Anda di halaman 1dari 51

01 Oktober 2010

Teknik sampling

Dalam penelitian kuantitatif, apalagi jika dirancang sebagai sebuah penelitian survei
(survey research), keberadaan populasi dan sampel penelitian nyaris tak dapat
dihindarkan. Populasi dan sampel merupakan sumber utama untuk memperoleh
data yang dibutuhkan dalam mengungkapkan fenomena atau realitas yang
dijadikan fokus penelitian kita. Demi mencapai keakuratan dan validitas data yang
dihasilkan, populasi dan sampel yang dijadikan objek penelitian harus memiliki
kejelasan baik dari segi scope, ukuran, maupun karakteristiknya. Dengan kata lain,
kejelasan populasi dan ketepatan pengambilan sampel dalam penelitian akan
menentukan validitas proses dan hasil penelitian kita.

Apa itu populasi penelitian? Apa itu sampel dan bagaimana kaitan antara populasi
dan sampel dalam sebuah penelitian? Simak uraian-uraian di bawah ini.

KONSEP DASAR POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas objek
yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated). Ciri-ciri populasi
disebut parameter. Oleh karena itu, populasi juga sering diartikan sebagai kumpulan
objek penelitian dari mana data akan dijaring atau dikumpulkan. Populasi dalam
penelitian (penelitian komunikasi) bisa berupa orang (individu, kelompok,
organisasi, komunitas, atau masyarakat) maupun benda, misalnya jumlah terbitan
media massa, jumlah artikel dalam media massa, jumlah rubrik, dan sebagainya
(terutama jika penelitian kita menggunakan teknik analisis isi (content analysis).

Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi
sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran
adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Sebagai contoh, misalnya
kita akan meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa
Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad dan kita hanya akan memokuskan penelitian kita
pada mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan, maka seluruh
mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad adalah populasi sampling, sedangkan
seluruh mahasiswa yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan adalah populasi
sasaran.

Konsep lainnya yang harus dipahami-dan tidak boleh dikelirukan- adalah jumlah
populasi (population numbers) dan ukuran populasi (population size). Jumlah
populasi adalah banyaknya kategori populasi yang dijadikan objek penelitian yang
dinotasikan dengan huruf K. Misalnya, ketika kita meneliti tingkat rata-rata prestasi
akademik mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad (Fikom Unpad), maka jumlah
populasinya adalah satu, yakni kategori mahasiswa. Sementara itu, jika kita
meneliti sikap sivitas akademika Fikom Unpad terhadap kebijakan rektor dalam
menaikkan biaya pendidikan, maka jumlah populasinya sebanyak kategori yang
terkandung dalam konsep sivitas akademika, misalnya terdiri dari kategori
mahasiswa, dosen, dan staf administratif. Jadi, jumlah populasinya ada tiga. Ukuran
populasi adalah banyaknya unsur atau unit yang terkandung dalam sebuah kategori
populasi tertentu, yang dilambangkan dengan huruf N. Misalnya, ketika kita meneliti
bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa Fikom Unpad, maka
jumlah populasinya adalah satu dan ukuran populasinya 8.236 orang (sesuai
dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar resmi di Fikom Unpad).

Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka
penelitian kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat
mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif,
sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka
gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh.
Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun
demikian, dalam batas-batas tertentu sensus kadang-kadang tidak efektif dan tidak
efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber daya yang ada pada
peneliti. Misalnya, bila dikaitkan dengan fokus penelitian, keterbatasan waktu,
tenaga, dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.

Dalam keadaan peneliti tidak memungkinkan untuk melakukan sensus, maka


peneliti boleh mengambil sebagian saja dari unsur populasi untuk dijadikan objek
penelitiannya atau sumber data. Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek
penelitian itu disebut sampel. Sampel atau juga sering disebut contoh adalah wakil
dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk
menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai
sumber data, maka yang akan kita peroleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri
populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi.
Ciri-ciri sampel disebut statistik. Sama halnya dengan populasi, dalam sampel pun
ada konsep jumlah sampel dan ukuran sampel. Jumlah sampel adalah banyaknya
kategori sampel yang diteliti yang dilambangkan dengan huruf k, yang jumlahnya
sama dengan jumlah populasi (k=K). Sedangkan ukuran sampel (dilambangkan
dengan huruf n) adalah besarnya unsur populasi yang dijadikan sampel, yang
jumlahnya selalui lebih kecil daripada ukuran populasi (n). Mengapa kita harus
benar-benar memahami (tidak mengelirukan) pengertian istilah jumlah sampel
dengan ukuran sampel, sebab jumlah sampel dan sifat sampel yang diteliti
(terutama untuk penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional) akan
sangat menentukan uji statistik inferensial yang mana yang harus digunakan untuk
menguji hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian kita. Ketepatan dalam memilih
uji statistik inferensial itu merupakan salah satu unsur penentu validitas atau
kesahihan penelitian kita. Dalam menguji korelasi di antara variabel-variabel yang
diteliti, misalnya, ada uji statistik inferensial yang hanya berlaku untuk menguji satu
sampel, dua sampel independen, dua sampel berhubungan, dan k sampel
independen atau k sampel berhubungan, dan sebagainya (Silakan baca buku
Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial tulisan Sidney Siegel).
Karena data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir
populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-
benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut
sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri
karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya.
Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat
tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan
cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil
sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling.

sUKURAN SAMPEL

Ukuran sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi, sebagaimana
diungkapkan di atas, merupakan salah satu faktor penentu tingkat
kerepresentatifan sampel yang digunakan. Pertanyaannya, berapa besar sampel
harus diambil dari populasi agar memenuhi syarat kerepresentatifan?

Dalam menentukan menentukan ukuran sampel (n) yang harus diambil dari
populasi agar memenuhi persyaratan kerepresentatifan, tidak ada kesepakatan
bulat di antara para ahli metodolologi penelitian (hal ini wajar, sebab dalam dunia
ilmu yang ada adalah sepakat untuk tidak sepakat asal masing-masing konsisten
dengan rujukan yang digunakannya, sehingga ilmu itu bisa terus berproses dan
berkembang). Pada umumnya, buku-buku metodologi penelitian menyebut angka
lima persen hingga 10 persen untuk menegaskan berapa ukuran sampel yang harus
diambil dari sebuah populasi tertentu dalam penelitian sosial. Pendapat ini tentu
saja sulit untuk dijelaskan apa alasannya jika ditinjau dari aspek metodologi
penelitian.

Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang
ditulis oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989),
menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang
harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan yaitu:

1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Jika tinggi tingkat


homogenitas populasinya tinggi atau bahkan sempurna, maka ukuran sampel yang
diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya rendah (tingkat
heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambil harus besar. Untuk
menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas
dengan menggunakan uji statistik tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang digunakan. Tingkat presisi, terutama
digunkan dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu
pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya.
Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi () yang dalam
penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil
penelitiannya (selang kepercayaannya) 1 yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita
menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran sampel yang diambil harus lebih
besar daripada ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.

3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang


berkaitan dengan pengolahan data, penyajian data, pengupasan data, dan
penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. Misalnya, kita akan
menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti; penyajian data
menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi silang (tabel silang) atau tabel
kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti mengandung sel sebanyak
9 buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini untuk menghindarkan adanya
sel dalam tabel tersebut yang datanya nol (kosong), sehingga tidak layak untuk
dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika kita menggunakan rancangan
analisisnya hanya menggunakan analisis statistik inferensial, maka ukuran
sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan rancangan
analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain, rancangan penelitian deskriptif
membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada rancangan penelitian
eksplanatif.

4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasn yang


ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain.
(Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan sebagai pertimbangan utama dalam
menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih berkaitan dengan pertimbangan
peneliti (tanpa akhiran an) dan bukan pertimbangan penelitian (metodologi).

Selain mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian


menyarankan digunakannya rumus tertentu untuk menentukan berapa besar
sampel yang harus diambil dari populasi.

Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini dapat
digunakan.

Rumus Slovin:

n =

1 + Ne
Keterangan;

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang


ditololerir, misalnya 5%.

Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%,
2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.

Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka
Rumus Yamane yang harus digunakan.

n =

Nd + 1

d = batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan.

Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang.
Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya
sampel adalah:

4000

n = - = 364

4000 x (0,05) + 1

KERANGKA SAMPLING (SAMPLING FRAME)

Di atas sudah ditegaskan, bahwa tingkat krepresentatifan sampel selain ditentukan


oleh ukuran sampel yang diambil juga ditentukan oleh teknik sampling yang
digunakan. Di antara teknik-teknik sampling tersebut, dalam penggunaannya, ada
yang mempersyaratkan tersedianya kerangka sampling. Kerangka sampling
(sampling frame) adalah sebuah daftar yang memuat data mengenai seluruh unit
atau unsur sampling yang terdapat pada populasi sampling. Secara gampang orang
sering mengatakan, kerangka sampling adalah daftar nama-nama yang kerkandung
dalam populasi penelitian.

JENIS SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

Berdasarkan prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari
populasi (teknik sampling), kita dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu:
sampel probabilitas (probability sampling) dan sampel nonprobabilitas
(nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel random
(sampel acak) adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada prinsip teori
peluang, yakni prinsip memberikan peluang yang sama kepada seluruh unit
populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sebaliknya, sampel nonprobabilitas atau
sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang pengambilannya
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (bisa pertimbangan
penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas diambil dengan
menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling random,
sedangkan untuk mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom
digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni pertimbangan-pertimbangan
tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang lebih
tinggi daripada sampel nonprobabilitas.

Teknik Sampling Probabilitas (Teknik Sampling Random)

a. Teknik Sampling Random Sederhana (Simple Random Sampling)

Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa
sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh
setiap unit penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel
yang dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.

Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):

1. Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka


samplingnya (dalam kerangka sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung
dua kali atau lebih).

2. Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.

3. Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran
populasinya.

4. Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.

Teknis pelaksanaannya ada dua cara, yakni:

1. Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam


populasi. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun semua unit
penelitian atau unit elementer ke dalam kerangka sampling, mulai dari nomor
terkecil hingga nomor ke-n (tergantung berapa besar ukuran populasinya).
Selanjutnya masing-masing nomor unsur populasi itu ditulsikan dalam secarik
kertas, digulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau toples. Lalu lakukan
pengocokan secara merata, dan ambil sejumlah gulungan kertas tersebut sebanyak
ukuran sampel yang dikehendaki. Nomor-nomr yang terambil itu menjadi unit
elementer yang terpilih sebagai sampel. Pengundian juga dapat dilakukan seperti
halnya ibu-ibu anggota kelompok arian menentukan pemenang arisannya.
Gulungan kertas yang di dalamnya sudah berisi nomor unit elementer, dimasukkan
ke dalam toples yang diberi tutup dengan lubang sebesar kira-kira dapat dilalui oleh
setiap gulungan kertas yang ada di dalamnya. Lalu kocok berulang-ulang hingga
keluar sejumlah gulungan kertas sesuai dengan ukuran sampel yang direncanakan.
Penggunaan cara ini (cara pengundian) seringkali tidak praktis, terutama apabila
ukuran populasinya relatif besar, sebab: pertama, hampir tidak mungkin kita dapat
melakukan pengocokan secara saksama dan merata seluruh gulungan kertas
undian; dan kedua, ada kecenderungan kita untuk tergoda memilih angka-angka
tertentu. Dalam keadaan yang demikian, gunakan teknik kedua, yakni dengan
mengundi Tabel Angka Random.

2. Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih karena selain
meringankan pekerjaan, juga lebih memberikan jaminan yang lebih besar bahwa
setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai
sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam
populasi (N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai
sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit (digit), oleh karena itu dalam
kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari 001 sampai 500.
Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random yang selalu ada
pada lampiran buku-buku metodologi penelitian atau buku-buku metode statistika.
Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel Bilangan Random itu disusun
secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai tabel tersebut dapat mulai
melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di samping itu, ia dapat juga
mengikutinya ke arah mana saja. Penentuan angka pertama dapat dilakukan,
misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata pensil mengarah ke bawah
pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel bilangan random yang kita
gunakan. Angka random yang terkena oleh mata pensil tadi adalah unsur sampel
pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita dapat menentukan unsur sampel lainnya
dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom yang sama, atau ke samping
mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara apa saja yang dianggap
mudah.

b. Teknik Sampling Random Sistematik (Systematic Random Sampling)

Apabila ukuran populasinya sangat besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan


pemilihan sampel dengan cara pengundian, maka teknik sampling random
sederhana tidaklah tepat untuk digunakan. Dalam keadaan populasi yang demikian,
gunakanlah teknik sampling random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi
agar teknik sampling ini dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel
random sederhana, yakni tersedianya kerangka sampling (ukuran populasinya
diketahui dengan pasti), dan populasinya mempunyai pola beraturan yang
memungkinkan untuk diberikan nomor urut serta bersifat homogen.
Cara penggunaan teknik sampling random sistematik ini mirip dengan cara
sampling random sederhana. Bedanya, pada teknik sampling sistematik
perandoman atau pengundian hanya dilakukan satu kali, yakni ketika menentukan
unsur pertama dari sampling yang akan diambil. Penentuan unsur sampling
selanjutnya ditempuh dengan cara memanfaatkan interval sampel. Interval sampel
adalah angka yang menunjukkan jarak antara nomor-nomor urut yang terdapat
dalam kerangka sampling yang akan dijadikan patokan dalam menentukan atau
memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-n. Interval
sampel biasanya dilambangkan dengan huruf k.

Interval sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi
ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari
populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n) berkuran 50, maka
interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai
unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka
penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:

Unsur pertama = s

Unsur kedua = s + k

Unsur ketiga = s + 2k

Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diberikan contoh konkret.

Misalnya ukuran populasinya 500 (N=500) dan ukuran sampel yang akan diambil
sebesar 50 (n=50), maka pasti k = 10. Andaikan saja unsur sampel pertama yang
terpilih adalah nomor urut 005, maka unsur-unsur selanjunya yang harus diambil
adalah nomor 015, 025, 035, 045, 055, 065, 075, dan seterusnya dengan
berpatokan pada penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir.

c. Teknik Sampling Random Berstrata (Stratified Random Sampling)

Teknik sampling ini digunakan apabila populasinya tidak homogen (heterogen).


Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara
lapisan tersebut. Padahal, sebagaimana telah diungkapkan di atas, presisi dan
tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari suatu populasi antara lain
dipengaruhi oleh derajat keseragaman (tingkat homogenitas) populasi yang
bersangkutan. Untuk dapat menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat
populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi
kedalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam atau homogen, dan dari setiap
strata dapat diambil sampel secara random (acak).
Untuk dapat menggunakan teknik sampling random strata, ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):

1. Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk
menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan. Sebagai contoh, populasi
penelitian Anda adalah seluruh mahasiswa Unpad. Dalam kenyataannya
karakteristik mahasiswa Unpad tidak sama (tidak homogen) sebab di Unpad
terdapat program pendidikan jenjang D3, S1, S2, dan S3 yang tentu saja
karakteristik (terutama karakteristik akademisnya) berbeda-beda. Maka dalam
keadaan populasi yang demikian, mahasiswa Unpad sebagai populasi harus dibagi
kedalam strata (subpopulasi) mahasiswa D3, mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan
mahasiswa S3. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria untuk pembagian
strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel yang
menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel yang
hendak diteliti itu. Misalnya, tingkat motivasi belajar mahasiswa erat kaitannya
dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Jadi, dalam penelitian tentang motivasi
belajar mahasiswa (misalnya), jenjang pendidikan dijadikan dasar dalam
menentukan strata populasi.

2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan
untuk menstratifikasi. Misalnya, data mengenai pembagian jenjang pendidikan pada
mahasiswa Unpad didasarkan pada kenyataan bahwa di Unpad memang terdapat
berbagai jenjang pendidikan.

3. Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus
diketahui dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka
sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan dijadikan sumber dalam
menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat, bahwa teknik sampling
random strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran sampel yang harus diambil
dari setiap strata dan belum mampu menentukan siapa saja sampel yang harus
diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk menentukan saampel sasaran
atau responden masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan teknik sampling
random sederhana atau teknik sampling random sistematik, setelah sebelumnya
dibuatkan kerangka sampling untuk setiap subpopulasinya.

Sampel strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dan sampel
strata disproporsional. Teknik sampling random strata proporsional digunakan
apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer dalam setiap
strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional,
dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata
dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling fraction) yang sama yang
digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang menunjukkan persentase ukuran
sampel yang akan diambil dari ukuran populasi tertentu. Sebagai contoh, jumlah
keseluruhan mahasiswa Unpad ada 25.000 orang, sehingga ukuran populasinya
25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu, misalnya kita menggunakan Rumus
Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang mahasiswa, maka pecahan
samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan cara membagi ukuran
sampel yang dikehendaki dengan ukuran populasinya (n/N). Dengan demikian,
maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil sampel sebesar 10 %
sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara keseluruhan yang
merepresentasikan populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini.

Tabel 1

Sampel Berstrata Proporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar

di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n % dalam

Pendidikan Populasi Populasi Sampling Sampel Sampel

D3 10.000 40% 0,10 1.000 40%

S1 8.000 32% 0,10 800 32%

S2 5.000 20% 0,10 500 20%

S3 2.000 8% 0,10 200 8%

_______ ______ ______ _____

25.000 100% 2.500 100%

Keterangan:

Ditentukan ukuran sampel 2.500

Pecahan sampling 2.500/25.000 = 0,10

Setiap jenjang pendidikan diwakili dalam sampel proporsinya dalam populasi.

Penggunaan Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika
proporsi ukuran subpopulasinya (jumlah satuan elementer pada strata) tidak
seimbang, ada yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil, sehingga
kalau digunakan teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran
subpopulasinya sama dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya
sama dengan ukuran populasinya (total sampling atau sensus) maka data yang
diperoleh dari sampel tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan
menggunakan analisis statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi
yang demikian, gunakanlah Teknik Sampling Random Strata Disproporsional.
Pada Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap
subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah pecahan samplingnya.
Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik sampling ini, nanti
pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel masing-masing strata
harus dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata tersebut. Teknis
pengambilan sampel strata disproporsional dapat dilihat pada contoh tabel di
bawah ini.

Tabel 2

Sampel Berstrata Disproporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar

di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n Bobot Bobot

Pendidikan Populasi Populasi Sampling Sampel Disesuaikan

D3 10.000 40% 0,063 625 15,87 5

S1 8.000 32% 0,078 625 12,82 4

S2 5.000 20% 0,125 625 8,30

S3 2.000 8% 0,313 625 3,19 1

_______ _____ _____

25.000 100% 2.500

Keterangan:

Ukuran sampel ditetapkan 2500, dibagi rata pada setiap strata (625).

Pecahan sampling berbeda-beda pada setiap strata (n/N).

Karena sampel setiap strata tidak proporsional dengan strata yang bersangkutan
dalam populasi, maka data pada setiap strata harus dikalikan dengan bobot (bobot
yang disesuaikan). Bobot diperoleh dengan rumus: 1/ps atau satu dibagi pecahan
smpling. Untuk memudahkan perhitungan, bobot dibulatkan dengan angka
terrendah sebagai standar (bernilai 1). Misalnya, 15,87/3,19 = 4,97, dibulatkan
menjadi 5.

d. Teknik Sampling Random Klaster (Cluster Random Sampling)

Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti,
sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan
keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster
yang berbeda-beda. Misalnya, populasi puah penelitian kita adalah seluruh murid
Sekolah Dasar (SD) yang ada di Wilayah Kota Bandung. Tidak mungkin kita dapat
menghimpun semua data anak SD dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun
mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya
yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu kita buat
berdasarkan nama sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut klaster. Klater dapat
berupa sekolah, kelas, kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya.
Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan
sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah
penelitian kita ada di Kelurahan Gunung Sampah, yang terdiri dari 10 RW, maka kita
dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah penelitian
dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel
(responden).

Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka
pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa
tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak
tahap (multistage cluster sampling). Misalnya kita akan meneliti pendapat seluruh
ibu rumah tangga yang ada di wilayah Kota Bandung tentang konversi bahan bakar
minyak tanah ke gas elpiji. Populasi penelitiannya adalah seluruh ibu rumah tangga
yang ada di Kota Bandung. Kota Bandung kita bagi dulu ke dalam Wilayah Bandung
Timur, Bandung, Barat, Bandung Selatan, dan Bandung Utara. Dari setiap wilayah
itu kita jabarkan lagi pada kecamatan-kecamatan, lalu ambil secara random,
misalnya, dua kecamatan dari setiap wilayah sehingga diperoleh delapan
kecamatan. Apabila kita berhenti sampai di sini, maka seluruh ibu rumah tangga
yang berdomisi di delapan kecamatan terpilih itu adalah sampel penelitian kita.
Tetapi jika kita merasa jumlahnya masih terlalu besar, maka kita boleh menjabarkan
wilayah kecamatan terpilih itu menjadi kelurahan-kelurahan, sehingga wilayah
kecamatan tadi kita jadikan populasi sampling. Dari situ secara random, misalnya,
kita ambil dua kelurahan dri setiap kecamatan terpilih, sehingga kita memiliki 16
kelurahan sebagai wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh ibu rumah tangga
di 16 kelurahan itu harus dijadikan responden. Jika dirasakan masih terlalu banyak
jumlahnya, kita diperbolehkan untuk menurunkan lagi wilayah penelitian pada
wilayah yang lebih kecil, misalnya RW, dan seterusnya dengan cara yang sama.

Teknik Sampling Nonprobabilitas (Teknik Sampling Nonrandom)

Dalam menentukan sampel dengan menggunakan taknik sampling nonrandom,


tidak menggunakan prinsip kerandoman (prinsip teori peluang). Dasar
penentuannya adalah pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau dari
penelitian. Sebagai konsekuensinya, teknik sampling nonrandom ini tidak dapat
digunakan apabila penelitian kita dirancang sebagai sebuah penelitian eksplanatif
yang akan menguji hipotesis tertentu, misalnya penelitian korelasional, karena
rumus uji statistik inferensial tidak dapat diterapkan untuk data yang berasal dari
sampel nonrandom. Teknik sampling ini secara luas sering digunakan untuk
penelitian-penelitian eksploratif atau penelitian deskriptif.
Ada beberapa jenis sampel nonrandom yang sering digunakan dalam penelitian
sosial/penelitian komunikasi, di antaranya adalah:

1. Sampel Aksidental (accidental sampling). Sampel ini sering disebut sebagai


sampel kebetulan yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan
kemudahan bagi peneliti (bukan penelitian), sehingga sampel ini sering kali disebut
convenience sampling atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu statistika bahkan
menyebutnya sebagai sampel kecelakaan, karena saking tidak representatifnya
sampel tersebut. Sebisa mungkin, hindari untuk menggunakan sampel ini, jika
kesimpulan penelitian kita ingin memperoleh kemampuan generalisasi yang tepat.

2. Sampel Kuota (quota sampling). Teknik sampling kuota merupakan teknik


sampling yang sejenis dengan teknik sampling strata. Perbedaannya adalah ketika
mengambil sampel dari setiap strata tidak menggunakan cara-cara random, tetapi
menggunakan cara-cara kemudahan (convenience). Caranya, tentukan ukuran
sampel dari masing-masing strata lalu teliti siapa sejumlah orang yang sesuai
dengan ukuran sampel yang ditentukan tadi, siapa saja asal berasal dari strata
tersebut.

3. Sampel Purposif (purposeful sampling). Teknik ini disebut juga judgemental


sampling atau sampel pertimbangan bertujuan. Dasar penetuan sampelnya adalah
tujuan penelitian. Sampel ini digunakan jika dalam upaya memperoleh data tentang
fenomena atau masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang memilki
kualifikasi spesifik atau kriteria khusus berdasarkan penilaian tertentu, tingkat
signifikansi tertentu. Misalnya, untuk meneliti kualitas cerita Film Ayat-ayat Cinta
kita memerlukan reponden yang memiliki kualifikasi komptensi dalam bidang
perfilman atau bidang komunikasi. Maka sampelnya adalah para kritikus film, para
dosen produksi film, para ahli sinematografi, dan lain-lain.

Beberapa Masalah dalam Penelitian yang Berkaitan dengan Sampel

Dalam setiap penelitian, tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi permasalahan


atau penyimpangan. Besarnya penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam suatu
penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu sendiri. Ada penelitian yang dapat
mentolerannsikan penyimpangan yang besar; sebaliknya ada juga penelitian yang
menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab penyimpangan yang besar dapat
menimbulkan kesimpulan yang salah.

Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:

1. Penyimpangan karena Pemakaian Sampel (Sampling Error)

Seandainya tidak ada kesalahan pada pengamatan, satuan-satuan ukuran, definisi


operasinal variabel, pengolahan data, dan sebagainya, maka perbedaan itu hanya
disebabkan oleh pemakaian sampel. Mudah dimengerti bahwa semakin besar
sampelnyang diambil, semakin kecil pula terjadi penyimpangan. Apabila sampel itu
sudah sama besar dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian sampel
pasti akan hilang.

2. Penyimpangan Bukan oleh Pemakaian Sampel (Non-Sampling Error)

Jenis penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:

Penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Misalnya karena tidak tepatnya


definisi operasional variabel, kriteria satuan-satuan ukuran, dan sebagainya,
memberikan peluang penyimpangan atau kesalahan pada hasil penelitian.

Penyimpangan karena Penggantian Sampel. Hal ini berkaitan dengan adanya


perbedaan antara sampel yang diteliti dengan sampel yang ditetapkan. Misalnya,
seseorang mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai sampel tidak bisa dihubungi
pada waktu akan diwawancarai atau diminta untuk mengisi kuesioner, lalu kita
menggantinya dengan mahasiswa yang lain.

Penyimpangan karena salah tafsir dari petugas pengumpulan data maupun


responden, yang dapat menyebabkan jawaban yang diperoleh dari responden
menyimpang dari yang sebenarnya.

Penyimpangan karena salah tafsir responden. Biasanya disebabkan karena


responden sudah lupa akan masalah yang ditanyakan.

Penyimpangan karena responden sengaja salah dalam menjawab pertanyaan. Hal


ini dapat terjadi jika responden merasa curiga terhadap maksud dan tujuan
penelitian, atau mungkin juga responden mempunyai maksud-maksud tertentu
secara terselubung.

Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data, misalnya salah dalam


menambahkan, mengalikan, dan sebagainya.

Sementara itu, masalah yang dihadapi dalam Pembuatan Kerangka Sampling, di


antaranya adalah sebagai berikut:

Blank Foreign Elements. Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu
sumber tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang
yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan. Hal ini disebabkan
mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.

Incomplete Frame. Ketidaklengkapan kerangka sampling terjadi karena ada unsur


populasi (orang) yang seharusnya masuk di dalamnya, justeru tidak tercatat.

Cluster of Elements. Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama
dengan yang kita butuhkan. Misalnya, jika kita ingin meneliti pelajar sekolah dasar
yang bertempat tinggal di Kota A, kita tidak akan memperoleh daftarnya, yang kita
temukan hanyalah daftar nama sekolah dasar yang ada di Kota A.

Referensi :

1. Jalaluddin Rakhmat, 1995, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: P.T. Remaja


Rosdakarya.
2. Arthur Asa Berger, 2000, Media and Communication Research Methods, Thousand
Oaks, London, New Delhi: Sage Publications, Inc.

3. Bridget Somekh and Cathy Lewin, 2005, Research Methods in The Social
Sciences, London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage Publications, Inc.

4. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta:
LP3ES.

5. Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif:
Teori dan Aplikasi, Jakarta: P.T. Radjagrafindo Persada.

6. Rachmat Kriyantono, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

MENGHITUNG BESAR SAMPEL PENELITIAN

Dalam statistik inferensial, besar sampel sangat menentukan representasi sampel


yang diambil dalam menggambarkan populasi penelitian. Oleh karena itu menjadi
satu kebutuhan bagi setiap peneliti untuk memahami kaidah-kaidah yang benar
dalam menentukan sampel minimal dalam sebuah penelitian.

Cara menghitung besar sampel suatu penelitian sangat ditentukan oleh desain
penelitian yang digunakan dan data yang diambil. Jenis penelitian observasional
dengan menggunakan disain cross-sectional akan berbeda dengan case-control
study dan khohor, demikian pula jika data yang dikumpulkan adalah proporsi akan
beda dengan jika data yang digunakan adalah data continue. Pada penelitian di
bidang kesehatan masyarakat, kebanyakan menggunakan disain atau pendekatan
cross-sectional atau belah lintang, meskipun ada beberapa yang menggunakan
case control ataupun khohor.

Terdapat banyak rumus untuk menghitung besar sampel minimal sebuah


penelitian, namun pada artikel ini akan disampaikan sejumlah rumus yang paling
sering dipergunakan oleh para peneliti.

Rumus Sampel Penelitian Cross-sectional

Untuk penelitian survei, biasanya rumus yang bisa dipakai menggunakan proporsi
binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari
dengan menggunakan rumus berikut:

Rumus Sampel Cross Sectional


Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa melakukan
pengambilan sampel secara acak).

Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1 maka besar
sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rumus Lemeshow

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

= derajat kepercayaan

p = proporsi anak yang diberi ASI secara eksklusif

q = 1-p (proporsi anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif

d = limit dari error atau presisi absolut

Jika ditetapkan =0,05 atau Z1- /2 = 1,96 atau Z2

1- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui
kadang-kadang diubah menjadi:

Penyederhanaan Rumus Lemeshow

Misalnya, kita ingin mencari sampel minimal untuk suatu penelitian mencari faktor
determinan pemberian ASI secara eksklusif. Untuk mendapatkan nilai p, kita harus
melihat dari penelitian yang telah ada atau literatur. Dari hasil hasil penelitian
Suyatno (2001) di daerah Demak-Jawa Tengah, proporsi bayi (p) yang diberi
makanan ASI eksklusif sekitar 17,2 %. Ini berarti nilai p = 0,172 dan nilai q = 1 p.
Dengan limit dari error (d) ditetapkan 0,05 dan nilai Alfa = 0,05, maka jumlah
sampel yang dibutuhkan sebesar:

Contoh Rumus Sampel Cross Sectional


= 219 orang (angka minimal)

Jika tidak diketemukan nilai p dari penelitian atau literatur lain, maka dapat
dilakukan maximal estimation dengan p = 0,5. Jika ingin teliti teliti maka nilai d
sekitar 2,5 % (0,025) atau lebih kecil lagi.

Pelajari Juga Rumus Slovin

Rumus Sampel Penelitian Case Control dan Kohort

Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control maupun
kohort adalah sama, terutama jika menggunakan ukuran proporsi. Hanya saja untuk
penelitian khohor, ada juga yang menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).

Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel
minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang
kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan
kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk
mencari sampel

minimal penelitian case-control adalah sebagai berikut:

Rumus Sampel Case Control dan Kohort

Pada penelitian khohor yang dicari adalah jumlah minimal untuk kelompok
exposure dan non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak terpapar. Jika yang
digunakan adalah data proporsi maka untuk penelitian khohor nilai p0 pada rumus
di atas sebagai proporsi yang sakit pada populasi yang tidak terpapar dan p1
adalah proporsi yang sakit pada populasi yang terpapar atau nilai p1 = p0 x RR
(Relative Risk).
Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan, tinggi badan, IMT
dan sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi, maka penentuan besar sampel
untuk kelompok dilakukan berdasarkan rumus berikut.

Rumus Sampel Case Control dan Kohort 2

Contoh kasus, misalnya kita ingin mencari sampel minimal pada penelitian tentang
pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan terhadap berat badan bayi. Dengan
menggunakan tingkat kemaknaan 95 % atau Alfa = 0,05, dan tingkat kuasa/power
90 % atau =0,10, serta kesudahan (outcome) yang diamati adalah berat badan
bayi yang ditetapkan memiliki nilai asumsi SD=0,94 kg (mengacu data dari
penelitian LPKGM di Purworejo,

Jawa Tengah), dan estimasi selisih antara nilai mean kesudahan (outcome) berat
badan kelompok tidak terpapar dan kelompok terpapar selama 4 bulan pertama
kehidupan bayi (U0 U1) sebesar 0,6 kg (mengacu hasil penelitian Piwoz, et al.
1994), maka perkiraan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan tiap kelompok
pengamatan, baik terpapar atau tidak terpapar adalah:

Contoh Hitung Sampel Case Control dan Kohort

= 51,5 orang atau dibulatkan: 52 orang/kelompok

Pada penelitian khohor harus ditambah dengan jumlah lost to follow atau akalepas
selama pengamatan, biasanya diasumsikan 15 %. Pada contoh diatas, maka sampel
minimal yang diperlukan menjadi n= 52 (1+0,15) = 59,8 bayi atau dibulatkan
menjadi sebanyak 60 bayi untuk masing-masing kelompok baik kelompok terpapar
ataupun tidak terpapar atau total 120 bayi untuk kedua kelompok tersebut.

Penelitian Eksperimental

Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak


lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat dirumuskan:

(t-1) (r-1) > 15


dimana : t = banyaknya kelompok perlakuan

j = jumlah replikasi

Contohnya: Jika jumlah perlakuan ada 4 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
perlakuan dapat dihitung:

(4 -1) (r-1) > 15

(r-1) > 15/3

r>6

Untuk mengantisipasi hilangnya unit ekskperimen maka dilakukan koreksi dengan


1/(1-f) di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang hilang atau mengundur diri
atau drop out.

Referensi:

1. Bhisma-Murti, Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi, Gadjah Mata University


Press,1997

2. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta

3. Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State
University Press, 1967

4. Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT


Rineka Cipta, Jakarta.

MENGHITUNG BESAR SAMPEL PENELITIAN

MENGHITUNG BESAR SAMPEL PENELITIAN

Dalam statistik inferensial, besar sampel sangat menentukan representasi sampel


yang diambil dalam menggambarkan populasi penelitian. Oleh karena itu menjadi
satu kebutuhan bagi setiap peneliti untuk memahami kaidah-kaidah yang benar
dalam menentukan sampel minimal dalam sebuah penelitian.

Cara menghitung besar sampel suatu penelitian sangat ditentukan oleh desain
penelitian yang digunakan dan data yang diambil. Jenis penelitian observasional
dengan menggunakan disain cross-sectional akan berbeda dengan case-control
study dan khohor, demikian pula jika data yang dikumpulkan adalah proporsi akan
beda dengan jika data yang digunakan adalah data continue. Pada penelitian di
bidang kesehatan masyarakat, kebanyakan menggunakan disain atau pendekatan
cross-sectional atau belah lintang, meskipun ada beberapa yang menggunakan
case control ataupun khohor.

Terdapat banyak rumus untuk menghitung besar sampel minimal sebuah


penelitian, namun pada artikel ini akan disampaikan sejumlah rumus yang paling
sering dipergunakan oleh para peneliti.

Rumus Sampel Penelitian Cross-sectional

Untuk penelitian survei, biasanya rumus yang bisa dipakai menggunakan proporsi
binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari
dengan menggunakan rumus berikut:

Rumus Sampel Cross Sectional

Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa melakukan
pengambilan sampel secara acak).

Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1 maka besar
sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rumus Lemeshow

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

= derajat kepercayaan

p = proporsi anak yang diberi ASI secara eksklusif

q = 1-p (proporsi anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif

d = limit dari error atau presisi absolut

Jika ditetapkan =0,05 atau Z1- /2 = 1,96 atau Z2

1- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui
kadang-kadang diubah menjadi:

Penyederhanaan Rumus Lemeshow

Misalnya, kita ingin mencari sampel minimal untuk suatu penelitian mencari faktor
determinan pemberian ASI secara eksklusif. Untuk mendapatkan nilai p, kita harus
melihat dari penelitian yang telah ada atau literatur. Dari hasil hasil penelitian
Suyatno (2001) di daerah Demak-Jawa Tengah, proporsi bayi (p) yang diberi
makanan ASI eksklusif sekitar 17,2 %. Ini berarti nilai p = 0,172 dan nilai q = 1 p.
Dengan limit dari error (d) ditetapkan 0,05 dan nilai Alfa = 0,05, maka jumlah
sampel yang dibutuhkan sebesar:
Contoh Rumus Sampel Cross Sectional

= 219 orang (angka minimal)

Jika tidak diketemukan nilai p dari penelitian atau literatur lain, maka dapat
dilakukan maximal estimation dengan p = 0,5. Jika ingin teliti teliti maka nilai d
sekitar 2,5 % (0,025) atau lebih kecil lagi.

Pelajari Juga Rumus Slovin

Rumus Sampel Penelitian Case Control dan Kohort

Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control maupun
kohort adalah sama, terutama jika menggunakan ukuran proporsi. Hanya saja untuk
penelitian khohor, ada juga yang menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).

Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel
minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang
kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan
kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk
mencari sampel

minimal penelitian case-control adalah sebagai berikut:

Rumus Sampel Case Control dan Kohort

Pada penelitian khohor yang dicari adalah jumlah minimal untuk kelompok exposure
dan non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak terpapar. Jika yang digunakan
adalah data proporsi maka untuk penelitian khohor nilai p0 pada rumus di atas
sebagai proporsi yang sakit pada populasi yang tidak terpapar dan p1 adalah
proporsi yang sakit pada populasi yang terpapar atau nilai p1 = p0 x RR (Relative
Risk).

Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan, tinggi badan, IMT
dan sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi, maka penentuan besar sampel
untuk kelompok dilakukan berdasarkan rumus berikut.

Rumus Sampel Case Control dan Kohort 2

Contoh kasus, misalnya kita ingin mencari sampel minimal pada penelitian tentang
pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan terhadap berat badan bayi. Dengan
menggunakan tingkat kemaknaan 95 % atau Alfa = 0,05, dan tingkat kuasa/power
90 % atau =0,10, serta kesudahan (outcome) yang diamati adalah berat badan
bayi yang ditetapkan memiliki nilai asumsi SD=0,94 kg (mengacu data dari
penelitian LPKGM di Purworejo,

Jawa Tengah), dan estimasi selisih antara nilai mean kesudahan (outcome) berat
badan kelompok tidak terpapar dan kelompok terpapar selama 4 bulan pertama
kehidupan bayi (U0 U1) sebesar 0,6 kg (mengacu hasil penelitian Piwoz, et al.
1994), maka perkiraan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan tiap kelompok
pengamatan, baik terpapar atau tidak terpapar adalah:

Contoh Hitung Sampel Case Control dan Kohort

= 51,5 orang atau dibulatkan: 52 orang/kelompok

Pada penelitian khohor harus ditambah dengan jumlah lost to follow atau akalepas
selama pengamatan, biasanya diasumsikan 15 %. Pada contoh diatas, maka sampel
minimal yang diperlukan menjadi n= 52 (1+0,15) = 59,8 bayi atau dibulatkan
menjadi sebanyak 60 bayi untuk masing-masing kelompok baik kelompok terpapar
ataupun tidak terpapar atau total 120 bayi untuk kedua kelompok tersebut.

Penelitian Eksperimental

Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak


lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat dirumuskan:

(t-1) (r-1) > 15

dimana : t = banyaknya kelompok perlakuan

j = jumlah replikasi

Contohnya: Jika jumlah perlakuan ada 4 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
perlakuan dapat dihitung:

(4 -1) (r-1) > 15

(r-1) > 15/3

r>6

Untuk mengantisipasi hilangnya unit ekskperimen maka dilakukan koreksi dengan


1/(1-f) di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang hilang atau mengundur diri
atau drop out.

Referensi:

1. Bhisma-Murti, Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi, Gadjah Mata University


Press,1997

2. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta

3. Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State
University Press, 1967

4. Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT


Rineka Cipta, Jakarta.
DATA NOMINAL, ORDINAL, INTERVAL DAN DATA RASIO

(Oleh: Suharto)

A. Pendahuluan

Fenomena yang sering terjadi ketika mahasiswa akan menyelesaikan tugas akhir,
diantaranya adalah ketika menemukan data rasio yang pada gilirannya akan
berhadapan dengan model alat analisis mana yang akan di gunakan. Karena dari
beberapa literatur, memperlakukan data rasio berikut alat analisisnya akan memiliki
perbedaan bila kita memperlakukan data yang berbentuk, nominal, ordinal, dan
interval. Data rasio memiliki spesifikasi yang paling kuat diantara data-data lain,
dibandingkan dengan misalnya, data nominal, ordinal dan data interval. Data rasio
juga memiliki ukuran yang paling komplek dan memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh
data nominal, data ordinal dan data interval serta ditambah dengan satu sifat yang
lain. Selain itu, data rasio lebih tepat bila diterapkan dengan menggunakan alat
analisis statistik parametrik, yakni statistik yang berhubungan dengan parameter.
Sedangkan data nominal dan data ordinal, memiliki kecenderungan bila kita
menggunakan alat analisis statistik non parametrik.
Beberapa ahli berpendapat bahwa pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
metode ilmiah diantaranya adalah melakukan langkah-langkah sistematis.

Metode ilmiah adalah merupakan pengejaran terhadap kebenaran relatif yang


diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena keberadaan dari ilmu itu
adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode
ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan
menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karenanya, penelitian dan
metode ilmiah, jika tidak dikatakan sama, mempunyai hubungan yang relatif dekat.
Karena dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil
umum, akan mudah dijawab.

Menuruti Schluter (Moh Nazir, 2006), langkah penting sebelum sampai tahapan
analisis data dan penentuan model adalah ketika kita melakukan pengumpulan dan
manipulasi data sehingga bisa digunakan bagi keperluan pengujian hipotesis.
Mengadakan manipulasi data berarti mengubah data mentah dari awal menjadi
suatu bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan
antar fenomena.

Kelaziman kuantifikasi sebaiknya dilakukan kecuali bagi atribut-atribut yang tidak


dapat dilakukan. Dan dari kuantifikasi data itu, penentuan mana yang dikatakan
data nominal, ordinal, interval dan rasio bisa dilakukan demi memasuki wilayah
penentuan model.

Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang, melakukan analisis berdasarkan
pada kerangka hipotesis dilakukan dengan membuat model matematis untuk
membangun refleksi hubungan antar fenomena yang secara implisit sudah
dilakukan dalam rumusan hipotesis. Analisis data merupakan bagian yang amat
penting dalam metode ilmiah.

Data bisa memiliki makna setelah dilakukan analisis dengan menggunakan model
yang lazim digunakan dan sudah diuji secara ilmiah meskipun memiliki peluang
menggunakan alat analisis lain. Akan tetapi masing-masing model, jika ditelaah
satu demi satu, sebenarnya hanya sebagian saja yang bisa digunakan untuk kondisi
dan data tertentu. Ia tidak bisa digunakan untuk menganalisis data jika model yang
digunakan kurang sesuai dengan bagaimana kita memperoleh data jika
menggunakan instrumen. Timbangan tidak bisa digunakan untuk mengukur tinggi
badan seseorang. Sebaliknya meteran tidak bisa digunakan untuk mengukur berat
badan seseorang. Karena masing-masing instrumen memiliki kegunaan masing-
masing.
Dalam hal ini, tentu saja kita tidak ingin menggunakan model analisis hanya
semata-mata karena menuruti selera dan kepentingan. Suatu model hanya lazim
digunakan setelah kita mempertimbangkan kondisi bagaimana data dikumpulkan.
Karena dalam teori, alat analisis model adalah alat yang tidak bisa digunakan dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan logis. Ia memang
bisa digunakan untuk menghitung secara matematis, akan tetapi tidak dalam teori.

Banyaknya konsumsi makanan tentu memiliki hubungan dengan berat badan


seseorang. Akan tetapi banyaknya konsumsi makanan penduduk pulau Nias, tidak
akan pernah memiliki hubungan dengan berat badan penduduk Kalimantan.
Motivasi kerja sebuah perusahaan makanan ringan, tidak akan memiliki hubungan
dengan produktivitas petani Sawit. Model analisis statistik hanya bisa digunakan jika
data yang diperoleh memiliki syarat-syarat tertentu. Salah satu diantaranya adalah
masing-masing variabel tidak memiliki hubungan linier yang eksak. Data yang kita
peroleh melalui instrumen pengumpul data itu bisa dianalisis dengan menggunakan
model tanpa melanggar kelaziman.

Bagi keperluan analisis penelitian ilmu-ilmu sosial, teknik mengurutkan sesuatu ke


dalam skala itu artinya begitu penting mengingat sebagian data dalam ilmu-ilmu
sosial mempunyai sifat kualitatif. Atribut saja sebagai objek penelitian selain kurang
representatif bagi peneliti, juga sebagian orang saat ini menginginkan gradasi yang
lebih baik bagi objek penelitian.

Orang selain kurang begitu puas dengan atribut baik atau buruk, setuju atau tidak
setuju, tetapi juga menginginkan sesuatu yang berada diantara baik dan buruk atau
diantara setuju dan tidak setuju. Karena gradasi, merupakan kelaziman yang
diminta bagi sebagian orang bisa menguak secara detail objek penelitian. Semakin
banyak gradasi yang dibuat dalam instrumen penelitian, hasilnya akan makin
representatif.

Menuruti Moh. Nazir (2006), teknik membuat skala adalah cara mengubah fakta-
fakta kualitatif (atribut) menjadi suatu urutan kuantitatif (variabel). Mengubah fakta-
fakta kualitatif menjadi urutan kuantitatif itu telah menjadi satu kelaziman paling
tidak bagi sebagian besar orang, karena berbagai alasan. Pertama, eksistensi
matematika sebagai alat yang lebih cenderung digunakan oleh ilmu-ilmu
pengetahuan sehingga bisa mengundang kuantitatif variabel. Kedua, ilmu
pengetahuan, disamping akurasi data, semakin meminta presisi yang lebih baik,
lebih-lebih dalam mengukur gradasi. Karena perlunya presisi, maka kita belum tentu
puas dengan atribut baik atau buruk saja. Sebagian peneliti ingin mengukur sifat-
sifat yang ada antara baik dan buruk tersebut, sehingga diperoleh suatu skala
gradasi yang jelas.
B. Pembahasan

a. Data nominal

Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis data digunakan, berikut ini
akan diberikan ulasan tentang bagaimana sebenarnya data nominal yang sering
digunakan dalam statistik nonparametrik bagi mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir,
data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan
kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan
apapun.

Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit. Data
nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki urutan. Bila objek
dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka,
set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa.

Misalnya tentang jenis olah raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian masing-
masing anggota set di atas kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan
renang (3). Jelas kelihatan bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa
tingkat olah raga basket lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi
dari tenis. Angka tersebut tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka
yang diberikan hanya berfungsi sebagai label saja. Begitu juga tentang suku, yakni
Dayak, Bugis dan Badui.

Tentang partai, misalnya Partai Bulan, Partai Bintang dan Partai Matahari. Masing-
masing kategori tidak dinyatakan lebih tinggi dari atribut (nama) yang lain.
Seseorang yang pergi ke Jakarta, tidak akan pernah mengatakan dua setengah kali,
atau tiga seperempat kali. Tetapi akan mengatakan dua kali, lima kali, atau tujuh
kali. Begitu juga tentang ukuran jumlah anak dalam suatu keluarga. Numerik yang
dihasilkan akan selalu berbentuk bilangan bulat, demikian seterusnya. Tidak akan
pernah ada bilangan pecahan. Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran
dengan skala nominal.

Menuruti Sugiono, alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang
digunakan untuk data nominal adalah Coefisien Contingensi. Akan tetapi karena
pengujian hipotesis Coefisien Contingensi memerlukan rumus Chi Square (2),
perhitungannya dilakukan setelah kita menghitung Chi Square. Penggunaan model
statistik nonparametrik selain Coefisien Contingensi tidak lazim dilakukan.

b. Data ordinal

Bagian lain dari data kontinum adalah data ordinal. Data ini, selain memiliki nama
(atribut), juga memiliki peringkat atau urutan. Angka yang diberikan mengandung
tingkatan. Ia digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai
yang paling tinggi, atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut
terhadap objek, tetapi hanya memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah
set objek yang dinomori, dari 1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan
seterusnya, bila dinyatakan dalam skala, maka jarak antara data yang satu dengan
lainnya tidak sama. Ia akan memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai
paling rendah. Atau paling baik sampai ke yang paling buruk.

Misalnya dalam skala Likert (Moh Nazir), mulai dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu,
tidak setuju sampai sangat tidak setuju. Atau jawaban pertanyaan tentang
kecenderungan masyarakat untuk menghadiri rapat umum pemilihan kepala
daerah, mulai dari tidak pernah absen menghadiri, dengan kode 5, kadang-kadang
saja menghadiri, dengan kode 4, kurang menghadiri, dengan kode 3, tidak pernah
menghadiri, dengan kode 2 sampai tidak ingin menghadiri sama sekali, dengan
kode 1. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh
data ordinal. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang lazim
digunakan untuk data ordinal adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall Tau.

c. Data interval

Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal
dan ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan
data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek
yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari
objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala
interval dinamakan data interval.

Misalnya tentang nilai ujian 6 orang mahasiswa, yakni A, B, C, D, E dan F diukur


dengan ukuran interval pada skala prestasi dengan ukuran 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, maka
dapat dikatakan bahwa beda prestasi antara mahasiswa C dan A adalah 3 1 = 2.
Beda prestasi antara mahasiswa C dan F adalah 6 3 = 3. Akan tetapi tidak bisa
dikatakan bahwa prestasi mahasiswa E adalah 5 kali prestasi mahasiswa A ataupun
prestasi mahasiswa F adalah 3 kali lebih baik dari prestasi mahasiswa B.

Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala interval ini akan diperoleh data
interval. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang lazim
digunakan untuk data interval ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial
Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.

d. Data rasio

Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain,
yakni ukuran yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang
diukur dinamakan ukuran rasio (data rasio). Data rasio, yang diperoleh melalui
pengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak
dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik
nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data rasio dapat dibuat perkalian
ataupun pembagian.

Angka pada data rasio dapat menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur.
Jika ada 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai pendapatan masing-masing
perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp. 50.000. Bila dilihat dengan
ukuran rasio maka pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi
A. Pendapatan pengemudi D adalah 5 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan
pengemudi C adalah 4/3 kali pendapatan pengemudi B.

Dengan kata lain, rasio antara pengemudi C dan A adalah 4 : 1, rasio antara
pengemudi D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio antara pengemudi C dan B
adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000, dan
pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh data
rasio lainnya adalah berat badan bayi yang diukur dengan skala rasio. Bayi A
memiliki berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika
diukur dengan skala rasio, maka bayi A memiliki rasio berat badan 3 kali dari berat
badan bayi C. Bayi B memiliki rasio berat badan dua kali dari berat badan bayi C,
dan bayi C memiliki rasio berat badan sepertiga kali berat badan bayi A, dst.

Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data
rasio. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah statistik
parametrik dan yang lazim digunakan untuk data rasio ini adalah Pearson Korelasi
Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan
Multiple Regression.Sesuai dengan ulasan jenis pengukuran yang digunakan, maka
variabel penelitian lazimnya bisa di bagi menjadi 4 jenis variabel, yakni variabel
(data) nominal, variabel (data) ordinal, variabel (data) interval, dan variabel (data)
rasio.

Variabel nominal, yaitu variabel yang dikategorikan secara diskrit dan saling
terpisah satu sama lain, misalnya status perkawinan, jenis kelamin, suku bangsa,
profesi pekerjaan seseorang dan sebagainya. Variabel ordinal adalah variabel yang
disusun atas dasar peringkat, seperti motivasi seseorang untuk bekerja, peringkat
perlombaan catur, peringkat tingkat kesukaran suatu pekerjaan dan lain-lain.
Variabel interval adalah variabel yang diukur dengan ukuran interval seperti indek
prestasi mahasiswa, skala termometer dan sebagainya, sedangkan variabel rasio
adalah variabel yang disusun dengan ukuran rasio seperti tingkat penganggguran,
penghasilan, berat badan, dan sebagainya.

e. Konversi variabel ordinal

Adakalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis statistik
nonparametrik dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi biaya, waktu maupun
dasar teori. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson Korelasi
Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regresion dan
Multiple Regression, padahal data yang kita miliki adalah hasil pengukuran dengan
skala ordinal, sedangkan persyaratan penggunaan statistik parametrik adalah selain
data harus berbentuk interval atau rasio, data harus memiliki distribusi normal. Jika
kita tidak ingin melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data
ordinal, hal itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran
skala ordinal menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval.

Menuruti Al-Rasyid, menaikkan data dari skala ordinal menjadi skala interval
dinamakan transformasi data. Transformasi data itu dilakukan diantaranya adalah
dengan menggunakan Metode Suksesive Interval (MSI). Tujuan dari dilakukannya
transformasi data adalah untuk menaikkan data dari skala pengukuran ordinal
menjadi skala dengan pengukuran interval yang lazim digunakan bagi kepentingan
analisis statistik parametrik.

Transformasi data ordinal menjadi interval itu, selain merupakan suatu kelaziman,
juga untuk mengubah data agar memiliki sebaran normal. Artinya, setelah
dilakukan transformasi data dari ordinal menjadi interval, penggunaan model dalam
suatu penelitian tidak perlu melakukan uji normalitas. Karena salah satu syarat
penggunaan statistik parametrik, selain data harus memiliki skala interval (dan
rasio), data juga harus memiliki distribusi (sebaran) normal.

Dengan dilakukannya transformasi data, diharapkan data ordinal sudah menjadi


data interval dan memiliki sebaran normal yang langsung bisa dilakukan analisis
dengan statistik parametrik. Berbeda dengan ststistik nonparametrik, ia hanya
digunakan untuk mengukur distribusi. (Ronald E. Walpole).

DAFTAR PUSTAKA

Al-Rasyid, H. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Pascasarjana UNPAD,


Bandung, 1994.

Anita Kesumahati, Skripsi, PS Matematika, Unila, Penggunaan Korelasi Polikhorik dan


Pearson untuk Variabel Ordinal Dalam Model Persamaan Struktural, 2005.

Hays, W. L., Quantificationin Psychology, Prentice Hall. New Delhi, 1976.

J.T. Roscoe, Fundamental Research Statistic for the Behavioral Sciences, Hol,
Rinehart and Winston, Inc., New York, 1969

J Supranto, Statistik, Teori Dan Aplikasi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta,
1987

Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Ronald E Walpole, Pengantar Statistika, Edisi ke-3, Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1992.

Riduan, Dasar-dasar Statistika. Penerbit ALFABETA Bandung, 2005.

Sugiono, Prof. Dr. Statistika Nonparametrik Untuk Penelitian, Penerbit CV ALFABETA,


Bandung, 2004.

Suharto, Bahan Kuliah Statistika, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah


Metro, 2007.

Wijayanto, 2003. Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.5. Pascasarjana FE-
UI, Jakarta.

Zaenal Mustafa El Qodri. 1985. Pengantar Statistika, Bagian Penerbitan Fakultas


Ekokomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

DATA NOMINAL, ORDINAL, INTERVAL DAN DATA RASIO

Oleh: Suharto

A. Pendahuluan

Beberapa ahli berpendapat bahwa pelaksanaan penelitian dengan menggunakan


metode ilmiah diantaranya adalah melakukan langkah-langkah sistematis. Metode
ilmiah adalah merupakan pengejaran terhadap kebenaran relatif yang diatur oleh
pertimbangan-pertimbangan logis. Karena keberadaan dari ilmu itu adalah untuk
memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah
berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan
pendekatan kesangsian sistematis. Karenanya, penelitian dan metode ilmiah, jika
tidak dikatakan sama, mempunyai hubungan yang relatif dekat. Karena dengan
adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil umum, akan
mudah dijawab.

Menuruti Schluter (Moh Nazir, 2006), langkah penting sebelum sampai tahapan
analisis data dan penentuan model adalah ketika kita melakukan pengumpulan dan
manipulasi data sehingga bisa digunakan bagi keperluan pengujian hipotesis.
Mengadakan manipulasi data berarti mengubah data mentah dari awal menjadi
suatu bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan
antar fenomena. Kelaziman kuantifikasi sebaiknya dilakukan kecuali bagi atribut-
atribut yang tidak dapat dilakukan. Dan dari kuantifikasi data itu, penentuan mana
yang dikatakan data nominal, ordinal, interval dan ratio bisa dilakukan demi
memasuki wilayah penentuan model.

Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang, melakukan analisis berdasarkan
pada kerangka hipotesis dilakukan dengan membuat model matematis untuk
membangun refleksi hubungan antar fenomena yang secara implisit sudah
dilakukan dalam rumusan hipotesis. Analisis data merupakan bagian yang amat
penting dalam metode ilmiah. Data bisa memiliki makna setelah dilakukan analisis
dengan menggunakan model yang lazim digunakan dan sudah diuji secara ilmiah
meskipun memiliki peluang menggunakan alat analisis lain. Akan tetapi masing-
masing model, jika ditelaah satu demi satu, sebenarnya hanya sebagian saja yang
bisa digunakan untuk kondisi dan data tertentu. Ia tidak bisa digunakan untuk
menganalisis data jika model yang digunakan kurang sesuai dengan bagaimana kita
memperoleh data jika menggunakan instrumen. Timbangan tidak bisa digunakan
untuk mengukur tinggi badan seseorang. Sebaliknya meteran tidak bisa digunakan
untuk mengukur berat badan seseorang. Karena masing-masing instrumen memiliki
kegunaan masing-masing.

Dalam hal ini, tentu saja kita tidak ingin menggunakan model analisis hanya
semata-mata karena menuruti selera dan kepentingan. Suatu model hanya lazim
digunakan setelah kita mempertimbangkan kondisi bagaimana data dikumpulkan.
Karena dalam teori, alat analisis model adalah alat yang tidak bisa digunakan dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan logis. Ia memang
bisa digunakan untuk menghitung secara matematis, akan tetapi tidak dalam teori.
Banyaknya konsumsi makanan tentu memiliki hubungan dengan berat badan
seseorang. Akan tetapi banyaknya konsumsi makanan penduduk pulau Nias, tidak
akan pernah memiliki hubungan dengan berat badan penduduk Kalimantan.
Motivasi kerja sebuah perusahaan makanan ringan, tidak akan memiliki hubungan
dengan produktivitas petani Sawit. Model analisis statistik hanya bisa digunakan jika
data yang diperoleh memiliki syarat-syarat tertentu. Salah satu diantaranya adalah
masing-masing variabel tidak memiliki hubungan linier yang eksak. Data yang kita
peroleh melalui instrumen pengumpul data itu bisa dianalisis dengan menggunakan
model tanpa melanggar kelaziman.

Bagi keperluan analisis penelitian ilmu-ilmu sosial, teknik mengurutkan sesuatu ke


dalam skala itu artinya begitu penting mengingat sebagian data dalam ilmu-ilmu
sosial mempunyai sifat kualitatif. Atribut saja sebagai objek penelitian selain kurang
representatif bagi peneliti, juga sebagian orang saat ini menginginkan gradasi yang
lebih baik bagi objek penelitian. Orang selain kurang begitu puas dengan atribut
baik atau buruk, setuju atau tidak setuju, tetapi juga menginginkan sesuatu yang
berada diantara baik dan buruk atau diantara setuju dan tidak setuju. Karena
gradasi, merupakan kelaziman yang diminta bagi sebagian orang bisa menguak
secara detail objek penelitian. Semakin banyak gradasi yang dibuat dalam
instrumen penelitian, hasilnya akan makin representatif.

Menuruti Moh. Nazir (2006), teknik membuat skala adalah cara mengubah fakta-
fakta kualitatif (atribut) menjadi suatu urutan kuantitatif (variabel). Mengubah fakta-
fakta kualitatif menjadi urutan kuantitatif itu telah menjadi satu kelaziman paling
tidak bagi sebagian besar orang, karena berbagai alasan. Pertama, eksistensi
matematika sebagai alat yang lebih cenderung digunakan oleh ilmu-ilmu
pengetahuan sehingga bisa mengundang kuantitatif variabel. Kedua, ilmu
pengetahuan, disamping akurasi data, semakin meminta presisi yang lebih baik,
lebih-lebih dalam mengukur gradasi. Karena perlunya presisi, maka kita belum tentu
puas dengan atribut baik atau buruk saja. Sebagian peneliti ingin mengukur sifat-
sifat yang ada antara baik dan buruk tersebut, sehingga diperoleh suatu skala
gradasi yang jelas.
B. Pembahasan

a. Data nominal

Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis data digunakan, berikut ini
akan diberikan ulasan tentang bagaimana sebenarnya data nominal yang sering
digunakan dalam statistik nonparametrik bagi mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir,
data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan
kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan
apapun. Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau
diskrit. Data nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki urutan. Bila objek
dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka,
set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa. Misalnya tentang jenis olah
raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian masing-masing anggota set di atas
kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan renang (3). Jelas kelihatan
bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa tingkat olah raga basket
lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi dari tenis. Angka tersebut
tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka yang diberikan hanya
berfungsi sebagai label saja. Begitu juga tentang suku, yakni Dayak, Bugis dan
Badui. Tentang partai, misalnya Partai Bulan, Partai Bintang dan Partai Matahari.
Masing-masing kategori tidak dinyatakan lebih tinggi dari atribut (nama) yang lain.
Seseorang yang pergi ke Jakarta, tidak akan pernah mengatakan dua setengah kali,
atau tiga seperempat kali. Tetapi akan mengatakan dua kali, lima kali, atau tujuh
kali. Begitu juga tentang ukuran jumlah anak dalam suatu keluarga. Numerik yang
dihasilkan akan selalu berbentuk bilangan bulat, demikian seterusnya. Tidak akan
pernah ada bilangan pecahan. Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran
dengan skala nominal. Menuruti Sugiono, alat analisis (uji hipotesis asosiatif)
statistik nonparametrik yang digunakan untuk data nominal adalah Coefisien
Contingensi. Akan tetapi karena pengujian hipotesis Coefisien Contingensi
memerlukan rumus Chi Square (2), perhitungannya dilakukan setelah kita
menghitung Chi Square. Penggunaan model statistik nonparametrik selain Coefisien
Contingensi tidak lazim dilakukan.

b. Data ordinal

Bagian lain dari data yang sering digunakan dalam statistik nonparametrik adalah
data ordinal. Data ini, selain memiliki nama (atribut), juga memiliki peringkat atau
urutan. Angka yang diberikan mengandung tingkatan. Ia digunakan untuk
mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, atau
sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya
memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang dinomori, dari
1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, bila dinyatakan dalam
skala, maka jarak antara data yang satu dengan lainnya tidak sama. Ia akan
memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah. Atau paling baik
sampai ke yang paling buruk. Misalnya dalam skala Likert (Moh Nazir), mulai dari
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju sampai sangat tidak setuju. Atau
jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat untuk menghadiri rapat
umum pemilihan kepala daerah, mulai dari tidak pernah absen menghadiri, dengan
kode 5, kadang-kadang saja menghadiri, dengan kode 4, kurang menghadiri,
dengan kode 3, tidak pernah menghadiri, dengan kode 2 sampai tidak ingin
menghadiri sama sekali, dengan kode 1. Dari hasil pengukuran dengan
menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh data ordinal. Alat analisis (uji
hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang lazim digunakan untuk data ordinal
adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall Tau.

c. Data interval

Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal
dan ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan
data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek
yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari
objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala
interval dinamakan data interval. Misalnya tentang nilai ujian 4 orang mahasiswa,
yakni A, B, C, dan D diukur dengan ukuran interval pada skala prestasi dengan
ukuran 1, 2, 3, dan 4, maka dapat dikatakan bahwa beda prestasi antara mahasiswa
C dan A adalah 3 1 = 2. Beda prestasi antara mahasiswa D dan B adalah 4 2 =
2. Akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa prestasi mahasiswa D adalah 2 kali
prestasi mahasiswa B ataupun prestasi mahasiswa D adalah 4 kali lebih baik dari
prestasi mahasiswa A. Selain itu ukuran interval juga tidak memiliki nilai nol mutlak,
seperti halnya suhu dalam skala termometer. Dari hasil pengukuran dengan
menggunakan skala interval ini akan diperoleh data interval. Alat analisis (uji
hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang lazim digunakan untuk data interval ini
adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation,
Partial Regression, dan Multiple Regression.

d. Data rasio

Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain,
yakni ukuran yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang
diukur dinamakan ukuran rasio (data rasio). Data rasio, yang diperoleh melalui
mengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak
dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik
nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data rasio dapat dibuat perkalian
ataupun pembagian. Angka pada data rasio dapat menunjukkan nilai sebenarnya
dari objek yang diukur. Jika ada 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai
pendapatan masing-masing perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp.
50.000. Bila dilihat dengan ukuran rasio maka pendapatan pengemudi C adalah 4
kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi D adalah 5 kali pendapatan
pengemudi A. Pendapatan pengemudi C adalah 4/3 kali pendapatan pengemudi B.
Dengan kata lain, rasio antara pengemudi C dan A adalah 4 : 1, rasio antara
pengemudi D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio antara pengemudi C dan B
adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000, dan
pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh data
rasio lainnya adalah berat badan bayi yang diukur dengan skala rasio. Bayi A
memiliki berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika
diukur dengan skala rasio, maka bayi A memiliki rasio berat badan 3 kali dari berat
badan bayi C. Bayi B memiliki rasio berat badan dua kali dari berat badan bayi C,
dan bayi C memiliki rasio berat badan sepertiga kali berat badan bayi A, dst. Dari
hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data rasio.
Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah statistik parametrik dan
yang lazim digunakan untuk data ratio ini adalah Pearson Korelasi Product Moment,
Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.

Sesuai dengan ulasan jenis pengukuran yang digunakan, maka variabel penelitian
lazimnya bisa di bagi menjadi 4 jenis variabel, yakni variabel nominal, variabel
ordinal, variabel interval, dan variabel ratio. Variabel nominal, yaitu variabel yang
dikategorikan secara diskrit dan saling terpisah satu sama lain, misalnya status
perkawinan, jenis kelamin, suku bangsa, profesi pekerjaan seseorang dan
sebagainya. Variabel ordinal adalah variabel yang disusun atas dasar peringkat,
seperti motivasi seseorang untuk bekerja, peringkat perlombaan catur, peringkat
tingkat kesukaran suatu pekerjaan dan lain-lain. Variabel interval adalah variabel
yang diukur dengan ukuran interval seperti indek prestasi mahasiswa, skala
termometer dan sebagainya, sedangkan variabel rasio adalah variabel yang disusun
dengan ukuran ratio seperti tingkat penganggguran, penghasilan, berat badan, dan
sebagainya.

e. Konversi variabel ordinal

Adakalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis statistik
nonparametrik dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi biaya, waktu maupun
dasar teori. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson Korelasi
Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regresion dan
Multiple Regression, padahal data yang kita miliki adalah hasil pengukuran dengan
skala ordinal, sedangkan persyaratan penggunaan statistik parametrik adalah selain
data harus berbentuk interval atau ratio, data harus memiliki distribusi normal. Jika
kita tidak ingin melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data
ordinal, hal itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran
skala ordinal menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval..

Menuruti Al-Rasyid, menaikkan data dari skala ordinal menjadi skala interval
dinamakan transformasi data. Transformasi data itu dilakukan diantaranya adalah
dengan menggunakan Metode Suksesive Interval (MSI). Tujuan dari dilakukannya
transformasi data adalah untuk menaikkan data dari skala pengukuran ordinal
menjadi skala dengan pengukuran interval yang lazim digunakan bagi kepentingan
analisis statistik parametrik. Transformasi data ordinal menjadi interval itu, selain
merupakan suatu kelaziman, juga untuk mengubah data agar memiliki sebaran
normal. Artinya, setelah dilakukan transformasi data dari ordinal menjadi interval,
penggunaan model dalam suatu penelitian tidak perlu melakukan uji normalitas.
Karena salah satu syarat penggunaan statistik parametrik, selain data harus
memiliki skala interval (dan ratio), data juga harus memiliki distribusi (sebaran)
normal. Dengan dilakukannya transformasi data, diharapkan data ordinal sudah
menjadi data interval dan memiliki sebaran normal yang langsung bisa dilakukan
analisis dengan statistik parametrik. Berbeda dengan ststistik nonparametrik, ia
hanya digunakan untuk mengukur distribusi. (Ronald E. Walpole).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Rasyid, H. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Pascasarjana UNPAD,


Bandung, 1994.

Anita Kesumahati, Skripsi, PS Matematika, Unila, Penggunaan Korelasi Polikhorik dan


Pearson untuk Variabel Ordinal Dalam Model Persamaan Struktural, 2005.

Hays, W. L., Quantification in Psychology, Prentice Hall. New Delhi, 1976.

J.T. Roscoe, Fundamental Research Statistic for the Behavioral Sciences, Hol,
Rinehart and Winston, Inc., New York, 1969

J Supranto, Statistik, Teori Dan Aplikasi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta,
1987

Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

Ronald E Walpole. Pengantar Statistika, Edisi ke-3, Penerbit PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1992.

Riduan, Dasar-dasar Statistika, Penerbit ALFABETA Bandung, 2005.

Sugiono, Prof. Dr. 2004. Statistika Nonparametrik Untuk Penelitian, Penerbit CV


ALFABETA, Bandung.

Suharto, 2007. Kumpulan Bahan Kuliah Statistika, Fakultas Ekonomi Universitas


Muhammadiyah Metro. .

Wijayanto, 2003. Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.5. Pascasarjana FE-
UI, Jakarta.

Zaenal Mustafa El Qodri. 1985. Pengantar Statistika, Bagian Penerbitan Fakultas


Ekokomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Methode Sampling

Ada dua cara mengumpulkan data :

1. Sensus yaitu mengumpulkan data dengan cara mencatat semua elemen yang
diselidiki, jadi menyelidiki semua obyek, gejala, kejadian atau peristiwa.

Misalnya seluruh motor yang dihasilkan Pt X, atau seluruh motor yang ada di dealer.
Sehingga hasil sensus menggambarkan nilai karakteristik sesungguhnya. Kumpulan
seluruh elemen itu dinamakan populasi.

2. Sampling : teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati sebagian dari


obyek, gejala atau peristiwa.
Sebagian individu yang diamati tersebut disebut sampel. Sehingga hasil
pengamatan yang diperoleh berupa nilai karakteristik perkiraan, yaitu perkiraan
tentang keadaan populasi.

Cara sensus meskipun memberikan data yang sebenarnya, dan hasil keputusan
yang tepat tetapi memakan biaya, waktu, tenaga.

Cara sampling akan menghemat waktu, tenaga , biaya namun perlu diperhatikan
teknik pengambilan samplingnya sehingga bisa menggambarkan keadaan
sesungguhnya dari populasi (tidak bias).

Teknik Pengambilan Sampling :

A. Probability Sampling Random : pengambilan sampling yang mengikuti teori


probabilitas, sehingga bisa lebih menggambarkan kondisi populasi.

Terbagi atas :

A.1. Simple Random Sampling :

Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang
sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.

Apabila jumlah populasi sedikit bisa dilakukan dengan cara mengundi tapi apabila
jumlah populasi besar dengan menggunakan Tabel Random Number atau lebih
praktis lagi lewat bantuan software online http://www.randomizer.org/form.htm

Teknik ini memiliki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien
digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki sifat homogenitas
tinggi.

Sedangkan untuk populasi yang bersifat heterogen, penggunaan teknik ini justru
dapat menimbulkan bias.

Dengan software online, http://www.randomizer.org/form.htm

dengan cara mengisi sebagai berikut :

How many sets of numbers do you want to generate? Isi 1

How many numbers per set ? Isi 5

Number range (e.g., 1-50) : Isi from 1 to 50


Do you wish each number in a set to remain unique? Pilih Yes

Do you wish to sort the numbers that are generated? Pilih No

How do you wish to view your random numbers? Pilih Place Marker Off

Klik Randomize Now !

A.2. Sistematik Sampling

Yaitu dengan melakukan pengambilan sample secara sistematis berdasarkan


interval yang telah ditetapkan.

Mis. untuk memilih 7 sampel dari populasi yang berisi 100, yaitu dengan
menetapkan interval mis k = 15 lalu pilih secara random nilai pertama mis 10,
maka nilai kedua adalah 10 + 15 = 25 dst sesuai interval sehingga sample yang
didapat 10,15,40,55,70,80,95

Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus,
sistematik sampling justru menimbulkan bias.

Prosedur sistematik sampling adalah sebagai berikut :

1. Menyusun sampling frame yaitu daftar elemen yang akan diamati.

2. Menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N


adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan.

3. Memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame.

4. Memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel


sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval
(k) pada setiap sampel sebelumnya.

Sistematik Sampling & Control Chart :

Methode ini paling efektif digunakan untuk troubleshooting dan biasanya digunakan
untuk membentuk subgroups dari sebuah control chart.

Sering disebut juga sebagai Consecutive Sampling

A.3. Stratifikasi Sampling :

Yaitu dengan melakukan stratifikasi populasi kedalam sub populasi atau strata yang
mempunyai pembobotan (%) yang sama.

Misal survey untuk 100 orang pembaca tabloid x, maka apabila diketahui 100
orang pembaca tersebut terdiri atas 60 orang pria & 40 wanita maka apabila
sample diambil untuk 10 orang maka sample terdiri atas 6 pria & 4 wanita.
A.4. Cluster Sampling (Sampel Random Berkelompok) yaitu dengan membagi
populasi sebagai cluster-cluster kecil, lalu pengamatan dilakukan pada sampel
cluster yang dipilih secara random.

Methode ini biasanya digunakan pada survey yang menggunaan peta area
(geografi), misalnya survey perumahan di perkotaan. Area kota dibagi kedalam
blok-blok, kemudian secara random dipilih blok-blok sebagai sampel pengamatan.

Quick Count biasanya menggunakan perpaduan Cluster & Stratifikasi Sampling


dalam methodenya

Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis
tersebar luas.

Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah
dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi,
hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple
random sampling

B. Non Probability Sampling

Perbedaan antara nonprobability dan probability sampling adalah bahwa


nonprobability sampling memilih unit sampel secara tidak acak.

Hal ini berarti nonprobability sampling tidak bergantung pada teori probabilitas.

Dengan nonprobability sampling, kemungkinan besar tidak bisa mewakili sifat


populasi secara baik.

Secara umum peneliti pada umumnya memakai methode probability dibanding non
probability.

Namun demikian dalam riset sosial terdapat beberapa kondisi-kondisi yang tidak
memungkinkan secara praktek atau secara teoritis untuk melakukan random
sampling.

Oleh karena itu kemudian perlu digunakan alternatif metoda nonprobability seperti
survey, jajak pendapat maupun opini.

Terdiri :

B.1. Accidental Sampling, apabila pengamatan sampel yang dilakukan tanpa


sengaja, tanpa perencanaan terlebih dulu. Jumlah sample yang diambil seadanya
saja, sehingga kesimpulan yang diambil bersifat kasar dan sementara.

Misalnya penelitian pemakaian merk kendaraan di Yogyakarta berdasarkan samel


mobil yang diparkir di Malioboro, didapatkan kesimpulan 70 % memakai Toyota.

Purposive Sampling
B.2. Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja
untuk mencapai maksud tertentu. Informasi yang mendahului keadaan populasi
sudah diketahui benar dan tidak perlu diragukan lagi (misal dari sensus ekonomi)
dan pengamatan dilakukan hanya pada daerah tertentu key area misal daerah
industri dengan tujuan mengetahui key area tersebut saja.

Purposive Sampling sering juga disebut Judgement Sampling, karena diasarkan


pada pertimbangan pakar. Misalnya untuk masalah peningkatan ekonomi dengan
mengambil pendapat pakar ekonomi dsb

B.3. Convenience Sampling : apabila pengambilan sample berdasarkan kesukaan /


suka-suka / seenaknya menurut si peneliti. Misalnya dengan mengambil pengunjung
yang baru keluar dari seminar, orang terdekat dsb

B.4. Snowball (bola salju) sampling ; apabila pengamatan sample didapat dari
sejumlah responden yang kemudian mereka mengajak temannya untuk dijadikan
sample dst sehingga jumlah sample semakin membesar seperti bola salju yang
menggelinding. Misalnya sample pengamatan mengenai penolakan terhadap
pasangan capres/cawapres tertentu Say No To lewat media face book.

B.5. Kuota Sampling ; terjadi pada sampling stratifikasi bedanya disini sample
pengamatan menetapkan kuota tertentu sejumlah yang diinginkan.Jika kuota telah
telah ditentukan mulailah dilakukan penyelidikan, tentang siapa yang akan
dijadikan responden, terserah tim pengumpul data.

Misalnya ; Untuk keperluan responden penghuni suatu apartemen ditetapkan kuota


sebagai berikut :

15 orang warga negara asing

10 orang wni keturunan asing

30 orng wni asli

Apabila sudah memenuhi kuota, tak peduli apakah subyek yang diambil mewakili
populasi atau tidak, bukan menjadi persoalan.

Sampling Penerimaan :

Sampling Penerimaan (Acceptance Sampling) adalah sampling yang digunakan


untuk menentukan apakah suatu lot bisa diterima atau tidak, berdasarkan AQL
(Acceptance Quality Level / Tingkat Penerimaan Kualitas).

Awalnya secara resmi dipakai di US Army melalui prosedur MIL-STD-105 D namun


sudah pula dipakai secara luas didunia, dan bisa dipakai untuk data variabel
maupun atribut.
Tiga pendekatan dalam memutuskan lot :

1.Menerima lot tanpa pemeriksaan ; digunakan apabila proses produksi supplier


sangat baik, produk cacat hampir tidak ditemukan.

2.Pemeriksaan 100 % ; digunakan apabila proses produksi supplier tidak cukup


memenuhi spesifikasi atau merupakan kritikal part dan apabila meloloskannya
akan mengakibatkan biaya yang sangat besar.

3.Sampling penerimaan digunakan apabila :

a. Pengujian bersifat merusak.

b. Biaya dan waktu pemeriksaan 100 % sangat tinggi.

c. Adanya keperluan untuk pemantauan kualitas supplier.

Keunggulan Sampling Penerimaan :

a. Lebih murah dan cepat.

b. Resiko kerusakan part berkurang.

c. Manpower lebih sedikit.

d. Mengurangi kesalahan pemeriksaan.

e. Memberikan motivasi ke supplier untuk perbaikan proses secara menyeluruh.

Kerugian Sampling Penerimaan :

a. Beresiko menerima lot yang jelek dan menolak lot yang baik.

b. Informasi dari part / proses yang didapat lebih sedikit.

c. Memerlukan perencanaan dan dokumentasi tentang prosedur sampling


penerimaan yang akan dijalankan.

Inspection Level / Tingkat Pengawasan ;

digunakan untuk menentukan berapa banyaknya contoh yang harus diambil dalam
satu lot. Biasanya ditentukan oleh besar kecilnya biaya pengawasaan, kerusakan
part karena pegujian, maupun lamanya waktu untuk pengawasan.

Terbagi atas 2 yaitu : spesial, umum.


1.Tingkat pengawasan spesial terbagi atas empat tingkat yaitu S-1, S-2, S-3, S-4
digunakan apabila biaya pengawasan cukup mahal karena adanya kerusakan part
karena pengujian.

2.Tingkat pengawasan umum terbagi atas tiga tingkat yaitu I, II, III, dimana :

I : Untuk biaya pengawasan relatif tinggi.

II : Untuk kasus yang normal atau supplier baru.

III : Untuk biaya pengawasan murah & mudah.

Sifat Pengawasan :

Sifat Pengawasan ada tiga macam yaitu longgar, normal, ketat.

1.Sifat pengawasan longgar dipakai untuk supplier yang mempunyai sejarah


kualitas yang baik yang tidak pernah atau sangat jarang melakukan kesalahan dan
menjaga kualitas part yang dikirimkan.

2.Sifat pengawasan normal dipakai untuk awal kegiatan pemeriksaan, untuk


supplier baru ataupun supplier yang mempunyai riwayat kualitas sedang.

3.Sifat pengawasan ketat dipakai untuk supplier yang mempunyai riwayat kualitas
yang jelek.

Pemindahan sifat pengawasan bisa terjadi dari longgar ke normal dan sebaliknya,
normal ke ketat dan sebaliknya mengikuti persyaratan yang telah ditentukan, terdiri
atas 5 macam, yaitu :

1.Pengawasan normal menjadi longgar apabila :

a. Tidak terjadi penolakan selama 10 kali berturut-turut.

b. Keadaan penerimaan yang mantap (tidak ada masalah material, mesin dsb dari
suppplier pada akhir-akhir ini).

c. Telah mendapat persetujuan pic dari bagian yang bertanggungjawab.

d. Total penolakan (10 lot terakhir) maksimal sesuai bilangan batas untuk
pengurangan pemeriksaan. (Tabel)

2.Pengawasan longgar menjadi pengawasan normal apabila :

a. Terjadi 1 lot ditolak.

b. Produksi suplier tidak teratur, sering terjadi keterlambatan.


c. Hal khusus tertentu yang menuntut diadakannya pemeriksaan normal yang lebih
dapat dipertanggungjawabkan.

d. Apabila cacat terletak antara angka ac (accepted) & re (rejected), maka lot
diterima tetapi sifat pengawasan berubah dari longgar menjadi normal.

3.Pengawasan normal ke ketat apabila :

Apabila dalam pengawasan normal terjadi 2 sampai 5 kali berturut-turut mengalami


penolakan karena kesalahan yang fatal.

4.Pengawasan ketat ke normal apabila :

Setelah 5 kali berturut-urut lot diterima tanpa penolakan.

5.Penghapusan / Penghentian Pengawasan :

Apabila pengawasan ketat sudah dilaksanakan selama 10 lot berurutan, sehingga


part dari supplier tidak dapat diterima lagi dan supplier dianjurkan memperbaiki
tingkat kualitas produksinya.

Perencanaan Sampling :

Jenis Perencanaan Sampling ada 3 yaitu :

1. Sampling Single / Tunggal :

Apabila banyaknya reject maksimal sesuai dengan angka penerimaan (Ac


/Accepted) maka lot diterima, tetapi apabila banyaknya reject minimal sesuai
dengan angka penolakan (Re/ Rejected) maka lot ditolak.

Perencanaan Sampling

2. Sampling Double / Ganda :

Apabila banyaknya reject yang terjadi pada pengambilan tahap pertama diatas
angka penerimaan (Ac) tetapi dibawah angka penolakan (Re), maka sample kedua
diperlukan sebelum lot dapat diputuskan.

Keputusan untuk sample kedua adalah sebagai berikut :

Apabila reject akumulatif sample pertama dan kedua maksimal sesuai dengan
angka peneriman (Ac), maka lot diterima, tetapi apabila minimal sesuai dengan
angka penolakan (Re) maka lot ditolak.
3. Sampling Multiple / bertingkat :

Merupakan perluasan dari sampling ganda, yaitu sampai pengambilan sample


ketujuh baru bisa diputuskan untuk penerimaan atau penolakan lot.

Hal ini tentunya memerlukan waktu, tenaga dan biaya pemeriksaan yang lebih
disebabkan karena prosedur yang lebih rumit dibandingkan dengan sampling
double apalagi dibandingkan dengan sampling tunggal.

Perencanaan Sampling

Hal yang ingin dicapai dengan sampling multiple ini adalah pertimbangan psikologis
semata untuk memastikan bahwa lot tersebut memang layak diterima atau
memang harus ditolak.

Langkah-Langkah Sampling Penerimaan

Langkah - Langkah Penggunaan Sampling Penerimaan dengan MIL STD 105D :

1. Menentukan tingkat AQL berdasarkan kesepakatan dengan supplier.

2. Pilih tingkat pengawasan yang akan dilakukan (Spesial S-1, S-2, S-3, S-4 atau
Umum I,II,III)

3. Menentukan ukuran lot yang akan diperiksa.

4. Menentkan jenis perencanaan sampling (tunggal, ganda, bertingkat).

5. Menentukan sifat pengawasan awal (longgar, normal, ketat).

6. Masukkan ke tabel, untuk menentukan angka penerimaan atau penolakan lot.

Sumber :

1.Eugene L. Grant, Richard S. Leavenworth,Pengendalian Mutu statistis Jilid 2,


Penerbit Erlangga 1991

2., Rencana Sampling Dengan Cara MIL-STD-105D, Institut Pendidikan dan


Pembinaan Manajemen PPM

3.http://www.randomizer.org/form.htm

4.Drs. Marzuki, Metodologi Riset,BPFE-UII Yogyakarta

http://stattrek.com/Tables/Random.aspx
Pengertian, Cara Pengumpulan, dan Jenis-jenis Data dan Sample

Published April 19, 2013 by A M A L I A

PENGERTIAN DATA

Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih
memerlukan adanya suatu pengolahan. Data bisa berwujud suatu keadaan,
gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya
yang bisa kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian
ataupun suatu konsep.

CARA PENGUMPULAN DATA

1.Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam


rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk
hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian.metode
pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara:

a.WAWANCARA

Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan
bercakap-cakap secara tatap muka.Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara.

Menurut Patton dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum


wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta
mencantumkan isu-isu yang harus diliput tampa menentukan urutan pertanyaan,
bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-


aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah
aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman
demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan
dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan
pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam
poerwandari, 1998).

b.OBSERVASI

Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut


Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala
dalam objek penelitian.

Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya
wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi
yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama
wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan
sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.

Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) tujuan observasi adalah mendeskripsikan


setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang
terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka yang
terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.

MACAM-MACAM OBSERVASI

a. Observasi Partisipatif

Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang


diucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diteliti
b. Observasi Terus Terang atau Tersamar

Peneliti berterus terang kepada narasumber bahwa ia sedang melakukan


penelitian.

c. Observasi tak Berstruktur

Dilakukan dengan tidak Berstruktur karena fokus penelitian belum jelas

c.Angket atau kuesioner (questionnaire)

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak
langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen
atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertnyaan-
pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden
mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan
presepsinya.

Kuesioner merupakan metode penelitian yang harus dijawab responden untuk


menyatakan pandangannya terhadap suatu persoalan. Sebaiknya pertanyaan
dibuat dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti dan kalimat-kalimat
pendek dengan maksud yang jelas. Penggunaan kuesioner sebagai metode
pengumpulan data terdapat beberapa keuntungan, diantaranya adalah pertanyaan
yang akan diajukan pada responden dapat distandarkan, responden dapat
menjawab kuesioner pada waktu luangnya, pertanyaan yang diajukan dapat
dipikirkan terlebih dahulu sehingga jawabannya dapat dipercaya dibandingkan
dengan jawaban secara lisan, serta pertanyaan yang diajukan akan lebih tepat dan
seragam.

MACAM-MACAM KUISIONER

1. Kuesioner tertutup

Setiap pertanyaan telah disertai sejumlah pilihan jawaban. Responden hanya


memilih jawaban yang paling sesuai.

2. Kuesioner terbuka

Dimana tidak terdapat pilihan jawaban sehingga responden haru memformulasikan


jawabannya sendiri.
3. Kuesioner kombinasi terbuka dan tertutup

Dimana pertanyaan tertutup kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka.

4. Kuesioner semi terbuka

Pertanyaan yang jawabannya telah tersusun rapi, tetapi masih ada kemungkinan
tambahan jawaban.

JENIS-JENIS DATA

Jenis Data Menurut Cara Memperolehnya :

Data Primer

Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh
peneliti perorangan maupun organisasi. Contoh : Mewawancarai langsung penonton
bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek
penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak
lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non
komersial. Contohnya adalah pada peneliti yang menggunakan data statistik hasil
riset dari surat kabar atau majalah.

Macam-Macam Data Berdasarkan Sumber Data :

Data Internal Data internal adalah data yang menggambarkan situasi dan kondisi
pada suatu organisasi secara internal. Misal : data keuangan, data pegawai, data
produksi, dsb.

Data Eksternal

Data eksternal adalah data yang menggambarkan situasi serta kondisi yang ada di
luarorganisasi. Contohnya adalah data jumlah penggunaan sua tu produk pada
konsumen, tingkat preferensi pelanggan, persebaran penduduk, dan lain
sebagainya.

Jenis-jenis Data Menurut Waktu Pengumpulannya :

Data Cross Section


Data cross-section adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu. Contohnya
laporan keuangan per 31 desember 2006, data pelanggan PT. Angin Ribut bulan mei
2004, dan lain sebagainya.

Data Time Series / Berkala

Data berkala adalah data yang datanya menggambarkan sesuatu dari waktu ke
waktu atau periode secara historis. Contoh data time series adalah data
perkembangan nilai tukar dollar amerika terhadap euro eropa dari tahun 2004
sampai 2006, jumlah pengikut jamaah nurdin m. top dan doktor azahari dari bulan
ke bulan, dll.

Data dengan Variabel bebas dan variabel terikat :

Variabel bebas adalah data unit atau ukuran yang diubah dalam suatu
pengamatan. Dalam hubungan sebab-akibat, variable terikat berperan sebagai
sebab sementara variable bebas adalah akibat.

Data dengan variabel terikat adalah data unit atau ukuran yang berubah sesuai
dengan berubahnya variable lain. Variabel terikat menjadi hal yang diperhatikan
dalam suatu pengamatan.

Data Berkala

Data berkala adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk
menggambarkan suatu perkembangan atau kecenderungan
keadaan/peristiwa/kegiatan. Biasanya jarak dari waktu ke waktu sama. Data berkala
disebut juga time series data. Dengan analisis data berkala kita dapat mengetahui
perkembangan satu atau beberapa keadaan serta hubungan atau pengaruhnya
terhadap keadaan lain.

PENGERTIAN SAMPLE

Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi
dalam penelitian

SYARAT SAMPLE YANG BAIK

Dalam penyusunan sampel perlu disusun kerangka sampling yaitu daftar dari
semua unsur sampling dalam populasi sampling, dengan syarat:

a. Harus meliputi seluruh unsur sampel

b. Tidak ada unsur sampel yang dihitung dua kali

c. Harus up to date

d. Batas-batasnya harus jelas


e. Harus dapat dilacak dilapangan

Menurut Teken (dalam Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi) Ciri-ciri sample yang
ideal adalah:

a. dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti

b. Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian dengan menentukan


penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh

c. Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan

d. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya yang rendah

CARA / TEKNIK PENGUMPULAN SAMPLE

Ada beberapa teknik dalam pengambilan sampel, namun secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua:

a. Probability Sampling atau Random Sampling

1) Simple random sampling, pengambilan sample secara acak sederhana, ialah


sebuah sample yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau
satuan elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi sample. Metode yang digunakan dengan cara (1) undian (digoncang seperti
arisan), (2) ordinal (angka kelipatan), (3)tabel bilangan random

2) Proportionate stratified random sampling, misal dengan siswa sebagai


sampelnya,maka perlu ada kalsifikasi siswa berdasar strata (misal kelas I, II dan
III)

3) Disproportional stratified random sampling,..

4) Area Sampling, teknik pengambilan sample berdasar wilayah

5) Kluster sampling, teknik pengambilan sample berdasar gugus atau clusters,


misal: sebuah penelitian ingin mengetahui pendapatan keluarga dalam suatu desa,
dengan berbagai klaster, missal dari segi pekerjaan: Tani, Buruh, PNS, Nelayan

b. Non-Probability Sampling.

Non probability sampling terdiri dari:

1) Sampling sistematis, yaitu memilih sampel dari suatu urutan daftar menurut
urutan tertentu, missal tiap individu urutan no ke-n (10, 15, 20 dst)

2) Sampling kuota, (quota sampling), teknik sampling yang didasarkan pada


terpenuhinya jumlah sample yang diinginkan (ditentukan)
3) Sampling aksidental, sample yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada,
misalnya dengan menanyai siapa saja yang ditemui dijalanuntuk meminta
pendapat tentang kenaikan harga sembako

4) Purposive sampling, teknik pengambilan sample didasrkan atas tujuan tertentu.


(orang yang dipilih betul-betul memiliki kriteria sebagai sampel)

5) Sampling jenuh (sensus),

6) Snowball sampling, dimulai dari kelompok kecil yang diminta untuk


menunjukkan kawan masing-masing. Kemudian kawan tesrebut diminta untuk
menunjukkan kawannya lagi dan seterusnya sampai secukupnya.

4. Teknik Penentuan Jumlah Sampel

Salah satu cara untuk menentukan jumlah sample adalah dengan menggunakan
rumus dari Taro Yamane:

n= Jumlah sample,

N= Jumlah Populasi,

d = Presisi yang inginkan (misal 5 % atau 10 %)

JENIS-JENIS SAMPLE

Menurut Rath & Strongs, ada dua jenis sampel, yaitu

* Sampel judgemental yaitu sampel dipilih berdasarkan pendapat analis dan hasul
penelitian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang item-item di dalam sampel
yaitu pada observasi sesungguhnya.

* Sampel statistical yaitu sampel dipilih secara acak/random dari seluruh populasi
dan hasil penelitiannya dapat digunakan untuk menarik kesimpulan tentang seluruh
populasi.

SUMBER:

http://pradiptavian.wordpress.com/2012/04/28/metode-pengumpulan-data-
pengertian-data-jenis-data-pengertian-variabel-macam-macam-variabel/

http://wahyubudiutami.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-data.html

http://contohskripsi-makalah.blogspot.com/2012/04/pengertian-populasi-dan-
sampel.html
http://jam-analyst.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-sampel.html#!/2012/03/jenis-
jenis-sampel.html

Anda mungkin juga menyukai