Perbedaan Filariasis
Perbedaan Filariasis
Timori
1 Lekukan badan Melengkung Melengkung Melengkung
kaku dan patah kaku dan patah
2 Perbandingan lebar dan 1:1 1:2 1:3
panjang kepala.
3 Warna sarung Tidak bewarna Merah muda Tidak berwarna
LAPORAN LENGKAP
praktikum : Untuk mengetahui cara membuat dan memulas sediaan darah mikrofilaria
Pemeriksaan :
1. Alat
Obyek glass
Cover glass
Mikroskop
2. Bahan
Methylen Alkohol
Larutan Giemsa
Aquadest
Oil mersi
Air
Prosedur Kerja :
2. Hemolisiskan sediaan darah dengan air sampai warna merah hilang. Kemudian keringkan
5. Kemudian preparat dibilas dengan air kran hingga sisa warna hilang
6. Preparat dikeringkan
Hasil pengamatan :
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan bahwa pemeriksaan mikrofilaria dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100x yang di mana kami melihat cacing dewasa
yang berbentuk seperti benang, seperti pada gambar dibawah ini
Pembahasan :
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan
tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig
memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah
berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab
penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Animalia
Classis : Secernentea
Ordo : Spirurida
Upordo : Spirurina
Family : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
1. Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan
larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 100 mm, ekornya berujung
tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor melingkar.
Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat.
3. Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan
pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari
mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa
pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut
menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang
terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk
kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan
bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut
larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi
lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya
larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini
adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi
mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari
dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati, selebihnya
bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan
malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi
cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di
tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan,
misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar.
Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan
menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya,
mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah
kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus
dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami
pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka
orang itu akan tertular penyakit ini.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang
menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya
menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe
tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas
pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa
(Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita
yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga
diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara
total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah
mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian
akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk
kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah
tersebut.
D. Gejala Klinik
Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain:
1. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan
muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis)
yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde
lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahandan merasa
panas (Early lymphodema). Sedangkan gejala klinis filariasis kronis yaitu
Bentuk menyimpang dari filariasis (eosinoffilia tropikal) ditandai oleh hipereosinivilia, adanya
microfilaria di jaringan tetapi tidak terdapat di dalam darah, dan titer antibody antifilaria yang
tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan limphatik. Tes serologi telah tersedia tetapi
tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan
pemeriksaan laboratorium:
1. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau cairan chyluria
pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan membran filtrasi.
3. Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesies
spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan
dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi
manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan
survey.
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan
cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat
yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang
dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibatBrugia
malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek
samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada
pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang
ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi
pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan
dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun.
Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang juga dipakai adalah
ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai
aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek
samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga
dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis.
Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka
tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa
kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan
dengan jalan operasi.
Kesimpulan :
1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe
dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis
berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada,
dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia,
maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki
sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi
penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe,
tungkai, dan alat kelamin.
3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M.
Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain
dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
3. Noble, Elmer R. & Glenn A. Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan Edisi Kelima.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
4. Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
terkena sediaan darah tebal. Kemudian dikeringkan. Tujuan fiksasi yaitu agar sediaan
darah tidak mudah terlepas dan rusak dan hanya dilakukan pada sediaan
darah tipis karena sediaan darah tipis menngandung komponen yang lebih sedikit.
Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan sedang yaitu 3 tetes giemsa stock
dicampur dengan 30 tetes buffer dengan perbandingan 1:10. Kemudian larutan giemsa tersebut
diteteskan diatas sediaan darah dan didiamkan selama 15-25 menit. Setelah kering sediaan darah
dialiri aquades secara perlahan-lahan lalu dikeringkan. Tujuan dari dialiri aquades yaitu untuk
membuang larutan giemsa yang tidak terserap dalam sediaan darah. Setelah kering sediaan darah
dapat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran awal 40 kali lalu dinaikkan menjadi 100
kali.
Pengambilan darah untuk sediaan darah mikrofilaria pembuatannya sama seperti
pembuatan sediaan darah malaria. Sediaan darah yang dibuat hanya sediaan darah tebal
berbentuk oval dengan diameter panjang sekitar 2 cm. Hal tersebut karena ukuran dari
mikrofilaria lebih besar sehingga membutuhkan lingkup pandangan yang lebih luas.
Pewarnaan sediaan darah dengan giemsa ada 3 cara. Cara pewarnaan yang pertama yaitu
pewarnaan cepat. Pewarnaan cepat yaitu perbandingan giemsa stock dan buffer 1:7 dengan lama
pewarnaan 10-15 menit. Pewarnaan cepat diterapkan apabila sediaan darah yang akan diwarnai
berjumlah banyak dan ketersedian giemsa stock masih sangat banyak. Pewarnaan kedua yaitu
pewarnaan sedang. Perwarnaan sedang menggunakan perbandingan giemsa dan buffer sebesar
1:10 dengan lama pewarnaan 15-25 menit. Pewarnaan jenis ini dilakukan disaat sampel yang
digunakan tidak terlalu banyak dan ketersediaan giemsa stock masih mencukupi. Pewarnaan
ketiga adalah pewarnaan lambat, mempunyai perbandingan giemsa stock dan buffer sebesar 1:20
dengan waktu pewarnaan 45-60 menit. Pewarnaan lambat dilakukan apabila sediaan darah yang
akan diwarnai hanya beberapa slide atau pada saat ketersediaan giemsa strock terbatas.
daftar pustaka:
Adam, Syamsunir. 1992. Dasar-Dasar Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Colwell, D.D., F.D. Torres and D. Otranto. 2011. Vector-Borne Parasitic Zoonoses: Emerging Scenario
and New Perspectives. Veterinary Parasitology Elsevier Journal. 182 (2): 14-21
Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Direktorat Jendral PP dan PL, Kementerian
Kesehatan RI. 2011. Pedoman Teknis Pemeriksaan Parasit Malaria (Gebrak Malaria).
Gandahusada, Ilahude dan W. Pribadi. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Indonesia
University Press
Garcia, L.S. dan D.A. Bruckner. 1996. Diagnosa Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hartanto, Huriawati. 1995. Resensi Ilmu Laboratorium Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Irianto, Koes. 2013. Parasitologi Medis. Bandung: Alfabeta
Natadisastra, Djaenudin dan R. Agoes. 2005. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh
Yang Diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Widiyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.
Jakarta: Erlangga.
http://yukinarindesu.blogspot.co.id/2015/09/pemeriksaan-darah-untuk-
diagnosis.html