Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Rabu, 05 Oktober 2016

Sanitasi dan Higiene PJ Dosen : Ir. C. C. Nurwitri, DAA


Asisten : Lulu Luminten AMd

SANITASI PEKERJA

Kelompok 1 / B2

Dian Indriana Kurnia P J3E115021

Irfan Muhammad Nur J3E115050

Putri Aji Zahwani J3E115064

Adi Nugraha J3E115066

Carissa Putri Nauli J3E215134

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sanitasi adalah semua tindakan yang ditunjukkan untuk memelihara
kesehatan dan kebersihan lingkungan; atau semua hal yang berhubungan dengan
kesehatan dan kebersihan lingkungan serta usaha-usaha untuk mempertahankan
dan memperbaikinya. sumber penularan penyakit dan penyebab terjadinya
keracunan makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat
higiene. Keadaan higiene makanan dan minuman antara lain dipengaruhi oleh
higiene alat masak dan alat makan yang dipergunakan dalam proses penyediaan
makanan dan minuman. Alat masak dan alat makan ini perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikrobiologi usap alat makan
meliputi pemeriksaan angka kuman.

Sanitasi alat makan dimaksudkan untuk membunuh sel mikroba vegetatif


yang tertinggal pada permukaan alat. Agar proses sanitasi efisien maka permukaan
yang akan disanitasi sebaiknya dibersihkan dulu dengan sebaik-baiknya Pencucian
dan tindakan pembersihan pada peralatan makan sangat penting dalam rangkaian
pengolahan makanan. Menjaga kebersihan peralatan makan telah membantu
mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi terhadap peralatan
dilakukan dengan pembersihan peralatan yang benar.
Pencucian dan sanitasi peralatan dapur dapat dilakukan secara
manual dan mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual
maupun mekanis pada umumnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

Pembuangan sisa makanan dan pembilasan: Sisa makanan


dibuang kemudian peralatan dibilas atau disemprot dengan air mengalir.
Tujuan tahap ini adalah menjaga agar air dalam bak-bak efisien
penggunaannya.

Pen cu c ian : Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi


larutan deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar antara 43C- 49C
(Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau spon untuk
membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak. Hal yang penting untuk
diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan deterjen, untuk
mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada peralatan akibat
penggunaan deterjen yang berlebihan.

Pembilasan : P embilasan dilakukan pada bak kedua dengan


menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksud untuk menghilangkan
sisa deterjen dan kotoran. Air bilasan sering digantikan dan akan lebih baik jika
dengan air mengalir.
Sanitasi atau desinfeksi peralatan setelah pembilasan dapat dilakukan
dengan beberapa metode. Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu
keranjang, kemudian merendamnya di bak ketiga yang berisi air panas bersuhu
82C selama 2 menit atau 100 o C selama 1 menit. Cara lainnya adalah dengan
menggunakan bahan sanitaiser seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air
selama 2 menit kemudian ditempatkan di tempat penirisan. Disarankan
untuk sering mengganti air pada ketiga bak yang digunakan. Selain itu suhu air
juga harus dicek dengan termometer yang akurat untuk menjamin efektivitas
proses pencuciannya

Penirisan atau pengeringan: Setelah desinfeksi peralatan kemudian


ditiriskan dan dikeringkan. Tidak diperkenankan mengeringkan peralatan,
terutama alat saji dengan menggunakan lab atau serbet, karena
kemungkinan akan menyebabkan kontaminasi ulang. Peralatan yang sudah
disanitasi juga tidak boleh dipegang sebelum siap digunakan.

Desinfeksi Peralatan: Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan


didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada
tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara, maupun penyajian.
Diketahui bahwa peralatan dapur seperti alat pemotong, papan pemotong, dan alat
saji merupakan sumber kontaminan potensial bagi makanan.

Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung dari jenis alat yang
digunakan. Alat saji dan alat makan harus dicuci, dibilas dan disanitasi segera
setelah digunakan. Permukaan peralatan yang secara langsung kontak dengan
makanan seperti pemanggang atau open (open listrik, kompor gas,
maupun microwave) dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan
bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus
dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi
debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lainnya.

B. Tujuan
Praktikum sanitasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
keterampilan mengenai metode pengujian higiene pada pekerja baik tangan,
rambut hingga mulut.
BAB II
METODOLOGI
A. Bahan dan Alat
1. Media dan Bahan
- APDA (Acid Potato - Disinfektan (Alkohol
Dextrose Agar) 75%)
- Sabun (Lifebuoy)
- EMBA (Eosyn Methylene
- Sanitizer (Softaman,
Blue Agar)
Antis, Dettol)
- NA (Nutrient Agar)
- Pencuci mulut (Listerine)
- Air Steril 250 ml
- Larutan Pengencer Steril
9 ml
- Aquades

2. Alat
- Bunsen
- Pinset Steril
- Plastik Steril
- Pipet Mikro 1 l dan 0.1 l
- Tips 1 l dan 0.1 l
- Inkubator suhu 20-22C
- Mikroskop
- Cawan Petri Steril
- Erlenmeyer 500 ml (1 buah)
- Tabung Reaksi (2 tabung)
- Vortex
- Alumunium foil
- Kapas
B. Cara Kerja
1) Status Kebersihan Tangan
Kondisi Alat :
- Tidak dicuci dengan sabun
- Dicuci sabun

1.1) Status Kebersihan Alat (garpu) Metode Celup

Dituang ke plastik steril Garpu dicelup ke larfs

Larfs 200 ml
1 mL APDA
Dituang kembali ke erlenmeyer @ 1 mL 10-1

Diinkubasi 2 hari T=30 C


@ 0.1 mL Dihitung jumlah mikroba
200 mL 9 mL

10-1 10-2
Di panaskan 80o selama 10 menit 100
Di waterbath
@ 1 mL
100
9m
l la
rfs
10
-1

l
@

1m
l
1m

0,1

@
@

m
l

Inkubasi 30o selama 2 hari


NA
2) Status Kebersihan Loyang dan Nampan (metode swab)
Kondisi Alat : Tidak dicuci dan dicuci

5x3
9 Ml 10-0
10-1

@0,1 Ml
EMBA
@1Ml
APDA

Inkubasi 30o C selama 2 hari


Dipanaskan 800 C selama 10 menit

Inkubasi 30o C selama 2 hari

Hitung total bakteri pembentuk spora

Pewarnaan spora
3) Status Mangkok (Metode Bilas)
Kondisi Mangkok : Tidak dicuci dan dicuci

Dituang ke mangkok

Larfs 200 ml
1 mL APDA
Dituang kembali ke erlenmeyer @ 1 mL 10-1

Diinkubasi 2 hari T=30 C


@ 0.1 mL Dihitung jumlah mikroba
200 mL 9 mL

10-1 10-2
Di panaskan 80o selama 10 menit 100
Di waterbath
@ 1 mL
100
9m
l la
rfs
10
-1

l
@

1m
l
1m

0,1

@
@

m
l

Inkubasi 30o selama 2 hari


NA
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Metod APDA NA EMBA
Kel Alat -0
e 10 10-1 10-2 10-0
10-1 10-2
10-0 10-1
1 0 0 4 1 0
1
1 1 0 spread 3 2
Garpu Celup
0 0 0 4 1 0
2
2 0 0 2 0 0
28 2 0 12 4 2
3 Mangko 19 0 0 11 9 0
Bilas
k 1 1 0 5 0 0
4
9 0 0 4 0 0
2 0 7 1 7 0
5
2 0 0 0 5 2
Loyang
1 0 5 2 0 0
6 Swab
1 0 2 0 0 0
0 0 5 2 1 0
7 Nampan
0 0 3 2 1 0

B. Pembahasan
Salah satu sumber kontaminasi makanan yang potensial adalah dari
pekerja karena kandungan mikroorganisme patogen dari manusia dapat
menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Kondisi sanitasi
pekerja dalam pengolahan bahan pangan sangat perlu diperhatikan guna
mencegah terjadinya kontaminasi makanan. Manusia yang sehat merupakan
sumber potensial untuk mikroba seperti Salmonella, Staphylococcus aureus,
dan stafilokoki. Mikroorganisme ini umumnya banyak terdapat di kulit,
hidung, mulut, dan tenggorokan sehingga dapat dengan mudah ditularkan
pada makanan.
Kontaminasi yang disebabkan oleh pekerja dapat berlangsung selama
jam kerja dari para pekerja menangani makanan. Setiap kali tangan pekerja
yang tidak higienis dan bersih kontak dengan bahan pangan, maka
mikroorganisme yang ada di tangan dapat berpindah ke makanan dan akan
mencemari makanan (Puspitasari, 2004:14).
1) Sanitasi Mulut
Mulut merupakan salah satu sumber kontaminasi mikroba apabila
pekerja tidak menggunakan APD misalnya berupa masker saat pengolahan
bahan pangan. Kebiasaan pekerja yang sering mengobrol saat proses
pengolahan atau tidak sengaja batuk atau bersin juga dapat menjadi sumber
kontaminan.Selain itu, kerajinan pekerja untuk membersihkan mulutnya juga
bisa saja berpengaruh. Maka, dilakukan uji secara kualitatif untuk diamati
jumlah bakteri yang tumbuh di media NA. Uji dilakukan terhadap mulut yang
sudah berkumur dengan antiseptik dengan yang tidak berkumur.
Uji sanitasi mulut pekerja disimulasikan dengan berbicara/batuk-
batuk/bersin yang diarahkan langsung ke permukaan media NA selama
beberapa waktu tertentu. Kemudian, media diinkubasi selama 2 hari di suhu
ruangan dan didapatkan hasil bahwa semua media ditumbuhi bakteri. Hal ini
membuktikan, bahwa mulut yang sudah berkumur dengan antiseptik khusus
saja masih terdapat bakteri yang artinya masih dapat menjadi sumber
kontaminasi terutama dalam proses pengolahan pangan. Nmaun, data hasil
masih memiliki kekurangan yaitu tidak terlihat banyak/sedikitnya bakteri yang
tumbuh pada media, sehingga tidak terlihat perbedaannya antara mulut yang
telah berkumur dengan obat kumur dengan yang tidak. Menurut literatur
komposisi obat kumur terdiri dari agen antibakterial seperti minyak esensial
yakni Thymol 0,06%, Eucalyptol 0,09%, Menthol 0,04% dan Methyl
salicylate yang berfungsi sebagai agen antiseptik. Minyak esensial akan
penetrasi ke dalam biofilm dan memberikan efek antimikroba yang signifikan
terhadap bakteri di dalam biofilm setelah berkumur selama 30 detik (Anonim.
2015).
2) Sanitasi Rambut
Rambut juga merupakan sumber kontaminasi mikroba karena rambut
mengandung banyak protein sehingga cenderung disenangi oleh bakteri.
Rambut yang tidak terawat dengan baik dapat menjadi sumber kontaminasi
mikroba. Untuk mengurangi jumlah kontaminasi, maka perlu dilakukan
pencucian rambut secara berkala agar rambut tetap bersih dan terawat atau
dengan pemakaian tutup kepala saat bekerja mengolah bahan pangan agar
rambut tidak terkontaminasi debu/kotoran dari udara serta agar rambut tidak
jatuh dan mengontaminasi bahan pangan karena rambut juga mengandung
mikroba (Danang. 2011)
Untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang terdapat pada tangan
dan rambut pekerja dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan sampel yang
mengandung mikroorganisme pada beberapa cawan agar. Jenis
mikroorganisme yang biasanya dapat tumbuh dan diamati pada cawan agar
adalah bakteri, kapang, khamir, Staphylococcus, dan jenis bakteri koliform
(koliform fekal dan koliform non fekal) (Danang. 2011).
Uji sanitasi rambut dilakukan dengan menaruh berapa helai rambut di
atas permukaan media APDA untuk diamati pertumbuhan kapang dan khamir,
lalu media NA untuk diamati pertumbuhan bakteri. Perlakuan sampel
dibedakan menjadi rambut yang sudah dicuci/keramas dengan rambut yang
belum dicuci 1-2 hari sebelumnya. Berdasarkan hasil ditunjukkan bahwa rata-
rata rambut yang dikeramas maupun tidak bersih dari kapang atau khamir
karena media di media APDA tidak terlihat ada koloni yang tumbuh setelah
inkubasi selama 2 hari. Sedangkan, pada media NA hampir semua ditumbuhi
koloni bakteri yang membuktikan bahwa rambut yang sudah dikeramas masih
dapat menjadi sumber kontaminasi bagi pengolahan pangan. Namun, jumlah
bakteri yang tumbuh tidak dapat diketahui karena uji yang dilakukan hanya
bersifat kualitatif.
3) Sanitasi Tangan
Uji sanitasi pada tangan dilakukan dengan dua metode, yaitu kontak
langsung/RODAC dan Metode celup. Pada metode Rodac, jari-jari tangan
dikontakan/ditempelkan di atas permukaan media agar yang telah dibekukan
sebelumnya, media yang digunakan adalah EMBA dan VJA. Sedangkan, pada
metode celup digunakan media PCA. Caranya, tangan dicelupkan ke dalam
larutan fisiologis steril lalu dilakukan pengenceran hingga 10-1 dan dipupukan
dengan metode tuang ke cawan petri steril hingga 10-2 , uji ini termasuk uji
kuantitatif. Perlakuan pada tangan dibedakan menjadi tangan kotor/tangan
yang tidak dibersihkan dahulu, tanganyang dicuci hanya dengan air, tangan
yang dicuci dengan sabun (Lifebuoy/Dettol), dan tangan kotor yang kemudian
dibersihkan dengan antiseptik (Softaman/Antis). Kontaminasi E. coli pada
tangan pengolah pangan berkorelasi secara nyata dengan kontaminasi bakteri
tersebut pada peralatan saji makanan (Kusuma et al., 2012).
Uji kualitatif sanitasi tangan menggunakan media VJA hasilnya negatif
pada semua sampel, hal ini dikarenakan kesalahan teknis karena para
praktikan lupa menambahkan Kalium Telurit 1% ke dalam media VJA,
sehingga tidak dapat terlihat koloni yang tumbuh. Menurut literatur, Koloni S.
aureus pada media VJA terlihat hitam, konvek mengkilat di kelilingi oleh areal
berwarna kuning (Supartono, 2006). Uji kualitatif pada EMBA, koloni
koliform fekal akan berwarna hijau metalik contohnya E. coli. Sedangkan,
koloni koliform non fekal akan berwarna merah muda dengan titik hitam di
tengahnya seperti Enterobacter aerogenes (Danang. 2011).
Berdasarkan hasil, dapat terlihat ada koloni yang tumbu pada media
untuk tangan yang kotor, begitu juga dengan tangan yang telah dicuci hanya
dengan air. Bahkan pada media yang telah dikontakkan dengan tangan yang
telah dibersihkan dengan anti septik masih ada koloni yang tumbuh, hal ini
dimungkinkan karena daya bunuh mikroba dari antisptik tersebut masih
kurang atau cara pembersihan yang kurang tepat.
Pada produk antiseptik cair yang dalam kemasannya
mengandung senyawa aktif Chloroxylenol, berdasarkan pengujian memiliki
nilai koefisien fenol sebesar 4,44 yang artinya produk tersebut 4,44 kali
lebih efektif dibanding fenol. Senyawa aktif tersebut sebagaimana
pendapat Agung (2009) mempunyai spektrum antibakteri yang luas
sehingga efektif digunakan untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif,
bahkan pada jamur, ragi dan lumut. Senyawa ini membunuh bakteri dengan
mengganggu membran sel bakteri yang akan menurunkan kemampuan
membran sel untuk memproduksi ATP sebagai sumber energi. Selain itu,
senyawa tersebut juga memiliki keunggulan dalam hal toksisitas dan
memiliki sifat korosif yang rendah.
Kebanyakan antiseptik mengandung bahan aktif berupa senyawa-
senyawa alkohol contohnya etanol dan propanol. Alkohol akan bekerja
maksimal pada konsentrasi 60-80%. Konsentrasi terbaik alkohol sebagai
antiseptik adalah 60-80%. Konsentrasi alkohol lebih tinggi mengurangi
kemampuannya dalam mendenaturasi protein karena denaturasi protein
membutuhkan air. Sehingga dalam pemilihan hand sanitizer sebagai alternatif
untuk mencuci tangan, perlu dipertimbangkan komposisinya agar dalam
pemakaiannya benar-benar efektif terhadap penurunan jumlah angka kuman
pada tangan (Isnaw, dkk., 2012).
Maka dari itu, kebersihan tangan pekerja sangat penting sebelum
masuk ke dalam proses pengolahan terutama di industri pangan agar tidak
mengontaminasi bahan pangan yang diproduksi. Hampir semua orang
mengerti pentingnya mencuci tangan memakai sabun, namun tidak
membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting
(Utami et al.,2011).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Rachmawan, Obin. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta. Jakarta. Diunduh di
http://psbtik.smkn1cms.net/pertanian/pengendalian_mutu/sumber_kontami
nasi_dan_teknik_sanitasi.pdf [diakses 20 Oktober 2016]
Kusuma A, Eryando T, Susanna D. 2012. Escherichia coli contamination of
babies food-serving utensils in a district of West Sumatra, Indonesia.
WHO South-East Asia Journal of Public Health 1(1): 20-27.
Utami NS, Rahayu NT, Zaman C. 2011. Hygiene sanitasi makanan di tempat
kerja. Jurnal Kesehatan Bina Husada 7(3): 107-115.
Puspitasari. 2004. Sanitasi dan Higiene dalam Industri Pangan. Jember: Jurusan
THP FTP UNEJ.
Anonim. 2015. Tanpa Judul. Diunduh di
etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/.../S1-2015-305533-
INTRODUCTION.pdf diakses pada 20 Oktober 2016]
Danang. 2011. Sanitasi Pekerja. [artikel] http://danang-kurang-
kerjaan.blogspot.co.id/2011/05/sanitasi-pekerja.html [diakses pada 20
Oktober 2016]
Supartono. 2006. Pemeriksaan Staphylococcus Aureus Pada Organ Dalam Hewan
Dan Bahan Makanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Bogor. Diunduh di http://balitnak.litbang.pertanian.go.id/index.php?
option=com_phocadownload&view=category&id=70:3&download=1246:
3&start=40&Itemid=1 [diakses pada 20 Oktober 2016]
Agung, Sri. 2009. Pemeriksaan Bilangan Bakteri Dan Pengaruh
Beberapa Perlakuan Terhadap Penurunan Bilangan Bakteri Pada
Mouthpiece Alat Musik Tiup Marching Band Di Jatinangor. Bogor.
[di unduh 20 Oktober 2016]
Isnaw, R.P., Anggraini, D., Restuastuti, T., Daya Anti Bakteri Cairan Pencuci
Tangan Formula World Health Organization (WHO) yang Langsung
Digunakan dan yang Digunakan 40 Hari Setelah Produksi, Yogyakarta.
2012.
LAMPIRAN
Tangan Celup Kuantitatif (PCA)
Kel 0 Koloni/ permukaan
10 10-1 10-2
. tangan
A B A B A B
1 364 439 58 62 38 14 2,0 x 105
2 217 179 19 28 27 52 5,7 x 104
3 214 109 53 16 2 20 4,5 x 104
4 65 91 20 40 5 6 2,3 x 104
5 108 102 11 10 4 6 4,0 x 104
6 18 26 6 16 3 13 6,5 x 103
7 10 12 5 7 3 1 <6,3 x 103 (2,8 x 103 )
PERHITUNGAN :
Koloni/ permukaan tangan =
1
rata-rata jumlah koloni dalam cawan petri X X volume larutan
Pengenceran
pengencer
58+62+38
1. 1
X 250 ml= 2,0 x 105 Koloni/ permukaan tangan
(2,1 x 10 )
217 +179+28+27+52
2. X 250 ml= 5,7 x 104 Koloni/ permukaan tangan
(2,2 x 10 0)
214 +109+53
3. X 250 ml= 4,5 x 104 Koloni/ permukaan tangan
(2,1 x 100 )
65+ 91+40
4. X 250 ml= 2,3 x 104 Koloni/ permukaan tangan
(2,1 x 10 0)
108+102
5. X 250 ml= 4,0 x 104 Koloni/ permukaan tangan
(2,0 x 100 )
26
6. 0
X 250 ml= 6,5 x 103 Koloni/ permukaan tangan
(1,0 x 10 )
10+12
7. 0
X 250 ml= <6,3 x 103 (2,8 x 103 ) Koloni/ permukaan tangan
(2,0 x 10 )

Daftar pustaka baru (dian)


http://inspeksisanitasi.blogspot.co.id/2012/02/sanitasi-alat-makan.html

Anda mungkin juga menyukai