Anda di halaman 1dari 241

Tim Penyusun Modul Pelatihan

Dasar Relawan Penanggulangan Bencana


Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Ir. Sugeng Triutomo, DESS


Ir. Siswanto Budi Prasodjo, MM
KRT. Adi Koesoemo
Dr. Yoyon Bahtiar I, M.Pd.
dr. Prijono Wahyu Winarso
Dheni Prasetyo
Drs. Muhtaruddin, M.Si.
Badrun, SH. M.Pd.
Ir. Ibnu Asur
Hifzil Wathon Ali, SH. M.Hum
Kheriawan, S.Pd.I, MM
Sugiman, S.Ag
Eli Setiyawati, S.Pd
R. Theodora Eva Yuliana A., AKS.
Apriyuanda Giyant Bayu Pradana, S.TP. M.Sc
Wasis Widhiyasa, S.Kom
Jajat Suarjat,S.Pd
Sri Hastuti, S.Sos
Roswanto,SE
Agung Wicaksono, S.Sos
Ricko Pratama Jonisunu
Franta Eveline
Saini
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kami telah dapat menyusun
Modul Relawan Penanggulangan Bencana sebagai bagian pendukung dalam rangka manajemen
Penanggulangan Bencana.

Salah satu upaya pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan adalah melalui pelatihan
relawan dalam menghadapi bencana guna memberikan pengetahuan, kemampuan dan sikap tentang
kesiapsiagaan menghadapi bencana bagi aparat pemerintah, masyarakat dan
organisasi/lembaga/instansi yang bergerak dibidang penanggulangan bencana. Untuk mewujudkan
kegiatan pelatihan tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana memandang perlu untuk
menyusun modul relawan penanggulangan bencana.

Modul relawan penanggulangan bencana disusun melalui pendekatan kompetensi dengan


memperhatikan berbagai referensi pelatihan kebencanaan yang disesuaikan dengan peraturan yang
berlaku dan kondisi di Indonesia. Diharapkan modul ini dapat menjadi salah satu acuan bagi
penyelenggara pelatihan baik ditingkat pusat maupun daerah untuk dapat melaksanakan pelatihan
dengan berpedoman salah satunya pada modul ini.

Pada kesempatan ini kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu tersusunnya modul ini.

Jakarta, Oktober 2010

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan PB


Pendahuluan

Relawan yang cakap, efektif dan efisien sangat ditentukan oleh informasi, pengalaman
dan pelatihan yang diterimanya. Oleh karena itu pemberian informasi yang tepat dan akurat
harus dikelola secara baik agar relawan memiliki pengetahuan dasar yang cukup sebelum terjun
ke daerah bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagai lembaga yang bertanggung-jawab
dalam penanggulangan bencana berkewajiban memberikan bimbingan berupa informasi dan
pelatihan untuk relawan, sehingga pada saat terjadi bencana dapat berfungsi dengan maksimal,
efektif dan efisien serta mengetahui tugas dan fungsinya sebagai relawan.
Pengetahuan dan informasi dasar relawan yang akan diinformasikan harus terstruktur
dengan baik sehingga mudah dimengerti dan diterapkan oleh relawan tingkat pemula sekalipun.
Untuk mencapai hal ini diperlukan dukungan informasi dari berbagai pihak baik pemerintah dan
non-pemerintah yang sudah memiliki pengalaman dalam penanggulangan bencana.
Pengetahuan yang harus dimiliki oleh relawan dalam kegiatan penanggulangan bencana
diantaranya adalah:
1. Sistem Nasional Penanggulangan Bencana
2. Karakteristik Bencana di Indonesia
3. Konsepsi Manajemen Bencana
4. Prinsip Dasar Manajemen Bencana
5. Membangun Karakter Kemanusiaan (Humanitarian Character Building)
6. Perspektif Dan Implementasi Relawan di Indonesia
7. Perencanaan Penanggulangan Bencana
8. Peran Relawan Saat Tanggap Darurat
9. Peran Relawan Saat Pemulihan
10. Peran Relawan Dalam Aspek Logistik dalam Penanggulangan
11. Dapur Umum dan Tempat Tinggal Sementara (Shelter)
12. Komunikasi Radio
13. Navigasi (Global Positioning System)
14. Pertolongan Pertama
15. Evakuasi
16. Pendampingan Psikososial
Sehubungan dengan tugas dan fungsi relawan tersebut di atas, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana
menganggap perlu menyusun Modul Dasar Relawan yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
relawan di pusat maupun daerah.
Dengan informasi modul dasar relawan ini diharapkan relawan yang berasal dari
berbagai kelompok masyarakat memiliki standar kemampuan dasar untuk menjalankan tugas
sebagai relawan.

Tujuan Modul Dasar Relawan:


1. Memberikan pengetahuan dan kemapuan dasar tentang tugas dan fungsi relawan
penanggulangan bencana ;
2. Dapat mengembangkan kinerja relawan pada Penanggulangan Bencana, membantu
BNPB/BPBD untuk mengambil keputusan yang cepat, tepat dan benar.

Landasan Hukum
A. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
B. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tenang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
C. Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
D. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
E. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun 2009 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelatihan Penanggulangan Bencana.

Pendekatan Penyusunan Modul


Modul Dasar Relawan ini disusun berbasis pada pendekatan kompetensi. Kompetensi
yang dimaksud memuat unsur pengetahuan dasar tentang tugas dan fungsi relawan
penanggulangan bencana, sehingga diharapkan para relawan membaca modul ini mampu
mengaplikasikan pengetahuan dasar tentang kerelawan penanggulangan bencana. Penyusunan
modul tersebut dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu; pengembangan karakter, analisis
kebutuhan di lapangan dan kajian referensi/konseptual.
Daftar Isi

Daftar Tim Penyusun Modul .............................................................................................. i


Kata Sambutan ................................................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................ iv
Pendahuluan ....................................................................................................................... v

Sub Modul 1. Sistem Nasional Penanggulangan Bencana ............................................. 1-1


Sub Modul 2. Karakteristik Bencana di Indonesia ......................................................... 2-1
Sub Modul 3. Konsepsi Manajemen Bencana ................................................................ 3-1
Sub Modul 4. Prinsip Dasar Manajemen Bencana ......................................................... 4-1
Sub Modul 5. Membangun Karakter Kemanusiaan (Humanitarian Character
Building) ................................................................................................... 5-1
Sub Modul 6. Perspektif Dan Implementasi Relawan di Indonesia ............................... 6-1
Sub Modul 7. Perencanaan Penanggulangan Bencana ................................................... 7-1
Sub Modul 8. Peran Relawan Saat Tanggap Darurat ...................................................... 8-1
Sub Modul 9. Peran Relawan Dalam Aspek Logistik dalam Penanggulangan
Bencana .................................................................................................... 9-1
Sub Modul 10. Peran Relawan Saat Pemulihan ................................................................ 10-1
Sub Modul 11. Dapur Umum dan Tempat Tinggal Sementara (Shelter) .......................... 11-1
Sub Modul 12. Komunikasi Radio .................................................................................... 12-1
Sub Modul 13. Navigasi (Global Positioning System) ..................................................... 13-1
Sub Modul 14. Pertolongan Pertama ................................................................................ 14-1
Sub Modul 15. Evakuasi ................................................................................................... 15-1
Sub Modul 16. Pendampingan Psikososial ....................................................................... 16-1

Penutup ............................................................................................................................... viii


Kunci Jawaban Tes Formatif .............................................................................................. ix
Sub Modul 1
Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

A. UMUM
Indonesia merupakan sebuah negara
kepulauan yang terletak diantara tiga lempeng besar
dunia yaitu lempeng Eurasia, Indo Australia, dan
Pasifik. Selain itu, Indonesia masuk di dalam
Pacific Ring of Fire. Oleh karena itu wilayah
Negara Indonesia sangat rawan terhadap bencana.
Beberapa bencana besar terjadi akibat dari hal
tersebut, diantaranya adalah gempa bumi besar di
Aceh pada tahun 2004 yang mengakibatkan kerugian jiwa dan material yang sangat besar.
Menurut UU Nomor 24 tahun 2007, bencana dibedakan menjadi 3 yaitu bencana alam,
bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana-bencana ini dipengaruhi oleh kerentanan pada
masyarakat, bahaya bencana, kapasitas dan risiko bencana tersebut. Untuk itu diperlukan sebuah
sistem nasional untuk menanggulangi bencana, sehingga pemerintah melalui Badan Nasional
Penanggulangan Bencana membuat sebuah sistem nasional penanggulangan bencana yang
mempunyai komponen legislasi, kelembagaan, perencanaan, pendanaan, IPTEK, dan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Karena pentingnya hal ini, para relawan memerlukan suatu pembelajaran mengenai sistem
nasional penanggulangan bencana sehingga diharapkan akan semakin meningkatkan pemahaman
mereka terhadap prosedur manajemen bencana yang baik. Pembelajaran itu dapat dilakukan melalui
media modul, salah satunya adalah modul ini yang berisi tentang sistem nasional penanggulangan
bencana di Indonesia.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta pelatihan,
dalam hal ini relawan, diharapkan memiliki wawasan luas mengenai sistem nasional
penanggulangan bencana, sehingga para peserta dapat memahami pentingnya sebuah pengelolaan
atau manajemen penanggulangan bencana yang baik melalui adanya sistem nasional
penanggulangan bencana. Indikator-indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para peserta
terhadap materi dalam modul ini, dapat dirasakan apabila para peserta dapat:
(1) Memahami kondisi tektonik Negara Indonesia, beberapa bencana yang pernah terjadi di
Indonesia dan kondisi akibat bencana.
(2) Memahami kondisi masyarakat dan pemerintah Indonesia dalam menghadapi bencana
sebelum diberlakukannya sistem nasional penanggulangan bencana.
(3) Memahami mengenai sistem nasional penanggulangan bencana beserta sub-sub sistemnya.
(4) Memahami tentang visi dan misi Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam
melaksanakan sistem nasional penanggulangan bencana.

Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Kondisi tektonik Negara Indonesia.
(2) Bencana yang pernah terjadi di Indonesia dan kondisi akibat bencana.
(3) Kondisi masyarakat dan pemerintah Indonesia dalam menghadapi bencana sebelum
diberlakukannya sistem nasional penanggulangan bencana.
(4) Sistem nasional penanggulangan bencana.
(5) Visi dan misi Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Untuk membantu memahami isi modul pelatihan ini, peserta perlu melakukan hal-hal sebagai
berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan materi 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi sebaiknya peserta mengerjakan latihan-latihan, menjawab
soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
peserta tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor/nilai minimal
untuk melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penyusun modul/fasilitator/pelatih.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami kondisi tektonik
Negara Indonesia, beberapa bencana yang pernah terjadi di Indonesia dan kondisi akibat bencana,
(2) Memahami kondisi masyarakat dan Pemerintah Indonesia dalam menghadapi bencana sebelum
diberlakukannya sistem nasional penanggulangan bencana, (3) Memahami mengenai sistem
nasional penanggulangan bencana beserta sub-sub sistemnya, dan (4) Memahami tentang visi dan
misi Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam melaksanakan sistem nasional
penanggulangan bencana.
B.1 Uraian Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut:
1. Kondisi Tektonik Indonesia
Negara Indonesia terletak diantara tiga lempeng besar dunia yaitu lempeng Eurasia, Indo
Australia dan Pasifik. Selain itu, Indonesia masuk di dalam Pacific Ring of Fire sehingga sangat
rawan terhadap bencana. Akibatnya terjadi berbagai bencana yang sering mengakibatkan kerugian
jiwa dan material yang sangat besar. Gambar 1.1 dibawah ini dapat menunjukkan sangat rawannya
wilayah Negara Indonesia terhadap berbagai macam bencana.

Gambar 1.1 Kondisi Tektonik Indonesia


2. Kondisi akibat bencana
Akibat dari berbagai macam bencana di Indonesia menyebabkan korban jiwa dan harta benda
yang tidak sedikit jumlahnya. Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 1.2 berikut ini, yaitu kondisi
akibat bencana gempa bumi di Aceh tahun 2004 dan gempa bumi Yogyakarta tahun 2006. Gambar
di bawah ini menunjukan kondisi-kondisi yang di akibatkan oleh bencana alam tersebut:

Gambar 1.2 Kondisi Akibat Bencana

3. Belajar dari pengalaman:


Berbagai bencana telah terjadi di Indonesia sehingga berbagai pengetahuan mengenai bencana
dan akibatnya dapat diketahui. Berikut ini beberapa pengalaman mengenai kondisi masyarakat
Indonesia saat menghadapi bencana:
a. Pra Bencana:
1) Kurang kepedulian.
2) Kesiapsiagaan kurang, bencana terjadi pada waktu masyarakat tidak siap.
b. Pada saat kondisi darurat:
1) Panik berkepanjangan (tidak tahu apa yang harus dilakukan).
2) Koordinasi kacau, kewenangan tidak jelas.
3) Stress (diri, family/kKeluarga, tetangga menjadi korban).
4) Distribusi bantuan kacau.
5) Ketidakpercayaan pada pemerintah.
6) Tekanan Media.
7) Isu yang menyesatkan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
8) Semua ingin membantu tapi tidak banyak yang bisa diperbuat.
9) Keamanan terganggu.

c. Kondisi Pasca Bencana:


1) Pemulihan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan berjalan lambat, dan tidak menyeluruh.
2) Bantuan hanya sebatas pada masa tanggap darurat.
3) Psikososial tidak tertangani secara tuntas, menyisakan depresi yang mendalam.

4. Bagan Sistem Nasional Penanggulangan Bencana


Sistem nasional penanggulangan bencana
merupakan sistem pengaturan yang menyeluruh tentang
kelembagaan, penyelenggaraan, tata-kerja dan
mekanisme serta pendanaan dalam penanggulangan
bencana, yang ditetapkan dalam pedoman atau peraturan
dan perundangan. Sistem nasional PB ini terdiri dari
komponen-komponen, yaitu: hukum, peraturan dan
perundangan, kelembagaan, perencanaan,

Gambar 1.3. Sistem Nasional Penang- penyelenggaraan PB, pengelolaan sumberdaya, serta
gulangan Bencana pendanaan sebagaimana tertera pada Gambar 1.3 di
bawah ini.
4.1 Sub Sistem Legislasi:
Legislasi merupakan salah satu sub sistem dalam sistem nasional penanggulangan bencana
yang menjelaskan mengenai peraturan-peraturan perundangan yang berkaitan dengan
penanggulangan bencana di Indonesia, yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Nasional:
1) Undang-undang Nomor 24/2007.
2) Peraturan Pemerintah:
a) Penyelenggaraan PB (PP. No. 21/2007).
b) Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (PP. No. 22/2007).
c) Peran Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah (PP. No. 23/2007).
3) Peraturan Presiden : Pembentukan BNPB (No. Perpres 8/2008).
4) Peraturan Kepala Badan.
b. Daerah:
1) Peraturan Daerah.
2) Pembentukan BPBD.

4.2 Sub Sistem Kelembagaan:


Kelembagaanmerupakan hal yang penting bagi sebuah institusi. Dengan adanya sub sistem
kelembagaan dalam sistem kerja yang baik akan menciptakan kinerja institusi yang baik pula. Salah
satu unsur sub sistem
kelembagaan adalah terdapat- BNPB
nya bagan struktur kelem-
bagaan sebagaimana terdapat
pada Gambar 1.4 di bawah ini. Unsur Pengarah Unsur Pelaksana

c. Pembentukan BPBD:
Di setiap daerah BPBD Prov.
Propinsi dibentuk BPBD Pro-
pinsi. BPBD Propinsi berada
Unsur Pengarah Unsur Pelaksana
di bawah dan bertanggung-
jawab kepada Gubernur.
Pembentukan BPBD Kab/kota
berdasarkan ancaman/bahaya BPBD Kab./Kota
yang mengancam daerahnya.
BPBD Kab/Kota berada di
Unsur Pengarah Unsur Pelaksana
bawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati / Walikota. Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan

Dalam membentuk BPBD, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kab./Kota berkoordinasi dengan
BNPB [ UU 24/2007 Pasal 19 ayat (2) ].
d. Kedudukan:
Kedudukan BPBD Propinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur,
sedangkan BPBD Kab/Kota berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.

e. Tugas dan Fungsi BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota:


1) Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan PEMDA dan BNPB.
2) Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan PB.
3) Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana.
4) Melaksanakan penyelenggaraan PB.
5) Melaporkan penyelenggaraan PB kepada Gub/Bupati/Walikota.
6) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran.
7) Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.

4.3 Sub sistem Perencanaan:


Inti dari sub sistem perencanaan ini adalah pemaduan PB dalam Perencanaan Pembangunan
(Nasional / Daerah), yang terdiri dari pemaduan PB dalam RPJP (D), RPJM (D) dan RKP (D) dan
Penyusunan RAN-PRB dan RAD-PRB.

a. Pemaduan PB dalam Perencanaan Pembangunan (Nasional / Daerah)


1) PB dalam RPJP (D), RPJM (D) dan RKP (D).
2) Penyusunan RAN-PRB dan RAD-PRB.

b. Perencanaan PB:
Dalam perencanaan PB, hal yang dilakukan antara lain adalah:
1) Pembuatan Rencana PB (Disaster Management Plan).
2) Rencana Kedaruratan (Emergency Plan).
3) Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
4) Rencana Operasi (Operation Plan).
5) Rencana Pemulihan (Recovery Plan).

4.4 Sub sistem Pendanaan


Dalam sub sistem pendanaan, berbagai hal yang berhubungan dengan keuangan dalam
penanggulangan bencana akan dikelola dengan sebaik-baiknya. Sumber dana dalam
penanggulangan bencana tersebut adalah sebagai berikut:
a. Dana DIPA (APBN/APBD)
1) Untuk mendukung kegiatan rutin dan operasional lembaga/departemen terutama untuk
kegiatan pengurangan risiko bencana.
2) DAK untuk pemda Provinsi/Kab./Kota diwujudkan dalam mata anggaran kebencanaan,
disesuaikan dengan tingkat kerawanan dan kemampuan daerah.
b. Dana contingency.
Dana contingency di gunakan untuk penanganan kesiapsiagaan.
c. Dana Siap Pakai (on call).
Dana ini di manfaatkan untuk bantuan kemanusiaan (relief) pada saat terjadi bencana.
d. Dana Sosial yang berpola hibah.
e. Dana yang bersumber dari masyarakat.

4.5 Sub sistem IPTEK dan Penyelenggaraan


Sub sistem ini sangat vital dalam penanggulangan bencana, sebab akan menentukan
efektivitas proses penanggulangan bencana. Kegiatan-kegiatannya adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan Pelatihan.
1) Memasukkan pendidikan kebencanaan dalam kurikulum sekolah.
2) Membuka program studi disaster management di perguruan tinggi.
3) Menyusun standar modul pelatihan manajemen bencana.
4) Melakukan pelatihan manajer dan teknis penanggulangan bencana.
5) Mencetak tenaga profesional dan ahli PB.
b. Penelitian dan pengembangan Iptek Kebencanaan:
Pemahaman karakteristik ancaman/hazard dan teknologi penanganannya.
c. Penerapan Teknologi Penanggulangan Bencana, contoh:
1) Mapping dan Tataruang (Bappenas di Nabire, Alor).
2) Deteksi dini/EWS (gunungapi, Tsunami, Banjir, Tanah Longsor,dll) (BMG,
ESDM/Vulkanologi, PU).
3) Rumah Tahan Gempa, pengaturan building code (PU).
4) Teknologi untuk penanganan darurat (Depkes, Basarnas).
5) Teknologi Pangan untuk bantuan darurat (BPPT, Deptan, Perguruan Tinggi).

5. Visi dan Misi BNPB


Mengacu pada buku renstra (rencana strategis)
Visi : meningkatkan ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana
Misi : a. Melindungi bangsa dari ancaman bencana melalui pengurangan risiko
b. Membangun sistem penanggulangan bencana yang handal
c. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi,
dan menyeluruh.

B.2 Rangkuman
1. Indonesia berada pada jalur tektonik yang rawan bencana.
2. Masyarakat Indonesia perlu belajar dari penagalaman penanggulangan bencana pada pra
bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.
3. Sistem nasional penanggulangan bencana yang digunakan untuk mengelola penanggulangan
bencana di Indonesia terdiri atas komponen legislasi, kelembagaan, perencanaan, pendanaan,
IPTEK dan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1) Berikut ini komponen sistem nasional penanggulangan bencana, kecuali
a. Perencanaan.
b. Pencegahan.
c. Legislasi.
d. Kelembagaan.
2) Dibawah ini yang merupakan kedudukan dari BPBD adalah
a. BPBD Propinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
b. BPBD Kab/Kota berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
c. Jawaban a dan b benar.
d. Jawaban a dan b salah.
3) Tugas dan fungsi BPBD provinsi dan kabupaten/kota adalah
a. Pengaturan relawan bencana.
b. Menyalahgunakan kewenangan anggaran.
c. Penarikan iuran bencana dari masyarakat.
d. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan PEMDA dan BNPB.
4) Dibawah ini yang bukan merupakan perencanaan penanggulangan bencana adalah
a. Rencana Pengumpulan Dana (Financial Plan).
b. Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan).
c. Rencana Kedaruratan (Emergency Plan).
d. Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
5) Apakah fungsi penelitian dan pengembangan Iptek Kebencanaan
a. Pemahaman karakteristik risiko dan teknologi penanganannya.
b. Pemahaman karakteristik ancaman/hazard dan teknologi penanganannya.
c. Pemahaman karakteristik kerentanan dan teknologi penanganannya.
d. Pemahaman karakteristik bahaya dan teknologi penanganannya.

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi sub modul berikutnya, lakukanlah
pengulangan pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas
40.

C. Glossary
1. Pacific ring of fire: Lingkaran cincin api pasifik, jalur pegunungan berapi pasifik sehingga
rawan gempa.
2. BPBD: Badan Penanggulangan Bencana Daerah
3. RPJM: Rencana Pembangunan Jangka Menengah
4. RPJP: Rencana Pembangunan Jangka Panjang
5. RKP: Rencana Kerja Pemerintah
6. RAN-PRB: Rencana Aksi Nasional-Pengurangan Resiko Bencana
7. RAD-PRB: Rencana Aksi Daerah-Pengurangan Resiko Bencana
8. DM Plan: Disaster Management Plan (Rencana aksi untuk mengurangi resiko bencana)
9. DIPA: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang
disusun oleh Pengguna Anggaran/ uasa Pengguna Anggaran dan di sahkan oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas
nama Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara (BUN). DIPA berlaku untuk
satu Tahun Anggaran dan informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran. Disamping itu DIPA dapat dimanfaatkan
sebagai alat pengendali, pelaksanan, pelaporan, pengawasan, dan sekaligus merupakan
perangkat akuntansi pemerintah. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang
tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
10. APBN: adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran
negara untuk suatu jangka tertentu, biasanya dalam kurun waktu tertentu, biasanya dalam kurun
waktu satu tahun dan jangka waktu tersebut dikenal dengan tahun anggaran
11. APBD: adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran
daerah untuk suatu jangka tertentu, biasanya dalam kurun waktu tertentu, biasanya dalam kurun
waktu satu tahun dan jangka waktu tersebut dikenal dengan tahun anggaran
12. DAK/Dana alokasi khusus: adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

D. Referensi
1. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
2. PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
3. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
4. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
5. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2007 tentang pendanaan dan
pengelolaan bantuan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta
6. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2007 tentang Peran Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah. Sekretariat Negara. Jakarta
7. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan BNPB.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Sub Modul 2
Karakteristik Bencana di Indonesia

A. UMUM
Makhluk hidup, pada dasarnya beraktivitas pada
lapisan kerak bumi yang merupakan bagian terluar
dari bumi. Namun lapisan ini merupakan bagian yang
paling terdampak ketika bagian dalam bumi
mengalami pergerakan maupun aktivitas lain.
Aktivitas dari lapisan dalam bumi tersebut dapat
berupa aktivitas alamiah maupun aktivitas akibat ulah
manusia itu sendiri. Apabila aktivitas ini bersifat
ekstrem akan memunculkan hal-hal yang tidak
diinginkan yang disebut juga sebagai bencana. Selain itu, aktivitas alamiah maupun ulah manusia di
lapisan kerak bumi pun dapat pula menciptakan adanya bencana.
Sebagaimana relawan dalam bidang sosial dan kemanusiaan lainnya, relawan dalam bidang
kebencanaan perlu untuk mengetahui karakteristik bencana, yaitu antara lain gempa bumi yaitu
pergerakan pada kerak bumi karena aktivitas lapisan dalam bumi, tsunami yaitu melesaknya air laut
ke permukaan karena patahan di dasar laut, letusan gunung berapi akibat naiknya fluida dari dalam
bumi karena adanya tekanan, banjir, serta bencana-bencana lainnya.
Untuk itu diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada para relawan mengenai karakteristik
dan jenis-jenis bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini sangat penting karena relawan,
sebagai pihak yang berada di garis depan penanggulangan bencana perlu mengetahui dan paham
tentang bencana sehingga mereka dapat segera sadar dan tahu apa yang harus dilakukan ketika
terjadi bencana.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul karakteristik bencana di
Indonesia ini ialah para peserta yang dalam hal ini relawan diharapkan memiliki wawasan luas
mengenai bencana, sehingga para peserta dapat segera bertindak apabila menghadapi bencana-
bencana tertentu. Indikator-indikator yang dijadikan ukuran pemahaman para peserta terhadap
materi dalam modul ini adalah:
(1) Peserta mampu memahami beberapa peristiwa atau kedaruratan di tanah air dan akibat yang
ditimbulkannya.
(2) Peserta mampu mengenali penyebab terjadinya bencana, akar persoalan dan juga hal-hal yang
dapat mengurangi risiko bencana (pelajaran yang dapat dipetik).

Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:


(1) Beberapa bencana yang terjadi di tanah air.
(2) Akibat bencana (kerusakan dan kerugian).
(3) Karakteristik setiap bencana.
(4) Analisis penyebab dan akar masalah.
(5) Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana.

Untuk memahami isi modul ini dengan cepat, peserta perlu melakukan hal-hal sebagai
berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan materi 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi sebaiknya peserta mengerjakan latihan-latihan, menjawab
soal-soal, dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
peserta tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hingga mendapat skor/nilai minimal untuk melanjutkan
ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul/fasilitator/pelatih.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami beberapa peristiwa
atau kedaruratan di tanah air dan akibat yang ditimbulkannya, (2) Mengenali penyebab terjadinya
bencana, akar persoalan dan hal-hal yang dapat mengurangi risiko bencana (pelajaran yang dapat
dipetik).
B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut dapat disimak materi belajar berikut.
1. Gambaran Kondisi Geologi Bumi
Makhluk hidup beraktivitas,
semuanya berada dalam kerak bumi,
atau lapisan terluar, begitu pun
keberadaan laut dan gunung
sebagaimana diperlihatkan dalam
gambar 2.1. Meski demikian, bagian
terluar inilah yang paling merasakan
dampaknya, bila ada gesekan,
patahan, tumbukan maupun Gambar 2.1 Struktur Lapisan Bumi.
penunjaman dari dalam bumi yang dapat mengakibatkan bencana bagi makhluk hidup, misalnya
gempa bumi seperti pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Gesekan dan PatahanBagan 1.2 Sistem


Pada Lapisan Kelembagaan
Bumi

2. Gempa
Gempa terjadi akibat adanya energi yang lepas
secara tiba-tiba pada zona penunjaman atau patahan
aktif sehingga mengakibatkan getaran guncangan.
Kekuatan gempa/energi yang dilepaskan di ukur
secara instrumental/magnitude; menggunakan skala
Richter.
Sedangkan tingkat keterasaan dan kerusakan
diukur dalam skala Modified Mercally Intensity
Gambar 2.3 Patahan Aktif yang Bisa
(MMI).
Menimbulkan Gempa.
Tabel 2.1. Frekuensi dan kejadian gempa di dunia
Penamaan Skala Dampak pada bumi Jumlah
Richter kejadian
Mikro < 2,0 Gempabumi mikro, tak terasa 8.000/hari
Sangat Minor 2,0 2,9 Umumnya tak terasa, tapi tercatat oleh 1000/hari
peralatan
Minor 3,0 3,9 Umumnya terasa, jarang mengakibatkan 49.000/ th
kerusakan
Lemah 4,0 4,9 Teramati di dalam rumah, ada suara berderik, 6.200 / th
tidak ada kerusakan
Sedang 5,0 5,9 Kerusakan tidak luas pada bangunan dengan 800 / th
konstruksi buruk. Bangunan dengan
konstruksi baik, rusak sedikit
Kuat 6,0 6,9 Dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah 120 / th
2
padat penduduk sepanjang 150 km
Sangat Kuat 7,0 7,9 Kerusakan pada daerah lebih dari 150 km 18 / th
Besar 8,0 8,9 Kerusakan pada daerah lebih dari beberapa 1 / th
ratus km
Besar dan Langka > 9,0 1 / 20 th

Di Indonesia, daerah-daerah yang rawan gempa adalah

Gambar 2.4 Peta Daerah Rawan Gempa di Indonesia.

Pada gambar di atas zona yang berada pada kotak merah adalah wilayah-wilayah di Indonesia
yang rawan terhadap gempa.

3. Tsunami
Tsunami adalah melesaknya air laut ke
permukaan yang disebabkan oleh patahan yang
terjadi di dasar laut.
Karakteristik tsunami adalah kecepatan
penjalaran di dasar laut yang dangkal tidak sama
Gambar 2.5 Patahan di Dasar Laut yang Bisa
dengan dasar laut yang lebih dalam, sehingga Menimbulkan Tsunami.
mengakibatkan munculnya gelombang lebih tinggi. Tsunami biasanya juga ditandai dengan
gempuran gelombang berulang
36 250 800
km/ km/ km/
h h h

Gambar 2.5 Penjalaran Gelombang Ketika Terjadi Tsunami.

4. Letusan Gunung Api


Pelepasan energi secara tiba-tiba pada akibat
tekanan oleh naiknya fluida (magma, gas, dan uap air)
menuju ke permukaan.
a. Jenis Letusan Gunung api
1) Magmatik letusan disertai oleh keluarnya
magma atau gas yang berasal dari magma
dengan kekuatan tekanan besar.
2) Freatik letusan yang di dominasi oleh uap air.

Gambar 2.6 Asap Tebal Ketika 3) Freato magmatik campuran keduanya


Gunung Api Meletus
b. Ancaman yang dapat ditimbulkan oleh letusan
gunung api:
1) Lontaran bom vulkanik.
2) Aliran lava.
3) Gas beracun.
4) Awan panas (mencapai 1000 c).
5) Banjir lahar panas/dingin.
Gambar 2.7 Sebaran Penduduk dan
Kawasan Rawan Bencana G. Merapi

Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan


5. Banjir
Banjir dapat dibedakan menjadi 2 jenis; banjir genangan dan banjir bandang. Penyebab
utamanya adalah tidak terserapnya air ke dalam tanah yang bisa disebabkan oleh:
1) Kerusakan lingkungan.
2) Intensitas hujan yang tinggi.
3) Tidak tersedianya drainase yang cukup untuk menampung air.
4) Penyempitan kali.

Gambar 2.6 Asap Tebal Ketika


Gunung Api Meletus
5) Pasang laut.
6) Topografi yang rendah.
7) Tidak tepatnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
8) Berubahnya fungsi/peruntukan lahan.

a. Tingkat kerusakan yang diakibatkan banjir bergantung pada:


1) Luasnya daerah yang tergenang.
2) Dalamnya genangan.
3) Durasi dan lamanya genangan.
b. Kerusakan yang ditimbulkan akibat banjir bisa berupa:
1) Korban jiwa.
2) Kehilangan harta benda dan hewan peliharaan.
3) Kerusakan bangunan dan lingkungan.
4) Sulitnya transportasi.
5) Kesulitan dalam menyediaan bahan kebutuhan pokok.
6) Meningkatnya harga kebutuhan pokok.

6. Gerakan tanah
Gerakan tanah merupakan salah satu penyebab terjadinya bencana.
a. Gerakan tanah ini dapat dibedakan menjadi:
1) Longsoran translasi.
2) Longsoran rotasi.
3) Pergerakan blok.
4) Runtuhan batu.
5) Rayapan tanah.
6) Aliran material rombakan
b. Gerakan tanah dapat disebabkan oleh:
1) Faktor kestabilan lereng
a) Geologi.
b) Geodesi.
c) Pengikisan.
2) Proses pemicu
a) Kandungan air.
b) Getaran.
c) Pembebanan.
d) Pemotongan lereng.
3) Besarnya dampak pergerakan tanah ini bergantung pada;
a) Volume material.
b) Kecepatan gerakan.
c) Ukuran material.
d) Intensitas gerakan.
4) Dampak yang dapat ditimbulkan oleh gerakan tanah ini antara lain;
a) Kehilangan nyawa.
b) Kerusakan lingkungan pemukiman dan lahan.
c) Kelangkaan bahan kebutuhan pokok.
d) Melonjaknya harga kebutuhan pokok.

7. Kebakaran hutan
Kebakaran hutan dapat diakibatkan oleh pemanasan iklim dan bisa juga dipicu oleh ulah
manusia seperti pembakaran untuk membuka lahan. Dampak yang muncul akibat kebakaran hutan
ini bergantung pada luasnya daerah yang terbakar dan sebaran kabut asap serta jarak pandang
Kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan
1) Munculnya korban jiwa.
2) Penyakit infeksi saluran pernafasan akibat asap tebal.
3) Bisa mengganggu kelancaran transportasi udara.

8. Kekeringan
Kekeringan disebabkan oleh perubahan iklim (el nino) dan ketidaksiapan manusia
menyediakan penampungan air. Kekeringan terjadi bilamana curah hujan tidak normal, debit air
sungai berkurang dan prosentase daun kering pada tanaman. Kekeringan dapat menimbulkan
kematian dan gagal panen dan matinya hewan peliharaan.

9. Kajian terhadap bencana masa lalu


Belajar dari kejadian bencana masa lalu dan kerugian-kerugian yang diderita, akan sangat
berguna untuk merencanakan tindakan dimasa datang sehingga kerugian yang sama dapat
dihindarkan.
Kajian terhadap bencana masa lalu ini dapat dilakukan berkelompok, dimana setiap kelompok
akan mendiskusikan satu jenis bahaya.
Contoh kajian terhadap bencana banjir pada masa lalu :
1) Mekanisme kerusakan
Genangan dan aliran air yang mengalir cepat dapat menghanyutkan bahkan merubuhkan
bangunan. Barang-barang yang tidak terikat akan hanyut dan hilang. Lumpur dan kotoran akan
bercampur sehingga berpotensi menimbulkan penyakit.
2) Parameter kedahsyatan
Luasnya area yang tergenang, kedalaman air genangan, kecepatan aliran air, lamanya genangan
dan jumlah lumpur yang diakibatkan banjir.
3) Penyebab
Tingginya curah hujan, ketidakmampuan tanah untuk menyerap air dengan cepat, kemampuan
sungai untuk mengantarkan air ke laut terbatas, menyempitnya atau mendangkalnya sungai,
saluran drainase yang tidak lancar.
4) Pengkajian bahaya dan teknik pemetaan
Hal yang dikaji antara lain adalah:
a) Catatan sejarah banjir.
b) Kajian topografi dan kontur.
c) Catatan curah hujan.
d) Catatan air pasang.
5) Potensi untuk mengurangi bahaya
a) Pengerukan dasar sungai dan pelebaran.
b) Pembuatan situ-situ untuk menampung air sebelum dialirkan ke sungai.
c) Peninggian tanggul di tepi pantai.
d) Memperbanyak lubang biopori.
6) Serangan dan peringatan
Banjir biasanya datang bertahap, naiknya permukaan air akan berlangsung perlahan. Curah
hujan yang lama dan lebat akan memberi tanda bahwa kemungkinan air di sungai akan naik ke
darat. Informasi dari penjaga pintu air dapat dijadikan peringatan kapan kemungkinan banjir
akan melanda pemukiman warga. Misalnya, info ketinggian air dari Bogor dapat ditangkap
warga Kampung Melayu, Jakarta bahwa banjir akan melanda kampung mereka dalam 8 jam ke
depan.
7) Elemen-elemen yang paling berisiko
a) Barang-barang yang tidak terikat akan hanyut.
b) Barang-barang dari besi akan berkarat apabila direndam air dalam waktu lama.
c) Orang tua dan anak-anak akan menderita kedinginan.
8) Strategi mitigasi utama
Penataan Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga mengurangi munculnya rumah-rumah
dipinggir sungai yang akan mempersempit aliran air.
Peningkatan ekonomi warga sehingga mereka tidak membuat rumah di pinggir sungai dengan
alasan ketiadaan uang untuk membangun atau menyewa rumah di tempat yang semestinya.

B.2 Rangkuman
1. Manusia hidup di kerak bumi yang merupakan bagian terdampak bila terjadi aktivitas dalam
bumi.
2. Aktivitas dalam bumi ini jika ekstrem akan menyebabkan terjadinya bencana
3. Beberapa bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung
berapi, banjir, gerakan tanah, kebakaran hutan, dan kekeringan
4. Berdasarkan kajian terhadap bencana masa lalu dapat diketahui mekanisme kerusakan,
parameter kedahsyatan, penyebab, pemetaan, elemen yang paling berisiko dari bencana, serta
hal-hal lainnya.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar!
1) Berikut ini yang bukan merupakan jenis-jenis bencana di Indonesia adalah
a. Banjir.
b. Tanah Longsor.
c. Tsunami.
d. Irigasi.
2) Jenis letusan gunung api adalah sebagai berikut, kecuali
a. Magmatik.
b. Vulkanik.
c. Freatik.
d. Freato magmatik.
3) Tingkat kerusakan yang diakibatkan banjir bergantung pada
a. Banyaknya korban jiwa.
b. Jumlah rumah yang terendam.
c. Luasnya daerah yang tergenang.
d. Besar kerugian financial yang ditimbulkan.
4) Gerakan tanah dapat dibedakan menjadi
a. Longsoran translasi.
b. Longsoran rotasi.
c. Pergerakan blok.
d. a, b dan c benar.
5) Kekeringan dapat disebabkan oleh
a. Perubahan iklim (el nino).
b. Ketidaksiapan manusia menyediakan penampungan air.
c. a dan b salah.
d. a dan b benar.

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glossary
1. Geologi bumi: ilmu pengetahuan alam untuk menjelaskan dan memecahkan segala masalah
mengenai matra Bumi
2. Modified Mercally Intensity (MMI): adalah satuan ukuran kekuatan gempa, dimana besarnya
efek yang dirasakan oleh pengamat dimana dia berada tanpa memperhatikan sumbernya
(sumber: BMG)
3. Perubahan Iklim (El Nino): adalah perubahan periodik di atmosfer dan samudra Pasifik tropis.
El nino adalah masa arus hangat sedang La Nina adalah masa arus dingin.
4. Kajian topografi dan kontur: adalah pengkajian permukaan bumi (kontur) beserta informasi
ketinggiannya menggunakan garis kontur.
5. Lubang biopori: adalah lubang yang dengan diameter 10 sampai 30 cm dengan panjang 30
sampai 100 cm yang ditutupi sampah organik yang berfungsi untuk menjebak air yang mengalir
di sekitarnya sehingga dapat menjadi sumber cadangan air bagi air bawah tanah, tumbuhan di
sekitarnya serta dapat juga membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang bisa
dipakai untuk pupuk tumbuh-tumbuhan.
6. Penataan daerah aliran sungai (DAS): adalah penataan suatu kawasan yang mengalirkan air
kesatu sungai utama. Dikemukakan oleh Manan (1978) bahwa DAS adalah suatu wilayah
penerima air hujan yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, dimana semua curah hujan
yang jatuh diatasnya akan mengalir di sungai utama dan akhirnya bermuara kelaut.
D. Referensi
1. United States Geological Survey. 2005. Hubungan kekuatan gempabumi dan frekwensi
kejadiannya di dunia. (online).
(http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eqarchives/year/info_1990s.php , diakses 18 September
2010).
2. Brahmanto, Budi., dan Supartoyo., 2007. Menghadapi ketidaktentuan datangnya bencana. Warta
Geologi, 2, H.4-7.
3. Badan Geologi Pusat Vulkanolog dan mitigasi bencana geologi BPPTK. 2006. Peta Sebaran
Penduduk dan KRB Gunung Merapi 2006.
Sub Modul 3
Konsepsi Manajemen Bencana

A. UMUM
Sebagai seorang relawan kebencanaan, perlu
mengetahui konsepsi dari bencana itu sendiri. Menurut
UU nomor 24 tahun 2007, bencana adalah peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam maupun faktor non alam. Bencana ini
dipengaruhi oleh kerentanan, bahaya, kapasitas dan
risiko dari bencana tersebut.
Sebagaimana ilmu yang selalu berkembang, ilmu penanggulangan bencana pun memiliki berbagai
pandangan, diantaranya adalah pandangan konvensional, pandangan ilmu pengetahuan alam,
pandangan ilmu terapan, pandangan progresif, pandangan ilmu sosial, dan pandangan holistik
(keseluruhan).
Untuk itu diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada para relawan mengenai konsepsi dari
bencana dan penanggulangannya. Hal ini diperlukan agar para relawan tersebut memahami
konsepsi atau dasar dari kegiatan kebencanaannya. Pembelajaran itu salah satunya dapat dilakukan
melalui media modul ini.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta yang dalam hal
ini relawan diharapkan memiliki pemahaman yang baik mengenai konsepsi bencana, sehingga para
peserta dapat memahami pentingnya keikutsertaannya dalam kegiatan kerelawanan. Indikator-
indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para peserta terhadap materi dalam modul ini,
dapat dirasakan apabila para peserta, dapat:
(1) Memahami konsepsi bencana.
(2) Mengetahui mengenai manajemen bencana.
(3) Mengetahui paradigma dan tahapan dalam penanggulangan bencana.
Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Definisi bencana
(2) Jenis bencana kedaruratan
a) Konsepsi tentang bahaya dan risiko.
b) Bahaya dan kejadian bencana/kedaruratan.
c) Berbagai pandangan tentang bencana.
(3) Manajemen bencana.
(4) Paradigma penanggulangan bencana.
(5) Siklus penanggulangan bencana.

Untuk membantu peserta memahami isi modul ini secara cepat, peserta perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan materi 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi sebaiknya peserta mengerjakan latihan-latihan, menjawab
soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya peserta
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami konsepsi bencana, (2)
Mengetahui mengenai manajemen bencana, (3) Mengetahui paradigma dan tahapan dalam
penanggulangan bencana.

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Bencana
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. (UU Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1).
2. Pokok pokok yang menjadi perhatian dalam konsep diatas :
a) merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa
b) berdasarkan penyebabnya bencana, yaitu bencana yang disebabkan faktor alam, faktor non
alam dan faktor manusia
c) dampak dari bencana itu sendiri menimbulkan kerugian material, non material dan korban
jiwa manusia

3. Jenis-jenis bencana menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 :


a) Bencana alam: diakibatkan peristiwa alam (antara lain gempabumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor).
b) Bencana non-alam: diakibatkan peristiwa nonalam (antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit).
c) Bencana sosial: diakibatkan peristiwa yang diakibatkan oleh manusia (konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror).

Pertanyaan yang perlu dijawab sebelum kita


masuk kedalam konsep bahaya, kerentanan,
kemampuan dan risiko:
a) Berikan contoh bahaya/ancaman.
b) Berikan contoh kerentanan.
c) Apa risiko yang dapat terjadi.
Gambar 3.1 Pertanyaan Terkait Bencana

4. Kerentanan
Merupakan kondisi yang merupakan konsekuensi dari faktor fisik, ekonomi, sosial, lingkungan
masyarakat yang mengurangi kemampuan orang untuk mencegah, menghindari atau menanggulangi
bencana.
Suatu keadaan yang merupakan konsekuensi dari kondisi fisik Gambar
atau sistem sosial
2.6 Asap masyarakat
Tebal Ketika yang
Gunung
mengakibatkan orang tidak bisa menghindari atau bereaksi ketika terjadi Api Meletus
bahaya.
Kerentanan ini dapat dikategorikan dalam:
a. Kerentanan fisik / materi.
Orang-orang yang secara ekonomi terbatas, tidak mampu membuat pertahanan yang lebih baik
ketika terjadi bahaya. Mereka mungkin orang-orang yang tidak memiliki uang cukup untuk
menyewa rumah, sehingga harus tinggal di pinggir sungai. Ketika banjir datang, merekalah yang
paling rentan dan akan menjadi korban banjir

Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan


b. Kerentanan sosial.
Orang-orang yang dimarjinalkan secara sosial dan ekonomi atau merupakan kelompok minoritas
dari sebuah masyarakat, dengan mudah akan menjadi korban bencana. Kelompok berkuasa bisa
saja memicu terjadinya kerusuhan yang akan berdampak buruk pada kelompok kecil ini.
c. Kerentanan motivasi atau kebiasaan.
Masyarakat yang pola hidupnya cendrung merusak alam dan ataupun tidak memiliki niat untuk
bersiap-siap menghadapi terjadinya bahaya. Begitu juga dengan kebiasaan hidup membuang
sampah di sungai akan membuat sungai kehilangan kemampuan untuk menampung air.
d. Faktor-faktor kerentanan:
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan antara lain ialah : kebijakan, fisik, ekonomi,
sosial dan lingkungan.

5. Bahaya
Bahaya adalah kejadian yang berpotensi merusak dan menyebabkan hilangnya nyawa dan
kerusakan lingkungan. Disebabkan posisi geografis dan keadaan alam di Indonesia, banyak sekali
bahaya yang mengancam.

6. Kapasitas
Kapasitas adalah aset, keterampilan atau sumber daya yang dimiliki orang atau masyarakat yang
membuat mereka mampu mengurangi risiko, atau bertahan ketika bahaya terjadi. Bencana biasanya
akan menyebabkan banyak rumah rusak dan harta benda hilang. Tetapi bagi mereka yang
mempunyai uang ataupun keterampilan, dengan cepat mereka dapat membangun kembali.

7. Risiko (risk)
Kemungkinan paling buruk yang dapat terjadi ketika bahaya datang. Risiko ini bisa berupa
hilangnya nyawa, harta atau dampak psikologis yang muncul akibat bahaya.

8. Pengurangan Risiko (Disaster Risk Reduction).


Merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk meminimalisir kehilangan nyawa,
kerusakan harta benda ataupun lingkungan ketika bahaya terjadi

9. Berbagai pandangan tentang Penanggulangan Bencana:


a. Pandangan Konvensional.
Pandangan ini menganggap bencana merupakan takdir, sehingga terjadinya bencana
merupakan suatu musibah atau kecelakaan, tidak dapat diprediksi, tidak menentu terjadinya,
tidak terhindarkan, dan tidak dapat dikendalikan. Selain itu masyarakat dipandang sebagai
korban dan penerima bantuan dari pihak luar.
b. Pandangan Ilmu Pengetahuan Alam.
Pandangan ini menganggap bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang membahayakan
kehidupan manusia. Selain itu bencana merupakan kekuatan alam yang luar biasa. Bencana
menurut pandangan ini merupakan proses geofisik, geologi dan hidrometeorologi serta
merupakan peristiwa alamiah dan tidak memperhitungkan manusia sebagai penyebab
bencana.
c. Pandangan Ilmu Terapan.
Pandangan ini melihat bencana didasarkan pada besarnya ketahanan atau tingkat kerusakan
akibat bencana dengan dilatarbelakangi oleh ilmu-ilmu teknik sipil bangunan/konstruksi.
Pengkajian bencana lebih ditujukan pada upaya untuk meningkatkan kekuatan fisik struktur
bangunan untuk memperkecil kerusakan.
d. Pandangan Progresif.
Pandangan ini menganggap bencana sebagai bagian yang biasa dan selalu terjadi dalam
pembangunan. Selain itu bencana adalah masalah yang tidak pernah berhenti dalam proses
pembangunan. Sedangkan peran pemerintah dan masyarakat dalam manajemen bencana
adalah mengenali bencana itu sendiri.
e. Pandangan Ilmu Sosial.
Pandangan ini memfokuskan pada bagaimana tanggapan dan kesiapan masyarakat
menghadapi bahaya. Bahaya menurut pandangan ini adalah fenomena alam, akan tetapi
bencana bukanlah alami dan besarnya bencana tergantung pada perbedaan tingkat
kerentanan masyarakat menghadapi bahaya atau ancaman bencana.
f. Pandangan Holistik (keseluruhan).
Pendekatan ini menekankan pada bahaya dan kerentanan, serta kemampuan masyarakat
dalam menghadapi bahaya dan risiko. Selain itu gejala alam dapat menjadi bahaya, jika
mengancam manusia dan harta benda, sedangkan bahaya akan berubah menjadi bencana,
jika bertemu dengan kerentanan dan ketidakmampuan masyarakat.

B.2 Rangkuman
1) Bencana merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
2) Bencana terdiri atas bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial.
3) Bencana dipengaruhi oleh kerentanan, bahaya, kapasitas dan risiko.
4) Beberapa pandangan mengenai penanggulangan bencana antara lain adalah pandangan
konvensional, pandangan ilmu pengetahuan alam, pandangan ilmu terapan, pandangan
progresif, pandangan ilmu social dan pandangan holistik (keseluruhan).

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1) Berikut ini adalah jenis-jenis bencana menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, kecuali ...
a. Bencana alam.
b. Bencana global.
c. Bencana sosial.
d. Bencana non alam.
2) Kerentanan dapat dikategorikan dalam
a. Kerentanan fisik / materi.
b. Kerentanan sosial.
c. Kerentanan motivasi atau kebiasaan.
d. Jawaban a, b dan c benar.
3) Di bawah ini yang bukan merupakan faktor-faktor kerentanan adalah
a. Kebijakan
b. Ekonomi
c. Kebudayaan
d. Lingkungan
4) Definisi bahaya adalah
a. Kejadian yang berpotensi merusak dan menyebabkan hilangnya nyawa dan kerusakan
lingkungan
b. Kejadian yang berpotensi mensejahterakan penduduk di sekitar bencana
c. Kejadian yang berpotensi meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat
d. Kejadian yang berpotensi memperluas pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
5) Apakah yang dimaksud dengan bencana menurut pandangan Ilmu Pengetahuan Alam
a. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang menambah pendapatan manusia
b. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang memperbaiki lingkungan hidup
c. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang membahayakan kehidupan manusia
d. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang dapat menciptakan kehidupan baru

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan jumlah
jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40, peserta tidak
dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan pemahaman terhadap
materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glossary
1. Geofisik: batuan
2. Geologi: adalah merupakan ilmu pengetahuan alam untuk menjelaskan dan memecahkan segala
masalah mengenai matra Bum
3. Hidrometeorologi: adalah Ilmu yang mempelajari keterdapatan dan sifat fisik air atmosfer.
4. Pandangan holistik: keseluruhan, pandangan keseluruhan.

D. Referensi
1. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Wisner, et al, 2006; von Kotze and Hollaway, 1999. Heijmans & Victoria, (2001). Vulnerability,
[R=(HXV)].
3. United Nation International Strategy for Disaster Reduction. 2005. Membangun ketahanan
bangsa dan komunitas terhadap bencana, Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015, ekstraksi dari
laporan akhir world conference on disaster reduction. Kobe-hyogo, jepang.
Sub Modul 4
Prinsip Dasar Manajemen Bencana

A. UMUM
Menurut UU nomor 24 tahun 2007, bencana
adalah peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam maupun faktor non
alam. Bencana ini dipengaruhi oleh kerentanan,
bahaya, kapasitas dan risiko dari bencana tersebut.
Prinsip dasar manajemen bencana berusaha
menjelaskan beberapa acuan dalam mengatur dan
mengelola bencana.
Ilmu manajemen penanggulangan bencana mencakup pemahaman mengenai paradigma dan
siklus penanggulangan bencana sehingga diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada para
relawan mengenai konsepsi dari bencana dan penanggulangannya. Hal ini diperlukan agar para
relawan tersebut memahami konsepsi atau dasar dari kegiatan kebencanaannya. Pembelajaran itu
salah satunya dapat dilakukan melalui media modul ini.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta yang dalam
hal ini relawan diharapkan memiliki pemahaman yang baik mengenai konsepsi bencana, sehingga
para peserta dapat memahami pentingnya keikutsertaannya dalam kegiatan kerelawanan. Indikator-
indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para peserta terhadap materi dalam modul ini,
dapat dirasakan apabila para peserta, dapat:
(1) Memahami pengertian manajemen bencana
(2) Memahami paradigma penanggulangan bencana
(3) Memahami siklus penanggulangan bencana
Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Manajemen bencana
(2) Paradigma penanggulangan bencana
(3) Siklus penanggulangan bencana

Untuk membantu peserta memahami isi modul ini secara cepat, peserta perlu melakukan hal-
hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan materi 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi sebaiknya peserta mengerjakan latihan-latihan, menjawab
soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
peserta tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor/nilai minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penyusun modul/fasilitator/pelatih.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami pengertian
manajemen bencana, (2) Memahami paradigma penanggulangan bencana, (3) Memahami siklus
penanggulangan bencana

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut:
1. Manajemen Bencana
Manajemen bencana, menurut definisi adalah segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan
dalam rangka pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan
dengan bencana yang dilakukan pada sebelum, pada saat dan setelah bencana.
Dalam manajemen bencana terdapat beberapa kegiatan, baik pada saat prabencana, ketika
bencana maupun setelah bencana, antara lain adalah : Pencegahan (prevention), Mitigasi
(mitigation), Kesiapan (preparedness), Peringatan Dini (early warning), Tanggap Darurat
(response), Bantuan Darurat (relief), Pemulihan (recovery), Rehablitasi (rehabilitation), dan
Rekonstruksi (reconstruction).

2. Pencegahan (prevention)
Pencegahan (prevention) merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun
kerentanan pihak yang terancam bencana (UU no. 24/2007). Misalnya: melarang pembakaran hutan
dalam perladangan dan melarang penambangan batu di daerah yang curam.
Tindakan Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah :
a. Membuat peta daerah bencana
b. Mengadakan dan mengaktifkan isyarat-isyarat tanda bahaya
c. Menyusun rencana umum tata ruang
d. Menyusun perda mengenai syarat keamanan, bangunan pengendalian limbah dsb.
e. Mengadakan peralatan/perlengkapan operasional PB
f. Membuat prosedur tetap, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PB.
g. Perbaikan kerusakan lingkungan

3. Mitigasi (mitigation):
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana (UU No. 24/2007). Terdapat 2 bentuk mitigasi yaitu mitigasi struktural (membuat
chekdam, bendungan, tanggul sungai, dll.) dan mitigasi non struktural (peraturan, tata ruang,
pelatihan) termasuk spiritual. Beberapa upaya mitigasi antara lain adalah:
a. Menegakkan peraturan yg telah ditetapkan.
b. Memasang tanda-tanda bahaya/larangan.
c. Membangun Pos-pos pengamanan, pengawasan/pengintaian.
d. Membangun sarana pengaman bahaya dan memperbaiki sarana kritis (tanggul, dam, sudetan
dll).
e. Pelatihan kebencanaan.

4. Kesiapsiagaan (preparedness) :
Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU no.
24/2007), misalnya penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi evakuasi,
Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan/pedoman penanggulangan bencana.

5. Peringatan Dini (early warning)


Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang (UU no. 24/2007). Pemberian peringatan dini harus menjangkau masyarakat (accesible),
segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent) dan bersifat resmi (official).
6. Tanggap Darurat (response)
Tanggap Darurat (response) menurut definisi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (UU No.
24/2007).

7. Bantuan Darurat (relief)


Bantuan darurat umumnya adalah kebutuhan dasar yang berupa pangan, sandang, tempat
tinggal sementara dan kesehatan, sanitasi dan air bersih.

8. Pemulihan (recovery)
Pemulihan (recovery) adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat
dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. (UU No. 24/2007). Pemulihan meliputi
pemulihan fisik dan non fisik.

9. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi (rehabilitation) merupakan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca-bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat. (UU no. 24/2007).

10. Rekonstruksi (reconstruction)


Rekonstruksi (reconstruction) didefinisikan sebagai pembangunan kembali semua prasarana
dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca-bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat.

Gambar 4.1 Kegiatan Manajemen Bencana Gambar 4.2 Jenis Kegiatan Per Tahap Bencana
Gambar 4.3 Manajemen Bencana

11. Paradigma Penanggulangan Bencana


Penanggulangan bencana, menurut paradigma merupakan sebuah proses yang terdiri atas
bantuan darurat, mitigasi, pembangunan dan pengurangan risiko.

12. Paradigma Bantuan Darurat


Bantuan darurat difokuskan pada saat kejadian bencana melalui pemberian bantuan darurat
(relief) berupa: pangan, penampungan, kesehatan. Selain itu tujuan utama penanganan adalah untuk
meringankan penderitaan korban, kerusakan ketika terjadi bencana dan segera mempercepat
pemulihan (recovery).

13. Paradigma Mitigasi


Mitigasi difokuskan pada pengenalan daerah rawan ancaman bencana dan pola perilaku
individu/masyarakat yang rentan terhadap bencana. Tujuan utama memitigasi terhadap ancaman
bencana dilakukan secara pembuatan struktur bangunan, sedangkan mitigasi terhadap pola perilaku
yang rentan melalui relokasi permukiman, peraturan-peraturan bangunan dan penataan ruang.

14. Paradigma Pembangunan


Pembangunan difokuskan pada faktor-faktor penyebab dan proses terjadinya kerentanan
masyarakat terhadap bencana.dengan tujuan utama untuk peningkatan kemampuan masyarakat di
berbagai aspek non-struktural (misalnya pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas hidup,
pemilikan lahan, akses terhadap modal, inovasi teknologi).

15. Paradigma Pengurangan Risiko


Pengurangan risiko difokuskan pada analisis risiko bencana, ancaman, kerentanan dan
kemampuan masyarakat. Tujuan utama pengurangan risiko adalah untuk meningkatkan kemampuan
untuk mengelola dan mengurangi risiko, dan juga mengurangi terjadinya bencana, dilakukan
bersama oleh semua parapihak (stakeholder) dengan pemberdayaan masyarakat.

16. Kaitan antara Pandangan Bencana dan Paradigma Penanggulangannya


Bila diperhatikan secara seksama pada gambar 4.4
di samping, dapat diketahui bahwa ternyata pada
prakteknya terdapat keterkaitan antara pandangan
bencana dan paradigma penang-gulangan bencana
tersebut. Fakta ini me-nunjukkan bahwa kedua hal
ini tidak dapat terpisahkan bahkan akan saling
Gambar 4.4 Hubungan Pandangan Bencana
mendukung. dan Paradigma Penanggulangannya

17. Perubahan paradigma Penanggulangan Bencana


Saat ini penanggulangan bencana mengalami beberapa perubahan paradigma, antara lain
adalah penanggulangan bencana bukan hanya tanggap darurat tetapi juga keseluruhan manajemen
risiko & pembangunan, selain itu perlindungan sebagai bagian hak2.6asasi
Gambar Asapdan
Tebalbukan
Ketika semata
kewajiban pemerintah. Dengan adanya demokratisasi dan otonomiGunung
daerahApi
PBMeletus
saat ini menjadi
tanggungjawab Pemda & masyarakat, selain itu PB bukan hanya tanggungjawab pemerintah tetapi
juga urusan bersama masyarakat.

18. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Kegiatan penanggulangan bencana dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pada tahapan
pra bencana, saat bencana dan setelah bencana, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.5 berikut
ini:

Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan

Gambar 4.5 Kegiatan Penanggulangan Bencana


B.2 Rangkuman
1. Manajemen bencana, menurut definisi adalah segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan
dalam rangka pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan berkaitan
dengan bencana yang dilakukan pada sebelum, pada saat dan setelah bencana.
2. paradigma penanggulangan bencana merupakan sebuah proses yang terdiri atas bantuan darurat,
mitigasi, pembangunan dan pengurangan risiko.
3. Dengan adanya demokratisasi dan otonomi daerah PB saat ini menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah dan masyarakat, selain itu PB bukan hanya tanggung jawab pemerintah
tetapi juga urusan bersama masyarakat.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1) Berikut ini adalah Kegiatan-kegiatan Manajemen Bencana, kecuali ...
a. Pencegahan (prevention).
b. Mitigasi (mitigation).
c. Pemindahan (moving).
d. Tanggap Darurat (response).
2) Berikut ini adalah Tindakan Pencegahan yang dapat dilakukan dalam manajemen
bencana
a. Membuat WC umum.
b. Membuat peta daerah bencana.
c. Membuat sekolah bencana.
d. Membuat dapur umum.
3) Di bawah ini yang bukan merupakan upaya mitigasi adalah
a. Membangun tenda-tenda pengungsi.
b. Menegakkan peraturan yg telah ditetapkan.
c. Memasang tanda-tanda bahaya/larangan.
d. Membangun Pos-pos pengamanan, pengawasan/pengintaian.
4) Definisi rekonstruksi adalah
a. Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
yang terkena bencana.
b. Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pasca-bencana.
c. Kejadian yang berpotensi meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat.
d. Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca-
bencana.
5) Apakah yang dimaksud dengan bencana menurut pandangan Ilmu Pengetahuan Alam
a. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang menambah pendapatan manusia.
b. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang memperbaiki lingkungan hidup.
c. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang membahayakan kehidupan manusia.
d. Bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang dapat menciptakan kehidupan baru

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glossary
1. Pencegahan (prevention) : serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan
pihak yang terancam bencana
2. Mitigasi (mitigation) : serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana
3. Kesiapan (preparedness) : serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
4. Peringatan Dini (early warning) : serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yang berwenang
5. Tanggap Darurat (response) : serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana
6. Bantuan Darurat (relief) : bantuan berupa kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, tempat
tinggal sementara dan kesehatan, sanitasi dan air bersih
7. Pemulihan (recovery) : serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan
lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi
8. Rehablitasi (rehabilitation) : perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca-bencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat
9. Rekonstruksi (reconstruction) : pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca-bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat

D. Referensi
1. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Wisner, et al, 2006; von Kotze and Hollaway, 1999. Heijmans & Victoria, (2001). Vulnerability,
[R=(HXV)].
3. United Nation International Strategy for Disaster Reduction. 2005. Membangun ketahanan
bangsa dan komunitas terhadap bencana, Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015, ekstraksi dari
laporan akhir world conference on disaster reduction. Kobe-hyogo, jepang.
Sub Modul 5
Membangun Karakter Kemanusiaan
(Humanitarian Character Building)

A. UMUM
Istilah character building (membangun karakter)
sering kita dengar di berbagai kesempatan, yang
merupakan suatu proses terus menerus yang dilakukan
untuk:
1. Membentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat yang
berlandaskan pada semangat pengabdian dan
kebersamaan.
2. Menyempurnakan karakter yang ada untuk mewujudkan karakter yang diharapkan.
3. Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Humanity atau kemanusiaan adalah kualitas menjadi seorang manusia1, sehingga pembangunan
karakter kemanusiaan dapat diartikan sebagai membentuk tabiat, watak dan sifat-sifat utama yang
meningkatkan kualitas seseorang sebagai manusia.
Pendidikan pembangunan karakter, khususnya karakter kemanusiaan adalah sebuah proses
berkelanjutan yang tak pernah berakhir (sustainable process). Undang-undang No. 3 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah landasan formal akan keharusan membangun karakter
bangsa melalui upaya pendidikan.
Proses pembangunan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan, baik ilmu
pengetahuan (kognitif), motivasi (konatif), pembentukan sikap (afektif), maupun keterampilan
(psikomotorik) sebagai suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan kultural. Proses
pembelajaran yang membangun karakter tidak bisa sebagai proses linear layaknya dalam
pembelajaran kebanyakan program studi yang bersifat transformasi informasi, tapi tidak juga bisa
berwujud sebagai suatu mata pelajaran yang diajarkan sebagai sebuah bidang studi.
Karakter tidak bisa dibentuk dalam perilaku instan, pembangunan karakter harus
dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, dan
dilandasi pemahaman secara mendalam.

1 http://www.merriam-webster.com/dictionary/humanity
Melalui modul ini diharapkan dapat meningkatkan karakter kualitas kemanusiaan para relawan
atau calon relawan penanggulangan bencana (PB) sehingga meningkatkan motivasi dalam
melakukan kegiatan kemanusiaan.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah anda diharapkan
memiliki wawasan luas, apresiasi yang mendalam dan keterampilan tentang nilai-nilai
kemanusiaan, sehingga anda dapat memahami pengertian serta manfaat dari pembangunan karakter
kemanusiaan pada suatu pelatihan
Konsep-konsep yang harus dipahami dapat dibagi kedalam beberapa pokok bahasan:
1. Pengertian nilai kejuangan.
2. Nilai-nilai prinsip yang diwariskan dalam perjuangan bangsa.
3. Pengertian membangun karakter.
4. Faktor-faktor untuk membangun karakter dalam NKRI.
5. Relawan, jenis penugasan dan kriterianya.
6. Kompetensi Manusia.
Agar anda dapat memahami isi modul ini dengan cepat, anda perlu melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan seterusnya.
Sebelum anda benar-benar paham tentang materi pada tahap awal, jangan membaca materi
pada halaman berikutnya. Lakukan pengulangan sampai anda benar-benar memahaminya.
2. Jika anda mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman anda atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu untuk
memahami materi modul ini.
3. Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya anda mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban anda dengan kunci
jawaban yang tersedia.
4. Jika skor/nilai hasil belajar anda masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya anda
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hingga mendapat skor/nilai minimal untuk melanjutkan
ke materi berikutnya.
5. Memperkaya pemahaman dengan membandingkan materi ini dengan rujukan yang bersumber
dari berbagai pihak, membiasakan berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan
pemahaman, mengikuti tutorial, atau berdiskusi langsung dengan fasilitator/pelatih/penulis
modul.
B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini anda diharapkan dapat: (1) Memahami mengenai pengertian
nilai kejuangan, (2) Memahami nilai-nilai prinsip yang diwariskan dalam perjuangan bangsa, (3)
Mengetahui pengertian membangun karakter, (4) menyebutkan faktor-faktor untuk membangun
karakter dalam NKRI, (5) Mengetahui mengenai relawan, jenis penugasan dan kriterianya,dan (6)
Memahami mengenai kompetensi manusia.
Indikator-indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman anda terhadap materi dalam
modul ini adalah ketika anda:
1. Mampu memahami mengenai pengertian nilai kejuangan.
2. Mampu memahami nilai-nilai prinsip yang diwariskan dalam perjuangan bangsa.
3. Mampu memahami pengertian membangun karakter.
4. Mampu menyebutkan faktor-faktor untuk membangun karakter dalam NKRI.
5. Mampu memahami mengenai relawan, jenis penugasan dan kriterianya.
6. Mampu memahami mengenai kompetensi manusia.

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Pengertian nilai kejuangan
Nilai kejuangan adalah konsep yang berkenaan dengan sifat, mutu, keadaan tertentu yang berguna
bagi manusia dan kemanusiaan yang menyangkut upaya tak kenal lelah untuk tetap eksis secara
bermartabat. Dalam sejarah Indonesia nilai kejuangan dimaksudkan untuk menggambarkan daya
dorong perlawanan dan pendobrak yang mampu membawa bangsa ini untuk membebaskan dirinya
dari penjajahan Belanda dan Jepang. Jaman sekarang perjuangan diletakkan pada membebaskan diri
dari kemiskinan, kebodohan, penurunan kualitas mental/moral.
Alasan pengkaitan nilai kejuangan dengan sejarah perjuangan bangsa antara lain adalah sebagai
berikut :
a. Nilai kejuangan yang melandasi perjuangan
bangsa Indonesia tercantum dalam Pancasila
dan UUD 45 yang menggambarkan daya
dorong perlawanan untuk bebas dari
penjajahan, berupa upaya dari generasi ke
generasi untuk mencapai kemerdekaan.
b. Nilai kejuangan para generasi sebelum kita
perlu diwariskan agar proses perkembangan Gambar 5.1 Nilai-Nilai Prinsip Perjuangan
Bangsa
dan pembangunan bangsa ini berlangsung
terus menerus dan tidak memudar.
2. Nilai-nilai prinsip yang diwariskan dalam perjuangan bangsa
berbagai jenis perjuangan telah dilakukan oleh pendiri-pendiri Bangsa Indonesia. Beberapa
nilai-nilai prinsip perjuangan bangsa terdapat dalam Pem-bukaan UUD 1945 dan batang tubuh
UUD 1945 dan Pancasila, sebagaimana yang tertera dalam gambar 5.1 di samping

3. Pengertian daya saing nasional dan alasan perlunya meningkatkan daya saing nasional
Daya saing nasional merupakan kemampuan bangsa Indonesia untuk menampilkan keunggulannya
dalam berbagai bidang sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki. Indonesia harus
memelihara dan meningkatkan daya saing nasional agar tetap eksis di mata bangsa lain untuk
menampilkan keunggulan dalam berbagai bidang (sesuai kemampuan dan potensi, serta sumber
daya yang dimiliki), selain itu pertumbuhan ekonomi bangsa akan semakin tergantung pada
kemampuan kita untuk bersaing dengan produk dari negara lain serta pembentukan ketahanan
nasional

4. Pengertian membangun karakter dan ciri-ciri suatu bangsa yang mempunyai karakter
Membangun karakter adalah suatu proses terus menerus yang dilakukan untuk :
a. Membentuk tabiat, watak dan sifat-sifat yang berlandaskan pada semangat pengabdian dan
kebersamaan.
b. Menyempurnakan karakter yang ada untuk mewujudkan karakter yang diharapkan.
c. Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ciri-ciri bangsa yang mempunyai karakter adalah kejujuran, semangat, kebersamaan atau gotong
royong, kepedulian atau solidaritas, sopan-santun, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan dan
tanggung jawab.

5. Faktor-faktor untuk membangun karakter dalam NKRI


Beberapa faktor pembangun karakter NKRI antara lain adalah :
a. Rasa hormat dan menghargai diantara sesama.
b. Rasa kebersamaan dan tolong menolong.
c. Rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa.
d. Moral dan akhlak yang dilandasi nilai agama.
e. Prilaku yang menggambarkan nilai-nilai agama, hukum, budaya, dan kebangsaan.
6. Pengertian dan aspek-aspek ketahanan nasional
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan keteguhan yang
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan, gangguan, yang datang dari dalam /luar, langsung/tidak
langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta usaha
mewujudkan tujuan perjuangan nasional. Aspek-aspeknya adalah:
a. Kondisi dinamis bangsa
b. Mampu mengembangkan kekuatan nasional
c. Berjuang mewujudkan tujuan nasional

7. Landasan Hukum
Landasan hukum ketahanan nasional Indonesia, terutama yang berhubungan dengan
penanggulangan bencana adalah :
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Pasal 26
Setiap orang berhak:
a. Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat
rentan bencana;
b. Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
c. Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan
bencana.
d. Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan
bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial; berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dst

Pasal 27 (Kewajiban Masyarakat)


Setiap orang berkewajiban:
a. Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian,
keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. Melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan
c. Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.

Pasal 28 (Peran Lembaga Usaha)


Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik
secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.
Pasal 29 (Peran Lembaga Usaha)
1) Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
2) Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan yang
diberi tugas melakukan penanggulangan bencana serta menginformasikannya kepada publik
secara transparan.
3) Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi
ekonominya dalam penanggulangan bencana.

8. Pengertian Relawan
Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya
memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dsb) kepada masyarakat sebagai
perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah),
kedudukan, kekuasaan, kepentingan maupun karier.

9. Kelompok Relawan:
Beberapa kelompok relawan adalah sebagai berikut:
a. Relawan berasal dari individu
b. Kelompok masyarakat, contoh: Tagana, Tim SAR, ACT, PKPU, dsb
c. Kelompok lembaga usaha, contoh: Sampurna Rescue, Sinarmas, dll
d. Kelompok organisasi massa, contoh: NU (Banser/Ansor), Muhamadiyah, dll.

Tabel 5.1 Kelompok Relawan

Kelompok Keahlian/Profesi

Kesehatan Dokter, Paramedis, Psikolog, Bidan, Sanitarian, Ahli


Gizi, dll.

Pendidik Guru, Dosen, Tokoh Agama, dll.

Komunikasi dan Informasi dan Wartawan, Penterjemah, Reporter/Presenter,


Relasi Publik Komputer, Desain, IT, dll.

Ekonomi Pengusaha, Akuntan, Banker, dll.

Seniman Penyanyi, Pemain Film, Pemusik, Penari, dll.

Keahlian Khusus Penjahit, Supir, Montir, Juru masak/Tata Boga,


Tukang bangunan, Tukang pijat, dll.
Profesi Pengacara, Ahli Hukum, Insinyur, dll.

Di Masyarakat Mahasiswa, relawan di desa, Perusahaan, Pabrik,


Institusi, Ormas, Parpol, LSM, dll.

10. Jenis Penugasan antara lain.


Jenis-jenis penugasan bagi para relawan antara lain adalah:
a. Kesiapsiagaan penanganan bencana/konflik.
b. Tugas penanggulangan bencana/konflik.
c. Tugas pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan masyarakat.
d. Kegiatan kegiatan pembinaan dan pendidikan/ pelatihan yang diselenggarakan.

11. Tugas Relawan dibagi menurut tahap bencana


a. Tanggap Darurat (UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 48).
1) Membantu penyelamatan dan evakuasi.
2) Membantu berkomunikasi.
3) Membantu assesmen cepat.
4) Membantu penyiapan sarana pengungsian, dapur umum, distribusi logistik.
5) Membantu perlindungi kelompok rentan.
6) Menghitung jumlah korban.
b. Pasca Bencana (pasal 58-59, UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana)
1) Membantu proses pelaksaaan penilaian kerusakan dan kerugian).
2) Membantu verifikasi besaran bantuan.
3) Membantu percepatan proses pasca bencana dengan keahlian konstruksi bangunan dan
pembinaan tukang bangunan.

12. Kriteria Relawan.


Kriteria atau persyaratan relawan yang baik, adalah sebagai berikut:
a. Sehat jasmani dan rohani.
b. Mempunyai jiwa dan semangat kerelawanan.
c. Menjadi donator tanpa pamrih baik jasa maupun barang.
d. Berasal dari lingkungan masyarakat sendiri terutama pada tahap pra bencana, dipercaya dan
diterima oleh masyarakat serta menarik simpati dan responsif masyarakat.
e. Mampu bekerja secara mandiri.
f. Akan lebih baik mampu menjadi penghubung antara lembaga dan masyarakat.
g. Memiliki keahlian ketrampilan tertentu dalam kebencanaan.
h. Membangun kerjasama dan rasa saling percaya antar relawan dan masyarakat.
i. Berperilaku baik, disiplin, berdedikasi tinggi, dan bertanggung jawab.
j. Tidak berperkara dalam hukum.

13. Soft skills yang harus dimiliki oleh relawan


Dibawah ini adalah 10 atribut yang paling dominan mengenai soft skill yang harus dimiliki relawan
menurut Direktorat Pendidikan Tinggi.
a. Inisiatif.
b. Integritas.
c. Berfikir kritis.
d. Kemauan untuk belajar.
e. Komitmen.
f. Motivasi untuk meraih prestasi.
g. Antusias.
h. Kemampuan komunikasi.
i. Handal.
j. Berkreasi.

B.2 Rangkuman
1. Nilai kejuangan adalah konsep yang harus dipahami oleh masing-masing relawan
2. Pembangunan karakter adalah proses terus menerus untuk menjadi manusia yang lebih baik;
3. Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan
nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dsb) kepada
masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan pamrih baik
berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan, kepentingan maupun karier.
4. Jenis-jenis relawan adalah dari individu, masyarakat, lembaga usaha dan organisasi masa.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Pengertian membangun karakter adalah sebagai berikut, kecuali:
a. Suatu proses terus menerus untuk membentuk tabiat, watak dan sifat-sifat yang
berlandaskan pada semangat pengabdian dan kebersamaan;
b. Suatu proses terus menerus untuk membantu orang lain;
c. Suatu proses terus menerus untuk menyempurnakan karakter yang ada untuk mewujudkan
karakter yang diharapkan;
d. Suatu proses terus menerus untuk membina karakter yang ada sehingga menampilkan
karakter yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Relawan adalah:
a. Seseorang yang secara ikhlas membantu orang lain.
b. Sekelompok orang yang memberikan apa yang dimilikinya kepada masyarakat sebagai
tanggung jawab sosial.
c. Manusia yang ikhlas.
d. Seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya
memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dsb) kepada masyarakat
sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan pamrih baik berupa
imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan, kepentingan maupun karier.
3. Tugas relawan pada saat tanggap darurat menurut pasal 48 UU 24 Tahun 2007 adalah:
a. Membantu proses pelaksaaan penilaian kerusakan dan kerugian
b. Membantu peyelamatan dan evakuasi
c. Membantu Verifikasi besaran bantuan
d. Membantu percepatan proses pasca bencana dengan keahlian konstruksi bangunan dan
pembinaan tukang bangunan.
4. Di bawah ini yang bukan kriteria dari relawan adalah:
a. Pamrih.
b. Menarik simpati dan responsif masyarakat.
c. Mampu mengajak masyarakat untuk bekerja sama
d. Mampu menggunakan berbagai pendekatan kemasyarakatan.
5. Salah satu indikator Tingkat Ketahanan Minimum (ADPC) adalah:
a. Adanya PRB dan kesiapsiagaan di masyarakat
b. Adanya mobil pemadam kebakaran
c. Adanya poskamling
d. Adanya iuran keamanan

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.
C. Glosarry

1. PRB = Pengurangan Risiko Bencana.


2. ADPC: Asian Disaster Preparedness Center.

D. Referensi

1. Merriam-webster. 2001. (online). (http://www.merriam-webster.com/dictionary/humanity,


diakses pada 24 Agustus 2010).

2. Sunaryo Kartadinata. 2009. Mencari bentuk pendidikan bangsa. Artikel. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.

3. Asmara, Nazir, Perang Rakyat Semesta, Medan: Bappit Cabang SU Deli, 1964.

4. Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Cipta Adi Karya, 1997.

5. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.

6. Notosusanto, Nugroho, Pejuang dan Prajurit, Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI,
Jakarta: Sinar Harapan, 1985.

7. Panitia Peringatan 75 tahun Kasman, Hidup itu berjuang, Jakarta: Bulan Bintang, 1982.

8. Sitti, Mandeh, dan Djamaluddin Adinegoro, Pejuang Kesuma Bangsa Indonesia di


Minangkabau menuju kemerdekaan, Jakarta: Panitia Besar Peringatan Perlawanan rakyat
minangkabau menentang penjajah, 1980.

9. Pusdiklat. 2010. Wawasan kebangsaan dalam kerangka NKRI. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.

10. Tim Advisory Sony HK. 2008. Konsep Relawan. Jakarta: P2KP.

11. Palang Merah Indonesia. 2007. Pedoman Manajemen Relawan (KSR-TSR). Jakarta: PMI.

12. Widhiarso, W. (2009). Evaluasi soft skills dalam konteks pembelajaran. (online).
(http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/h-39/soft-skills-mahasiswa.html, diakses pada 18 September
2010).
Sub Modul 6
Perspektif Dan Implementasi Relawan di Indonesia

A. UMUM
Menjadi relawan adalah karya mulia yang
membutuhkan tenaga, pikiran, usaha, kemauan,
kemandirian, keberanian, pengorbanan, kejujuran,
ketulusan hati, dan cinta. Secara teori, relawan
merupakan seseorang atau sekelompok orang, yang
memiliki kemampuan dan kepedulian dalam bidang
sosial dan kemanusiaan, yang bekerja secara ikhlas
untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan itu sendiri.
Oleh karena itu prinsip utama yang harus dipegang
oleh setiap relawan adalah keikhlasan dalam berusaha.
Sebagaimana relawan dalam bidang sosial dan kemanusiaan lainnya, relawan dalam bidang
kebencanaan juga merupakan tugas yang mulia, meskipun dalam pelaksanaannya akan
membutuhkan pengorbanan jiwa dan raga yang tidak bisa dinilai secara materi. Meskipun demikian,
seseorang yang merasa dirinya sebagai seorang relawan dalam bidang kebencanaan seringkali
belum memahami jatidirinya sebagai seorang relawan. Para relawan tersebut ada yang tidak
mengetahui persyaratan baku menjadi reawan, hak dan kewajibannya, hingga hak dan kewajiban
organisasi induknya.
Untuk itu diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada para relawan mengenai perspektif dan
implementasi dari para relawan itu di Indonesia. Hal ini sangat penting karena ibarat peribahasa
tak kenal maka tak sayang," para relawan tersebut diharapkan akan semakin meningkat rasa
kepercayaan diri maupun kinerjanya apabila mereka mengenal dan memahami jatidirinya.
Pembelajaran itu dapat dilakukan melalui media modul yang salah satunya adalah modul ini yang
berisi mengenai perspektif dan implementasi relawan di Indonesia.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta yang dalam
hal ini relawan diharapkan memiliki wawasan luas mengenai dunia kerelawanan, apresiasi yang
mendalam serta kebanggaan sebagai seorang relawan kebencanaan, sehingga para peserta dapat
memahami pengertian serta manfaat dari keikutsertaannya dalam kegiatan kerelawanan. Indikator-
indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para peserta terhadap materi dalam modul ini
adalah sebagai berikut:
(1) Peserta mampu memahami pengertian relawan.
(2) Peserta mampu memahami hak dan kewajiban relawan.
(3) Peserta mampu memahami skill yang harus dimiliki relawan.
(4) Peserta mampu memahami koordinasi dan komando relawan.

Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Pengertian relawan.
(2) Hak dan kewajiban relawan.
(3) Skill yang harus dimiliki relawan.
(4) Koordinasi dan komando relawan.

Untuk membantu peserta memahami isi modul ini, peserta harus sudah menguasai pemahaman
minimal tentang materi dasar kebencanaan dan humanitarian character building sebagaimana telah
dibahas dalam modul-modul sebelumnya. Oleh karena itu, agar peserta dapat memahami isi modul
ini dengan cepat, peserta perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan materi 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi sebaiknya peserta mengerjakan latihan-latihan, menjawab
soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
peserta tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor/nilai minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penyusun modul/fasilitator/pelatih.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami pengertian relawan, (2)
mampu memahami hak dan kewajiban relawan, (3) mampu memahami skill yang harus dimiliki
relawan, dan (4) peserta mampu memahami koordinasi dan komando relawan.
B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut:
1. Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang, yang memiliki kemampuan dan kepedulian
dalam bidang sosial dan kemanusiaan, yang bekerja secara ikhlas untuk kegiatan sosial dan
kemanusiaan itu sendiri
2. Relawan Penanggulangan Bencana adalah seseorang atau sekelompok orang, yang memiliki
kemampuan dan kepedulian dalam penanggulangan bencana yang bekerja secara ikhlas untuk
kegiatan penanggulangan bencana.
3. Prinsip Kerja Relawan. Prinsip Kerja Relawan yang tangguh adalah Mandiri, Profesional,
Solidaritas, Sinergi dan Akuntabilitas.
4. Kewajiban Relawan PB. Relawan PB berkewajiban untuk:
a) Melakukan kegiatan PB.
b) Mentaati peraturan dan prosedur kebencanaan yang berlaku.
c) Menjunjung tinggi azas dan prinsip kerja relawan.
d) Mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan.
e) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan.
f) Menyediakan waktu untuk melaksanakan tugas kemanusiaan.
5. Hak Relawan PB. Selain mempunyai kewajiban, relawan PB juga memperoleh hak, yang
antara lain adalah sebagai berikut:
a) Mendapatkan pengakuan atas peran dan tugasnya sesuai ketrampilan dan keahliannya.
b) Mendapat pengetahuan tentang PB.
c) Mengundurkan diri sebagai relawan.
d) Hak sesuai dengan aturan atau ketentuan lembaga yang menaunginya.
6. Persyaratan Relawan
Persyaratan untuk menjadi relawan dibedakan menjadi 2 yaitu persyaratan umum dan persyaratan
khusus, yaitu:
Persyaratan Umum
a) WNI usia min. 18 tahun.
b) Sehat jasmani dan rohani.
c) Berdedikasi tinggi dalam kerelawanan.
d) Mandiri dan koordinatif.
e) Memiliki pengetahuan, keahlian dan ketrampilan tertentu dalam kebencanaan.
f) Tidak dalam masalah pidana dan subversi.
g) Punya lembaga induk pembina.
h) Telah mengikuti kegiatan pelatihan dasar PB.
7. Persyaratan Khusus. Persyaratan teknis relawan ditentukan dan diatur oleh masing-masing
pembina teknis.
8. Skill Yang Harus di miliki relawan yaitu standar minimal kemampuan relawan, bersertifikat
dalam hal:
a) Self-rescue.
b) Medical First Responder (MFR).
c) Mengenali Karakteristik bencana.
d) Memahami sphere project untuk aplikasi di Indonesia.
e) Memahami tahapan koordinasi.
Advance, bersertifikasi dalam salah satu bidang kedaruratan, misalnya:
a) Urban Search And Rescue (USAR).
b) Disaster command.
c) Menjalankan Incident Command System (ICS).
9. Pengerahan Relawan:
Relawan dapat dikerahkan dalam penanggulangan bencana melalui beberapa cara, antara lain yaitu:
a. Mandiri/swadaya (melakukan kegiatan kerelawanan secara mandiri, tetapi tetap patuh pada
etika kerelawanan PB
1) Individu.
2) Kelompok.
b. Pemerintah
1) Melalui induk organisasinya.
2) Melalui induk pembinanya.
3) Melalui pembina teknisnya. Gambar 6.1 Pengerahan Relawan Nasional

10. Pengerahan Relawan Secara Nasional


Diatas ini terdapat gambar 6.1 yang menunjukkan alur pengerahan relawan secara nasional.
11. Koordinasi Relawan. Dalam mengkoordinasikan relawan, hal yang harus dipenuhi adalah:
a) Semua kegiatan PB harus selalu mengacu pada perundangan PB yang ada.
b) Semua pelaku PB harus berkoordinasi dengan pengendali operasi PB yang telah ditetapkan
Pemerintah/BPBD saat itu.
c) Pelaksanaan lapangan harus sesuai dengan POLA OPS yang telah ditentukan On Scene.
12. Komando
Relawan penanggulangan bencana dikendalikan atau dikomando berdasarkan jenisnya, antara lain
adalah:
a. Relawan Umum
1) Secara prinsip mengikuti semua ketentuan pemerintah, dimana pelaksanaannya secara
mandiri.
2) Pelaporan tetap harus dilakukan berkala untuk kontrol deviasi di lapangan.
b. Penugasan Bawah Kendali Operasi (BKO)
Penugasan Bawah Kendali Operasi (BKO) yang sepenuhnya dikendalikan pemerintah,
meliputi:
Penempatan dan pergerakan team.
a. Pelaporan berkala.
b. Evaluasi harian.
c. Hal-hal teknis detail.

13. Relawan Penanggulangan Bencana BNPB/BPBD.


Dalam hal pengerahan, tanggung jawab dan pembinaan, relawan Penanggulangan Bencana
BNPB/BPBD mempunyai mekanisme sebagai berikut:
a. Pengerahannya:
1) Atas permintaan kepada lembaga pembinanya
2) Jumlah, skill dan kompetensinya selalu ditentukan
3) Jangka waktu pengerahannya tertentu
b. Tanggung jawab pengerah:
1) Risiko atas keselamatan relawan
2) Biaya pengerahan dan operasi
3) Dampak akibat perintah operasi

14. Pembinaan
a. Nasional BNPB menuju ke arah:
1) Peningkatan ketrampilan
2) Kompetensi
3) Kerjasama pendidikan dengan pihak asing/ketiga
4) Sosialisasi kepada BPBD dan lemaga-lembaga pembina nasional
b. Daerah:
1) Sosialisasi kepada lembaga pembina regional
2) Bintek pada potensi daerah
3) Peningkatan skill
4) Kompetensi
5) Regenerasi potensi daerah
15. Hak & Kewajiban Induk Organisasi.
Dibawah ini adalah hak dan kewajiban induk organisasi yang mengerahkan para relawan.
a. Kewajiban
1) Pembinaan kapasitas dan potensi relawan
2) Pembinaan jiwa korps, karakter dan kepemimpinan
3) Peningkatan kwalitas kelembagaan pembina
b. Hak
1) Mendapatkan fasilitasi peningkatan kompetensi anggotanya dari pemerintah
2) Mendapatkan perlindungan dan hak sama serta perlakuan setara antar sesama lembaga.

16. Relawan Khusus


Relawan khusus adalah relawan yang mengkhususkan diri pada lembaga atau unit kerja tertentu,
misalnya pada lembaga BNPB adalah Relawan Komunitas Operator Radio Bencana, difasilitasi
oleh BNPB dengan anggotanya tersebar di seluruh provinsi Republik Indonesia dan memiliki tugas
memberikan data sebagai laporan awal sesaat terjadi bencana.

B.2 Rangkuman
1. Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang, yang memiliki kemampuan dan kepedulian
dalam bidang sosial dan kemanusiaan, yang bekerja secara ikhlas untuk kegiatan sosial dan
kemanusiaan itu sendiri.
2. Kewajiban Relawan PB adalah Melakukan kegiatan PB, Mentaati peraturan dan prosedur
kebencanaan yang berlaku; Menjunjung tinggi azas dan prinsip kerja relawan; Mempunyai
bekal pengetahuan dan ketrampilan, Meningkatkan kapasitas dan kemampuan, dan
Menyediakan waktu untuk melaksanakan tugas kemanusiaan. Sedangkan hak relawan adalah
Mendapatkan pengakuan atas peran dan tugasnya sesuai ketrampilan dan keahliannya,
Mendapat pengetahuan tentang PB, Mengundurkan diri sebagai relawan, Hak sesuai dg aturan
atau ketentuan lembaga yang menaunginya
3. Persyaratan Relawan yaitu WNI usia min. 18 tahun, Sehat jasmani dan rohani, Berdedikasi
tinggi dalam kerelaanan, Mandiri dan koordinatif, Memiliki pengetahuan, keahlian dan
ketrampilan tertentu dalam kebencanaan, Tdk dlm masalah pidana dan subversi, Punya
lembaga induk pembina, dan telah mengikuti kegiatan pelatihan dasar PB
4. Skill yang harus dimiliki relawan terdiri atas Standar Minimal, certified dalam hal : Self-
rescue, MFR, Kenal Karakteristik bencana, Paham sphere project untuk aplikasi di Indonesia,
Tahu tahapan koordinasi; dan Advance, certified dalam salah satu bidang kedaruratan,
misalnya : USAR, Disaster comm., IAP dan menjalankan ICS.
B.3 Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1) Hal dibawah ini adalah prinsip kerja relawan, kecuali
a. Mandiri.
b. Solidaritas.
c. Tanggung jawab.
d. Akuntabilitas.
2) Salah satu hak relawan penanggulangan bencana adalah
a. Mendapatkan upah atas kerjanya
b. Mendapatkan pengakuan atas peran dan tugasnya
c. Memperoleh penambahan kewajiban atau pekerjaan
d. Ikut menentukan kebijakan penanggulangan bencana sehingga lebih efektif
3) Persyaratan umum untuk menjadi relawan adalah
a. WNI berusia minimal 24 tahun
b. WNI berusia minimal 22 tahun
c. WNI berusia minimal 19 tahun
d. WNI berusia minimal 18 tahun
4) Hal dibawah ini yang bukan cara pengerahan relawan yang dilakukan oleh pemerintah
a. Melalui kantor perwakilannya
b. Melalui induk organisasi induknya
c. Melalui induk pembinanya
d. Melalui pembina teknisnya
5) Yang termasuk kriteria komando relawan umum adalah
a. Secara prinsip mengikuti semua ketentuan pemerintah, dimana pelaksanaannya secara
mandiri
b. Pelaporan tetap harus dilakukan berkala untuk control deviasi di lapangan
c. a dan b salah
d. a dan b benar

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan jumlah
jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40, peserta tidak
dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan pemahaman terhadap
materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.
C. Glossary
1. Self-rescue: adalah usaha mempertahankan diri dengan usaha dan sarana yang ada di sekitarnya
hingga datangnya pertolongan (basarnas)
2. Medical First Responder/Pertolongan Pertama: adalah orang awam yang pertama kali
memberikan pertolongan di tempat kejadian yang sebelumnya telah terlatih secara medis.
3. SPHERE project: adalah inisiatif yang dilakukan oleh palang merah dan organisasi NGO untuk
menetapkan standar minimum untuk komunitas dunia dalam penanganan penanggulangan
bencana.
4. Urban search and rescue (USAR): adalah usaha penyelamatan yang melibatkan lokasi,
pengambilan, dan pertolongan medis pertama untuk korban yang terjebak dalam ruangan
sempit.
5. IAP: Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia.
6. Incident Command System (ICS): adalah standar sistem penanganan kejadian yang digunakan
oleh semua disiplin penanganan kedaruratan.
7. Bawah Kendali Operasi (BKO): adalah tugas perbantuan kepada instansi yang ditunjuk.
8. Jiwa korsa: dapat diartikan sebagai rasa persatuan, kekeluargaan, setia kawan, rasa tolong
menolong, bahu membahu, rasa memiliki bersama, dan rasa persaudaraan yang sangat erat.

D. Referensi
1. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
3. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2007 tentang pendanaan dan
pengelolaan bantuan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta
4. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2007 tentang Peran Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah. Sekretariat Negara. Jakarta
5. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan BNPB.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Sub Modul 7
Perencanaan Penanggulangan Bencana

A. UMUM
Penanggulangan bencana di Indonesia saat
ini bukanlah merupakan tugas dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah saja, namun
merupakan tugas seluruh masyarakat, termasuk
dunia usaha. Oleh karena itu untuk menciptakan
kegiatan penanggulangan bencana yang efektif dan
efisien perlu diciptakan sebuah perencanaan yang
matang. Perencanaan ini dapat dimulai dari tahap
pra bencana, terjadinya bencana, dan pasca bencana.
Untuk itu diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada para relawan mengenai perencanaan
penanggulangan bencana di Indonesia. Hal ini penting karena dengan terampilnya para relawan
dalam merencanakan penanggulangan bencana maka diharapkan proses penanggulangan bencana
menjadi lebih efektif dan efisien, serta dampak bencana yang ditimbulkan dapat diminimalisasi.
Pembelajaran itu dapat dilakukan melalui berbagai media yang salah satunya adalah dengan
menggunakan modul relawan. Modul ini berisi mengenai kegiatan perencanaan penanggulangan
bencana di Indonesia.
Kompetensi umum yang diharapkan setelah mempelajari modul ini ialah para relawan
diharapkan memiliki wawasan perencanaan penanggulangan bencana di Indonesia sehingga dapat
memahami pengertian serta manfaat dari keikutsertaannya dalam kegiatan kerelawanan. Indikator
yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para relawan terhadap materi dalam modul ini yaitu
peserta memahami:
(1) Sistem nasional penanggulangan bencana.
(2) Ruang lingkup penanggulangan bencana.
(3) Pengenalan dan pengkajian bahaya/ancaman.
(4) Risiko, bahaya, ancaman, dan kerentanan.
(5) Kebijakan dan strategi penanggulangan bencana.
(6) Peran dan potensi masyarakat dalam penanggulangan bencana.
(7) Perencanaan kontinjensi, operasi darurat dan pemulihan.
Konsep-konsep yang harus relawan pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Sistem nasional penanggulangan bencana.
(2) Ruang lingkup penanggulangan bencana.
(3) Pengenalan dan pengkajian bahaya/ancaman.
(4) Risiko, bahaya, ancaman dan kerentanan.
(5) Kebijakan dan strategi penanggulangan bencana.
(6) Peran dan potensi masyarakat dalam penanggulangan bencana.
(7) Perencanaan kontinjensi, operasi darurat dan pemulihan.

Untuk membantu relawan memahami isi modul ini dengan cepat, relawan perlu melakukan
hal-hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan
seterusnya.
(2) Jika relawan mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman relawan atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya relawan mengerjakan
latihan-latihan dan menjawab soal-soal. Kemudian cocokkan jawaban relawan dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar relawan masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
relawan tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga mendapat skor/nilai minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penyusun modul/fasilitator/pelatih.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini relawan diharapkan dapat: (1) Memahami mengenai sistem
nasional penanggulangan bencana, (2) Memahami ruang lingkup penanggulangan bencana, (3)
Mengetahui pengenalan dan pengkajian bahaya/ancaman, (4) Mengetahui risiko, bahaya, ancaman
dan kerentanan, (5) Memahami Kebijakan dan strategi penanggulangan bencana, (6) Memahami
Peran dan potensi masyarakat dalam penanggulangan bencana, dan (7) Memahami Perencanaan
kontinjensi, operasi darurat dan pemulihan.
B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.

1. Rencana Penanggulangan Bencana dalam Undang-Undang 24 Tahun 2007 dan PP 21


Tahun 2008.
Pada prinsipnya penyelenggaraan penanggulangan bencana diselenggarakan dengan
perencanaan sebelumnya, seperti pada gambar 7.1 di bawah ini dengan didasarkan pada Undang-
Undang 24 Tahun 2007 dan PP 21 Tahun 2008.
Penyelenggaraan PB

Gambar 7.1 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

2. UU No. 24 Tahun 2007


a. Pasal 35
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 huruf a meliputi:
1) Perencanaan penanggulangan bencana.
2) Pengurangan risiko bencana.
3) Pencegahan.
4) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan.
5) Persyaratan analisis risiko bencana.
6) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata uang.
7) Pendidikan dan pelatihan.
8) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Pasal 36
Perencanaan penanggulangan bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana.
2) Pemahaman tentang kerentanan masyarakat.
3) Analisis kemungkinan dampak bencana.
4) Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana.
5) Penentuan mekanisme kesiapan dan
penanggulangan dampak bencana.
6) Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya
yang tersedia.

3. PP No. 21 Tahun 2008


Bagian Kedua; Situasi Tidak Terjadi Bencana
a. Pasal 5
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam
Gambar 7.3 Proses Penyusunan
situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud Rencana Penanggulangan Bencana
dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
1) Perencanaan penanggulangan bencana.
2) Pengurangan risiko bencana.
3) Pencegahan.
4) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan.
5) Persyaratan analisis risiko bencana.
6) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang.
7) Pendidikan dan pelatihan.
8) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

b. Pasal 6
1) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.
2) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana yang
dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya.
3) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana.
b) Pemahaman tentang kerentanan masyarakat.
c) Analisis kemungkinan dampak bencana.
d) Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana.
e) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana.
f) Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

4. Mengenal jenis-jenis bencana.


Dalam penanggulangan bencana, dikenal
beberapa rencana yaitu antara lain rencana
mitigasi, rencana kontinjensi, rencana operasi
dan rencana pemulihan seperti ditunjukkan
pada gambar 7.2 di samping:

5. Titik Berat Rencana Penanggulangan


Bencana (RPB).
Rencana Penanggulangan Bencana
Gambar 7.2 Siklus Penanggulangan Bencana
(RPB) dititikberatkan pada rencana yang
disusun pada saat situasi normal. Oleh karena itu pada tahap ini masih cukup banyak waktu untuk
merencanakan semua kegiatan yang meliputi dari 4 (empat) tahap dalam penanggulangan bencana.
Pada tahap ini juga direncanakan semua kegiatan untuk semua jenis ancaman (hazard) yang
dihadapi oleh suatu wilayah dan kerentanan (vulnerability).
Oleh karena lingkup kegiatan luas dan jenis ancaman cukup banyak, maka para pelaku
(stakeholder) yang terlibat juga akan lebih banyak.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka sifat dari Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah:
1) Lintas tahapan (multi phase).
2) Lintas ancaman (multi hazard).
3) Lintas pelaku (multi stakeholder).

6. Ruang Lingkup Rencana PB.


Ruang lingkup dalam perencanaan PB adalah mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana.
b) Pemahaman tentang kerentanan masyarakat
c) Analisis kemungkinan dampak bencana.
d) Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana.
e) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana.
f) Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
7. Proses Penyusunan Rencana PB.
Rencana penanggulangan disusun bersama pemangku kepentingan yang terkait dengan
penanggulangan bencana dan dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD Propinsi dan, BPBD Kabupaten/
Kota.
Langkah pertama kali yang dilakukan adalah pengenalan bahaya yang mengancam daerahnya.

8. Mekanisme Kesiapan dan


Penanggulangan Dampak
Bencana
Mekanisme penanggulangan
bencana, baik sebelum bencana,
pada saat bencana hingga setelah
bencana ditunjukkan pada gambar
Gambar 7.4 Mekanisme penanggulangan bencana
7.4

9. Peran dan Fungsi Instansi Terkait.


Dalam masa penanggulangan bencana, instansi-intansi terkait mempunyai peran dan fungsi
sebagai berikut:
a) Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah.
b) Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik termasuk obat-obatan dan para
medis.
c) Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lain untuk pengungsi.
d) Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur evakuasi,
dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana.
e) Sektor Perhubungan, deteksi dini dan informasi cuaca/meteorologi dan merencanakan
kebutuhan transportasi dan komunikasi.
f) Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigasi
geologi dan ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya.
g) Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan pemindahan korban
bencana ke daerah yang aman bencana.
h) Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada masa pra bencana.
i) Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya kebakaran
hutan/lahan.
j) Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif,
advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.
k) Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana tsunami
dan abrasi pantai.
l) Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian dan penelitian sebagai
bahan untuk merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
m) TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk
mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

10. Peran dan Potensi Sumberdaya Masyarakat.


Sumberdaya masyarakat yang dapat diberdayakan pada saat penanggulangan bencana antara
lain adalah masyarakat, swasta, lembaga non pemerintah, perguruan tinggi, dan media.
a) Masyarakat.
b) Swasta.
c) Lembaga Non Pemerintah.
d) Perguruan Tinggi.
e) Media.

11. Pelaku berdasarkan Posisi, Profesi dan Kelembagaan.


Para pelaku dalam penanggulangan bencana berdasarkan posisinya antara lain adalah:
a) Penentu Kebijakan.
b) Pengambil Keputusan.
c) Pelaksana Operasional.
d) Akademisi.
e) Praktisi.
f) Peneliti.
1) Organisasi PBB/Internasional/Bilateral.
2) Organisasi Nasional Non Pemerintah.
3) Organisasi Lokal.

12. Rencana Aksi.


Rencana Aksi merupakan langkah yang lebih rinci dari pilihan tindakan, dimana masing-
masing sektor bisa menyusun rencana aksi sesuai dengan tupoksi sektornya kemudian
BNPB/BPBD menyatukan rencana aksi ini menjadi rencana terpadu (RAN/RAD).
13. Perencanaan Kontinjensi.
Suatu proses perencanaan ke depan, dalam keadaan yang tidak menentu, dimana skenario dan
tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengerahan
potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi
darurat atau kritis.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan kontinjensi:
a) Diarahkan pada satu jenis bencana.
b) Disusun berdasarkan skenario dan tujuan tertentu.
c) Ditetapkan tindakan teknis dan manajerial.
d) Disusun sistem tanggapan dan pengerahan sumber daya.

14. Perencanaan Operasi Kedaruratan.


Perencanaan Operasi Kedaruratan merupakan penerapan dari rencana kontinjensi yang
diberlakukan pada saat terjadi kedaruratan. Rencana kontijensi tidak selalu sesuai dengan keadaan
nyata di lapangan, sehingga Rencana Operasi Kedaruratan perlu disesuaikan secara berkala.
Rencana Pemulihan:
Pemulihan merupakan awal upaya pembangunan kembali dan menjadi bagian dari
pembangunan pada umumnya. Oleh karena itu perencanaannya merupakan bagian dari perencanaan
pembangunan. Penyusunan rencana pemulihan ini harus terintegrasi dalam perencanaan
pembangunan sektor. Penyusunan rencana berdasarkan skala prioritas.
a) Pemulihan merupakan awal upaya pembangunan kembali dan menjadi bagian dari
pembangunan pada umumnya. Oleh karena itu perencanaannya merupakan bagian dari
perencanaan pembangunan.
b) Penyusunan rencana ini harus terintegrasi dalam perencanaan pembangunan sektor.
c) Penyusunan rencana berdasarkan skala prioritas

Tabel 7.1 Perbedaan Sifat Rencana

TINJAUAN RENC. PB RENKON RENC. OPERASI


Sebelum
Kapan di - rencanakan? Keadaan normal Pada saat darurat
kedaruratan
CAKUPAN Perencanaan dan Cukup spesifik - Sangat spesifik
Umum (Perkiraan)
SIFAT Rencana Terukur Persis/detail
Yang akan Yang sungguh
PIHAK2 yang Terlibat? Semua pihak
terlibat terlibat
Satu ancaman Satu ancaman yg
Ancaman yang MANA? Segala ancaman
proyeksi terjadi
Proyeksi WAKTU (Umur Jangka panjang - Jadwal operasi -
Waktu tertentu
Perencanaan) Tahunan Singkat
Tataran/Level Pembuat
Semua tataran Manajer Pelaksana Lapangan
Rencana
Jenis Perencanaan Inventarisasi Penyiapan Pengerahan

Pembuatan Perencanaan Kontinjensi


Kapan Perencanaan Kontinjensi mulai
dibuat? Perencanaan kontinjensi dilakukan
pada saat terdapat potensi bencana
sebagaimana tertera pada gambar 7.5
berikut ini:

Penyusunan perencanaan kontinjensi


Perencanaan kontinjensi dilakukan
segera setelah ada tanda-tanda awal
Gambar 7.5 Waktu Pembuatan Perencanaan
(kemungkinan) akan terjadi bencana atau Kontinjensi
ada peringatan dini (early warning).
Beberapa jenis bencana sering terjadi tiba-tiba (waktunya), tanpa ada tanda-tanda terlebih dulu
(misal : gempa bumi), namun tetap dapat dibuat perencanaan kontinjensi.

Hubungan rencana antar lembaga dengan rencana instansi dan sektor


Hubungan rencana ini adalah saling terintegrasi satu sama lain, sebagaimana terlihat
perbedaannya pada gambar 7.6 dan gambar 7.7.

Gambar 7.7. setelah ada perencanaan


Gambar 7.6. Sebelum ada perencanaan
Prinsip-prinsip Penyusunan perencanaan kontinjensi perencanaan kontinjensi dibuat berdasarkan:
a) Proses penyusunan dilakukan bersama.
b) Skenario dan tujuan yang disepakati
bersama.
c) Dilakukan secara terbuka (tidak ada yg
ditutupi).
d) Menetapkan peran dan tugas setiap pelaku.
e) Menyepakati konsensus yang telah dibuat
bersama.
f) Dibuat untuk menghadapi keadaan darurat.

Proses Perencanaan Kontinjensi


Dalam menyusun perencanaan
kontinjensi terdapat alur proses seperti
ditunjukkan pada gambar 7.8 di bawah ini:
Gambar 7.8. Alur Proses Perencanaan Kontinjensi

B.2 Rangkuman
1. Rencana Penanggulangan Bencana dititikberatkan pada rencana yang disusun pada saat situasi
normal. Oleh karena itu pada tahap ini masih cukup banyak waktu untuk merencanakan semua
kegiatan yang meliputi dari 4 (empat) tahap dalam penanggulangan bencana.
2. sifat dari Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah : lintas tahapan (multi phase), lintas
ancaman (multi hazard), lintas pelaku (multi stakeholder).
3. Rencana penanggulangan disusun bersama pemangku kepentingan yang terkait dengan
penanggulangan bencana dan dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD Propinsi dan, BPBD
Kabupaten/ Kota. Langkah pertama kali yang dilakukan adalah pengenalan bahaya yang
mengancam daerahnya.
4. Pengenalan dan pengkajian bahaya/ancaman dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
Pertama, melihat topografi daerahnya (apakah terdapat gunung api aktif yang mengancam, atau
daerah pantai dan patahan yang akan mengancam). Kedua, Berkoodinasi dengan instansi-
instansi yang secara teknis membidangi pemantauan dan pengamatan bahaya/ancaman bencana
seperti BMG dan Dinas ESDM. Ketiga, Inventarisasi bahaya yang mengancam dari hasil
koordinasi dan pengenalan bahaya/ancaman di daerahnya.
B.3 Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Titik berat rencana penanggulangan bencana adalah pada 4 tahap penanggulangan, maka sifat
dari Rencana Penanggulangan Bencana adalah sebagai berikut, kecuali :
a. Lintas tahapan (multi phase).
b. Lintas ancaman (multi hazard).
c. Lintas sektoral (multi sector).
d. Lintas pelaku (multi stakeholder).
2. Yang merupakan tindakan pencegahan dan mitigasi adalah:
a. Membuat peraturan, peta rawan, pembatan dam dll.
b. Perbaikan sarana.
c. Menyiapkan posko bantuan.
d. Perencanaan kontinjensi.
3. Berikut ini adalah berbagai sumber yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi terhadap
ancaman bencana, kecuali:
a. Catatan media massa.
b. Data iklim dan cuaca.
c. Catatan sipil.
d. Catatan kecelakaan.
4. Suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, dan berpotensi menimbulkan
kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia adalah merupakan pengertian dari :
a. Risiko Bencana.
b. Bahaya (hazard).
c. Kerentanan (vurnability)
d. Mitigasi.
5. Yang dimaksud dengan kerentanan masyarakat adalah :
a. Suatu kondisi tertentu yg menunjukkan ketidakmampuan menghadapi bencana risiko
bencana.
b. Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap bencana.
c. Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat).
d. kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya.

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor relawan dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor relawan masih di bawah 40,
relawan tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga relawan benar-benar memperoleh skor di atas 40.
C. Glossary

1. Huntara: adalah hunian sementara yang diperuntukkan untuk korban bencana


2. Satgana: adalah satuan atau tim yang khusus dibentuk dan dibina oleh pengurus PMI cabang
dalam rangka upaya turut serta dalam penanggulangan bencana secara keseluruhan.
3. Tagana: adalah suatu organisasi sosial yang dibina oleh departemen social RI yang bergerak
dalam bidang penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang berbasiskan masyarakat.
4. Dasipena: adalah singkatan dari Pemuda Siaga Peduli Bencana. Dan ini merupakan salah satu
program kerja Pemerintah melalui departemen kesehatan yang mulai disosialisasikan di
berbagai daerah di Indonesia melalui perwakilan perwakilan tiap daerah.
5. FPBI: adalah sebuah lembaga nirlaba professional yang merupakan forum pertemuan,
pengkajian, penelitian, dan pengembangan keahlian dalam penanganan bencana terpadu
berbasis masyarakat, baik secara individu maupun kelembagaan.
6. Muhamadiyah: adalah organisasi masa islam di Indonesia yang didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan.
7. Wira Bhakti Indonesia: adalah NGO nasional yang bergerak dalam Pemasyarakatan SAR dan
bencana , pendidikan dan latihan relawan SAR dan bencana (swadaya masyarakat) , merupakan
forum silahturahmi para Senior Instructor BASARNAS dan TNI
8. Yayasan Pengembangan Perdesaan: adalah sebuah organisasi nirlaba dengan misi untuk
menyediakan pendidikan berkualitas bagi anak-anak pedesaan yang kurang mampu.
9. Yayasan Kasih Ibu: adalah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang Unit Kesehatan
Masyarakat (UKS).
10. Global Rescue: adalah organisasi NGO internasional yang menyediakan operasi penyelamatan
berbagai macam bencana.
11. Aksi Cepat Tanggap (ACT): adalah sebuah lembaga kemanusiaan yang mengkhususkan diri
pada penanganan bencana alam dan bencana kemanusiaan secara terpadu(Integrated Disaster
Management), dari mulai emergency, rescue, medis, relief, hingga rekonstruksi dan recovery
(pemulihan).
12. Sampoerna Rescue: atau Sampoerna Search and Rescue (SAR) adalah tim yang dibentuk oleh
perusahaan sampoerna group yang terdiri dari para karyawan kami dan relawan medis, bertugas
memberikan bantuan yang cepat dan praktis kepada korban bencana alam yang terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia.
13. ABA Prayudha: Akademi Bahasa Asing Prayudha
14. Artha Graha Peduli: adalah kegiatan kemanusiaan yang dikelola oleh artha graha.
15. Persatuan Insinyur Indonesia: adalah organisasi profesi yang merupakan wadah berhimpunnya
para Insinyur Indonesia, untuk secara bersama meningkatkan kualitas insinyur indonesia
16. BBN Logistik: PT. Bintika Bangunusa adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengapalan
(shipping line)
17. Budha Tzuchi: adalah sebuah lembaga sosial yang lintas agama, suku, ras, dan negara.
18. Kogami: singkatan Komunitas Siaga Tsunami, yang merupakan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) yang bergerak di bidang pendidikan penanggulangan bencana terutama gempa dan
tsunami.
19. GP Anshor: adalah sebuah organisasi kemasyaratan pemuda di Indonesia, yang berafiliasi
dengan Nahdlatul Ulama (NU).
20. Yayasan Air Putih: sebuah lembaga yang mendorong masyarakat agar melek teknologi informasi
(TI) dan menjadikannya alat untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang kuat di Indonesia.
21. Sub-modul 8: Peran Relawan dalam Aspek Logistik dalam Penanggulangan Bencana
22. Non proletisi: adalah larangan untuk menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

D. Referensi

1. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan


bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
3. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan BNPB.
Sekretariat Negara. Jakarta.
4. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta.
5. Wisner, et al, 2006; von Kotze and Hollaway, 1999. Heijmans & Victoria, (2001). Vulnerability,
[R=(HXV)].
Sub Modul 8
Peran Relawan Saat Tanggap Darurat

A. UMUM
Saat tanggap darurat bencana merupakan masa
yang membutuhkan tenaga dan pikiran bagi relawan
terutama dalam mengantisipasi dampak terburuk dari
terjadinya bencana. Kegiatan utama dari para relawan
pada saat tanggap darurat ini adalah kegiatan evakuasi
para korban, oleh karena itu diperlukan semangat kerja
serta jiwa kemanusiaan yang besar dari para relawan.
Meskipun pada masa tanggap darurat ini
kegiatan apapun yang dilakukan oleh para relawan adalah kegiatan yang baik, namun alangkah
baiknya apabila kegiatan-kegiatan penyelamatan dan evakuasi yang dilakukan para relawan tersebut
dikelola dengan baik melalui sebuah manajemen kedaruratan dalam masa tanggap darurat. Untuk
itu diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada para relawan mengenai kegiatan pengelolaan atau
manajemen kedaruratan pada saat tanggap darurat. Hal ini sangat penting karena dengan adanya
sebuah manajemen kedaruratan yang baik, para relawan dapat bekerja dan melakukan perannya
secara baik, efektif dan efisien. Pembelajaran itu dapat dilakukan melalui media modul, misalnya
adalah modul ini yang berisi mengenai manajemen dan mekanisme pengerahan relawan pada masa
tanggap darurat.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta yang dalam
hal ini relawan diharapkan memiliki pengetahuan mengenai perannya pada saat tanggap darurat
bencana serta membekali mereka ilmu pengelolaan bencana terutama pada saat evakuasi tanggap
darurat bencana. Indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para peserta terhadap materi
dalam modul ini, dapat dirasakan apabila para peserta, dapat:
(1) Memahami kondisi tanggap darurat.
(2) Memahami permasalahan pada saat tanggap darurat.
(3) Memahami tujuan manajemen kedaruratan.
(4) Memahami penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.
(5) Memahami peran relawan pada masa tanggap darurat.
(6) Memahami mekanisme pengerahan relawan pada masa tanggap darurat.
Konsep yang harus dipahami dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Definisi tanggap darurat.
(2) Permasalahan pada saat tanggap darurat.
(3) Tujuan manajemen kedaruratan.
(4) Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.
(5) Peran relawan pada masa tanggap darurat.
(6) Mekanisme pengerahan relawan pada masa tanggap darurat.

Untuk membantu memahami isi modul ini dengan cepat, peserta perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya peserta
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami tanggap darurat, (2)
Memahami permasalahan pada saat tanggap darurat, (3) Memahami tujuan manajemen kedaruratan,
(4) Memahami Penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, (5) Memahami peran relawan
pada masa tanggap darurat, dan (6) Memahami mekanisme pengerahan relawan pada masa tanggap
darurat.
B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.

1. Tanggap Darurat.
Adalah: Serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan.

2. Komando Tanggap Darurat Bencana.


Organisasi penanganan tanggap
darurat bencana yang dipimpin oleh
seorang Komandan dan dibantu oleh staf
Komando dan staf umum, memiliki struktur
organisasi standar yang menganut satu
komando dengan mata rantai dan garis
komando yang jelas dan memiliki satu
kesatuan komando dalam
Gambar 8.1 Struktur Organisasi Penanganan Bencana
mengkoordinasikan instansi/SKPD/
lembaga/ organisasi terkait dalam
pengerahan sumber daya.

3. Komando.
Fungsi perintah didasarkan atas sistem
hirarki suatu organisasi yang dilakukan
secara vertikal.

4. Sistem Komando Tanggap Darurat


Bencana.
Suatu standar sistem penanganan
sesuatu kejadian/ bencana yang digunakan
oleh setiap disiplin penanganan kedaruratan
(biasa dipakai oleh kalangan militer).
Gambar 8.2 Penyelenggaraan PB
Pada Saat Tanggap Darurat
5. Masalah-masalah pada saat terjadi Kedaruratan
a) Kesiapan dirasa kurang sempurna/tidak
ada.
b) Peringatan dini tidak ada atau kurang
efektif.
c) Informasi tidak lengkap/tidak tepat,
membingungkan.
d) Komunikasi/ transportasi terputus.
e) Sasaran yang tidak jelas.
f) Masalah keamanan dan jaminan
perlindungan.
g) Hambatan politis, administratif dan
birokratis.
Gambar 8.3 Pengkajian Cepat & Tepat
h) Kebingungan, chaos, krisis, gagal
kordinasi.
i) Kebutuhan besar, bahan bantuan tidak mencukupi.
j) Lingkup terlalu besar/meluas.
k) Banyak yang terlibat, koordinasi sangat kompleks.
l) Terlalu banyak tugas, waktu terlalu sempit.
m) Segala keputusan dapat membawa konsekuensi langsung.
n) Banyak caci maki karena terlambat bantuan.

Pelaksana 6. Tujuan Manajemen Kedaruratan


Pemerintah Atau Pemda Sesuai Skala a) Mengurangi jumlah korban.
Bencana
b) Meringankan penderitaan.
c) Stabilisasi kondisi korban/pengungsi.
d) Mengamankan aset.
e) Memulihkan fasilitas kunci.
f) Mencegah kerusakan lebih jauh.
g) Menyediakan pelayanan dasar dalam
penanganan pasca darurat.
h) Meringankan beban masyarakat
Gambar 8.4 Penetapan Status Darurat setempat.
7. Pemenuhan Kebutuhan Dasar.
Pelaku: Pemerintah, pemerintah daerah
termasuk TNI, masyarakat, lemb
usaha/relawan, lembaga internasional/lembaga
asing non pemerintah, meliputi:
a) Pendataan.
b) Pangan & sandang.
c) Huntara.
d) Air bersih & sanitasi.
e) Pelayanan psikososial.
Gambar 8.5 Penyelamatan & evakuasi
f) Pelayanan kesehatan.

8. Pemulihan Sarana & Prasarana


Pemulihan fungsi prasarana dan
sarana vital dilakukan dengan
memperbaiki dan/atau mengganti
kerusakan akibat bencana:
a) Agar berfungsinya prasarana dan
sarana vital dengan segera.
b) Dilaksanakan oleh inst/lemb terkait
(Dep. PU, PLN, Telkom,TNI, Polri,
dibantu Relawan & Masyarakat, dll),
dikoordinasikan oleh Ka BNPB dan
atau Ka BPBD sesuai
kewenangannya.

Gambar 8.7 Kemudahan Akses Pada masa


Tanggap Darurat
Gambar 8.6 Perlindungan Kelompok Rentan

Gambar 8.8 Pengerahan SDM, Gambar 8.8 Pengerahan SDM,


Peralatan & Logistik (1) Peralatan & Logistik (2)

Gambar 8.9 Penyelamatan Korban pada Tanggap Darurat

Gambar 8.10 Komando Tanggap Darurat


18. Peran Relawan Pada Masa Tanggap Darurat.
Relawan (selain yang berada dalam binaan lembaga pemerintah terkait) diharapkan dapat
bekerja sama sesuai keahliannya dengan BPBD Prov/Kab/Kota atau BPBD provinsi dimana
berdomisili, dalam rangka pelibatanya dalam penyelenggaraan PB (pada saat pra, saat maupun
pasca bencana)di daerahnya baik diminta maupun atas inisiatipnya sendiri.
Dalam kegiatan tanggap darurat, keberadaan relawan masuk dalam sistem Komando
Tanggap Darurat, dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatanya dapat terpantau, terlaksana
secara, terkoordinasi, terpadu & terkendali dalam satu komando.
a. Mekanisme Pengerahan Relawan Dalam Masa Darurat
1) BNPB/BPBD berwenang mengerahkan relawan melalui pimpinan organisasi/kelompok
relawan atau relawan perorangan.
2) Lembaga pemerintah Pembina relawan terkait , menggunakan relawan binaannya untuk
operasional tugas lembaga tersebut dalam tanggap darurat.
3) Pimpinan organisasi/kelompok yang membawahi relawan dengan inisiatifnya sendiri
dapat mengerahkan relawannya.
4) Keterlibatan relawan dalam penanganan tangap darurat, harus. dilaporkan/terkoordinasi
dengan posko di daerah bencana untuk diberikan. penjelasan/arahan ataupun pemberian
porsi tugas dalam pelaksanaan operasi tanggap darurat yang sedang atau akan
dilaksanakan, untuk penyesuaian rencana tindakannya.
b. Contoh Beberapa Relawan
1) SATGANA 12) Aksi Cepat Tanggap
2) TAGANA 13) Sampoerna Rescue
3) DASIPENA 14) ABA Prayudha
4) FPBI 15) Artha Graha Peduli
5) Mohamadiyah 16) Persaruan Ir Indonesia
6) Wira Bhakti Indonesia 17) BBN Logistik
7) Y. Pengemb Pedesaan 18) Budha Tzuchi
8) UPN Jatim, ITS, UII 19) KOGAMI
9) Unhas, UGM, IPB, dll 20) GP Anshor
10) Yayasan Kasih Ibu 21) Yayasan Air Putih
11) Global Rescue 22) Yayasan Putih Biru, DLL
B.2 Rangkuman
1. Relawan PB adalah seorang/kelompok orang yang memiliki kemampuan & kepedulian dalam
PB yg bekerja secara iklas untuk kegiatan PB.
2. Komando Tanggap Darurat Bencana yaitu organisasi penanganan tanggap darurat bencana
yang dipimpin oleh seorang Komandan dan dibantu oleh staf Komando dan staf umum,
memiliki struktur organisasi standar yang menganut satu komando dengan mata rantai dan garis
komando yang jelas dan memiliki satu kesatuan komando dalam mengkoordinasikan.
3. Relawan (selain yang berada dalam binaan lembaga pemerintah terkait) diharapkan dapat
bekerja sama dan memberikan data jati dirinya, termasuk profesi/keahlianya, dll ke BPBD Kab
/ Kota atau BPBD provinsi dimana berdomisili, dalam rangka pelibatanya dalam
penyelenggaraan PB (pada saat pra, saat maupun paska bencana)di daerahnya baik diminta
maupun atas inisiatifnya sendiri. Dalam kegiatan tanggap darurat, keberadaan relawan
masuk dalam sistem Komando Tanggap Darurat, dimaksudkan agar pelaksanaan
kegiatanya dapat terpantau, terlaksana secara ,terkoordinir , terpadu & terkendali dalam satu
komando.
4. Mekanisme Pengerahan Relawan Dalam Masa Darurat
5. BNPB/BPBD berwenang mengerahkan relawan melalui pimpinan organisasi/kelompok
relawan atau relawan perorangan
6. Lembaga pemerintah Pembina relawan terkait , menggunakan relawan binaannya untuk
operasional tugas lembaga tersebut dalam tanggap darurat
7. Pimpinan organisasi / kelompok yang membawahi relawan dengan inisiatifnya sendiri
dapat mengerahkan relawannya
8. Keterlibatan relawan dalam penanganan tangap darurat, harus dilaporkan/terkoordinasi
dengan posko
9. di daerah bencana untuk diberikan penjelasan/arahan ataupun pemberian porsi tugas dalam
pelaksanaan operasi tanggap darurat yang sedang atau akan dilaksanakan, untuk
penyesuaian rencana tindakannya.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan adalah definisi dari :
a. Relawan.
b. Tanggap Darurat.
c. Pencegahan.
d. Pos Komando.
2. Di bawah ini merupakan aspek pemenuhan kebutuhan dasar dalam penanggulangan bencana,
kecuali:
a. Pangan Sandang.
b. Pos Komando.
c. Air bersih dan Sanitasi.
d. Pelayanan Kesehatan.
3. Yang bukan merupakan tujuan dari manajemen kedaruratan adalah :
a. Mengurangi jumlah korban.
b. Meringankan penderitaan.
c. Mendapatkan simpati masyarakat.
d. Mengamankan asset.
4. Dalam kegiatan tanggap darurat, keberadaan relawan masuk dalam sistem Komando
Tanggap Darurat, dimaksudkan agar:
a. Pelaksanaan dapat terpantau.
b. Pelakaksanaan dapat terkoordinasi dan terkendali.
c. Mudah mengetahui namanya.
d. A dan B benar .
5. Seorang/kelompok orang yang memiliki kemampuan & kepedulian dalam Penanggulangan
Bencana yang bekerja secara iklas untuk kegiatan PB disebut :
a. Relawan bencana.
b. Petugas Komando.
c. Dermawan.
d. Korban.
Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glosary
1. Relawan PB : Seorang/kelompok orang yang memiliki kemampuan & kepedulian dalam
PB yang bekerja secara iklas untuk kegiatan PB.

2. Donasi : Salah satu bentuk relawan dalam bentuk dana, barang atau fasilitas.
D. Referensi
1. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
3. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 9 Tahun 2008 tentang Prosedur Tetap
Tim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
Sub Modul 9
Peran Relawan Dalam Aspek Logistik dalam
Penanggulangan Bencana

A. UMUM
Relawan mempunyai banyak peran ketika terjadi
bencana, saat tanggap darurat maupun pada saat pasca
bencana. Pada saat tanggap darurat, relawan dituntut
untuk secara cepat dan tepat bertindak karena mereka
diharapkan dapat meminimalkan dampak buruk yang
ditimbulkan bencana. Begitu juga pada saat pasca
bencana, relawan diharapkan dapat membantu dalam
kegiatan pemulihan dini.
Untuk melengkapi peran relawan saat tanggap darurat dan pasca bencana, relawan tersebut
juga diberikan tugas dalam hal pemberian dukungan logistik pada saat bencana bagi siapa saja yang
membutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa peran relawan pada saat bencana sangat dibutuhkan,
oleh karena itu wajar kiranya bila relawan secara intensif, berkelanjutan dan berjenjang diberikan
pelatihan kebencanaan, baik secara teoritis maupun praktis.
Secara garis besar, pada saat tanggap darurat beberapa hal yang patut diketahui oleh relawan
antara lain adalah permasalahan pada saat tanggap darurat dan tujuan manajemen kedaruratan serta
ilmu penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.
Lebih lanjut, pada saat pasca bencana, relawan perlu untuk diberikan pengetahuan mengenai
penanggulangan bencana pasca-bencana, kegiatan-kegiatan dalam pemulihan dini, penilaian
kerusakan dan kerugian maupun pengetahuan mengenai peran kader masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat.
Sedangkan pengetahuan mengenai dunia logistik bencana yang wajib harus diketahui oleh
relawan antara lain adalah pengetahuan mengenai kebijakan logistik dan peralatan dalam
penanggulangan bencana. Hal ini perlu diketahui oleh relawan, sebab mereka akan membantu pada
setiap lini, baik pada saat pra bencana, saat terjadi bencana maupun pasca bencana sehingga mereka
akan selalu berhadapan dengan masyarakat yang terkena bencana dan membutuhkan dukungan
logistik secara intensif.
Oleh karena itu, kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah peserta
yang dalam hal ini relawan diharapkan memiliki pengetahuan mengenai peran mereka pada saat
tanggap darurat, pada saat pasca bencana hingga ketika mereka melakukan distribusi dan
menangani logistik bencana, sehingga peserta dapat memahami peran dan fungsi keikutsertaannya
dalam kegiatan kerelawanan bencana. Indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman peserta
terhadap materi dalam modul ini, apabila:
(1) Peserta mampu memahami kebijakan logistik dan peralatan dalam penanggulangan bencana.
(2) Peserta memahami pedoman penyelenggaraan logistik dan peralatan di daerah.
Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Kebijakan logistik dan peralatan dalam penanggulangan bencana.
(2) Pedoman penyelenggaraan logistik dan peralatan di daerah.
(3) Peran relawan dalam logistik dan peralatan bencana.

Agar peserta dapat memahami isi modul ini dengan cepat, peserta perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya peserta
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) memahami kebijakan logistik
dan peralatan dalam penanggulangan bencana dan (2) memahami pedoman penyelenggaraan
logistik dan peralatan di daerah, (3) memahami peran relawan dalam logistik bencana.
B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.

1. Pendahuluan
Wilayah Negara Kesatuan RI merupakan wilayah yang rawan bencana sehingga pemerintah
NKRI bertanggung jawab untuk memberi perlindungan. Penyelenggaraan Penanggungan bencana
di Indonesia terdiri atas upaya penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko bencana,
pencegahan, tanggap darurat dan pemulihan dini yang pada akhirnya berdampak munculnya
kebutuhan logistik.

2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan pemberian materi ini adalah memberi penjelasan tentang kebijakan
logistik dan peralatan dalam penanggulangan bencana serta sebagai pedoman penyelenggaraan
logistik dan peralatan di daerah.

3. Dasar Hukum
Dasar acuan pemberian materi mengenai penyelenggraan logistic dan peralatan ini adalah
sebagai berikut:
a. Undang Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
b. Perpres No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
c. PP RI No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
d. PP RI No. 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.
e. PP RI No. 23 Tahun 2008 tentang Peran serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non
Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana.
f. Peraturan Kepala BNPB No. 3 Thn 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah.
g. Peraturan Kepala BNPB No. 12 Thn 2009 Pedoman Kajian Pembentukan UPT.
h. Peraturan Kepala BNPB No.13 Thn 2009 tentang Pedoman Sistem Logistik dan Peralatan PB
i. Peraturan Kepala BNPB No.14 Thn 2009 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelatihan
Penanggulangan Bencana.

4. Orientasi Penyelenggaraan & Tuntutan Dukungan Logistik.


Orientasi penyelenggaraan dukungan logistik adalah karena sifat material, sistem pelayanan
dan sistem laporan, sedangkan tuntutan dukungan logistik dalam meningkatkan kemampuan
sumber logistik & peralatan dipengaruhi oleh:
a. Kemampuan sumber nasional.
b. Kemampuan produksi sendiri.
c. Gudang dan Pemeliharaan.
d. Sarana, prasarana, dan transparans.
e. Kuantitas & kualitas.
f. Administrasi dan dana.

5. Kemampuan logistik & peralatan mobilitas tinggi dengan cara:


Kemampuan logistik & peralatan mobilitas tinggi dilakukan dengan cara:
a. Penyebaran instalasi.
b. Satuan tugas logistik dan peralatan di lapangan.
c. Kecepatan bertindak.
d. Penentuan jalur.
e. Kemampuan pengendalian.

6. Pola dukungan logistik dan peralatan.


Pola Dukungan Logistik & Peralatan dilakukan sesuai dengan prinsip dan pola pelayanan
kewilayahan.
a. Prinsip
1) Cepat dan tepat.
2) Prioritas.
3) Koordinasi dan keterpaduan.
4) Transparansi dan akuntabilitas.
5) Kemitraan.
6) Pemberdayaan.
7) Non diskriminasi.
8) Non proletisi.
b. Pola pelayanan kewilayahan

7. Sistem Logistik Penanggulangan Bencana


Batasan
Sistem merupakan rangkaian proses untuk menyelesaikan masalah yang terdiri dari beberapa
subsistem, sedangkan manajemen merupakan ilmu dan seni yang merupakan suatu kegiatan dengan
pendekatan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan &
pengendalian), sedangkan logistik adalah sesuatu yang berujud untuk pemenuhan kebutuhan dasar :
sandang, pangan, dan papan. Peralatan adalah segala bentuk alat & peralatan yang digunakan untuk
kegiatan

Prosedur Bantuan/Permintaan
Dibawah ini adalah gambar 9.1 yang menunjukkan prosedur bantuan atau permintaan

Gambar 9.1 Prosedur Bantuan atau Permintaan

8. Inventarisasi Kebutuhan Logistik dan Peralatan.


Inventarisasi Kebutuhan Logistik dan Peralatan merupakan langkah awal untuk mengetahui
Apa, Siapa, Dimana, Kapan dan Bagaimana penyaluran logistik sesuai dengan kebutuhan, yang
juga mencakup penerimaan dan/ pengadaan logistik atau peralatan.
Kegiatan pencatatan atau inventarisasi termasuk kategori logistik atau peralatan untuk
mengetahui Dari mana, Kapan, Jenis, Jumlah, Cara menggunakan/ mengoperasikan dan Tujuan
penyaluran barang-barang logistik dan peralatan.

9. Penyimpan Dan Pergudangan logistik atau peralatan.


Kegiatan penyimpan dan pergudangan logistik atau peralatan di mulai dari penerimaan
diserahkan yang disalurkan pada unit pergudangan kemudian dilanjutkan pada bagian penyimpanan
disertai berita acara penerimaan dan bukti penerimaan. Metode yang dipergunakan adalah First-in
First-out

10. Pendistribusian logistik atau peralatan.


Pendistribusian logistik atau peralatan dilakukan berdasarkan data inventarisasi kebutuhan.
Kemudian dilakukan penyusunan perencanaan pendistribusian sesuai dengan :
a. Dasar permintaan.
b. Persetujuan pejabat wewenang.
c. Skala prioritas.
d. Alat transportasi.
11. Pengangkutan logistik atau peralatan.
Pengangkutan logistik atau peralatan dilakukan berdasarkan data perencanaan,
pendistribusian, pengangkutan, Penerimaan dan Tujuan logistic dan peralatan.
Berdasarkan data prencanaan pendistribusian pengangkutan Penerimaan Tujuan.
Penghapusan logistik atau peralatan.
Penghapusan logistik atau peralatan dilakukan berdasarkan Pengalihan kepemilikan, Tidak
dapat digunakan, Tidak dapat dimanfaatkan dan Hilang/ musnah serta sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

12. Pertanggungjawaban logistik atau peralatan.


Pertanggung Jawaban logistik atau peralatan merupakan tahapan terakhir untuk mengukur
akuntabilitas penangangan logistic dan peralatan pada masa penanggulangan bencana.

13. Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Pengertian UPT: Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah unit organisasi BNPB yang
melaksanakan tugas teknis operasional di wilayah regional yang menunjang PB.
Tugas Pokok UPT antara lain adalah :
a. Mempercepat bantuan PB.
b. Penyelenggaraan pelatihan > basis masyarakat.
c. Pusat informasi.
d. Memperpendek & mempererat hubungan BNPB & BPBD.
e. Perencanaan, Pengawasan dan Pelaporan di bidang anggaran dan program.
Fungsi UPT adalah sebagai berikut :

a. Titik kontak.
b. Koordinator pelaksanaan.
c. Sistem bantuan memdukung perlindunngan, penyelamatan & HAM.
d. Pusat informasi, verifikasi & evaluasi.
Tanggung jawab UPT adalah sebagai berikut:
a. Menjamin sistem manajemen PB mendapat dukungan dari BNPB.
b. Meningkatkan koordinasi bantuan logistik & peralatan, penyelenggaraan pelatihan PB,
Penghimpunan informasi bencana dengan pusat-pusat PB, BPBD, Instansi/ Lembaga dan
Pemda.
c. Komunikasi dan koordinasi informasi.
d. Meningkatkan kapasitas organisasi struktural.
Penyebaran Titik Distribusi UPT di seluruh Indonesia adalah:
1. Sumut Medan
2. Sumsel Palembang
3. NTT Kupang
4. Kalbar Pontianak
5. Kaltim Balikpapan
6. DKI Jakarta DKI Jakarta
7. Sulut Menado
8. Jatim Surabaya
9. NTB Mataram
10. Sulsel Makasar
11. Maluku Ambon
12. Papua Jayapura

Strategi Penyelenggaraan Tugas UPT


Strategi penyelenggaraan tugas UPT harus sesuai budaya lokal untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat melalui dukungan logistik & peralatan, diklat dan informasi,
Kesiapsiagaan (Peningkatan kualitas dan kuantitas petugas serta masyarakat dalam berpartisipasi
PB, Pemberdayaan dan kemandirian, Diklat dan Sistem regional PB), Penanganan darurat, Sistem
informasi dan komunikasi serta memperkuat jejaringm

14. Penyelenggaraan Operasional


Penyelenggaraan Operasional mencakup Manajemen Logistik dan Peralatan, Penyelengaraan
Pelatihan dan Perencanaan Operasional.

15. Pembinaan Dan Pengawasan Logistik dan Peralatan


Pembinaan Dan Pengawasan dalam manajemen logistik dan peralatan dilakukan sebagai
berikut:
a. Pembinaan
Pembinaan secara berjenjang sesuai dengan strata kelembagaan penanggulangan bencana.
b. Pengawasan
c. Pengawasan dilakukan pada setiap tahap dalam proses manajemen penanggulangan bencana.
d. Pengawasan dilakukan secara pengawasan internal, eksternal dan masyarakat sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulan
1. Logistik & peralatan bukan segala-galanya, tetapi tanpa logistik dan peralatan sistem
penanggulangan bencana sulit diwujudkan.
2. Pengerahan logistik dan peralatan harus tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah dan tepat sasaran.
3. Perlu penyebaran titik logistik UPT.
Tugasnya: memberikan data laporan awal sesaat terjadi bencana gempa, agar mudah
menentukan IAP.

B.2 Rangkuman
1. Tuntutan Dukungan Logistik Kemampuan sumber logistik & peralatan dipengaruhi oleh:
Kemamapuan sumber nasional, Kemampuan produksi sendiri, Gudang & Pemeliharaan, Sarana
& prasarana, & transparans, Kuantitas & kualitas, Administrasi dan dana.
2. Kemampuan logistik & peralatan mobilitas tinggi dengan cara: Penyebaran instalasi, Satuan
tugas logistik & peralatan di lapangan, Kecepatan bertindak, Penentuan jalur
3. Prinsisp Pola Dukungan Logistik & Peralatan: Cepat dan tepat, Prioritas, Koordinasi dan
keterpaduan, Transparansi & akuntabilitas, Kemitraan, Pemberdayaan, Non Diskriminasi, Non
Proletisi
4. Penyelenggaraan Operasional Manajemen Logistik dan Peralatan yaitu:Pertama, Pengelolaan
pengadaan logistik dan peralatan. Kedua, tanggung jawab dalam sistem logistik dan peralatan.
Ketiga, dukungan posko. Keempat, koordinasi dengan unit-unit/ badan-badan logistik lainnya.
Kelima, koordinasi dengan pusat operasi dinas/ departemen/ instansi dll.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Kemampuan sumber logistik dan peralatan dalam penanggulangan bencana sangat dipengaruhi
oleh
a. Kemampuan sumber nasional.
b. Kemampuan produksi sendiri.
c. Kemampuan pemerliharaan.
d. Semua benar.
2. Berikut ini merupakan tugas dari unit pelaksana teknis (UPT kecuali
a. Mempercepat bantuan penanggulangan bencana.
b. Memberikan layanan medis.
c. Penyelenggara pelatihan.
d. Menjadi pusat informasi.
3. Segala sesuatu yang beruwujud untuk pemenuhan kebutuhan dasar : sandang, pangan, dan
papan adalah merupakan pengertian dari
a. Bantuan.
b. Relawan.
c. Logistik.
d. Palayanan.
4. Manakah diantara pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan tanggung jawab unit
pelaksana teknis penanggulangan bencana.
a. Menjamin sistem manajemen PB mendapat dukungan dari BNPB.
b. Meningkatkan koordinasi bantuan logistik & peralatan.
c. Memperjuangkan aspirasi masyarakat.
d. Meningkatkan kapasitas organisasi struktural.
5. Kemampuan logistik & peralatan mobilitas tinggi dilakukan dengan cara berikut , kecuali :
a. Penyebaran instalasi.
b. Satuan tugas logistik dan peralatan.
c. Kecepatan bertindak.
d. Pembagian yang rata.

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glossary
1. Pemulihan dini (early recovery): adalah pemulihan awal sejak terjadinya bencana
2. Perka BNPB: Peraturan Kepala BNPB
3. Damage and lost assessment (DaLA): adalah kajian untuk menghitung kerusakan setelah
bencana, ini adalah langkah penting pasca bencana sebelum rehabilitasi dan rekonstruksi
dilakukan oleh pemerintah.
4. Metode ECLAC: adalah metode Economic Commission for Latin America and the Caribbean
untuk menghitung kerusakan dan kerugian dampak bencana. Metode ini sudah digunakan sejak
tahun 1973 di Amerika Latin dan telah digunakan untuk menilai kerusakan dan kerugian
berbagai pascabencana di dunia.
5. Post-disaster Need Assassment (PDNA): adalah kajian yang dilakukan untuk mengumpulkan
informasi dampak bencana dari berbagai sektor ke dalam sebuah laporan yang komprehensif.
6. Social and cultural landscape: adalah aspek sosial dan masyarakat.
D. Referensi
1. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
3. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2007 tentang pendanaan dan
pengelolaan bantuan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
4. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 13 Tahun 2008 tentang Pedoman
Manajemen Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
Sub Modul 10
Peran Relawan Saat Pemulihan
Penanggulangan Bencana

A. UMUM
Bencana yang terjadi dalam suatu
wilayah sangat membutuhkan perhatian khusus
dalam penanganannya terutama oleh
pemerintah daerah setempat serta dukungan
dari pemerintah provinsi serta pemerintah
pusat. Dalam penanganannya banyak
membutuhkan dana dan tenaga apalagi jika
kondisi pasca bencana banyak menimbulkan
korban serta kerusakan fisik sarana dan prasarana. Peran relawan saat penanggulangan bencana
sangat dibutuhkan, untuk itu relawan perlu diberikan pengetahuan dasar mengenai berbagai pola
penanganan pada saat tanggap darurat maupun saat pemulihan.
Modul ini lebih menitikberatkan peran relawan pada saat pemulihan dini dimana suatu
wilayah yang terkena bencana harus segera diberikan perlakuan penanganan agar aspek sosial
ekonomi dapat terus berjalan. Dalam modul sebelumnya (modul peran relawan saat tanggap
darurat) dijelaskan bahwa kondisi tanggap darurat ditetapkan dalam kurun waktu tertentu oleh
Pemda, sedangkan kondisi setelah masa tanggap darurat berakhir disebut dengan kondisi pasca
bencana. Pemulihan pada saat pasca bencana lebih tergantung kepada kemampuan pemerintah
dalam membangun kembali secara permanen sarana dan prasarana yang rusak, namun pada masa-
masa awal peralihan dari saat tanggap darurat ke saat pasca bencana yang biasa disebut masa
pemulihan dini (early recovery) sangat banyak membutuhkan tenaga relawan terutama dalam
membantu membangun kembali permukiman masyarakat serta sarana-sarana vital lainnya.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah anda diharapkan
memiliki wawasan luas, kemampuan dalam memahami tugas dan fungsi anda sebagai relawan
penanggulangan bencana terutama pada saat pemulihan dini. Indikator-indikator yang dapat
dijadikan ukuran pemahaman anda terhadap materi dalam modul ini yaitu:
(1) Mampu memahami pentingnya Undang undang nomor 24 tahun 2007 mengenai
penanggulangan bencana saat pasca bencana.
(2) Memahami aturan pelaksanaan pemulihan pasca bencana sesuai dengan Peraturan Kepala
BNPB No.11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
(3) Memahami konsep penilaian dan kerugian pasca bencana.
(4) Memahami peran kader masyarakat dan pemberdayaan masyarakat saat pasca bencana.
Konsep-konsep yang harus anda pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Undang Undang Nomor 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana.
(2) Peraturan Kepala BNPB No.11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana.
(3) Metode penilaian kerusakan dan kerugian.
(4) Peran kader masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk membantu anda memahami isi modul ini, anda harus sudah menguasai pemahaman
minimal tentang modul sebelumnya. Oleh karena itu, agar anda dapat memahami isi modul ini
dengan cepat, anda perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan seterusnya.
Sebelum anda benar-benar paham tentang materi pada tahap awal, jangan membaca materi
pada halaman berikutnya. Lakukan pengulangan sampai anda benar-benar memahaminya.
(2) Jika anda mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman anda atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu untuk
memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya anda mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban anda dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar anda masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya anda
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Memperkaya pemahaman dengan membandingkan materi ini dengan rujukan yang bersumber
dari peraturan pemerintah yang berkaitan dengan penanggulangan bencana.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami pentingnya UU
24/2007 mengenai Penanggulangan Bencana dalam pemulihan penanggulangan bencana, (2)
Memahami penanggulangan bencana pasca-bencana, (3) Mengetahui mekanisme bantuan sosial
berpola hibah, dan (4) Menyebutkan dan memahami peran kader masyarakat & pemberdayaan
masyarakat.

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Undang Undang nomor 24 tahun 2007
Kronologis dari diterbitkannya undang-undang ini adalah berbagai kejadian bencana di tanah
air, dimana belum ada lembaga khusus yang menangani kebencanaan.

Gambar 10.1 Kronologis Diterbitkannya Undang Undang nomor 24 tahun 2007

2. Peraturan Kepala BNPB No.11 Tahun 2008


Turunan dari Undang-Undang diatas adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor
21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana yang mengulas bahwa terdapat tiga
tahap dalam penanggulangan bencana. Sedangkan Perka BNPB No.11 merupakan turunan dari PP
21/2008 dimana Perka ini khusus membahas penanganan pasca bencana.
Secara visualisasi dapat dilihat dari gambar dibawah ini:

Gambar 10.2 penanganan pasca bencana


Lebih lanjut dijelaskan bahwa terdapat masa peralihan dari tanggap darurat ke pasca bencana
yang sangat membutuhkan dana dan tenaga guna pemulihan pasca bencana secara dini.

Gambar 10.3 Masa Peralihan Antar Tahap Pemulihan Akibat Bencana

Sketsa dibawah menunjukkan bahwa masih terdapat jarak (gab) antara fase tanggap darurat
dengan fase pasca bencana, dan kondisi ini sedemikian rupa harus dipersempit dengan kata lain
early recovery sangat dibutuhkan sesegera mungkin dalam mengembalikan kondisi perekonomian
masyarakat.

Gambar 10.4 Gap Pada Masa Pemulihan Dini Gambar 10.5 Penambahan Waktu Pemulihan Dini
untuk Menghilangkan Gap

Rehabilitasi
Rekonstruksi (Build Back Better)

Beberapa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dijelaskan dalam Perka No.11/2008
adalah sebagai berikut:

3. Penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana.


PP 21/2008 tentang Penyelenggaraan PB:
a. Untuk mempercepat rehabilitasi & rekonstruksi (pemulihan & pembangunan kembali),
ditetapkan prioritas rehabilitasi & rekonstruksi yang didasarkan pada analisis kerusakan dan
kerugian akibat bencana (Damage & Losses Assessment atau DaLA).
b. Kegiatan rehabilitasi menjadi tanggungjawab Pemerintah dan/atau PEMDA yang terkena
bencana.
c. Pem. Kab/Kota wajib menggunakan dana PB dari APBD Kab/Kota dan jika tidak memadai,
dapat meminta bantuan kepada Pemprov dan/atau Pemerintah.
d. Usulan permintaan bantuan harus diajukan oleh Bupati/ Walikota melalui Pemerintah
Provinsi.
e. Terhadap usulan tsb, dilakukan verifikasi oleh Tim Interdep yang dikoordinasikan oleh BNPB,
untuk menentukan besaran bantuan dan prioritas.
f. Rekonstruksi memperhitungkan pengurangan risiko bencana dalam kaitan pembangunan
berkelanjutan.
g. Mengoptimalkan keberadaan BPBD/SKPD dan memberdayakan masyarakat sesuai dengan
kearifan lokal/budaya masyarakat setempat.

Terhadap penilaian kerusakan dan kerugian


(Damage and Losses Assesment/DaLA) akibat
bencana BNPB melalui Deputi Bidang Rehabilitasi
dan Rekonstruksi menerapkan suatu metoda
penilaian yaitu Metoda ECLAC. Metoda ini bukan
merupakan satu-satunya metoda yang ada, namun
metoda ini dinilai lebih cocok digunakan di Gambar 10.6 Penilaian Kerusakan Akibat
Bencana
Indonesia.

a. Penilaian Kerusakan
Secara umum penilaian dalam metoda ini
dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu :
Gambar 2.6 Asap Tebal Ketika
1) Sektor Permukiman. Gunung Api Meletus
2) Sektor Infra struktur.
3) Sektor Ekonomi Produktif.
4) Sektor Sosial.
5) Sektor Lainnya (pemerintahan dll).
Masing masing sektor diatas juga merupakan Gambar 10.7 Metode Penilaian Kerusakan
gabungan dari beberapa sub sektor yaitu:

Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan


Gambar 2.6 Asap Tebal Ketika
Gunung Api Meletus
b. Penilaian Kerugian
Khusus untuk penilaian kerugian, maka seluruh perkiraan biaya yang ditimbulkan sebagai
akibat tidak langsung dari terjadinya bencana dimasukkan dalam kelompok ini. Khusus asumsi
perhitungan sebaiknya dilakukan oleh tenaga teknis yang sesuai dengan bidang ilmu / keahliannya.
Sebagai contoh untuk penilaian kerugian adalah:
1) Biaya tambahan yang dikeluarkan seseorang untuk transportasi akibat jalan/jembatan terputus.
2) Biaya tambahan yang dikeluarkan seseorang untuk sewa rumah akibat rumahnya rusak /
hancur.
3) Dan lain sebagainya.

c. Total Penilaian Kerusakan dan Kerugian


Hasil penilaian DaLA akan berakibat
terhadap besaran anggaran rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana yang akan
dialokasikan baik dalam janga pendek (1 tahun)
maupun jangka menengah (5 tahun).
Seandainya anggaran yang akan
dicanangkan oleh pemda dari wilayah yang
terkena bencana masih membutuhkan bantuan
dana dari pemerintah pusat maka proses
pelaporannya menggunakan alur sebagai berikut:

4. Peran Relawan, Kader Masyarakat serta Pemberdayaannya


Yang sering dilupakan pada tahap Pasca-Bencana:
Masalah utama: Sosial-budaya (social & cultural landscape): Kondisi masyarakat di wilayah
bencana (sebelum & setelah bencana).
1) Bukan sekedar merespon bencana sebagai suatu keharusan.
2) Tetapi pengetahuan yang harus digunakan sebagai
pelajaran berharga (lesson learnt) di masa depan.
3) Perlu pemetaan kondisi sosial, praktek ekonomi, karakter
budaya, institusi/lembaga sbg agen sosial dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan pengalaman terhadap penanganan bencana
yang pernah terjadi di Indonesia dapat diambil pembelajaran
yaitu mengikut sertakan masyarakat/relawan dalam
penanganan bencana.
5. Pemberdayaan Masyarakat / Relawan
1) Masyarakat tidak saja sebagai korban, tetapi juga pelaku aktif (pelibatan & pemberdayaan
masyarakat).
2) Kegiatan rehabilitasi-rekonstruksi merupakan gerakan dalam masyarakat dengan menghimpun
masyarakat sebagai korban bencana dan sekaligus sebagai pelaku aktif, dalam kelompok
swadaya, dan dengan mekanisme sederhana.
3) Memanfaatkan kearifan lokal dan melihat kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
4) Mendorong pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan rehab-rekons untuk menjamin
ketahanan lebih baik di masa datang, di tingkat pemerintahan, masyarakat, komunitas lokal,
individu.

B.2 Rangkuman

1. Undang undang nomor 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana merupakan turunan
dari undang undang 1945 yang didalamnya menyebutkan bahwa tugasatau tujuan negara antara
lain melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta
memajukan kesejahteraan umum dari tujuan negara ini terdapat salah satu pasal yang berbunyi
setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan dan hak-hak dasar, termasuk
perlindungan dan hak-hak untuk bebas dari rasa takut, ancaman, risiko, ataupun dampak dari
suatu bencana.

2. Penanggulangan bencana secara umum dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pra bencana, saat
terjadi bencana atau sering disebut tanggap darurat dan terakhir pasca bencana. Dalam tahap
pasca bencana terdiri dari periode pemulihan dini, rehabilitasi dan rekonstruksi.

3. Penilaian kerusakan dan kerugian diatur dalam peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2008
tentang penilaian kerusakan dan kerugian (pasal 56 dan 75).

4. Metode penilaian DaLA dirinci menurut penilaian faktor kerusakan fisik yang terdiri dari 5
sektor (permukiman, infra struktur, ekonomi produktif, sosial dan sestor lainnya). Sedangkan
faktor kerugian dihitung biaya yang terpaksa dikeluarkan sebagai dampak tidak langsung
terjadinya bencana.

5. Tahap akhir dalam penanggulangan bencana harus memperhatikan Peran masyarakat / relawan
serta pemberdayaannya, hal ini diasumsikan karena :

a. Masyarakat tidak saja sebagai korban, tetapi juga pelaku aktif (pelibatan dan
pemberdayaan masyarakat)
b. Kegiatan rehab rekon merupakan gerakan dalam masyarakat dalam kelompok swadaya
masyarakat
c. Memanfaatkan kearifan lokal dengan melihat kondisi sosial budaya masyarakat stempat.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Penilaian kerusakan dan kerugian merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap
bencana yang terjadi di suatu wilayah. Dibawah ini merupakan metode penilaian yang
dilakukan BNPB yaitu
a. DaLA (Damage and Losses Assessment).
b. Assessment.
c. Penilaian rehabilitasi.
d. PRA (Participatory Rural Appraisal).
2. Semua kondisi fisik yang mengalami kerusakan dalam suatu kejadian bencana baik rusak ringan
rusak sedang maupun rusak berat di sebut dengan
a. Sasaran penilaian kerugian.
b. Sasaran penilaian kerusakan.
c. Sasaran intervensi.
d. Sasaran bantuan.
3. Semua bentuk pengeluaran/biaya tambahan yang terpaksa dianggarkan oleh korban bencana
sebagai dampak tidak langsung dari bencana di sebut dengan
a. Sasaran penilaian kerugian.
b. Sasaran penilaian kerusakan.
c. Sasaran intervensi.
d. Sasaran bantuan.
4. Kebencanaan dikelompokkan pada 3 fase, salah satunya adalah fase pasca bencana. Dibawah
ini adalah aktivitas pasca bencana yaitu, kecuali
a. Melakukan penilaian kerusakan dan kerugian.
b. Melakukan pembangunan kembali semua sarana dan prasarana yang rusak baik sementara
maupun secara permanen.
c. Memberikan bantuan baik moril maupun materil guna pemulihan ekonomi masyarakat
terkena bencana.
d. Melakukan tindakan mitigasi dan kesiapsiagaan.
5. Pada kenyataannya, penilaian kerusakan dan kerugian dikelompokkan dalam beberapa sektor.
Dibawah ini adalah sektor yang harus di lakukan penilaian kerusakan dan kerugian adalah
A. Sektor permukiman.
B. Sektor infrastruktur.
C. Sektor ekonomi produktif.
D. Semua jawaban benar.

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. GLOSSARY
1. Rehabilitasi : Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai.
2. Rekonstruksi : Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, serta kelembagaan
pada wilayah pascabencana.
3. Kerusakan : Nilai semua barang yang rusak sebagai akibat langsung dari terjadinya suatu
bencana.
4. Kerugian : Biaya yang ditimbulkan sebagai akibat tidak langsung dari terjadinya suatu
bencana.

D. REFERENSI
1. Undang Undang nomor 24 tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana.
2. Peraturan Pemerintah No. 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
3. Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan Penanggulangan Bencana.
4. Peraturan Kepala BNPB No. 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana.
5. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
6. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
7. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2007 tentang pendanaan dan
pengelolaan bantuan bencana. Sekretariat Negara. Jakarta
8. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 11 Tahun 2008 tentang Pedoman
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Paska Bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
9. Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2007 tentang Peran Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah. Sekretariat Negara. Jakarta
10. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan BNPB.
Sekretariat Negara. Jakarta.
11. ECLAC (Economic Comission for Latin America and The Carribean). 2003. Handbook for
Estimating Socio-economic and Environmental Effects of Disasters. Colombia: United Nations.
Sub Modul 11
Dapur Umum dan Tempat Tinggal Sementara
(Shelter)

A. UMUM
Manusia pada umumnya memiliki tiga unsur
kebutuhan dasar dalam kehidupannya, yaitu kebutuhan
sandang, pangan dan papan. Dari ketiga kebutuhan
dasar manusia tersebut, ada dua unsur yang terpenting
yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan dan tersedianya
hunian yang layak.
Kedua unsur ini akan sangat sulit terwujud
tatkala terjadi bencana yang cukup besar disuatu
daerah, seperti bencana gempa bumi, bencana tsunami, bencana banjir dan lain sebagainya.
Kemudian untuk mengatasi kesulitan tersebut maka perlu dipahaminya bagaimana mengatur pola-
pola hunian sementara (shelter) agar dapat mudah dikontrol dan sesuai dengan kebutuhan
pengungsi.
Pengaturan manajemen shelter yang harus diperhatikan adalah tersedianya fasilitas-fasilitas
publik didalam lingkup blok hunian seperti sekolah, tempat ibadah, unit mandi cuci kakus (MCK)
yang terpisah, area bermain anak-anak, area olah raga, dapur umum, dan klinik. Tujuannya agar
hak-hak hidup pengungsi tidak ada yang tereduksi.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah diharapkan peserta
mampu merencanakan/mengatur pembuatan penampungan sementara yang memadai (termasuk
suplai makanan, air bersih dan MCK). Menunjang tercapainya kompentensi yang harus dimiliki
oleh peserta didik.
Konsep-konsep yang harus anda pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Pengertian camp shelter dan dapur umum.
(2) Prinsip Dasar camp/shelter dan dapur umum.
(3) Faktor-faktor pengelolaan.
(4) Pembangunan dan penempatan korban bencana.
(5) Perhitungan kemampuan dapur umum.
Untuk membantu anda memahami isi modul ini, anda harus sudah menguasai pemahaman
minimal tentang tali temali, pemasangan tenda, dan masak-memasak. Oleh karena itu, agar peserta
dapat memahami isi modul ini dengan cepat, peserta perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan
seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya peserta
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar dari pelatihan ini adalah agar peserta mampu memahami prinsip dasar
camp/shelter dan dapur umum. Peserta mampu memahami faktor-faktor Pengelolaan, pembangunan
dan penempatan korban bencana. Peserta mampu memahami perhitungan kemampuan dapur umum.

B.1. Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Prinsip Dasar
a. Memenuhi syarat/standar minimum atau sphere standard yang disesuaikan dengan kondisi
Indonesia.
b. Pengelolaan, Pembangunan dan Penempatannya menganut pendekatan pada faktor-faktor:
1) Kemudahan geografis/medan.
2) Kemampuan dapur umum/kapasitas memasak.
3) Kemudahan dalam mengendalikan/menjaga kebersihan dari limbah-limbah akibat
penampungan atau shelter.
4) Hygienisitas Hunian:
a) Tidak boleh mengganggu lingkungan/permukiman yang telah ada sebelumnya
b) Menata dan mengelola camp atau hunian sementara/Penampungan tidak dapat
dipisahkan dengan kemampuan dapur umum, begitu juga sebaliknya.
2. Kemudahan Geografis
a. Pemilihan Lokasi Harus Tepat dan Mudah Untuk:
1) Dijangkau karena faktor medan (terrain) dan akses jalan/transpotasi yang baik dan relatif
baik.
2) Setidaknya punya koneksitas masuk dalam sistem jaring ekonomi level kecamatan untuk
memudahkan recovery.
3) Akan lebih baik bila bisa menempatkan area shelter pada daerah aliran sungai namun pada
elevasi dataran di atas 10 meter dari muka sungai dan mempunyai kondisi tanah yang stabil.
4) Tidak mudah banjir dan segera kering setelah hujan.
5) Bukan lokasi yang mudah longsor atau daerah yang mudah tertimbun longsor.
.
3. Kemampuan Dapur Umum
Secara mudah cara menentukannya adalah sebagai berikut, misal:
Sebuah perangkat kerja dapur umum lapangan memilki kemampuan sebagai berikut:
a. Kemampuan dalam tiap kali memasak adalah: 750 Porsi makanan siap saji maka apabila jumlah
pengungsi di tempat tersebut:
Kurang dari 750 orang : 1 dapur umum (ada dasarnya?)
750 1500 orang : 2 dapur umum, dst
Pengertian 750 orang atau 750 porsi untuk sekali memasak matang siap saji, harus sudah
termasuk makanan untuk petugas pengurus camp.
Semua aktivitas memasak makanan siap saji harus dilakukan dalam satu kali masak untuk
tiap periode waktu makan. Periode makan yaitu: sarapan pagi, makan siang dan makan sore/malam.
Sedangkan kegiatan memasak diluar periode waktu makan hanya dilakukan untuk:
1) Makanan tambahan bagi lansia dan pekerja ekstra dalam tugas-tugas bencana.
2) Makanan untuk balita (support facility).
3) Masak air minum.
Standar makanan untuk hunian sementara/shelter harus mengacu kepada
1) Standard SPHERE.
2) Standar BNPB.

b. Pengaturan hunian
Di dalam tata kelola hunian sementara/shelter/camp pada tahap pengungsian, di Indonesia
selalu digunakan sebagai berikut:
1) Tenda peleton.
2) Tenda regu.
3) Tenda rumah.
Di dalam mengatur tata kelola hunian sementara menggunakan tenda Peleton maka yang
perlu diperhatikan adalah:
1) Kapasitas tenda (yang layak) dapat diisi 30 orang dengan veltbed / 45 org tanpa velbed
menggunakan alas tidur
2) Tenda regu digunakan untuk kantor sementara/posko.

Blok Hunian
Blok Hunian terdiri dari:
sepasang tenda
2 x 30-45 org
30-45 org Wanita
30-45 org Pria
Jadi misalnya 600 org pengungsi maka bisa
menjadi:
dengan Veltbed 600 = 10 blok @ 60 org/blok
30 x 2
dengan Tikar 600 = 6-7 blok @ 90 org/blok
45 x 2
Kalau kita ambil patokan: 600-750 org pengungsi, Gambar 11.1 Skema Blok Hunian
maka akan terjadi/terdapat 10-12 blok yang terdiri dari:
2 x 30 org/tenda atau 6-7 blok @ 2 tenda x 45 org/tenda. Untuk panitia dalam 1 area
hunian/10 blok hunian: maximum 10 orang.

B.2 Rangkuman
1. Pengelolaan, pembangunan, dan penempatan dapur umum dan shelter menganut pendekatan
pada faktor-faktor:
a. Kemudahan geografis/medan.
b. Kemampuan dapur umum/kapasitas memasak.
c. Kemudahan dalam mengendalikan/menjaga kebersihan dari limbah-limbah akibat
penampungan atau shelter itu.
2. Pemilihan lokasi camp shelter harus tepat dan mudah.
3. Sebuah blok hunian harus seimbang dengan kapasitas dapur umum, apabila tidak seimbang ada
kemungkinan akan terjadi kerusuhan sosial.
B.3 Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1) Pengelolaan, Pembangunan dan Penempatannya menganut pendekatan pada faktor-faktor:
a. Kemudahan geografis/medan.
b. Kemampuan dapur umum/kapasitas memasak.
c. Kemudahan dalam mengendalikan/menjaga kebersihan dari limbah-limbah akibat
penampungan atau shelter.
d. Semua jawaban benar.
2) Mudah dijangkau karena faktor medan (terrain) dan akses jalan/transpotasi yang baik dan relatif
baik adalah salah satu syarat dalam mendirikan
a. Dapur umum dan shelter.
b. Pusat pengendalian dan operasi.
c. Komando bencana.
d. Pusat komunikasi bencana.
3) Kegiatan memasak diluar periode waktu makan hanya dilakukan untuk
a. Makanan tambahan bagi lansia dan pekerja ekstra dalam tugas-tugas bencana.
b. Makanan untuk balita (support facility).
c. Masak air minum.
d. Semua jawaban benar
4) Kapasitas tenda (yang layak) dapat diisi oleh
a. 50 orang.
b. 40 orang.
c. 30 orang.
d. 60 orang.
5) Di dalam tata kelola hunian sementara/shelter/camp pada tahap pengungsian, di Indonesia selalu
digunakan sebagai berikut:
a. Tenda pleton.
b. Tenda Regu.
c. Tenda Rumah.
d. Semua jawaban benar.

C. GLOSSARY
1. Camp shelter: hunian sementara.
2. Dapur umum: Dapur yang mengelola kebutuhan pangan pada masa tanggap darurat bencana.
D. REFERENSI
1. Base or camp manager, Job Aid, Feb 2004, National Wildfire Coordinating.
2. Steering Commitee for Humanitarian Response (SCHR). 2004. Sphere Project Handbook,
Humanitarian Charter and Minimum Standars in Disaster Response. England.
3. Swedish International Development Cooperation Agency (SIDA). 2004. Assistance to Internally
Displaces Persons (IDPs) in Indonesia. Jakarta.
4. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Kepala BNPB No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata
Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Sekretariat Negara. BNPB.
Sub Modul 12
Komunikasi Radio

A. UMUM
Di dalam kehidupan kita tak pernah lepas dari
telekomunikasi. Termasuk saat terjadi bencana,
sehingga memudahkan mengakses laporan-laporan
terkini yang terjadi di tempat kejadian. Itu membuat
kita harus mengetahui cara kerja dan sistem operasi
telekomunikasi. Kompetensi umum yang dituntut
setelah mempelajari modul ini ialah anda diharapkan
memiliki wawasan luas, apresiasi yang mendalam dan
keterampilan untuk mengoperasikan radio dan menggunakan prosedur sesuai peraturan yang ada.
Dasar Hukum komunikasi radio dalam penanggulangan bencana adalah UU no. 24/2007
tentang Penanggulangan Bencana, UU no 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, PP no 52/2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi dan SK Dirjen POSTEL no 1737/DJPT.4/KOMINFO/12/2009
tentang Penetapan Frequensi PB untuk BNPB.
Tujuan dari diajarkannya materi ini pada relawan antara lain adalah untuk membangun sistem
komunikasi yang menjamin ketersediaan komunikasi antara BNPB / BPB-Daerah dengan On
Scene di lokasi bencana sehingga tugas-tugas pokok penanggulangan bencana dapat dilaksanakan
dengan baik, tersedianya komunikasi efektif antara On Scene Commander dengan Anggota
BNPB/BPB-D di lapangan termasuk tracking posisi personel serta kendaraan BNPB/BPBD,
tersedianya komunikasi koordinasi antara On Scene Officers dengan Unsur Pendukung, serta
Melatih tenaga relawan agar bisa masuk dan menggunakan system Telekomunikasi BNPB pada
saat membantu BNPB dalam PB.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta yang dalam
hal ini relawan diharapkan memiliki wawasan mengenai komunikasi radio kebencanaan, sehingga
para peserta dapat memahami pengertian serta manfaat dari keikutsertaannya dalam kegiatan
kerelawanan.
Untuk membantu peserta memahami isi modul ini secara cepat, peserta perlu melakukan hal-
hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
peserta tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor/nilai minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penyusun modul/fasilitator/pelatih.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat mengenal sistem komunikasi di
Indonesia sehingga bisa menyesuaikan serta mengoperasikan radio dengan prosedur yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Selain itu dikenalkan pula kepada siswa antara lain: (1) Sistem
Nasional Telekomunikasi BNPB, (2) Sistem Siaga dan SOP Telekomunikasi, (3) Kelengkapan
station radio, (4) Format radio mengenalkan sistem komunikasi di Indonesia agar relawan PB bisa
menyesuaikan serta mengoperasikan radio dengan prosedur yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Selain itu dikenalkan pula kepada siswa antara lain: (1) Sistem Nasional Telekomunikasi
BNPB, (2) Sistem Siaga dan SOP Telekomunikasi, (3) Kelengkapan station radio, (4) Format radio.

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.

1. Kondisi Geografis dan Daerah Rawan Bencana


Secara geologis dan geografis Negara Indonesia merupakan Negara yang sangat luas dan
daerah yang rawan bencana karena berada pada sabuk api pasifik yang menyebabkan banyak
ditemukannya gunung-gunung berapi di Indonesia, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 12.1,
12.2 dan 12.3 di bawah ini.
Gambar 12.1 Kondisi Geologis Dan Geografis Negara Indonesia

Gambar 12.2 Gunung Api di Indonesia

Gambar 12.3 Daerah Risiko Bencana di Indonesia


1.a Kendala komunikasi
Beberapa kendala komunikasi yang terjadi dalam penanganan kebencanaan di Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Kerusakan infra struktur akibat bencana, seperti ketiadaan fasilitas telepon, listrik, sinyal
cellphone dapat melumpuhkan/memutuskan komunikasi pusat dengan On Scene maupun unsur
pendukung
b. Beragam sistem dan alat komunikasi yang ada
c. Keterbatasan SDM dan keterampilan personel dalam komunikasi disaat tanggap darurat
bencana.

1.b Solusi
Solusi untuk menangani kendala-kendala komunikasi di Indonesia telah dilakukan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Merancang sistem komunikasi voice (dan data) yang mandiri dengan metoda operasi yang
semudah mungkin.
b. Menggunakan teknologi intelligent interconnect yang mampu menangani radio
interoperability.
c. Catatan: interoperability yang dimaksudkan adalah kemampuan beroperasi lintas radio.
Misalkan dari telepon rumah menyambung ke HF SSB, dari HF SSB menyambung ke VHF
handy talky.

2. Koneksi multi Peralatan (Intelligent Interconnect)


a. Koneksi multi Peralatan (Intelligent Interconnect) adalah suatu alat yang meng-interkoneksi-
kan beberapa peralatan voice komunikasi seperti:
1) Radio-radio HF/SSB, VHF, UHF & 800MHz,
2) Audio conference.
3) VoIP (apabila internet/leased channel masih berfungsi).
4) Komunikasi satelit (apabila masih berfungsi).
5) Jaringan Telkom, GSM & CDMA (apabila masih berfungsi).
b. Agar peralatan komunikasi tersebut dapat saling dihubungkan dan berinteraksi termasuk
mengaktifkan PTT (push to talk) dari peralatan radio tersebut.

3. Tahapan Sistem Komunikasi


Tahapan-tahapan dalam penataan sistem komunikasi kebencanaan di Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Menata sistem yang ada
1) Sistem jaringan komunikasi
2) Prosedur tetap komunikasi
b. Sistem komunikasi terintegrasi
Office => Digital Analog
On-Scene => Analog Digital
c. Menata bila pada kondisi terburuk => Analog ( bergantung situasi).

4. Penataan sistem yang sudah ada JARING KOMUNIKASI BNPB


LAMPIRAN - 1
Fungsi dan fase
Fungsi: koordinasi, pengendalian, BNPB
11.473,5 MHz KEMEN
logistik, dan administrasi. 171.300 MHz
NON RADIO
TERIAN
TNI
POLRI
BADAN
PEMERI
Fase: 11.473,5 MHz
NTAH

171,300 MHz
a. Precom : indera dini , 11.415
NON RADIO UNIT MOBILE BNPB

POS AJU BNPB


NON RADIO
kewaspadaan . SRC-BNPB

b. Excom : saat terjadi, recheck, 11.473,5 MHz


171.300 MHz POLDA
NON RADIO
BPBD
pengendalian dan operasional. PROV
POLWIL
DINAS-2
PROVINSI
UPT
KODAM
KOREM
UPT-
5. Frekuensi Kerja BN[B
BADAN
BNPB 11.415 MHz
a. HF / SSB : 11.473.5 MHz BN
NON RADIO
11.415 NON RADIO
NON RADIO FRQ.LOKAL
b. VHF /FM : 171.300 MHz \

c. VHF / FM RPT : KODIM

KOMUNITAS POL
1) Tx 1 170.300 MHz. RADIO BENCANA RES

2) Tx 2 170.625 MHz. 11.415 MHz


NON RADIO
DINAS
KAB-
KOTA
11.415 MHz
3) RX 1 165.300 MHz. NON RADIO
BPBD FRQ.LOKAL
+ Frq Masyarakat
FRQ.LOKAL
KAB-KOTA NON RADIO NON RADIO
4) Rx 2 165.625 MHz.
MASYARAKAT, STAKEHOLDER, RAPI
ORARI, MITRA POLRI
5) Note : 11.415 MHz ex
BAKORNAS PB dicabut.
Gambar 12.4 Jaring Komunikasi BNPB
6) Ada 2 frq HF, 2pair+1 frq
VHF, 2 pair+2 frq UHF dalam
uji-coba BNPN-Ditjen
POSTEL.
Lampiran 1 A
JARING KOMUNIKASI TINGKAT BPBD PROVINSI, KABUPATEN & KOTA

BPBD

BNPB
PROVINSI
KABUPAT
KOTA
11.473,5 mhz
171.300 MHZ
NON RADIO

PROV, KAB, KOTA

NON RADIO
TNI

SRC- BNPB
11.415 mhZ PEMDA
NON RADIO
TIM/POS AJU UPT BNPB
FREQ LOKAL POLRI
BNPB
NON RADIO

11.415 mhZ
NON RADIO

11.415 mhZ FRQ.LOKAL


NON RADIO KOMUNITAS OPR RADIO BNPB STAKEHOLDER, MASY NON RADIO
NON RADIO FREQ LOKAL
AMATIR RADIO
N RADIO NON RADIO
KRAP, MITRA POLRI

Gambar 12.5 Jaring Komunikasi BPBD

6. Prosedur Tetap Komunikasi


a. Alat komunikasi harus selalu ready for use.
b. Siaga penuh 24 jam 7 hari 12 bulan/tahun (24-7-12).
c. Tiap kejadian, maksimum dalam 3 jam harus mendapatkan berita benar dan akurat.
d. Patuh pada tata-laksana sistem komunikasi - bencana yang berlaku.
e. Administrasi berita harus rapi dan lengkap, update tiap jam.

7. Sistem terintegrasi
a. Intelligent Interconnect
b. Interoperable
c. Compatible
8. BNPB PLAN
Perencanaan BNPB dalam hal komunikasi
kebencanaan adalah saat ini sedang dibangun komunikasi
antar jaringan (cross band) dapat dilakukan dengan mudah
dan intelligent.

Gambar 12.6 BNPB Plan

9. Interoperable Equipment
Dengan kemudahan komunikasi cross-band maka:
a. Gelar jaring komunikasi di lapangan dapat lebih efisien.
b. Komunikasi antar unsur yang berbeda dapat mudah disambungkan.

Gambar 12.7 Interoperable Equipment

10. Kemudahan (V/HF AM/FM)


Kemudahan lain dari cross-band ini yaitu
sistem komunikasi tiap lokasi dapat di-
integrasikan sehingga komunikasi lebih lancar,
cepat, dan tepat.

11. Alat Existing


Kemudahan lainnya dari cross-band ini yaitu
jaring radio teknologi lama dapat di-
integrasikan dengan jaring radio teknlogi baru, Gambar 12.8 Kemudahan V/HF AM/FM

dengan meningkatkan nilai ekonomis assets


lama.
12. Antar Sambungan (Interconnect)
Pada setiap interconnect dan radio re-
transmisi apapun, sistem membutuhkan waktu
untuk bekerja. Sistem baru bekerja terhitung
dari sinyal ptt yang diterimanya. (misal waktu
total yang dibutuhkan untuk bereaksi semua
perangkat adalah 360 mili detik).
Akibatnya, ucapan pengirim pada 360 mili detik
Gambar 12.9 Alat Existing
pertama tidak sempat diteruskan atau terpenggal
di tengah jalan. Penerima mulai mendengar ucapan pengirim setelah 360 mili detik. Hal seperti ini
perlu di atasi.

Model Raytheon ACU-1000


ACU-1000 ini dapat dikontrol dengan beberapa cara.
a. Dengan Keypad yang tersedia pada panel
depan/atas.
b. Dengan sinyal DTMF dari pesawat telepon atau
radio.
c. Dengan komputer melalui Serial Port RS-232 Gambar 12.10 Antar Sambungan
maupun ethernet. (Interconnect)

Gambar 12.11 Model Raytheon ACU-1000


Ringkasan Teknis
Ringkasan teknis ini memberikan pengetahuan mengenai istilah-istilah komunikasi radio dalam
kebencanaan yaitu:
a. Radio, VoIP, E & M + ptt,
b. PSTN / PABX,
c. Single Line Telephone (SLT) set.
1) Teknologi DSP, Digital Signal Processing
2) Auto attendant dalam Bahasa Indonesia untuk membantu pengoperasian
3) VMR, Voice Modulation Recognizer, yang berfungsi menahan noise
4) Sistem tetap beroperasi penuh TANPA komputer
5) Integrasi pada radio / telepon dilakukan pada level audio. Audio In, Audio Out,
PTT/COR.
6) Integrasi pada VSAT dilakukan pada level audio atau IP based.
7) Intelligent Interconnect dapat meng-interkoneksi-kan segala merk alat
komunikasi.

Diagram Sistem
Gambar 12.12 di bawah ini merupakan gambar diagram sistem untuk menunjukkan alur
sistem komunikasi radio kebencanaan dapat bekerja.

Gambar 12.12 Diagram Sistem


Gambar 12.13 On Scene
On Scene
On Scene merupakan alur kegiatan
komunikasi radio kebencanaan ketika dilakukan di
lapangan, sebagaimana gambar 12.13.

Alur komunikasi BNPB


BNPB juga mempunyai alur kegiatan
komunikasi radio kebencanaan ketika
diimplementasikan di lapangan, sebagaimana
Gambar 12.14 Alur Komunikasi BNPB
gambar 12.14.

Alur komunikasi BPBD


Alur kegiatan komunikasi radio kebencanaan
BPBD dapat dilihat pada gambar 12.15 berikut ini.

13. ACU-1000
ACU-1000 merupakan contoh suatu
perangkat yang sudah diintegrasikan yang terdiri
dari : mesin ACU-1000 dan 10 (sepuluh) radio-
radio.
a. Contoh suatu perangkat yang sudah Gambar 12.15 Alur Komunikasi BPBD
diintegrasikan yang terdiri dari
1) ACU-1000
2) 10 (sepuluh) radio-radio
b. BNPB menggunakan:
1) ACU 1000 dan ACU-T dg konfigurasi HF
VHF
UHF PSTN / Cell GSM & CDMA
2) SATPHONE BYRU-PASTI THURAYA
3) VOIP & ROIP sdh tidak digunakan lagi.
4) Tracking System HF VHF Cell -
Gambar 12.16. On Scene kondisi
Satphone terburuk

14. On Scene Kondisi Terburuk


On Scene kondisi terburuk merupakan alur kegiatan komunikasi radio kebencanaan ketika
dilakukan di lapangan dalam keadaan bencana yang terburuk, sebagaimana gambar 12.16.
15. Pelaporan
Pelaporan berguna untuk memberikan informasi hasil kegiatan yang telah dilakukan, terutama
hasil kegiatan komunikasi radio. Isi dari pelaporan antara lain:
a. Tanggal,waktu unjuk, kirim, terima
b. Penanggungjawab berita (dengan tandatangan pengesahan Kadis Jaga )
c. Alamat berita dan tembusan
d. Apabila ada penyalinan berita, harus ditulis nama penyalin dan disahkan Kadis.Jaga
e. Formulir Laporan yang baku.

16. Berita
Berita merupakan hasil pengolahan data yang berasal dari komunikasi radio kebencanaan
yang telah dilakukan. Berita dibedakan menjadi:
a. Menurut sifatnya:
1) Berita terbuka ( Plain Text - PLN )
2) Berita tertutup ( Rahasia RHS )
b. Menurut derajatnya:
1) Biasa
2) Segera
3) Amat segera

17. Format Formulir


Bentuk format ICS dan UNDAC yang digunakan adalah sebagai berikut:
ICS-205 Perencanaan Sistem Perhubungan/Komunikasi (Communications Plan)

No. Tugas: Nama Petugas: Jangka Waktu Tanggal:


RENCANA Operasional:
Pukul:
KOMUNIKASI

Alokasi Saluran

ID Fungsi ID No.
Sistem Komunikasi Frekuensi Keterangan
Pemancar Komunikasi Saluran Saluran

Dipersiapkan oleh (Bagian Logistik): ICS-205


ICS-213 Pesan Umum (General Message)

No. Tugas: Tanggal:


PESAN UMUM Pukul:

Nama Tugas: Disiapkan oleh:

Untuk: Jabatan:

Dari: Jabatan:

Subjek:

Isi Pesan:

ICS-213
ICS-309 Catatan Komunikasi (Communication Log)

No. Tugas: Tanggal:


CATATAN KOMUNIKASI
Pukul:

Jangka Waktu Operasional: Nama Tugas:

Nama Operator Radio (Bagian Logistik): ID Pemancar:

Catatan

ID Pemancar
Waktu Subjek
Dari Ke

Halamandari. ICS-309
ICS-216 Persyaratan Lembar Kerja Radio (Radio Requirement Worksheet)

CATATAN No. Tugas: No. Nama Tugas: Tanda Tgl:


OP: Kunjungan:
PENELITIAN
Pkl:
POPULASI
PENDUDUK KOTA
Nama Jalan: No. Nama Petugas:

Berapa Lama Di Rumah?

Ket. Tindak Lanjut? Y/T


Pengawasan S.A.R pada
Petugas:

Pengawasan rumah dan

halaman rumah? Y/T

Ikut Asuransi?Y/T
halaman? Y/T
No. Rumah:

Nama
Penghuni

Penghuni
Jumlah

Penghuni No. Telp Keterangan Lainnya


(wawancara)

Disiapkan oleh: PesanUmum:


ICS216
a. FORM SESUAI PERKA no. 9/2008 - Lampiran 11

DATA/INFORMASI
KEJADIAN DAN DAMPAK BENCANA

I. KEJADIAN BENCANA
1. Umum
a. Jenis : ..............
b. Tanggal/Waktu : ..............
c. Lokasi : ..............
d. Keterangan : ..............
..............
..............
..............
..............
2. Korban Jiwa
No Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah (jiwa)
Hilang Luka Luka Pengungsi MD
Berat Ringan *)

1.
2.
3.
Dst.

TOTAL

*) MD = Meninggal Dunia
3. Kerusakan
a. Pemukiman
Rumah
NO Lokasi (Kec/Kel/Desa) JUMLAH (unit) Taksiran
Rusak Rusak Berat Kerugian
Ringan
1.
2.
dst
TOTAL

Sanitasi Drainasi Lingkungan (yang menjadi tidak berfungsi akibat bencana)

NO Lokasi JUMLAH (/satuan)


(Kec/Kel/Desa) Air Saluran MCK Lain-
Bersih Air (m) Umum lain
(m3) (unit)
1.
2.
dst
TOTAL
Catatan: yang menjadi standar sapras yang rusak

a. Fasilitas Pendidikan
b. Fasilitas Kesehatan
c. Fasilitas Ibadah
d. Fasilitas Sosial
e. Insfrastruktur
f. Fasilitas Pemerintahan
g. Jaringan Listrik, Telekomunikasi, Air Bersih, Gas
h. Fasilitas Pelayanan Publik
i. Hutan, Lahan dan Tanaman Pertanian, Hewan Ternak
j. Sarana Prasarana Kelautan dan Perikanan

N Jenis Lokasi JUMLAH (unit) Fungsi Taksiran


O (Kec/Kel/Desa) Kerugia (Rp)
Rusak Berat Rusak ringan
1.
2.
dst
TOTAL

Tabel Pendataan Kerusakan Fasilitas Pendidikan (point b) hingga Sarana Prasarana Kelautan (point
k)

II. UPAYA PENANGANAN YANG TELAH DILAKUKAN


1. Terhadap Korban :
Meninggal : ................................................................................................
Luka Berat : ................................................................................................
Luka Ringan : .............................................................................................
Hilang : .......................................................................................................
Pengungsi : .................................................................................................

2. Terhadap Kerusakan :
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

III. SUMBER DAYA


1. Sarana Prasarana
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

2. Sumber Daya Manusia


....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
3. Logistik
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

4. Dana
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

IV. KENDALA
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................

V. KEBUTUHAN DARURAT (Jumlah, Sumber)


1. Pencarian, Penyelamatan dan Evakuasi (Sumber Daya Manusia, Peralatan,
Logistik, Dana)
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

2. Tempat Penampungan Sementara (Tenda, Barak, Veltbed, Bangunan Fasilitas


Umum/Sosial). Catatan: perlu adanya perhatian khusus pasutri, perempuan
dan anak u/ penampungan dan penggunaan MCK.
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
3. Kebutuhan Dasar Pangan (Makanan Pokok, Makanan Siap Saji, Makanan
Tambahan, Makanan Pelengkap, MP ASI, Air Minum/Bersih)
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

4. Kebutuhan Dasar Sandang (Kits Keluarga/family kits), Selimut, Sarung,


Daster, Pakaian Dewasa/Anak, Handuk, Pembalut wanita, Perlengkapan
Mandi, Alas tidur)
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Sesuaikan dengan sektor yang memiliki panduan lampiran.
5. Kesehatan (Sumber Daya Manusia, Peralatan, Obat-obatan, bahan habis pakai
dan kesehatan lingkungan)
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

6. Air Bersih dan Sanitasi (MCK/Sanitasi, Jerigen Air, Air Bersih)


....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

7. Sarana Angkutan (Kendaraan darat/air/udara, hewan, SDM/kurir, BBM)


....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

8. Utilitas (BBM, Listrik, Telekomunikasi, PAM)


....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

9. Lain-lain
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

VI. POTENSI BENCANA SUSULAN


............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................

Catatan:
Pengisian form disesuaikan dengan perkembangan kemampuan Tim dan jenis/macam
bencana di lapangan.

B.2 Rangkuman
1. Salah satu alat komunikasi yang dapat di gunakan sebagai pendukung proses penanggulangan
bencana adalah dengan menggunakan komunikasi radio.
2. Ada beberapa kendala dalam komunikasi di antaranya adalah:
a. Kerusakan infra struktur akibat bencana, seperti ketiadaan fasilitas telepon, listrik, sinyal
cellphone dapat melumpuhkan/memutuskan komunikasi pusat dengan On Scene maupun
unsur pendukung.
b. Beragam sistem dan alat kom yang existing
c. Keterbatasan manpower dan skill personel komunikasi disaat darurat bencana
3. Intelligent interconnect Suatu alat yang meng-interkoneksi-kan beberapa peralatan voice
komunikasi seperti:
d. Radio-radio HF/SSB, VHF, UHF & 800MHz,
e. Audio Conference.
f. VoIP (apabila internet/leased channel masih berfungsi).
g. Komunikasi Satelit (apabila masih berfungsi).
h. Jaringan Telkom, GSM & CDMA (apabila masih berfungsi).
4. SOP (Standar Operasional Prosedur) yang di gunakan dalam penanggulangan bencana yaitu:
i. Alat Komunikasi harus selalu ready for use.
j. Siaga penuh 24 7 1 bulan/tahun.
k. Tiap kejadian, max dlm 3 jam hrs mendptkan berita benar dan akurat.
l. Patuh pd tata-laksana Syskom - Bencana yang berlaku.
m. Administrasi berita harus rapi dan lengkap, update tiap jam.

B.3 Tes Formatif


Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Apa tujuan materi komunikasi radio
a. Peserta diharapkan mampu mendirikan stasiun transmisi radio di daerahnya
b. Peserta diharapkan dapat mengenal sistem komunikasi relawan luar negeri
c. Peserta diharapkan dapat memperbaiki jaringan telepon yang rusak
d. Peserta diharapkan dapat Mengenal system komunikasi di Indonesia sehingga bisa
menyesuaikan serta mengoperasikan radio dengan prosedur yang sesuai dengan peraturan
yang berlaku
2. Apa yang dimaksud interoperability:
a. Kemampuan menciptakan radio all band
b. Kemampuan beroperasi lintas radio
c. Operasi radio antar relawan
d. Sistem telekomunikasi relawan
3. Frekuensi kerja radio yang digunakan adalah sebagai berikut, kecuali:
a. HF / SSB
b. VHF / FM
c. GSM
d. VHF / FM RPT
4. Perangkat integrasi yang tidak lagi digunakan oleh BNPB adalah:
a. VOIP & ROIP
b. ACU 1000 dan ACU-T dg konfigurasi HF VHF
c. SATPHONE BYRU-PASTI THURAYA
d. Tracking System HF VHF Cell - Satphone
5. Apakah yang termasuk komponen pelaporan:
a. Tanggal lahir
b. Pimpinan
c. Alamat berita dan tembusan
d. Penyalinan berita tidak perlu disahkan Kadis

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glossary
1. HF SSB: high frequency single side-band, adalah transmisi radio yang hanya memancarkan 1
side band saja.
2. VHF handy talky: very high frequency handy talky, adalah peralatan komunikasi radio handy
talky yang beroperasi pada frekuensi VHF.
3. UHF: ultra high frequency, adalah frekuensi radio antara 300-Mega Hertz sampai dengan 3.000-
Mega Hertz.
4. PTT (Push to Talk): adalah teknologi yang ada beroperasi layaknya walkie-talkie dan berada
didalam jaringan seluler.
5. ALKOM: Alat Komunikasi
6. Intelligent Interconnect: adalah koneksi pintar antar peralatan radio komunikasi sehingga dapat
beroperasi sebagai satu kesatuan.
7. Interoperable: adalah kemampuan untuk berkomunikasi, mejalankan program, atau mentransfer
data diantara berbagai jenis teknologi dan unit data yang digunakan oleh paket perangkat lunak
SIG dimana pengguna tidak memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik unit datanya.
8. Compatible: adalah system yang mampu bergerak dan bekerja dng keserasian dan kesesuaian.
9. Sinyal DTMF: adalah piranti semikonduktor yang dirancang untuk digunakan pada sistem dial
pada pesawat telepon. DTMF membangkitkan suatu sinyal nada yang merupakan kombinasi
dari 2 buah nada yang memiliki frekuensi rendah dan frekuensi tinggi
10. AM/FM: Modulasi Amplitudo/Modulasi Frekuensi
11. VoiP: Voice Over Internet Protocol, adalah teknologi yang memungkinkan percakapan suara
jarak jauh melalui media internet. Data suara diubah menjadi kode digital dan dialirkan melalui
jaringan yang mengirimkan paket-paket data, dan bukan lewat sirkuit analog telepon biasa.
12. ROIP: adalah sebuah teknologi sistem radio yang menggunakan standar Voice over IP (VoIP)
dan bekerja melalui perangkat lunak maupun keras. RoIP memungkinkan adanya multi
komunikasi dengan banyak frekuensi serta terhubung dengan perangkat komunikasi. Berbeda
dengan sistem komunikasi dua arah seperti telepon, RoIP memiliki stasiun pangkalan yang
secara fungsional mengirimkan sinyal kepada seluruh pengakses RoIP.
13. PSTN/PABX: adalah singkatan dari Public Switched Telephone Network atau yang biasa disebut
jaringan telpon tetap (dengan kabel). PSTN secara umum diatur oleh standar-standar teknis
yang dibuat oleh ITU-T, dan menggunakan pengalamatan E.163/E.164 (secara umum dikenal
dengan nomor telepon).
14. PABX atau Private Automatic Branch eXchange adalah perangkat penyambungan komunikasi
telepon yang terletak di sisi pelanggan, misalnya di gedung-gedung perkantoran yang
memerlukan percabangan sambungan telepon. Secara umum perangkat PABX terhubung ke
penyedia layanan telekomunikasi publik.
15. Teknologi DSP: Digital Signal Processor, merupakan prosesor digital alternatif pengganti
teknologi CDMA untuk menghindari jamming, gangguan pantul dan pemakaian frekuensi yang
berulang.
16. VMR (Voice Modulation Recognizer): adalah perangkat interoperable yang mampu mendeteksi
frekuensi tranmisi suara dan menyesuaikannya.
17. VSAT: merupakan singkatan dari Very Small Aperture Terminal adalah stasiun penerima sinyal
dari satelit dengan antena penerima berbentuk piringan dengan diameter kurang dari tiga meter.
Fungsi utama dari VSAT adalah untuk menerima dan mengirim data ke satelit. Satelit berfungsi
sebagai penerus sinyal untuk dikirimkan ke titik lainnya di atas bumi.
18. UNDAC: singkatan dari United Nations Disaster Assessmenet and Coordination, adalah suatu
lembaga dunia dibawah PBB.

D. Referensi
1. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana. Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Republik Indonesia. 1999. Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Sekretariat Negara. Jakarta.
3. Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi. Sekretariat Negara. Jakarta.
4. Republik Indonesia. 2009. Surat Keputusan Dirjen POSTEL No.
1737/DJPT.4/KOMINFO/12/2009 tentang Penetapan Frequensi Penanggulangan Bencana untuk
BNPB. Sekretariat Negara. Jakarta.
Sub Modul 13
Navigasi
(Global Positioning System)

A. UMUM
Pengetahuan navigasi, terutama mengenai Global
Positioning System (GPS) merupakan pengetahuan
yang sangat penting dalam dunia kebencanaan. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan di lapangan bahwa
seringkali cakupan daerah yang terkena bencana sangat
luas, sedangkan tenaga penolong kebencanaan
jumlahnya sangat terbatas sehingga diperlukan skala
prioritas dalam penanganan bencana misalnya daerah
yang paling parah bencananya bisa dipantau melalui satelit dan koordinatnya dapat diketahui
dengan bantuan GPS. Fungsi GPS dapat menggantikan fungsi kompas konvensional walaupun
kompas konvensional masih tetap diperlukan.
Dalam kaitannya dengan kegiatan kerelawanan, pengetahuan navigasi GPS ini sangat
dibutuhkan sebab seringkali relawan penanggulangan bencana tidak memahami ilmu medan, peta
dan kompas sehingga untuk mempermudah digunakan GPS. Ilmu navigasi ini wajib dan mutlak
dipelajari oleh relawan sebagai persyaratan dasar relawan.
Diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada relawan mengenai navigasi Global Positioning
System (GPS) yang mana salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan media modul,
sebagaimana modul ini.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah peserta relawan
diharapkan memiliki kemampuan dasar kenavigasian, terutama dalam penguasaan Global
Positioning System (GPS). Indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman peserta terhadap
materi dalam modul ini, apabila peserta dapat memahami:
(1) Pengertian koordinat geografis.
(2) Global Positioning System (GPS).
(3) Konstelasi satelit GPS.
(4) Distribusi titik control GPS.
(5) Aplikasi GPS.
Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Pengertian koordinat geografis.
(2) GPS itu sendiri.
(3) Konstelasi satelit GPS.
(4) Distribusi titik control GPS.
(5) Aplikasi GPS.

Untuk membantu peserta memahami isi modul ini secara cepat, peserta perlu melakukan hal-
hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan
seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
peserta tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor/nilai minimal
untuk melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami mengenai pengertian
koordinat geografis, (2) Memahami Global Positioning System (GPS), (3) Memahami konstelasi
satelit GPS, (4) Memahami mengenai distribusi titik control GPS, dan (5) menyebutkan aplikasi
GPS

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Koordinat
Koordinat adalah suatu besaran untuk menyatakan letak atau lokasi suatu titik dalam suatu
sistem referensi tertentu. Dalam survei dan pemetaan, koordinat atau posisi atau letak suatu titik
dapat dinyatakan dalam 2-dimensi (gambar 13.1) atau 3-dimensi (gambar 13.2), yaitu dengan
menspesifikasikan 3 parameter:
a. Titik nol (origin) dari sistem koordinat.
b. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat.
c. Besaran yang digunakan untuk mendefinisikan posisi dalam sistem koordinat tersebut.

Gambar 13.1 Koordinat 2 Dimensi Gambar 13.2 Koordinat 3 Dimensi

2. Koordinat Geografis
Koordinat Geografis dapat dinyatakan dalam lintang
dan bujur
a. Lintang:
Lintang merupakan sudut yang dibentuk mulai dari
bidang equator sepanjang meridian sampai ke titik yang
bersangkutan dan mempunyai nilai antara 00 (di
Gambar 13.3 Garis Lintang dan
equator) s.d. 900 (di kutub). Pada belahan bumi utara Bujur
bertanda positif (+) sedangkan pada belahan bumi selatan bertanda negatif (-).
b. Bujur:
Bujur merupakan sudut yang dibentuk dari bidang meridian Greenwich sepanjang paralel sampai ke
titik yang bersangkutan dan mempunyai nilai antara 00 s.d. 1800. Arah bujur ini kearah Timur dari
meridian Greenwich disebut Bujur Timur (BT) sedangkan kearah Barat dari meridian Greenwich
disebut Bujur Barat (BB).
3. GPS (Global Positioning System)
GPS adalah: Suatu Sistem Navigasi berbasis satelit yang
digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan dan waktu yang
akurat dipermukaan bumi.

Gambar 13.4 Satelit GPS


4. GPS berguna untuk Penentuan Posisi Seketika, yang (Global Positioning Sistem)
terdiri atas:
a. Posisi spasial: Lintang, Bujur dan Tinggi.
b. Menentukan posisi dengan moda stasioner dan bergerak.
c. Memetakan SDA dan batas wilayah dengan cara cepat,
akurat dan lebih murah.
Gambar 13.4 Satelit GPS
(Global Positioning
Sistem)

Deskripsi GPS
GPS merupakan sistem satelit navigasi milik
AS, berbentuk sistem yang dapat menentukan posisi
dimana saja diatas permukaan bumi, tidak
tergantung cuaca. GPS terdiri atas 24 Satelit pada 6
bidang orbital, serta pemakaiannya tanpa bayar,
tanpa izin dan tanpa batas, cukup investasi pada
Gambar 13.5 Peluncuran Satelit GPS
receiver.

5. Konstelasi Satelit GPS


Satelit GPS mempunyai
konstelasi pada 6 bidang orbit,
dimana setiap bidang orbit
terdapat 4 satelit. Orbit satelit
hampir berbentuk lingkaran
dengan ketinggian rata-rata:
Gambar 13.6 Segmen-segmen GPS
20.200 Km. Titik inklinasinya 550 dengan kecepatan
satelit 4 km/detik (14400 km/jam) serta periode orbitnya
12 Jam. Satelit GPS selalu terlihat di angkasa sebanyak 4
- 12 buah.

6. Segmen Pengendali
GPS dalam segmen pengendali berfungsi sebagai
monitor kesehatan satelit, injeksi data, prediksi orbit, Gambar 13.7 Konstelasi Satelit GPS
sinkronisasi waktu dan master/monitor stasion tersebar
dibelahan dunia.

Gambar 13.8 Segmen Pengendali

7. Menentukan Posisi
Posisi GPS dapat ditentukan dengan langkah-langkah sederhana, yaitu :
a. Receiver menerima sinyal dari minimum 4 satelit.
b. Jarak dari satelit ke receiver yaitu beda waktu tempuh x kecepatan cahaya.
c. Waktu tempuh sinyal dari satelit ke receiver ditentukan dengan sistem pintar pada receiver.
d. Bila diperoleh empat jarak dari satelit ke receiver maka secara matematis lokasi receiver dapat
ditentukan.

8. Cara Menentukan Posisi


Cara menentukan posisi GPS adalah melalui 4 cara yaitu point positioning, kinematik, relative
dan diferential. Sebagaimana pada gambar 13.10.

Gambar 13.10 Penentuan Posisi GPS

9. Jenis/Tipe Receiver GPS


Jenis/tipe receiver GPS terdiri atas 3
tipe sebagaimana pada gambar 13.11, 13.12,
13.13, 13.14 dan 13.15 yaitu tipe navigasi,
tipe pemetaan dan tipe geodetic.

Gambar 13.11 Jenis/Tipe Receiver GPS


Gambar 13.12 Tipe Pemetaan

Gambar 13.13 Tipe Geodetik

Gambar 13.15 Receiver GPS tipe 76CSx


10. Pengguna aplikasi GPS
Teknologi GPS dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, antara lain adalah:
a. Militer
b. Geodesi, geodinamika, deformasi
c. Navigasi (naik gunung, dll)
d. Penetapan Batas Administrasi/batas lainnya
e. Olah raga, transportasi, rekreasi
f. Studi troposfeer, ionosfeer
g. Kadaster, Pertanian
h. Fotogrametri & Remote Sensing
i. GIS (Geographic Information System)
j. Studi tentang kelautan (pasut)
k. Titik-titk pengungsian dan rumah/bangunan rusak.

B.2 Rangkuman
1. Koordinat adalah suatu besaran untuk menyatakan letak atau lokasi suatu titik dalam suatu
sistem referensi tertentu.
2. Koordinat geografis di nyatakan dalam 2 bagian yaitu lintang dan bujur.
a. Lintang berarti Sudut yang dibentuk mulai dari bidang equator sepanjang meridian sampai
ke titik yang bersangkutan, Mempunyai nilai antara 00 (di equator) s.d. 900 (di kutub),
Pada belahan bumi utara bertanda positif (+), Pada belahan bumi selatan bertanda negatif
().
b. Bujur berarti sudut yang dibentuk dari bidang meridian Greenwich sepanjang paralel
sampai ke titik yang bersangkutan, mempunyai nilai antara 00 s.d. 1800, kearah Timur
dari meridian Greenwich disebut Bujur Timur (BT), kearah Barat dari meridian Greenwich
disebut Bujur Barat (BB).
3. GPS adalah: Suatu Sistem Navigasi berbasis satelit yang digunakan untuk menentukan posisi,
kecepatan dan waktu yang akurat dipermukaan bumi.
4. Menentukan Posisi dengan GPS
Langkah Sederhana
1) Receiver menerima sinyal dari minimum 4 satelit.
2) Jarak dari satelit ke receiver yaitu beda waktu tempuh x kecepatan cahaya.
3) Waktu tempuh sinyal dari satelit ke receiver ditentukan dengan sistem pintar pada receiver.
Bila diperoleh empat jarak dari satelit ke reciver maka secara matematis lokasi receiver
dapat ditentukan.
B.3. Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Spesifikasi paramater untuk koordinat adalah sebagai berikut, kecuali
a. Titik nol (origin) dari sistem koordinat
b. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat
c. Besaran yang digunakan untuk mendefinisikan posisi dalam sistem koordinat tersebut
d. Sudut yang dibentuk mulai dari bidang equator sepanjang meridian sampai ke titik yang
bersangkutan
2. GPS adalah
a. Sistem navigasi berbasis satelit yang digunakan untuk memprediksi terjadinya bencana
b. Sistem navigasi satelit yang digunakan untuk mendeteksi perubahan cuaca di permukaan
bumi
c. Sistem navigasi satelit untuk menentukan perputaran bumi pada porosnya
d. Sistem Navigasi berbasis satelit yang digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan dan
waktu yang akurat dipermukaan bumi
3. Yang bukan tipe receiver GPS
a. Tipe navigasi
b. Tipe point-to-point
c. Tipe pemetaan
d. Tipe geodetik

4. Berikut merupakan langkah sederhana GPS dalam menentukan lokasi, kecuali


a. Receiver menerima sinyal dari minimum 4 satelit.
b. Jarak dari satelit ke receiver yaitu beda waktu tempuh x kecepatan cahaya.
c. Waktu tempuh sinyal dari satelit ke receiver ditentukan dengan sistem pintar pada receiver.
d. Bila diperoleh dua jarak dari satelit ke receiver maka secara matematis lokasi receiver dapat
ditentukan.
5. Aplikasi GPS adalah
a. Militer
b. Anthropology
c. Navigasi (naik gunung, dll)
d. Penetapan Batas Administrasi/batas lainnya

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glossary
1. Koordinat geocentric: sistem yang terpusat pada lokasi objek di tata surya dalam tiga-dimensi
sepanjang Cartesian X, Y dan sumbu Z.
2. Meridian greenwich: adalah basis pembagian waktu di seluruh dunia. international (meridian
conference tahun 1884 di Washington telah memutuskan untuk membasiskan titik nol derajat di
kota greenwich di inggris raya).
3. Konstelasi: adalah susunan orbit satelit (minimal 4) untuk menentukan lokasi object.
4. Inklinasi: adalah jarak anguler (sudut) antara bidang orbit planet terhadap bidang yang menjadi
acuan (umumnya ekuator bumi, matahari, atau bahkan Jupiter) yang dinyatakan dengan derajat.
Bidang yang menjadi acuan umumnya adalah ekuator bumi di mana pengamatan lebih banyak
dilakukan di bumi.
5. GIS (Geographic Information System): adalah sistem informasi khusus yang mengelola data
yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit,
adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola
dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut
lokasinya, dalam sebuah database.

D. Referensi
a. Ahmed El-Rabbany. 2002. Introduction to GPS: the Global Positioning System, Second Edition.
Artech House Inc.
SUB-MODUL 14
PERTOLONGAN PERTAMA
PADA KORBAN BENCANA

A. UMUM
Mengingat sangat sedikit/terbatasnya jumlah
petugas/tenaga kesehatan dilapangan, terutama dalam
situasi menghadapi bencana, baik bencana alam
(Natural Disaster), maupun bencana akibat ulah
manusia (Man-made Disaster), maka sangatlah perlu
untuk memberikan pembekalan pengetahuan
Pertolongan Pertama (First Aid) Tingkat Dasar bagi
para Relawan Penanggulangan Bencana, yang bisa
bertugas pada tahap pra-bencana (Pre-Disaster Stage), tahap tanggap darurat bencana (Emergency-
Response Stage), maupun pada tahap pemulihan (Post-Disaster Stage).
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta yang dalam
hal ini relawan diharapkan memiliki wawasan luas mengenai usaha pertolongan pertama pada
korban bencana, sehingga para peserta dapat memahami fungsi dan perannya dalam kegiatan
kebencanaan Indikator-indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para peserta terhadap
materi dalam modul ini, dapat dirasakan apabila para peserta, dapat:
a. Memahami Pengertian Pertolongan Pertama (First Aid), Tugas dan Kewajiban Penolong
Pertama (First Aider).
b. Memahami Dasar Hukum Pertolongan Pertama.
c. Memahami Ilmu Urai Tubuh Manusia dan Ilmu Faal Tubuh Manusia (Anatomy dan
Physiology).
d. Memahami Perdarahan (Bleeding) dan penanganannya.
e. Memahami Luka dan penanganannya.
f. Memahami Syok (Shock) dan penanganannya.
g. Memahami Resusitasi Jantung-Paru (RJP)/Cardio-Pulmonary Resuscitation (CPR) dan
mempraktekkannya.
h. Memahami Patah Tulang (Fracture) dan penanganannya.
i. Memahami Cedera Jaringan Lunak (Soft Tissue Injury) dan penanganannya.
j. Memahami Cedera karena pengaruh suhu (Climatic Injury) dan penanganannya.
k. Memahami Penyakit-penyakit Darurat lain (Emergency Medicine) dan penanganannya.
l. Memahami Pengangkutan Korban (Medical Evacuation) dan mempraktekkannya.
m. Memahami Pemilahan Korban (Triage) dan mempraktekkannya

Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
a. Pengertian Pertolongan Pertaman(First Aid), Tugas dan Kewajiban Penolong Pertama (First
Aider).
b. Memahami Dasar Hukum Pertolongan Pertama.
c. Ilmu Urai Tubuh Manusia dan Ilmu Faal Tubuh Manusia (Anatomy dan Physiology).
d. Perdarahan (Bleeding).
e. Luka.
f. Syok (Shock).
g. Resusitasi Jantung Paru (RJP)/Cardio-Pulmonary Resuscitation (CPR).
h. Patah Tulang (Fracture).
i. Cedera Jaringan Lunak (Soft Tissue Injury).
j. Cedera akibat pengaruh suhu (Climatic Injury).
k. Penyakit-penyakit Darurat lain (Emergency Medicine).
l. Pengangkutan Korban (Medical Evacuation).
m. Pemilahan Korban (Triage).

Untuk membantu peserta memahami isi modul ini secara cepat, peserta perlu melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a. Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan seterusnya.
b. Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
c. Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
d. Jika skor hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya peserta
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
e. Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul.
B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami Pengertian
Pertolongan Pertaman (First Aid), Tugas dan Kewajiban Penolong Pertama (First Aider), (2)
Memahami Dasar Hukum Pertolongan Pertama, (3) Memahami Ilmu Urai Tubuh Manusia dan Ilmu
Faal Tubuh Manusia (Anatomy dan Physiology), (4) Memahami Perdarahan (Bleeding) dan
penanganannya, (5) Memahami Luka dan penanganannya, (6) Memahami Syok (Shock) dan
penanganannya, (7) Memahami Resusitasi Jantung-Paru (RJP)/Cardio-Pulmonary Resuscitation
(CPR) dan mempraktekkannya, (8) Memahami Patah Tulang (Fracture) dan penanganannya, (9)
Memahami Cedera Jaringan Lunak (Soft Tissue Injury) dan penanganannya, (10) Memahami
Cedera karena pengaruh suhu (Climatic Injury) dan penanganannya, (11) Memahami Penyakit-
penyakit Darurat lain (Emergency Medicine) dan penanganannya, (12) Memahami Pengangkutan
Korban (Medical Evacuation) dan mempraktekkannya, (13) Memahami Pemilahan Korban (Triage)
dan mempraktekkannya.

B.1Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Pengertian Pertolongan Pertama:
Pengertian Pertolongan Pertama (First Aid), Tugas Dan Kewajiban Penolong Pertama (First
Aider):
a. Pengertian Pertolongan Pertama:
Pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau korban kecelakaan yang
memerlukan penanganan medis dasar untuk mencegah cacat atau maut.
b. Tujuan Pertolongan Pertama:
1) Menyelamatkan jiwa penderita.
2) Mencegah cacat.
3) Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.

2. Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu:


Dalam perkembangannya tindakan pertolongan pertama diharapkan menjadi bagian dari suatu
sistem yang dikenal dengan istilah Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu, yaitu Sistem
Pelayanan Kedaruratan bagi masyarakat yang membutuhkannya, khususnya di bidang kesehatan.

3. Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu:


Komponen sistem penanggulangan gawat darurat terpadu terdiri atas akses komunikasi dan
pelayanan pra rumah sakit.
a. Akses dan Komunikasi:
Masyarakat harus mengetahui kemana mereka harus meminta bantuan, baik yang umum
maupun yang khusus.
b. Pelayanan Pra Rumah Sakit:
Secara umum semua orang boleh memberikan pertolongan.

4. Klasifikasi Penolong Pertama:


Untuk menjadi penolong pertama dalam suatu bencana, klasifikasi yang harus dimiliki oleh
seseorang adalah sebagai berikut :
a. Orang Awam: Tidak terlatih atau memiliki sedikit pengetahuan pertolongan pertama
b. Penolong Pertama: Kualifikasi ini yang harus dimiliki oleh Relawan PB.
c. Tenaga Khusus/Terlatih: Tenaga yang dilatih secara khusus untuk menanggulangi
kedaruratan di Lapangan.

5. Kualitas Penolong Pertama:


Seorang penolomg pertama yang handal haris memenuhi persyaratan kualitas sebagai berikut:
a. Tanggung jawab.
b. Kemampuan ber-sosialisasi.
c. Kejujuran.
d. Kebanggaan (hygiene, seragam, penampilan).
e. Kematangan emosi.
f. Perilaku professional.
g. Kondisi fisik baik.
h. Mempunyai kemampuan nyata.

6. Kewajiban Pelaku Pertolongan Pertama:


Dalam menjalankan tugasnya ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan:
a. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang sekitarnya.
b. Dapat menjangkau penderita.
c. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
d. Meminta bantuan/rujukan.
e. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan korban.
f. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
g. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
h. Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
i. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi.
7. Peralatan Dasar Pertolongan Pertama:
Di bawah ini adalah peralatan dasar pertolongan pertama saat terjadinya bencana:
a. Alat Pelindung Diri (APD)/Personal Protective Equipment (PPE):
Dasar pemikiran: Semua darah dan cairan tubuh manusia bersifat menular.
1). Sarung tangan latex:
Pada dasarnya semua cairan tubuh dianggap dapat menularkan penyakit.
2). Kaca mata pelindung (Protection Goggle):
Mata juga termasuk pintu gerbang masuknya penyakit kedalam tubuh manusia.
3). Baju pelindung (Apron/Gown):
Mengamankan tubuh penolong dari merembesnya carian tubuh melalui pakaian.
4). Masker penolong:
Mencegah penularan penyakit melalui udara.
5). Masker Resusitasi Jantung Paru:
Masker yang dipergunakan untuk memberikan bantuan napas.
6). Helm:
Seiring risiko adanya benturan pada kepala meningkat. Helm dapat mencegah terjadinya
cedera pada kepala saat melakukan pertolongan.

8. Beberapa tindakan umum untuk menjaga diri adalah:


a. Mencuci tangan: adalah hal yang paling penting dan perlu dilakukan untuk mencegah
penyebaran penyakit, meskipun setelah menggunakan sarung tangan.
b. Membersihkan alat:
1) Membersihkan : hanya menggunakan sabun dan air.
2) Desinfeksi : adalah proses membersihkan ditambah dengan bahan kimia seperti
alkohol atau pemutih untuk membunuh kuman.
3) Sterilisasi : menggunakan cairan kimia dan proses lain (panas bertekanan
tinggi).
c. Memakai alat pelindung diri (APD).

9. Daftar Peralatan Pertolongan Pertama Untuk Rumah Tangga:


Berikut ini adalah peralatan-peralatan pertolongan pertama untuk rumah tangga yang harus
dimiliki oleh masyarakat, terutama di daerah rawan bencana:
a. Kotak P3K.
b. Sekotak kapas steril. (1).
c. Pembalut/perban cepat steril. (2).
d. Kain kasa seteril. (3).
e. Pembalut segitiga. (4).
f. Perban kasa dan sekurang-kurangnya 1
gulung perban crepe. (5).
g. Kasa tabung dan plester. (6).
h. Alcohol 70% 1 botol (100 cc). (7).
i. Plester tahan air. (8).
j. Plester bedah. (9).
k. Peniti. (10).
l. Cermin kecil. (11).
m. Penjepit. (12).
Gambar 14.7. Peralatan Pertolongan
n. Gunting. (13). Pertama untuk Rumah Tangga.

10. Dasar Hukum Pertolongan Pertama:


Di dalam undang-undang ditemukan beberapa pasal yang mengatur mengenai Pertolongan
Pertama, namun belum dikuatkan dengan peraturan lain untuk melengkapinya. Beberapa pasal yang
berhubungan dengan Pertolongan Pertama antara lain adalah :
Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan
a. Pasal 531 K.U.H. Pidana:
Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan bahaya maut, lalai
memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau
orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-. Jika orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan:
KUHP 45, 165, 187, 304 s, 478, 525, 566.
b. Pasal 322 K.U.H. Pidana:
1) Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang wajib menyimpannya oleh
karena jabatan atau pekerjaannya baik yang sekarang, maupun yang dahulu, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau dengan denda sebanyak-
banyaknya sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap orang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
11. Persetujuan Pertolongan:
Saat memberikan pertolongan, relawan PB wajib memakai dan menunjukkan ID Card saat
memberikan pertolongan dan jika diperlukan agar meminta izin kepada korban terlebih dahulu atau
kepada keluarga dan orang disekitar bila korban tidak sadar. Ada 2 macam izin yang dikenal dalam
pertolongan pertama:
a. Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent):
Persetujuan yang diberikan penderita sadar dengan cara memberikan isyarat, atau penderita
tidak sadar, atau pada anak kecil yang tidak mampu atau dianggap tidak mampu
memberikan persetujuan.
b. Persetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent):
Persetujuan yang dinyatakan secara lisan maupun tulisan oleh penderita.

12. Ilmu Urai Tubuh Manusia (Anatomy) dan Ilmu Faal (Physiology):
a. Posisi Anatomis:
Tubuh manusia diproyeksikan menjadi suatu posisi
yang dikenal sebagai posisi anatomis, yaitu berdiri
tegak, kedua lengan di samping tubuh, telapak
tangan menghadap ke depan. Kanan dan kiri
mengacu pada kanan dan kiri penderita.
b. Bidang Anatomis:
Dalam posisi seperti ini tubuh manusia dibagi
menjadi beberapa bagian oleh
3 buah bidang khayal: Gambar 14.8. Posisi Anatomis.

1) Bidang Medial; yang membagi tubuh menjadi kiri dan kanan.


2) Bidang Frontal; yang membagi tubuh menjadi depan (anterior) dan bawah (posterior).
3) Bidang Transversal; yang membagi tubuh menjadi atas (superior) dan bawah (inferior).
Gambar 14.7. Peralatan Pertolongan
Istilah lain yang juga dipergunakan adalah untuk menentukan suatuuntuk
Pertama titik Rumah
lebih dekat ke titik
Tangga.
referensi (proximal) dan lebih jauh ke titik referensi (distal).

Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan


13. Pembagian tubuh manusia:
Tubuh manusia dikelilingi oleh kulit dan
diperkuat oleh rangka. Secara garis besar, tubuh
manusia dibagi menjadi:
a. Kepala : Tengkorak, wajah, dan rahang bawah
b. Leher : Batang leher, Jakun, tengkuk
c. Batang tubuh : Dada, perut, punggung, dan
panggul
d. Anggota gerak atas : Sendi bahu, lengan atas,
lengan bawah, siku, pergelangan tangan,
tangan.
e. Anggota gerak bawah : Sendi panggul, tungkai
atas, lutut, tungkai bawah, pergelangan kaki,
kaki. Gambar 14.9. Bagian-bagian Tubuh
Manusia.
14. Rongga dalam tubuh manusia:
Selain pembagian tubuh maka juga perlu dikenali 5 buah rongga yang terdapat di dalam tubuh
yaitu:
a. Rongga tengkorak (Cavum Cranii): Berisi otak
dan bagian-bagiannya.
b. Rongga tulang belakang (Cavum vertebrae):
Berisi bumbung saraf atau spinal cord.
c. Rongga dada (Cavum Thoraxis): Berisi jantung
Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan
dan paru-paru.
d. Rongga perut (Cavum Abdominis): Berisi
berbagai berbagai organ pencernaan.
e. Rongga panggul (Pelvis): Berisi kandung
kemih, sebagian usus besar, dan organ
reproduksi dalam.
Untuk mempermudah, perut manusia dibagi
menjadi 4 bagian yang dikenal sebagai kwadran
(quadrant), sebagai berikut:
a. Kwadran kanan atas (berisi hati, kandung
Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam empedu, pancreas dan usus).
Tubuh Manusia.
b. Kwadran kiri atas (berisi organ lambung, limpa
dan usus).
c. Kwadran kanan bawah (berisi terutama organ usus termasuk usus buntu).
d. Kwadran kiri bawah (berisi terutama usus).

15. Sistem dalam tubuh manusia:


Agar dapat hidup tubuh manusia memiliki beberapa
sistem:
a. Sistem Rangka /musculoskeletal syst.
1) Menopang bagian tubuh.
2) Melindungi organ tubuh.
3) Tempat melekat otot dan pergerakan tubuh.
4) Memberi bentuk tubuh.
Gambar 14.11. Sistem Kerangka Tubuh
b. Sistem Otot (muscular system): Memungkinkan Manusia (Musculoskeletal System).
tubuh dapat bergerak.
c. Sistem pernapasan (respiratory system):
Pernapasan bertanggung jawab untuk memasukkan oskigen dari udara bebas ke dalam
darah dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh.
d. Sistem peredaran darah (circulatory system): Sistem ini berfungsi untuk mengalirkan darah
ke seluruh tubuh.
e. Sistem saraf (nervous system): Mengatur hampir semua fungsi tubuh manusia. Mulai dari
yang disadari sampai yang tida disadari.
f. Sistem pencernaan (digestive system): Berfungsi untuk mencernakan makanan yang masuk
dalam tubuh sehingga siap masuk ke dalam darah dan siap untuk dipakai oleh tubuh.
g. Sistem Kelenjar Buntu (endocrine system).
h. Sistem Saluran Kemih (urinary system).
i. Kulit (skin). Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam
Tubuh Manusia.
j. anca Indera.
k. Sistem Reproduksi (reproductive system).

16. Penilaian Terhadap Korban (Casualty Assessment):


a. Penilaian Keadaan:
Menilai keadaan dapat menggunakan tiga kriteria seperti dibawah ini:
1) Bagaimana kondisi saat itu?
2) Apakah kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi?
3) Bagaimana mengatasinya? Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan
b. Lokasi:
Pada saat tiba di lokasi kejadian seorang Penolong Pertama harus:
1) Memastikan keselamatannya (termasuk pemakaian APD dan memastikan keadaan
aman).
2) Memastikan keselamatan penderita.
3) Menentukan kesan umum kejadian (mekanisme cedera) dan mulai melakukan
penilaian dini dari penderita (bila penderita sadar, perkenalkan diri).
4) Mengenali dan mengatasi cedera/gangguan yang mengancam nyawa.
5) Stabilkan dan teruskan pemantauan korban.
6) Memperkenalkan diri: Nama dan organisasi, Kemampuan dan Izin untuk menolong.
7) Mencari sumber informasi langsung, didapatkan dari:
a) Kejadian itu sendiri.
b) Si korban (bila sadar).
c) Keluarga atau saksi.
d) Mekanisme kecelakaan.
e) Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas.
f) Gejala dan tanda spesifik suatu cedera atau penyakit.

17. Penilaian Dini (Primary Assessment):


Penilaian dini merupakan suatu proses untuk mengenali dan mengatasi keadaan yang dapat
mengancam nyawa korban.
a. Langkah langkah penilaian dini:
1) Kesan umum: Tentukan kasus Trauma atau
Medis.
Leher: Periksa bagian depan dan belakang,
pasang cervical collar (neck collar) bila perlu.
2). Periksa kesadaran (Response):
Ada 4 tingkatan yang umum dipakai untuk
menentukan tingkat respons seseorang yaitu Gambar 14.19. Penolong Pertama
sadar (Alert), bereaksi bila dipanggil (Verbal), sedang memasang Cervical Collar.
Manusia.
bereaksi dengan rangsangan nyeri (Painful), tidak sadar (Unresponsive).
A = Alert : Korban sadar sepenuhnya dan mengenali keberadaannya dan
lingkungannya.
V = Verbal : Korban bereaksi bila dipanggil/dapat mengikuti perintah sederhana.
P = Painful = Nyeri : Korban hanya bereaksi pada rangsangan nyeri.
U = Unresponsive : Korban tidak bereaksi pada rangsangan apapun, tidak membuka
mata, tidak bereaksi terhadap suara maupun terhadap rasa nyeri.
Seseorang dalam keadaan tidak sadar yang berat tentunya memerlukan jalan napas baik
dan pertolongan pendukung lainnya.
3). Pastikan jalan napas (Airway) terbuka dengan baik.
4). Nilai pernapasannya (Breathing):
Pernapasan diperiksa dengan cara lihat (Look), dengar (Listen) dan rasakan (Feel). Ada
tidaknya napas ditentukan dalam 3 5 detik pertama.
5). Nilai sirkulasi (Circulation) dan hentikan perdarahan berat (Severe Bleeding):
Untuk memeriksa ada tidaknya nadi pada penderita diperiksa selama 5 10 detik.
6). Hubungi bantuan, informasi-kan status keadaan terakhir korban.
Penilaian dini harus diselesaikan dan semua keadaan yang mengancam nyawa sudah
harus ditanggulangi sebelum melanjutkan dengan pemeriksaan fisik.

b. Pemeriksaan Fisik (Physical Examination [Body Check]):


1) Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu kita dalam
mengidentifikasi keadan-keadaan yang mengancam nyawa korban, meliputi seluruh
tubuh penderita.
2) Bertujuan untuk mengetahui adanya tanda-tanda sakit atau cidera pada korban
3) Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis dan berurutan, dilakukan dari ujung
kepala sampai ujung kaki namun dapat berubah sesuai dengan kondisi korban.

c. Prinsip Pemeriksaan Korban:


Pemeriksaan korban merupakan ketrampilan yang harus dilatih. Tindakan ini
melibatkan panca indera kita berupa:
1) Penglihatan/Inspeksi (Inspection).
2) Perabaan/Palpasi (Palpation).
3) Pendengaran/Auskultasi (Auscultation).

d. Kasus Cedera (Trauma) dibandingkan Kasus Medis:


Cara pemeriksaan korban kecelakaan (Trauma) dengan penderita penyakit berbeda.
Tanda-tanda dari suatu cedera (Trauma) dapat jelas terlihat dan teraba. Masalah Medis lebih
berupa gejala yang dirasakan hanya oleh penderita. Untuk mendapatkan data yang lengkap
kita harus dapat membuat korban menjelaskan gejalanya dengan baik dan jelas.
Trauma Medis
Wawancara 20 % 80 %
Pemeriksaan 80 % 20 %

Pada cedera beberapa hal yang harus dicari adalah:


1) Perubahan bentuk D (Deformity)
2) Luka terbuka O (Open Wounds)
3) Pelunakan T (Tenderness)
4) Pembengkakan S (Swelling)
Beberapa tanda mungkin sangat nyata, sedang yang lainnya mungkin tidak tampak,
biasanya pada cedera organ dalam dan cenderung serius.
1) Pada saat melakukkan pemeriksaan selalu perhatikan korban.
2) Perhatian menunjukan bahwa kita peduli dan biasanya akan memudahkan kita
memperoleh data yang diperlukan.

18. Pemeriksaan Fisik Ujung Kepala Ujung Kaki (Head-To-Toe):


a. Kepala (Head):
1). Kulit kepala dan tulang tengkorak.
2). Telinga dan hidung.
3). Anak mata (Pupil).
4). Mulut.
Gambar 14.20. Penolong Pertama
5). Wajah dan tulang-tulangnya. sedang memeriksa Kepala Korban.

b. Leher (Neck):
1). Lakukan dari bagian depan ke belakang..
2). Periksa Trachea.

c. Dada (Thorax):
Gambar 14.21. Penolong Pertama
sedang memeriksa Leher Korban. 1). Periksa tulang rusuk hingga ke bagian belakang, tapi
jangan sampai mengangkat korban.
2). Periksa tulang dada (Sternum).

Gambar 14.22. Penolong Pertama sedang memeriksa Gambar


Dada dan14.10.
PerutRongga-rongga
Korban. dalam
Tubuh Manusia.
d. Perut (Abdomen):
1). Periksa ketegangan dinding perut.
2). Luka yang ada.
3). Periksa kuadran perut bagian yang nyeri terakhir.

e. Punggung (Back):
1). Bagian dada belakang.
2). Tulang belakang.
3). Periksa luka tembus, luka tusuk, luka robek.
4). Bila ada akumulasi darah di panggul, pertanda
cedera perut.
Gambar 14.23. Penolong Pertama
sedang memeriksa Punggung Korban.

f. Panggul (Pelvis):
1). Terdiri dari Ileum kanan dan kiri, Ischium dan
tulang Pubic.
2). Patah tulang panggul akan mengakibatkan
hilangnya darah sebanyak 2 liter.
3). Pada daerah kemaluan : Ereksi konstan
Gambar 14.24. Penolong Pertama
(Priapismus) pada lakilaki. sedang memeriksa Panggul Korban.
.

19. Alat gerak bawah (Lower Extremity dan Alat gerak atas (Upper Extremity) : Cek Pulse,
Motoric, and Sensoric (PMS).

Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam


Tubuh Manusia.
Gambar 14.25. Penolong Pertama sedang Gambar 14.26. Penolong Pertama sedang
memeriksa Alat Gerak Bawah. memeriksa Alat Gerak Atas.
. .

20. Memeriksa Tanda Vital (Vital Sign):


Parameter yang dikelompokkan dalam tanda vital adalah :
a. Denyut nadi (Pulse).
b. Pernapasan (Breathing).
Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam
Tubuh Manusia.
Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan
c. Suhu tubuh (Body Temperature).
d. Tekanan darah (Blood Pressure).

21. Riwayat Korban (History):


S.A.M.P.L.E.
a. S igns and symptoms - (Gejala dan tanda).
b. A llergies - (Alergi).
c. M edications - (Pengobatan).
d. P ertinent History - (Riwayat penyakit sekarang).
e. L ast oral intake - (Makan dan minum terakhir).
f. E vent - (Peristiwa).
Penolong pertama tidak membuat diagnosis berdasarkan hasil temuannya

22. Pemeriksaan Berkelanjutan (On Going Assessment):


Pemeriksaan diteruskan secara berkala. Setiap 5 menit untuk korban yang tidak stabil, dan
setiap 15 menit untuk korban yang stabil keadaannya.
Periksa kembali:
a. Kesadaran.
b. Jalan nafas.
c. Pernafasan, beri nafas buatan bila perlu.
d. Denyut Nadi.
e. Lakukan lagi pemeriksaan korban, bila perlu.
f. Perawatan yang telah anda berikan.
g. Tenangkan korban.
Jangan tinggalkan korban sendirian

23. Pelaporan:
a. Data korban:
b. Semua pemeriksaan dan tindakan yang telah
diberikan:
1) Keluhan utama.
2) Kesadaran. Gambar 14.27. Penolong Pertama,
sedang menyerahkan Laporan kepada
3) Status ABC. Petugas Medis.
.
4) Riwayat korban.
5) Perawatan yang diberikan.
c. Pertolongan dilaporkan secara singkat dan jelas kepada penolong selanjutnya.
24. Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung Paru (RJP):
Tubuh manusia terdiri dari beberapa sistem, diantaranya yang utama adalah:
a. Sistem pernafasan (Respiratory System).
b. Sistem peredaran darah (Circulatory System).
Kedua sistem ini merupakan komponen utama untuk mempertahankan hidup seseorang.
Terganggunya salah satu atau kedua fungsi ini dapat mengakibatkan ancaman kehilangan
nyawa pada seseorang.

25. Dalam istilah kedokteran dikenal dua istilah mati (Death):


a. Mati klinis (Clinical Death):
Muncul bila korban mengalami henti nafas dan henti jantung, sel-sel otak mulai rusak
dalam waktu 4 6 menit, tetapi korban masih dapat ditolong dengan Resusitasi Jantung
Paru (RJP)/Cardiopulmonary Resuscitation (CPR).
Penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistem tersebut berfungsi
kembali
b. Mati biologis (Biological Death):
Mati biologis adalah kematian sel/jaringan yang sifatnya menetap. Kita sudah
mengetahui bahwa otak merupakan pusat pengatur kegiatan seluruh tubuh manusia yang bila
rusak tentu akan berakibat pada tubuh lainnya.

26. Tanda-tanda pasti kematian:


a. Lebam mayat (lividity).
b. Kaku mayat (rigor mortis).
c. Pembusukan (decomposition).
d. Tanda lainnya (cedera mematikan).
Hanya dokter yang berhak menyatakan seseorang meninggal
Salah satu cara yang paling dikenal untuk mengatasi mati klinis adalah dengan Resusitasi
Jantung Paru atau RJP (Cardio-Pulmonary-Resuscitation [CPR]). Tindakan ini telah mengalami
perubahan yang mendasar dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sampai cara yang kita kenal
kini.

27. Prinsip dasar RJP dikenal dengan singkatan A, B dan C, yaitu:


a. Airway Control atau penguasaan jalan napas.
b. Breathing Support atau pernapasan buatan/bantuan napas.
c. Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan pijat jantung luar
28. Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas):
Tindakan ini merupakan prioritas pada semua penderita. Prosedurnya sangat bervariasi
mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan lain
kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan napas seseorang masih terganggu.

29. Beberapa cara membuka jalan nafas yang dikenal adalah:


a. Tekan dahi angkat dagu (Head-Tilt/Chin-Lift).
b. Manouver rahang bawah (Jaw-Thrust Manouver).

Gambar 14.28. Head-Tilt/Chin-Lift. Gambar 14.29. Jaw-Thrust Maneuver.

Jangan lupa untuk memeriksa mulut penderita apakah ada suatu benda yang dapat menyumbat
saluran napas (sisa makanan, gigi palsu, dan lain-lain). Pembersihannya dapat dilakukan dengan
cara sapuan jari. Tetapi cara ini tidak boleh dilakukan pada bayi dan anak kecil.

30. Sumbatan Jalan Nafas:


a. Penyebab sumbatan jalan napas:
1) Lidah: lidah jatuh ke belakang, umumnya terjadi pada orang yang tidak sadar.
2) Epiglottis: muncul bila ada alergi, dan kejang.
3) Benda asing: makanan, es, mainan,
gigi, muntahan dan cairan yang
menutup bagian atas saluran nafas.
4) Luka: disebabkan karena luka tusuk
pada leher, remuk pada wajah,
menghirup udara panas (kebakaran),
menelan bahan kimia.
Gambar 14.30. Tanda-tanda umum
5) Sakit: infeksi saluran nafas, asma (universal) korban tersedak.
dan lain-lain. .
b. Sumbatan yang terjadi dapat bersifat total atau sebagian (partial):.
1) Sumbatan sebagian: penyebab sumbatan berada di kerongkongan, tetapi tidak menutup
seluruh jalan nafas.
2) Sumbatan total: korban tidak dapat berbicara, bernafas atau batuk dan kedua tangan
korban memegangi leher (tanda-tanda universal tersedak).
Pada sumbatan sebagian/parsial mungkin tidak diperlukan tindakan khusus, walau
penderita harus secepat mungkin dibawa ke rumah sakit karena jika kesulitan ini
berkepanjangan dapat menimbulkan kegagalan pernapasan.
Khusus untuk sumbatan total dikenal adanya Perasat Heimlich (Heimlich manouver).

31. Beberapa Cara Untuk Membebaskan Jalan Napas Pada Tersedak (Choking):

Gambar 14.31. Gambar atas dan bawah: Heimlich Manouver (Abdominal Thrust)
pada korban yang sadar.

32. Bila penderita menjadi tidak sadar, lakukan langkah-langkah Bantuan Hidup Dasar
(BHD)/Basic Life Support (BLS):
a. Langkah-langkah Bantuan Hidup Dasar, mencakup 4 elemen penting:
1) Pengkajian awal,
2) Penanganan jalan napas,
3) Bantuan napas,
4) Resusitasi jantung.
b. Bantuan Hidup Dasar, berarti tidak selalu dilengkapi dengan peralatan/alat bantu seperti:
facemask, pembalut dan lain sebagainya
c. Tujuan Bantuan Hidup Dasar :
Untuk mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi darah yang adekwat sampai bantuan medis
tiba

33. Kenali Kejadian, Segera Minta Bantuan, Lakukan Urutan Tindakan Pertolongan
Bantuan Hidup Dasar
a. Periksa DRABC (Danger, Respons, Airway, Breathing Circulation)!
1) Langkah 1 Danger (Bahaya):
a) Lihat Bahaya di sekitar lokasi kejadian.
b) Pastikan anda, rekan anda dan korban dalam keadaan aman dari bahaya. Jangan
menjadi korban berikutnya!!
c) Kondisi bahaya meliputi:
(1) Bahaya terhadap diri sendiri.
(2) Bahaya terhadap rekan kerja dan orang lain.
(3) Bahaya terhadap korban.
d) Deteksi kondisi bahaya, dengan:
(1) Lihat.
(2) Dengar.
(3) Cium.
e) Amankah lokasi kejadian??
Sebelum melakukan tindakan pertolongan pertama, periksalah:
(1) Bahaya Electrical.
(2) Bahaya Kimia/racun
(3) Bahaya Gas Toxic dan Noxious
(4) Bahaya Struktur yang tidak stabil
(5) Bahaya Api dan minyak
(6) Bahaya Alat yang tidak stabil
2) Langkah 2 Respons (Kesadaran):
a) Periksa apakah korban responsive atau tidak sadar atau tidak?
b) Panggil nama korban dan tepuk bahunya.
c) Jika korban ada respons (sadar):
(1) Biarkan posisi korban seperti yang anda temukan.
(2) Minta bantuan segera.
(3) Bila anda sendiri segera tinggalkan korban, cari bantuan dan segera kembali.
(4) Kaji ulang kondisi korban secara teratur DRABC.
d) Jika korban tidak ada respons (tidak sadar):
(1) Teriak minta tolong/aktifkan sistem Emergency (gawat darurat).
(2) Bila tidak memungkinkan memeriksa korban dengan posisi tertelungkup
Balikkan tubuh korban segera menjadi posisi terlentang.
(3) Buka Jalan Napas (Airway)
Gambar 14.36. Penolong Pertama meminta bantuan dan membalikkan
tubuh korban dari posisi tertelungkup ke posisi terlentang.

3) Langkah ke 3 airway (membuka jalan nafas):


a) Tata laksana:
(1) Buka jalan napas korban.
(2) Bersihkan jalan napas
(3) Pertahankan jalan napas terbuka
b) Prosedur membuka Airway Head Tilt Chin Lift:

Gambar 14.38.
Gambar 14.37. Head-tilt/Chin-lift. Blind Finger-Sweep.

c) Peringatan: Hal yang Harus Dihindari pada Head Tilt-Chin Lift :


(1) Jangan menekan jaringan lunak di bawah dagu terlalu dalam, karena dapat
menyumbat jalan napas.
(2) Jangan menggunakan ibu jari untuk mengangkat dagu
(3) Jangan menutup rapat mulut korban (kecuali pernapasan mulut-ke-hidung
merupakan teknik terpilih untuk korban)

34. Breathing Support (Pernapasan Buatan):


Oxygen yang dikandung udara disekitar kita kurang lebih 21 %. Proses bernapas manusia
hanya memanfaatkan sekitar 5 % saja, yang berarti udara yang kita keluarkan masih mengandung
sebanyak 16 % oxygen. Udara ini dapat diberikan kepada korban yang mengalami henti napas
sampai ada sumber oksigen yang lebih tinggi kandungannya.

Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam Tubuh


Manusia. Gambar 14.10. Rongga-
rongga dalam Tubuh
35. Ada beberapa tehnik yang dikenal untuk memberikan pernapasan buatan diantaranya:
a. Mulut ke masker (Mouth-to-Mask Resuscitation).
b. Mulut ke mulut (Mouth-to-Mouth Resuscitation [Rescue Breathing]).
c. Mulut ke mulut dan hidung (Mouth-to-Nose Resuscitation).
d. Dengan peralatan dikenal Bag Valve Mask (BVM)

36. Contoh pernafasan dari mulut ke mulut ---- Rescue breathing.

Gambar 14.39. Rescue Breathing


(Mouth-to-Mouth Resuscitation). Gambar 14 40. Mouth-to-Mask
Resuscitation.
a. Frekuensi pernapasan:
Dewasa : 10 12 x pernapasan / menit masing-masing 1,5 2 detik.
Anak : 20. x pernapasan / menit masing-masing 1 1,5 detik.
Bayi baru lahir : 40 x pernapasan / menit masing-masing 1 1,5 detik.
b. Bahaya bagi penolong:
1) Penyebaran penyakit.
2) Kontaminasi bahan kimia.
3) Muntahan penderita.
Saat memberikan pernapasan buatan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup
tidaknya udara yang diberikan adalah gerakan naiknya dada korban. Jangan sampai
memberikan udara berlebihan, karena akan mengakibatkan udara juga masuk dalam
lambung serta mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru.
Pada beberapa keadaan kita mungkin akan menemukan sumbatan setelah melakukan
pernapasan buatan yang ditandai dengan beratnya upaya kita memberikan udara. Dalam
situasi
Gambar seperti ini maka kitadalam
14.10. Rongga-rongga harus kembali ke tindakan A seperti telah dijelaskan diatas
(membukaTubuh
jalan Manusia.
napas). Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam
Tubuh Manusia.
c. Tanda pernapasan yang baik/normal:
1) Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernapasan.
2) Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung.
3) Penderita nampak nyaman.
4) Frekuensinya cukup.
d. Tanda Pernafasan yang tidak baik/tidak normal:
1) Gerakan dada kurang baik.
2) Ada suara napas tambahan.
3) Gerakan bantu napas.
4) Wajah dan bibir berwarna biru (Cyanosis).
5) Frekwensi kurang/berlebihan.
6) Perubahan status mental/kesadaran.
e. Tidak bernapas:
1) Tidak ada gerakan dada/perut.
2) Tidak terdengar aliran udara dari mulut/hidung.

37. Circulatory Support:


Tindakan paling penting pada Circulatory
Support ini adalah Pijatan Jantung Luar. Ingat:
menghentikan perdarahan besar merupakan
tindakan yang sangat penting dan harus segera
dilakukan bila seorang korban ditemukan dalam
keadaan perdarahan besar.
Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan
mengingat sebagian besar dari jantung terletak
diantara tulang dada dan tulang punggung,
sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan
terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup
untuk mengatur peredaran darah minimal pada Gambar 14.41.
Menentukan Posisi Penekanan.
keadaan mati klinis.

38. Posisi Penekanan:


Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada kurang lebih 2 jari dari pertemuan tulang
rusuk paling bawah kiri dan kanan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti
berdenyut maka pernapasan akan berhenti juga, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya.
Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernapasan dengan jantung yang masih berdenyut,
walau kalau kelamaan akan berakhir terjadinya henti jantung juga karena kekurangan oxygen.
39. Resusitasi Jantung Paru (RJP):
Resusitasi Jantung Paru harus dimulai sesegera mungkin saat menemukan korban mengalami
henti nafas dan henti jantung.
Tindakan ini merupakan gabungan dari ketiga komponen A, B dan C.
Pelaksanaannya terlihat pada skema dasar resusitasi.
a. Pastikan korban tidak sadar.
b. Panggil bantuan.
c. Cek ABC:
1) Airway/jalan nafas: gunakan cara yang tepat dalam membuka jalan nafas.
2) Breathing/nafas: LDR (Lihat, Dengar, Rasakan [Look, Listen, Feel]. Jika korban tidak
bernafas, berikan 2 nafas awal.
3) Circulation: periksa nadi 5 10 detik. Jika nadi tak teraba, lakukan RJP.
a) Pada orang dewasa dan anak-anak rasio untuk RJP untuk satu atau dua orang
penolong adalah (menurut American Heart Associaton, tahun 2006): 30 kompresi
dada : 2 ventilasi.
b) Pada bayi hanya dikenal satu rasio yaitu: 5 kompresi dada :1 ventilasi.

40. Tempat kompresi untuk RJP dewasa:


a. Posisikan korban. Harus ditempat yang rata dan keras, lengan korban disamping badan
korban.
b. Ekspos dada korban. Buka baju korban dan berikan privasi.
c. Posisikan penolong. Berlutut disisi kanan atau kiri korban, lutut dibuka selebar bahu.
d. Tentukan titik xyphoid process. Cari dari pertemuan dua tulang iga paling bawah korban.

Gambar 14.39. Rescue Breathing

Gambar 14.42. Lokasi penempatan Gambar 14.43. Posisi yang benar dari
tangan untuk Pijat Jantung Luar. tangan untuk Pijat Jantung Luar.
e. Tentukan titik kompresi. Letakkan 2
jari diatas pertemuan tulang iga
paling bawah dan letakan salah satu
tumit tangan dan tangan yang lain
ditempatkan diatasnya (saling
mengunci):
f. Posisikan bahu. Tegak lurus dengan
telapak tangan.
g. Lakukan kompresi dada. Lengan
lurus dan dikunci. Ayunan dari
pinggang melalui bahu. Lepaskan
tekanan setiap kali selesai kompresi. Gambar 14.44. Penolong Pertama sedang
melakukan Pijat Jantung Luar.
Jangan angkat tangan dari titik
kompresi.
Bila korban menunjukan tanda-tanda pulih, maka tindakan RJP dihentikan atau hanya
diarahkan ke sistem yang belum pulih saja. Biasanya yang paling lambat pulih adalah
pernapasan spontan.

41. Catatan Untuk Pelaksanaan RJP:


RJP yang baik bukan berarti penderitanya akan selamat, tetapi ada hal-hal yang dapat
dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan sistem pada korban.
a. Saat melakukan pijatan jantung luar (PJL), suruh seseorang menilai nadi karotis (Carotid
Pulse), bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
b. Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan pernapasan buatan.
c. Reaksi pupil mungkin kembali normal.
d. Warna kulit penderita akan berangsur-angsur baik.
e. Penderita mungkin akan menunjukan refleksi menelan
Gambardan bergerak.
14.10. Rongga-rongga dalam
f. Denyut nadi akan kembali. Tubuh Manusia.

42. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi saat melakukan RJP:


a. Patah tulang dada dan tulang iga.
b. Bocornya paru-paru (Pneumothorax).
c. Perdarahan paru-paru (Haemothorax).
d. Luka dan memar pada paru-paru.
e. Robekan pada hati.
Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan
K E SALAHAN PADA R J P
Kesalahan Hasil
Penderita tidak pada bidang keras. Kompresi tidak efektif.
Penderita tidak horizontal. Bila kepala penderita lebih tinggi maka
jumlah darah yang ke otak berkurang.
Head-tilt / chin-lift kurang baik. Jalan napas terganggu, ventilasi tidak
maksimal.
Kebocoran saat melakukan pernapasan Ventilasi tidak efektif.
buatan.
Lubang hidung kurang tertutup rapat dan Ventilasi tidak efektif.
mulut penderita kurang terbuka saat
pernapasan buatan.
Letak tangan kurang tepat, arah tekanan Patah tulang iga, luka dalam paru-paru,
kurang baik. Kompresi tidak maksimal.
Tekanan terlalu dalam atau terlalu cepat. Jumlah darah yang dialirkan kurang.
Rasio kompresi dan ventilasi tidak baik. Oxygenisasi darah kurang.

43. Perdarahan (Bleeding) dan Syok (Shock):


Review Organ:
a. Jantung:
1) Bagian kanan jantung menerima darah dari seluruh tubuh dan meneruskannya ke paru
paru untuk di beri oxygen.
2) Bagian kiri jantung menerima darah yang mengandung oxygen dari paruparu dan
mengedarkannya keseluruha tubuh.
Pembuluh Nadi (Artery): Merupakan pembuluh darah yang mengangkut darah yang
kaya oxygen ke seluruh tubuh. Perdarahan pada pembuluh darah arteri biasanya
berwarna merah terang.
Kapiler (Capilair): Setiap pembuluh nadi secara bertahap dibagi dalam pembuluh darah
yang lebih kecil sampai akhirnya menjadi kapiler, pembuluh darah terkecil yang dekat
dengan kulittubuh. Disinilah terjadi pertukaran antara oxygen dan carbondioxide serta
zat-zat yang diperlukan lainnya.
Pembuluh balik (Vena): Adalah pembuluh darah yang membawa darah kembali ke
jantung. denyutannya tidak sekuat denyut arteri, merupakan pembuluh darah yang
dilewati darah yang berisi carbondioxide. Perdarahan di pembuluh darah vena berwarna
merah gelap.
b. Denyut Nadi (Pulse):
Denyut nadi dapat mudah teraba pada bagian tubuh yang pembuluh nadinya berada di
permukaan dekat kulit di atas tulang. Setiap kali jantung berdenyut maka kita dapat meraba
denyut nadi pada tempat-tempat tertentu, misalnya:
Nadi karotis (carotis) : di leher.
Nadi radial (radialis) : di pergelangan tangan.
Nadi femoral (femoralis) : di lipatan paha.
c. Darah (Blood):
Darah terdiri dari:
1) Sel darah merah.
2) Sel darah putih.
3) Keping darah.
4) Plasma darah.
Pada umumnya jumlah darah orang dewasa berkisar antara 4 6 liter.
Fungsi darah: Secara umum berfungsi:
1) Transportasi oxygen dan zat makanan.
2) Melawan penyakit/infeksi.
3) Membuang zat sampah.
Kemampuan pembekuan darah biasanya antara 6 7 menit.

44. Perdarahan (Bleeding):


a. Perdarahan Luar (External Bleeding):
Pada perdarahan luar jelas terlihat
adanya darah yang keluar dari suatu luka.
Macam-Macam Perdarahan Luar
(External Bleeding):
1) Perdarahan Arteri: Gambar 14.47. Perdarahan Luar

Darah yang keluar berwarna merah (External Bleeding).

segar/terang dan memancar mengikuti denyut nadi.


2) Perdarahan Vena:
Darah mengalir keluar secara merata, berwarna
Gambarmerah
14.43.tua/gelap.
Posisi yang benar dari
3) Perdarahan Kapiler: tangan untuk Pijat Jantung Luar.

Darah mengalir secara perlahan, jumlahnya sedikit, hampir mirip dengan perdarahan
vena.

45. Penanganan Perdarahan Luar:


a. Tekanan langsung.
b. Tinggikan bagian yang luka.
c. Tekan titik penekanan.
d. Imobilisasi bagian yang luka (pada alat gerak ).
e. Tourniquet.
Gambar 14.49. Gambar kiri Tekanan langsung (Direct Pressure) gambar kanan penekanan pada
Titik Tekan Perdarahan (Pressure Point).

46. Perdarahan Dalam (Internal Bleeding):


Perdarahan dalam dapat ringan sampai mengancam nyawa. Darah yang hilang tidak terlihat
pada luka dalam. Contohnya luka robek pada hati, patah tulang tertutup dengan perdarahan.
Gejala dan tandanya sangat bervariasi tergantung
dari letak luka dalam dan berkumpulnya darah pada bagian
tubuh, diantaranya:
a. Batuk darah segar.
b. Muntah darah hitam.
c. Bagian tubuh luar memar.
d. Dinding perut tegang dan nyeri.
e. Sesak napas.
f. Riwayat benturan benda tumpul. Gambar 52. Perdarahan Dalam (Internal
Bleeding).
47. Penanganan Perdarahan Dalam:
Dalam penanganan perdarahan dalam terdapat 4 (empat) langkah yang harus dilakukan, yaitu:
a. Jaga jalan napas, beri oxygen bila tersedia.
b. Jaga suhu pasien senyaman mungkin.
c. Rawat shock.
d. Bawa ke Rumah Sakit.

48. Perfusi (Perfussion):


Perfusi merupakan sirkulasi darah ke organ organ penting (masuk glossary). Perfusi ditandai
dengan masuknya darah yang kaya oxygen melalui arteri dan keluar ke pembuluh vena. Proses
perfusi inilah mempertahankan kehidupan sel dan organ dengan memasukkan oxygen, zat makanan
dan mengeluarkan zat sampah. Kegagalan perfusi akan mengakibatkan kematian organ.

Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam


49. Shock:
Shock merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk memberikan darah yang mengan-dung
oxygen keseluruh tubuh ( perfusi jaringan yang tidak baik ).
Penyebab shock:
a. Kegagalan jantung memompa darah.
b. Kehilangan darah dalam jumlah besar.
c. Pelebaran pembuluh darah, sehingga darah tidak mengisi pembuluh darah dengan baik.
Ada beberapa macam shock namun semuanya sama
hasilnya yaitu perfusi organ tidak adekuat.
Tanda-tanda shock:
a. Pernapasan : Dangkal dan cepat.
b. Nadi : Cepat tapi lemah.
Gambar 14.53. Mempertahankan suhu c. Kulit : Pucat, dingin dan lembab.
tubuh pada penderita Shock.
d. Wajah : Pucat, mungkin Cyanosis.
e. Mata : Menerawang, Pupil dilatasi.
Gejala Shock adalah mual dan mungkin muntah, haus, lemah, vertigo dan gelisah serta takut.

Penanganan Shock:
a. Awasi jalan napas, beri oxygen bila ada.
b. Hentikan perdarahan bila ada.
c. Tinggikan tungkai sekitar 20 30 cm.
d. Kecuali kita mencurigai adanya cedera tulang punggung, korban tetap terlentang.
e. Pertahankan suhu tubuh penderita, tetapi jangan sampai membuat suhu penderita terlalu
tinggi.
f. Rawat luka ringan.

50. Cedera Jaringan Lunak Dan Organ Dalam:


Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam
a. Penutup
TubuhLuka Dan Pembalut:
Manusia.
1) Penutup luka
Bahan yang digunakan untuk menutupi luka yang membantu menghentikan
perdarahan dan turut mencegah kontaminasi lebih lanjut.
2) Pembalut
Bahan untuk penahan luka agar tetap ditempatnya.
3) Penutup kedap (occlusive)
Bahan kedap air yang dipakai pada luka untuk mencegah keluar masuknya udara dan

Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan


mencegah kelembaban organ dalam.
4) Penutup tebal
Setumpuk bahan penutup luka setebal kurang lebih 2-3 cm.
b. Penggunaan: Pemakaian penutup luka dan pembalut seyogyanya harus:
1) Mengontrol perdarahan.
2) Memasang penutup luka dengan cara aseptik.
3) Menutup seluruh permukaan luka.
4) Memastikan penutup luka dan pembalut kuat, terikat baik dan nyaman, namun tidak
terlalu keras sehingga mengganggu sirkulasi.
5) Pastikan tidak ada ujung bebas yang bisa tersangkut.
6) Jangan menutup ujung jari.
Perawatan pra RS untuk luka dan jaringan luka ditujukan untuk menghentikan perdarahan dan
mencegah kontaminasi.

51. Luka Tertutup (Closed Wound):


Luka tertutup adalah Cedera jaringan lunak tanpa terputusnya/rusaknya jaringan kulit.
Penanganannya adalah sebagai berikut :
a. R. I. C. E.: Rest, Ice, Compress, Elevate.
b. Awasi tanda vital korban perubahan mendadak pada tanda tanda vital, dapat menjadi
indikasi cedera organ dalam.
c. Rawat shock.
d. Bawa ke rumah sakit secepat mungkin.

52. Luka Terbuka (Open Wound):


Luka terbuka adalah cedera jaringan lunak disertai terputusnya/rusaknya jaringan kulit.
a. Jenis luka terbuka:
1) Luka lecet (Abrasio).
2) Luka sayat dan luka robek (Vulnus
Scissum dan Laceratio).
3) Luka tusuk (Puncture Wound/Vulnus
punctum).
4) Avulsi (Avulsion). Gambar 14.54. Luka lecet
5) Amputasi (Amputation). (abrasion).

6) Luka remuk.
7) Luka tembak (Gun Shot Wound).
8) Luka gigitan.
b. Penanganan luka terbuka:
1) Paparkan seluruh luka dan sekitarnya.
2) Hentikan berdarahan.
3) Cegah kontaminasi.
4) Tutup luka dan balut.
5) Buat korban senyaman mungkin.
6) Rawat Shock bila perlu.

53. Penanganan Beberapa Luka Khusus:


a. Luka tusuk (Puncture Wound):
1) Tutup seluruh permukaan yang tertusuk.
2) Periksa apakah ada luka tusuk keluar (tembus).
b. Benda menancap:
1) Jangan pernah mencabut benda, kecuali pada pipi dan menggangu jalan napas.
2) Hentikan perdarahan.
3) Stabilkan benda yang menancap.
c. Avulsi (Flap kulit):
1) Bersihkan permukaan luka.
2) Kembalikan flap ke posisi semula.
3) Hentikan perdarahan.
4) Tutup dengan penutup tebal dan balut.
d. Amputasi:
1) Bersihkan luka.
2) Hentikan perdarahan.
3) Pasang penutup oklusif dan balut.
4) Simpan bagian amputasi dalam kantong es.
e. Cedera Pipi:
1) Jaga jalan napas.
2) Bila perlu pasang penutup luka di dalam dan diluar mulut.
3) Periksa mulut dengan seksama.
4) Periksa apakah ada perdarahan di dalam mulut atau lebih di dalam.
5) Pasang penutup luka dan balut.
a) Bila ada benda menancap maka lepaskan benda tersebut ke arah yang akan
menimbulkan cedera lanjut paling sedikit.
b) Kecuali ada cedera leher atau tulang punggung miringkan kepala korban ke salah
satu sisi untuk mengalirkan darah.
f. Perdarahan Hidung:
1) Jaga jalan napas.
2) Tekan kedua cuping hidung.
3) Perintahkan korban duduk diam.
4) Periksa apakah ada cairan otak yang keluar (CSF, Certebro Spinal Fluid), jangan
menutup hidung.
5) Jangan mengeluarkan benda dalam hidung.
6) Bila ada avulsi pakai pembalut penekan.
g. Luka pada mulut:
1) Jaga jalan napas.
2) Pada bibir yang sobek gunakan pembalut gulung dan letakkan di antara bibir dan gusi.
Hati-hati sumbatan jalan napas.
3) Avulsi bibir, berikan tekanan pada luka.
4) Luka pada bagian dalam mulut, jangan penuhi mulut korban, penutup yang diletakkan
antara gusi dan pipi cukup asal difiksasi untuk mencegah masuk kesaluran napas.
h. Luka pada mata:
1) Hindari penekanan berlebihanpada luka tusuk dimata.
2) Jangan mencabut bendayang menancap bila ada.
3) Stabilkan benda yang menancap, namun jangan menekan bola mata.. Benda yang
menancap juga harus ditutup.
4) Ikat atau balut penutup luka dengan baik.
5) Tutup juga mata yang sehat.
6) Rawat shock bila perlu.
7) Berikan oxygen bila perlu.
8) Bawa ke rumah sakit.
Catatan: bola mata yang keluar juga dirawat seperti benda menancap.
i. Luka pada telinga:
Telinga luar : Telinga tengah :
1. Luka ringan, pakai penutup luka 1. Jangan memasukan sesuatu ke dalam
dan balut. telinga.
2. Luka berat, Pasang penutup luka
2. Berikan celah agar cairan dari dalam
pada telinga yang luka dan perluas
telinga masih dapat mengalir keluar.
sampai sisi kepala.
3. Daun telinga lepas atau hampir 3. Pasang penutup luka yang bersih
terlepas, Bila hampir lepas , pakai secara longgar untuk menyerap
penutup tebal dan balut. Bila lepas, cairan..
simpan bagian yang lepas
dibungkus kapas, basah-kan dan
masukan dalam kantong es.
4. Jangan berikan penekanan.

Darah, cairan bening atau cairan bersemu darah yang mengalir dari telinga meru-
pakan petunjuk adanya patah tulang tengkorak atau cedera kepala berat.
j. Cedera perut:
Rongga perut berisi organ-organ dalam, baik padat maupun berongga.
Gejala dan tanda cedera perut.
1) Nyeri atau kejang pada daerah perut,
lokal atau luas.
2) Posisi menjaga atau tiduran dengan
posisi janin.
3) Nyeri tekan pada perut.
4) Tanda-tanda shock.
Gambar 14.60.a. Perawatan luka di
perut dengan usus keluar. 5) Dinding perut kaku, tegang dan
kembung.
6) Rasa tidak nyaman yang berkembang menjadi sesak nyeri yang hebat.
7) Nyeri didaerah panggul atau punggung bawah.
8) Nyeri yang menjalar ke bahu.
9) Muntah darah segar/hitam.
10) Buang air besar (b.a.b.) berdarah hitam atau segar.
Penanganan cedera perut:
1) Hati-hati korban muntah.
2) Rawat semua luka:
a) Jangan berupaya memasukan organ
yang terburai.
b) Jangan mencabut benda yang
menancap.
c) Periksa
Gambar tanda
14.10. vital secara berkala.
Rongga-rongga
dalam Tubuh Manusia.
d) Letakkan korban pada posisi
telentang. Gambar 14.60.b. Perawatan luka di
perut dengan usus keluar.
e) Rawat shock.
Luka perut disertai keluarnya organ dalam:
1) Jangan mengembalikan organ ke dalam perut.
2) Tutup dengan penutup kedap.

Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan


3) Tutup dengan penutup luka besar dan balut.

54. Patah Tulang (Fracture), Dislokasi, Sprain dan Strain:


a. Patah Tulang (Fracture):
1) Fungsi sistem rangka:
a) Membentuk tubuh.
b) Melindungi organ penting.
c) Pergerakan tubuh.
d) Membentuk sel darah merah.
Gambar 14.61. Sistem Kerangka Ada 2 macam tulang yaitu tulang pipih dan
pada manusia.
tulang pipa.
b. Definisi Patah tulang (Fracture):
Patah tulang merupakan terputusnya jaringan tulang
c. Jenis patah tulang:
1) Patah tulang tertutup (Closed Fracture):
Bagian tulang yang patah tidak kontak dengan udara dan kulit diatasnya masih utuh.
2) Patah tulang terbuka (OpenFracture):
Bagian tulang yang patah kontak dengan udara, kulit diatasnya terputus/rusak, tulang tidak
selalu terlihat. Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan medis yang lebih cepat karena
adanya risiko kontaminasi yang cukup besar.

Gambar 14.10. Rongga-rongga


dalam Tubuh Manusia.
Gambar 14.62. Patah Tulang
(Fracture), gambar atas patah tulang Gambar 14.63. Klasifikasi Patah
tertutup (A) dan patah tulang terbuka Tulang (Fracture): dari kiri ke kanan
(B), gambar bawah patah tulang oblique, communinated, spiral,
terbuka akibat luka tembak (C). compound.

3) Tanda dan gejala patah tulang:


a) Perubahan bentuk atau bengkoknya bagian tubuh yang cedera, bandingkan dengan sisi
yang sehat.

Baganb)1.2Rasa sakit
Sistem dan nyeri tekan pada saat disentuh atau digerakkan.
Kelembagaan
c) Crepitus suara berderak.
d) Bengkak.
e) Memar dan perubahan warna.
f) Terlihat bagian tulang yang patah.
g) Persendian sukar atau tidak dapat digerakkan.
h) Mati rasa dan kelumpuhan.
i) Terganggunya sirkulasi pada bagian distal yang cedera yang ditandai dengan perubahan
warna kulit, suhu atau pengisian kapiler.

55. Dislokasi:
Dislokasi adalah keluarnya salah satu tulang dari sendinya.
Gejala dan tanda:
a. Perubahan bentuk.
b. Bengkak, ringan sampai berat disekitar sendi.
c. Nyeri dan kaku atau perasaan tertekan pada daerah sendi.
d. Gangguan gerak pada sendi yang cidera.

Gambar 14.65. Dislokasi Gambar 14.66. Dislokasi


Gambar 14.64. Dislokasi sendi bahu (kepala sendi os pangkal paha (kepala sendi
sendi siku (os radius). humerus). os femur).

56. Sprain Dan Strain (Terkilir):


a. Sprain: Cedera pada sendi dimana ligament tertarik atau robek sebagian.
b. Strain: Cedera dimana otot dan atau tendon-nya tertarik.
Gejala dan tandanya serupa dengan dislokasi.
Dislokasi, patah tulang dan sprain mungkin ditemukan bersamaan pada satu cedera.

Gambar 14.67. Anatomy dari otot


Gambar 14.10. (muscle), ligament,
Rongga- dan 14.10.
Gambar tendon.Rongga-
Gambar 14.10. Rongga- rongga dalam Tubuh rongga dalam Tubuh
rongga dalam Tubuh Manusia. Manusia.
Manusia.
Gambar 14.68. Gambar kiri sprain (pada pergelangan kaki kiri),
gambar kanan strain (pada otot bahu kiri)

Gambar 14.69. Perawatan sprain dan strain R.I.C.E.: dari kiri ke kanan Rest (diistirahatkan), Ice (dikompres
dingin), Compress (dipasangi pembalut tekan), Elevate (ditinggikan).
57. Pembidaian (Splinting):
Pemasangan alat bantu untuk menstabilkan bagian tubuh
yang nyeri, berubah bentuk atau bengkak. Tujuan utama
pembidaian adalah untuk mencegah gerakan dari bagian tubuh.
Untuk menjamin efektifitasnya maka bidai terpasang harus
meliputi tulang dan kedua sendi yang mengapit bagian yang
cedera.
a. Tujuan pembidaian adalah:
1) Mencegah pergerakan sendi atau bagian tulang yang
patah.
2) Mengurangi rasa sakit dan derita.
3) Mengurangi kerusakan pada jaringan lunak.
4) Mengontrol perdarahan dan bengkak.
5) Membantu mencegah terjadinya shock.
b. Beberapa jenis bidai:
1) Bidai lurus.
2) Bidai lipat.
3) Traksi.
4) Gendongan (sling dan swath), Bidai improvisasi. Gambar 14.70. Immobilisasi
patah tulang lengan, dengan
lengan baju (gambar atas) dan
dengan sling (gambar bawah).
c. Ketentuan umum pembidaian:
Tanpa memperhatikan jenis dan macam bidai secara umum pembidaian aturan
umumnya yaitu:
1) Sedapat mungkin komunikasi-kan rencana penolong dengan korban.
2) Sebelum membidai rawat luka dan perdarahan lebih dahulu.
3) Selalu buka atau bebaskan pakaian pada daerah sendi sebelum membidai, buka
perhiasan di daerah patah atau dibawahnya.
4) Periksa denyut nadi, gerakan dan sensasi.
5) Jangan berupaya merubah posisi bagian yang cedera. Upayakan membidai dalam posisi
ketika ditemukan.
6) Lapisi bidai dengan bahan yang lunak.
7) Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai dengan bahan pelapis.
8) Bila cedera terjadi pada sendi upayakan juga untuk membidai sendi diatas dan
bawahnya.
9) Jangan membidai berlebihan.

58. Penanganan patah tulang, dislokasi dan sprain:


Pemeriksaan melibatkan indera kita, inspeksi, palpasi dan auskultasi.
1) Lakukan penilaian dini:
a) Kesan umum korban.
b) Cek kesadarannya.
c) Cek ABC nya.
d) Menginformasikan/melaporkan kondisi korban umur, jenis kelamin, keluhan utama,
tingkat kesadaran (kondisi ABC) pada unit gawat darurat yang akan datang membantu.
2) Lakukan pemeriksaan fisik:
a) Cari perubahan bentuk yang nyata.
b) Cari luka.
c) Cari tempat yang nyeri.
d) Cari bagian yang bengkan dan berubah warna.
e) Periksa bagian distal sebelum dan sesudah pembidaian yaitu denyut nadi, fungsi
motorik dan sensasi (Pulse, Motoric, and Sensoric [PMS]).
3) Stabilkan cedera secara manual.
4) Paparkan bagian yang cedera.
5) Rawat luka dan perdarahan.
6) Siapkan bahan untuk bidai.
7) Bidai bagian yang cedera dengan hati-hati.
8) Periksa kembali denyut nadi, motorik dan sensasi (PMS).
9) Kompres dengan es bagian yang cedera untuk mengurangi rasa sakit.
10) Atasi shock bila terjadi.

Gambar 14.71. Berbagai jenis pembidaian.

59. Cedera Kepala, Tulang Belakang, dan Dada:


a. Cedera Kepala:
Fungsi utama dari tulang tengkorak adalah untuk memberikan perlindungan pada otak.
Tulang tengkorak tidak mudah patah, tetapi bila tulang tengkorak patah, maka terdapat
kemungkinan adanya trauma pada kepala.
Patah tulang tengkorak bisa terbuka dan tertutup, Penolong Pertama harus mencurigai
adanya cidera pada otak dan tulang belakang.
Ingat!
Jangan mencoba mencabut benda yang menancap di kepala tetapi distabilkan.
Jangan menghalangi aliran cairan otak yang keluar melalui hidung dan telinga/ luka
ditelinga.
Tutup dengan memakai penutup kassa steril (jangan terlalu kencang).

\
1) Gejala Dan Tanda Cedera Kepala:
a) Perubahan status mental mulai dari bingung sampai tidak sadar.
b) Nyeri atau peradangan di sekitar cedera.
c) Luka terbuka yang dalam atau gumpalan darah pada kulit kepala.
d) Ada bagian tengkorak yang teraba lembut atau lebih dalam.
e) Memar di muka.
f) Memar di belakang telinga (battles sign).
g) Memar di sekeliling mata (racoons eyes).
h) Salah satu atau kedua mata lebih dalam.
i) Pupil tidak simetris.
j) Sakit kepala sangat hebat atau muncul mendadak.
k) Darah atau cairan otak keluar melalui hidung/telinga.
l) Penurunan tanda vital.
m) Mual muntah.
n) Postur abnormal.
2) Penanganan cedera kepala:
a) Lakukan penilaian dini.
b) Hentikan perdarahan.
c) Imobilisasi kepala dan leher.
d) Berikan oxygen bila ada.
e) Tutup dan balut luka.
f) Baringkan korban dengan baik, hati-hati dengan kemungkinan korban muntah.
g) Penilaian tingkat kesadaraannya, monitor tanda vital.

b. Cedera Otak:
1) Terbuka/tertembus: cedera otak biasanya berkaitan dengan patah tulang tengkorak atau
tertembus benda asing.
2) Tertutup: Cedera otak tertutup tidak berkaitan dengan patah tulang tengkorak walaupun
kulit kepala mengalami luka, namun demikian, otak masih mungkin mengalami cedera
serius.
Gejala dan tanda khas cedera otak:
1) Muntah.
2) Mual.
3) Lemah.
4) Gangguan penglihatan.
5) Sakit kepala.
6) Tidak sadar atau penurunan response.
7) Perubahan posture.
8) Gangguan pernapasan.
Catatan:
Jika disertai dengan cidera berat pada wajah maka perhatikan airway. Pastikan jalan
napas terbuka dengan baik tanpa terlalu menggerakkan kepala korban .

c. Cedera Tulang Belakang/Cedera Spinal:


Cedera spinal adalah cedera pada sumsum tulang belakang (medulla spinalis) dengan
atau tanpa kerusakan tulang belakang:
1) Tabrakan mobil/motor.
2) Orang yang tertabrak mobil.
3) Terjatuh dari tempat yang tinggi.
4) Kecelakaan saat menyelam.
5) Gantung diri.
6) Trauma benda tumpul.
7) Luka tembus pada kepala, leher atau badan.
8) Luka tembak.
9) Kecelakaan akibat olah raga kecepatan (ski, selancar, balap motor dll.).
10) Korban trauma yang tidak sadar.
Gejala dan tanda:
1) Mati rasa pada alat gerak.
2) Kelumpuhan pada alat gerak.
3) Kesulitan bernafas.
4) Hilangnya kemampuan mengontrol keinginan buang air besar/kecil.
5) Priapismus/ereksi konstan pada penis (tanda klasik cedera tulang spinal), pada pria.

d. Cidera Punggung:
1) Perubahan bentuk pada leher.
2) Perubahan bentuk yang jelas pada tulang spinal.
3) Cedera kepala.
4) Gumpalan darah didaerah bahu punggung, perut atau kaki.
5) Rasa sakit saat bergerak disepanjang tulang spinal.
6) Rasa sakit temporer/tetap pada tulang spinal / tungkai bawah walau tak ada gerakan.
7) Nyeri tekan pada lokasi cedera.
Catatan:
Gejala dan tanda tersebut diatas biasanya tidak khas atau tidak langsung terlihat. Tidak
ditemukankannya hal-hal di atas tidak menyingkirkan kemungkinan adanya cedera spinal.
Penyulit pada cedera spinal:
1) Henti napas, karena kelumpuhan otot dada.
2) Shock neurogenic.
3) Kelumpuhan umum.
Penanganan cedera spinal:
1) Selidiki mekanisme cedera.
2) Lakukan stabilisasi manual netral satu garis lurus pada leher dan kepala saat. pertama
kali kontak dengan patient.
3) Lakukan penilaian dini.
4) Berikan oxygen bila ada.
5) Lakukan pemeriksaan korban dan berikan perawatan.
6) Pertahankan stabilitas manual sampai ada stabilitas penuh.

e. Cedera Leher:
Luka terbuka yang besar pada leher dapat mengakibatkan masuknya udara ke dalam
peredaran darah yang dikenal sebagai emboli. Emboli dapat mengakibat-kan sumbatan
sehingga korban dapat mengalami serangan jantung atau stroke sehingga akhirnya
meninggal.
Gejala dan tanda cedera leher:
1) Adanya luka.
2) Sukar bicara atau kehilangan suara.
3) Sumbatan jalan napas.
4) Deviasi trachea.
5) Perubahan bentuk.
Penanganan cedera leher:
1) Bila ada luka terbuka besar pasang oklusif yang dilapisi dengan penutup tebal.
2) Baringkan korban dengan baik.
3) Bila ada benda yang menancap stabil-kan dengan penutup luka yang tebal dan jangan
sekali kali dicabut.
f. Cedera Dada:
Cedera pada dada umumnya terjadi karena tumbukan dengan benda tumpul atau
tertusuk.
Gejala dan tanda cedera dada:
1) Nyeri pada daerah yang cedera.
2) Perubahan bentuk pada dada,batuk darah.
3) Napas dangkal,mungkin ada bunyi tambahan di sekitar daerah cedera.
4) Rasa nyeri yang bertambah bila bernapas.
5) Posture pasien terkesan melindungi bagian yang cedera.
6) Memar yang jelas dan luas di daerah dada.
7) Mungkin diketemukan bunyi krepitus pada perabaan.
8) Pelebaran pembulu balik leher,mata merah,sianosis,bagian tubuh atas bengkak.
Penanganan cedera dada:
1) Pertahankan jalan nafas.
2) Berikan oxygen.
3) Posisikan korban senyaman mungkin.
4) Bila ada luka tusuk pasang penutup occlusive, dengan membiarkan satu sisi tetap
terbuka agar udara dari dalam masih dapat mengalir keluar tapi tidak sebaliknya.

60. Luka Bakar dan Kedaruratan Karena Suhu:


a. Luka Bakar (diurutkan / dikelompokkan ke 4 bagian) :
Luka bakar merupakan cedera yang disebabkan oleh panas / suhu yang tinggi, bahan kimia,
listrik atau radiasi.
1) Penyebab:
a) Suhu: panas (api, uap panas dan benda panas), dingin (suhu dan benda yang sangat
dingin).
b) Radiasi: sinar ultraviolet (termasuk sinar matahari) dan bahan radio aktif.
c) Bahan kimia: acid dan alkalis.
d) Sengatan listrik dan petir.
2) Penggolongan Luka Bakar:
Berdasarkan dalamnya, luka bakar dibagi menjadi :
a) Luka bakar superficial (derajat satu):
Hanya meliputi lapisan kulit yang paling atas saja (epidermis). Ditandai dengan
kemerahan, Nyeri dan kadang-kadang bengkak.
b) Luka sedikit lebih dalam (derajat dua):
Luka bakar yang meliputi lapisan paling luar kulit dan lapisan kedua dibawah-nya.
Luka bakar jenis ini paling sakit, ditandai dengan gelembung-gelembung pada kulit
berisi cairan, bengkak, kulit kemerahan atau putih, lembab dan rusak.
c) Luka bakar dalam (derajat tiga):
Seluruh lapisan kulit terbakar, termasuk lapisa lemak, otot, pembuluh darah, syaraf
dan tulang pada beberapa kasus. Luka bakar ini paling berat dan ditandai dengan:
(1) Kulit kering.
(2) Pucat dan putih.
(3) Hangus (gosong) dan hitam.
(4) Matirasa (kerusakan saraf).
(5) Daerah sekitarnya nyeri.
Berbeda dengan derajat satu dan dua luka bakar derajat tiga tidak lagi menimbulkan
nyeri.

Gambar 14.73. Luka bakar listrik


Gambar 14.72. Struktur kulit normal. derajat tiga.

3) Luas Luka Bakar:


Anak Dewasa
Kepala 9% 18 %
Alat gerak atas @9% @9%
Tubuh depan 18 % 18 %
Tubuh belakang 18 % 18 %
Kemaluan 1 % termasuk tubuh depan
Alat gerak bawah @18% @ 14%

Total 100% 100%

4) Derajat Berat Luka Bakar:


Derajat berat luka bakar ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu luasnya permukaan
tubuh yang mengalami luka bakar dan lokasinya.

Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam


Tubuh Manusia. Tubuh Manusia.
a) Luka bakar ringan:
(1) Luka bakar derajat tiga kurang dari 2 % luas, kecuali pada wajah, tangan, kaki,
kemaluan atau saluran napas.
(2) Luka bakar derajat dua kurang dari 15 %.
(3) Luka bakar derajat satu sampai dengan 50 %.
b) Luka bakar sedang:
(1) Luka bakar derajat tiga antara 2 % sampai 10 %, kecuali pada wajah, tangan, kaki,
kemaluan atau saluran napas.
(2) Luka bakar derajat dua antara 15 % sampai 30 %.
(3) Luka bakar derajat satu lebih dari 50 %.
c) Luka bakar berat:
(1) Semua luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas, cedera jaringan lunak
dan cedera tulang.
(2) Luka bakar derajat dua atau tiga pada wajah. Tangan, kaki, kemaluan atau saluran
napas.
(3) Luka bakar derajat tiga diatas 10 %.
(4) Luka bakar derajat dua lebih dari 30 %.
(5) Luka bakar yang disertai cedera alat gerak.
(6) Luka bakar sirkumferensial.
5) Beberapa pertimbangan tambahan:
a) Sebab luka bakar:
(1) Luka bakar karena sengatan listrik: luka bakar kecil tetapi kerusakan didalam
tubuh berat.
(2) Luka bakar karena bahan kimia: luka bakar ini perlu mendapatkan perhatian
khusus karena bahan kimia masih bisa menempel di kulit dan terus membakar
untuk beberapa waktu, serta bisa masuk ke aliran darah.
b) Bagian tubuh yang terkena:
(1) Wajah.
(2) Tangan dan kaki.
(3) Kemaluan, pantat paha dalam dan selangkangan..
(4) Sendi.
c) Faktor Penyulit:
(1) Usia penderita kurang dari 5 tahun atau lebih dari 55 tahun.
(2) Adanya penyakit.
6) Penanganan luka bakar:
a) Scene Safety.
b) Personal Safety.
(1) Hentikan proses luka bakarnya. Alirkan air dingin pada bagian yang terkena.
Bila ada bahan kimia alirkan air terus menerus sekurang-kurangnya 20 menit
(2) Buka pakaian dan perhiasan.
(3) Lakukan penilaian dini.
(4) Berikan oxygen bila ada, berikan pernapasan buatan bila perlu.
(5) Tentukan derajat berat dan luas luka bakar.
(6) Tutup luka bakar, jangan memecahkan gelembungnya. Bila yang terbakar
adalah jari-jari maka balut masing-masing jari tersediri.
(7) Upayakan penderita senyaman mungkin..

7) Luka Bakar Bahan Kimia:


Penanganan:
(1) Scene safety.
(2) Personal safety.
(3) Bila penderita ter-kontaminasi, upayakan membersihkan korban dari jauh,
jangan sampai penolong juga terkena bahan kimia.
(a) Sikat bahan kimia yang bersifat padat, seperti soda api, sebelum
menyiramnya dengan air..
(b) Aliri dengan air bagian yang terkena sekurang-kurangnya selama 20 menit,
lepaskan bekas pakaian dan perhiasan korban yang terkontaminasi.
(c) Pasang penutup luka steril pada bagian luka.
(d) Atasi shock bila ada.

8) Luka Bakar Listrik:


Pada luka bakar listrik bahaya yang dihadapi adalah kemungkinan terjadinya henti
napas dan henti jantung, kerusakan jaringan saraf dan organ dalam. Luka bakar listrik
mungkin kecil diluarnya tetapi parah pada tubuh bagian dalam. Mengingat sifat listrik
yang konduktif, misalnya kerusakan jaringan tulang.
Penanganan luka bakar listrik:
a) Scene Safety.
b) Personal Safety.
(1) Lakukan penilaian dini.
(2) Periksa dan cari sekurang-kurangnya dua luka bakar yaitu luka bakar masuk dan
luka bakar keluar.
(3) Pakai penutup luka yang kering dan steril pada luka
(4) Atasi shock bila ada.
Catatan: RJP pada penderita tersengat listrik harus dipertimbangkan dan penderita di-
monitor dengan ketat, karena henti napas dan henti jantung sering berulang.

9) Luka Bakar Inhalasi:


Dapat terjadi akibat udara panas, asap atau bahan racun yang masuk ke saluran
napas. Gejala dan tandanya pada awalnya mungkin ringan dan berangsur-angsur
menjadi berat.
a) Gejala dan tanda:
(1) Bulu hidung hangus.
(2) Luka bakar pada wajah.
(3) Bagian yang hangus (gosong) dalam cairan ludah.
(4) Bau hangus (gosong) pada pernapasan.
(5) Gangguan pernapasan.
(6) Serak, batuk, sukar bicara.
(7) Gerakan dada terhambat.
(8) Cyanosis.
b) Penanganan luka bakar inhalasi:
(1) Berikan humidified oksigen jika ada.
(2) Monitor jalan nafas dan nafas korban.
(3) Berikan bantuan nafas jika diperlukan.

b. Kedaruratan Karena Suhu


1) Paparan Panas:
Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan
yang terjadi:
a) Kejang panas (Heat cramps).
b) Kelelahan panas (Heat exhaustion).
c) Sengatan panas (Heat stroke).
a) Kejang Panas (Heat Cramps):
Kejang otot yang terjadi akibat kehilangan garam tubuh yang berlebihan melalui
keringat.
(1) Gejala dan tanda:
(a) Kejang pada otot yang disertai nyeri, biasanya pada otot tungkai dan perut.
(b) Kelelahan.
(c) Mual.
(d) Mungkin pingsan.
(2) Penanganan kejang panas:
(a) Bawa korban ke tempat yang teduh.
(b) Berikan minuman ber-elektrolit (oralit) bila ada dan penderita sadar.
(c) Bila tidak ada air biasa dapat diberikan.
b) Kelelahan Panas (Heat Exhaustions):
Terjadi akibat kondisi yang tidak fit pada saat melakukan aktivitas di lingkungan
yang suhu udaranya relatif tinggi, sehingga mengakibatkan terganggunya aliran
darah.
(1) Gejala dan tanda-tanda:
(a) Pernapasan cepat dan dangkal.
(b) Nadi lemah.
(c) Kulit teraba dingin, keriput, lembab dan selaput lendir pucat, keringat
berlebihan.
(d) Lemah.
(e) Pusing, kadang pingsan.
(2) Penanganan kelelahan panas:
(a) Baringkan korban ditempat yang teduh.
(b) Kendorkan pakaian yang mengikat.
(c) Naikkan tungkai (elevasi) 20 30 cm.
(d) Berikan oxygen bila ada.
(e) Berikan air bila korban sadar.
(f) Bawa ke RS.
c) Sengatan Panas (Heat Stroke):
Merupakan keadaan yang mengancam nyawa. Suhu tubuh menjadi terlalu tinggi dan
pada banyak kasus penderita tidak lagi berkeringat. Bila tidak diatasi dengan segera
maka sel otak akan segera mati.
(1) Gejala dan tanda:
(a) Pernapasan cepat dan dalam.
(b) Nadi cepat dan kuat diikuti nadi cepat tetapi lemah.
(c) Kulit teraba kering, panas kadang kemarahan.
(d) Dilatasi pupil.
(e) Kehilangan kesadaran.
(f) Kejang umum atau tremor pada otot.
(2) Penanganan sengatan panas:
(a) Turunkan suhu tubuh penderita secepat mungkin.
(b) Letakan kantong es pada ketiak, lipat paha, dibelakang lutut dan sekitar
mata kaki serta disamping leher.
(c) Bila ada masukan penderita ke dalam bak berisi air dingin dan tambahkan es
ke dalamnya.

2) Paparan Dingin:
a) Hypothermia:
Udara dingin dapat menyebabkan suhu tubuh menurun. Suhu lingkungan tidak
perlu sampai beku untuk mencetuskan hipothermia. Ada beberapa keadaan yang
memperburuk hipothermia yaitu faktor angin dan kekurangan makanan.
(1) Gejala dan tanda hypothermia sedang:
(a) Menggigil.Terasa melayang.
(b) Pernapasan cepat nadi lambat.
(c) Gangguan penglihatan.
(d) Reaksi mata lambat.
(e) Gemetar.
(2) Gejala dan tanda hypothermia berat:
(a) Pernapasan sangat lambat.
(b) Denyut nadi sangat lambat.
(c) Unresponsive.
(d) Pupil dilatasi dan tidak bereaksi.
(e) Alat gerak kaku.
(f) Tidak menggigil.
(3) Penanganan Hypothermia:
Rawat penderita dengan hati-hati, berikan rasa nyaman, pastikan situasi aman,
gunakan APD dan minta bantuan.
(a) Penilaian dini dan lakukan pemeriksaan korban.
(b) Pindahkan penderita dari lingkungan dingin.
(c) Jaga jalan napas dan berikan oxygen bila ada.
(d) Ganti pakaian yang basah, selimuti penderita, upayakan agar tetap kering.
(e) Bila penderita sadar dapat diberikan minuman hangat secara pelan-pelan.
(f) Pantau tanda vital secara berkala.

61. Pemindahan Korban (Evakuasi Medis)


a. Umum:
Saat tiba di lokasi kita mungkin menemukan bahwa seorang korban mungkin harus
dipindahkan. Pada situasi yang berbahaya tindakan cepat dan waspada sangat penting. Penanganan
korbana yang salah akan menimbulkan cedera lanjutan atau cedera baru.
b. Mekanika Tubuh:
Mekanika tubuh adalah penggunaan tubuh dengan baik untuk melakukan pengangkatan dan
pemindahan korban agar tidak terjadi cedera pada penolong.
Cara yang salah dapat menImbulkan cedera, saat mengangkat ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain:
1) Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat.
2) Gunakan tungkai jangan punggung.
3) Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh.
4) Lakukan gerakan secara menyeluruh dan upayakan agar bagian tubuh saling menopang.
5) Bila dapat kurangi jarak atau ketinggian yang harus dilalui korban/benda.
Hal-hal tersebut diatas harus selalu dilakukan bila akan memindahkan atau mengangkat
korban. Kunci yang paling utama adalah menjaga kelurusan tulang belakang. Upayakan kerja
berkelompok, terus berkomunikasi dan lakukan koordinasi.
Akan tetapi mekanika tubuh yang baik tidak akan membantu mereka yang tidak siap secara
fisik.
c. Memindahkan Penderita:
1) Kapan saatnya penderita harus dipindahkan?
2) Apakah penilaian dan pemeriksaan penderita harus selesai sebelum pengangkatan?
3) Berapa lama waktu yang harus dipakai untuk menjaga tulang belakang?
Ini semua tergantung dari keadaan. Secara umum bila tidak ada bahaya maka jangan
memindahkan penderita.
d. Pemindahan Darurat:
Hanya dilakukan bila ada bahaya langsung terhadap penderita. Contoh situasi yang menuntut
dilakukannya pemindahan darurat:
1) Kebakaran atau bahaya kebakaran.
2) Ledakan atau bahaya ledakan.
3) Sukar untuk mengamankan penderita dari bahaya lingkungannya:
a) Bangunan yang tidak stabil.
b) Mobil terbalik.
c) Kerumunan massa yang resah.
d) Material berbahaya.
e) Tumpahan minyak.
f) Cuaca ekstrim.
4) Memperoleh akses menuju penderita lainnya.
5) Bila tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi penderita, misalnya
melakukan RJP.
Bahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah memicu terjadinya cedera spinal. Ini dapat
dikurangi dengan melakukan gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala dan
leher semaksimal mungkin.
e. Contoh Pemindahan Darurat:
1) Shirt drag (Tarikan baju).
2) Blanket drag (Tarikan selimut).
3) Shoulder/forearm drag (Tarikan bahu/lengan).
4) Sheet drag (Tarikan kain).
5) Piggyback carry (Menggendong).
6) One rescuer crutch (Menyokong).
7) Cradle carry (Membopong).
8) Firemans carry (Memanggul).
9) Fore-and-aft carry/Extrtemity carry (Menggotong).
f. Pemindahan Biasa:
Bila tidak ada bahaya langsung terhadap penderita, maka penderita hanya dipindahkan bila
semuanya telaj siap dan penderita selesai ditangani.
Contoh Pemindahan Biasa:
1) Angkatan langsung.
2) Angkatan ekstremitas (alat gerak [extremity lift]).
g. Posisi Penderita:
Bagaimana meletakkan penderita tergantung dari keadaannya:
1) Penderita dengan shock ---- elevasi 20 30 cm.
2) Penderita dengan gangguan pernapasan ---- duduk.
3) Penderita dengan nyeri perut ---- terbaring miring dengan kedua lutut ditekuk.
4) Penderita yang tidak sadar, muntah-muntah ---- posisi nyaman.
5) Penderita trauma, terutama dengan kecurigaan cedera spinal ---- imobilisasi-kan di spine
board.
6) bagi korban yang tidak sadar dan tidak ada kontraindikasi ---- Posisi pemulihan (Recovery
Position).
Tidak mungkin untuk membahas semua keadaan. Situasi di lapangan dan keadaan penderita
akan memberikan petunjuk bagaimana posisi yang terbaik.
h. Peralatan Evakuasi:
1) Stretcher beroda.
2) Stretcher portable.
3) Scoop stretcher.
4) Vest type extrication device (Kendricks
Extrication Device = KED).
5) Stair chair.
6) Basket stretcher.
7) Flexible stretcher.
8) Draw sheet.
Gambar 14.76. Evakuasi Medis oleh 2
9) Backboard (Spine Board [panjang dan
(dua) orang penolong dengan cara
setengan badan]). Extremity Lift.

62. Pemilahan Korban (Triage):


a. Umum:
Triage berasal dari bahasa Perancis yang berarti pemilahan. Dalam dunia medis istilah ini
dipergunakan untuk tindakan pemilahan korban berdasarkan prioritas pertolongan atau
transportasinya.
Pertolongan korban banyak merupakan salah satu tindakan pertolongan yang paling
menantang bagi pelaku pertolongan pertama. Dalam bahasa Inggeris dikenal dengan Mass Casualty
Incident. Hal yang paling mendasar pada keadaan ini adalah jumlah korban atau penderita lebih
banyak dari penolong, terutama pada awal kejadian.
Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya ketidak pastian dilapangan
adalah dengan mengacu kepada protokol penatalaksanaan penanggulangan korban banyak dari
suatu wilayah bila ada.

Gambar 14.10. Rongga-rongga dalam


Tubuh Manusia.
b. Incident Command System (ICS):
Disini tidak dijelaskan secara rinci mengenai hal ini karena bahasan ini merupakan satu topik
pelatihan sendiri. Perlu diketahui oleh penolong bahwa sistem ini sebenarnya sudah ada dan baku,
pelaksanaannya tergantung dari masing-masing daerah.
Di Indonesia ICS ini sering dikenal sebagai POS KOMANDO (POSKO), yang tugas dasarnya
adalah mengatur penanggulangan korban banyak atau bencana. Bagaimana melakukan pemilahan
korban, bagaimana dan kemana korban dievakuasi, menggunakan apa, siapa yang bertugas dimana,
kemana dan semua hal lain yang berhubungan dengan pengaturan dilokasi.
Secara umum pada penanggulangan korban banyak perlu diatur tempat / area, sedemikian
rupa sehingga ada:
1) Daerah triage: Pada dasarnya daerah ini merupakan areal kejadian
2) Daerah pertolongan: Setelah pasien ditentukan Triage-nya maka dipindahkan ke darah
penampungan dimana pertolongan diberikan.
3) Daerah transportasi: Pada daerah ini berkumpul semua kendaraan yang akan digunakan untuk
mengevakuasi para korban, termasuk pencatatan data pengiriman
4) Daerah penampungan penolong dan peralatan. Sebagai penolong kita harus mengetahui sistem
yang ada, terutama apa yang harus dilakukan pada fase awal, pada dasarnya penolong harus :
a) Mendirikan pos komando (posko) dan komandonya.
b) Menilai keadaan.
c) Meminta bantuan sesuai keperluan.
d) Mulai melakukan Triage.

c. Penilaian keadaan:
Setelah menentukan suatu kejadian sebagai kasus dengan korban banyak maka hal yang
paling penting dilakukan adalah menahan diri untuk tidak langsung memberikan pertolongan
kepada perorangasn. Nilai hal-hal sebagai berikut:
1) Keadaan.
2) Jumlah korban.
3) Tindakan khusus.
4) Sumber daya yang kira-kira diperlukan.
5) Hal lain yang dapat berdampak pada situasi dan kondisi.
6) Berapa banyak sektor yang diperlukan..
7) Wilayah atau areal penampungan.
Buat suatu laporan singkat, sehingga bantuan yang akan datang akan sesuai dengan keperluan.
d. Pelaksanaan Triage:
Seperti yang telah dikatakan di awal triage adalah tindakan pemilahan penderita untuk
menentukan prioritas pertolongan.
Prinsip utama dari triage adalah menolong pada penderita yang mengalami cedera atau
keadaan yang berat namun memiliki harapan hidup.
Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode S.T.A.R.T..
atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini membagi penderita menjadi 4 kategori, yaitu:
1) Prioritas 1 Merah:
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis keadaanya seperti
gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan berat atau perdarahan tidak terkontrol,
penurunan status mental.
2) Prioritas 2 - Kuning:
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang mengalami keadaan
seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas, nyeri yang berat atau banyak, bengkak/perubahan
bentuk alat gerak, cidera punggung.
3) Prioritas 3 Hijau:
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai walking
wounded atau orang yang dapat berjalan sendiri, orang dengan cidera ringan dan hanya
membutuhkan perawatan minimal tanpa ada kekhawatiran cidera tersebut menjadi parah. Termasuk
korban dengan nyeri ringan, bengkak / perubahan bentuk pada alat gerak, luka luka kecil.
4) Prioritas 0 (terakhir) Hitam:
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan antara lain : a)
perdarahan hebat di kepala, b) luka parah di tubuh dengan organ tubuh keluar.
Untuk memudahkan pelaksanaan triage maka dapat dilakukan suatu pemeriksaan sebagai
berikut:
a) Kumpulkan semua penderita yang dapat/mampu berjalan sendiri ke areal yang telah ditentukan,
dan diberi mereka LABEL HIJAU.
b) Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa:

e. Pernapasan:
1) Bila pernapasan lebih 30 ppm beri LABEL MERAH
2) Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan bersihkan jalan
napas satu kali, bila pernapasan spontas mulai maka beri LABEL MERAH
3) Bila pernapasan kurang dari 30 ppm Nilai waktu pengisian kapiler.
f. Waktu pengisian Kapiler:
1) Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri LABEL MERAH hentikan perdarahan besar
bila ada.
2) Bila kurang dari 2 detik, maka nilailah status mental-nya.
3) Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila tidak ada maka ini berarti
bahwa tekanan darah penderita sudah rendah dan perfusi jaringan sudah menurun.

g. Pemeriksaan status mental:


1) Pemeriksaan untuk mngikuti perintah-perintah sederhana.
2) Bila penderita tidak mampu menikuti perintah sederhana maka beri LABEL MERAH.
3) Bila mampu beri LABEL KUNING.
Setelah memberikan label kepada penderita maka tugas anda berakhir, segera lanjutkan ke
penderita berikut sampai anda meyakini koran.

Penderita dapat berjalan?


HIJAU

TIDAK
TIDAK
Penderita YA
bernapas?

TIDAK Penderita MERAH > 30 ppm Frekuensi


YA
bernapas pernapasan
setelah jalan
napas dibuka? < 30 ppm

HITAM
>2 Cek waktu
pengisian
kapiler
<2

Status Mental
TIDAK perintah
sederhana?
YA

KUNING

Gambar 14.77. Bagan Pelaksanaan Metode Start

B.2 RANGKUMAN

1. Pertolongan Pertama yaitu pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit atau korban
kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar untuk mencegah cacat atau maut.
Bertujuan untuk menyelamatkan jiwa penderita, mencegah cacat korban, memberikan rasa
nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
2. Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yaitu:
a) Akses dan Komunikasi:Masyarakat harus mengetahui kemana mereka harus meminta
bantuan, baik yang umum maupun yang khusus.
b) Pelayanan Pra Rumah Sakit: Secara umum semua orang boleh memberikan pertolongan.
3. Kewajiban Pelaku Pertolongan Pertama:
Dalam menjalankan tugasnya ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan:
a) Menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang sekitarnya.
b) Dapat menjangkau penderita.
c) Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
d) Meminta bantuan/rujukan.
e) Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan korban.
f) Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
g) Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
h) Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
i) Mempersiapkan penderita untuk di-transportasi.
4. Di dalam undang-undang ditemukan beberapa pasal yang mengatur mengenai Pertolongan
Pertama, namun belum dikuatkan dengan peraturan lain untuk melengkapinya.
5. Diperlukan persetujuan dalam melakukan pertolongan kepada korban.
a) Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent): Persetujuan yang
diberikan penderita sadar dengan cara memberikan isyarat, atau penderita tidak sadar, atau
pada anak kecil yang tidak mampu atau dianggap tidak mampu memberikan persetujuan.
b) Persetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent): Persetujuan yang dinyatakan secara
lisan maupun tulisan oleh penderita.
6. Penilaian dini adalah Suatu proses untuk mengenali dan mengatasi keadaan yang dapat
mengancam nyawa korban. Hal-hal yang perlu di perhatikan adalah: Kesan umum, Tentukan
kasus Trauma atau Medis. Periksa kesadaran (Response), Pastikan jalan napas (Airway) terbuka
dengan baik. Nilai pernapasannya (Breathing), Nilai sirkulasi (Circulation) dan hentikan
perdarahan berat (Bleeding), Hubungi bantuan, informasi-kan status keadaan terakhir korban.

B.3 TES FORMATIF:

Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar!


1. Tujuan Pertolongan Pertama yang dilakukan oleh First Aider kepada korban adalah
a. Mencegah cacat.
b. Memberikan rasa nyaman dan tenang
c. Mencegah Kematian
d. Semua jawaban benar
2. Yang termasuk dalam peralatan dasar pelindung diri pertolongan pertama adalah di bawah ini,
kecuali
a. Helm
b. Sarung tangan latex
c. Alat pacu jantung
d. Masker penolong
3. Istilah Mouth-to-Mask Resuscitation atau mulut ke masker adalah salah satu teknik yang dapat
di gunakan dalam meberikan bantuan.
a. Perdarahan dalam
b. Pernapasan buatan
c. Teknik tandu
d. Teknik perban
4. Kegagalan sistem sirkulasi untuk memberikan darah yang mengandung oxygen keseluruh
tubuh (perfusi jaringan yang tidak baik ) adalah pengertian dari:
a. Shock
b. Perfusi
c. Stress
d. Trauma
5. Pemasangan alat bantu untuk menstabilkan bagian tubuh yang nyeri, berubah bentuk atau
bengkak. Tujuan utama pembidaian adalah untuk mencegah gerakan dari bagian tubuh. Untuk
menjamin efektifitasnya maka bidai terpasang harus meliputi tulang dan kedua sendi yang
mengapit bagian yang cedera disebut dengan:
a. Amputasi
b. Pembidaian
c. Evakuasi dengan menggunakan tandu
d. Pengkompresan
Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.
C. GLOSSARY:
1. A.V.P.U.: Temuan pada Pemeriksaan Kesadaran pada korban, Sadar (Alert), Bereaksi pada
rangsangan suara(Verbal), Bereaksi pada rangsangan nyeri (Painful), Tidak sadar
(Unresponsive).
2. Abrasio: Luka lecet.
3. Alat Pelindung Diri (APD)/Personal Protective Equipment (PPE): Perlengkapan Dasar
Pertolongan Pertama, terdiri dari Sarung Tangan (gloves), kaca mata pelindung (safety
goggles), masker pelindung (safety mask), masker resusitasi (resuscitation mask), baju
pelindung (apron/gown), topi/helm Bag Valve Mask (BVM).
4. Amputatio : Luka amputatsi.
5. Anatomy: Ilmu Urai Tubuh Manusia.
6. Bantuan Hidup Dasar (BHD)/Basic Life Support (BSL): Pemberian Nafas Buatan pada
korban yang diketahui tidak bernafas setelah dilakukan Pemeriksaan Jasmani (Physical
Examination).
7. Basket Stretcher : Tandu Basket.
8. Blanket Drag: Memindahkan korban dengan tarikan selimut.
9. Breathing : Pernafasan.
10. Circulation : Peredaran Darah.
11. Closed wound : Luka tertutup.
12. Craddle Carry: Memindahkan korban dengan cara membopong.
13. D.O.T.S.: Temuan pada Pemeriksaan Fisik pada korban dengan ditemukannya Perubahan
Bentuk (Deformity), Luka Terbuka (Open Wound), pelunakan (Tenderness), Pembengkakan
(Swelling).
14. Firemans Carry: Memindahkan korban dengan caramemanggul tubuh korban.
15. Fore-and-aft Carry : Memindahkan korban oleh 2 (dua) orang penolong dengan cara
menggotongnya di bahu (oleh penolong kesatu) dan kaki /belakang lutut (oleh penolong
kedua). Disebut juga Extremity carry..
16. Head-tilt/chin-lift: Cara membuka jalan nafas korban dengan mengangkat dagu dan
mendorong dahi korban.
17. Jaw-thrust: Cara membuka jalan nafas dengan mendorong rangan bawah korban, pada korban
yang diduga mengalami cedera leher.
18. Kendricks Extrication Device (KED): Peralatan untuk memindahkan korban dari posisi duduk
(pada kecelakaan mobil) ke tandu.
19. Laceratio: Luka robek.
20. Motoric : Gerakan otot.
21. Neil Robertson Stretcher : Tandu Neil Robertson.
22. One Rescuer Crutch: Memindahkan korban dengan cara menyokong/memapah korban.
23. Open wound : Luka terbuka.
24. Patah Tulang (Fracture) : Retak atau putusnya jaringan tulang, terdiri dari patah tulang
tertutup (closed fracture) dan patah tulang terbuka (open fracture).
25. Pemindahan Korban/Evakuasi Medis (Medical Evacuation): Segala usaha dan kegiatan
dalam rangka pengangkutan/pemindahan korban dari satu tempat ke tempat lain yang fasilitas
kesehatannya lebih lengkap.
26. Penolong Pertama (First Aider/First Responder): Orang yang pertama datang di tempat
kejadian dan memiliki pengetahuan medis dasar.
27. Perfusi (Perfussion) : Sirkulasi darah ke organ organ penting.
28. Pertolongan Pertama (First Aid): Pertolongan yang segera diberikan kepada orang yang
menderita sakit atau kecelakaan sebelum petugas kesehatan tiba.
29. Physiology : Ilmu Faal Tubuh Manusia.
30. Piggyback Carry: Memindahkan korban dengan cara menggendong.
31. Pulse : Denyut Nadi.
32. Resusitasi Jantung Paru (RJP)/Cardio-Pulmonary Resuscitation (CPR): Kombinasi dari
Pernafasan Buatan dan Pijat Jantung Luar pada Korban yang mengalami Henti Nafas dan Henti
Jantung.
33. Rules of Nine (Rumus Sembilan)/Rumus Wallace, dan Palm of hundred (Rumus Telapak
Tangan): Metode penghitungan luasnya luka bakar pada tubuh korban.
34. S.A.M.P.L.E.: Pelaporan oleh Penolong Pertama kepada Petugas Medis yang datang
menggantikannya, tanda dan gejala (Sample), alergi (Allergic Reaction), pengobatan
(Medicantous), riwayat sakit (Pertinent History), makanan yang terakhir dimakan (Last Intake),
kejadian (Event).
35. S.T.A.R.T. : Metode TRIAGE Simple Triage and Rapid Treament.
36. Scoop Stretcher : Tandu Scoop.
37. Sensoric : Rasa raba.
38. Shirt Drag : Memindahkan korban (evakuasi medis) dengan cara menarik baju korban.
39. Shock : Kegagalan sistem sirkulasi untuk memberikan darah yang mengandung oxygen
keseluruh tubuh (perfusi jaringan yang tidak baik).
40. Shoulder/Fore-arm Drag: Memindahkan korban dengan cara menarik bahu/lengan korban
(Disebut juga: Cara Rautek)..
41. Spine-board: Tandu untuk mengangkut korban dengann cedera spinal
42. Splint : Bidai.
43. Stretcher/Litter : Tandu.
44. Triage: Pemilahan korban pada kejadian korban missal dengan memberi label berwarna
MERAH (gawat darurat, prioritas 1), KUNING (prioritas 2), HIJAU (prioritas 3), dan
HITAM (meninggal, prioritas 0).
45. Vulnus punctum : Luka tusuk.
46. Vulnus scissum: Luka sayat/iris.

D. Referensi

1. American Heart Association in collaboration with International Liaison Committee on


Resuscitation at the 2005 Consensus Conference: Guideline 2005 for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Part 3 Overview of CPR-Circulation.
2005; 112: IV-12-IV-18.
2. American Red Cross: First Aid and Safety Handbook.1992.
3. Badan SAR Nasional,Departemen Perhubungan: Medical First Responder Basic. 2006.
4. Bergenon, J. David and Bizjak, Gloria: Brady Instructors Manual First Responder. 2001.
5. British Red Cross Society: The basic guideto emergency aid for home, school,and work.
British Red Cross New Ninth Edition Fully Revised. Copyright 1993. Dorling Kindersley
Limited. Text copyright 1993.
6. Handayani, Heri S.: First Aid. Cara benar pertolongan pertama dan penanganan darurat.
Diterjemahkan dari Handbook of First Aid and Emergency Care. Zydlo, Stanlay M.; Hill,
James A.. The American Medical Association, Random House,New York. Edisi pertama,
September 2009.
7. International Maritime Organisation: The Ships Captain Medical Guide. 1992.
8. O Keefe,et al: Brady Emergency Care. 2005.
9. Stoy, Walt A.: Mosbys First Responder. 2005.
10. U.S. Army Field Manual FM21_11: First Aid for Soldier. 27 October 1988.
11. U.S. Army Field Manual FM21_76: Survival. 5 June 1992.
12. U.S. Army Field Manual FM8_10_6: Medical Evacuation in the Theatre of Operation,
Tactics, Techniques, and Procedures. 31 October 1991.
13. Webb, Michael; Scott JP, Roy; Beale, Sir Peter: Emergency First Aid. First Published 1997.
Illustration copyright 1997 by Dorling Kindersley Limited. Text copyright 1997 by The St.
John Ambulance andBrigade.
Sub Modul 15
Evakuasi

A. UMUM
Bencana merupakan hal yang terjadi secara tidak
terduga, sehingga seringkali menyebabkan jatuhnya
korban dalam jumlah yang tidak sedikit. Untuk
menolong para korban bencana tersebut kegiatan yang
utama harus dilakukan adalah evakuasi. Kegiatan ini
harus dilakukan secepat dan sesegera mungkin agar
korban bencana tersebut dapat segera tertolong dan
menghindari banyaknya korban yang meninggal dunia.
Kemampuan evakuasi ini mutlak diperlukan oleh para relawan kebencanaan, sebab mereka
nanti akan berada di garis depan saat kegiatan evakuasi. Selain itu, dalam kaitannya dengan
kegiatan evakuasi, pertolongan pada korban dalam bencana yang berhubungan dengan air (water
rescue) juga sangat penting untuk diketahui oleh para relawan sehingga pada kondisi apapun para
relawan akan selalu siap dalam bekerja.
Kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari modul ini ialah para peserta yang dalam
hal ini relawan diharapkan memiliki wawasan yang baik mengenai kegiatan evakuasi agar mereka
dapat selalu siap jika dibutuhkan di lapangan. Indikator-indikator yang dapat dijadikan ukuran
pemahaman para peserta terhadap materi dalam modul ini, dapat dirasakan apabila para peserta,
dapat:
(1) Memahami mengenai tujuan evakuasi.
(2) Memahami pertimbangan dalam evakuasi.
(3) Memahami elemen kemampuan evakuasi.
(4) Memahami teknik pertolongan di air.
(5) Memahami aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam penyelamatan
(6) Memahami dan mampu menganalisa potensi korban
Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
1. Tujuan evakuasi.
2. Pertimbangan dalam evakuasi.
3. Elemen kemampuan evakuasi.
4. Bahaya di perairan.
Untuk membantu peserta memahami isi modul ini dengan cepat, peserta perlu melakukan hal-
hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor/nilai hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya
peserta tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar mendapat skor/nilai minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Biasakanlah berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penulis modul.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) memahami mengenai tujuan
evakuasi, (2) memahami pertimbangan dalam evakuasi, (3) memahami elemen kemampuan
evakuasi, (4) mampu menjelaskan bahaya di perairan, (5) mampu memahami ombak dan arus, (6)
mampu menjelaskan langkah-langkah pada sebuah keadaan darurat, dan (7) mampu menjelaskan
prinsip-prinsip upaya pertolongan

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Tujuan Evakuasi
Tujuan memindahkan/evakuasi korban adalah:
a. Menyelamatkan jiwa.
b. Mencegah cacat.
c. Membantu proses penyembuhan.
d. Memindahkan dari tempat bahaya ke tempat yang mempunyai fasilitas memadai.
2. Pertimbangan Evakuasi
Evakuasi dilakukan apabila ada bahaya api, lalu lintas, asap beracun atau hal lain yang dapat
membahayakan korban maupun penolong. Apabila tidak ada hal yang membahayakan sebisa
mungkin lakukan pertolongan pertama di tempat korban ditemukan.
3. Syarat yang harus dipertimbangan dalam evakuasi:
a. Keselamatan.
1) Diri Sendiri: a. PPE misal. helm, kacamata, sarung tangan dan sepatu; b. Peralatan yang
memadai sesuai kondisi; c. Mengakui kekurangan yang ada pada dirinya.
2) Orang di Sekitar korban
3) Korban
b. Medis
1) Kondisi Korban Stabil (jalan napas terbuka, pernapasan normal, sirkulasi baik)
2) Perdarahan terkontrol
3) Patah tulang sudah diimobilisasi/dibidai
4) Luka sudah diatasi sementara
5) Pengawasan dalam evakuasi

4. Pemindahan
Dalam memindahkan korban hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Nilai kesulitan saat proses pemindahan,
b. Rencanakan gerakan sebelum mengangkat/memindahkan korban,
c. Kehati-hatian, angkat korban perlahan untuk menghindari cedera lebih parah, perhatikan
bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama saat korban tak sadar.
d. Keamanan, kenyamanan korban selama evakuasi/tata letak sudah sesuai.
e. Peralatan memadai.
f. korban tetap stabil.
g. Kecepatan sampai ke rumah sakit.
h. Pengawasan selama tranportasi.
Pemindahan korban dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Pemindahan Darurat
Dilakukan bila ada bahaya yang mengancam, misal. Ancaman kebakaran, ancaman
ledakan, ancaman bangunan runtuh, adanya bahan berbahaya dan cuaca buruk. Biasanya
dilakukan bila penolong kurang jumlahnya atau tidak cukup kuat mengangkat korban.
Contoh cara pemindahan darurat:
1) Tarikan lengan
2) Tarikan bahu
3) Tarikan baju korban
4) Tarikan selimut
5) Teknik menjulang
b. Pemindahan Biasa
Dilakukan jika keadaan tidak membahayakan korban maupun penolong. Cara pemindahan
biasa, contoh:
1) Teknik angkat langsung
2) Teknik angkat anggota gerak

5. Elemen kemampuan Evakuasi


a. Pertolongan Pertama (First Aid)
b. Tehnik Evakuasi/pemindahan
1) Peralatan dan fungsinya
2) Pembuatan/pengikatan tandu darurat.
3) Simpul dan Tali Temali (Rope and Knoting)
4) Pertolongan di air (Water Rescue)

6. Peralatan Evakuasi dan fungsinya


a. PPE (Helm, Kacamata, Sarung tangan, sepatu)
Berfungsi melindungi penolong dari cedera dan resiko tertular penyakit berbahaya ketika
melakukan evakuasi.
b. Tandu (beroda, lipat, kursi, basket, scoope, papan spinal/LSB, selimut, Improvisasi)
Berfungsi sebagai alat bantu evakuasi korban ke tempat yang aman.

7. Pembuatan/pengikatan tandu darurat


Apabila peralatan tandu tidak ada/tidak memadai sedangkan korban memerlukan evakuasi
segera, maka penolong dapat memanfaatkan alat-alat disekitarnya untuk membuat tandu.
Syarat-syarat dasar yang harus dimiliki sebuah tandu adalah:
a. Aman, yaitu: pengikatan harus kuat, korban terlindung dari kemungkinan benturan, mudah
di pegang oleh penolong saat pelaksanaan evakuasi.
b. Nyaman, yaitu: selama pergerakan evakuasi korban merasa nyaman, ukuran tandu tidak
sempit.
c. Tidak memperparah korban

8. Macam-macam tandu darurat berdasarkan bahan pembuatannya:


a. Menggunakan selimut
Bentangkan selimut di tanah, taruh dua batang kayu/bambu dengan jarak 1/3 lebar selimut,
lipat selimut menutupi kedua buat batang kayu/bambu tersebut. Berat korban akan menahan
lipatan pada tempatnya.
b. Menggunakan tali (clove hitch stretcher)
Langkah 1: bentuk 8-10 loop untuk
membentuk alas tandu, panjang loop
disesuaikan dengan tinggi korban, lebar
kurang lebih 25-30 cm.
Langkah 2: Ambil bagian tali yang
panjang, dan ikat satu sisi dengan simpul Gambar 15.1 Membuat tandu darurat
clove, menyisakan kurang lebih 10 cm
untuk tempat memasukkan bambu
Langkah 3: Lakukan hal yang sama pada sisi yang lain hingga sisa tali terpakai semua,
Langkah 4: Masukkan 2 batang bambu ke simpul kanan dan kiri.
c. Menggunakan baju
Gunakan dua buat baju yang berbahan kuat dan 2 bilah kayu/bambu yang diselipkan ke
dalam baju sebagai penyangga

9. Simpul dan Tali Temali (Rope and Knotting)


1. Tali (ropes) Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan
Dalam segala kegiatan kedaruratan, tali merupakan hal yang mutlak dibutuhkan.
Jenis-jenis tali:
1) tali serat alami
Tali ini terbuat dari bahan-bahan alami (serat daun alami, serat kulit kelapa atau serat
rerumputan), tali ini kekuatan bebannya rendah, tidak disarankan untuk kegiatan
ascender/descender.
2) tali sintesis
Tali ini merupakan tali buatan dengan bahan sintesis, lebih kuat dan ringan sehingga
mudah dibawa. Tali ini paling sering digunakan. Beberapa tali sintesis yakni:
a) polypropylene
Tali yang terbuat dari bahan ini tidak menjadi lemah dalam keadaan basah. Oleh
karena itu sering dipergunakan dalam olah raga air. Namun tali ini tidak tahan
terhadap sinar matahari yang berlebihan.
b) polyester
Keunggulan tali ini tahan terhadap gesekan, punya kelenturan yang baik dan
renggannya kecil.
c) nylon
Tali ini pada umumnya 17 % lebih ringan daripada polyster, tali ini terbuat dari
bahan yang sangat elastis sehingga tidak dapat dipergunakan untuk menarik sesuatu
yang berat. Tali ini tidak bias terkena air karena dapat menyerap air sehingga tali
menjadi sangat berat.
d) hauzerlaid
Tali sintesis yang dijalan seperti serat alam dengan mesin, sering dipakai terutama
untuk berlatih turun tebing.
e) karmantle
Tali karmantle mempunyai 2 bagian, yakni :
* kern (tali) yang terdiri dari serat putih
* mantle (luar) yang merupakan anyaman untuk melindungi tali.

polypropylene polyester nylon

Hawserlaid kernmantel

Gambar 15.2. Jenis-jenis tali

2. Simpul (Knotting)
Simpul adalah ikatan pada tali/tambang atau media lain yang sengaja dibuat untuk
keperluan tertentu. Banyak digunakan dalam kegiatan panjat tebing.
Jenis-jenis simpul
1) Simpul Delapan (figure eight knot) Digunakan pada ujung tali dan untuk
menghubungkan tali dengan sabuk pengaman. Bentuk nya menyerupai angka delapan.
2) Simpul Delapan ganda (double figure eight knot) Bentuk sama dengan simpul delapan
tapi menggunakan dua tali.
3) Simpul Italia (Italian Knot) Untuk menambat pengaman dan dipakai untuk rappling,
belaying.
4) Simpul Kambing (bowline knot)
Untukmengikat tali pada sabuk
pengaman
5) Simpul kacamata Untuk menambat
tali pada bilayer yang dipakai pada
tengah tali.
6) Simpul nelayan ganda (double
fisherman knot) Untuk menyambung
dua tali yang tidak sama besar tetapi
sejenis dan licin.
7) Simpul sambung pita (tipe knot)
Untuk menyambung pita atau
Gambar 15.3. Contoh-contoh simpul tali
webbing.
8) Simpul jerat (prussik) Untuk mengunci pada tengah tali utama dan untuk menambah
ketinggaian.
9) Simpul pengunci (over hand) Untuk pengunci pada tengah tali utama dan ujung tali
yang terpasang.
10) Simpul mati Untuk menyambung tali yang sama besar.
11) Simpul pangkal untuk mengikat tali pada tiang.

10. Pertolongan di Air (Water Rescue)


Selain di daratan, bencana juga seringkali terjadi di perairan. Apabila itu terjadi relawan harus
Bagan 1.2 Sistem Kelembagaan
memiliki pengetahuan tentang pertolongan di air. Pengetahuan tentang pertolongan darurat di air
dapat menentukan hidup dan mati. Water rescue merupakan teknik pertolongan korban/evakuasi
yang dilakukan di air.
Sebelum melakukan pertolongan di air, maka relawan perlu mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Perhitungan / pertimbangan
Kemampuan penolong untuk memilih dan menentukan kemampuan yang dimiliki, serta metode
yang harus dilakukan. Penolong harus bisa memilih metode pertolongan yang paling cepat
dengan resiko kecil.
b. Pengetahuan
Pengetahuan mengenai bahaya-bahaya ketika berada di air, contoh: panik, letih, kram, arus air,
ombak dan biota air.
c. Keahlian
Seorang relawan harus mempunyai keahlian di setiap aspek pertolongan di air.
d. Kesiapan fisik dan mental
Seorang relawan harus dalam kondisi fit sebelum melakukan pertolongan, kesiapan mental juga
dibutuhkan karena berhubungan dengan jiwa yang terancam.

11. Perlengkapan water rescue


Adapun perlengkapan dalam pertolongan di air adalah sebagai berikut:
1) Perahu
Perahu water rescue harus tahan benturan dan abrasi, biasanya terbuat dari campuran sintetis
nylon, EPDM (karet sintetis), PVC, neophrene, dan hipalon. Perahu haruslah mudah
dikendalikan.
2) Pompa
Berfungsi memasukkan udara ke dalam perahu, dibagi 2 (dua): pompa tangan dan pompa kaki.
3) Repair Kit
Terdiri dari lem, benang, nylon, jarum jahit dan bahan penambal.
4) Tali Penyelamat (rescue rope)
Berfungsi untuk penyelamatan, juga berguna untuk lining saat scouting. Tali yang digunakan
terbuat dari bahan nylon berwarna mencolok agar dapat dilihat oleh korban.
5) Kantung Kedap Air (Dry Bag)
Berfungsi untuk menyimpan kamera, obat-obatan, makanan dan benda-benda lain agar tidak
basah.
6) Carabiner
Alat yang terbuat dari alumunium alloy, berfungsi menghubungkan satu alat dengan lainnya,
misalnya throw bag dengan D-ring (cincin yang ada disamping perahu)
7) Dayung
Berfungsi untuk manuver, mengarahkan, menambah dan mengurangi kecepatan perahu. Biasa
berbentuk T-grip di pegangannya dan belah (blade) di dayungnya.
8) Helm
Berfungsi melindungi kepala dari benturan, terbuat dari bahan yang kuat tapi ringan dengan
lubang-lubang kecil diatasnya.
9) Jaket Pelampung
Berfungsi untuk mengapungkan tubuh dan melindungi bagian tubuh dari benturan.
10) P3K
Obat-obatan dan peralatan perawatan harus disesuaikan dengan kondisi medan, cuaca dan
waktu tempuh menuju korban.
11) Peluit
Untuk membantu memberikan kode bahaya tertentu.
12) Rescue Sled Inflatable Litter
Digunakan untuk mengevakuasi korban
13) Flotation Colar
Alat tambahan evakuasi dengan ditambah basket stretcher agar dapat mengapung.
14) Ring Buoy
Alat penyelamatan korban tenggelam, digunakan dengan cara melemparkannya ke korban agar
dipegang.
15) Peralatan Selam
Seperti snorkel, baju selam, tabung oksigen, google, dan lain-lain.
16) Sea view underwater viewer
Alat untuk melihat keadaan di bawah air.
17) dll

12. Personal Flotation Device (PFD)


PFD atau Jaket Penyelamat adalah perlengkapan utama yang harus dipakai relawan saat
melakukan pertolongan di air. Bentuk PFD bermacam-macam, ada yang berbentuk jaket, rompi
sederhana, full body suit, dan sebagainya tergantung kegunaannya.
Berdasarkan bahan pembuatnya, jenis-jenis PFD antara lain: PFD syntetic fiber, PFD
pelampung busa atau PFD pelampung udara. Dibuat berwarna terang sehingga mudah terlihat.
Bentuk-bentuk PFD:
1) Pelampung Udara, mempunyai daya apung tinggi tetapi rentan terhadap benturan keras
(misal. Bebatuan) sehingga cukup berisiko. Terbuat dari vinil yang berat/lebat dengan 1 (satu)
kantong udara yang dapat digelembungkan dengan menarik tali atau memukul klep. Kantong
akan terisi oleh gas asam-arang.
2) Pelampung Padat, terbuat dari spons, cukup tahan terhadap benturan namun apabila terendam
dalam air pada jangka waktu yang lama maka daya apung pelampung akan berkurang.

13. Klasifikasi PFD


PFD dapat diklasifikasikan menjadi 5 tipe2:
1. Tipe I / Off-shore life jacket

2 The united states coast guard


digunakan pada korban di air, posisi korban dapat dari depan maupun dari belakang penolong
dan mempunyai daya apung 20 pon. Merupakan PFD yang baik agar tetap mengapung pada air
yang bergelombang apabila pertolongan terlambat datang. Biasanya dapat ditemukan pada
kapal-kapal komersial.
2. Tipe II / Near-shore buoyant vest
hampir sama dengan tipe I tetapi mempunyai ukuran lebih besar, mempunyai daya apung 15,5
pon dan digunakan pada air yang tenang.
3. Tipe III / Flotation aid
merupakan pelampung yang paling nyaman dan memiliki banyak ukuran, daya apung 15,5 pon
dan dengan posisi wajah diatas
4. Tipe IV / Throwable device
penggunaannya dengan melemparkannya kepada korban, berbentuk seperti cincin yang dapat
mengapung dengan tali untuk menarik. Pemakaiannya dengan mendekatkannya ke dada, PFD
ini sangat penting dalam keadaan darurat.
5. Tipe V / Special use devices
dirancang untuk aktivitas tertentu, petunjuk penggunaan biasanya terdapat pada label di
pelampung.

14. Cara masuk ke air


adakalanya relawan perlu masuk ke dalam air untuk menolong korban, berikut adalah cara masuk
air yang aman dalam pertolongan di air:
1. Slide in entry
digunakan jika relawan tidak mengetahui kondisi perairan maupun kedalaman. Cara ini paling
aman dilakukan.
Langkah 1. buat posisi seaman mungkin ditepi air, masukkan salah satu kaki
Langkah 2. rasakan pijakan kaki apakah berbahaya atau tidak
Langkah 3. jatuhkan badan dan gunakan tangan untuk menahan berat badan.
2. Step in
digunakan jika air jernih, kedalaman diketahui dan tidak ada benda
membahayakan di air.
Langkah 1. lihat arah tujuan di air
Langkah 2. melangkah dengan berhati-hati pada tepian perairan
Langkah 3. ketika telah masuk ke air, pastikan lutut dan kaki
menekuk/fleksi atau kaki menyentuh bokong
3. Compact jump
digunakan untuk mencapai kedalaman yang lebih dari 2 meter.
Langkah 1. letakkan kedua tangan menyilang pada dada
Langkah 2. melangkah di tepian air dengan satu kaki dan masuk ke air dengan kedua kaki
dalam posisi lurus, gerakan tubuh vertikal dan memakai pelindung sesuai kebutuhan.
Langkah 3. setelah dalam air pengereman dapat dilakukan dengan tangan atau kaki.
4. Straddle entry
digunakan jika masuk ke air yang dalam dari ketinggian yang rendah dan korban dapat terlihat.
Teknik ini tidak digunakan pada ketinggian lebih dari 1 m/perairan dangkal.
Langkah 1. ambil jarak yang cukup dari tepian
Langkah 2. lakukan loncatan dengan satu kaki lurus dan kaki lainnya agak menekuk, posisi
tangan lurus ke samping dan ke depan. Pandangan lurus ke depan.
Langkah 3. setelah di air, lakukan gerakan menekan tangan ke bawah dan gerakkan kaki seperti
gunting, jaga agar kepala tetap diatas air.
5. Shallow dive
digunakan pada perairan yang jernih, kedalaman air dapat diketahui dan keadaan dibawah air
dapat dilihat.

15. Metode pertolongan sendiri (self rescue)


dasarnya adalah agar tidak menambah korban baru, relawan harus memiliki kemampuan untuk
menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu.
Beberapa hal yang harus diketahui ketika melakukan self rescue diantaranya adalah:
1. Daya apung (buoyancy)
dibagi menjadi 3, yaitu: daya apung positif/tubuh berada di permukaan, daya apung
negatif/tubuh tenggelam dan diantara keduanya.

Gambar 15.4. Daya apung (buoyancy)


2. Mengambang
adalah usaha mengambangkan tubuh tanpa melakukan gerakan, tekanan air akan mendorong
tubuh keatas dengan sendirinya. Biasanya dilakukan untuk beristirahat diantara upaya
penyelamatan.
3. treading
adalah usaha berenang mengambang secara vertikal, kepala
berada diatas permukaan air, biasanya untuk mengetahui
arah penyelamatan.
4. Berenang
ada 4 gaya dalam renang yang harus dikuasai seorang
relawan, yaitu: gaya bebas, gaya punggung, gaya dada dan
gaya kupu-kupu. Gambar.15.5 treading
5. Menggunakan pelampung
pelampung berfungsi menjaga hidung dan mulut agar tetap berada diatas air, digunakan dengan
cara dipegang atau disandar ke bawah lengan. Pelampung tidak untuk dinaiki.

Gambar 15.6. Gaya renang

16. Teknik water rescue


1) Mengenali korban
a. korban panik/tidak bisa berenang
keadaan korban: 1) gerakan tidak teratur, vertikal dengan permukaan air
2) pandangan tidak tertuju ke daratan
3) konsentrasi tertuju pada pernapasan
4) ekspresi wajah panik, mata terbuka lebar
5) tidak mengikuti perintah/tidak kooperatif
penyelamatan : 1) kemungkinan membahayakan penolong
2) penolong harus berpengalaman
3) tetap beri semangat tanpa melakukan kontak
b. korban kelelahan (perenang kelelahan)
keadaan korban: 1) posisi membentuk sudut dengan permukaan air
2) pandangan ke daratan
3) kepala timbul tenggelam
4) gerakan tangan dan tungkai masih bisa berenang
5) ekspresi wajah cemas
6) masih kooperatif
penyelamatan : 1) dampingi tanpa melakukan kontak
2) tetap beri semangat
c. korban terluka
keadaan korban: 1) posisi memegangi bagian yang cidera
2) ekspresi wajah panik, cemas, mengeluh sakit
penyelamatan : 1) bawa ke tepi sambil perhatikan cedera korban
2) beri penanganan
d. korban pasif
keadaan korban: 1) posisi tengkurap, bisa di permukaan/dasar air
2) tidak kooperatif
3) masih aktif jika menerima rangsangan
penyelamatan : 1) beri rangsangan suara atau sentuhan
2) bawa korban ke tepi
2) Prioritas
prinsip-prinsip dasar yang harus diketahui penolong:
a. Keselamatan penolong adalah yang utama
b. hindari kontak dengan korban, gunakan alat bantu untuk menambah jangkauan, jaga jarak
dengan korban
c. kontak dengan korban adalah pilihan terakhir
d. penolong wajib menggunakan pelampung
3) Mendekati korban
4) Evakuasi
5) Melepaskan diri
6) Bloking
B.2 Rangkuman
1. Evakuasi korban bertujuan untuk Menyelamatkan jiwa, mencegah cacat, membantu proses
penyembuhan, memindahkan dari tempat bahaya ke tempat yang mempunyai fasilitas
memadai yang harus mempertimbangkan aspek keselamatan, medical, pemindahan.
2. Elemen yang harus di milliki seorang evakuator dalam mengevaluasi korban adalam
kemampuan dalam first aid, memahami tentang teknik pemindahan termasuk pemahaman
tentang peralatan evakuasi.
3. Rope adalah serat yang dirajut sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan sesuai dengan
besar kecilnya yang bisa di manfaatkan dalam evakuasi korban dengan dilengkapi dengan
peralatan pendukung evakuasi lainnya seperti carabiner, prusik, puley,webbing, tandu, dan
sebaginya.
4. Prinsip pembuatan tandu untuk korban yaitu aman, nyaman, dan tidak memperparah korban.
5. Pembagian tugas sesuai dengan pertimbangan lokasi dan prediksi korban yang akan ditolong.

B.3 Tes Formatif


Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
1) Dibawah ini yang bukan merupakan tujuan evakuasi korban adalah
a. Menyelamatkan jiwa
b. Mencegah cacat
c. Membantu proses penyembuhan
d. Menambah penghasilan
2) Elemen yang harus di milliki seorang evakuator dalam mengevaluasi korban adalah
a. Kemampuan motivasi
b. Kemampuan analisis
c. Kemampuan dalam first aid
d. Kemampuan bertempur
3) Tandu darurat dapat dibuat dari bahan sebagai berikut:
a. Kaos oblong
b. Kapas
c. Daun pisang
d. Selimut
4) Berikut adalah simpul yang digunakan untuk membuat tandu tali:
a. Simpul clove
b. Simpul pita
c. Simpul italia
d. Simpul prussik
5) Teknik membawa korban pada pertolongan di air adalah:
a. Perlahan
b. Hidung korban berada diatas air
c. Korban mengarahkan gerakan penolong
d. Penolong dapat bergerak bebas
Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.

C. Glossary
Prusik: adalah jenis tali yang biasa digunakan untuk pendakian karena sangat kuat, dalam ukuran
yang lebih besar tali ini disebut kern mantel.
Tali kermantel: Salah satu jenis tali nylon yang sangat kuat.

D. Referensi
1. Juliati Susilo, dkk. 2008. Pertolongan Pertama Palang Merah Remaja Madya. Palang Merah
Indonesia. Jakarta.
2. Pengantar Pertolongan di Air diakses dari http://www.ksrunhas.org tanggal
19 September 2010.
3. Aditya Perdana DW, 2008. Pengenalan Dasar Water Rescue. Jakarta: Dharma Wiguna.
4. Puguh Sihwidijono, 2004. Pertolongan Korban di Air Tenang Dan Self Rescue. Jamnas VII
PTBMMKI.
5. No Name, 2007. Teknik Renang, diakses dari http://www.wikipedia/renang tanggal
29 September 2010.
6. Pengantar Pertolongan di Air diakses dari http://www.ksrunhas.org tanggal 29 September 2010.
7. No Name, 2007. Personal Floatating Device diakses dari http://www.fishstate.pa.us/pdf
tanggal 29 September 2010.
8. No Name, 2007. Personal Floatating Device diakses dari http://www.pawaterrescue/pdf
tanggal 29 September 2010.
9. Puguh Sihwidijono, 2004. Pertolongan Korban di Air Tenang Dan Self Rescue. Jamnas VII
PTBMMKI.
10. Syofyan, 2007. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana di Sumatera Barat. Seminar
Nasional Penanggulangan Bencana Jamnas XI PTBMMKI.
11. Ino Supriatno, 2006. Teknik Mendayung, diakses dari
http://www.hmgunpad/artikel/olahragaarusderas tanggal 29 September 2010.
12. No Name, 2007. Teknik Renang, diakses dari http://www.wikipedia/renang tanggal
29 September 2010.
13. No Name, 2007. Water Safety, diakses dari http://www.irishwatersafety.com tanggal
29 September 2010.
14. No Name, 2007. Water Safety, http://www.marinesafetyvictoria/watersavety tanggal
29 September 2010.
Sub Modul 16
Pendampingan Psikososial
Terhadap Korban Bencana (Trauma Healing)

A. UMUM
Memahami apa yang dimaksudkan dengan
Pendampingan Psikososial sangatlah penting.
Pemahaman ini dibutuhkan sehingga kegiatan-kegiatan
apapun yang dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat
pasca terjadi bencana tidak mengaburkan makna dan
tujuan sesungguhnya yang diharapkan dari
pendampingan psikososial. Oleh karena itu, untuk dapat
semakin memahami, akan dibahas dalam bagian bahan
bacaan ini segala sesuatu yang terkait dengan pendampingan psikososial secara umum.
Kompetensi umum yang diharapkan setelah mempelajari modul ini ialah dengan membaca
bagian bahan bacaan ini peserta pelatihan yang dalam hal ini adalah relawan dapat memahami
prinsip dari pendampingan Psikososial dan hal-hal penting ketika melaksanakan pendampingan
Psikososial. Indikator-indikator yang dapat dijadikan ukuran pemahaman para peserta terhadap
materi dalam modul ini, dapat dirasakan apabila para peserta, dapat:
(1) Memahami mengenai definisi psikososial, masalah psikososial, dan pendampingan psikososial.
(2) Memahami mengenai dampak psikososial dari terjadinya bencana.
(3) Memahami mengenai karakteristik pendamping/Relawan psikososial.
(4) Memahami mengenai intervansi psikososial dan bentuk-bentuknya.
(5) Memahami mengenai prinsip-prinsip yang harus dijadikan pedoman dalam memberikan
pendampingan psikososial.

Konsep-konsep yang harus peserta pahami, dapat dirumuskan ke dalam topik-topik berikut:
(1) Definisi psikososial.
(2) Dampak psikososial bencana.
(3) Karakteristik pendamping psikososial.
(4) Bentuk intervensi psikososial.
(5) Prinsip dalam memberikan pendampingan psikososial
Untuk membantu peserta memahami isi modul ini secara cepat, peserta perlu melakukan hal-
hal sebagai berikut:
(1) Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar 1 (satu) dan
seterusnya.
(2) Jika peserta mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan
tertentu, diskusikan dengan teman peserta atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu
untuk memahami materi modul ini.
(3) Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya peserta mengerjakan
latihan-latihan, menjawab soal-soal dan kemudian cocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban yang tersedia.
(4) Jika skor hasil belajar peserta masih belum memenuhi persyaratan minimal, sebaiknya peserta
tidak terburu-buru untuk mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hingga benar-benar mendapat skor minimal untuk
melanjutkan ke materi berikutnya.
(5) Disarankan berdiskusi kelompok, mengerjakan soal-soal latihan pemahaman, mengikuti
tutorial, atau berdiskusi langsung dengan penyusun modul/fasilitator/pelatih.

B. KEGIATAN BELAJAR
Tujuan belajar pada materi ini peserta diharapkan dapat: (1) Memahami Definisi psikososial,
masalah psikososial dan pendampingan/ dukungan psikososial,
(2) Memahami dampak psikososial dari terjadinya bencana, (3) Memahami karakteristik
pendamping/Relawan psikososial, (4) Memahami bentuk intervensi psikososial, (5) Memaparkan
prinsip-prinsip dalam memberikan pendampingan psikososial.

B.1 Materi
Untuk memperoleh tujuan belajar tersebut mari kita simak materi belajar berikut.
1. Pendampingan Psikososial
1) Psikososial : segala sesuatu yang menyangkut aspek psikologis dan aspek sosial dari individu
2) Masalah-masalah psikososial: masalah-masalah yang dapat memberikan pengaruh terhadap
kondisi psikologis dan sosial seseorang, sehingga terdapat hubungan yang erat antara kondisi
psikologis dan kondisi sosial, dimana kondisi psikologis dapat berpengaruh terhadap kondisi
sosial, dan sebaliknya.
3) Pendampingan psikososial: bantuan pada masyarakat yang memperhatikan hubungan dinamis
yang terjadi secara terus-menerus dan saling mempengaruhi antara aspek psikologis dan aspek
sosial dalam lingkungan dimana individu/masyarakat berada.
a. Inti Dari Pendampingan Psikososial
Penerimaan Diri Membantu korban untuk mampu menerima
kenyataan, melanjutkan kehidupan
Support Memberikan dukungan
Melepaskan diri Dengan menerima kenyataan, akan membantu
dari kejadian korban untuk sedikit demi sedikit melepaskan diri
dari kejadian, melibatkan dalam kegiatan Relawan
Mengekspresikan Memberikan kesempatan korban untuk
perasaan menumpahkan perasaannya
Menjaga kebersihan Seringkali setelah melewatu fase yang penuh stres,
dan keselamatan diri sendiri cenderung terlupakan
diri sendiri
Ambil sisi Membantu korban agar bisa mengambil hikmah
positifnya dari kejadian yang dialami

b. Tahapan Respon Normal Dan Recovery Terhadap Pengalaman Traumatik

Gambar 16.1 Tahapan Respon Normal Dan Recovery Terhadap Pengalaman Traumatik.
c. Dampak Psikososial dari terjadinya bencana
Reaksi terhadap bencana
Reaksi trauma adalah hal yang wajar terjadi setelah kondisi krisis. Kondisi lain yang mungkin
terjadi berkaitan dengan kebutuhan psikososial pasca bencana adalah:
1) Bencana dapat menyebabkan rusaknya bangunan fisik dan terhambatnya pasokan air bersih dan
makanan. Kebutuhan dasar ini perlu segera dipenuhi.
2) Bencana menjauhkan bahkan membuat orang-orang kehilangan sanak saudara, tetangga atau
teman sehingga menyebabkan dukungan sosial melemah atau mungkin hilang
3) Perubahan dinamika dalam keluarga. Kehilangan pencari nafkah atau perubahan peran secara
mendadak karena kehilangan orangtua misalnya.
4) Struktur sosial menjadi berantakan. Komunitas terpecah, rasa percaya meyusut.
5) Ketiadaan tempat untuk berkumpul bersama
6) Ketika tekanan meningkat mungkin timbul sikap pasif. Tekanan juga dapat memicu timbulnya
kekerasan
Reaksi Yang Muncul Setelah Bencana
Reaksi Anak-anak
Masalah tidur, mimpi buruk Butuh objek untuk rasa aman.
Mudah tersinggung, susah diatur, Perubahan cara berpakaian, pola makan,
gampang bosan toilet habits.
Kesulitan mengerjakan masalah Keterpakuan terhadap sumber trauma,
sehari-hari takut ada bencana susulan
Banyak menuntut, banyak Relasi dengan adik/kakak: konflik,
mengatur, atau memisahkan diri, kompetisi, agresi, atau memisahkan diri
tidak bicara, menolak apapun.
Penurunan kemampuan belajar Gangguan fisik: denyut jantung, otot
kaku, sesak napas, sakit kepala, dll.

Dampak Psikososial Peristiwa Traumatik

Berikut beberapa kondisi Mitos Seputar Bencana serta faktor emosional masyarakat setelah
mengalami bencana

Mitos Realita
Orang-orang Orang-orang berperilaku cukup rasional dan bertanggung
panik jawab, terkecuali jika sama sekali tak ada tempat yang
aman, tak ada informasi, dan tak ada yang mengarahkan
Tidak dapat Secara umum orang-orang justru mampu menjaga orang
menjaga diri disekitarnya, jika memungkinkan bisa menolong orang
sendiri lain yang membutuhkan
Terlalu Orang-orang mampu memilih dan merespon informasi
banyak yang dianggap berasal dari sumber yang bisa dipercaya
informasi
berakibat
buruk

Emosi Kondisi

Shock Tidak percaya dengan apa yang baru terjadi


Membisu, membatu, bencana seperti mimpi
Tidak mengerti apa yang terjadi
Rasa takut Takut cedera, atau mati
Bencana akan terulang lagi
Muncul perilaku panik, berlari kesana kemari
Muncul ketakutan yang tidak berhubungan
Marah Terhadap sumber bencana
Terhadap apa yang baru terjadi
Merasa diperlakukan tidak adil
Kenapa harus saya?!
Tidak Situasi krisis menunjukkan betapa tidak berdayanya
berdaya kita

Sedih Akibat kehancuran dan kehilangan


Dunia bukan lagi tempat yang aman
Malu Karena diekspos sebagau orang yang tanpa daya,
emosional dan membutuhkan orang lain
Karena tidak bertindak ideal seperti yang
diharapkan ketika bencan terjadi
Rasa bersalah Karena kehilangan lebih sedikit dari orang lain

Untuk membantu memfasilitasi dan meningkatkan mekanisme pemulihan diri, pengetahuan


mengenai sumber-sumber daya tradisional dan budaya sangat penting diketahui oleh pendamping
masyarakat. Yang bisa dilakukan adalah mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Secara budaya pendekatan apa yang tepat dan cocok untuk membantu orang-orang dalam situasi
distress.
b. Pada siapa biasanya anggota-anggota masyarakat mencari dukungan sosial.
c. Bagaimana cara orang-orang atau struktur tersebut didukung.
Identifikasi faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor risiko.

Faktor Pendukung Faktor Resiko


Lokasi geografis misalnya Lokasi geografis misalnya keadaan yang
keadaan desa yang aman dari dekat dengan pusat gempa
gempa.
Pengalaman bencana Kurang pengalaman dalam menghadapi
sebelumnya. bencana
Transportasi Ketiadaan jalan atau desa terpencil dari
pusat kota
Sumber daya masyarakat. Ketiadaaan tempat penyelamatan
Misalnya guru, tenaga medis, misalnya sekolah, bangunan besar
relawan dsb.
Kelompok-kelompok Ketiadaan kelompok swadaya masyarakat
swadaya masyarakat
Masyarakat yang toleran, Masyarakat yang labil
gotong royong

2. Karakteristik Relawan Pendamping


a. Karakteristik Relawan
1) Ketenangan, kematangan emosi.
2) Kemampuan mendampingi, meliputi: empati, bersahabat, terbuka, respek, dan mau
mendengarkan.
3) Toleransi stress tinggi terhadap kondisi kerja yang sulit, tidak menentu, yang meliputi jam
kerja panjang, akomodasi & fasilitas terbatas, rentan konflik antar relawan.
4) Sosiabilitas tinggi, kemampuan membangun dan membina relasi.
5) Peka & mampu memanfaatkan potensi diri (serba bisa).
6) Memahami perbedaan budaya.
b. Etika Relawan
1) Menjaga Rahasia.
2) Menunjukkan sikap hormat.
3) Menghargai (kesetaraan).
4) Sadari batas-batas kemampuan diri.
5) Sadari tanggungjawab yang memerlukan dedikasi.
6) Menempatkan kepentingan orang yang ditolong di atas kepentingan pribadi.
7) Jangan menggunakan tenaga yang tidak kompeten.
8) Jangan menggunakan alat/cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
9) Jangan melakukan tindakan yang dapat merugikan
10) Jangan cepat memberi penilaian apa yang diutarakan korban
c. Keterampilan utama yang dibutuhkan relawan
1) Keterampilan Memimpin
Situasi masyarakat yang didampingi bisa berbeda-beda latar belakang, keadaan dan
masalahnya. Namun yang penting adalah kemampuan untuk mengambil inisiatif dan tanggung
jawab serta kendali dalam situasi krisis dan darurat. Kemampuan inilah yang dibutuhkan sebagai
keterampilan memimpin.
2) Keterampilan Komunikasi
Seorang pendamping harus mampu memiliki keterampilan komunikasi yang baik.
Keterampilan komunikasi yang baik menciptakan kepercayaan di tengah masyarakat, mendorong
anggota-anggota dalam masyarakat berbicara mengenai pendapat mereka, memperantarai dialog
antar kelompok dan sebagainya.
Keterampilan komunikasi seorang oleh seorang pendamping dibutuhkan adanya empati,
mendengarkan aktif, asertif, berkomunikasi dengan jelas dengan memperhatikan feedback dan
faktor-faktor yang mungkin menganggu dalam proses komunikasi.
3) Keterampilan Meresolusi Konflik
Sering kali dalam kehidupan sehari-hari terdapat perbedaan pendapat antarsatu orang dengan
yang lain, antar teman bahkan antar anggota keluarga. Begitupula yang terjadi dalam masyarakat.
Masyarakat terdiri dari berbagai macam orang yang berbeda-beda. Banyaknya pendapat dan
keinginan mungkin sebanyak kepala yang ada dalam masyarakat tersebut. Gesekan-gesekan antara
keinginan yang berbeda-beda rentan menimbulkan konflik.
d. Tipe-tipe konflik yang mungkin muncul antar kelompok/individu di masyarakat:
1) Konflik kepentingan
2) Perbedaan pendapat dan ide
3) Konflik yang muncul akibat kepentingan pihak luar
4) Permusuhan atau kompetisi antar individu atau kelompok
5) Perlakuan tidak adil dan tidak sama
6) Konflik akibat pembuat masalah
7) Konflik struktur sosial
8) Kesalahpahaman, gosip dan berita yang tidak jelas (rumor)
3. Bentuk Intervensi Psikososial
a. Korban Bencana Harus Melanjutkan Hidup

Gambar 16.2 Masa-masa yang dilalui Seseorang

b. Sasaran Intervensi Pendampingan Psikososial


1) Masyarakat
2) Organisasi/lembaga : PGRI, Desa, Karang
Taruna, PKK, Posyandu, dll.
3) Kelompok : Anak (siswa sekolah), orang tua
siswa
4) Individu
c. Pendekatan
1) Pengembangan Masyarakat
2) Dukungan Kelompok
3) Individual
Tiap pendekatan punya kelebihan dan kekurangan, maka harus diperhitungkan karakteristik
wilayah. Contoh: Bantul dan Aceh.

3. Teknik Dalam Melakukan Pendampingan


a. Bermain: biasanya untuk anak-anak, misalnya Bermain pasir, lilin (malam), Bernyanyi,
Permainan kerjasama
1) Senam, olah tubuh
2) Mewarnai, melukis, menggambar
3) Menggunting, melipat
4) Menempel
5) Cerita-cerita tradisional
6) Drama, panggung boneka, bermain peran (energizer atau ice breaker)
b. Konseling kelompok:
1) Tujuannya untuk melepas ketegangan
2) Memfasilitasi ekspresi perasaan
3) Memfasilitasi saling membantu dan terbuka diantara anggota kelompok
4) Tidak untuk memecahkan masalah
5) Mengajarkan mendengar aktif
c. Konseling individual
d. PRA (Participatory Rural Appraisal)
e. Pemberdayaan ekonomi

4. Alur pendampingan Psikososial

Gambar 16.3 Alur pendampingan Psikososial

Pengayaan

Mengelola Stres, Burn-Out, dan Trauma

Apabila tekanan udara dalam kabin terganggu, maka masker oksigen akan jatuh dari
langit-langit di atas kepala anda. Kenakan masker oksigen pada mulut dan hidung dan
bernafaslah seperti biasa. Penumpang yang membawa anak-anak harus mengenakan
maskernya terlebih dahulu sebelum menolong anaknya

A. Pendahuluan
Instruksi ini disampaikan oleh para awak pesawat terbang tentang bagaimana
bersikap di tengah situasi darurat. Pesan utama dari instruksi ini adalah memastikan
keselamatan diri terlebih dahulu sebelum menyelamatkan orang lain. Prinsip ketika
menghadapi situasi darurat di pesawat ini juga merupakan prinsip penting yang perlu
dicamkan oleh pekerja kemanusiaan. Memastikan keselamatan diri terlebih dahulu
merupakan syarat mutlak untuk dapat membantu orang lain secara tepat dan efektif.
Oleh karena itu, sebagai pekerja kemanusiaan dibutuhkan pemahaman akan
pentingnya mengelola diri sendiri untuk dapat menjalankan pekerjaan kemanusiaan secara
efektif. Dalam bagian bacaan ini, akan dipaparkan latar belakang pentingnya membantu
diri sendiri sebagai seorang pekerja kemanusiaan dan beberapa tips-tips sederhana untuk
membantu diri sendiri.

B. Pekerja Kemanusiaan: Pekerjaan yang mudah atau sulit ?


Menjadi pekerja kemanusiaan atau bekerja di daerah pasca bencana alam atau
konflik sosial dengan kondisi masyarakat yang trauma bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat beresiko tinggi mengalami masalah psikologis yang
cukup serius. Terus-menerus berhadapan dengan orang-orang yang mengalami berbagai
perasaan negatif: takut, cemas, sedih, marah, kecewa sebagai akibat dari pengalaman
traumatis merupakan suatu tekanan bagi pekerja kemanusiaan. Selain itu, bekerja di tempat
yang sangat minim fasilitas misalnya: tidak ada tempat rekreasi/hiburan, tidak ada tempat
ibadah, sarana transportasi terbatas dan lain-lain karena hancur sehingga tidak dapat
digunakan kembali juga merupakan sumber masalah bagi pekerja kemanusiaan. Tuntutan
terhadap pekerjaan yang tinggi secara fisik dan mental dari organisasi tempat pekerjaan
namun sumberdaya pendukung terbatas menjadi pokok permasalahan dalam melaksanakan
pekerjaan kemanusiaan. Selain itu, seringkali terdapat tuntutan yang tinggi terhadap diri
sendiri. Adanya keinginan untuk berbuat lebih terhadap masyarakat yang didampingi dan
selalu siap membantu dalam kondisi apapun. Tuntutan terhadap diri sendiri ini pun
seringkali menimbulkan masalah.
Ada anggapan yang kurang tepat tentang pekerja kemanusiaan baik seperti: staf
LSM, peliput berita, guru, tenaga kesehatan maupun tentara. Mereka dianggap memiliki
kualitas yang sangat luar biasa yang akan membuat mereka secara emosi dan psikologis
sangat kuat. Kualitas luar biasa ini dilihat sebagai penyebab anggapan bahwa mereka tidak
akan mengalami masalah meskipun bekerja di situasi yang tidak wajar dengan orang-orang
dengan pengalaman khusus. Akibat dari anggapan ini adalah kurang dipedulikannya
kebutuhan para pekerja kemanusiaan.
Perhatian dan pemenuhan kebutuhan para pekerja kemanusiaan kurang penting
dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan orang-orang yang trauma, dampingan para
pekerja kemanusiaan. Alasan bahwa kebutuhan pekerja kemanusiaan kurang penting ini
tidak hanya merupakan pemikiran organisasi yang mengutus para pekerja kemanusiaan
tetapi juga merupakan pemikiran dari pekerja kemanusiaan itu sendiri; Saya disini untuk
membantu bukan untuk merepotkan !
Memenuhi kebutuhan para pekerja kemanusiaan bukan berarti memberikan
kebebasan untuk melakukan/mendapatkan untuk mendapatkan apapun yang diinginkan.
Hal yang utama dalam pemenuhan kebutuhan para pekerja kemanusiaan adalah menjaga
kemampuan mereka dalam berfungsi secara efektif dan efisien. Usaha ini merupakan
bagian penting dari pelayanan kemanusiaan.
Pada kegiatan kemanusiaan, lebih mudah mengenali stress yang terjadi pada orang
lain (masyarakat dampingan) daripada diri sendiri sebagai seorang pekerja kemanusiaan.
Menyadari kelemahan diri sendiri sangatlah sulit. Seringkali pekerja kemanusiaan
beranggapan bahwa merasakan perasaan negatif yang mendalam seperti: ketakutan,
kemarahan dan perasaan ketidakmampuan akan nampak seperti tanda-tanda kelemahan.
Berbagai perasaan negatif yang dialami ini menantang harga diri karena membiarkan orang
lain yang harusnya dapat ditolong. Selain itu menampilkan perasaan-perasaan negatif
tersebut juga dianggap sesuatu yang memalukan khususnya terhadap rekan-rekan sekerja.
Akibatnya pekerja kemanusiaan seringkali memaksakan diri untuk menolong meskipun
sebenarnya diri sendiri berada dalam kondisi yang perlu ditolong. Memang bagi para
pekerja kemanusiaan lebih mudah untuk menempatkan diri sebagai penolong/pendamping
daripada menyadari bahwa diri sendiri perlu bantuan/dukungan.
Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu dipahami menyangkut pekerja
kemanusiaan dalam kegiatan kemanusiaan yang dilakukan di daerah pasca bencana atau
konflik sosial, yaitu sebagai berikut :
1) Sadarilah bahwa ketika berada di daerah pasca bencana alam atau konflik sosial,
siapapun dapat mengalami pengaruh dari keadaan yang ada termasuk para pekerja
kemanusiaan yang terlatih dan profesional.
Ani (bukan nama sebenarnya) seorang pembaca berita terkenal di sebuah stasiun
televisi swasta. Ia terkenal cerdas dan berpengalaman. Ia merasakan bagaimana
pengalamannya ketika bertugas meliput kondisi pasca tsunami di Banda Aceh
berdampak luar biasa terhadap dirinya. Disana ia harus berhadapan dengan masyarakat
yang trauma, menyaksikan kondisi kota Banda Aceh yang sangat porak-poranda.
Kesedihan yang luar biasa dialaminya. Bayangan tentang kondisi yang dilihatnya terus
teringat olehnya meskipun ia telah kembali ke Jakarta. Akibatnya ia mudah menangis,
mudah terbangun ketika tidur
2) Pekerja kemanusiaan dituntut untuk melakukan tugasnya dengan baik karena
keberadaan mereka pada dasarnya untuk membantu bukan untuk menambah beban.
Pemahaman para pekerja kemanusiaan terhadap berbagai perasaan, emosi, pikiran
yang mengganggu untuk kemudian dikelola dengan baik merupakan suatu hal yang
sangat penting. Pekerja kemanusiaan perlu merawat dirinya untuk tetap efektif.
3) Perhatian dari organisasi yang melaksanakan pekerjaan kemanusiaan terhadap para
pekerjanya sama pentingnya dengan perhatian terhadap kelompok sasaran/masyarakat
yang diberikan bantuan/program.

Mengenali Kelelahan & Kejenuhan yang Luar Biasa dalam Pekerjaan


Kisah seorang prajurit
Seorang prajurit yang ditugaskan di daerah konflik menembak 5 orang rekannya, 4 orang
meninggal akibat perbuatannya. Setelah diselidiki, perbuatan prajurit terjadi karena ia
mengalami depresi berat. Ia bertugas di daerah konflik selama 11 bulan. Ia tidak tahan
melihat situasi dan kondisi yang terjadi di tempat ia bertugas.
Berbagai permasalahan yang mungkin ditemui pekerja kemanusiaan di lapangan
dapat menyebabkan para pekerja kemanusiaan merasa marah dan putus asa, tidak mampu,
merasa bersalah, sinis, atau sebaliknya, membutuhkan perasaan aman. Perasaan ini
mungkin menyusahkan dan membuatnya merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya.
Kemampuan untuk saling menerima kelemahan antar pekerja kemanusiaan merupakan
sesuatu yang sulit terjadi. Ketika pekerja kemanusiaan lain atau orang-orang yang
didampingi menampilkan kemarahan, hal ini dirasakan sebagai bentuk permusuhan
pribadi. Kepercayaan terhadap Tuhan menjadi goyah karena adanya perasaan akan
mengapa Tuhan membiarkan ini terjadi? . Pengalaman-pengalaman ini merupakan
tampilan dari pengalaman kelelahan yang luar biasa terkait dengan pekerjaan kemanusiaan
yang dijalankan. Kelelahan yang luar biasa ini dikenal dengan istilah burn-out.
Gejala burn-out
Adapun gejala-gejala dari burn-out :
a. Kelelahan yang parah.
b. Kehilangan semangat.
c. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
d. Gejala psikosomatik (lihat penjelasan di bagian stress & trauma).
e. Sulit tidur.
f. Kepercayaan yang berlebihan, merasa dirinya sebagai orang yang sangat penting.
g. Sinis.
h. Tidak efisien dalam menjankan tugas/pekerjaan.
i. Tidak mempercayai rekan kerja atau pimpinan.
j. Penggunaan alkohol berlebih termasuk konsumsi kafein dan merokok secara berlebih.

Pada halaman berikut, terdapat suatu alat bantu berupa kuesioner yang dapat
mendeteksi kelelahan mental Anda berkaitan dengan pekerjaan yang Anda jalani: apakah
Anda mengalami kelelahan mental-burn out atau Anda sedang berjalan menuju kelelahan
mental tersebut?
Isilah kuesioner ini ketika anda sedang merasa ada ketidakberesan pada diri anda
akibat pekerjaan. Anda diminta untuk menjawab sesuai (S) atau tidak sesuai (TS) terhadap
pernyataan yang diberikan. Alat bantu ini akan sangat bermanfaat terutama jika anda
menjawab jujur sesuai dengan yang anda alami.

No Keadaan diri S/TS


1 Saya merasa hasil kerja saya tidak sebaik biasanya.
2 Saya tidak lagi memiliki keinginan untuk memulai sesuatu dalam
pekerjaan
3 Saya kehilangan minat saya terhadap apa yang saya kerjakan
4 Saat ini, stress saya dalam bekerja lebih tinggi daripada biasanya
5 Saya merasa sangat lelah, rasanya ingin meninggalkan pekerjaan
6 Saya sering merasa sakit kepala
7 Saya sering merasa sakit perut
8 Saya kehilangan berat badan (Berat badan saya menurun)
9 Saya mengalami masalah dengan tidur
10 Napas saya terasa pendek iramanya
11 Saya akhir-akhir ini mudah marah
12 Suasana hati saya mudah berubah-ubah
13 Saya gampang merasa frustrasi
14 Kecurigaan saya semakin bertambah dibandingkan biasanya
15 Saya merasa tidak berdaya dibandingkan biasanya
16 Penggunaan minuman beralkohol atau obatan-obatan meningkat
17 Saya lebih kaku daripada biasanya
18 Akhir-akhir ini saya suka meragukan kemampuan saya/orang lain
19 Saya merasa banyak bekerja tetapi rasanya hasilnya sangat sedikit
20 Rasa humoris saya menghilang

4) Jika anda menyetujui lebih dari 10 pernyataan diatas, anda sedang berjalan menuju
kelelahan mental yang luar biasa. Waspadailah.
5) Jika anda menyetujui lebih dari 15 pertanyaan diatas, anda mengalami kelelahan
mental yang luar biasa.
Trauma Sekunder
Sumber stress lain adalah pengalaman pekerja kemanusiaan sebagai saksi
penderitaan orang lain. Pekerja kemanusiaan seringkali dihadapkan pada emosi orang-
orang yang terkena dampak bencana secara langsung, sehingga dapat mengidentifikasikan
dirinya seperti mereka. Respons emosional seperti yang dialami oleh orang-orang yang
terkena dampak langsung dari suatu bencana (=respon stress traumatik) juga dialami oleh
pekerja kemanusiaan yang tidak mengalami langsung bencana. Respons emosional ini
muncul sebagai akibat dari seringnya pekerja kemanusiaan dihadapkan pada cerita-cerita
dan reaksi orang-orang yang dimiliki sering kali terjadi.
Bila bekerja pada daerah yang terjadi konflik, pekerja kemanusiaan dapat menjadi
target tindak kekerasan. Pekerja kemanusiaan dapat mengalami kekerasan, penahanan, dan
gangguan atau hinaan. Pada situasi tertentu , akan sulit untuk meminta bantuan hukum
untuk keamanan karena polisi atau militer merupakan bagian dari permasalahan yang ada.
Hal ini dapat meningkatkan rasa tidak berdaya, marah, takut dan cemas, perasaan
dikhianati dan kehilangan, lemah, kehilangan kepercayaan. Berbagai perasaan ini akan
terus berlanjut bahkan sampai pekerja kemanusiaan kembali ke tempat asal mereka.
Berbagai perasaan ini juga memberikan dampak terhadap kehidupan pribadi pekerja
kemanusiaan. Simak kisah nyata dari seorang pekerja kemanusiaan berikut ini:
Kisah Seorang Pekerja Kemanusiaan

Siti (bukan nama sebenarnya), staf sebuah LSM di Aceh, mengalami luka fisik saat terjadi
kontak senjata; punggungnya terserempet peluru. Hal ini membuat ia sangat ketakutan bila
bertemu dengan orang bersenjata. Ketakutannya terus merembet dan berlebihan, ia menjadi
serba takut akan keamanan nyawanya. Dia harus berpindah-pindah mencari tumpangan di
rumah kawan-kawannya di Medan, Jakarta bahkan Malaysia. Suaminya yang tidak tahan
melihat perilaku Siti akhirnya menjatuhkan talak cerai.
Sumber: Majalah Tempo

Mengelola stress dan burn-out pada relawan


Merawat diri sendiri (self care)
Membantu diri sendiri adalah usaha-usaha yang sangat individual yang dilakukan
pekerja kemanusiaan dalam mengatasi berbagai perasaan, pikiran yang dirasakan
mengganggu sebagai akibat dari tugas yang dijalankan
Langkah-langkah self-care
Pekerja kemanusiaan akan menghadapi berbagai permasalahan ketika akan memulai,
melaksanakan, dan setelah menyelesaikan tugasnya dan kembali ke rumah, ke kehidupan
normalnya. Oleh karenanya, hal-hal berikut penting untuk dilakukan oleh para pekerja
kemanusiaan.
1) Persiapkan segala sesuatunya sebelum bertugas.
Dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum penugasan, kita akan dapat
mengatasi secara lebih efektif berbagai masalah termasuk masalah psikologis yang
akan kita hadapi. Hal-hal yang penting untuk dipelajari adalah:
a. Respon-respon umum yang mungkin terjadi terhadap stres akibat pekerjaan
kemanusiaan dan tanda-tanda kelelahan luar biasa sebagai akibat dari pekerjaan
pada diri sendiri dan rekan sekerja.
b. Tambahlah pengetahuan kita mengenai pendampingan. Kita pasti mengetahui
peribahasa yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah kekuatan. Semakin
banyak pengetahuan kita mengenai pekerjaan yang ditekuni maka kita dapat
menjadi pekerja kemanusiaan yang lebih baik dan efektif. Ada berbagai cara
untuk menambah pengetahuan kita: membaca buku, mengikuti pelatihan,
berdiskusi dengan sesama pekerja kemanusiaan, melihat pelaksanaan kegiatan
serupa di lembaga lain atau bidang lain yang terkait dengan pekerjaan
kemanusiaan yang dijalani.
c. Jika kita berasal dari lingkungan budaya yang berbeda dari tempat yang akan kita
datangi, pelajari sebanyak mungkin mengenai budaya setempat.
2) Jaga diri kita sendiri selama masa penugasan.
a. Pastikan kita memiliki waktu istirahat yang cukup
b. Jaga kesehatan tubuh kita. Usahakan untuk makan dan istirahat yang cukup.
Mengalihkan diri dari tugas untuk makan, minum, mencuci, beristirahat, mungkin
tampak seperti membuang-buang waktu tapi hal tersebut akan membantu kita
untuk bertugas secara maksimum dan efisien.
c. Lakukanlah aktivitas fisik yang dapat mengurangi stres, misalnya berjalan-jalan,
berolahraga, dan lain-lain. Bentuk aktivitas yang bersifat rekreatif lainnya juga
dapat membantu mengurangi stres, misalnya: bermain kartu, membaca buku,
bermain musik, dan lain-lain.
d. Hiduplah secara seimbang. Tidak membuat pekerjaan menjadi satu-satunya hal
yang menghabiskan waktu kita adalah hal yang justru sangat penting agar dapat
terus menjalankan pekerjaan tersebut dengan baik. Sebanyak apa pun pekerjaan
kita, kita harus tetap meluangkan waktu untuk beristirahat, beribadah, makan,
berkumpul bersama keluarga, menikmati hobi, meluangkan waktu sendiri, dan
berolahraga.
e. Ingatlah bahwa kita tidak sendiri. Kadang-kadang, ketika kita merasa tertekan,
kita tetap berusaha melakukan segalanya sendiri, tanpa pernah berpikir untuk
minta bantuan orang lain. Padahal, kita bukanlah orang yang harus mengerjakan
semua pekerjaan yang ada (misal: menghilangkan ketakutan masyarakat untuk
memulai aktivitas kembali). Jangan takut meminta bantuan orang lain. Bangunlah
hubungan dan komunikasi yang baik dengan sesama, misal: sesama pekerja
kemanusiaan dari satu lembaga atau lembaga yang berbeda. Jika memungkinkan,
bentuklah pertemuan rutin sesama pekerja kemanusiaan dari berbagai
organisasi/institusi untuk saling bercerita dan mendukung.
f. Kita memang tidak mampu melakukan segalanya, bantulah sesuai kemampuan
kita. Lawanlah perasaan tidak mampu dengan melakukan sesuatu, meskipun kecil.
Kita memang tidak dapat menyelesaikan semua masalah, tetapi kita dapat
membuat keadaan satu atau beberapa orang yang kita dampingi menjadi lebih
baik. Jika pagi tadi kita membuat salah satu anak yang kita dampingi tersenyum
maka saat itulah kita telah membuat dunia terasa lebih baik bagi anak tersebut.
g. Kelola waktu dengan baik. Salah satu sumber tekanan ialah kita merasa banyak
hal yang harus dilakukan dalam waktu yang singkat! Jika kita mengatur waktu
kita dengan baik, hidup kita menjadi lebih teratur dan mengurangi tekanan-
tekanan yang mungkin akan muncul. Langkah pertama dalam mengelola waktu,
adalah dengan mengetahui apa yang kita lakukan, membuat catatan mengenai
bagaimana kita biasanya menghabiskan waktu. Catatan ini memberikan tanda
dimana kita biasanya membuang-buang waktu dan dimana kita mengadakan
penghematan. Kita dapat membuat catatan ini dengan cara membuat daftar
tugas yang biasa kita lakukan: catat jumlah waktu yang kita habiskan untuk
masing-masing tugas.
3) Kurangi respon stress
Pelajari beberapa cara mengatasi dan mengelola stress yang dapat digunakan untuk
melindungi diri secara emosional. Cobalah beberapa cara berikut:
a. Bayangkan suasana yang menyenangkan (misalnya, taman yang indah) atau
bayangkan kita sedang melakukan aktivitas yang menyenangkan (misalnya,
berjalan-jalan di dalam hutan) untuk menghindarkan pemikiran-pemikiran yang
menakutkan tentang bencana dan ketidakmungkinan melakukan semua yang
seharusnya dilakukan. Usahakan untuk membayangkan suasana dan aktivitas
menyenangkan ini secara mendetil.
b. Tarik napas dalam-dalam. Fokuskan perhatian kepada udara yang mengalir masuk
dan keluar tubuh anda. Bayangkan ketegangan pada otot dahi anda mengalir keluar
tubuh anda pada setiap hembusan napas.
4) Untuk mengurangi stres pada staf, organisasi sebaiknya:
a. Mengurangi birokrasi dan pekerjaan dalam bentuk laporan yang berlebihan, tidak
sesuai dan merepotkan.
b. Kembangkan suasana saling mendukung di tengah para pekerja kemanusiaan dan
supervisornya.
c. Sediakan informasi yang cukup mengenai tugas yang harus dilakukan dan
informasi mengenai bencana secara keseluruhan.
d. Sediakan kebutuhan untuk para pekerja kemanusiaan.
e. Tetapkan aturan dan jadwal kerja.
f. Bina komunikasi.
g. Sediakan fasilitas yang memadai untuk istirahat, tidur, makan, mencuci.
h. Sediakan makanan, waktu untuk istirahat.
i. Jaga lingkungan dari kebisingan dan mengurangi keruwetan dalam tugas.
j. Kenali dan berikan penghargaan terhadap apa yang dilakukan oleh para pekerja
kemanusiaan.
5) Berbagi pengalaman
a. Carilah seorang/beberapa teman dekat di lapangan.
b. Bicaralah dengan orang lain mengenai pengalaman dan apa yang kita butuhkan.
c. Ambil bagian dalam kegiatan diskusi kelompok dengan para pekerja kemanusiaan
lain. Kegiatan diskusi kelompok ini diharapkan dapat menghindari situasi yang
menekan.
d. Usahakan membina hubungan dengan keluarga di rumah dan teman-teman dari
tempat asal kita.

Persiapkan diri untuk kembali ke rumah


Saat kita kembali ke rumah, persiapkan diri untuk ditanya mengenai berbagai pengalaman
yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan oleh keluarga dan teman. Jangan
berkecil hati kalau kita tidak mendapatkan dukungan yang seperti yang diharapkan.
Setelah sampai di rumah, hal-hal sebaiknya kita lakukan antara lain:
1) Beristirahat total (mungkin sampai beberapa hari)
2) Perlahan-lahan kembali ke rutinitas sehari-hari
3) Memahami bahwa adalah suatu hal yang wajar jika kita ingin bicara pada seseorang
mengenai pengalaman kita di lapangan (atau sebaliknya, tidak ingin berbicara sama
sekali)
4) Mengerti jika terkadang kita mengalami suasana hati yang cepat berubah, hal ini juga
sangat wajar terjadi.

Hal-hal berikut perlu dihindari sebagai cara untuk mengatasi stress yang dialami pekerja
kemanusiaan :
(1) Menggunakan obat terlarang, terlalu banyak merokok, atau minum minuman keras
untuk melupakan masalah,
(2) Memikirkan masalah terus-menerus,
(3) Mengkritik orang lain, merendahkan orang lain,
(4) Membawa ketegangan dalam pekerjaan ke rumah atau sebaliknya,
(5) Melampiaskan kemarahan atau kekesalan pada orang lain,
(6) Lari dari masalah,

Berusaha untuk selalu menyenangkan semua orang meski kondisi tidak memungkinkan
merupakan suatu beban/sumber stress pekerja kemanusiaan. Belajarlah untuk mengatakan
tidak ketika kita memang tidak mau, atau tidak mampu melakukan apa yang diminta
orang lain pada kita.

Cara-cara sederhana untuk mengelola stress bagi pekerja kemanusiaan


(1) Relaksasi.
Perasaan nyaman yang dibutuhkan tubuh ketika mengalami stress dapat diciptakan
atau dihadirkan
Latihan Menghadirkan Suasana Positif
Ambil posisi duduk/tidur yang senyaman mungkin. Pejamkan mata, atur nafas anda,
Bayangkan diri anda sedang berada di puncak gunung dengan orang-orang yang anda
kasihi...Udara yang sangat segar dirasakan oleh tubuh anda...Oh.. betapa nyamannya...
Ketika anda memandang terhampar alam yang begitu indah... Suara angin semilir
menggetarkan pepohonan di kiri-kanan anda... Anda pun merasakan nikmatnya angin
semilir tersebut... Sayup-sayup terdengar suara air terjun yang bergemericik...diiringi
kicauan burung-burung yang begitu merdu. Oh... betapa tentramnya hati ini... Nikmat
sekali keindahan yang dapat dirasakan........... Perlahan-lahan buka mata anda dalam
hitungan ketiga, 1...2...3...
a. Iringan musik yang lembut dapat digunakan untuk menghadirkan suasana positif anda.
b. Suasana positif tiap orang berbeda-beda, ada yang menyukai suasana di gunung, ada
yang menyukai suasana di pantai atau suasana yang lain. Meskipun secara fisik tidak
berada di tempat tersebut, suasana tersebut bisa dihadirkan secara sengaja oleh kita.
(2) Bernapas dalam-dalam.
Ketika berada dalam suasana yang penuh tekanan, irama nafas seseorang tidak
teratur dan cenderung pendek. Dengan mengatur nafas kita, tarikan dan hembusan,
kita dapat mendatangkan suasana santai yang memungkinkan kita untuk dapat
melihat permasalahan secara positif dan mampu berpikir secara lebih jernih.

Latihan Bernapas Dalam-dalam


Ambillah posisi yang paling nyaman untuk tubuh anda. Tutuplah mata anda... Letakkan
tangan kanan kiri anda di perut dan tangan kanan anda di dada. Bernapaslah melalui
hidung. Kembangkan perut anda ketika mengambil nafas dan kempiskan perut anda ketika
sedang menghembuskan nafas. Bernapaslah seperti biasa... Perhatikan irama nafas anda...
ketika anda menarik udara dan ketika anda menghembuskannya... Sekarang atur napas
anda...
a. Ambil nafas anda dalam 3 hitungan..1...2...3... tahan napas anda selama 3
hitungan..1...2...3... hembuskan perlahan dalam 3 hitungan pula 1...2...3...
b. (Ulangi selama beberapa kali; setelah lancar melakukan pengaturan terhadap napas
dalam 3 hitungan dapat diperluas menjadi 5 atau 10 hitungan)
c. Sambil menghembuskan nafas, bayangkan berbagai beban di tubuh anda
dihembuskan bersamaan dengan hembusan nafas anda.

(3) Senam tangan


Pada tangan kita terdapat berbagai syaraf yang mengatur kondisi fisik kita. Senam
tangan dapat dilakukan pada berbagai tempat ketika sedang duduk, melakukan
pekerjaan dan lain-lain. Teknik-teknik senam tangan bisa kita lihat dan pelajari
bersama pada Lampiran A.

(4) Berbagi
Pekerja kemanusiaan perlu memiliki rekan kerja/orang lain yang dapat dipercayai
sebagai tempat berkeluh kesah tentang masalah yang dihadapi. Keluarkan berbagai
pikiran dan perasaan negatif. Bercerita kepada diri sendiri atau berbicara kepada diri
sendiri untuk menyemangati atau memberikan dorongan kepada diri sendiri
merupakan sesuatu yang positif, mis: Saya pasti bisa...; Tidak ada cobaan yang
diberikan melampaui kekuatan kita; Hei masalah ! Saya punya Allah yang selalu
membantu saya
Berbagi dengan orang lain, atau dengan Allah melalui doa bisa menjadi cara terbaik
untuk meringankan beban, merasa diri tidak sendiri, dan untuk melatih diri mengatasi
masalah dengan lebih baik. Mengungkapkan apa yang kita rasakan kepada sesama
akan membantu mereka memahami permasalahan kita. Mungkin saja mereka dapat
menemukan cara praktis untuk menolong kita (misalnya, menawarkan bantuan,
memberikan ide pemecahan masalah, dll).

(5) Menulis/Menggambar
Menulis/menggambar tentang pengalaman dan perasaan diri juga merupakan sesuatu
yang positif. Hal yang utama adalah membuat sesuatu yang dirasakan, dipikirkan
yang sifatnya abstrak menjadi suatu yang konkret; tulisan atau gambar. Keuntungan
positifnya adalah kita bisa melihat kembali apa yang telah terjadi dalam diri kita
sehingga tahu bagaimana bersikap dan bereaksi dengan tepat/positif terhadap
pengalaman kita.

B.2 Rangkuman
1. Psikososial : segala sesuatu yang menyangkut aspek psikologis dan aspek sosial dari individu.
2. Keterampilan utama yang dibutuhkan relawan: keterampilan kemimpin, keterampilan
komunikasi dan keterampilan meresolusi konflik.
3. Tipe-tipe konflik yang mungkin muncul antar kelompok/individu di masyarakat: Konflik
kepentingan, Perbedaan pendapat dan ide, Konflik yang muncul akibat kepentingan pihak luar,
Permusuhan atau kompetisi antar individu atau kelompok, Perlakuan tidak adil dan tidak sama,
Konflik akibat pembuat masalah, Konflik struktur sosial, Kesalahpahaman, gosip dan berita
yang tidak jelas (rumor)
4. Teknik pendampingan psikososial : Bermain, Konseling kelompok: (modifikasi), Konseling
individual, PRA (Participatory Rural Appraisal), Pemberdayaan ekonomi.
B.3 Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar.
1. Bantuan pada masyarakat yang memperhatikan hubungan dinamis yang terjadi secara terus-
menerus dan saling mempengaruhi antara aspek kejiwaan dan aspek sosial dalam lingkungan
dimana individu/masyarakat berada di sebut dengan
a. Pendampingan medis. c. Pendampingan sosial.
b. Pendampingan psikososial. d. Pendampingan psikologis.
2. Reaksi yang muncul setelah bencana yang terjadi pada anak-anak adalah sebagai berikut
kecuali..
a. Mudah tersninggung. c. Penurunan kemauan belajar.
b. Banyak menuntut. d. Semua jawaban benar.
3. Keterampilan yang harus di miliki relawan dalam melakukan pendampingan psikosial adalah
sebagai berikut.
a. Peka & mampu memanfaatkan potensi diri.
b. Memahami perbedaan budaya.
c. Jawaban a dan b benar.
d. Jawaban a dan b salah.
4. Berikut ini adalah mitos-mitos seputas bencana kecuali,
a. Orang mampu memilih dan merespon informasi yang bisa di percaya
b. Tidak dapat menjaga diri sendiri
c. Terlalu banyak informasi
d. Orang-rang menjadi panik
5. Di bawah ini adalah etika-etika yang harus dimiliki relawan dalam melakukan pendampingan
psikososial, kecuali
a. Menjaga rahasia
b. Menyadari batas-batas kemampuan diri
c. Jangan cepat memberi penilaian terhadapat pendapat korban
d. Mampu melakukan tindakan medis terhadap korban

Setiap soal bobotnya dua puluh (20). Hitunglah perolehan skor peserta dengan mengalikan
jumlah jawaban yang betul dengan bobot soal. Jika perolehan skor peserta masih di bawah 40,
peserta tidak dibolehkan untuk melanjutkan ke materi berikutnya, lakukanlah pengulangan
pemahaman terhadap materi ini hingga peserta benar-benar memperoleh skor di atas 40.
C. Glossary
PRA (Participatory Rural Appraisal): adalah pendekatan yang digunakan oleh NGO dan lembaga
pembangunan internasional. Bertujuan untuk memasukkan pengetahuan dan pendapat masyarakat
pedesaan dalam perencanaan dan manajemen.

D. Referensi
1. Christenson James A. & Robinson, Jr. Jerry W. 1989. Community Development in Perspective.
Iowa: Iowa State University Press/ Ames
2. 1996. Australian Emergency Manual: Disaster Recovery. Emergency Management Australia.
3. Bartholomew L. Kay, Et al. 2001. Intervention Mapping: Designing Theory And Evidence
Based Health Promotion Programs. New York: McGraw Hill
4. Dalton James H. Et al. 2001. Community Psychology: Lingking Individuals and Communities.
Wardsworth
5. Borden, Kenneth S. & Horowitz Irwin A. 2002. Social Psychology, 2nd edition. New Jersey.
6. Juan Jose Lopez Ibor. 2005. Disasters and Mental Health. World Psychiatric Assosiation.
Wiley.
7. 2007. Trauma Psychology: Issues in Violence, Disaster, Helath, and Illness. London:Praeger.
8. 2008. Markas Pusat Palang Merah Indonesia (PMI). Manual Pelatihan Program Dukungan
Psikososial (Psychososial Support Program).
Penutup

Sebagaimana disampaikan pada bagian awal, bahwa Modul Relawan Penanggulangan


Bencana ini disusun sebagai pedoman bagi penyelenggara pelatihan baik ditingkat Pusat maupun
daerah untuk dapat melaksanakan pelatihan dasar terhadap para relawan penanggulangan bencana
di wilayah kerja masing-masing.
Dalam penyusunan Modul Relawan Penanggulangan Bencana ini sangat disadari bahwa
dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh penyusun masih terdapat banyak kekurangan
sehingga ke depan masih diperlukan perbaikan dan penyempurnaan.
Oleh karena itu sangat diharapkan adanya masukan dari berbagai pihak agar Modul
Relawan Penanggulangan Bencana ini semakin lengkap sebagai sebuah panduan. Selanjutnya atas
segala bentuk koreksi, saran dan usulan perbaikan dari semua pihak diucapkan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai