REFERAT
RHINITIS ALERGI
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT
DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
Disusun oleh :
Ivo Ariandi
Clement Drew
Jennifer Santosa
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui
dr. Djoko Prasetyo Adi Nugroho, Sp. THT dr. Lukman Musat, Sp.THT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih karunia-
Nya, sehingga penulis sanggup menulis referatnya dengan judul RHINITIS ALERGI, sehingga
referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit
THT KL Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang periode 21 Maret 2011 sampai dengan 23 April 2011. Selain itu, besar harapan
dari penulis bilamana referat ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca
sekalian.
Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan
kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. dr. dr. Jhoni Abimanyu, MM. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
2. dr. Djoko Prasetyo Adi Nugroho, Sp.THT, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit THT - KL Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Semarang dan selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
3. dr. Lukman Musat, Sp.THT, selaku pembimbing kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit THT KL Rumah Sakit Umum Daerah Kota semarang
4. Bapak Wahyuri selaku staf Poliklinik THT - KL di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang
5. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT - KL Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang periode 25 april 2011 sampai dengan 21 mei 2011.
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena
kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna.
Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang,Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG...........................................................2
II.1 ANATOMI HIDUNG.................................................................................2
II.1.1 HIDUNG BAGIAN LUAR..................................................................2
II.1.2 HIDUNG BAGIAN DALAM..............................................................4
II.2 VASKULARISASI HIDUNG........................................................................5
II.3 FISIOLOGI HIDUNG.................................................................................5
BAB III RHINITIS ALERGI.......................................................................................7
III.1 DEFINISI.................................................................................................7
III.2 EPIDEMIOLOGI......................................................................................7
III.3 FAKTOR RESIKO.....................................................................................8
III.4 ETIOLOGI...............................................................................................8
III.5 PATOFISIOLOGI.....................................................................................9
III.6 KLASIFIKASI.........................................................................................13
III.7 MANIFESTASI KLINIS...........................................................................14
III.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................16
III.9 DIAGNOSA...........................................................................................17
III.10 DIAGNOSA BANDING........................................................................18
III.11 PENATALAKSANAAN.........................................................................20
III.12 KOMPLIKASI......................................................................................23
III.13 PROGNOSIS.......................................................................................23
III.14 PENCEGAHAN....................................................................................23
BAB IV RINGKASAN............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................25
PENDAHULUAN
Rhinitis alergi merupakan penyakit immunologi yang paling sering ditemukan.
Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rhinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10%-
20% dan secara konstan meningkat dalam dekade terakhir. 1
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta
dilepaskkannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik
tersebut (Von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impacy on
Asthma) tahun 2001, Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang
diperantarai oleh IgE.2
Rhinitis alergi bukanlah penyakit yang fatal, tetapi gejalanya dapat berpengaruh pada
3
kesehatan seseorang dan menurunkan kualitas hidup yang bermakna pada penderitanya.
Biasanya rhinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa muda). Pada usia remaja/
dewasa, prevalensi rhinitis alergi adalah sama banyak antara laki-laki dan perempuan.
Keluarga atopi memiliki prevalensi lebih besar daripada neonatopi. 4
Penyakit alergi THT terutama rhinitis alergi umumnya diterapi dengan cara
menghindari allergen penyebab untuk itu diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui
alergen penyebab tersebut, imunoterapi, mencegah degranulasi sel matosit, menetralisir
mediator amine vasoaktif (terutama mediator histamine) dan menghilangkan gejala-gejala
pada organ target ( pilek dan buntu hidung). 5 tetapi cara yang paling efektif untuk
mengontrol penyakit-penyakit alergi adalah dengan menghindari paparan allergen
penyebabnya.6
Dalam referat ini penulis akan mencoba untuk membahas mulai dari definisi,
epidemiologi, faktor resiko, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan,
diagnosis & diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis dan pencegahannya.
Namun sebelumnya, penulis akan membahas anatomi dan fisiologi hidung terlebih dahulu
BAB II
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali tenang
anatomi dan fisiologi hidung. Anatomi hidung dibagi menjadi dua bagia, yaitu hidung bagian
luar dan hidung bagian dalam. Sedangkan Fisiologi hidung terdapat limja fungsi, yaitu fungsi
respirasi, fungsi penghidu, fungsi fonetik, fungsi staris dan mekanik, serta fungsi sebagai
reflex nasal. Pertama-tama akan dibahas mengenai anatomi hidung.
Hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas kebawah
adalah sebagai berikut :
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit.
Kerangka tulang terdiri dari:
Cavum nasi terdiri dari vestibulum, meatus nasi, mukosa nasi, dan konka nasalis.
Konka nasalis terbagi menjadi 4 bagian yaitu bagian superior, media, inferior dan
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimeter.
III.1 Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama
serta dilepaskkannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis
and its Impacy on Asthma) tahun 2001, Rinitis alergi adalah kelainan pada hidung
dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.2
III.2 Epidemiologi
Meskipun dapat timbul pada semua usia, tetapi 2/3 penderita umumnya
mulai menderita pada saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria
dengan kemungkinan yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetic
kuat. Bila salah satu dari orang tua menderita alergi, akan memberi kemungkinan
sebesar 30% terhadap keturunannya dan bila kedua orang tua menderita akan
diperkirakan mengenai sekitar 50% keturunannya. 7
III.4 Etiologi
Rinitis alergi adalah disebabkan oleh reaksi peradangan mukosa hidung, yang
diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE), setelah terjadi paparan allergen (reaksi
hipersensitivitas tipe I Gell dan Comb). 9
Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan
ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti
urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi pada setiap orang dapat
berbeda alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa
serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu
tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan
Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan
binatang pengerat. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah
beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang
kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). 10
III.5 Patofisiologi
Pada dasarnya, rhinitis alergi merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas tipe I. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 merupakan reaksi yang
bersifat cepat dan merupakan hasil dari sensitisasi sel-sel mast yang ada pada
jaringan oleh IgE.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul
HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility
Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel
penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0
untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.
IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE).
IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator
kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain
histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2
(PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating
Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage
Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi
Fase Cepat (RAFC).
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau
reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3
atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed
hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di
bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
III.6 Klasifikasi
o Bersin berulangkali
o Hidung berair (rhinorrhea)
o Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatal
o Mata merah, gatal, berair
o Post-nasal drip
Gambar 5. Gejala Rhinitis Alergi
Berikut adalah perbedaan tanda dan gejala pada intermiten dan persisten rhinitis
alergi,
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan
nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit,
misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih
bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme
Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak
dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi
inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. 1 Keuntungan SET, selain alergen
12
penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.
Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge
Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari.
Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien
setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi,
jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.1
III.9 Diagnosa
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala
rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah
keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata
gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap. Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh
pasien.1 Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan
keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter
sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi
lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan,
hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata
merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).
2. Pemeriksaan Fisik
1. Rhinitis vasomotor
Adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang
persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh
iritan spesifik.14 Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-
alergi. Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi
sehingga sulit untuk dibedakan. 1
Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan
keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih
dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara,
perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal
faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut. 1
2. Rhinitis virus
Rhinitis yang disebabkan oleh virus. Virus yang paling sering menyebabkan
rhinitis virus adalah rhinovirus. Virus-virus lainnya adalah myxovirus, virus
coxsackie, dan virus ECHO. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul
sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh, Pada
stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas,
kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang, hidung
tersumbat, dan ingus encer yang biasanya disertai demam dan nyeri
kepala.Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Tidak ada terapi spesifik
selain istirahat dan pemberian obat-obat simptomatis, seperti analgetika,
antipiretika, dan obat dekongestan. Antibiotika diberikan hanya jika ada infeksi
sekunder oleh bakteri
3. Rhinitis bacterial
Rhinitis yang terjadi akibat adanya infeksi dari bakteri. Rhinitis bacterial dapat
terjadi sebagai infeksi primer ataupun infeksi sekunder pada rhinitis virus.
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan rhinitis bacterial adalah
Corynebacterium diphteriae yang menyebabkan rhinitis dipteri, Treponema
palidum yang menyebabkan rhinitis sifilis, infeksi ekstra pulmonal oleh
mycobacterium tuberculosa yang menyebabkan rhinitis tuberkulosa.
III.11 Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan
eliminasi.
2. Simptomatis
1. Polip hidung
2. Otitis Media Akut
3. Sinusitis Paranasal
1. Asma
2. Obstruksi tuba Eustachius dan efusi telinga bagian tengah
3. Hipertrofi tonsil dan adenoid
4. Gangguan kognitif
III.12 Prognosis
Secara Umum baik. Penyakit rhinitis alergi ini secara menyeluruh berkurang
seiring bertambahnya usia, tetapi kemungkinan menderita asma bronkial meningkat (
Becker, 1994 ). Remisi spontan dapat terjadi sebanyak 15-25% selama jangka waktu
5-7 tahun, remisi untuk rinitis alergi musiman lebih besar frekusensinya dibandingkan
dengan rhinitis alergi perenial ( Rusmono, 1993 ).
III.13 Pencegahannya
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflammasi yang dicetuskan oleh reaksi
hipersensitivitas sistem pertahanan tubuh terhadap alergen-alergen tertentu. Penyakit ini
dapat timbul secara musiman atau sepanjang tahun. Penyakit ini dapat dikaitkan dengan
suatu kelainan atopik.
Tanda dan gejala yang khas dari rhinitis alergi adalah rinorrhea, bersin-bersin,
obstruksi jalan nafas pada cavum nasi, lakrimasi, dan rasa gatal pada hidung dan
konjungtiva. Selain itu pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan mukosa nasal berwarna pucat
dan nampak basah, konjungtiva bisa didapatkan kongesti dan edem, pada faring tidak
ditemukan suatu tanda yang spesifik. Pembengkakan mukosa cavum nasi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder memlalui oklusi ostium sinus maupun tuba
eustachius.
Diagnosis rhinitis alergi terutama berdasarkan pada anamnesa yang lengkap dan
pemeriksaan fisik yang menunjang. Penggunaan pemeriksaan penunjang dapat membantu
dalam penegakan diagnosa, seperti foto x-ray, skin prick test, cell diff count, dan sebagainya.
4. Ballenger J.J. Diseases of The Nose, Throat, and Ear. 11 thed. Philadelphia :
Lea & Febrigger, 1987 : 93 6
6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Rhinitis Alergi. Buku Ajar
Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher Edisi keenam FKUI.
Balai Penerbit FK UI, 2007 : 128 34
7. Adams GL, Boyes LR, Higgler PH. Buku Ajar Penyakit THT ed.6 EGC, Jakarta,
1997 : 196-7