Anda di halaman 1dari 27

POTENSI FISIK DUSUN PUTUKREJO DESA GADUNGAN KECAMATAN

GANDUSARI KABUPATEN BLITAR

OLEH :

Bagio 140741601970
Nasa Andriansa 140741603078
Rintang Anindi Kartika 140741604084
Warih Sito Mastuti 140741605584
Yudha Prastya 140741603143

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
MARET 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman bentuk muka bumi baik
daratan maupun perairan. Kondisi yang demikian ini ternyata mempunyai hubungan erat dengan
aktivitas manusianya. Aktivitas masyarakat di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh potensi fisik
daerahnya. Potensi fisik adalah potensi yang berkaitan dengan sumber daya alam. Potensi akan
terus terbaharui, apabila manusia memiliki kecakapan untuk mengolahnya. Potensi fisik yang
ada di Indonesia meliputi kondisi sumber daya alam yang jika dikelola secara optimal akan
membawa kemajuan dan kesejahteraan.
Bentuk-bentuk potensi fisik sangat beragam, salah satunya adalah gunungapi. Indonesia
merupakan negara yang berada pada wilayah the ring of fire (cincin api) dikarenakan dikelilingi
pertemuan lempeng tektonik dengan barisan gunungapi aktif. Indonesia memiliki 127 gunungapi
aktif yang terdiri atas 76 gunung api tipe A, 30 gunung api tipe B dan 21 gunungapi tipe C.
Gunung api tipe A tersebar di beberapa lokasi seperti di Jawa Timur sebanyak 19 gunungapi,
salah satunya adalah Gunung Kelud. Gunung Kelud terletak diantara Kabupaten Kediri,
Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang. Gunung Kelud tergolong gunungapi aktif yang
letusannya bersifat mendadak dan merusak. Gunung Kelud tercatat mengalami 8 kali letusan,
yakni pada tahun 1958, 1901, 1919, 1951, 1966, 1990, 2007, dan 2014. Letusan mematikan
dengan ribuan korban jiwa terjadi pada tahun 1919 (BPBD Kabupaten Malang, 2014).
Kabupaten Blitar merupakan salah satu wilayah terdampak letusan Gunung Kelud. Letusan
Gunung Kelud dapat memberikan keuntungan maupun kerugian. Letusan gunungapi merugikan
masyarakat karena material yang dikeluarkan bersifat merusak. Akan tetapi kandungan dalam
abu gunungapi dapat menyuburkan tanah dan material pasir dapat diperdagangkan. Pasca letusan
Gunung Kelud tahun 2014, Kabupaten Blitar tidak terlalu terkena dampak yang membahayakan.
Kabupaten Blitar hanya dihujani abu vulkanik dari Kelud. Namun, bukan berarti pada letusan
selanjutnya akan bersifat demikian juga. Masyarakat sekitar lereng Gunung Kelud harus
memiliki kewaspadaan yang tinggi, mengingat lokasi bermukim mereka rentan bencana alam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diperoleh adalah:
1. Potensi fisik apa saja yang terdapat di Dusun Putukrejo Desa Gadungan Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar?
2. Bagaimana pemanfaatan potensi fisik yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Putukrejo Desa
Gadungan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang diperoleh adalah:
1. Mendeskripsikan potensi yang terdapat pada Dusun Putukrejo Desa Gadungan Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar.
2. Mendeskripsikan pemanfaatan potensi fisik oleh masyarakat Dusun Putukrejo Desa
Gadungan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
D. Manfaat dan Kegunaan
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat mampu mengelola dan memaksimalkan potensi yang ada di sekitarnya guna
memajukan kehidupannya.
2. Bagi Peneliti
Memberikan wawasan dan pengetahuan terkait potensi yang ada di Dusun Putukrejo Desa
Gadungan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
3. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi referensi bagi pemerintah terkait masalah
potensi fisik yang ada di Dusun Putukrejo guna memberikan kebijakan yang dapat meningkatkan
daya kreativitas untuk mengolah potensi fisik yang ada.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Potensi Fisik
Potensi fisik adalah potensi yang berkaitan dengan sumber daya alam yang ada di suatu
wilayah seperti tanah, air, lahan pertanian, hewan ternak, cuaca iklim dan lainnya. Lokasi suatu
wilayah di Indonesia berbeda-beda karena kenampakan fisik dan morfologi Indonesia
beranekaragam mulai dari dataran rendah, pantai, bukit sampai pegunungan. Perbedaan
kenampakan fisik tersebut akan berpengaruh terhadap jenis potensi desa yang bersangkutan.
Misalnya di desa yang berlokasi di wilayah pantai maka dapat diketahui kondisi cuaca dan iklim
di daerah tersebut adalah panas. Sedangkan sumber daya alam yang ada di pantai antara lain
tambak, kelapa, ikan, terumbu karang dan lainnya. Beda halnya dengan di wilayah dataran tinggi
yang berhawa sejuk maka potensi fisik desanya akan berupa daerah pertanian yang subur,
sayuran, dan hewan ternak. Wilayah desa memiliki potensi yang baik jika diolah dengan baik.
Potensi fisik desa meliputi sumber-sumber alam dan sumber manusia yang tersimpan dan sudah
terwujud di pedesaan, yang diharapkan pemanfaatannya bagi kelangsungan dan perkembangan
desa. Adapun potensi fisik menurut Bintarto (1969:20) yang ada seperti:
a) Tanah merupakan sumber potensi yang sangat penting bagi warga desa. Tanah bagi
masyarakat desa merupakan sumber penghidupan. Tanah pertanian misalnya, dapat
menghasilkan tanaman bahan makanan untuk perdagangan. Di dalam tanah sendiri
terkandung sumber-sumber mineral dan bahan tambang.
b) Air untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Di samping untuk kebutuhan rumah tangga, air
dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, perikanan dan lain- lain. Potensi air yang dimaksud
adalah air terjun untuk pembangkit tenaga listrik, air laut untuk penggaraman, perikanan dan
lain- lain.
c) Iklim dan angin memegang peranan penting bagi desa agraris. Angin dapat dimanfaatkan
sebagai tenaga penggerak kincir untuk pengairan. Iklim berpengaruh terhadap pola bercocok
tanam untuk penyediaan bahan pangan.
d) Ternak berfungsi sebagai sumber tenaga yang membantu petani dan sebagai bahan makanan.
e) Manusia merupakan potensi sumber tenaga kerja di desa karena manusia memiliki kekuatan
dan kemampuan untuk dapat melakukan kerja.
Demikian juga potensi yang ada di Dusun Putukrejo Desa Gadungan, diamana potensi
mayoritas dalam artian potensi yang paling besar adalah perkebunan. Adapun perkebunan yang
ada pada Dusun Putukrejo ada perkebunan kopi, sengon, kakao, dan kelapa. Keberadaan
perkebunan ini sangatlah menunjang kehidupan warga sekitar dalam bidang mata pencaharian
karena dengan adanya perkebunan pada Dusun ini mata pencaharian mayoritas warga sekitar
adalah berkebun. Maka dari itu, berdasarkan uraian diatas kelompok kami mengambil fokus
potensi fisik yang ada di Dusun Putukrejo, Desa Gadungan lebih tepatnya potensi mayoritas atau
potensi yang paling besar yang berada pada Dusun Putukrejo Desa Gadungan yaitu perkebunan
kopi.

2. Dataran Tinggi
Dataran tinggi yaitu dataran luas yang letaknya antara 100 meter sampai dengan 800 meter
diatas permukaan laut. Dataran tinggi adalah dataran luas yang terletak di daerah tinggi atau
pegunungan maka disebut dataran tinggi. Dataran tinggi terbentuk sebagai hasil erosi dan
sedimentasi. Dataran tinggi disebut juga plato (plateu). Dataran tinggi bisa juga terjadi oleh
bekas Kaldera luas, yang tertimbun material dari lereng gunung sekitarnya, misalnya dataran
tinggi Dieng (Jawa Tengah) yang diduga oleh proses seperti itu.
Dataran tinggi bisa juga terjadi oleh bekas Kaldera luas, yang tertimbun material dari lereng
gunung sekitarnya, misalnya dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) yang diduga oleh proses seperti
itu. Sedangkan dataran rendah adalah tanah yang keadaannya relatif datar dan luas sampai
ketinggian sekitar 200 meter dari permukaan laut. Tanah ini biasanya ditemukan disekitar pantai,
tetapi juga ada yang terletak dipedalaman. Dataran rendah di Indonesia umumnya terjadi dari
hasil sedimentasi sungai. Dataran rendah ini juga disebut dataran aluvial. Dataran aluvial
biasanya berhadapan dengan pantai landai laut dangkal. Dataran ini biasanya tanahnya subur,
sehingga penduduknya lebih padat bila dibandingkan dengan daerah pegunungan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa medan di dataran tinggi dapat memberikan
keuntungan yaitu anak-anak setiap hari dapat memanfaatkan medan tersebut sebagai sarana
untuk meningkatkan kebugarannya, karena dengan berjalan kaki setiap hari lebih kurang dari 20
menit secara teratur akan meningkatkan kebugaran jasmani. Sebaliknya di dataran rendah, jika
anak-anak kurang dalam aktivitasnya (jalan kaki) tentunya tingkat kebugaran jasmaninya
menjadi lebih rendah dibanding anak-anak di dataran tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian mengenai potensi fisik di Dusun Putukrejo Desa Gadungan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif berusaha untuk mengungkapkan gejala yang ada
secara menyeluruh dan benar-benar sesuai dengan konteks, dengan cara mengumpulkan data dari
latar alami, menggunakan peneliti sebagai intrumen utama, serta cenderung menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Menurut Creswell (2013:59), penelitian kualitatif dimulai
dengan asumsi dan pemakaian kerangka penafsiran yang akan berpengaruh terhadap riset dan
terkait dengan makna yang digunakan oleh individu atau kelompok pada suatu permasalahan dan
realita sosial.
Penelitian ini mendeskripsikan peristiwa sesuai dengan realita yang ada di lapangan secara
alamiah. Oleh karena itu, penelitian ini akan mendeskripsikan kondisi geografis Dusun Putukrejo
Desa Gadungan. Potensi fisik juga dijabarkan dalam penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif memiliki karakteristik berupa uraian kata-kata menurut pemaparan informan, apa
adanya sesuai dengan kebutuhan peneliti, kemudian melakukan analisis terhadap kajian tersebut
(Sugiyono, 2013:283-287).

B. Kebadiran Peneliti
Menurut Ahmadi (2005:54), tingkat penerimaan kehadiran peneliti di lapangan akan
berpengaruh terhadap tingkat keterbukaan informan dalam memberikan jawaban. Peneliti hadir
dalam beberapa momen kegiatan yang sangat sesuai dengan kajian dan fokus penelitian. Saat
penelitian berlangsung peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif maka, menurut Creswell (2013:261),
peneliti merupakan intrumen kunci dalam penelitian kualitatif dimana peneliti mengumpulkan
sendiri data melalui dokumentasi, wawancara, dan observasi. Sedangkan menurut Moleong
(2013:168) kedudukan peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpul data,
penganalisis, penafsir data, dan akhirnya peneliti membuatnya dalam sebuah laporan. Peneliti
hadir sebagai pengamat keadaan dan observer yang berperan secara lengkap selama berada di
Dusun Putukrejo Desa Gadungan yang merupakan tempat penelitian
C. Lokasi Penelitian
Secara administratif, Dusun Putukrejo masuk dalam wilayah Desa Gadungan Kecamatan
Gandusari Kabupetan Blitar. Lokasi penelitian yaitu di daerah adminitratif Dusun Putukrejo
Desa Gadungan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan.

D. Data dan Sumber Data


Data utama dalam penelitian kualitatif yaitu kata-kata, tindakan, dan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen (loflannd dan Lofland dalam Meleong, 2000:112). Pada bagian ini
datanya terbagi dalam kata-kata dan kegiatan informan, sumber-sumber data tertulis seperti
catatan dan arsip dari pemerintahan Kabupaten Blitar. serta dokumentasi atau foto, baik yang
berasal dari pribadi maupun dokumentasi dari pihak lain yang relevan dengan kajian penelitian.
1. Masyarakat Dusun Putukrejo Desa Gadungan
Informan yang menjadi sumber data primer ialah bapak kepala desa beserta jajarannya,
tokoh agama dan tokoh masyarakat.
2. Kegiatan Masyarakat Dusun Putukrejo
Kata-kata dan kegiatan masyarakat Dusun Putukrejo atau narasumber yang diamati atau
diwawancarai merupakan data utama. Data utama tersebut akan dicatat melalui catatan tertulis,
melalui proses perekaman suara, serta pengambilan gambar/foto (Moleong, 2000:112). Data
utama tersebut bersumber dari beberapa informan kunci seperti Kepala Desa beserta jajarannya
dan tokoh agama. Sehingga, Peneliti memperoleh gambaran dan pemahaman tentang poteni fisik
yang terdapat di Dusun Putukrejo Desa Gadungan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
3. Sumber Tertulis
Apabila dilihat dari segi sumber datanya, bahan tambahan yang berupa sumber tertulis
diantaranya ialah buku dan majalah ilmiah, sumber yang berasal dari arsip, dokumen pribadi,
serta dokumen resmi (Moleong, 2000:113). Penelitian mengenai potensi fisik Dusun Putukrejo
Desa Gadungan ini menggunakan sumber data tertulis berupa buku tentang Dusun Putukrejo
dan sejarah terbentuknya desa. Selain itu, sumber data tertulis yang digunakan juga berasal dari
Arsip dan dokumen tentang kondisi Dusun Putukrejo secara umum, keadaan penduduk, keadaan
geografis, dan demografi Dusun Putukrejo. Semua sumber data tersebut diperoleh dari
Pemerintah Dusun Putukrejo, yang telah berbaik hati dan secara sukarela memberikannya kepada
peneliti.
4. Foto atau Dokumentasi
Menurut Bodgan dan Biklen (dalam Moleong, 2000:114-115), terdapat dua kategori foto
yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan oleh peneliti
sendiri dan foto yang dihasilkan oleh orang lain. Foto yang diperoleh telah melalui proses
analisis sebelum dijadikan salah satu sumber data dalam penelitian. Sumber foto diperoleh dari
dokumentasi pribadi yang dilakukan oleh peneliti, khususnya foto-foto mengenai keadaan
geografi, potensi fisik, dan foto informan. Sumber foto dalam penelitian ini juga berasal dari
Pemerintah Dusun Putukrejo dan juga peneliti.

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai
cara (Sugiyono, 2013:308). Oleh karena itu, dalam mengumpulkan data keterlibatan langsung
dengan obyek yang diteliti mutlak diperlukan. Peneliti terlibat secara langsung dengan obyek
penelitian, hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
1. Observasi
Observasi merupakan kegiatan sistematis berupa kegiatan pencatatan kejadian-kejadian,
perilaku, obyek yang diteliti serta hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung kegiatan
penelitian (Sugiyono, 2013:310-311). Oleh karena itu, peneliti langsung terlibat dalam dinamika
yang terdapat di lapangan, meski tidak terlibat sepenuhnya. Sehingga, observasi dilakukan
dengan teknik observasi partisipatif. Observasi partisipatif, membuat peneliti terlibat dengan
kegiatan sehari-hari dari masyarakat yang menjadi informan, namun tidak terlibat secara penuh
dan menyeluruh. Peneliti menerapkan observasi yang lengkap, dimana dalam melakukan
pengumpulan data peneliti sudah terlibat dalam kegiatan informan. Jadi suasananya sudah
natural, dan peneliti tidak terlihat melakukan penelitian. Observasi dilakukan dengan mengamati
keadaan lingkungan Dusun Putukrejo secara umum dan menyeluruh.

2. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan pertemuan yang dilakukan oleh minimal dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu (Sugiyono, 2013:317). Penelitian ini menerapkan wawancara semi
terstruktur. Wawancara ini memiliki beberapa pertanyaan kunci untuk mengidentifikasi data
yang ingin diperoleh, tetapi juga memperbolehkan kedua belah pihak untuk memberikan respon
yang lebih detail, asalkan tetap sesuai dengan fokus penelitian. Sehingga, proses wawancara
dapat berlangsung secara mendalam dan bersifat terbuka. Informan kunci dalam penelitian ini
adalah masyarakat Dusun Putukrejo Desa Gadungan.
3. Dokumentasi
Proses penelitian kualitatif, data dapat diperoleh dari dokumen dan foto (non manusia).
Dokumentasi dilakukan untuk mencari data tambahan guna memperkuat bukti dan kajian yang
berkaitan dengan tema penelitian. Dokumen merupakan catata peristiwa yang sifatnya telah lalu.
(Sugiyono, 2013:329). Dokumen yang diambil dalam penelitian ini berupa foto. Foto yang
dimaksud yaitu foto keadaan geografis, dmografis, dan informandari Dusun Putukrejo.

F. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau men suatu hipotesis
yang telah dirumuskan dalam skripsi. Analisis data kualitatifbersifat induktif, yaitu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dikembangkan pola hubungan tertentu (Sugiyono,
2013:335). Penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dapat dilakukan pada saat observasi,
saat penelitian, dan di akhir penelitian (Herdiansyah, 2012:164).
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan sejak observasi awal dilakukan hingga kegiatan akhir
penelitian. Pengumpulan data dilakukan sepanjang penelitian hingga data yang diperlukan
mencapai titik jenuh.
2. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, kecermatan,
keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Proses reduksi merupakan proses pencarian hasil
penelitian yang dapat dilakukan dengan cara selektif. Melalui kegiatan tersebut, akan diperoleh
mana yang menjadi data utama dan mana yang menjadi data pendukung atau data tambahan.
3. Penyajian data (Display data)
Penyajian data dalam penelitian kualitatif seringkali menyajikan data dengan teks yang
bersifat naratif (Sugiyono, 2013:341 ). Oleh karena itu, data yang ditemukan di lapangan akan
disajikan dalam bentuk teks naratif yang disesuaikan dengan bagian masing-masing untuk
penarikan kesimpulan.
4. Kesimpulan atau verifikasi
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dimaksudkan agar dapat menjawab rumusan
masalah penelitian. Selain itu, verifikasi dapat berupa deskripsi suatu obyek penelitian, yang
sebelumnya tampak samar, setelah diteliti menjadi jelas (Sugiyono, 2013:345).

G. Pengecekan Keabsahan Data


Temuan atau data dalam penelitian kualitatif, dapat dikatakan valid apabila tidak ada
perbedaan antara laporan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang
diteliti. Oleh karena itu, uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas,
uji dependabilitas, dan uji konfirmabilitas (Sugiyono, 2013:368-378).
1. Uji kredibilitas
Salah satu cara untuk mendapatkan kredibilitas data adalah dengan melakukan triangulasi.
Penelitian ini menerapkan triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.
Triangulasi sumber dilakukan dengan menganalisis sumber-sumber yang relevan untuk
mendapatkan suatu perbandingan. Sedangkan triangulasi teknik yaitu mencoba mengecek data
kepada sumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda. Triangulasi waktu merupakan
waktu penelitian untuk mengecek validitas dan kesesuaian data. Sehingga, proses triangulasi
akan dilakukan sampai adanya kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep yang terdapat di
lokasi penelitian.
2. Uji dependabilitas
Uji dependabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh pembimbing untuk mengaudit
keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Mulai dari penentuan masalah/fokus
penelitian hingga pembuatan kesimpulan yang harus dapat ditunjukkan oleh peneliti.
3. Uji konfirmabilitas
Uji konfirmabilitas berarti usaha yang dilakukan oleh peneliti dalam memperkecil faktor
subyektifitas peneliti. Oleh karena itu, peneliti harus bisa menjauhi segala macam prasangka dan
bias dalam dirinya yang disebabkan oleh adanya perbedaan.
H. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap secara umum terbagi atas tahap pralapangan, tahap lapangan, dan tahap analisis
data (Moleong, 2013:127). Secara umum, tahap-tahap penelitian yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah: tahap persiapan, tahap rancangan penelitian, tahap pelaksanaan, dan tahap
penyelesaian, dengan proses sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini bertujuan untuk mencari gambaran umum tentang lokasi penelitian.
Selain itu peneliti juga membuat pedoman yang digunakan untuk merekam data atau wawancara
dan informasi-informasi lain yang berhubungan dengan data yang diharapkan.
2. Tahap rancangan penelitian
Pada tahap ini peneliti menentukan pedoman yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan.
Hal ini peneliti melakukan penyusunan proposal terlebih dahulu yang memuat tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan metode penelitian.
3. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini merupakan penerapan dari rancangan yang telah disusun oleh peneliti.
Penelitian dapat dilakukan meliputi kegiatan observasi, wawancara, dan penelusuran data
tertulis. Tahap pertama peneliti melakukan observasi di lokasi penelitian, selanjutnya peneliti
membuat jadwal wawancara dengan informan kunci dan pendukung. Wawancara dapat
dilakukan saat informan tidak sibuk, hal ini dimaksudkan agar informasi yang diproleh lebih
jelas dan detail serta tidak mengganggu informan sendiri.
4. Tahap Penyelesaian atau Pelaporan
Pada tahap ini peneliti menyusun hasil penelitian dan melaporkan temuan-temuan yang
diperoleh sesuai dengantujuan penelitian. Kesimpulan yang didapat dari data yang diterima oleh
peneliti, secara langsung melalui observasi dan wawancara, selanjutnya di uji dengan studi
pustaka yang berkaitan. Data yang telah terkumpul ditulis dalam bentuk laporan.
BAB IV
PAPARAN DATA
A. Gambaran Umum Kabupaten Blitar
1. Geografis
Kabupaten Blitar merupakan salah satu dari wilayah Propinsi Jawa Timur yang terletak di
kawasan Selatan, berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia.Secara geografis, Kabupaten
Blitar terletak diantara 111o 40 112o 10 Bujur Timur dan 7o 58 - 8o 9 51 Lintang Selatan.
Kabupaten Blitar tercatat sebagai salah satu kawasan yang strategis dan mempunyai
perkembangan yang cukup dinamis. Kabupaten Blitar berbatasan dengan tiga kabupaten lain.
Berikut ini adalah batas-batas wilayah Kabupaten Blitar :
Sebelah timur : Kabupaten Malang
Sebelah barat : Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri
Sebelah utara : Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang
Sebelah selatan : Samudera Indonesia
Kabupaten Blitar memiliki luas wilayah sebesar 1.588, 79 km2 dan terdapat Sungai Brantas
yang membelah wilayah Kabupaten Blitar menjadi dua, yaitu Kawasan Blitar Selatan yang
mempunyai luas 689,85 km dan Kawasan Blitar Utara yang mempunyai luas wilayah 898,94
km2. Berikut ini merupakan peta orientasi Kabupaten Blitar terhadap Provinsi Jawa Timur.

Sumber: BPS Kabupaten Blitar 2010


2. Topografis
Keadaan topografi di Kabupaten Blitar sangat bervariasi, yaitu mulai dari dataran,
bergelombang hingga berbukit. Adapun mengenai persebarannya kondisi topografi sebagai
berikut:
a) Wilayah Kabupaten Blitar Utara, yaitu mempunyai kemiringan dari 2%-15%, 15%-40% dan
lebih besar dari 40%, dengan keadaan bentuk wilayah bergelombang sampai dengan
berbukit. Mengingat bagian wilayah utara Kabupaten Blitar adalah merupakan bagian dari
Gunung Kelud dan Gunung Butak.
b) Bagian tengah wilayah Kabupaten Blitar umumnya relatif datar dengan kelerengan 0-20%,
hanya pada bagian sebelah timur agak bergelombang dengan kemiringan rata-rata 2-15%.
c) Wilayah Kabupaten Blitar Selatan, sebagian besar merupakan wilayah perbukitan dengan
kelerengan rata-rata 15-40%, hanya sebagian kecil yaitu di sekitar DAS Brantas
topografinya agak landai yaitu 0-2%.
Berdasarkan keadaan morfologi secara umum di wilayah Kabupaten Blitar, termasuk jenis
morfologi pegunungan, morfologi perbukitan dan daratan. Morfologi pegunungan terletak di
wilayah Blitar utara dengan ketinggian antara 167 sampai 2.800 meter dari permukaan laut (yaitu
Gunung Kombang, Gunung Kelud, Gunung Butak). Pada umumnya morfologi ini terbentuk oleh
batuan hasil letusan gunung api yang berumur muda dengan kemiringan antara 2% sampai
dengan lebih besar 40%, yaitu meliputi Kecamatan Talun, Kecamatan Doko, Kecamatan
Gandusari, Kecamatan Nglegok dan Kecamatan Ponggok.
Morfologi perbukitan terletak di bagian selatan Kabupaten Blitar dengan ketinggian antara
sekitar 100 meter dpl sampai dengan sekitar 350 meter dpl. Umumnya morfologi ini terbentuk
oleh batuan gamping atau kapur dengan kemiringan antara 20 % sampai dengan lebih besar dari
40%, meliputi kecamatan Kademangan, Kecamatan Panggungrejo, Kecamatan Wates dan
Kecamatan Wonotirto.Morfologi dataran yang ada di wilayah Kabupaten Blitar terletak dibagian
tengah wilayah Blitar. Daerah dataran ini ditempati oleh batuan hasil letusan gunung api dan
juga batuan lepas hasil dari endapatan Sungai Brantas yang mengalir dari timur ke barat, dengan
kemiringan antara 0% sampai dengan sekitar 20%, meliputi Kecamatan Wonodadi, sebagaian
Kecamatan Kademangan, Srengat, Garum, Sanankulon, Kanigoro, Sutojayan, Kesamben,
Wlingi, Selopuro dan Selorejo.
Sumber: Kabupaten Blitar 2010

3. Administrasi
Secara administratif Kabupaten Blitar terdiri dari 22 kecamatan yang dibagi lagi menjadi
220 desa,28 kelurahan, 759 dusun/Rukun Warga (RW), dan 6.978 Rukun Tetangga (RT).
Berikut ini merupakan nama-nama kecamatan di Kabupaten Blitar, antara lain:
1. Bakung 12. Selorejo
2. Wonotirto 13. Doko
3. Panggungrejo 14. Wlingi
4. Wates 15. Gandusari
5. Binangun 16. Garum
6. Sutojayan 17. Nglegok
7. Kademangan 18. Sanankulon
8. Kanigoro 19. Ponggok
9. Talus 20. Srengat
10. Selopuro 21. Wonodadi
11. KesambeN 22. Udanawu

Sumber: BPS Kabupaten 2010


Secara administratif wilayah Kabupaten Blitar dapat dilihat pada peta dibawah ini.

Sumber: BPS Kabupaten Blitar 2010


4. Kependudukan
Hasil registrasi penduduk menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Blitar mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun. Dari 22 kecamatan di wilayah Kabupaten Blitar, Kecamatan
Ponggok menempati urutan teratas yang mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu
sekitar 92.446jiwa (tahun 2009). Sementara kecamatan lain yang juga berpenduduk cukup besar
(di atas 60.000 jiwa) adalah Kecamatan Kanigoro (68.452 jiwa), Kecamatan Gandusari
(68.682jiwa), Kecamatan Nglegok (65.708jiwa), Kecamatan Kademangan (62.676jiwa),
Kecamatan Talun (65.915 jiwa), Kecamatan Srengat (66.314 jiwa). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. 1 Jumlah Penduduk Akhir Tahun Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Sex
Ratio Kabupaten Blitar Tahun 2009
Kecamatan Laki-laki Perempuan Total Sex Ratio

1. Bakung 13.197 13.951 27.148 95


2. Wonotirto 17.805 18.188 35.994 98
3. Pnggungrejo 21.249 21.179 42.429 100
4. Wates 14.479 14.544 29.023 100
5. Binangun 22.334 22.141 44.476 101
6. Sutojayan 23.070 23.691 46.761 97
7. Kdemangan 31.018 31.659 62.676 98
8. Kanigoro 34.714 33.738 68.452 103
9. Talus 29.433 29.145 58.578 101
10. Selopuro 20.269 19.612 39.881 103
11. Kesamben 24.787 25.610 50.398 97
12. Selorejo 17.934 17.965 35.899 100
13. Doko 19.643 19.343 38.986 102
14. Wlingi 25.756 25.582 51.339 101
15. Gandusari 34.625 34.057 68.682 102
16. Garum 29.645 29.472 59.117 101
17. Nglegok 32.884 32.824 65.708 100
18. Snankulon 24.887 25.165 50.052 99
19. Ponggok 46.386 46.059 92.446 101
20. Srengat 29.386 29.651 59.037 99
21. Wonodadi 22.715 22.804 45.519 100
22. Udanawu 18.984 19.180 38.165 99
555.202 555.562 1.110.764 100
Sumber : BPS Kabupaten Blitar 2010

B. Desa Gadungan
Berikut akan dipaparkan mengenai profil desa Gadungan Kecamatan Gandusari berdasarkan
data resmi dari kelurahan desa setempat. Data yang akan dipaparkan berupa letak geografis desa,
perkembangan desa, ekonomi masyarakat, pendapatan masyarakat, dan struktur
matapencaharian,
1. Letak Geografis
Desa Gadungan terletak pada koodinat bujur 112.295234 dan koordinat lintang 8.013364. Desa
Gadungan memiliki luas wilayah sebesar 1.540,265 hektar. Serta pada ketinggian 100 sampai 1000 mdpl.
2. Perkembangan kependudukan
a) Jumlah Penduduk
Tabel 2.2 Jumlah penduduk
Laki-laki Perempuan
Jumlah
(Orang) (Orang)
Jumlah penduduk tahun ini 3607 3514
Jumlah penduduk tahun lalu 3814 3863
Persentase perkembangan 94,57 % 90,96 %
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan Gadungan 2016
b) Jumlah Keluarga
Tabel 2.2 Jumlah Keluarga
Jumlah KK Laki-laki KK Perempuan Jumlah Total
Jumlah Kepala Keluarga tahun ini 2515
Jumlah Kepala Keluarga tahun lalu 2425
Persentase Perkembangan % % 103,7%
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan Gadungan

3. Ekonomi masyarakat
Tabel 2.3 Pengangguran
Kelompok Usia Jumlah (Orang)
1. Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18 - 56 tahun) 3923
2. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang masih sekolah dan tidak bekerja
3. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang menjadi ibu rumah tangga 1707
4. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja penuh 3502
5. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja tidak tentu
6. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan tidak bekerja
7. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan bekerja

Tabel 2.4 Kesejahteraan Keluarga (Analisis DDK)


1. Jumlah keluarga prasejahtera 490 KK
2. Jumlah keluarga sejahtera 1 493 KK
3. Jumlah keluarga sejahtera 2 704 KK
4. Jumlah keluarga sejahtera 3 779 KK
5. Jumlah keluarga sejahtera 3 plus 49 KK
6. Total jumlah kepala keluarga 2515 KK
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan Gadungan 2016

4. Struktur Matapencaharian
Tabel 2.5 Mata pencaharian masyarakat
Jumlah Buruh/
Jumlah Pemilik
Jumlah Pemilik Karyawan/
Sektor Matapencaharian Usaha Perorangan
Usaha (Orang) Pengumpul
(Orang)
(Orang)
1. Pertanian 713 786 677

2. Perkebunan 3 87 374

3. Peternakan 759 474

4. Perikanan 19 15

5. Kehutanan
10
6. Pertambangan dan Bahan
Galian C

9. Perdagangan

Jumlah
Sektor Mata Pencaharian
(Orang)
7. Sektor Industri Kecil & Kerajinan Rumah Tangga
a) Montir 3

b) Tukang batu 47

c) Tukang kayu 41

d) Tukang sumur 3

e) Pemulung
f) Tukang jahit 4

g) Tukang kue 8

h) Tukang anyaman
i) Tukang rias 2

j) Pengrajin industri rumah tangga lainnya 48

k) ................................
8. Sektor Industri Menengah dan Besar
a) Karyawan perusahaan swasta 87

b) Karyawan perusahaan pemerintah -

c) Pemilik perusahaan 3

d) ......................
e) ..........................
10. Sektor Jasa
a) Pemilik usaha jasa transportasi dan perhubungan 34

b) Buruh usaha jasa transportasi dan perhubungan 15

c) Pemilik usaha informasi dan komunikasi 8

d) Buruh usaha jasa informasi dan komunikasi 4

e) Kontraktor -

f) Pemilik usaha jasa hiburan dan pariwisata 1

g) Buruh usaha jasa hiburan dan pariwisata -

h) Pemilik usaha hotel dan penginapan lainnya -

i) Buruh usaha hotel dan penginapan lainnya 1

j) Pemilik usaha warung, rumah makan dan restoran 15

k) Pegawai Negeri Sipil 36


l) TNI -

m) POLRI 1

n) Dokter swasta 1

o) Bidan swasta -

p) Perawat swasta -

q) Dukun/paranormal/supranatural 6

r) Jasa pengobatan alternative 2

s) Dosen swasta -

t) Guru swasta 35

u) Pensiunan TNI/POLRI 2

v) Pensiunan PNS 8

w) Pensiunan swasta -

x) Pengacara -

y) Notaris -

z) Jasa Konsultansi Manajemen dan Teknis -

aa) Seniman/artis -

bb) Pembantu rumah tangga 42

cc) Sopir 14

dd) Buruh migran perempuan 148

ee) Buruh migran laki-laki 152

ff) Usaha jasa pengerah tenaga kerja 1

gg) Wiraswasta lainnya -

hh) Tidak mempunyai matapencaharian tetap -

ii) Jasa penyewaan peralatan pesta 2

jj) ..................................
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan Gadungan 2016

C. Paparan Data
1. Potensi fisik Dusun Putukrejo
Potensi fisik merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah bila
berhubungan dengan desa atau kota. Potensi fisik dapat dipilah ada bentuk positif dan negatif.
Adapun bentuk negatif dari potensi fisik di dusun Putukrejo berupa kerentanan wilayah seperti
banjir, tanah longsor dan gunung meletus.
Putukrejo merupakan salah satu nama dusun yang ada di desa gadungan kecamatan
gandusari kabupaten blitar. Dusun Putukrejo masuk dalam kawasan rawan bencana meletusnya
Gunung Kelud karena bersebelahan dengan Gunung Kelud tepatnya di sebelah selatan Gunung
Kelud sehingga dusun Putukrejo merupakan kawasan yang rawan terhadap meletusnya Gunung
Kelud.
Sebagai kawasan rawan bencana masyarakat memiliki pandangan bahwa daerah yang
mereka tinggali adalah daerah yang aman, aman yang dimaksud adalah tidak ada bencana lain
selain meletusnya Gunung Kelud. Dusun Putukrejo merupakan daerah yang aman terhadap
bencana longsor dan banjir. Bencana longsor dan banjir yang paling sering di kecamatan
gandusari terdapat di dua wilayah yaitu dusun njari desa gadungan dan dusun njurang banteng
desa ngaringan. Kedua wilayah tersebut merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, tidak
hanya meletusnya Gunung Kelud yang sewaktu-waktu dapat meletus tetapi rawan terhadap tanah
longsor dan banjir ketika hujan tiba. Ketika tahun 80an dan 85an terdapat bencana tanah
longsor yang memakan korban lebih dari lima orang yaitu di dusun njurang banteng desa
Ngaringan. Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh bapak Suparman, beliau
mengatakan:
...ten njurang banteng rawan niku, enggeh kalian Dusun Njari podo rawan e.
Tahun 80an niku wonten tiang keblekan gampingan tiang pitu, terus 85an
wonten keblekan malih ten langgar wong telu ninggal (Suparman, 9 Maret
2017).
Artinya:
...Di Njurang Banteng itu rawan, sama seperti dusun Njari. Tahun 80an ada
orang yang tertimpa gampingan sampai tujuh orang, lalu tahun 85an ada orang
tertimpa lagi di mushola tiga orang meninggal

Berbeda dengan dusun Njari desa Gadungan yang lebih mengarah kepada bencana banjir
dan tanah longsor yang sewaktu-waktu datang ketika hujan tiba, karena berada di sebelah sungai
dan dataran tinggi. Menurut ibu Lisa mengatakan bahwa daerah Njari merupakan daerah yang
rawan longsor dan banjir, beliau mengatakan:
...iya, Njari memang daerah yang rawan longsor dan banjir, kalau hujannya
terus-terusan pasti akan longsor, jadi orang-orang yang di daerah atas
ngungsinya ke bawah. Kalau yang rumahnya dekat sungai ngungsinya ke atas
(Lisa, 10 Maret 2017)

Masyarakat yang memanfaatkan sungai njari sebagai tempat untuk mencari material pasir
terkadang juga harus waspada terhadap banjir yang datang sewaktu-waktu. Sungai njari juga
menelan korban jiwa yang cukup banyak karena bukan hanya masyarakat yang menjadi korban
hanyut tetapi juga truck yang memuat material pasir juga pernah diterjang banjir hingga hanyut.
Dusun Putukrejo tidak hanya memiliki potensi bencana yang tinggi tetapi juga memiliki
potensi fisik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk kehidupan mereka sehari-hari. Dusun
Putukrejo memiliki potensi fisik seperti tanah yang subur hingga tanah dapat ditanami berbagai
tanaman musiman maupun tanaman tetap. Tanaman musiman seperti nanas, pisang, jagung, padi,
kacang dan cabai. Tanaman tetap seperti kopi dan kayu sengon.

Potensi tersebut merupakan sumber daya alam yang dominan di dusun Putukrejo. Potensi
tersebut ada yang diolah sendiri oleh masyarakat karena kebun mereka, juga ada yang masuk
kedalam perkebunan perusahaan, seperti buah nanas dan pisang yang merupakan hasil dari
perkebunan milik orang dari lampung. Sumber air di dusun Putukrejo sangat baik, bapak
suparman mengatakan bahwa ketika ada bencana pun kualitas dan kuantitas air pun masih baik
dan dapat digunakan.
2. Dusun putukrejo merupakan salah satu Dusun yang berada pada lereng Gunung Kelud,
dimana topografi wilayah ini merupakan dataran tinggi dan banyak sekali potensi yang ada
pada wilyahnya, salah satunya yaitu perkebunan yang merupakan potensi mayoritas atau
potensi yang paling besar. Bapak Darmoko yang merupakan mantan kepala Dusun Putukrejo
sebelum bapak Sugianto yang saat ini menjabat yang memiliki kebun kopi yang berada
disebelah barat kediaman beliau. Beliau memiliki kebun dengan luas satu hektar yang
dikelola sendiri.
Dusun putukrejo terdapat beberapa perkebunan yang tidak sama kepemilikannya, yang
paling terbesar pengelolanya adalah perusahaan PT. Blitar Putra dan sisa lahan perkebunan milik
warga dusun putukrejo. Potensi yang lebih dominan adalah perkebunan kopi. Dalam
pengeloaannya antara milik warga dengan milik PT. Blitar Putra tidak ada perbedaannya, hanya
saja perbedaan terletak pada jumlah atau kuantitas hasil panen karena luas lahan. Penanaman
awal kopi adalah bulan oktober sampai desember dengan masa tunggu sampai berbuah awal
dengan rentang waktu 3 tahun. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari bapak Darmoko
bahwa:
...untuk penenaman awal kopi ya kisaran bulan oktober sampai desember, nanti
nunggu awal berbuah sampai 3 tahun. (Darmoko, 11 Maret 2017)

Masa rentang waktu tiga tahun untuk menunggu awal berbuah tanaman kopi awal juga
harus dirawat diberi pupuk serta tanah yang digemburkan, jadi masa rentang tersebut tidak
ditinggalkan tumbuh sendiri tetapi tetap dirawat untuk dapat mencapai hasil yang baik.
Salah satu bentuk yang berbeda dalam pemeliharaan tanaman kopi yaitu adanya stek
cabang pohon kopi satu dengan kopi yang unggul, tujuannya untuk menambah kualitas
dari kopi yang ada nantinya. Hal tersebut sesuai dengan penuturan bapak Darmoko bahwa:
...kalau sudah satu tahun masa tunggu bisa di stek dengan pohon kopi yang
unggul, jadi nanti bisa lebih berkualitas lagi (Darmoko, 11 Maret 2017)

Masa panen perkebunan kopi dusun putukrejo rata-rata pada bulan juni sampai agustus
sekali panen dalam satu tahun. Sekali panen juga tergantung luas lahan yang dimiliki, warga
putukrejo yang memiliki kebun kopi sebesar satu hektar dalam satu tahun dapat memanen
maksimal 5 ton kopi basah, berbeda dengan perkebunan kopi ngusri memiliki lahan seluas 298
hektar mencapai 50 sampai 60 ton per tahun kopi basah.
Kopi basah merupakan kopi setelah panen yang belum di olah menjadi kopi kering. Kopi
kering merupakan kopi yang sudah diolah dari mengeringkan kopi atau mengoven kopi sampai
mengeluapas kulit kopi hingga tertinggal bijinya saja atau kopi ose. Perbedaan harga kopi
basah dan kopi ose juga fluktuatif atau naik turun. Kopi ose dijual dengan harga sekitar Rp.
25.000 dan kopi basah hanya sekitar Rp. 4000 rupiah. Hal itu terdapat kesenjangan yang besar
antara kopi basah dan kopi kering.
Jenis kopi yang ditanam di dusun putukrejo adalah jenis kopi robusta, jenis kopi tersebut
merupakan jenis kopi yang banyak digunakan oleh masyarakat maupun perusahaan.
Masyarakat pernah menanam kopi jenis arabica tetapi tidak sesuai dengan harapan ketika masa
panen karena daerah putukrejo yang tidak bisa ditanami kopi jenis arabica. Sehingga
masyarakat beralih kembali memakai kopi jenis robusta.
3. Berbeda dengan perkebunan ngusri merupakan salah satu perkebunan yang ada di daerah
kelurahan gadungan dengan luas awalnya 386,4 hektar menjadi 298 hektar karena sudah
diberikan kepada penduduk sekitar perkebunan. Perkebunan ngusri merupakan milik negara
dengan sistem HGU (Hak Guna Usaha), pemilik saat ini adalah bapak herujuono berasal dari
jakarta yang merupakan pemilik perkebunan ngusri. Perkebunan ngusri memiliki sejarah
yang cukup panjang hingga sampai saat ini memiliki nama PT. Blitar Putra. Awalnya pada
tahun 1895 perkebunan dipegang oleh pihak belanda yang saat itu menguasai daerah
perkebunan, pada awal tahun 1942 belanda mengalami kekalahan dengan jepang hingga
pada tahun tersebut belanda menyerahkan perkebunan kepada pihak jepang. Menurut
penuturan bapak hermanto bahwa:
...perkebunan ngusri diusahakan oleh pihak belanda pada tahun 1895 dan
berakhir pada tahun 1942, karena belanda kalah perang dengan jepang. Sehingga
perkebunan pada tahun 1942 sampai 1945 dikuasai oleh jepang. (Subandi, 11
Maret 2017)

Jepang menguasai perkebunan dengan merombak semua tanaman dari awalnya


adalah kopi menjadi tanaman jarak dan jagung. Sehingga penduduk yang bekerja di
perkebunan pada zaman belanda membangun pondok-pondok sekitar perkebunan karena
sudah masuk kedalam kebun. Pada tahun 1945 atau setelah merdeka sampai tahun 1952
maka perkebunan diambil alih oleh jawatan perkebunan atau dinas perkebunan kabupaten
blitar. Perkebunan yang semulanya adalah tanaman jarak dan jagung dirombak lagi oleh
dinas perkebunan menjadi awal seperti zaman belanda yaitu tanaman kopi. Menurut
percakapan dengan bapak Subandi selaku kepala kantor bahwa:
... waktu itu belum tertata setelah jepang kalah jadi masih semrawut. Akhirnya di
pegang oleh jawatan perkebunan dan sedikit-sedikit di rubah ke zaman belanda
dulu yaitu kopi.(Subandi, 11 Maret 2017)

Pada tahun 1952 sampai tahun 1965 dikelola oleh Koperasi KRAP, pada tahun
1965 dengan mencuatnya G30SPKI akhirnya perkebunan di kuasai atau di selamatkan oleh
tim khusus bentukan kabupaten blitar yaitu dengan nama Tim A, yang tugasnya
menyelamatkan perkebunan dari gejolak peristiwa G30SPKI.
Pada 28 Januari 1967 ada perlaihan atau penyerahan perkebunan dari Tim A
bentukan kabupaten blitar kepada 18 desatuan P3 (Reem 081 Madiun). Pada 18 Desember
1968 perkebunan ngusri diambil alih oleh pemerintah kabupaten blitar. Akhirnya pada 9
November 1970 perkebunan brubah nama menjadi PT. Blitar Putra dan dengan sistem
HGU yang saat ini pemiliknya adalah bapak herujuono merupakan pengusaha dari jakarta,
dan kontrak HGU perkebunan tersebut dari periode ke satu tahun 1970 sampai 1998, dan
periode kedua tahun 1998 sampai 2023 mendatang.
Pendistribusian atau pemasaran hasil produksi kopi mayoritas dikirim di pasar-pasar
wilayah Blitar. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Darmoko yang mengatakan:
...untuk pemasarannya mas, saat ini masih dipasarkan hanya di wilayah blitar saja,
karena apabila dipasarkan diluar wilayah Blitar selain karena hasil produksi dari
perkebunan tidak mencukupi juga menghemat biaya transportasi. (Darmoko, 11 Maret
2017)

Jenis kopi yang dipasarkan yaitu berbentuk kopi basah dan kopi kering. Kopi basah
merupakan kopi setelah panen yang belum di olah menjadi kopi kering. Sedangkan Kopi kering
merupakan kopi yang sudah diolah dari mengeringkan kopi atau mengoven kopi sampai
mengeluapas kulit kopi hingga tertinggal bijinya saja atau kopi ose. Saat ini untuk pemasaran
hasil produksi kopi lebih dikhususkan pada pemasaran kopi kerinng. Hal ini dikarenakan
penjualan harga kopi kering lebih mahal lima kali lipat dibandingkan kopi basah. Diperkirakan
penjualan hasil kopi kering sekitar Rp. 26.000/ kg.
Potensi mayoritas atau potensi yang paling besar yaitu perkebunan pastilah sangat
memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar, karena selain memberikan lapangan pekerjaan
bagi mereka juga dapat memeberikan tambahan pendapatan. Hal ini dikarenakan mayoritas
pekerja perkebunan adalah dari warga Dusun Putukrejo itu sendiri. Pembagian sistem kerja
diperkebunan itu sendiri ada dua yaitu sistem borongan dan sistem harian. Sistem borongan,
pembayarannya disesuaikan dengan hasil pekerjaanya. Misalkan dalam panen kopi para
pemborong mendapatkan sekian kilogram, maka dia mendapat bayaran sesuai dengan apa yang
dia dapatkan. Sedangkan sistem harian pekerjanya dibayar hanya ketika dia datang dalam artian
dia datang hari ini, hari itu juga dibayar. Sistem kerja borongan pada perkebunan Ngusri
biasanya dari pukul 07.00 -15.00 WIB dan pekerjanya mendapatkan gaji kurang lebih Rp.20.000
Sedangkan pada sistem harian dimulai pada pukul 07.00-10.30 dan mendapatkan gaji kurang
lebih Rp.16.000.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Abu H.,dan Joko Tri Prasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka
Setia.
Bintarto. 1969. Geografi Desa. Yogyakarta: U.P. SPRING
BPBD Kabupaten Malang. 2014. Letusan Gunung Kelud. (Online),
(http://bpbd.malangkab.go.id) diakses 6 Maret 2017.
BPS Kabupaten Blitar. 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar. (Online),
(http://blitarkab.bps.go.id) diakses 6 Maret 2017.
Creswell, John W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan. Mixed.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Herdiansyah, haris. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Salemba.
Moleong, Lexy J. 2013.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pemkab, Blitar. 2012. Profil kabupaten Blitar. (Online), (http://www.blitarkab.go.id), diakses
6 Maret 2017
PPMB. 2010. Mitigasi. (Online), (http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html), diakses
6 Maret 2017.
Putra, Ahmad P. 2011. Penataan Berbasis Mitigasi Bencana Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal
Penanggulangan Bencana. 2(1):11-20
Sugiyono.2013. MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Lampiran

Daftar Instrumen Pertanyaan

1. Bapak/ibu apakah anda asli warga sini atau pendatang?


Jika iya, bagaimana awal mulanya bapak/ ibu tinggal disini?
Jika tidak, mengapa memilih tinggal disini? Mengingat tempat ini rawan akan bencana
2. Apa bapak/ibu tidak merasa takut tinggal disini?
3. Bagaimana bapak/ibu mewaspadai mengenai bencana yang terjadi?
4. Bagiamana masyarakat disini merubah bencana menjadi berkah?
5. Bagaimana masyarakat memanfaatkan lahan yang ada?
Bagaimana teknik dalam memanfaatkan lahan?
6. Apakah di daerah sini pernah terjadi bencana alam, bapak/ ibu?
Kalau pernah, apa bencana yang terjadi?
Apakah terdapat pendidikan mitigasi atau sosialisasi dari pemerintah ataupun instasi bencana
di daerah sini dari Pemerntah?
7. Bapak/ibu, bagaimana keadaan tanah di daerah sini?
Apakah tanah di daerah sini, hanya cocok untuk satu jenis tanaman atau lebih?
Apakah terdapat perbedaan jenis tanah di dusun ini yang mengakibatkan perbedaan jenis
tanaman?
Apakah terdapat bencana yang menyebabkan tanah mengalami kerusakan?
8. Bapak/ibu, bagaimana keadaan air di daerah sini?
Apakah air di daerah sini mencukupi kebutuhan?
Apakah mencari air di daerah sini sulit atau mudah?
Apakah bapak/ibu menggunakan alat untuk mendapatkan air?
Bapak/ibu pernah air didaerah sini mengalami kekeringan?
Jika ada apapenyebabnya dan bagaimana menanggulanginya?
Bagaimana bapak/ibu mengatur irigasi (pengairan) perkebunan atau sawah?
Selain untuk irigasi, dibuat apa lagi?
9. Bapak/ibu, hewan ternak apa yang dipelihara?
Apakah hewan ternak tersebut punya sendiri atau sumbangan dari pemerintah?
Mengapa bapak/ibu memelihara hewan ternak?
Apa keuntungan yang bapak/ibu peroleh dari memelihara hewan ternak tersebut?
Apakah hewan ternak yang bapak/ibu pelihara memberikan manfaat lain (adanya susu sapi
perah, susu sapi, dan sebagainya)?
10. Bapak/ibu bagaimana mengolah hasil alam yang ada?
Apakah hanya menjualnya langsung atau mengolah menjadi sesuatu yang lain (produk
makanan dll)?
Apakah bapak/ibu memiliki tehnik sendiri dalam mengolah hasil alam?
11. Bapak/ibu tanaman apa saja yang saat ini dimiliki?
Bagaimana bapak/ibu merawat tanaman tersebut?
Apakah terdapat kerusakan tanaman selama bapak/ibu merawat? Apa penyebabnya?
Bagimana bapak/ibu menanggulanginya?
12. Bagaimana cuaca didaerah sini?
Apakah pergantian cuaca yang tidak menentu menyebabkan kerusakan tanaman?
Apa mempengaruhi aktivitas sehari-hari?
13. Bagimana asal ususl atau sejarah adanya perkebunan?
14. Bagaiaman pengelolaan yang ada di perkebunan?
Berapa luas perkebunan yang ada disini?
Bagaimana sistem tanam di perkebunan ini? Apakah cocok untuk satu jenis tanaman,
atau lebih?
15. Bagimana pemasaran hasil produksi dari perkebunan?
16. Apakah pekerja pada perkebunan ini berasal dari warga asli atau pendatang?
Apakah disini menerapkan sistem kerja borongan maupun harian?
Jika iya, berapa penghasilan dari masing masing sistem kerja? (baik harian maupun
borongan)

Anda mungkin juga menyukai