakan salah satu faktor penentu tingkat
kerepresentatifan sampel yang digunakan. Pertanyaannya, berapa besar sampel
harus diambil dari populasi agar memenuhi syarat kerepresentatifan?
Dalam menentukan menentukan ukuran sampel (n) yang harus diambil dari
populasi agar memenuhi persyaratan kerepresentatifan, tidak ada kesepakatan
bulat di antara para ahli metodolologi penelitian (hal ini wajar, sebab dalam dunia
ilmu yang ada adalah sepakat untuk tidak sepakat asal masing-masing konsisten
dengan rujukan yang digunakannya, sehingga ilmu itu bisa terus berproses dan
berkembang). Pada umumnya, buku-buku metodologi penelitian menyebut angka
lima persen hingga 10 persen untuk menegaskan berapa ukuran sampel yang harus
diambil dari sebuah populasi tertentu dalam penelitian sosial. Pendapat ini tentu
saja sulit untuk dijelaskan apa alasannya jika ditinjau dari aspek metodologi
penelitian.
Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang
ditulis oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989),
menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang
harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan yaitu:
Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini dapat
digunakan.
Rumus Slovin:
n =
1 + Ne
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%,
2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.
Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka
Rumus Yamane yang harus digunakan.
n =
Nd + 1
Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang.
Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya
sampel adalah:
4000
n = - = 364
4000 x (0,05) + 1
Berdasarkan prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari
populasi (teknik sampling), kita dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu:
sampel probabilitas (probability sampling) dan sampel nonprobabilitas
(nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel random
(sampel acak) adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada prinsip teori
peluang, yakni prinsip memberikan peluang yang sama kepada seluruh unit
populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sebaliknya, sampel nonprobabilitas atau
sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang pengambilannya
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (bisa pertimbangan
penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas diambil dengan
menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling random,
sedangkan untuk mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom
digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni pertimbangan-pertimbangan
tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang lebih
tinggi daripada sampel nonprobabilitas.
Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa
sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh
setiap unit penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel
yang dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.
Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
2. Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
3. Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran
populasinya.
2. Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih karena selain
meringankan pekerjaan, juga lebih memberikan jaminan yang lebih besar bahwa
setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai
sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam
populasi (N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai
sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit (digit), oleh karena itu dalam
kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari 001 sampai 500.
Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random yang selalu ada
pada lampiran buku-buku metodologi penelitian atau buku-buku metode statistika.
Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel Bilangan Random itu disusun
secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai tabel tersebut dapat mulai
melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di samping itu, ia dapat juga
mengikutinya ke arah mana saja. Penentuan angka pertama dapat dilakukan,
misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata pensil mengarah ke bawah
pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel bilangan random yang kita
gunakan. Angka random yang terkena oleh mata pensil tadi adalah unsur sampel
pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita dapat menentukan unsur sampel lainnya
dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom yang sama, atau ke samping
mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara apa saja yang dianggap
mudah.
Interval sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi
ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari
populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n) berkuran 50, maka
interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai
unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka
penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k
Unsur ketiga = s + 2k
Misalnya ukuran populasinya 500 (N=500) dan ukuran sampel yang akan diambil
sebesar 50 (n=50), maka pasti k = 10. Andaikan saja unsur sampel pertama yang
terpilih adalah nomor urut 005, maka unsur-unsur selanjunya yang harus diambil
adalah nomor 015, 025, 035, 045, 055, 065, 075, dan seterusnya dengan
berpatokan pada penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir.
1. Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk
menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan. Sebagai contoh, populasi
penelitian Anda adalah seluruh mahasiswa Unpad. Dalam kenyataannya
karakteristik mahasiswa Unpad tidak sama (tidak homogen) sebab di Unpad
terdapat program pendidikan jenjang D3, S1, S2, dan S3 yang tentu saja
karakteristik (terutama karakteristik akademisnya) berbeda-beda. Maka dalam
keadaan populasi yang demikian, mahasiswa Unpad sebagai populasi harus dibagi
kedalam strata (subpopulasi) mahasiswa D3, mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan
mahasiswa S3. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria untuk pembagian
strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel yang
menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel yang
hendak diteliti itu. Misalnya, tingkat motivasi belajar mahasiswa erat kaitannya
dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Jadi, dalam penelitian tentang motivasi
belajar mahasiswa (misalnya), jenjang pendidikan dijadikan dasar dalam
menentukan strata populasi.
2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan
untuk menstratifikasi. Misalnya, data mengenai pembagian jenjang pendidikan pada
mahasiswa Unpad didasarkan pada kenyataan bahwa di Unpad memang terdapat
berbagai jenjang pendidikan.
3. Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus
diketahui dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka
sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan dijadikan sumber dalam
menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat, bahwa teknik sampling
random strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran sampel yang harus diambil
dari setiap strata dan belum mampu menentukan siapa saja sampel yang harus
diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk menentukan saampel sasaran
atau responden masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan teknik sampling
random sederhana atau teknik sampling random sistematik, setelah sebelumnya
dibuatkan kerangka sampling untuk setiap subpopulasinya.
Sampel strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dan sampel
strata disproporsional. Teknik sampling random strata proporsional digunakan
apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer dalam setiap
strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional,
dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata
dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling fraction) yang sama yang
digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang menunjukkan persentase ukuran
sampel yang akan diambil dari ukuran populasi tertentu. Sebagai contoh, jumlah
keseluruhan mahasiswa Unpad ada 25.000 orang, sehingga ukuran populasinya
25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu, misalnya kita menggunakan Rumus
Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang mahasiswa, maka pecahan
samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan cara membagi ukuran
sampel yang dikehendaki dengan ukuran populasinya (n/N). Dengan demikian,
maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil sampel sebesar 10 %
sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara keseluruhan yang
merepresentasikan populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel 1
Keterangan:
Penggunaan Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika
proporsi ukuran subpopulasinya (jumlah satuan elementer pada strata) tidak
seimbang, ada yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil, sehingga
kalau digunakan teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran
subpopulasinya sama dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya
sama dengan ukuran populasinya (total sampling atau sensus) maka data yang
diperoleh dari sampel tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan
menggunakan analisis statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi
yang demikian, gunakanlah Teknik Sampling Random Strata Disproporsional.
Pada Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap
subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah pecahan samplingnya.
Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik sampling ini, nanti
pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel masing-masing strata
harus dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata tersebut. Teknis
pengambilan sampel strata disproporsional dapat dilihat pada contoh tabel di
bawah ini.
Tabel 2
Keterangan:
Ukuran sampel ditetapkan 2500, dibagi rata pada setiap strata (625).
Karena sampel setiap strata tidak proporsional dengan strata yang bersangkutan
dalam populasi, maka data pada setiap strata harus dikalikan dengan bobot (bobot
yang disesuaikan). Bobot diperoleh dengan rumus: 1/ps atau satu dibagi pecahan
smpling. Untuk memudahkan perhitungan, bobot dibulatkan dengan angka
terrendah sebagai standar (bernilai 1). Misalnya, 15,87/3,19 = 4,97, dibulatkan
menjadi 5.
Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti,
sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan
keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster
yang berbeda-beda. Misalnya, populasi puah penelitian kita adalah seluruh murid
Sekolah Dasar (SD) yang ada di Wilayah Kota Bandung. Tidak mungkin kita dapat
menghimpun semua data anak SD dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun
mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya
yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu kita buat
berdasarkan nama sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut klaster. Klater dapat
berupa sekolah, kelas, kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya.
Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan
sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah
penelitian kita ada di Kelurahan Gunung Sampah, yang terdiri dari 10 RW, maka kita
dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah penelitian
dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel
(responden).
Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka
pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa
tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak
tahap (multistage cluster sampling). Misalnya kita akan meneliti pendapat seluruh
ibu rumah tangga yang ada di wilayah Kota Bandung tentang konversi bahan bakar
minyak tanah ke gas elpiji. Populasi penelitiannya adalah seluruh ibu rumah tangga
yang ada di Kota Bandung. Kota Bandung kita bagi dulu ke dalam Wilayah Bandung
Timur, Bandung, Barat, Bandung Selatan, dan Bandung Utara. Dari setiap wilayah
itu kita jabarkan lagi pada kecamatan-kecamatan, lalu ambil secara random,
misalnya, dua kecamatan dari setiap wilayah sehingga diperoleh delapan
kecamatan. Apabila kita berhenti sampai di sini, maka seluruh ibu rumah tangga
yang berdomisi di delapan kecamatan terpilih itu adalah sampel penelitian kita.
Tetapi jika kita merasa jumlahnya masih terlalu besar, maka kita boleh menjabarkan
wilayah kecamatan terpilih itu menjadi kelurahan-kelurahan, sehingga wilayah
kecamatan tadi kita jadikan populasi sampling. Dari situ secara random, misalnya,
kita ambil dua kelurahan dri setiap kecamatan terpilih, sehingga kita memiliki 16
kelurahan sebagai wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh ibu rumah tangga
di 16 kelurahan itu harus dijadikan responden. Jika dirasakan masih terlalu banyak
jumlahnya, kita diperbolehkan untuk menurunkan lagi wilayah penelitian pada
wilayah yang lebih kecil, misalnya RW, dan seterusnya dengan cara yang sama.
Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:
Jenis penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:
Blank Foreign Elements. Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu
sumber tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang
yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan. Hal ini disebabkan
mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.
Cluster of Elements. Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama
dengan yang kita butuhkan. Misalnya, jika kita ingin meneliti pelajar sekolah dasar
yang bertempat tinggal di Kota A, kita tidak akan memperoleh daftarnya, yang kita
temukan hanyalah daftar nama sekolah dasar yang ada di Kota A.
Referensi :
3. Bridget Somekh and Cathy Lewin, 2005, Research Methods in The Social
Sciences, London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage Publications, Inc.
4. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta:
LP3ES.
5. Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif:
Teori dan Aplikasi, Jakarta: P.T. Radjagrafindo Persada.
Cara menghitung besar sampel suatu penelitian sangat ditentukan oleh desain
penelitian yang digunakan dan data yang diambil. Jenis penelitian observasional
dengan menggunakan disain cross-sectional akan berbeda dengan case-control
study dan khohor, demikian pula jika data yang dikumpulkan adalah proporsi akan
beda dengan jika data yang digunakan adalah data continue. Pada penelitian di
bidang kesehatan masyarakat, kebanyakan menggunakan disain atau pendekatan
cross-sectional atau belah lintang, meskipun ada beberapa yang menggunakan
case control ataupun khohor.
Untuk penelitian survei, biasanya rumus yang bisa dipakai menggunakan proporsi
binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari
dengan menggunakan rumus berikut:
Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1 maka besar
sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rumus Lemeshow
Keterangan :
= derajat kepercayaan
1- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui
kadang-kadang diubah menjadi:
Misalnya, kita ingin mencari sampel minimal untuk suatu penelitian mencari faktor
determinan pemberian ASI secara eksklusif. Untuk mendapatkan nilai p, kita harus
melihat dari penelitian yang telah ada atau literatur. Dari hasil hasil penelitian
Suyatno (2001) di daerah Demak-Jawa Tengah, proporsi bayi (p) yang diberi
makanan ASI eksklusif sekitar 17,2 %. Ini berarti nilai p = 0,172 dan nilai q = 1 p.
Dengan limit dari error (d) ditetapkan 0,05 dan nilai Alfa = 0,05, maka jumlah
sampel yang dibutuhkan sebesar:
Jika tidak diketemukan nilai p dari penelitian atau literatur lain, maka dapat
dilakukan maximal estimation dengan p = 0,5. Jika ingin teliti teliti maka nilai d
sekitar 2,5 % (0,025) atau lebih kecil lagi.
Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control maupun
kohort adalah sama, terutama jika menggunakan ukuran proporsi. Hanya saja untuk
penelitian khohor, ada juga yang menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).
Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel
minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang
kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan
kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk
mencari sampel
Pada penelitian khohor yang dicari adalah jumlah minimal untuk kelompok
exposure dan non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak terpapar. Jika yang
digunakan adalah data proporsi maka untuk penelitian khohor nilai p0 pada rumus
di atas sebagai proporsi yang sakit pada populasi yang tidak terpapar dan p1
adalah proporsi yang sakit pada populasi yang terpapar atau nilai p1 = p0 x RR
(Relative Risk).
Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan, tinggi badan, IMT
dan sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi, maka penentuan besar sampel
untuk kelompok dilakukan berdasarkan rumus berikut.
Contoh kasus, misalnya kita ingin mencari sampel minimal pada penelitian tentang
pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan terhadap berat badan bayi. Dengan
menggunakan tingkat kemaknaan 95 % atau Alfa = 0,05, dan tingkat kuasa/power
90 % atau =0,10, serta kesudahan (outcome) yang diamati adalah berat badan
bayi yang ditetapkan memiliki nilai asumsi SD=0,94 kg (mengacu data dari
penelitian LPKGM di Purworejo,
Jawa Tengah), dan estimasi selisih antara nilai mean kesudahan (outcome) berat
badan kelompok tidak terpapar dan kelompok terpapar selama 4 bulan pertama
kehidupan bayi (U0 U1) sebesar 0,6 kg (mengacu hasil penelitian Piwoz, et al.
1994), maka perkiraan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan tiap kelompok
pengamatan, baik terpapar atau tidak terpapar adalah:
Pada penelitian khohor harus ditambah dengan jumlah lost to follow atau akalepas
selama pengamatan, biasanya diasumsikan 15 %. Pada contoh diatas, maka sampel
minimal yang diperlukan menjadi n= 52 (1+0,15) = 59,8 bayi atau dibulatkan
menjadi sebanyak 60 bayi untuk masing-masing kelompok baik kelompok terpapar
ataupun tidak terpapar atau total 120 bayi untuk kedua kelompok tersebut.
Penelitian Eksperimental
j = jumlah replikasi
Contohnya: Jika jumlah perlakuan ada 4 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
perlakuan dapat dihitung:
r>6
Referensi:
2. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta
3. Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State
University Press, 1967
Cara menghitung besar sampel suatu penelitian sangat ditentukan oleh desain
penelitian yang digunakan dan data yang diambil. Jenis penelitian observasional
dengan menggunakan disain cross-sectional akan berbeda dengan case-control
study dan khohor, demikian pula jika data yang dikumpulkan adalah proporsi akan
beda dengan jika data yang digunakan adalah data continue. Pada penelitian di
bidang kesehatan masyarakat, kebanyakan menggunakan disain atau pendekatan
cross-sectional atau belah lintang, meskipun ada beberapa yang menggunakan
case control ataupun khohor.
Untuk penelitian survei, biasanya rumus yang bisa dipakai menggunakan proporsi
binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari
dengan menggunakan rumus berikut:
Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa melakukan
pengambilan sampel secara acak).
Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1 maka besar
sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rumus Lemeshow
Keterangan :
= derajat kepercayaan
1- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui
kadang-kadang diubah menjadi:
Misalnya, kita ingin mencari sampel minimal untuk suatu penelitian mencari faktor
determinan pemberian ASI secara eksklusif. Untuk mendapatkan nilai p, kita harus
melihat dari penelitian yang telah ada atau literatur. Dari hasil hasil penelitian
Suyatno (2001) di daerah Demak-Jawa Tengah, proporsi bayi (p) yang diberi
makanan ASI eksklusif sekitar 17,2 %. Ini berarti nilai p = 0,172 dan nilai q = 1 p.
Dengan limit dari error (d) ditetapkan 0,05 dan nilai Alfa = 0,05, maka jumlah
sampel yang dibutuhkan sebesar:
Contoh Rumus Sampel Cross Sectional
Jika tidak diketemukan nilai p dari penelitian atau literatur lain, maka dapat
dilakukan maximal estimation dengan p = 0,5. Jika ingin teliti teliti maka nilai d
sekitar 2,5 % (0,025) atau lebih kecil lagi.
Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control maupun
kohort adalah sama, terutama jika menggunakan ukuran proporsi. Hanya saja untuk
penelitian khohor, ada juga yang menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).
Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel
minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang
kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan
kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk
mencari sampel
Pada penelitian khohor yang dicari adalah jumlah minimal untuk kelompok exposure
dan non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak terpapar. Jika yang digunakan
adalah data proporsi maka untuk penelitian khohor nilai p0 pada rumus di atas
sebagai proporsi yang sakit pada populasi yang tidak terpapar dan p1 adalah
proporsi yang sakit pada populasi yang terpapar atau nilai p1 = p0 x RR (Relative
Risk).
Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan, tinggi badan, IMT
dan sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi, maka penentuan besar sampel
untuk kelompok dilakukan berdasarkan rumus berikut.
Contoh kasus, misalnya kita ingin mencari sampel minimal pada penelitian tentang
pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan terhadap berat badan bayi. Dengan
menggunakan tingkat kemaknaan 95 % atau Alfa = 0,05, dan tingkat kuasa/power
90 % atau =0,10, serta kesudahan (outcome) yang diamati adalah berat badan
bayi yang ditetapkan memiliki nilai asumsi SD=0,94 kg (mengacu data dari
penelitian LPKGM di Purworejo,
Jawa Tengah), dan estimasi selisih antara nilai mean kesudahan (outcome) berat
badan kelompok tidak terpapar dan kelompok terpapar selama 4 bulan pertama
kehidupan bayi (U0 U1) sebesar 0,6 kg (mengacu hasil penelitian Piwoz, et al.
1994), maka perkiraan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan tiap kelompok
pengamatan, baik terpapar atau tidak terpapar adalah:
Pada penelitian khohor harus ditambah dengan jumlah lost to follow atau akalepas
selama pengamatan, biasanya diasumsikan 15 %. Pada contoh diatas, maka sampel
minimal yang diperlukan menjadi n= 52 (1+0,15) = 59,8 bayi atau dibulatkan
menjadi sebanyak 60 bayi untuk masing-masing kelompok baik kelompok terpapar
ataupun tidak terpapar atau total 120 bayi untuk kedua kelompok tersebut.
Penelitian Eksperimental
j = jumlah replikasi
Contohnya: Jika jumlah perlakuan ada 4 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
perlakuan dapat dihitung:
r>6
Referensi:
2. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta
3. Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State
University Press, 1967
(Oleh: Suharto)
A. Pendahuluan
Fenomena yang sering terjadi ketika mahasiswa akan menyelesaikan tugas akhir,
diantaranya adalah ketika menemukan data rasio yang pada gilirannya akan
berhadapan dengan model alat analisis mana yang akan di gunakan. Karena dari
beberapa literatur, memperlakukan data rasio berikut alat analisisnya akan memiliki
perbedaan bila kita memperlakukan data yang berbentuk, nominal, ordinal, dan
interval. Data rasio memiliki spesifikasi yang paling kuat diantara data-data lain,
dibandingkan dengan misalnya, data nominal, ordinal dan data interval. Data rasio
juga memiliki ukuran yang paling komplek dan memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh
data nominal, data ordinal dan data interval serta ditambah dengan satu sifat yang
lain. Selain itu, data rasio lebih tepat bila diterapkan dengan menggunakan alat
analisis statistik parametrik, yakni statistik yang berhubungan dengan parameter.
Sedangkan data nominal dan data ordinal, memiliki kecenderungan bila kita
menggunakan alat analisis statistik non parametrik.
Beberapa ahli berpendapat bahwa pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
metode ilmiah diantaranya adalah melakukan langkah-langkah sistematis.
Menuruti Schluter (Moh Nazir, 2006), langkah penting sebelum sampai tahapan
analisis data dan penentuan model adalah ketika kita melakukan pengumpulan dan
manipulasi data sehingga bisa digunakan bagi keperluan pengujian hipotesis.
Mengadakan manipulasi data berarti mengubah data mentah dari awal menjadi
suatu bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan
antar fenomena.
Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang, melakukan analisis berdasarkan
pada kerangka hipotesis dilakukan dengan membuat model matematis untuk
membangun refleksi hubungan antar fenomena yang secara implisit sudah
dilakukan dalam rumusan hipotesis. Analisis data merupakan bagian yang amat
penting dalam metode ilmiah.
Data bisa memiliki makna setelah dilakukan analisis dengan menggunakan model
yang lazim digunakan dan sudah diuji secara ilmiah meskipun memiliki peluang
menggunakan alat analisis lain. Akan tetapi masing-masing model, jika ditelaah
satu demi satu, sebenarnya hanya sebagian saja yang bisa digunakan untuk kondisi
dan data tertentu. Ia tidak bisa digunakan untuk menganalisis data jika model yang
digunakan kurang sesuai dengan bagaimana kita memperoleh data jika
menggunakan instrumen. Timbangan tidak bisa digunakan untuk mengukur tinggi
badan seseorang. Sebaliknya meteran tidak bisa digunakan untuk mengukur berat
badan seseorang. Karena masing-masing instrumen memiliki kegunaan masing-
masing.
Dalam hal ini, tentu saja kita tidak ingin menggunakan model analisis hanya
semata-mata karena menuruti selera dan kepentingan. Suatu model hanya lazim
digunakan setelah kita mempertimbangkan kondisi bagaimana data dikumpulkan.
Karena dalam teori, alat analisis model adalah alat yang tidak bisa digunakan dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan logis. Ia memang
bisa digunakan untuk menghitung secara matematis, akan tetapi tidak dalam teori.
Orang selain kurang begitu puas dengan atribut baik atau buruk, setuju atau tidak
setuju, tetapi juga menginginkan sesuatu yang berada diantara baik dan buruk atau
diantara setuju dan tidak setuju. Karena gradasi, merupakan kelaziman yang
diminta bagi sebagian orang bisa menguak secara detail objek penelitian. Semakin
banyak gradasi yang dibuat dalam instrumen penelitian, hasilnya akan makin
representatif.
Menuruti Moh. Nazir (2006), teknik membuat skala adalah cara mengubah fakta-
fakta kualitatif (atribut) menjadi suatu urutan kuantitatif (variabel). Mengubah fakta-
fakta kualitatif menjadi urutan kuantitatif itu telah menjadi satu kelaziman paling
tidak bagi sebagian besar orang, karena berbagai alasan. Pertama, eksistensi
matematika sebagai alat yang lebih cenderung digunakan oleh ilmu-ilmu
pengetahuan sehingga bisa mengundang kuantitatif variabel. Kedua, ilmu
pengetahuan, disamping akurasi data, semakin meminta presisi yang lebih baik,
lebih-lebih dalam mengukur gradasi. Karena perlunya presisi, maka kita belum tentu
puas dengan atribut baik atau buruk saja. Sebagian peneliti ingin mengukur sifat-
sifat yang ada antara baik dan buruk tersebut, sehingga diperoleh suatu skala
gradasi yang jelas.
B. Pembahasan
a. Data nominal
Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis data digunakan, berikut ini
akan diberikan ulasan tentang bagaimana sebenarnya data nominal yang sering
digunakan dalam statistik nonparametrik bagi mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir,
data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan
kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan
apapun.
Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit. Data
nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki urutan. Bila objek
dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka,
set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa.
Misalnya tentang jenis olah raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian masing-
masing anggota set di atas kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan
renang (3). Jelas kelihatan bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa
tingkat olah raga basket lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi
dari tenis. Angka tersebut tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka
yang diberikan hanya berfungsi sebagai label saja. Begitu juga tentang suku, yakni
Dayak, Bugis dan Badui.
Tentang partai, misalnya Partai Bulan, Partai Bintang dan Partai Matahari. Masing-
masing kategori tidak dinyatakan lebih tinggi dari atribut (nama) yang lain.
Seseorang yang pergi ke Jakarta, tidak akan pernah mengatakan dua setengah kali,
atau tiga seperempat kali. Tetapi akan mengatakan dua kali, lima kali, atau tujuh
kali. Begitu juga tentang ukuran jumlah anak dalam suatu keluarga. Numerik yang
dihasilkan akan selalu berbentuk bilangan bulat, demikian seterusnya. Tidak akan
pernah ada bilangan pecahan. Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran
dengan skala nominal.
Menuruti Sugiono, alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang
digunakan untuk data nominal adalah Coefisien Contingensi. Akan tetapi karena
pengujian hipotesis Coefisien Contingensi memerlukan rumus Chi Square (2),
perhitungannya dilakukan setelah kita menghitung Chi Square. Penggunaan model
statistik nonparametrik selain Coefisien Contingensi tidak lazim dilakukan.
b. Data ordinal
Bagian lain dari data kontinum adalah data ordinal. Data ini, selain memiliki nama
(atribut), juga memiliki peringkat atau urutan. Angka yang diberikan mengandung
tingkatan. Ia digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai
yang paling tinggi, atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut
terhadap objek, tetapi hanya memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah
set objek yang dinomori, dari 1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan
seterusnya, bila dinyatakan dalam skala, maka jarak antara data yang satu dengan
lainnya tidak sama. Ia akan memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai
paling rendah. Atau paling baik sampai ke yang paling buruk.
Misalnya dalam skala Likert (Moh Nazir), mulai dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu,
tidak setuju sampai sangat tidak setuju. Atau jawaban pertanyaan tentang
kecenderungan masyarakat untuk menghadiri rapat umum pemilihan kepala
daerah, mulai dari tidak pernah absen menghadiri, dengan kode 5, kadang-kadang
saja menghadiri, dengan kode 4, kurang menghadiri, dengan kode 3, tidak pernah
menghadiri, dengan kode 2 sampai tidak ingin menghadiri sama sekali, dengan
kode 1. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh
data ordinal. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang lazim
digunakan untuk data ordinal adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall Tau.
c. Data interval
Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal
dan ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan
data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek
yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari
objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala
interval dinamakan data interval.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala interval ini akan diperoleh data
interval. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang lazim
digunakan untuk data interval ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial
Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.
d. Data rasio
Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain,
yakni ukuran yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang
diukur dinamakan ukuran rasio (data rasio). Data rasio, yang diperoleh melalui
pengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak
dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik
nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data rasio dapat dibuat perkalian
ataupun pembagian.
Angka pada data rasio dapat menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur.
Jika ada 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai pendapatan masing-masing
perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp. 50.000. Bila dilihat dengan
ukuran rasio maka pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi
A. Pendapatan pengemudi D adalah 5 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan
pengemudi C adalah 4/3 kali pendapatan pengemudi B.
Dengan kata lain, rasio antara pengemudi C dan A adalah 4 : 1, rasio antara
pengemudi D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio antara pengemudi C dan B
adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000, dan
pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh data
rasio lainnya adalah berat badan bayi yang diukur dengan skala rasio. Bayi A
memiliki berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika
diukur dengan skala rasio, maka bayi A memiliki rasio berat badan 3 kali dari berat
badan bayi C. Bayi B memiliki rasio berat badan dua kali dari berat badan bayi C,
dan bayi C memiliki rasio berat badan sepertiga kali berat badan bayi A, dst.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data
rasio. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah statistik
parametrik dan yang lazim digunakan untuk data rasio ini adalah Pearson Korelasi
Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan
Multiple Regression.Sesuai dengan ulasan jenis pengukuran yang digunakan, maka
variabel penelitian lazimnya bisa di bagi menjadi 4 jenis variabel, yakni variabel
(data) nominal, variabel (data) ordinal, variabel (data) interval, dan variabel (data)
rasio.
Variabel nominal, yaitu variabel yang dikategorikan secara diskrit dan saling
terpisah satu sama lain, misalnya status perkawinan, jenis kelamin, suku bangsa,
profesi pekerjaan seseorang dan sebagainya. Variabel ordinal adalah variabel yang
disusun atas dasar peringkat, seperti motivasi seseorang untuk bekerja, peringkat
perlombaan catur, peringkat tingkat kesukaran suatu pekerjaan dan lain-lain.
Variabel interval adalah variabel yang diukur dengan ukuran interval seperti indek
prestasi mahasiswa, skala termometer dan sebagainya, sedangkan variabel rasio
adalah variabel yang disusun dengan ukuran rasio seperti tingkat penganggguran,
penghasilan, berat badan, dan sebagainya.
Adakalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis statistik
nonparametrik dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi biaya, waktu maupun
dasar teori. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson Korelasi
Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regresion dan
Multiple Regression, padahal data yang kita miliki adalah hasil pengukuran dengan
skala ordinal, sedangkan persyaratan penggunaan statistik parametrik adalah selain
data harus berbentuk interval atau rasio, data harus memiliki distribusi normal. Jika
kita tidak ingin melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data
ordinal, hal itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran
skala ordinal menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval.
Menuruti Al-Rasyid, menaikkan data dari skala ordinal menjadi skala interval
dinamakan transformasi data. Transformasi data itu dilakukan diantaranya adalah
dengan menggunakan Metode Suksesive Interval (MSI). Tujuan dari dilakukannya
transformasi data adalah untuk menaikkan data dari skala pengukuran ordinal
menjadi skala dengan pengukuran interval yang lazim digunakan bagi kepentingan
analisis statistik parametrik.
Transformasi data ordinal menjadi interval itu, selain merupakan suatu kelaziman,
juga untuk mengubah data agar memiliki sebaran normal. Artinya, setelah
dilakukan transformasi data dari ordinal menjadi interval, penggunaan model dalam
suatu penelitian tidak perlu melakukan uji normalitas. Karena salah satu syarat
penggunaan statistik parametrik, selain data harus memiliki skala interval (dan
rasio), data juga harus memiliki distribusi (sebaran) normal.
DAFTAR PUSTAKA
J.T. Roscoe, Fundamental Research Statistic for the Behavioral Sciences, Hol,
Rinehart and Winston, Inc., New York, 1969
J Supranto, Statistik, Teori Dan Aplikasi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta,
1987
Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Ronald E Walpole, Pengantar Statistika, Edisi ke-3, Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1992.
Wijayanto, 2003. Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.5. Pascasarjana FE-
UI, Jakarta.
Oleh: Suharto
A. Pendahuluan
Menuruti Schluter (Moh Nazir, 2006), langkah penting sebelum sampai tahapan
analisis data dan penentuan model adalah ketika kita melakukan pengumpulan dan
manipulasi data sehingga bisa digunakan bagi keperluan pengujian hipotesis.
Mengadakan manipulasi data berarti mengubah data mentah dari awal menjadi
suatu bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan
antar fenomena. Kelaziman kuantifikasi sebaiknya dilakukan kecuali bagi atribut-
atribut yang tidak dapat dilakukan. Dan dari kuantifikasi data itu, penentuan mana
yang dikatakan data nominal, ordinal, interval dan ratio bisa dilakukan demi
memasuki wilayah penentuan model.
Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang, melakukan analisis berdasarkan
pada kerangka hipotesis dilakukan dengan membuat model matematis untuk
membangun refleksi hubungan antar fenomena yang secara implisit sudah
dilakukan dalam rumusan hipotesis. Analisis data merupakan bagian yang amat
penting dalam metode ilmiah. Data bisa memiliki makna setelah dilakukan analisis
dengan menggunakan model yang lazim digunakan dan sudah diuji secara ilmiah
meskipun memiliki peluang menggunakan alat analisis lain. Akan tetapi masing-
masing model, jika ditelaah satu demi satu, sebenarnya hanya sebagian saja yang
bisa digunakan untuk kondisi dan data tertentu. Ia tidak bisa digunakan untuk
menganalisis data jika model yang digunakan kurang sesuai dengan bagaimana kita
memperoleh data jika menggunakan instrumen. Timbangan tidak bisa digunakan
untuk mengukur tinggi badan seseorang. Sebaliknya meteran tidak bisa digunakan
untuk mengukur berat badan seseorang. Karena masing-masing instrumen memiliki
kegunaan masing-masing.
Dalam hal ini, tentu saja kita tidak ingin menggunakan model analisis hanya
semata-mata karena menuruti selera dan kepentingan. Suatu model hanya lazim
digunakan setelah kita mempertimbangkan kondisi bagaimana data dikumpulkan.
Karena dalam teori, alat analisis model adalah alat yang tidak bisa digunakan dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan logis. Ia memang
bisa digunakan untuk menghitung secara matematis, akan tetapi tidak dalam teori.
Banyaknya konsumsi makanan tentu memiliki hubungan dengan berat badan
seseorang. Akan tetapi banyaknya konsumsi makanan penduduk pulau Nias, tidak
akan pernah memiliki hubungan dengan berat badan penduduk Kalimantan.
Motivasi kerja sebuah perusahaan makanan ringan, tidak akan memiliki hubungan
dengan produktivitas petani Sawit. Model analisis statistik hanya bisa digunakan jika
data yang diperoleh memiliki syarat-syarat tertentu. Salah satu diantaranya adalah
masing-masing variabel tidak memiliki hubungan linier yang eksak. Data yang kita
peroleh melalui instrumen pengumpul data itu bisa dianalisis dengan menggunakan
model tanpa melanggar kelaziman.
Menuruti Moh. Nazir (2006), teknik membuat skala adalah cara mengubah fakta-
fakta kualitatif (atribut) menjadi suatu urutan kuantitatif (variabel). Mengubah fakta-
fakta kualitatif menjadi urutan kuantitatif itu telah menjadi satu kelaziman paling
tidak bagi sebagian besar orang, karena berbagai alasan. Pertama, eksistensi
matematika sebagai alat yang lebih cenderung digunakan oleh ilmu-ilmu
pengetahuan sehingga bisa mengundang kuantitatif variabel. Kedua, ilmu
pengetahuan, disamping akurasi data, semakin meminta presisi yang lebih baik,
lebih-lebih dalam mengukur gradasi. Karena perlunya presisi, maka kita belum tentu
puas dengan atribut baik atau buruk saja. Sebagian peneliti ingin mengukur sifat-
sifat yang ada antara baik dan buruk tersebut, sehingga diperoleh suatu skala
gradasi yang jelas.
B. Pembahasan
a. Data nominal
Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis data digunakan, berikut ini
akan diberikan ulasan tentang bagaimana sebenarnya data nominal yang sering
digunakan dalam statistik nonparametrik bagi mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir,
data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan
kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan
apapun. Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau
diskrit. Data nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki urutan. Bila objek
dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka,
set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa. Misalnya tentang jenis olah
raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian masing-masing anggota set di atas
kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan renang (3). Jelas kelihatan
bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa tingkat olah raga basket
lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi dari tenis. Angka tersebut
tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka yang diberikan hanya
berfungsi sebagai label saja. Begitu juga tentang suku, yakni Dayak, Bugis dan
Badui. Tentang partai, misalnya Partai Bulan, Partai Bintang dan Partai Matahari.
Masing-masing kategori tidak dinyatakan lebih tinggi dari atribut (nama) yang lain.
Seseorang yang pergi ke Jakarta, tidak akan pernah mengatakan dua setengah kali,
atau tiga seperempat kali. Tetapi akan mengatakan dua kali, lima kali, atau tujuh
kali. Begitu juga tentang ukuran jumlah anak dalam suatu keluarga. Numerik yang
dihasilkan akan selalu berbentuk bilangan bulat, demikian seterusnya. Tidak akan
pernah ada bilangan pecahan. Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran
dengan skala nominal. Menuruti Sugiono, alat analisis (uji hipotesis asosiatif)
statistik nonparametrik yang digunakan untuk data nominal adalah Coefisien
Contingensi. Akan tetapi karena pengujian hipotesis Coefisien Contingensi
memerlukan rumus Chi Square (2), perhitungannya dilakukan setelah kita
menghitung Chi Square. Penggunaan model statistik nonparametrik selain Coefisien
Contingensi tidak lazim dilakukan.
b. Data ordinal
Bagian lain dari data yang sering digunakan dalam statistik nonparametrik adalah
data ordinal. Data ini, selain memiliki nama (atribut), juga memiliki peringkat atau
urutan. Angka yang diberikan mengandung tingkatan. Ia digunakan untuk
mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, atau
sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya
memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang dinomori, dari
1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, bila dinyatakan dalam
skala, maka jarak antara data yang satu dengan lainnya tidak sama. Ia akan
memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah. Atau paling baik
sampai ke yang paling buruk. Misalnya dalam skala Likert (Moh Nazir), mulai dari
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju sampai sangat tidak setuju. Atau
jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat untuk menghadiri rapat
umum pemilihan kepala daerah, mulai dari tidak pernah absen menghadiri, dengan
kode 5, kadang-kadang saja menghadiri, dengan kode 4, kurang menghadiri,
dengan kode 3, tidak pernah menghadiri, dengan kode 2 sampai tidak ingin
menghadiri sama sekali, dengan kode 1. Dari hasil pengukuran dengan
menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh data ordinal. Alat analisis (uji
hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang lazim digunakan untuk data ordinal
adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall Tau.
c. Data interval
Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal
dan ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan
data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek
yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari
objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala
interval dinamakan data interval. Misalnya tentang nilai ujian 4 orang mahasiswa,
yakni A, B, C, dan D diukur dengan ukuran interval pada skala prestasi dengan
ukuran 1, 2, 3, dan 4, maka dapat dikatakan bahwa beda prestasi antara mahasiswa
C dan A adalah 3 1 = 2. Beda prestasi antara mahasiswa D dan B adalah 4 2 =
2. Akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa prestasi mahasiswa D adalah 2 kali
prestasi mahasiswa B ataupun prestasi mahasiswa D adalah 4 kali lebih baik dari
prestasi mahasiswa A. Selain itu ukuran interval juga tidak memiliki nilai nol mutlak,
seperti halnya suhu dalam skala termometer. Dari hasil pengukuran dengan
menggunakan skala interval ini akan diperoleh data interval. Alat analisis (uji
hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang lazim digunakan untuk data interval ini
adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation,
Partial Regression, dan Multiple Regression.
d. Data rasio
Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain,
yakni ukuran yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang
diukur dinamakan ukuran rasio (data rasio). Data rasio, yang diperoleh melalui
mengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak
dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik
nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data rasio dapat dibuat perkalian
ataupun pembagian. Angka pada data rasio dapat menunjukkan nilai sebenarnya
dari objek yang diukur. Jika ada 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai
pendapatan masing-masing perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp.
50.000. Bila dilihat dengan ukuran rasio maka pendapatan pengemudi C adalah 4
kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi D adalah 5 kali pendapatan
pengemudi A. Pendapatan pengemudi C adalah 4/3 kali pendapatan pengemudi B.
Dengan kata lain, rasio antara pengemudi C dan A adalah 4 : 1, rasio antara
pengemudi D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio antara pengemudi C dan B
adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000, dan
pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh data
rasio lainnya adalah berat badan bayi yang diukur dengan skala rasio. Bayi A
memiliki berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika
diukur dengan skala rasio, maka bayi A memiliki rasio berat badan 3 kali dari berat
badan bayi C. Bayi B memiliki rasio berat badan dua kali dari berat badan bayi C,
dan bayi C memiliki rasio berat badan sepertiga kali berat badan bayi A, dst. Dari
hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data rasio.
Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah statistik parametrik dan
yang lazim digunakan untuk data ratio ini adalah Pearson Korelasi Product Moment,
Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.
Sesuai dengan ulasan jenis pengukuran yang digunakan, maka variabel penelitian
lazimnya bisa di bagi menjadi 4 jenis variabel, yakni variabel nominal, variabel
ordinal, variabel interval, dan variabel ratio. Variabel nominal, yaitu variabel yang
dikategorikan secara diskrit dan saling terpisah satu sama lain, misalnya status
perkawinan, jenis kelamin, suku bangsa, profesi pekerjaan seseorang dan
sebagainya. Variabel ordinal adalah variabel yang disusun atas dasar peringkat,
seperti motivasi seseorang untuk bekerja, peringkat perlombaan catur, peringkat
tingkat kesukaran suatu pekerjaan dan lain-lain. Variabel interval adalah variabel
yang diukur dengan ukuran interval seperti indek prestasi mahasiswa, skala
termometer dan sebagainya, sedangkan variabel rasio adalah variabel yang disusun
dengan ukuran ratio seperti tingkat penganggguran, penghasilan, berat badan, dan
sebagainya.
Adakalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis statistik
nonparametrik dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi biaya, waktu maupun
dasar teori. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson Korelasi
Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regresion dan
Multiple Regression, padahal data yang kita miliki adalah hasil pengukuran dengan
skala ordinal, sedangkan persyaratan penggunaan statistik parametrik adalah selain
data harus berbentuk interval atau ratio, data harus memiliki distribusi normal. Jika
kita tidak ingin melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data
ordinal, hal itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran
skala ordinal menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval..
Menuruti Al-Rasyid, menaikkan data dari skala ordinal menjadi skala interval
dinamakan transformasi data. Transformasi data itu dilakukan diantaranya adalah
dengan menggunakan Metode Suksesive Interval (MSI). Tujuan dari dilakukannya
transformasi data adalah untuk menaikkan data dari skala pengukuran ordinal
menjadi skala dengan pengukuran interval yang lazim digunakan bagi kepentingan
analisis statistik parametrik. Transformasi data ordinal menjadi interval itu, selain
merupakan suatu kelaziman, juga untuk mengubah data agar memiliki sebaran
normal. Artinya, setelah dilakukan transformasi data dari ordinal menjadi interval,
penggunaan model dalam suatu penelitian tidak perlu melakukan uji normalitas.
Karena salah satu syarat penggunaan statistik parametrik, selain data harus
memiliki skala interval (dan ratio), data juga harus memiliki distribusi (sebaran)
normal. Dengan dilakukannya transformasi data, diharapkan data ordinal sudah
menjadi data interval dan memiliki sebaran normal yang langsung bisa dilakukan
analisis dengan statistik parametrik. Berbeda dengan ststistik nonparametrik, ia
hanya digunakan untuk mengukur distribusi. (Ronald E. Walpole).
DAFTAR PUSTAKA
J.T. Roscoe, Fundamental Research Statistic for the Behavioral Sciences, Hol,
Rinehart and Winston, Inc., New York, 1969
J Supranto, Statistik, Teori Dan Aplikasi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta,
1987
Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Wijayanto, 2003. Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.5. Pascasarjana FE-
UI, Jakarta.
Methode Sampling
1. Sensus yaitu mengumpulkan data dengan cara mencatat semua elemen yang
diselidiki, jadi menyelidiki semua obyek, gejala, kejadian atau peristiwa.
Misalnya seluruh motor yang dihasilkan Pt X, atau seluruh motor yang ada di dealer.
Sehingga hasil sensus menggambarkan nilai karakteristik sesungguhnya. Kumpulan
seluruh elemen itu dinamakan populasi.
Cara sensus meskipun memberikan data yang sebenarnya, dan hasil keputusan
yang tepat tetapi memakan biaya, waktu, tenaga.
Cara sampling akan menghemat waktu, tenaga , biaya namun perlu diperhatikan
teknik pengambilan samplingnya sehingga bisa menggambarkan keadaan
sesungguhnya dari populasi (tidak bias).
Terbagi atas :
Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang
sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.
Apabila jumlah populasi sedikit bisa dilakukan dengan cara mengundi tapi apabila
jumlah populasi besar dengan menggunakan Tabel Random Number atau lebih
praktis lagi lewat bantuan software online http://www.randomizer.org/form.htm
Teknik ini memiliki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien
digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki sifat homogenitas
tinggi.
Sedangkan untuk populasi yang bersifat heterogen, penggunaan teknik ini justru
dapat menimbulkan bias.
How do you wish to view your random numbers? Pilih Place Marker Off
Mis. untuk memilih 7 sampel dari populasi yang berisi 100, yaitu dengan
menetapkan interval mis k = 15 lalu pilih secara random nilai pertama mis 10,
maka nilai kedua adalah 10 + 15 = 25 dst sesuai interval sehingga sample yang
didapat 10,15,40,55,70,80,95
Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus,
sistematik sampling justru menimbulkan bias.
Methode ini paling efektif digunakan untuk troubleshooting dan biasanya digunakan
untuk membentuk subgroups dari sebuah control chart.
Yaitu dengan melakukan stratifikasi populasi kedalam sub populasi atau strata yang
mempunyai pembobotan (%) yang sama.
Misal survey untuk 100 orang pembaca tabloid x, maka apabila diketahui 100
orang pembaca tersebut terdiri atas 60 orang pria & 40 wanita maka apabila
sample diambil untuk 10 orang maka sample terdiri atas 6 pria & 4 wanita.
A.4. Cluster Sampling (Sampel Random Berkelompok) yaitu dengan membagi
populasi sebagai cluster-cluster kecil, lalu pengamatan dilakukan pada sampel
cluster yang dipilih secara random.
Methode ini biasanya digunakan pada survey yang menggunaan peta area
(geografi), misalnya survey perumahan di perkotaan. Area kota dibagi kedalam
blok-blok, kemudian secara random dipilih blok-blok sebagai sampel pengamatan.
Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis
tersebar luas.
Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah
dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi,
hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple
random sampling
Hal ini berarti nonprobability sampling tidak bergantung pada teori probabilitas.
Secara umum peneliti pada umumnya memakai methode probability dibanding non
probability.
Namun demikian dalam riset sosial terdapat beberapa kondisi-kondisi yang tidak
memungkinkan secara praktek atau secara teoritis untuk melakukan random
sampling.
Oleh karena itu kemudian perlu digunakan alternatif metoda nonprobability seperti
survey, jajak pendapat maupun opini.
Terdiri :
Purposive Sampling
B.2. Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja
untuk mencapai maksud tertentu. Informasi yang mendahului keadaan populasi
sudah diketahui benar dan tidak perlu diragukan lagi (misal dari sensus ekonomi)
dan pengamatan dilakukan hanya pada daerah tertentu key area misal daerah
industri dengan tujuan mengetahui key area tersebut saja.
B.4. Snowball (bola salju) sampling ; apabila pengamatan sample didapat dari
sejumlah responden yang kemudian mereka mengajak temannya untuk dijadikan
sample dst sehingga jumlah sample semakin membesar seperti bola salju yang
menggelinding. Misalnya sample pengamatan mengenai penolakan terhadap
pasangan capres/cawapres tertentu Say No To lewat media face book.
B.5. Kuota Sampling ; terjadi pada sampling stratifikasi bedanya disini sample
pengamatan menetapkan kuota tertentu sejumlah yang diinginkan.Jika kuota telah
telah ditentukan mulailah dilakukan penyelidikan, tentang siapa yang akan
dijadikan responden, terserah tim pengumpul data.
Apabila sudah memenuhi kuota, tak peduli apakah subyek yang diambil mewakili
populasi atau tidak, bukan menjadi persoalan.
Sampling Penerimaan :
a. Beresiko menerima lot yang jelek dan menolak lot yang baik.
digunakan untuk menentukan berapa banyaknya contoh yang harus diambil dalam
satu lot. Biasanya ditentukan oleh besar kecilnya biaya pengawasaan, kerusakan
part karena pegujian, maupun lamanya waktu untuk pengawasan.
2.Tingkat pengawasan umum terbagi atas tiga tingkat yaitu I, II, III, dimana :
Sifat Pengawasan :
3.Sifat pengawasan ketat dipakai untuk supplier yang mempunyai riwayat kualitas
yang jelek.
Pemindahan sifat pengawasan bisa terjadi dari longgar ke normal dan sebaliknya,
normal ke ketat dan sebaliknya mengikuti persyaratan yang telah ditentukan, terdiri
atas 5 macam, yaitu :
b. Keadaan penerimaan yang mantap (tidak ada masalah material, mesin dsb dari
suppplier pada akhir-akhir ini).
d. Total penolakan (10 lot terakhir) maksimal sesuai bilangan batas untuk
pengurangan pemeriksaan. (Tabel)
d. Apabila cacat terletak antara angka ac (accepted) & re (rejected), maka lot
diterima tetapi sifat pengawasan berubah dari longgar menjadi normal.
Perencanaan Sampling :
Perencanaan Sampling
Apabila banyaknya reject yang terjadi pada pengambilan tahap pertama diatas
angka penerimaan (Ac) tetapi dibawah angka penolakan (Re), maka sample kedua
diperlukan sebelum lot dapat diputuskan.
Apabila reject akumulatif sample pertama dan kedua maksimal sesuai dengan
angka peneriman (Ac), maka lot diterima, tetapi apabila minimal sesuai dengan
angka penolakan (Re) maka lot ditolak.
3. Sampling Multiple / bertingkat :
Hal ini tentunya memerlukan waktu, tenaga dan biaya pemeriksaan yang lebih
disebabkan karena prosedur yang lebih rumit dibandingkan dengan sampling
double apalagi dibandingkan dengan sampling tunggal.
Perencanaan Sampling
Hal yang ingin dicapai dengan sampling multiple ini adalah pertimbangan psikologis
semata untuk memastikan bahwa lot tersebut memang layak diterima atau
memang harus ditolak.
2. Pilih tingkat pengawasan yang akan dilakukan (Spesial S-1, S-2, S-3, S-4 atau
Umum I,II,III)
Sumber :
3.http://www.randomizer.org/form.htm
http://stattrek.com/Tables/Random.aspx
Pengertian, Cara Pengumpulan, dan Jenis-jenis Data dan Sample
PENGERTIAN DATA
Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih
memerlukan adanya suatu pengolahan. Data bisa berwujud suatu keadaan,
gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya
yang bisa kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian
ataupun suatu konsep.
a.WAWANCARA
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan
bercakap-cakap secara tatap muka.Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara.
b.OBSERVASI
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya
wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi
yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama
wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan
sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
MACAM-MACAM OBSERVASI
a. Observasi Partisipatif
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak
langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen
atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertnyaan-
pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden
mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan
presepsinya.
MACAM-MACAM KUISIONER
1. Kuesioner tertutup
2. Kuesioner terbuka
Pertanyaan yang jawabannya telah tersusun rapi, tetapi masih ada kemungkinan
tambahan jawaban.
JENIS-JENIS DATA
Data Primer
Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh
peneliti perorangan maupun organisasi. Contoh : Mewawancarai langsung penonton
bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek
penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak
lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non
komersial. Contohnya adalah pada peneliti yang menggunakan data statistik hasil
riset dari surat kabar atau majalah.
Data Internal Data internal adalah data yang menggambarkan situasi dan kondisi
pada suatu organisasi secara internal. Misal : data keuangan, data pegawai, data
produksi, dsb.
Data Eksternal
Data eksternal adalah data yang menggambarkan situasi serta kondisi yang ada di
luarorganisasi. Contohnya adalah data jumlah penggunaan sua tu produk pada
konsumen, tingkat preferensi pelanggan, persebaran penduduk, dan lain
sebagainya.
Data berkala adalah data yang datanya menggambarkan sesuatu dari waktu ke
waktu atau periode secara historis. Contoh data time series adalah data
perkembangan nilai tukar dollar amerika terhadap euro eropa dari tahun 2004
sampai 2006, jumlah pengikut jamaah nurdin m. top dan doktor azahari dari bulan
ke bulan, dll.
Variabel bebas adalah data unit atau ukuran yang diubah dalam suatu
pengamatan. Dalam hubungan sebab-akibat, variable terikat berperan sebagai
sebab sementara variable bebas adalah akibat.
Data dengan variabel terikat adalah data unit atau ukuran yang berubah sesuai
dengan berubahnya variable lain. Variabel terikat menjadi hal yang diperhatikan
dalam suatu pengamatan.
Data Berkala
Data berkala adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk
menggambarkan suatu perkembangan atau kecenderungan
keadaan/peristiwa/kegiatan. Biasanya jarak dari waktu ke waktu sama. Data berkala
disebut juga time series data. Dengan analisis data berkala kita dapat mengetahui
perkembangan satu atau beberapa keadaan serta hubungan atau pengaruhnya
terhadap keadaan lain.
PENGERTIAN SAMPLE
Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi
dalam penelitian
Dalam penyusunan sampel perlu disusun kerangka sampling yaitu daftar dari
semua unsur sampling dalam populasi sampling, dengan syarat:
c. Harus up to date
Menurut Teken (dalam Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi) Ciri-ciri sample yang
ideal adalah:
a. dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti
Ada beberapa teknik dalam pengambilan sampel, namun secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua:
b. Non-Probability Sampling.
1) Sampling sistematis, yaitu memilih sampel dari suatu urutan daftar menurut
urutan tertentu, missal tiap individu urutan no ke-n (10, 15, 20 dst)
Salah satu cara untuk menentukan jumlah sample adalah dengan menggunakan
rumus dari Taro Yamane:
n= Jumlah sample,
N= Jumlah Populasi,
JENIS-JENIS SAMPLE
* Sampel judgemental yaitu sampel dipilih berdasarkan pendapat analis dan hasul
penelitian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang item-item di dalam sampel
yaitu pada observasi sesungguhnya.
* Sampel statistical yaitu sampel dipilih secara acak/random dari seluruh populasi
dan hasil penelitiannya dapat digunakan untuk menarik kesimpulan tentang seluruh
populasi.
SUMBER:
http://pradiptavian.wordpress.com/2012/04/28/metode-pengumpulan-data-
pengertian-data-jenis-data-pengertian-variabel-macam-macam-variabel/
http://wahyubudiutami.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-data.html
http://contohskripsi-makalah.blogspot.com/2012/04/pengertian-populasi-dan-
sampel.html
http://jam-analyst.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-sampel.html#!/2012/03/jenis-
jenis-sampel.html