Anda di halaman 1dari 26

PENGENDALIAN KETINGGIAN FLUIDA (CRL)

TUJUAN PERCOBAAN

Setelah melakukan praktik, mahasiswa diharapkan mampu :

1. Menjelaskan dan membedakan mode pengendalian kontinyu dan tidak kontinyu


2. Menjelaskan terminology yang digunakan dalam simulasi unit CRL
3. Memahami prinsip pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut
4. Melakukan simulasi pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut

ALAT DAN BAHAN

1. Satu set unit CRL


2. Satu set personal komputer
3. Air dalam tangki penampungan

DASAR TEORI

Peralatan simulasi proses CRL dibuat oleh DIDACTA Italia dan dikembangkan untuk
mempelajari teknik pengendalian level (ketinggian) permukaan fluida cair, yang dalam hal ini fluida
yang digunakan adalh air. Konfigurasi yang digunakan untuk simulasi ini adalah sistim loop terbuka
(open loop) dan sistim loop tertutup (closed loop). Selain itu, juga dipelajari mode pengendalian
dengan pengendalian dengan pengendali (controller) tak kontinyu (ON-OFF Controller) dan
pengendali kontinyu (Three tern-controller; P/I/D).

PERALATAN CRL
Bagian-bagian alat pengendali ketinggian fluida (CRL) dan gambar panel contoh pengendali
ketinggian fluida dapat dilihat pada halaman lampiran. Peralatan CRL ini terdiri dari beberapa unit :
1. Tangki air kapasitas 20 liter
2. Pompa sentrifugasi dengan laju 20 liter/menit
3. Katup jenis PNEUMATIK proporsional dengan input 3-5 psi
4. Transduser I/P
5. Inlet udara tekan (dioperasikan pada 2 bar, min)
6. Pengukur tekanan udara tekan
7. Alat pengatur tekanan udara tekan secara manual
8. Controller elektronik MiniReng (alat tambahan)
9. Peralatan listrik (panel CRL)
10. Computer dan printer (aplikasi window)
11. Tangki bening berskala
12. Katup pengeluaran manual, V1 dan V2
13. Transduser P II
14. Katup selenoid untuk input gangguan (disturbance)
15. Sinyal penggerak (actuating signal)
16. Sinyal variable yang dikendalikan (controller var, signal)
17. Sinyal gangguan (noise)

PROSES DENGAN PENGENDALIAN UMPAN BALIK

Pengendalian terhadap proses berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkecil pengaruh


perubahan beban. Berdasarkan bentuk keluaran pengendali, sistem pengendalian umpan balik
dibedakan menjadi pengendalian diskontinyu dan kontinyu. Termasuk kelompok pengendali
diskontinyu adalah pengendali dua posisi. Sedangkan kelompok pengendali kontinyu adalah
pengendali proporsional (P), proporsional-integral (PI), proporsional-integral-derivatif (PID) dan
proporsional-derivatif (PD).

PENGENDALIAN DISKONTINYU

1. Pengendali Diskontinyu Dua Posisi

Pengendali dua posisi, dahulu on-off, adalah jenis pengendali paling sederhana dan murah. Keluaran
pengendali hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu maksimum (100%) atau minimum (0%).
Secara matematik,

100%; y b
U= untuk aksi reverse acting (4.1)
0%; y a

100%; y b
U= untuk aksi direct acting (4.2)
0%; y a

dengan,
u = nilai keluaran pengendali (%),
y = nilai pengukuran (variabel proses), a =
nilai batas atas variabel proses,
b = nilai batas bawah variabel proses.
2. Pengendalian Dua Posisi

Mekanisme pengendalian dua posisi mudah difahami bila ditinjau pengendalian tinggi air
dalam tangki pada gambar 4.1. Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan dengan laju tetap.
Apabila permukaan air turun melebihi titik acuan (R), maka sensor tinggi air akan memberi sinyal
bahwa telah terjadi penurunan permukaan air melebihi batas. Sinyal ini masuk ke pengendali dan
pengendali memerintahkan pompa untuk bekerja. Dengan bekerjanya pompa, air akan masuk ke
tangki dan permukaan air naik kembali. Pada saat tinggi air tepat mencapai R pompa berhenti
sehingga terjadi pengosongan tangki, dan proses diatas berulang lagi. Siklus ini berjalan terus
menerus. Dengan demikian pompa akan selalu mati-hidup secara periodik seiring dengan perubahan
tinggi permukaan air.

Gambar 4.1 Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air.

Batas atas adalah batas tertinggi permukaan air pada saat air naik. Sedangkan batas bawah
adalah batas terbawah permukaan air saat air turun. Lebar celah antara dua titik batas disebut celah
diferensial (differential gap), histeresis, atau daerah netral.

Gambar 4.2 Pengendali dua posisi dengan celah diferensial

Dengan adanya dua titik acuan (batas atas dan bawah), maka terdapat daerah netral yang berada di
antara dua titik acuan.
Pengendali dua posisi mencatu energi atau massa ke dalam proses dengan bentuk pulsa-
pulsa, sehingga menimbulkan osilasi atau cycling pada variabel proses. Amplitudo cycling
bergantung pada tiga faktor, yaitu: konstanta waktu proses, waktu mati, dan besar perubahan
beban. Amplitudo osilasi menjadi kecil jika konstanta waktu proses besar, waktu mati pendek, atau
perubahan beban proses kecil.

(a) Osilasi pada variabel proses (PV) (b) Keluaran pengendali

Gambar 4.3 Osilasi variabel proses

3. Pengendalian Tiga Posisi

Pada proses dengan konstanta waktu kecil, frekuensi osilasi menjadi besar. Keadaan ini dapat
mempercepat kerusakan peralatan kendali dan sistem proses. Untuk proses demikian lebih baik
memakai pengendali tiga posisi. Keluaran pengendali tiga posisi memiliki tiga kemungkinan, yaitu:
0% - 50% - 100% (gambar 4.4).

Gambar 4.4 Keluaran pengendali tiga posisi.


ya = batas atas, yb = batas bawah, r = setpoint

4. Pengendalian Siklus Waktu (Modulasi Lebar Pulsa)

Pengendali siklus waktu biasanya disetel sedemikian, sehingga ketika pengukuran sama dengan
setpoint, sinyal kendali bernilai maksimum (on) selama setengah periode waktu dan minimum (off)
selama setengah periode waktu yang lain. Ketika beban bertambah besar maka sinyal kendali akan
bernilai maksimum (on) selama lebih dari setengah periode waktu dan bernilai minimum (off)
selama kurang dari setengah periode waktu.

Gambar 4.5 Pengendali siklus waktu.

PENGENDALIAN KONTINYU

Pengendali secara kontinyu membandingkan nilai sinyal pengukuran (variabel proses)


dengan setpoint untuk memutuskan tindakan yang tepat. Jika ada error, pengendali mengatur nilai
keluaran berdasarkan pada nilai parameter yang telah ditetapkan dalam pengendali

Pengendalian Proporsional

Karakteristik Pengendali. Pengendali proporsional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya


sebanding (proporsional) dengan sinyal g alat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan linier
antara variabel proses (PV) dan sinyal kendali (posisi elemen kendali akhir). Persamaan pengendali
proporsional adalah,

u = Kc e + uo (4.3)

dengan,
u = sinyal kendali (%),
Kc = proportional gain (tanpa satuan)
e = error (%)
= (r y ) untuk reverse acting
= (y r ) untuk direct acting
uo = bias, yaitu nilai (u) pada saat pengukuran sama dengan setpoint (%)

Proportional gain atau sensitivitas proporsional adalah perbandingan antara


perubahan sinyal kendali (u) dan perubahan error (e). Di kalangan praktisi industri, besaran
gain (Kc) kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran proportional band (PB), yaitu
persentase perubahan error atau pengukuran yang menghasilkan perubahan sinyal kendali
atau manipulated variable sebesar 100%.

Proportional band, PB = 100 % (4.4)


Kc

Modus Pengendalian Proporsional. Pengendalian proporsional merupakan jenis paling


sederhana dalam pengendalian kotinyu. Meskipun demikian pengendalian ini menjadi dasar
pengendalian lain. Dengan hanya proporsional, maka keluaran pengendali (setara dengan
posisi elemen kendali akhir) sebanding atau proporsinal dengan besar nilai pengukuran.
Pada moda proporsional, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada nilai pengukuran
sebelumnya. Demikian juga, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada kecepatan
perubahan pengukuran.
Satu-satunya problem pengendalian proporsional adalah selalu menghasilkan galat
sisa (residual error, steady-state error, atau offset) yang disebabkan perubahan beban atau
setpoint. Dengan perubahan beban, diperlukan nilai sinyal kendali yang berbeda. Nilai sinyal
kendali baru diperoleh jika ada penambahan atau pengurangan dari nilai bias (sinyal kendali
saat tidak ada error). Ini dilakukan dengan menambahkan atau mengurangkan dengan
kelipatan nilai offset.
Sebagai ilustrasi disajikan contoh pengendalian level air dengan pengendalian
proporsional seperti pada gambar 4.10 dan 4.11. Pada gambar 4.10 terlihat kondisi operasi
normal. Tinggi air diinginkan 60%. Pada saat tinggi air nyata 60%, laju air masuk (beban) dan
laju air keluar (manipulated varieble) sama dengan 25 L/menit. Perhatikan bukaan katup
kendali pada aliran air keluar yang membuka kira-kira setengahnya.
Dalam gambar 4.11 diperlihatkan kondisi pada aliran air masuk (beban) 40 L/menit. Pada
saat katup aliran air masuk diperbesar sehinga laju alir menjadi 40 L/menit sementara
keluaran tetap 25 L/menit maka permukaan air dalam tangki akan naik. Kenaikan air akan
mengangkat pelampung (sebagai sensor ketinggian) yang akan
menaikkan tuas pengungkit katup (sebagai pengendali) dan membuka katup kendali aliran
air keluar lebih besar. Kenaikan katup terus berlangsung sampai tepat terjadi keseimbangan
laju alir masuk sama dengan laju air keluar pada 40 L/menit. Pada saat kondisi baru sudah
tercapai, permukaan tinggi air ternyata menjadi 70%. Kenaikan tinggi air ini diperlukan
untuk mengangkat katup aliran air keluar. Perbedaan antara setpoint dan tinggi nyata
disebut offset. Dengan demikian offset memang harus ada, agar terjadi keseimbangan
massa/energi yang baru (gambar 4.12 dan 4.13).

Air masuk 25
L/menit

100%

Setpoint 60%

0%
Air keluar
25 L/menit
Gambar 4.10 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban normal 25
L/menit.

Air masuk 40
L/menit

100%

Tinggi air 70%


Setpoint 60%

0%
Air keluar
40 L/menit

Gambar 4.11 Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban 40 L/menit.

Gambar 4.12 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsional pada
proportional band yang besar.
Gambar 4.13 Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsiona pada
proportional band yang kecil.

Gambar 4.14 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan setpoint.

Gambar 4.15 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan beban.

Offset pada pengendalian proporsional dapat diperkecil dengan memperbesar gain


proporsional (memperkecil proportional band, PB). Semakin kecil nilai proportional band
(semakin besar gain) pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat), offset yang
terjadi semakin kecil, tetapi sistem cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Sebaliknya,
dengan proportional band yang besar sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka
(lambat) dan offset besar. Pada proportional band sama dengan nol (secara nyata tidak
dapat dilakukan) perilaku pengendali proporsional sama dengan pengendali dua posisi.
Diperlukan kompromi terhadap nilai PB sehingga diperoleh tanggapan cepat, offset dapat
diterima, tetapi sistem cukup stabil (gambar 4.14 dan 4.15).

Pengendalian Proporsional-Integral (PI)

Karakteristik Pengendali. Besar keluaran pengendali proporsional-integral (PI) sebanding dengan


besar galat (error) dan integral galat (error). Persamaan pengendali PI ideal (standar ISA) adalah
sebagai berikut.

Kc
u Kc e edt uo (4.6)
i

dengan i adalah waktu integral atau waktu reset yang memiliki satuan detik atau menit tiap
pengulangan. Pada pengendali PI, suku bias (uo) bisa ditiadakan. Sebab suku integral mampu
memberikan nilai bias yang tepat. Tanggapan pengendali PI dengan aksi reverse acting disajikan
pada gambar 3.10.
Gambar 4.21 Diagram blok pengendali proporsional-integral (PI).

Sebuah integrator adalah piranti ideal untuk mengatur nilai bias. Jika pengaturan nilai bias
dilakukan secara manual, disebut manual reset. Sebaliknya, jika dilakukan secara otomatik dengan
memakai integrator, disebut automatic reset atau lebih populer dengan reset saja. Dengan demikian
fungsi utama bagian integral adalah menghilangkan offset.

Gambar 4.22 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral (PI) reverse acting.

Pengendalian Proporsional-Integral. Gambar berikut kembali memperlihatkan respon pengendalian


level dengan pengendali proporsional. Jika ingin mengembalikan variabel proses (level) ke setpoint,
maka manipulated variable (laju alir keluar) harus diperbesar melebihi kebutuhan. Setelah mencapai
setpoint aliran keluar dikembalikan hingga tercapai keseimbangan massa. Penambahan laju alir
keluar adalah untuk mengganti kehilangan volume dan kemudian mengembalikan ke keseimbangan
massa (gambar 4.24). Penambahan sinyal kendali harus dilakukan hingga error hilang. Ini dikenal
sebagai aksi reset. Artinya mampu melakukan reset pada proses ke setpoint. Dalam matematika aksi
reset adalah integrasi dari error oleh sebab itu disebut juga aksi integral.
Gambar 4.23 Respon pengendalian proporsional.

Besar aksi integral ditentukan oleh waktu integral atau reset (i). Beberapa produsen,
melakukan kalibrasi terhadap besaran 1/i (pengulangan per menit) yang dikenal dengan reset rate
dan bukan i (menit per pengulangan). Istilah ini dapat difahami dengan melihat tanggapan step
untuk loop terbuka. Dapat dilihat, bahwa pada awalnya keluaran pengendali adalah Kce (belum ada
pengaruh integral). Setelah satu periode i, maka hasil integrasi adalah,

Kc Kc
edt e i K c e (4.7)
i i

Artinya aksi integral telah mengulang aksi propor sional. Pengulangan ini terjadi setiap periode
waktu i. Oleh sebab itu aksi integral disebut juga aksi reset. Waktu reset adalah waktu yang
dibutuhkan aksi integral untuk mengulang aksi proporsional.

Gambar 4.24 Penambahan sinyal kendali mengembalikan variabel proses ke setpoint.

Aksi integral menyebabkan keluaran pengendali (u) berubah terus selama ada error (e)
sampai error hilang. Aksi integral pada pengendali PI secara kontinyu menggeser letak proportional-
band (PB) dalam usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak mengubah besar PB. Mekanisme
ini menyebabkan variabel proses selalu sama dengan setpoint (SP) untuk segala perubahan beban
dalam batas pengendalian.
Gambar 4.25 Perubahan beban pada pengendali PI.

Sebagai contoh, pengendali PI memiliki PB = 50%. Mula-mula pada saat tidak ada error (e =
0) sinyal kendali, u = 40%. Pada keadaan ini perubahan nilai variabel proses (y) yang menyebabkan
perubahan sinyal kendali sebesar 100% adalah dari 30% hingga 80%.

u 2e 40 (4.8)

Bila dimisalkan terjadi perubahan beban sehingga mengharuskan sinyal kendali, u = 70%, maka
dengan PB tetap 50% dan tidak ada error rentang perubahan variabel proses menjadi 45% hingga
95%. Persamaan keluaran pengendali yang baru adalah,

u 2e 70 (4.9)

Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan


waktu integral (i) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh lebih kecil
dibanding waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali
terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan
osilasi berlebihan.

Keterangan:
(1) i terlalu besar
2 (2) i cukup
(3) i terlalu kecil
3
Gambar 4.26 Tanggapan loop tertutup pengendali proporsional-integral pada perubahan beban.

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif (PID)

Karakteristik Pengendali. Besar sinyal kendali yang yang dihasilkan sebanding dengan besar error,
integral error, dan derivasi error. Suku derivatif bereaksi terhadap kecepatan perubahan error.
Persamaan pengendali PID adalah,
K
c
edt K
c de

uKce d uo (4.10)
i dt

dengan d adalah waktu derivatif.

Gambar 4.27 Diagram blok pengendali proporsional-integral-derivatif (PID).

Gambar 4.28 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif. Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan


dengan menambah aksi derivatif (preact). Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan
sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Hal ini dapat terjadi, karena suku derivatif
sebanding dengan besar laju perubahan error (atau pengukuran). Oleh sebab itu dengan
penambahan derivatif pengendali dapat mengantisipasi perubahan beban atau dengan kata lain
mengurangi total penyimpangan.

Pengendalian Proporsional-Derivatif (PD)

Karakteristik Pengendali. Bentuk persamaan pengendali PD adalah,

D
u Kc e K c de uo (4.11)
dt
Respons terahadp masukan step diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.29 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Derivatif. Modus ini hampir tidak pernah dipakai di industri. Disebabkan
kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan,
pengendali PD banyak menimbulkan masalah dalam pengendalian. Meskipun demikian, sebenarnya
pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses tumpak (batch), dan proses lain yang
memiliki tanggapan lambat.
Pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati,
penambahan aksi derivatif dapat memperbaiki kualitas pengendalian. Proses dengan waktu mati
dominan, penambahan aksi derivatif dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab adanya
keterlambatan (lag) respons pengukuran.

KRITERIA DAN PENERAPAN

Kriteria Kinerja Sistem Pengendalian

Pada setiap penerapan pengendalian pada sistem proses, dapat dibedakan dua macam
kriteria, yaitu kriteria tanggapan tunak dan kriteria tanggapan dinamik. Kriteria tanggapan tunak
biasanya dinyatakan dengan tidak adanya kesalahan atau galat (error) pada saat keadaan tunak.
Dalam hampir semua kondisi pengendalian, kriteria ini tidak dapat dicapai, kecuali digunakan
pengendali PI atau PID. Kriteria tanggapan dinamik didasarkan atas tanggapan transien lingkar
tertutup yang menghasilkan galat sekecil mungkin. Kriteria ini dibedakan menja di dua macam, yaitu
kriteria sederhana dan kriteria integral.
Kriteria sederhana didasarkan atas karakteristik tanggapan undak (step) lingkar tertutup.
Dengan kriteria ini hanya dibutuhkan sedikit titik tanggapan. Besaran yang menentukan adalah:
overshoot, waktu naik, waktu mantap, decay ratio, dan frekuensi osilasi (lihat kembali karakteristik
sistem orde dua). Dari seluruh kriteria ini, yang paling populer karena sering digunakan adalah
kriteria decay ratio yang tidak lain adalah kriteria redaman seperempat amplitudo.
Kriteria integrasi membutuhkan data tanggapan mulai dari t = 0 hingga mencapai keadaan
tunak. Dengan demikian kriteria ini didasarkan pada seluruh tanggapan dari proses yang
bersangkutan. Kriteria yang paling sering digunakan adalah: ISE (integral of square error), IAE
(integral of absolute error), dan ITAE (integral of product of time and the absolute error).
(1) Integral Galat Kuadrat (ISE)
Kriteria ini sangat populer di bidang akademik dan cocok digunakan untuk menekan galat
yang besar dibanding IAE.

(2) Integral Galat Absolut (IAE)


Kriteria ini lebih populer di kalangan praktisi industri sebab mudah dalam pemakaiannya. Di

samping itu, kriteria ini cocok untuk menekan galat yang kecil.
(3) Integral Waktu dan Galat Absolut (ITAE)
Kriteria ini cocok digunakan untuk menekan galat yang terjadi dalam waktu lama. Sebab
dapat menekan galat yang sangat kecil.

3.4.2 PEMILIHAN DAN PENERAPAN JENIS PENGENDALI

Pemilihan jenis pengendali dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, secara teliti dengan
pendekatan matematika. Kedua, secara kualitatif dengan pendekatan umum. Jika ketelitian menjadi
prioritas utama dapat digunakan urutan sebagai berikut.
Memilih kriteria kinerja yang dikehendaki (ISE, IAE, atau ITAE).
Menghitung nilai integral kriteria tersebut untuk pengendali P, PI, dan PID, pada parameter
yang berbeda-beda.
Memilih pengendali dan parameter yang menghasilkan nilai terbaik.
Meskipun cara tersebut teliti ditinjau dari segi matematika, tetapi sangat sulit dilaksanakan. Sebab
diperlukan model proses yang akurat dan memerlukan perhitungan yang sangat panjang. Belum lagi
kesulitan akibat banyaknya kriteria. Oleh sebab itu pemilihan secara kualitatif berikut ini masih
menjadi pilihan pertama.

(1) Jika mungkin, digunakan pengendali dua posisi. Jenis ini dapat digunakan jika:
variabel proses tidak memerlukan ketelitian tinggi;
cycling pada variabel proses dapat diterima;
laju perubahan variabel proses cukup lambat.
(2) Jika pengendali dua posisi tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional. Jenis ini
dapat digunakan jika:
offset dapat diterima dengan nilai gain (atau proportional band) yang moderat;
sistem proses memiliki aksi integrasi, misalnya tekanan gas dan level cairan;
beban tidak banyak berubah secara berlebihan;
sistem proses yang mengizinkan gain proporsional besar sehingga offset kecil.

(3) Jika pengendali proporsional tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional-integral
(PI). Jenis ini dapat digunakan jika:
variabel proses memiliki tanggapan yang cepat, misalnya laju alir. Sebab aksi integral
memperlambat tanggapan, sehingga jika prosesnya cepat, penambahan aksi integral masih
tetap memuaskan. Oleh sebab itu tekanan gas dan tinggi permukaan cairan jarang
dikendalikan dengan PI.
Sistem proses yang tidak membolehkan adanya offset

(4) Jika pengendali PI tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional integralderivatif
(PID). Jenis ini dapat digunakan jika sistem proses memiliki tanggapan
lambat, offset tidak diperbolehkan, waktu mati cukup kecil (tidak dominan), perlu antisipasi
perubahan beban, dan tidak ada noise, misalnya suhu, komposisi, dan pH.

(5) Pengendali jenis proporsional-derivatif (PD) hampir tidak pernah digunakan di industri. Adanya
aksi derivatif memang mempercepat tanggapan, tetapi sangat peka terhadap noise. Padahal variabel
proses di industri hampir selalu mengandung noise. Namun demikian jika diinginkan memakai PB
yang kecil sementara overshoot diharapkan tetap kecil, penambahan derivatif dapat membantu.
Demikian pula untuk proses tumpak (batch) dan multikapasitas pengendali PD cocok untuk dipakai,
dengan catatan, gangguan noise tidak ada.

3.5 UMPAN BALIK DAN KESTABILAN


3.5.1 Umpan Balik Negatif
Terdapat dua macam umpan balik yang mungkin dalam loop pengendalian proses, yaitu
positif atau negatif. Umpan balik positif akan menyebabkan proses tidak seimbang dan terjadi
ketidakstabilan. Jika pengendalian suhu digunakan untuk memanaskan aliran proses, maka laju
pemanasan akan bertambah jika suhu aliran proses di atas setpoint. Sebaliknya, laju pemanasan
berkurang jika suhu aliran proses di bawah setpoint. Loop dengan umpan balik positif akan
menyebabkan variabel proses berada pada satu posisi dari dua posisi ekstrim yang mungkin.
Umpan balik negatif bekerja untuk mencapai keseimbangan. Jika suhu (variabel
proses) terlalu tinggi, laju pemanasan (manipulated variable) dikurangi. Aksi ini bersifat berlawanan
dengan arah variabel proses.

3.5.2 Osilasi dalam Loop Tertutup


Osilasi dalam loop tertutup terjadi bila sejumlah energi diumpan balikkan pada saat yang
tepat sedemikian hingga dapat mengatasi rugi-rugi sistem. Hal ini terjadi jika dipenuhi syarat berikut.
Umpan balik memiliki beda fase, = -360o, dengan sinyal masukan.
Gain total sistem pengendalian, G = 1, pada periode osilasi.
Bila salah satu syarat di atas tak dipenuhi, ada dua kemungkinan.
Terjadi osilasi teredam jika, = -360o dengan G < 1 atau < -360o dengan G = 1.
Terjadi osilasi dengan amplitudo membesar jika, = -360o dengan G > 1.
Berhubung dalam sistem pengendalian umpan balik telah terjadi beda fase sebesar -180o pada
bagian pembanding (antara setpoint dan variabel proses), maka osilasi akan terjadi bila pergeseran
fase oleh pengendali dan sistem proses ( ps) sebesar -180o dengan gain total (Gc + Gps) sama
dengan satu. Dapat disimpulkan, osilasi dalam loop tertutup terjadi jika, pada periode osilasi,
c + ps = -180o (4.15)
Gc + Gps = 1 (4.16)
3.5.3 Periode Osilasi
Periode osilasi bergantung pada karakterisitk proses dan pengendali yang dipakai atau
dengan kata lain tergantung pada kombinasi elemen dinamik di dalamnya. Pada osilasi kontinyu, jika
pergeseran fase hanya disebabkan oleh sistem proses maka osilasi yang dihasilkan disebut osilasi
alami dan periode osilasinya disebut periode alami (Tn). Periode osilasi alamai hanya tergantung
karakterisitk sistem proses. Dari ketergantungan ini, dapat diambil manfaat berikut.
Jika karakterisitk seluruh elemen diketahui, maka periode alami dapat ditentukan.
Jika periode alami diketahui, dapat diperkirakan karakterisitk seluruh elemen.
Disebabkan karena besar pergeseran fase oleh pengendali dapat diatur, dengan mengatur nilai
waktu integral dan waktu derivatif, maka dimungkinkan mengatur besar periode osilasi.
Hubungan antara periode osilasi alami dan periode osilasi teredam adalah,

3.5.4 Kestabilan
Dalam kondisi normal, sistem pengendalian harus menghasilkan operasi yang stabil. Artinya
pengendali mampu mengembalikan penyimpangan variabel proses ke nilai yang diinginkan dengan
sesedikit mungkin overshoot dan osilasi.

3.6 PENALAAN PENGENDALI (Controller Tuning)


Penalaan adalah pekerjaan menepatkan atau menyelaraskan dengan sesuatu. Dalam konteks ini,
penalaan pengendali bertujuan mendapatkan nilai paramater pengendali yang sesuai dengan
kebutuhan proses. Parameter pengendali yang ditentukan meliputi gain (Kc) atau proportional band
(PB), waktu integral ( i), dan waktu derivatif ( d).

3.6.1 Metode Kurva Reaksi

Metode kurva reaksi didasarkan atas tanggapan undak sistem proses. Asumsi yang
digunakan adalah, proses sebagai sistem orde satu disertai waktu mati. Langkah metode
kurva reaksi adalah sebagai berikut.
Pengendali disetel pada posisi manual.
Dilakukan sedikit perubahan mendadak pada sinyal kendali (sebaiknya kurang dari 10%),
sehingga terjadi perubahan variabel proses (PV) yang dapat diamati.
Tanggapan variabel proses direkam dan dari hasil yang diperoleh ditentukan nilai waktu mati
( p), konstanta waktu sistem ( p), dan steady-state gain (Kp).

3.6.1.1 Metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan Kriteria IAE


Berikut adalah parameter pengendali metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan IAE.
3.6.1.2 Metode Chien-Hrones-Reswick
Berikut adalah parameter pengendali metode Chien-Hrones-Reswick.

3.6.2 Metode Osilasi Lingkar Tertutup


Metode osilasi lingkar tertutup dikenal dengan metode Ziegler-Nichols II. Pada prinsipnya dalam
lingkar tertutup dibuat kondisi osilasi alami. Ini terjadi ketika pergeseran fase hanya disebabkan oleh
sistem proses. Dengan kata lain pengendali pada modus proporsional saja.
Adapun langkah penalaan adalah sebagai berikut.
1) Pengendali disetel pada posisi automatik.
2) Aksi integral dan derivatif dimatikan, dengan membuat waktu integral maksimum,
waktu derivatif nol, dan proportional band (PB) maksimum.
3) Secara berangsur PB diperkecil setengahnya, sambil diadakan perubahan kecil pada
gangguan (beban) atau setpoint.
4) Langkah nomor (3) diulang terus sampai muncul osilasi kontinyu pada variabel proses (PV). Pada
keadaan ini, proportional band sebagai proportional band kritik (PBu) atau proportional gain sebagai
proportional gain kritik (Kcu), dan periode osilasi sebagai periode osilasi kritik (Tu). Selanjutnya
parameter pengendali mengikuti tabel berikut.

3.6.3 Metode Coba-Coba

Pengendali PI
1) Pertama-tama pengendali disetel ke posisi manual (MANU).
2) Manipulated variable (MV) diubah sebesar 5 - 10%. Kemudian diukur waktu yang
dibutuhkan variabel proses saat mulai memberi tanggapan. Watu integral (Ti) dibuat
lima kali waktu tersebut.
3) Proportional band dibuat maksimum, dan pengendali di taruh ke posisi automatik
(AUTO).
4) Sambil memberi gangguan perubahan setpoint, PB diperkecil sepertiganya.
5) Langkah nomor (4) diulang terus hingga diperoleh tanggapan variabel proses yang
dikehendaki.
6) Waktu integral diperkecil sehingga diperoleh tanggapan secepat mungkin tetapi
overshoot masih dapat diterima.
Pengendali PID
1) Proportional band dibuat maksimum, waktu integral maksimum, dan waktu derivative minimum
(nol).
2) Perlahan-lahan PB diperkecil hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses
jika sistem proses diberi gangguan.
3) Waktu derivatif dinaikkan, hingga overshoot hilang.
4) Langkah (2) dan (3) diulang, hingga diperoleh tanggapan transien sesuai yang diinginkan.
5) Waktu integral diperkecil, hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses jika sistem
proses diberi gangguan.
6) Waktu derivatif dinaikkan hingga diperoleh tanggapan transien yang diinginkan.

3.7 KOMENTAR SEKITAR PENALAAN

Metode kurva reaksi tidak dapat dipakai jika sistem proses bersifat integrator. Jika dalam rangkaian
proses terdapat integrator, maka bagian ini harus dibuat mantap terlebih dahulu dengan cara
manipulasi proses atau dengan pengendali lokal. Metode osilasi lingkar tertutup, kadang-kadang
tidak dapat dilakukan pada proses yang peka terhadap variasi variabel proses, misalnya reactor
eksotermal atau reaktor bioproses. Sekedar acuan, di sini disampaikan nilai parameter pengendali
yang umum ditemui.

3.8 PENGENDALIAN PROSES FUNGSI DASAR

3.8.1 Pengendalian Level


Terdapat beberapa alasan untuk mengendalikan tinggi permukaan, dalam kaitan dengan operasi dan
dinamika proses beberapa hal berikut menjadi dasar pertimbangan.

(1) Sejumlah volume cairan perlu dijaga tetap yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) atau
penampung sementara untuk mencegah penghentian (shutdown) proses kontinyu akibat
kegagalan di bagian hulu atau hilir proses. Dalam hal ini tidak diperlukan pengendalian yang
teliti.

(2) Banyak fungsi unit proses berjalan baik jika volume cairan tetap. Sebagai contoh adalah
bagian bawah kolom distilasi, volume padatan dalam gilingan bola (ball mill), tinggi
permukaan cairan dalam tangki pencampur, reaktor tumpak (batch), dan lain-lain

(3) Pengendalian tinggi cairan dapat dipakai untuk memperhalus fluktuasi aliran dalam sistem
bertingkat, jika aliran keluar dari satu unit menjadi masukan unit berikutnya.

Pengendali level pada umumnya mengendalikan proses integrator. Ini disebabkan


karena cairan yang terakumulasi adalah jumlah (integral) dari perbedaan antara aliran
masuk dan keluar. Dalam kondisi nyata, tinggi permukaan biasanya bukan sebagai penentu laju alir
masuk atau keluar.
PROSEDUR KERJA

- Menghubungkan Kabel utama pada stop kontak


- Membuka katup V1 dan V2 dan mengosongkan volume tangki. Mengatur agar katup V2
tertutup sekitar 25%, katup V1 tetap terbuka.
- Menghidupkan unit CRL dengan mengaktifkan tombol saklar utama
- Memutar sambil menarik ke atas katup tekanan (7) dan mengatur dengan memutar katup
tersebut agar tekanan yang terbaca di (6) maksimal 2 bar.
- Mengobservasi kejadian di unit CRL dan grafik yang terbentuk. Mencatat waktu yang
dibutuhkan mulai dari batas atas ( ketinggian maksimum ) hingga batas bawah (ketinggian
minimum).Mengulangi pencatan waktu hingga mendapatkan 3 data.Mengamati bahwa
katup pneumatic menutup saat ketinggian melewati batas atas dan terbuka kembali saat
ketinggian kurang dari batas bawah.
- Membuat grafik dari data yang didapatkan.
DATA PENGAMATAN

- Data pengamatan level 1 - Data pengamatan katup pneumatik 1

waktu (menit) Level Waktu (menit ) Bukaan

0 0 Katup pneumatic

1,15 86,5 0 0

2,17 75,7 1,15 0

5,37 86,3 1,15 86,5

6,39 75,7 2,17 86,5

8,8 85,7 2,17 0

9,82 75,9 5,37 0

12,34 85,7 5,37 86,3

13,36 75,5 6,39 86,3

6,39 0

8,8 0

8,8 85,7

9,82 85,7

9,82 0

12,34 0

12,34 85,7

13,36 85,7

13,36 0
- Data pengamatan level 2 - Data pengamatan katup
pneumatik 2
Waktu (menit) Level
Waktu (menit ) Bukaan
0 0
Katup pneumatic
1,38 86,5
0 0
2,14 75,7
1,38 0
3,59 86,3
1,38 86,5
4,57 75,7
2,14 86,5
6,38 85,7
2,14 0
7,32 75,9
3,59 0

3,59 86,3

4,57 86,3

4,57 0

6,38 0

6,38 85,7

7,32 85,7

7,32 0
GRAFIK 1

100
90
80
70
60
50
Series1
LEVEL
40
KATUP
BUKAANPNEUMATIK
KATUP
30
20 SET POINT
10
BATAS ATAS
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 BATAS BAWAH

GRAFIK 2

100
90
80
70
60
50
level
40
level

BUKAAN KATUP
katup pneumatik
30
20
BATAS ATAS
10
0 BATAS BAWAH
0 1 2 3 4 5 6 7 8

waktu (menit )
ANALISA DATA

Pada praktikum kali ini dilakukan percoobaan pengendalian ketinggian level dengan
menggunakan metode pengendalian yaitu pengendalian diskontinyu (ON OFF). Pengendali
(on/off) dimana actuator hanya berada pada dua posisi ON (hidup) atau posisi OFF (mati).
Pada unit CRL yang digunakan, actuator adalah katup pneumatik (katup bertekanan) yang
bersifat ATO (Air to Open) dimana jika katup ini diberikan udara tekan maka katup akan
membuka atau dalam keadaan awal katup dalam keadaan tertutup.

Awal pertama, cairan dipompa dari penampungan menuju tangki berskala melewati
katup pneumatik, lalu fuida masuk ke tangki berskala, pada bagian bawah tangki berskala
terdapat transduser yang berguna mengubah besaran tekanan hidrostatis air menjadi sinyal
listrik yang sebanding untuk kemudian akan disalurkan ke kontroler. Untuk menciptakan
ketinggian level maka nilai input harus lebih besar daripada nilai output. Di dalam tangki
berskala terdapat sensor resiitive probe (3 buah batang : pendek, sedang, panjang). Ketika
cairan terus naik, maka akan menyentuh sensor resistive probe, apabila cairan telah
mencapai batas atas maka sensor akan membaca dan merespon dengan mengirimkan sinyal
yang kemudian dibaca oleh kontroler lalu menghentikan kerja pompa yang otomatis akan
menghentikan nilai input. Pengosongan tangki terjadi sebab nilai input lebih kecil
dibandingkan nilai output.

Begitupun sebaliknya, ketika aliran mendekati batas bawah, maka sensor akan
membaca dan merespon dengan mengirimkan sinyal ke kontroler yang kemudian kontrole
secaraotomatis akan menghidupkan kerja pompa sehingga meningkatkan nilai input.

Aliran air yang masuk akan mengisi tangki sesuai dengan set point yang telah
ditentukan. Dalam percobaan kali ini, batas atas yang digunakan sebesar 85% sedangkan
untuk batas bawahnya sebesar 75%..

Di percobaan pertama, pembacaan batas atas tertinggi level yang di dapat yaitu 86,5
dengan batas bawah 75,5. Sedangkan di percobaan kedua, batas atas tertinggi level yang di
dapat yaitu 85,8 dengan batas bawah 75,8 dengan selang waktu yang berbeda-beda.
Perbedaan disebabkan oleh pengaturan nilai output pada valve pengeluaran.
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

Pengendalian yang dilakukan pengendalian on off, dengan menggunakan sensor resistive


probe
Nilai batas atas, batas bawah dan set point yang digunakan berturut turut 85, 75, dan 80
Untuk mendapatkan ketinggian level maka nilai input harus lebih besar daripada nilai output
Pengendalian ON-OFF dilakukan dengan memanfaatkan sinyal tekanan

DAFTAR PUSTAKA

Josheet.2013. Penuntun Praktikum Pengendalian Proses. Teknik Energi. Politeknik


Negeri Sriwijaya
http://depisatir.blogspot.com/2013/10/laporan-crl-pengendalian-on-off.html
Pengendalian_Proses_2013-libre.pdf

Anda mungkin juga menyukai