Disusun oleh:
(011.06.0019)
Pembimbing :
2016
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit tiroid didapatkan pada sekitar 15% populasi, terutama pada perempuan dewasa.
Dalam kondisi normal, hormon tiroid memberikan efek terhadap kekuatan kontraktilitas
jantung; sel otot jantung atau kardiomiosit mengalami perubahan struktural dan fungsional
akibat efek hormon tiroid. Pada penyakit tiroid, baik hipertiroidisme maupun hipotiroidisme,
terjadi kelainan patologis pada jantung yang disebut penyakit jantung tiroid. Gangguan irama
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, dan gagal jantung merupakan efek patologis hormon tiroid
pada jantung.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Struma
1.1 Definisi Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. (K.Rismandi,2010)
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka
akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia.
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan
bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain.
Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler
toksik).
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma
ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan
goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya
endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang
diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI
adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20
% - 29 % dan endemik berat di atas 30 %
Definisi
Penyakit Jantung Tiroid adalah suatu keadaan kelainan pada jantung akibat pengaruh tiroid
atau terjadinya keadaan peningkatan kadar hormon tiroksin bebas dalam sirkulasi darah.
Patofisologi
Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi akibat
antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid
itu sendiri (Mansjoer, 2001).
Ginjal.
Hipertiroid tidak menimbulkan symptom yang dapat dijadikan acuan terhadap traktus urinaria
kecuali polyuria sedang. Meskipun aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, dan reabsorbsi
tubulus serta sekretori maxima meningkat. Total pertukaran potassium menurun karena
penurunan massa tubuh.
Metabolisme tubuh
Penyakit hipertiroid ini meningkatkan metabolisme jaringan, yang menyebabkan peningkatan
venous return akibat meningkatnya metabolisme jaringan yang kemudian mempengaruhi
vasodilatasi perifer dan arteriovenous shunt. Dengan terjadinya peningkatan vasodilatasi
perifer dan arteriovenous shunt maka darah yang terkumpul semakin bertambah sehingga
venous return ke jantung akan meningkat, disamping itu vasodilatasi perifer yang terjadi juga
meningkatkan penguapan sehingga pengeluaran keringat bertambah.
Sistem gastrointestinal
Hipertiroid juga meningkatkan absorbsi karbohidrat tetapi hal ini tidak sebanding dengan
penyimpanan karbohidrat karena metabolisme pada hipertiroid meningkat sehingga simpanan
karbohidrat berkurang dan lebih banyak dipakai dan juga meningkatkan motilitas usus, yang
kemudian mengakibatkan pasien hipertiroid mengalami hiperfagi dan hiperdefekasi.
Otot dan lemak
Pada pasien hipertiroid secara fisik mengalami penurunan berat badan dan tampak kurus
karena hal ini disebabkan peningkatan metabolisme jaringan dimana simpanan glukosa
beserta glukosa yang baru diabsorbsi digunakan untuk menghasilkan energi yang akibatnya
terjadi pengurangan massa otot. Hal ini juga terjadi pada jaringan adiposa/lemak yang juga
mengalami lipolisis dimana simpanan lemak juga akan dimetabolisme untuk menghasilkan
energi. Dan bila simpanan glukosa dan lemak ini berkurang maka tubuh akan memetabolisme
protein yang tersimpan di dalam otot sehingga massa otot akan semakin berkurang. Sehingga
pada otot akan terjadi kelemahan dan kelelahan yang tidak dapat dihubungkan dengan bukti
penyakit secara objektif.
Hemopoetik
Pada hipertiroid menyebabkan peningkatan eritropoiesis dan eritropoetin karena kebutuhan
akan oksigen meningkat. Hal ini disebabkan karena peningkatan metabolisme tubuh pada
hipertiroid.
Sistem Respirasi
Dyspnea biasanya terjadi pada hipertiroid berat dan faktor pemberat juga ikut dalam kondisi
ini. Kapasitas vital biasanya tereduksi kareana kelemahan otot respirasi. Selama aktivitas,
ventilasi meningkat untuk memenuhi pemenuhan oksigen yang meningkat, tapi kapasitas
difus paru normal.
PENGARUH LANGSUNG HORMON TIROID TERHADAP SISTEM
KARDIOVASKULAR
Pengaruh langsung hormon tiroid pada umumnya akibat pengaruh T3 yang berikatan
dengan reseptor pada inti sel yang mengatur ekspresi dari gen-gen yang responsive terhadap
hormon tiroid, dengan kata lain bahwa perubahan fungsi jantung dimediasi oleh regulasi T3
gen spesifik jantung. Terdapat dua jenis gen reseptor T3, yaitu alfa dan beta, dengan paling
sedikit dua mRNA untuk tiap gen, yaitu alfa-1 dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. T3 juga
bekerja pada ekstranuklear melalui peningkatan sintesis protein.6 Berikut ini penjelasan
mengenai pengaruh langsung hormon tiroid terhadap system kardiovaskular.
1. T3 mengatur ge-gen spesifik jantung
Pemberian T3 pada hewan meningkatkan kontraktilitas otot jantung menalui stimulasi
sintesis fast myosin heavy chain dan menghambat penampakan slow beta
isoform.Pada ventrikel jantung manusia, sebagain besar terdiri dari myosin heavy
chain, sehingga T3 tidak mempengaruhi perubahan pada myosin.Peningkatan
kontraktilitas pada manusia sebagian besar merupakan hasil dari peningkatan ekspresi
retikulu sarkoplasma Ca2+ATPase, meskipun sebagian besar juga oleh beta isoform.
2. T3 mengatur ekspresi reseptor yang peka hormon tiroid (pada hewan percobaan)
T3 menyebabkan peningkatan retikulum sarkoplasma Ca2+ATPase dan penurunan
kerja Ca2+ATPase regulatory protein. T3 juga mengatur Na-K ATPasejantung, enzim
malat, faktor natriuretik atrial, Ca channels, dan reseptor beta-adrenergik.
Pengaruh hormon tiroid pada fungsi fisiologis jantung sangat dipengaruhi oleh kadar serum
T3. Hal ini karena jantung tidak mempunyai aktivitas 5-monodeiodinase, sehingga ambilan
T3 dari peredaran darah merupakan sumber hormon tiroid utama pada kardiomiosit ; T3
bekerja pada kardiomiosit secara genomik dan non-genomik. T3 bekerja secara genomik
melalui ikatan dengan TR yang terletak dalam nukleus kardiomiosit. Aktivasi kompleks TR-
RXR-TRE oleh T3 meningkatkan proses transkripsi dan ekspresi gen-gen yang menyandi
proteinprotein struktural dan pengatur beserta enzim-enzim penting dalam kardiomiosit.
T3 meningkatkan ekspresi protein pengatur transportasi ion tersebut yang berperan dalam
menghantarkan aktivitas elektrik kardiomiosit. Gen reseptor adrenergik beta-1 menyandi
protein reseptor beta-1 pada membran plasma kardiomiosit, yang berfungsi sebagai
penghantar responsrespons jantung terhadap pacuan simpatis dan adrenergik.
Ekspresi reseptor beta-1 mengalami peningkatan akibat pengaruh T3. Jenis kedua adalah gen
yang diatur secara negatif, yaitu gen-gen yang mengalami penurunan aktivitas transkripsi
akibat T3. Gen ini antara lain gen beta-miosin rantai berat, fosfolamban, adenilil siklase tipe
V dan VI, thyroid hormone receptor-1, dan Na+/Ca2+exchanger.
Gen beta-miosin rantai berat menyandi protein miosin rantai berat tipe beta pada i lamen
tebal yang merupakan ATPase miosin tipe lambat. T3 menurunkan ekspresi gen beta-miosin
rantai berat sekaligus menaikkan ekspresi alfa-miosin rantai berat, menghasilkan efek
hipertroi dan peningkatan kontraktilitas kardiomiosit. Fosfolamban merupakan penghambat
Ca2+-ATPase retikulum endoplasma dalam memompa kalsium ke dalam retikulum
sarkoplasma. T3 menurunkan ekspresi gen fosfolamban dan sekaligus meningkatkan aktivitas
SERCa2. Pada hipotiroidisme, ekspresi fosfolamban pada kardiomiosit meningkat,
menyebabkan hambatan ambilan kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma sehingga kalsium
sitoplasma meningkat dan mengganggu fase diastolik.
Tabel 2 menunjukkan gen yang dipengaruhi oleh hormon tiroid beserta efek-efek yang
ditimbulkan.
Hormon tiroid juga bekerja secara nongenomik, yaitu melalui efek ekstranuklear pada
kardiomiosit. Aksi ini tidak melibatkan TRE maupun transkripsi gen. Mekanisme efek non-
genomik ini terjadi melalui ikatan T3 atau T4 pada reseptor dalam membran plasma,
retikulum sarkoplasma, sitoskeleton, mitokondria atau elemenelemen kontraktil kardiomiosit,
dan ikatan T3 langsung pada protein spesifik dalam sitoplasma kardiomiosit.
Efek non-genomik ini muncul lebih cepat dibandingkan efek genomik hormon tiroid. Efek-
efek yang terjadi pada mekanisme non-genomik ini adalah perubahan polarisasi dan
permeabilitas saluran ion untuk Na+, K+, dan Ca2+ pada membran plasma, pacuan aktivitas
Ca2+-ATPase pada sarkolema dan retikulum sarkoplasma,aktivasi reseptor beta adrenergik,
polimerisasi aktin, dan modulasi fungsi adenine nucleotide translocator-1 pada membran
mitokondria.
Pada peningkatan T3 sirkulasi dalam jangka waktu pendek, efek non-genomik lebih berperan
dibanding efek genomik. Namun, pada hipotiroidisme atau hipertiroidisme jangka lama, efek
genomik lebih menonjol.
Hormon tiroid memengaruhi irama jantung melalui efeknya pada saluransaluran ion
kardiomiosit. Gambaran elektrokardiograi yang paling sering pada pasien hipertiroidisme
adalah sinus takikardia, flutter atrium, dan fibrilasi atrium. Gambaran elektrokardiografi
yang lain adalah blok A-V derajat I, pemendekan interval Q-T, takikardia supraventrikular,
dan abnormalitas gelombang T. Pasien hipotiroidisme menunjukkan gambaran
elektrokardiograi berupa sinus bradikardia, amplitudo kompleks QRS yang rendah (low
voltage complex), pemanjangan interval P-R, pemanjangan interval Q-T, dan inversi
gelombang T.
Hipertroi jantung akibat hormon tiroid menyerupai hipertrofi fisiologis akibat pembebanan
atau olahraga fisik (exercise) yang berkelanjutan. Hipertroi fisiologis ini ditandai dengan
peningkatan kadar SERCa2, peningkatan kadar protein alfa-miosin rantai berat pada i lamen
tebal dan penurunan kadar protein beta-miosin rantai berat pada i lamen tebal.
T3, melalui mekanisme kerja genomik, memacu transkripsi protein-protein struktural yang
menyebabkan proliferasi dan hipertroi kardiomiosit. Mekanisme nongenomik, melalui ikatan
T3 dengan ligannya dalam sitoplasma, turut berperan dalam hipertroi jantung melalui
aktivasi jalur PI3K yang meningkatkan sintesis protein-protein struktural pada kardiomiosit
sehingga terjadi hipertrofi fisiologis. T3 meningkatkan polimerisasi aktin menjadi protein-
protein kontraktil fungsional yang memperkuat kontraktilitas kardiomiosit.
Turunnya kadar T3 serum berhubungan dengan penurunan transkripsi gen alfa-miosin rantai
berat maupun gen SERCa2. Efek fenotipik yang ditemukan adalah penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri dan peningkatan waktu relaksasi ventrikel kiri, yang menyebabkan perburukan
fungsi sistolik dan diastolik jantung.
Baik hipotiroidisme maupun hipertiroidisme dalam jangka lama dapat menyebabkan gagal
jantung. Hipotiroidisme menyebabkan gangguan pertukaran kalsium kardiomiosit dan
perubahan susunan protein kontraktil kardiomiosit. Efeknya adalah penurunan relaksasi
kardiomiosit dan gangguan pengisian diastolik ventrikel kiri sehingga, secara klinis, terjadi
pengurangan kontraktilitas jantung dan curah jantung. Hipertiroidisme menyebabkan
kenaikan massa ventrikel kiri yang dapat menimbulkan efek berupa gangguan pengisian
diastolik ventrikel kiri.
DAFTAR PUSTAKA
2. Brix K, Fuhre D, Biebermann H. Molecules important for thyroid hormone synthesis and
action - Known facts and future perspectives. Thyroid Research. 2011;4(Suppl 1):S9.
3. Cheng S-Y, Leonard JL, Davis PJ. Molecular aspects of thyroid hormone actions.
Endocrine Rev. 2010;31:139-70.
4. Weitzel JM, Iwen KA. Coordination of mitochondrial biogenesis by thyroid hormone. Mol
Cell Endocrin. 2011;342:1-7.
5. Dillmann W. Cardiac hypertrophy and thyroid hormone signaling. Heart Fail Rev. 2010;
15:125-32.
6. Dahl P, Danzi S, Klein I. Thyrotoxic cardiac disease. Curr Heart Fail Rep. 2008;5:170-6.
10. Biondi B, Cooper DS. The clinical signii cance of subclinical thyroid dysfunction.
Endocrin Rev. 2008;29:76-131.
11. Rhee SS, Pearce EN. The endocrine system and the heart: A review. Rev Esp Cardiol.
2011;64:220-31.
12. Wang Y-Y, Morimoto S,Du C-K, Lu Q-W, Zhan D-Y, Tsutsumi T, et al. Up-regulation
of type 2 iodothyronine deiodinase in dilated cardiomyopathy. Cardiovasc Res. 2010;87:636
46.
13. Kahaly GJ, Dillmann WH. Thyroid hormone action in the heart. Endocrin Rev. 26;5:704-
28