Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

MAKALAH KIMIA PEMISAHAN

IMPLEMENTASI GREEN CHEMISTRY DALAM


PENGGUNAAN PELARUT RAMAH LINGKUNGAN

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Dyan Septyaningsih H HP (4301415048)


Lia Ningrum (4301415066)
Nava Auralita (4301415077)
Tata Nur Hepyana (4301415096)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2017

DAFTAR ISI
HALAMAN AWAL .........................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................2
KATA PENGANTAR..........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................6
2.1 Pelarut yang Dapat Digunakan Untuk Skstraksi simplisia.6
2.2 Dampak Negatif Penggunaan Pelarut Organik10
2.3 Pelarut Ramah Lingkungan11
2.4

BAB III PENUTUP.............................................................................................17


3.1 Simpulan....................................................................................................17
3.2 Saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Berdasarkan informasi yang
penulis peroleh dari berbagai sumber dan literatur, penulis berhasil menyelesaikan
pembuatan makalah yang bejudul MACAM-MACAM DESTILASI. Makalah
ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia Pemisahan.
Melalui makalah ini diharapkan pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan
berkenaan dengan proses pemisahan campuran dalam kimia.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Meskipun
banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya,
tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca dan dosen pengampu agar ke depan kami dapat membuat makalah yang
lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat sebagai penambah wawasan
pengetahuan kepada pembaca, khususnya bagi mahasiswa Univeritas Negeri
Semarang.

Semarang, 1 Mei 2017

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan
ataupun hewan. Menurut Prabowo et al (2014) bahwa senyawa bioaktif digunakan
untuk kesehatan manusia seperti digunakan sebagai suplemen dan lain-lain.
Sedangkan Bintang et al (2007) menyatakan bahwa senyawa bioaktif dapat
digunakan sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan lain-lain. Jadi pada dasarnya
senyawa bioaktif sangat berguna dan bermanfaat untuk kesehatan manusia.

Pengambilan senyawa bioaktif dari tumbuhan atau dari hewan dapat


digunakan cara ekstraksi. Prinsip dari ekstraksi sendiri yaitu melarutkan senyawa
polar dalam pelarut polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar.
Menurut Harboner (1996) bahwa simplisia diektraksi secara berturut-turut dengan
pelarut yang memiliki polaritas yang berbeda. Sedangkan menurut Voight (1994)
bahwa proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan zat yang
diinginkan larut.

Ekstraksi ada beberapa macam. Rincian dari ekstraksi akan dijelaskan di


bawah ini:
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut
organik yang digunakan pada suhu ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam. Pemilihan pelarut
untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut. Kerugian
dari metode maserasi antara lain waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih
banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai
tekstur keras seperti benzoin dan lilin (Sudjadi, 1986).
2. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel


sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut.
Kerugiannya adalah selama proses tersebut, pelarut menjadi dingin
sehingga tidak melarutkan senyawa dari sampe secara efisien.

3. Sokletasi

Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang menggunakan penyarian


berulang dan pemanasan. Penggunaan metode sokletasi adalah dengan

4
cara memanaskan pelarut hingga membentuk uap dan membasahi sampel.
Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.
Kerugiann-ya adalah senyawa yang bersifat termolabil (Harbone, 1996).

4. Refluks dan Destilasi Uap

Pada metode refluks, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam


labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pel-arut dipanaskan hingga
mencapai titik did-ih. Uap terkondensasi dan kembali ke da-lam labu.
Sedangkan destilasi uap merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan. Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang bersifat
termolabil dapat terdegradasi (Seidel V 2006).

Ketika akan mengekstrak senyawa bioaktif perlu diperhatikan tata cara


yang benar sehingga ketika mengekstrak senyawa bioaktif tidak secara
sembarangan. Hal ini akan bertujuan untuk tercapainya kimia hijau atau yang
sering disebut dengan green chemistry. Penerapan green chemistry akan
memberikan keuntungan keseimbangan antara aspek lingkungan, ekonomi, dan
sosial. Jika suatu proses industri berbasis green chemistrty, maka industri tersebut
akan menjalankan 12 berikut (1) pencegahan terbentuknya limbah, (2) ekonomi
atom, (3) sintesis kimia yang tidak berbahaya, (4) perancangan produk kimia yang
aman, (5) pemakaian bahan pelarut dan pembantu yang aman, (6) perancangan efi
siensi energi, (7) penggunaan bahan baku terbarukan, (8) pengurangan langkah
proses, (9) penggunaan katalis untuk mempercepat proses, (10) perancangan
produk terbarukan yang ramah lingkungan, (11) analisis real time untuk
pencegahan polusi, (12) menghindari penggunaan bahan kimia yang berbahaya,
toksis, dan tak ramah lingkungan (Hazel, 2002). Dengan pelaksanaan ke-12
prinsip tersebut, berarti green chemistry dapat dipandang sebagai suatu langkah
penting menuju kelestarian lingkungan atau pembangunan berkelanjutan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja jenis pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi simplisia ?
2. Bagaimana dampak pelarut organik yang digunakan secara terus menerus?
3. Apa saja tindakan/alternatif yang diberikan untuk menggantikan pelarut
organik ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui jenis-jenis pelarut yang dapat digunakan untuk
ekstraksi simplisia
2. Untuk mengetahui dampak pelarut organik yang digunakan secara terus
menerus
3. Untuk mengetahui tindakan/alternatif yang diberikan untuk menggantikan
pelarut organik

BAB II

5
PEMBAHASAN

2.1 Pelarut yang Dapat Digunakan Untuk Skstraksi simplisia

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair
atau gas, yang menghasilkan sebuah larutanPelarut (solvent) merupakan senyawa
kelas luas yang umum memajan kita ketika di stasuin pengisian bahan bakar,
mengganti oli mobil, mengecat rumah, merekatkan sesuatu menggunakan lem,
meminum alcohol, atau menggunakan anastesi saat melakukan pembedahan.
Produk rumahan yang mmungkin mengandung pelarut seperti cat, paint revomer,
pernis (vernish),perekat, agen pembersih, pewarna, tinta spidol, tinta mesin cetak,
pemoles sepatu, wax, pestisida, obat-obatan, kosmetik dan bahan bakar.
(Gilbert,2004)

Pelarut ditemukan berabad-abad lalu tetapi tidak digunakan untuk


pembedahan sampai tahun 1840-an. Beberapa ahli fisika dan dokter gigi yang
pertamakali menyadari efek eter eter grolics. Kemudian banyak macam pelarut
digunakan agen anastesi seperti nitrous oxide, chloroform, cyclopropane, dan lain-
lain. Penggunaan pelarut mulai banyak dipakai secara luas seirung dengan
terjadinya Revolusi Industri yang mengakibatkan pelepasan pelarut ke lingkungan
ikut menyebar. Pelarut volatile organic compound (VOC) mudah menguap ke
udara. Contohnya minyak berbahan dasar minyak mudah mongering.
Karakteristik pelarut (VOC) adalah mudah menguap, kelarutan tinggi lemak
(lipofil), ukuran molekul kecil. (Gilbert,2004).

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi Jenis pelarut berkaitan dengan


polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi
adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/
terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan
dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu:

1. Pelarut polar Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk


mengekstrak senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar
cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar, tetap
dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah.
Salah satu contoh pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
2. Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan
senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah:
aseton, etil asetat, kloroform .
3. Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut

6
polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak.
Contoh: heksana, eter.

Macam macam cairan penyari :

1. Air Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang luas, pada
suhu kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat
misalnya : garam-garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat
warna dan garam-garam mineral. Umumnya kenaikan suhu dapat
menaikkan kelarutan dengan pengecualian misalnya pada condurangin, Ca
hidrat, garam glauber dll. Keburukan dari air adalah banyak jenis zat-zat
yang tertarik dimana zat-zat tersebut meripakan makanan yang baik untuk
jamur atau bakteri dan dapat menyebabkan mengembangkan simplisia
sedemikian rupa, sehingga akan menyulitkan penarikan pada perkolasi.
2. Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, umumnya pelarut yang
baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan
untuk jenis-jenis gom, gula dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzim-
enzim tidak bekerja termasuk peragian dan menghalangi perutumbuhan
jamur dan kebanyakan bakteri. Sehingga disamping sebagai cairan penyari
juga berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol (hidroalkoholic
menstrum) lebih baik dari pada air sendiri.
3. Gycerinum (Gliserin) terutama dipergunakan sebagai cairan penambah
pada cairan menstrum untuk penarikan simplisia yang mengandung zat
samak. Gliserin adalah pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil
oksidanya, jenis-jenis gom dan albumin juga larut dalam gliserin. Karena
cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk pembuatan ekstrak-ekstrak kering.
4. Eter sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk
pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya disimpan
lama.
5. Solvent Hexane, cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak
tanah kasar. Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak.
Biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari simplisia yang
mengandung lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia
tersebut dibuat sediaan galenik, misalnya strychni, secale cornutum.
6. Acetonum tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam, pelarut
yang baik untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar. Baunya
kurang enak dan sukar hilang dari sediaan. Dipakai misalnya pada
pembuatan Capsicum oleoresin (N.F.XI)
7. Chloroform Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek
farmakologinya. Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida, damar,
minyak lemak dan minyak atsiri.

Selain itu pelarut juga diklasifikasikan dalam 2 tipe yaitu pelarut organik dan
pelarut anorganik. Pelarut anorganik (tidak mengandung karbon) yang paling

7
populer adalah air (H2O) dan larutan berair yang mengandung aditif khusus
(surfaser, deterjen, buffer PH, inhibitor). Solven pengion adalah solven atau
pelarut dimana spesies ionic menjadi stabil, yang mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :

1. Pelarut Anorganik memisahkan diri ke dalam ion-ion murni sehingga


mempunyai konduktor elektrisitas lemah.
2. Pelarut Anorganik biasanya adalah molekul polar yang dapat mensolvasi
ion-ion menjadi interaksi ion dipole dan melemahkan, daya tarik antar ion
yang ada dalam Kristal padatan.
3. Pelarut Anorganik mempunyai konstanta dielektrik tinggi (momen dipole
tergantung pada jarak antara ujung muatan yang berlawanan dalam suatu
molekul, sedangkan konstanta dielektrik tergantung pada tingkat orientasi
antar molekul itu sendiri dalam medan listrik untuk merusak medan)
4. Pelarut Anorganik cenderung untuk berasosiasi karena adanya interaksi
dipol-dipol. Asosiasi ini lebih banyak dalam so;lven protonik karena
adanya ikatan hydrogen dan mengarah ke titik didih yang lebih tinggi
sehingga meningkatkan ranah larutan
5. Pelarut Anorganik seharusnya tersedia dengan mudah dan harus
mempunyai ranah (range) cairan yang cukup baik

Pelarut anorganik lainnya yaitu:

1. Amonia (NH3)

Selain air, amonia juga sebagai pelarut yang digunakan untuk reaksi kimia,
dipastikan bahwa pengklasifikasi pada reaksi yang menggunakan pelarut
amonia memiliki kemiripan dengan air. Ada beberapa reaksi yang dapat
dilakukan dengan menggunakan amonia, yaitu dengan cara Reaksi asam dan
basa, Reaksi Pembentukan/mempercepat reaksi, dan Reaksi Penguraian.

2. Bromin Trifluorida (BrF3)

Bromin Trifluorida adalah pelarut anorganik pengion yang kuat dan


merupakan padatan berwarna kuning yang memiliki titik beku pada suhu 90C
serta titik didih 1260C. BrF3 hanya terdapat pada pelarut aprotik untuk
dipostulasikan secara ionisasi pada BrF3 yang didukung oleh isolasi dan
karakterisasi dengan difraksi sinar-X asam dan basa, dan menggunakan titrasi
konduktimetrik pada BrF3. Konduktifitas tertentu dari BrF3 adalah 8 x 10-
3 ohm-1 cm-1 pada 250C. Permitivitas relatif sekitar 107. Proses ionisasi
terjadi sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

2BrF3 BrF2+ + BrF4-

3. Dinitrogen Tetroksida (N2O4)

8
Pelarut N2O4 adalah pelarut aprotik non-air yang memiliki titik lebur
-120C-210C dan permitivitas relatif hanya 2,4 (sehingga merupakan
pelarut yang buruk untuk sebagian besar senyawa anorganik). Reaksi
persamaan asam-basa dari pelarut N2O4 adalah :

N2O4 NO+ (nitrosonium) + NO3- (nitrat)

(asam) (basa)

4. Hidrogen Fluorida (HF)

Hidrogen fluorida, HF, adalah gas tak bewarna, berasap, bertitik didih
rendah (mp -83o C dan bp 19.5o C), dengan bau yang mengiritasi. Gas ini
biasa digunakan untuk mempreparasi senyawa anorganik dan organik yang
mengandung fluor. Karena permitivitasnya yang tinggi, senyawa ini
dapat digunakan sebagai pelarut non-air yang khusus. Larutan dalam air
gas ini disebut asam fluorat dan disimpan dalam wadah polietilen karena
asam ini menyerang gelas.

5. Asam sulfat

Lebih tingginya konstanta dielektrik asam sulfat (r = 100 10)


seharusnya menyebabkan asam sulfat lebih baik dari pada air untuk
melarutkan solute ionic, tetapi tingginya visikositas (245,4 milipoise, kira-
kira 25 x dibanding air) menyebabkan kelarutan dan kristalisasi solute
merupakan proses yang lambat. Demikian juga adanya kesulitan untuk
memindahkan solven yang menempel pada kristal.

Pelarut organik (organic solvent) terdiri dari berbagai jenis zat organic
seperti hidrokarbon aromatic (misalnya benzene, toluene, xylene), hidrokarbon
alifatik , alcohol atau glikol dan eternya. Zat-zat kimia ini digunakan secara luas
dalam cat, tinta, tiner, bahan perekat, farmasi, kosmetik, dan lain-lain (Lu,2006).
Pelarut organic dibagi lagi dalam kelas-kelas yang lebih spesifik seperti dibawah
ini :

1. Pelarut beroksigenasi

Pelarut beroksigenasi adalah pelarut organik, molekulnya mengandung


oksigen. Pelarut beroksigen banyak digunakan di cat, tinta, farmasi, sektor
wewangian, perekat, kosmetik, deterjen, industri makanan. Contoh pelarut
beroksigen: alkohol, eter glikol, metil asetat, etil asetat, keton, ester, dan glikol
eter / ester.

2. Pelarut hidrokarbon Molekul pelarut hidrokarbon hanya terdiri dari atom


hidrogen dan karbon.

9
3. Pelarut alifatik Molekul pelarut alifatik memiliki struktur rantai lurus.
Hexane, bensin, minyak tanah adalah pelarut alifatik.
4. Pelarut terhalogenasi Halogenasi pelarut terhalogenasi adalah pelarut
organik, molekulnya mengandung atom halogen: klorin (Cl), fluorin (F),
bromin (Br) atau iodin (I). Sesuai dengan jenis pelarut halogenasi halogen
diklasifikasikan ke dalam kategori berikut:
a. Pelarut terklorinasi Pelarut terklorinasi umum adalah trikloretilena
(ClCH-CCl2), perchlorethylene (tetrachloroethylene, Cl2C-CCl2),
metilen klorida (CH2Cl2), karbon tetraklorida (CCl4) ), Kloroform
(CHCl3), 1,1,1- trikloretana (metil kloroform, CH3-CCl).
b. Pelarut fluorokarbon Contoh pelarut fluorokarbon:
diklorofluorometana (freon 21, CHCl2F), triklorofluorometana
(freon 11, CCl3F), tetrafluoromethane (freon 14, CF4),
difluorodichloromethane (freon 12, CHCl2F2),
hydrochlorofluorocarbon (freon 22, HCFC).
c. Pelarut Brominated Contoh pelarut brominated: etilena dibromida
(1,2-dibromoetana, BrCH2-CH2Br), metilen klorobromida
(bromoklorometana, CH2BrCl), metil bromin (bromometana,
CH2Br).
d. Pelarut berinodinat Contoh pelarut iodinat: n-butil iodida (1-
iodobutana, CH3CH2CH2CH2I), metil iodida.

2.2 Dampak Negatif Penggunaan Pelarut Organik


Pelarut organik yang digunakan secara terus menerus juga akan
menimbulkan dampak negatif juga. Dampak negatif tersebut ju8ga bias
menjadi efek untuk kesehatan kita. Beberapa dampak negatif yang
ditimbulkan yaitu:
1. Hidrokarbon Alifatik (hexane,benzene) : Depresi susunan saraf pusat,
dermatitis, Umumnya inert, paling tidak reaktif.
2. Hidrokarbon Siklik (siklohexane, turpentine) : Efek hampir sama
dengan aliphatic, hanya tidak terlalu inert. Efek utama adalah
dermatitis Berbagai HC cyclic yang terinhalasi dapat dimetabolisme
oleh tubuh menjadi zat yang kurang toksik.
3. Hidrokarbon aromatic (Benzene, toluene, xylene) : Benzene sangat
toksik terhadap jaringan pembuat sel darah, Toluena dan xylena yang
tercampur metil-etil-keton dapat menyebabkan mual dan pusing. Pada
hewan percobaan, kerusakan dapat terjadi pada eksposur pertama,
Benzene dapat diabsorpsi lewat kulit dan inhalasi. Oleh karena itu,
seringkali dilarang dipakai bila pencucian menyebabkan terjadinya
kontak kulit dan inhalasi. HC Aromatic cair menyebabkan iritasi lokal
dan vasodilatasi (pelebaran saluran darah). Bila terinhalasi dalam
jumlah banyak akan terjadi kelainan paru-paru yang parah. Efek lain:
dermatitis & SSP.

10
4. Hidrokarbon terhalogenasi Efek bergantung pada Halogen yang
terikatnya. Yang paling toksik: CCl4 dengan efek terhadap ginjal, hati,
SSP, dan pencernaan. TLV: 10 ppm, Eksposur kronis CCl4
menyebabkan kerusakan hati dan ginjal. Trifluorotrikloro-etan di lain
pihak, toksisitasnya rendah (TLV: 1000 ppm). Karena sifatnya yang
tidak mudah terbakar dan toksisitas rendah, maka digunakan secara
umum sebagai substitute material yang lebih berbahaya. HC
terklorinasi umumnya lebih toksik daripada HC terfluorinasi. Taraf
toksisitas HC terklorinasi: menengah. Trikloro-etilen-> SSP,
dermatitis, kerusakan hati, perubahan kepribadian pernah dideteksi.
5. Alkohol : Sangat berpengaruh thd SSP dan hati. Methanol
menyebabkan gangguan ketajaman penglihatan, dimetabolisme secara
lambat, dan menghasilkan metabolity yang juga toksik. Oleh
karenanya, methanol >>toksik ethanol Ethanol: cepat diuraikan dan
diubah menjadi CO2, mrp alcohol yang paling tidak toksik. Propanol
lebih toksik, mudah termetabolisme menjadi metabolit yang >> toksik.
Homolog yang lebih tinggi akan lebih iritatif dan toksik dibanding
dengan homolog yang lebih rendah.

2.3 Pelarut Ramah Lingkungan


1. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES)

Cairan superkritis (Supercritical Fluids, SFS), yang sebagian besar


menggunakan karbon dioksida (CO2), cairan ionik (Ionic Liquids, ILs), dan
pelarut eutektik (Deep Eutectic Solvent, DES) merupakan kandidat green
solvent. Pelarut ini telah diberi label sebagai "green" karena tekanan uapnya
diabaikan dan tidak mudah terbakar dibandingkan penggunaan solvent dari
golongan volatile organic compounds (VOCs) (Deetlefs dan Seddon, 2010;
Domnguez de Mara dan Maugeri, 2011; Gorke et al., 2010; Wood dan
Stephens 2010). Green solvent memiliki efek minimal terhadap kesehatan
manusia, aman dan ramah lingkungan dalam hal pemanfaatan, dan
pembuangan (Deetlefs dan Seddon, 2010).
Cairan ionik dan DES adalah campuran dari garam yang berbentuk
cair pada suhu kamar dan memiliki sifat fisik-kimia yang dapat disesuaikan
dengan selektivitas yang diharapkan hanya dengan menggabungkan jenis
kation dan anion yang berbeda. Cairan ionik terdiri dari kation sintetis khas
seperti dialkylimidazolium dan derivatif alkylpyridium, dan anion seperti
chloroaluminate dan logam halida lainnya (Domnguez de Mara dan
Maugeri, 2011). Bila perlu, jenis anion yang reaktif terhadap adanya uap air

11
dapat diganti dengan halida atau anion (BF4 atau PF4) yang lebih stabil
terhadap kehadiran air dan udara (Gorke et al., 2010).
Campuran metabolit primer seperti gula, gula alkohol, poli-alkohol,
basa organik, asam organik, dan asam amino dapat membentuk DES dan
disebut sebagai Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) (Choi et al., 2011).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, NADES dibagi
dalam tipe-tipe sebagai berikut (Dai et al., 2013):
(1) Cairan ionik, terdiri dari asam-asam organik (asam sitrat, asam maleat,
asam laktat) dan senyawa-senyawa basa (choline chloride, dan betaine).
(2) NADES netral, tidak ada konstituen ionik, seperti campuran polyalcoho
(gliserol, glisin, 1-2-propandiol); (3) NADES yang bersifat asam, terdiri
dari senyawa-senyawa netral (glukosa, fruktosa, sukrosa,
maltosa, trehalose) dan senyawa-senyawa asam.
(3) NADES yang bersifat basa, yang terdiri dari senyawa-senyawa netral dan
senyawa-senyawa basa.
(4) NADES yang bersifat amfoter, kombinasi dari asam amino (a-Proline, b-
Alanine) dan gula, polyalcohol, atau senyawa- senyawa asam.
Meskipun memiliki viskositas tinggi, NADES masih berwujud cair
pada suhu kamar dan bahkan pada suhu rendah. Viskositas akan menurun
secara signifikan dengan penambahan sejumlah kecil air. Selain itu, NADES
memiliki cakupan polaritas dalam rentang yang lebar, mulai lebih polar
daripada air hingga polaritas sama dengan metanol. NADES terbukti menjadi
pelarut yang sangat baik untuk berbagai metabolit dengan polaritas rendah
sampai menengah yang tidak atau sukar larut dalam air. Makromolekul seperti
DNA, protein dan polisakarida juga larut dalam NADES. NADES yang tidak
beracun dan ramah lingkungan digunakan untuk berbagai aplikasi pada bidang
makanan, kosmetik, agrokimia dan industri farmasi sebagai media baru Green
Technology (Dai et al., 2013).

2. Kelebihan NADES
a) Campuran eutektik bertitik leleh lebih rendah dari masing-masing
komponen penyususnnya.
b) Campuran terbentuk dari senyawa metabolit primer yang ada di alam,
seperti gula, basa dan asam organik, asam amino, protein, alkohol,
polyalkohol, dll.

12
c) Aplikasi NADES untuk ekstraksi metabolit sekunder dilakukan pada
pengolahan biodesel (Huang et al., 2013)
d) NADES memberikan kelarutan lebih baik pada senyawa bioaktif seperti
rutin, quercetin, asam sinamat, taxol, carthamin, ginkgolide B serta
beberapa makromolekul seperti gluten, DNA, dan pati. Daripada
kelarutan senyawa tersebut dalam air.
e) NADES berbasis gula stabil untuk pigmen fenolik alami ketika terkena
cahaya, suhu yang lebih tinggi, dan waktu penyimpanan yang lama.
3. Penggunaan NADES dalam Ekstraksi senyawa bioaktif dari rimpang
Curcuma Mangga
A. Pembuatan Natural Deep Eutectic Solvents (NADES)
Metode yang digunakan berdasarkan Dai et al (2013). Metode
pemanasan kombinasi freeze-dry dipilih untuk pembuatan NADES.
a) Komponen-komponen penyusun (misal: fruktosa, glukosa, dan air
untuk FGH2O) dicampurkan sesuai dengan mol ratio yang telah
ditentukan pada botol tertutup.
b) Campuran tersebut diaduk pada suhu 70 oC menggunakan magnetic
stirrer dalam water bath hingga diperoleh campuran berbentuk liquida
yang bening.
c) Campuran liquid yang diperoleh dimasukkan ke dalam freeze-dry
hingga beratnya konstan (+- 3 hari).
d) Campuran liquida yang keluar dari freeze-dry diamati, jika tetap
berbentuk cairan liquida yang bening (tidak mengendap, tidak berubah
warna ataupun mengkristal), maka selanjutnya campuran liquida
tersebut disebut sebagai NADES.

Sumber: Nurhasanah, 2017


Gambar 1. NADES yang dihasilkan (kiri ke kanan) FS-H2O (2:1:32) dan
FG-H2O (1:1:10)

13
Sumber: Nurhasanah, 2017
Gambar 2. Skema Pembuatan NADES dengan Metode Pemanasan Kombinasi
Freeze-dry pembentuk NADES, dapat
Perbedaan mol ratio dari komponen-komponen
mempengaruhi stabilitas NADES. Untuk memperoleh kestabilan dari NADES
maka dilakukan percobaan dengan mengubah rasio molar dari air, peningkatan
rasio molar air dilakukan dengan cara penambahan/pengenceran NADES dan jika
ingin mengurangi rasio molar air dilakukan freeze dry kembali hingga diperoleh
NADES yang stabil. NADES dapat diencerkan (dengan penambahan air dalam
molar tertentu) 25% hingga maksimum 50% tanpa kehilangan sifatnya sebagai
NADES. Pengenceran lebih lanjut (>50%) akan menyebabkan hilangnya sifat
NADES, akibat hilangnya ikatan hidrogen pada larutan (Choi et al., 2011; Dai et
al., 2013).
NADES dapat terbentuk karena adanya ikatan hidrogen antar molekul dari
komponen-komponen pembentuknya. Penambahan jumlah air ataupun
pengenceran terhadap NADES akan menimbulkan perubahan drastis dari stuktur
NADES, kemungkinan besar karena putusnya ikatan hidrogen yang terbentuk
(Choi et al., 2011; Dai et al., 2013, Dai et al., 2013a). NADES adalah suatu liquid
kristal yang mana semua molekulnya tersusun melalui ikatan hidrogen dan gaya
antar molekul lainnya (Dai et al., 2013)
B. Ekstraksi Senyawa Bioaktif Menggunakan Natural Deep Eutectic
Solvent (NADES)
a) Menambahkan serbuk Curcuma mangga sebanyak 2 mg kedalam

14
NADES 2 g. Diletakkan pada 5 ml botol sampel amberlite tertutup
b) Botol sampel dimasukkan dalam beaker glass besar yang dipanaskan
dengan hot plate pada suhu 400C dan diaduk menggunakan magnetic
stirer. Pengadukan 1x24 jam
c) Sampel diambil untuk diketahui kandungan curcuminoid yang telah
terekstrak
d) Simpan sampel pada suhu ruang dan tempat gelap
e) Analisa HPLC

Sumber: Nurhasanah, 2017


Gambar 3. Skema Ekstraksi Senyawa bioaktif dari Curcuma mangga
menggunkan NADES
C. Analisa Kuantitatif secara High Performance Liquid
Chromatography (HPLC)
a) Ekstrak sampel 100 L ditimbang secara akurat dan diencerkan hingga 1
mL dalam labu takar yang bersesuaian dengan metanol p.a HPLC grade
b) Sampel di ultrasonik selama 5 menit
c) Saring sampel tersebut dengan 0.2 m nylon membran syringe filter
d) Sampel siap diinjeksikan ke HPLC dan dianalisa pada 421,4 nm. Analisa
HPLC dilakukan untuk mengkuantifikasi senyawa bioaktif (curcumin (C),
demethoxycurcumin (DMC) dan bisdemethoxycurcumin (BDMC)) yang
berhasil terekstrak oleh NADES.

15
Sumber: Nurhasanah, 2017
Gambar 4. Diagram Alir Analisa Kuantitatif
D. Analisis Kualitatif secara Thin layer Chromatography (TLC)
a) Potong lempeng KLT-silica ukuran (5 cm x 6 cm), tandai dengan pensil
pada 1 cm dari batas bawah dan 0,5 cm dari bagian atas lempeng
b) Pada lembeng silika diberi larutan sampel secukupnya (200 mg cride
extract yang dilarutkan dalam 1 ml diklorometan:metanol = 99:1dan
sertakan larutan standar curcuminoid sebagai pembanding bercak
(1mg/mL)
c) Dibiarkan 1 menit untuk pengeringan

Sumber: Nurhasanah, 2017

16
Gambar 5. Preparasi Sampel untuk Analisis secara Thin Layer
Chromatography
d) Siapkan sekitar 20 mL 5% metanol dalam diklorometan (mobile phase).
e) Letakkan filter paper ke dalam KLT-chamber.
f) Tuangkan mobile phase secukupnya, pastikan KLT-chamber jenuh dengan
mobile phase dan ruang tertutup rapat.
g) Lempeng yang telah diberi sampel diletakkan dalam ruang kromatografi/
KLTchamber secara vertikal.
h) Pastikan lempeng diletakkan secara bersamaan dalam posisi vertikal dan
ruang chamber tertutup rapat.
i) Tunggu beberapa saat hingga mobile phase mencapai batas atas lempeng.
Ketika solvent mencapai tanda garis, keluarkan plat dan biarkan kering. T
j) erakhir, amati kromatogram (plat) dibawah cahaya putih kemudian pigmen
dipisahkan dengan mengekspos plate ke radiasi cahaya radiasi UV (365
nm dan 254 nm) atau setelah penyemprotan plat dengan 20% larutan
H2SO4 dalam etanol. Tandai bercak yang timbul dan hitunglah nilai Rf dari
tiap-tiap bercak.

Sumber: Nurhasanah, 2017


Gambar 6. Analisa Senyawa Bioaktif menggunakan Thin Layer
Chromatography

17
E. Perbandingan hasil yield Curcuminoid (mg/g) yang diekstrak
menggunkan Metode Konvensional dengan menggunakan NADES
Tabel 1. Hasil Ekstraksi Curcuma Mangga (Nurhasanah, 2017)

Hasil analisa menunjukkan bahwa metode perendaman (maserasi) yield


yang diperoleh lebih besar dibandingkan ekstraksi soxhlet baik yield untuk
BDMC, DMC, dan C. Kekurangan dari metode maserasi ini adalah memakan
banyak waktu dan memerlukan lebih banyak jumlah pelarut dibandingkan metode
soxhlet. Selain itu pada metode ekstraksi soxhlet, ekstraksi dilakukan pada titik
didih pelarut terpilih (etanol, 78oC), memungkinkan terjadinya degrdasi
curcuminoid khususnya curcumin. Salem et al. (2014) menginformasikan bahwa
curcumin stabil pada 10-55 oC dan akan terdegradasi pada 70 oC selama 24 jam.
Kemungkinan terdegradasinya curcumin juga didukung dengan rendahnya yield
curcuminoids yang diperoleh.
Terlihat bahwa NADES (FS-H2O = 2:1:32) sebagai pelarut dapat
mengekstraksi curcuminoid lebih banyak dibandingkan etanol (96%) baik secara
ekxtraksi-soxhlet ataupun maserasi. Selain itu, FS-H2O (2:1:32) memberikan
selektifitas curcumin yang lebih tinggi (96%-berat) dibandingkan etanol (96%);
yang mana etanol hanya mampu mengektrak 60-61% curcumin, 22-23% DMC,
dan sisanya BDMC. Sedangkan BDMC dan DMC kurang selektif terekstrak pada
penggunaan FS-H2O (2:1:32) sebagai pelarut. Rohman, Abdul (2012)
menjelaskan bahwa kandungan C, DMC, dan BDMC berturut-turut 60-80%, 15-

18
30%, dan 2-6%-berat terhadap total curcuminoid di dalam rimpang Curcuma
longa.
Curcumin (C) bersifat ionik, yang mana bentuknya didalam suatu pelarut
tergantung pada pH lingkungannya (Salem et al., 2014) maka tingkat
keasaman/kebasaan (pH) NADES juga diukur. kelarutan curcumin akan
meningkat dengan meningkatnya pH larutan, sehingga pada pH asam dan netral
curcumin tidak larut dalam air (Salem et al., 2014) curcumin dapat larut dan
terektrak pada FS-H2O (2:1:32) yang memiliki pH = 6 (netral) dan benar
curcumin tidak didapatkan pada ekstrak NADES MAG-H2O, MAS-H2O, dan
CAS-H2O yang memiliki pH asam (pH = 2). Hal ini menunjukkan bahwa
NADES memiliki karakteristik lain yang tidak sama dengan komponen-
komponen pembentuknya.

2. Subcritical Water
Metode ekstraksi Subcritical water adalah pengunaan air sebagai pelarut
dengan temperatur diantara titik didih (10 oC) dan temperatur kritis air (37 oC)
dengan tekanan di atas 1 atm (Anonymous, 2009). Prinsip dasar ekstraksi dengan
teknik subcritical water adalah untuk menurunkan polaritas solvent air sehingga
mendekati polaritas solut antosianin, dilain fihak juga menyebabkan penurunan
tegangan permukaan air sehingga meningkatkan difusitasnya. Dalam kondisi
demikian sifat kelarutan solut oleh solvent menjadi meningkat disamping itu
molekul-molekul air akan bergerak bebas ke/dari jaringan tanaman yang
diekstrak.
A. Penggunaan Subcritical Water Pada Ekstraksi Antosianin dari Ubi
Jalar Ungu
Metode konvensional untuk ekstraksi antioksidan alami (antosianin) dari
tanaman umumnya dilakukan dengan pelarut organik (metanol, aseton, etanol).
Namun penggunaan pelarut ini kemungkinan akan menyebabkan masalah residu
dan mempunyai pengaruh yang merusak/buruk terhadap unsur pokok dalam
pangan dan lingkungan. Metode subcritical water dapat digunakan untuk
ekstraksi senyawa bioaktif (antosianin) dari bahan tanaman. Ekstraksi dilakukan

19
pada suhu 115oC, tekanan (Pabs) 24,7 Lb/in2, dan perbandingan pelarut dengan
sampel (S/F) 5:1. Dengan metode subcritical water terlihat viskositas larutan
mengalami penurunan dengan meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan setelah
pembengkakan maksimum, dan granula pati pecah, kemudian pemanasan tetap
dilanjutkan, maka akan terjadi penurunan viskositas akibat proses degradasi
molekul pati (amilosa dan amilopektin) dalam kondisi demikian kemampuan
mengikat air juga melemah. Penggunakan suhu tinggi dalam proses ekstraksi
antosianin dimaksudkan untuk menurunkan polaritas air. Meningkatnya efisiensi
ekstraksi antosianin secara tajam terutama pada suhu 115oC disebabkan rendahnya
viskositas larutan. Viskositas berpengaruh negatif terhadap efisiensi ekstraksi
antosianin artinya menurunnya viskositas menyebabkan meningkatnya antosianin
terekstrak.
Menurut Chan et al., (2009) proses pengekstrasian komponen kimia dalam
sel tanaman yaitu, pelarut yang telah ditentukan akan menembus dinding sel dan
masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif (misal antosianin). Zat
aktif ini akan larut dalam pelarut karena kesamaan polaritas dan hal ini akan
menyebabkan larutannya menjadi pekat (konsentrasi meningkat). Namun pada
suhu yang terlalu tinggi (125oC) efisiensi ekstraksi antosianin menurun karena
pada suhu tersebut diduga kerusakan antosianin paling tinggi.

20
BAB 3
PENUTUP
3.1SIMPULAN
1. Ekstraksi adalah proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang
diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang
dipilih dengan zat yang diinginkan larut.
2. Pelarut yang memiliki sifat ramah lingkungan yang dapat digunakan
sebagai pelarut yaitu NADES dan Subcritical Water.
3. Pelarut organik yang biasa digunakan yaitu hidrokarbon alifatik , alcohol
atau glikol dan eternya.
4. Efek penggunaan pelarut organik secara terus menerus yaitu bias
berdamppak pada kesehatan kita juga.

21
DAFTAR PUSTAKA

Albert, C. d. (1989). Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Anonim. (2013). Jenis Pelarut. Dipetik Oktober 14, 2014, dari


http://santrinitas.wordpress.com

Anonim. (2013). Materi Kimia Kelas X Asam Basa. Retrieved Oktober 14, 2014,
from http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/asam-
basa

Anonymous, 2009. Superheated water. Wikipedia, the free encyclopedia.


http://en.wikipedia.org/wiki/Superheated_water"Category: Water. diakses
pada 1 Mei 2017. Pukul 21:54.
Bintang I.A.K, Sinurat A.P, Purwadaria T. 2007. Penambahan ampas mengkudu
sebagai senyawa bioaktif terhadap performans ayam broiler. JITV 12(1) :1-
5.

Chan,S.W., C.Y.Lee, C.F.Yap, W.M.Wan Aida, and C.W.Ho, 2009. Optimisation


of Extraction Condition for Phenolic Compounds from Limau Purut
(Citrus hystrix) Peels. International Food Research Journal 16: 203-213
Choi, Young Hae, Jaap van Spronsen, Yuntao Dai, Marianne Verberne, Frank
Hollmann, and Isabel W.C.E. Arends. 2011. Are Natural Deep Eutectic
Solvents the Missing Link in Understanding Cellular Metabolism and
Physiology? American Society of Plant Biologists 156: 17011705.
Cotton, F., & Wilkinson, G. (1989). Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.

22
Dai, Yuntao, Geert-Jan Witkamp, Robert Verpoorte, and Young Hae Choi.
2013a.'Natural Deep Eutectic Solvents as A New Extraction Media for
Phenolic Metabolites in Carthamus tinctorius L'. Analytical Chemistry,
6272-6278.
Deetlefs, Maggel, and Kenneth R Seddon. 2010. Assessing the Greenness of
Some Typical Laboratory Ionic Liquid Preparations. Green Chemistry
12:1730.doi:10.1039/b915049h.
Domnguez de Mara, Pablo, and Zaira Maugeri. 2011. Ionic Liquids in
Biotransformations: From Proof-of-Concept to Emerging Deep-
Eutectic-Solvents. Current Opinion in Chemical Biology,
Biocatalysis and Biotransformation/Bioinorganic Chemistry, 15 (2):
22025. doi:10.1016/j.cbpa.2010.11.008.
Gorke, Johnathan, Friedrich Srienc, and Romas Kazlauskas. 2010. Toward
Advanced Ionic Liquids. Polar, Enzyme-Friendly Solvents for
Biocatalysis. Biotechnology and Bioprocess Engineering 15: 4053.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan ke-II. a.b. Kosasih Padmawinata.
Penerbit ITB. Bandung.

Hasanah, 2017, Ekstraksi Senyawa Bioaktif Dari Rimpang Curcuma Mangga


Menggunakan Pelarut Ramah Lingkungan Natural Deep Eutectic Solvent
(Nades), Skripsi, ITS Surabaya.
Huang, Wei, Shaokun Tang, Hua Zhao, and Songjiang Tian. 2013. Activation of
Commercial CaO for Biodiesel Production from Rapeseed Oil Using a
Novel Deep Eutectic Solven. Industrial & Engineering Chemistry
Research 52: 1194311947.
Prabowo, A.Y, T. Estiasih, I. Purwatiningrum. 2014. Umbi gembili (Dioscorea
esculenta L.) sebagai bahan pangan mengandung senyawa bioaktif: kajian
pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (3):129-135.

Seidel V., 2006. Initial and bulk extrac-tion. In: Sarker SD, Latif Z, & Gray AI,
editors. Natural Products Isola-tion. 2nd ed. Totowa (New Jersey).
Humana Press Inc. hal. 31-5.

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta

Svehla. (1979). Buku Ajar Vogel: Analisa Anorganik Kuantitatif Makro


dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Voigt, R, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi 5, Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta

23
Wood, Nicola, and Gill Stephens. 2010. Accelerating the Discovery of
Biocompatible Ionic Liquids. Physical Chemistry Chemical Physics 12:
167074

24

Anda mungkin juga menyukai