OLEH :
Bagio 140741601970
Nasa Andriansa 140741603078
Rintang Anindi Kartika 140741604084
Warih Sito Mastuti 140741605584
Yudha Prastya 140741603143
2. Dataran Tinggi
Dataran tinggi yaitu dataran luas yang letaknya antara 100 meter sampai dengan 800 meter
diatas permukaan laut. Dataran tinggi adalah dataran luas yang terletak di daerah tinggi atau
pegunungan maka disebut dataran tinggi. Dataran tinggi terbentuk sebagai hasil erosi dan
sedimentasi. Dataran tinggi disebut juga plato (plateu). Dataran tinggi bisa juga terjadi oleh
bekas Kaldera luas, yang tertimbun material dari lereng gunung sekitarnya, misalnya dataran
tinggi Dieng (Jawa Tengah) yang diduga oleh proses seperti itu.
Dataran tinggi bisa juga terjadi oleh bekas Kaldera luas, yang tertimbun material dari lereng
gunung sekitarnya, misalnya dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) yang diduga oleh proses seperti
itu. Sedangkan dataran rendah adalah tanah yang keadaannya relatif datar dan luas sampai
ketinggian sekitar 200 meter dari permukaan laut. Tanah ini biasanya ditemukan disekitar pantai,
tetapi juga ada yang terletak dipedalaman. Dataran rendah di Indonesia umumnya terjadi dari
hasil sedimentasi sungai. Dataran rendah ini juga disebut dataran aluvial. Dataran aluvial
biasanya berhadapan dengan pantai landai laut dangkal. Dataran ini biasanya tanahnya subur,
sehingga penduduknya lebih padat bila dibandingkan dengan daerah pegunungan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa medan di dataran tinggi dapat memberikan
keuntungan yaitu anak-anak setiap hari dapat memanfaatkan medan tersebut sebagai sarana
untuk meningkatkan kebugarannya, karena dengan berjalan kaki setiap hari lebih kurang dari 20
menit secara teratur akan meningkatkan kebugaran jasmani. Sebaliknya di dataran rendah, jika
anak-anak kurang dalam aktivitasnya (jalan kaki) tentunya tingkat kebugaran jasmaninya
menjadi lebih rendah dibanding anak-anak di dataran tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian mengenai potensi fisik di Dusun Putukrejo Desa Gadungan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif berusaha untuk mengungkapkan gejala yang ada
secara menyeluruh dan benar-benar sesuai dengan konteks, dengan cara mengumpulkan data dari
latar alami, menggunakan peneliti sebagai intrumen utama, serta cenderung menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Menurut Creswell (2013:59), penelitian kualitatif dimulai
dengan asumsi dan pemakaian kerangka penafsiran yang akan berpengaruh terhadap riset dan
terkait dengan makna yang digunakan oleh individu atau kelompok pada suatu permasalahan dan
realita sosial.
Penelitian ini mendeskripsikan peristiwa sesuai dengan realita yang ada di lapangan secara
alamiah. Oleh karena itu, penelitian ini akan mendeskripsikan kondisi geografis Dusun Putukrejo
Desa Gadungan. Potensi fisik juga dijabarkan dalam penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif memiliki karakteristik berupa uraian kata-kata menurut pemaparan informan, apa
adanya sesuai dengan kebutuhan peneliti, kemudian melakukan analisis terhadap kajian tersebut
(Sugiyono, 2013:283-287).
B. Kebadiran Peneliti
Menurut Ahmadi (2005:54), tingkat penerimaan kehadiran peneliti di lapangan akan
berpengaruh terhadap tingkat keterbukaan informan dalam memberikan jawaban. Peneliti hadir
dalam beberapa momen kegiatan yang sangat sesuai dengan kajian dan fokus penelitian. Saat
penelitian berlangsung peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif maka, menurut Creswell (2013:261),
peneliti merupakan intrumen kunci dalam penelitian kualitatif dimana peneliti mengumpulkan
sendiri data melalui dokumentasi, wawancara, dan observasi. Sedangkan menurut Moleong
(2013:168) kedudukan peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpul data,
penganalisis, penafsir data, dan akhirnya peneliti membuatnya dalam sebuah laporan. Peneliti
hadir sebagai pengamat keadaan dan observer yang berperan secara lengkap selama berada di
Dusun Putukrejo Desa Gadungan yang merupakan tempat penelitian
C. Lokasi Penelitian
Secara administratif, Dusun Putukrejo masuk dalam wilayah Desa Gadungan Kecamatan
Gandusari Kabupetan Blitar. Lokasi penelitian yaitu di daerah adminitratif Dusun Putukrejo
Desa Gadungan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan.
2. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan pertemuan yang dilakukan oleh minimal dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu (Sugiyono, 2013:317). Penelitian ini menerapkan wawancara semi
terstruktur. Wawancara ini memiliki beberapa pertanyaan kunci untuk mengidentifikasi data
yang ingin diperoleh, tetapi juga memperbolehkan kedua belah pihak untuk memberikan respon
yang lebih detail, asalkan tetap sesuai dengan fokus penelitian. Sehingga, proses wawancara
dapat berlangsung secara mendalam dan bersifat terbuka. Informan kunci dalam penelitian ini
adalah masyarakat Dusun Putukrejo Desa Gadungan.
3. Dokumentasi
Proses penelitian kualitatif, data dapat diperoleh dari dokumen dan foto (non manusia).
Dokumentasi dilakukan untuk mencari data tambahan guna memperkuat bukti dan kajian yang
berkaitan dengan tema penelitian. Dokumen merupakan catata peristiwa yang sifatnya telah lalu.
(Sugiyono, 2013:329). Dokumen yang diambil dalam penelitian ini berupa foto. Foto yang
dimaksud yaitu foto keadaan geografis, dmografis, dan informandari Dusun Putukrejo.
3. Administrasi
Secara administratif Kabupaten Blitar terdiri dari 22 kecamatan yang dibagi lagi menjadi
220 desa,28 kelurahan, 759 dusun/Rukun Warga (RW), dan 6.978 Rukun Tetangga (RT).
Berikut ini merupakan nama-nama kecamatan di Kabupaten Blitar, antara lain:
1. Bakung 12. Selorejo
2. Wonotirto 13. Doko
3. Panggungrejo 14. Wlingi
4. Wates 15. Gandusari
5. Binangun 16. Garum
6. Sutojayan 17. Nglegok
7. Kademangan 18. Sanankulon
8. Kanigoro 19. Ponggok
9. Talus 20. Srengat
10. Selopuro 21. Wonodadi
11. KesambeN 22. Udanawu
B. Desa Gadungan
Berikut akan dipaparkan mengenai profil desa Gadungan Kecamatan Gandusari berdasarkan
data resmi dari kelurahan desa setempat. Data yang akan dipaparkan berupa letak geografis desa,
perkembangan desa, ekonomi masyarakat, pendapatan masyarakat, dan struktur
matapencaharian,
1. Letak Geografis
Desa Gadungan terletak pada koodinat bujur 112.295234 dan koordinat lintang 8.013364. Desa
Gadungan memiliki luas wilayah sebesar 1.540,265 hektar. Serta pada ketinggian 100 sampai 1000 mdpl.
2. Perkembangan kependudukan
a) Jumlah Penduduk
Tabel 2.2 Jumlah penduduk
Laki-laki Perempuan
Jumlah
(Orang) (Orang)
Jumlah penduduk tahun ini 3607 3514
Jumlah penduduk tahun lalu 3814 3863
Persentase perkembangan 94,57 % 90,96 %
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan Gadungan 2016
b) Jumlah Keluarga
Tabel 2.2 Jumlah Keluarga
Jumlah KK Laki-laki KK Perempuan Jumlah Total
Jumlah Kepala Keluarga tahun ini 2515
Jumlah Kepala Keluarga tahun lalu 2425
Persentase Perkembangan % % 103,7%
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan Gadungan
3. Ekonomi masyarakat
Tabel 2.3 Pengangguran
Kelompok Usia Jumlah (Orang)
1. Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18 - 56 tahun) 3923
2. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang masih sekolah dan tidak bekerja
3. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang menjadi ibu rumah tangga 1707
4. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja penuh 3502
5. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja tidak tentu
6. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan tidak bekerja
7. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan bekerja
4. Struktur Matapencaharian
Tabel 2.5 Mata pencaharian masyarakat
Jumlah Buruh/
Jumlah Pemilik
Jumlah Pemilik Karyawan/
Sektor Matapencaharian Usaha Perorangan
Usaha (Orang) Pengumpul
(Orang)
(Orang)
1. Pertanian 713 786 677
2. Perkebunan 3 87 374
4. Perikanan 19 15
5. Kehutanan
10
6. Pertambangan dan Bahan
Galian C
9. Perdagangan
Jumlah
Sektor Mata Pencaharian
(Orang)
7. Sektor Industri Kecil & Kerajinan Rumah Tangga
a) Montir 3
b) Tukang batu 47
c) Tukang kayu 41
d) Tukang sumur 3
e) Pemulung
f) Tukang jahit 4
g) Tukang kue 8
h) Tukang anyaman
i) Tukang rias 2
k) ................................
8. Sektor Industri Menengah dan Besar
a) Karyawan perusahaan swasta 87
c) Pemilik perusahaan 3
d) ......................
e) ..........................
10. Sektor Jasa
a) Pemilik usaha jasa transportasi dan perhubungan 34
e) Kontraktor -
m) POLRI 1
n) Dokter swasta 1
o) Bidan swasta -
p) Perawat swasta -
q) Dukun/paranormal/supranatural 6
s) Dosen swasta -
t) Guru swasta 35
u) Pensiunan TNI/POLRI 2
v) Pensiunan PNS 8
w) Pensiunan swasta -
x) Pengacara -
y) Notaris -
aa) Seniman/artis -
cc) Sopir 14
jj) ..................................
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan Gadungan 2016
C. Paparan Data
1. Potensi fisik Dusun Putukrejo
Potensi fisik merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah bila
berhubungan dengan desa atau kota. Potensi fisik dapat dipilah ada bentuk positif dan negatif.
Adapun bentuk negatif dari potensi fisik di dusun Putukrejo berupa kerentanan wilayah seperti
banjir, tanah longsor dan gunung meletus.
Putukrejo merupakan salah satu nama dusun yang ada di desa gadungan kecamatan
gandusari kabupaten blitar. Dusun Putukrejo masuk dalam kawasan rawan bencana meletusnya
Gunung Kelud karena bersebelahan dengan Gunung Kelud tepatnya di sebelah selatan Gunung
Kelud sehingga dusun Putukrejo merupakan kawasan yang rawan terhadap meletusnya Gunung
Kelud.
Sebagai kawasan rawan bencana masyarakat memiliki pandangan bahwa daerah yang
mereka tinggali adalah daerah yang aman, aman yang dimaksud adalah tidak ada bencana lain
selain meletusnya Gunung Kelud. Dusun Putukrejo merupakan daerah yang aman terhadap
bencana longsor dan banjir. Bencana longsor dan banjir yang paling sering di kecamatan
gandusari terdapat di dua wilayah yaitu dusun njari desa gadungan dan dusun njurang banteng
desa ngaringan. Kedua wilayah tersebut merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, tidak
hanya meletusnya Gunung Kelud yang sewaktu-waktu dapat meletus tetapi rawan terhadap tanah
longsor dan banjir ketika hujan tiba. Ketika tahun 80an dan 85an terdapat bencana tanah
longsor yang memakan korban lebih dari lima orang yaitu di dusun njurang banteng desa
Ngaringan. Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh bapak Suparman, beliau
mengatakan:
...ten njurang banteng rawan niku, enggeh kalian Dusun Njari podo rawan e.
Tahun 80an niku wonten tiang keblekan gampingan tiang pitu, terus 85an
wonten keblekan malih ten langgar wong telu ninggal (Suparman, 9 Maret
2017).
Artinya:
...Di Njurang Banteng itu rawan, sama seperti dusun Njari. Tahun 80an ada
orang yang tertimpa gampingan sampai tujuh orang, lalu tahun 85an ada orang
tertimpa lagi di mushola tiga orang meninggal
Berbeda dengan dusun Njari desa Gadungan yang lebih mengarah kepada bencana banjir
dan tanah longsor yang sewaktu-waktu datang ketika hujan tiba, karena berada di sebelah sungai
dan dataran tinggi. Menurut ibu Lisa mengatakan bahwa daerah Njari merupakan daerah yang
rawan longsor dan banjir, beliau mengatakan:
...iya, Njari memang daerah yang rawan longsor dan banjir, kalau hujannya
terus-terusan pasti akan longsor, jadi orang-orang yang di daerah atas
ngungsinya ke bawah. Kalau yang rumahnya dekat sungai ngungsinya ke atas
(Lisa, 10 Maret 2017)
Masyarakat yang memanfaatkan sungai njari sebagai tempat untuk mencari material pasir
terkadang juga harus waspada terhadap banjir yang datang sewaktu-waktu. Sungai njari juga
menelan korban jiwa yang cukup banyak karena bukan hanya masyarakat yang menjadi korban
hanyut tetapi juga truck yang memuat material pasir juga pernah diterjang banjir hingga hanyut.
Dusun Putukrejo tidak hanya memiliki potensi bencana yang tinggi tetapi juga memiliki
potensi fisik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk kehidupan mereka sehari-hari. Dusun
Putukrejo memiliki potensi fisik seperti tanah yang subur hingga tanah dapat ditanami berbagai
tanaman musiman maupun tanaman tetap. Tanaman musiman seperti nanas, pisang, jagung, padi,
kacang dan cabai. Tanaman tetap seperti kopi dan kayu sengon.
Potensi tersebut merupakan sumber daya alam yang dominan di dusun Putukrejo. Potensi
tersebut ada yang diolah sendiri oleh masyarakat karena kebun mereka, juga ada yang masuk
kedalam perkebunan perusahaan, seperti buah nanas dan pisang yang merupakan hasil dari
perkebunan milik orang dari lampung. Sumber air di dusun Putukrejo sangat baik, bapak
suparman mengatakan bahwa ketika ada bencana pun kualitas dan kuantitas air pun masih baik
dan dapat digunakan.
2. Dusun putukrejo merupakan salah satu Dusun yang berada pada lereng Gunung Kelud,
dimana topografi wilayah ini merupakan dataran tinggi dan banyak sekali potensi yang ada
pada wilyahnya, salah satunya yaitu perkebunan yang merupakan potensi mayoritas atau
potensi yang paling besar. Bapak Darmoko yang merupakan mantan kepala Dusun Putukrejo
sebelum bapak Sugianto yang saat ini menjabat yang memiliki kebun kopi yang berada
disebelah barat kediaman beliau. Beliau memiliki kebun dengan luas satu hektar yang
dikelola sendiri.
Dusun putukrejo terdapat beberapa perkebunan yang tidak sama kepemilikannya, yang
paling terbesar pengelolanya adalah perusahaan PT. Blitar Putra dan sisa lahan perkebunan milik
warga dusun putukrejo. Potensi yang lebih dominan adalah perkebunan kopi. Dalam
pengeloaannya antara milik warga dengan milik PT. Blitar Putra tidak ada perbedaannya, hanya
saja perbedaan terletak pada jumlah atau kuantitas hasil panen karena luas lahan. Penanaman
awal kopi adalah bulan oktober sampai desember dengan masa tunggu sampai berbuah awal
dengan rentang waktu 3 tahun. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari bapak Darmoko
bahwa:
...untuk penenaman awal kopi ya kisaran bulan oktober sampai desember, nanti
nunggu awal berbuah sampai 3 tahun. (Darmoko, 11 Maret 2017)
Masa rentang waktu tiga tahun untuk menunggu awal berbuah tanaman kopi awal juga
harus dirawat diberi pupuk serta tanah yang digemburkan, jadi masa rentang tersebut tidak
ditinggalkan tumbuh sendiri tetapi tetap dirawat untuk dapat mencapai hasil yang baik.
Salah satu bentuk yang berbeda dalam pemeliharaan tanaman kopi yaitu adanya stek
cabang pohon kopi satu dengan kopi yang unggul, tujuannya untuk menambah kualitas
dari kopi yang ada nantinya. Hal tersebut sesuai dengan penuturan bapak Darmoko bahwa:
...kalau sudah satu tahun masa tunggu bisa di stek dengan pohon kopi yang
unggul, jadi nanti bisa lebih berkualitas lagi (Darmoko, 11 Maret 2017)
Masa panen perkebunan kopi dusun putukrejo rata-rata pada bulan juni sampai agustus
sekali panen dalam satu tahun. Sekali panen juga tergantung luas lahan yang dimiliki, warga
putukrejo yang memiliki kebun kopi sebesar satu hektar dalam satu tahun dapat memanen
maksimal 5 ton kopi basah, berbeda dengan perkebunan kopi ngusri memiliki lahan seluas 298
hektar mencapai 50 sampai 60 ton per tahun kopi basah.
Kopi basah merupakan kopi setelah panen yang belum di olah menjadi kopi kering. Kopi
kering merupakan kopi yang sudah diolah dari mengeringkan kopi atau mengoven kopi sampai
mengeluapas kulit kopi hingga tertinggal bijinya saja atau kopi ose. Perbedaan harga kopi
basah dan kopi ose juga fluktuatif atau naik turun. Kopi ose dijual dengan harga sekitar Rp.
25.000 dan kopi basah hanya sekitar Rp. 4000 rupiah. Hal itu terdapat kesenjangan yang besar
antara kopi basah dan kopi kering.
Jenis kopi yang ditanam di dusun putukrejo adalah jenis kopi robusta, jenis kopi tersebut
merupakan jenis kopi yang banyak digunakan oleh masyarakat maupun perusahaan.
Masyarakat pernah menanam kopi jenis arabica tetapi tidak sesuai dengan harapan ketika masa
panen karena daerah putukrejo yang tidak bisa ditanami kopi jenis arabica. Sehingga
masyarakat beralih kembali memakai kopi jenis robusta.
3. Berbeda dengan perkebunan ngusri merupakan salah satu perkebunan yang ada di daerah
kelurahan gadungan dengan luas awalnya 386,4 hektar menjadi 298 hektar karena sudah
diberikan kepada penduduk sekitar perkebunan. Perkebunan ngusri merupakan milik negara
dengan sistem HGU (Hak Guna Usaha), pemilik saat ini adalah bapak herujuono berasal dari
jakarta yang merupakan pemilik perkebunan ngusri. Perkebunan ngusri memiliki sejarah
yang cukup panjang hingga sampai saat ini memiliki nama PT. Blitar Putra. Awalnya pada
tahun 1895 perkebunan dipegang oleh pihak belanda yang saat itu menguasai daerah
perkebunan, pada awal tahun 1942 belanda mengalami kekalahan dengan jepang hingga
pada tahun tersebut belanda menyerahkan perkebunan kepada pihak jepang. Menurut
penuturan bapak hermanto bahwa:
...perkebunan ngusri diusahakan oleh pihak belanda pada tahun 1895 dan
berakhir pada tahun 1942, karena belanda kalah perang dengan jepang. Sehingga
perkebunan pada tahun 1942 sampai 1945 dikuasai oleh jepang. (Subandi, 11
Maret 2017)
Pada tahun 1952 sampai tahun 1965 dikelola oleh Koperasi KRAP, pada tahun
1965 dengan mencuatnya G30SPKI akhirnya perkebunan di kuasai atau di selamatkan oleh
tim khusus bentukan kabupaten blitar yaitu dengan nama Tim A, yang tugasnya
menyelamatkan perkebunan dari gejolak peristiwa G30SPKI.
Pada 28 Januari 1967 ada perlaihan atau penyerahan perkebunan dari Tim A
bentukan kabupaten blitar kepada 18 desatuan P3 (Reem 081 Madiun). Pada 18 Desember
1968 perkebunan ngusri diambil alih oleh pemerintah kabupaten blitar. Akhirnya pada 9
November 1970 perkebunan brubah nama menjadi PT. Blitar Putra dan dengan sistem
HGU yang saat ini pemiliknya adalah bapak herujuono merupakan pengusaha dari jakarta,
dan kontrak HGU perkebunan tersebut dari periode ke satu tahun 1970 sampai 1998, dan
periode kedua tahun 1998 sampai 2023 mendatang.
Pendistribusian atau pemasaran hasil produksi kopi mayoritas dikirim di pasar-pasar
wilayah Blitar. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Darmoko yang mengatakan:
...untuk pemasarannya mas, saat ini masih dipasarkan hanya di wilayah blitar saja,
karena apabila dipasarkan diluar wilayah Blitar selain karena hasil produksi dari
perkebunan tidak mencukupi juga menghemat biaya transportasi. (Darmoko, 11 Maret
2017)
Jenis kopi yang dipasarkan yaitu berbentuk kopi basah dan kopi kering. Kopi basah
merupakan kopi setelah panen yang belum di olah menjadi kopi kering. Sedangkan Kopi kering
merupakan kopi yang sudah diolah dari mengeringkan kopi atau mengoven kopi sampai
mengeluapas kulit kopi hingga tertinggal bijinya saja atau kopi ose. Saat ini untuk pemasaran
hasil produksi kopi lebih dikhususkan pada pemasaran kopi kerinng. Hal ini dikarenakan
penjualan harga kopi kering lebih mahal lima kali lipat dibandingkan kopi basah. Diperkirakan
penjualan hasil kopi kering sekitar Rp. 26.000/ kg.
Potensi mayoritas atau potensi yang paling besar yaitu perkebunan pastilah sangat
memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar, karena selain memberikan lapangan pekerjaan
bagi mereka juga dapat memeberikan tambahan pendapatan. Hal ini dikarenakan mayoritas
pekerja perkebunan adalah dari warga Dusun Putukrejo itu sendiri. Pembagian sistem kerja
diperkebunan itu sendiri ada dua yaitu sistem borongan dan sistem harian. Sistem borongan,
pembayarannya disesuaikan dengan hasil pekerjaanya. Misalkan dalam panen kopi para
pemborong mendapatkan sekian kilogram, maka dia mendapat bayaran sesuai dengan apa yang
dia dapatkan. Sedangkan sistem harian pekerjanya dibayar hanya ketika dia datang dalam artian
dia datang hari ini, hari itu juga dibayar. Sistem kerja borongan pada perkebunan Ngusri
biasanya dari pukul 07.00 -15.00 WIB dan pekerjanya mendapatkan gaji kurang lebih Rp.20.000
Sedangkan pada sistem harian dimulai pada pukul 07.00-10.30 dan mendapatkan gaji kurang
lebih Rp.16.000.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Abu H.,dan Joko Tri Prasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka
Setia.
Bintarto. 1969. Geografi Desa. Yogyakarta: U.P. SPRING
BPBD Kabupaten Malang. 2014. Letusan Gunung Kelud. (Online),
(http://bpbd.malangkab.go.id) diakses 6 Maret 2017.
BPS Kabupaten Blitar. 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar. (Online),
(http://blitarkab.bps.go.id) diakses 6 Maret 2017.
Creswell, John W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan. Mixed.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Herdiansyah, haris. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Salemba.
Moleong, Lexy J. 2013.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pemkab, Blitar. 2012. Profil kabupaten Blitar. (Online), (http://www.blitarkab.go.id), diakses
6 Maret 2017
PPMB. 2010. Mitigasi. (Online), (http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html), diakses
6 Maret 2017.
Putra, Ahmad P. 2011. Penataan Berbasis Mitigasi Bencana Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal
Penanggulangan Bencana. 2(1):11-20
Sugiyono.2013. MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.
Lampiran