Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemodialisis atau hemodialisa (haemodialysis) adalah suatu metode yang
diperuntukkan bagi para penderita gagal ginjal yang berfungsi untuk membuang
produk sisa metabolisme seperti potasium dan urea dari darah. Sisa metabolisme
yang tidak dibuang dan menumpuk dalam darah akan menjadi racun bagi tubuh.
Pada penderita gagal ginjal, ginjal mereka sudah tidak dapat membersihkan darah
dari sisa metabolisme. Sehingga dibutuhkan terapi pengganti ginjal untuk
menggantikan fungsi ginjal. Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti
ginjal yang paling banyak dilakukan.
Tahapan gagal ginjal kronik dibagi beberapa cara, salah satunya dengan
memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang masih tersisa
sudah minimal sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif yang berupa diet,
pembatasan minum, obat-obatan, dan lain-lain tidak memberi pertolongan yang
diharapkan lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT). Pada
stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup pasien. Pada umumnya faal ginjal yang masih
tersisa, yang diukur dengan klirens kreatinin (KKr), tidak lebih dari 5
mL/menit/1,73 m2. Pasien GGT, apa pun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan
pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP).
Peralatan untuk terapi hemodialisis terdiri dari dializer, water treatment,
larutan dialisat (konsentrat) serta mesin hemodialisis dengan sistem monitor.
Berikut bagan pada proses hemodialisa :
Gambar 1. Alur hemodialisis
Prinsip-prinsip dasar yang digunakan saat proses hemodialisis ada 2, yaitu
dialisis dan ultrafiltrasi (konveksi). Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi
zat terlarut dari satu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membran
semipermiabel. Molekul-molekul air dan zat-zat terlarut dengan berat molekul
rendah dalam kedua larutan dapat melewati poripori membran dan bercampur
sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat melewati barier
membran semipermiabel. Proses penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin
uremia) dan air melalui membran semipermiabel atau dializer berhubungan dengan
prose difusi dan ultrafiltrasi (konveksi).
Proses difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul
zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel
demikian juga sebaliknya. Kecepatan proses difusi zat terlarut tergantung kepada
koefisien difusi, luas permukaan membran dializer dan perbedaan konsentrasi.
Proses ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara
simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran
semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan
osmotik.
a. Ultrafiltrasi hidrostatik
1. Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya
berpindah dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah
akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan
kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan
tekanan yang melewati membran.
2. Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi
tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah
cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg
perbedaan tekanan
(pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
b. Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan A dan B dipisahkan oleh membran
semipermiabel, bila larutan B mengandung lebih banyak jumlah partikel
dibanding A maka konsentrasi air dilarutan B lebih kecil dibanding
konsentrasi larutan A. Dengan demikian air akan berpindah dari A ke
B melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut
didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran,
akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.

1.2 Peralatan Pada Mesin Hemodialisis


1.2.1 Dializer
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga
terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material
membran dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi,
Cellulosynthetic dan Synthetic. Spesifikasi dializer dinyatakan dengan
Koefisient ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga permeabilitas air. Kuf adalah
jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg
perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati
membran. Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi,
tergantung besarnya pori dan ukuran membran.
KoA dializer merupakan koefisien luas permukaan. Transfer adalah
kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari urea pada kecepatan aliran
darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu. KoA ekuivalen dengan luas
permukaan membran, makin luas permukaan membran semakin tinggi
klearensi urea.
Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high flux. Dializer
high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran
yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori
besar yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai
permeabilitas tinggi terhadap air.
Ada 3 tipe dializer yang steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk
hollow-fiber (capillary) dialyzer, parallel flat dialyzer dan coil dialyzer.
Setiap dializer mempunyai karakteristik masing-masing untuk menjamin
efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Yang
banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollow-fiber dengan membran
selulosa.
Gambar 2. Skema Proses Hemodialisis
1.2.2 Water treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air
yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan
langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih banyak
mengandung zat organik dan mineral. Air kran ini akan diolah oleh water
treatment sistem bertahap. Berikut gambar sistematika water treatment:
Feed Water System
Intake Pump
Sand Filter
Carbon Filter
Ion-exchange system
Micron-Filters
Purifier
Ultra Violet
Sterilizer
Ultra Micron
filtration Gambar 3. Water Treatment
Water Pumps
Circulation System
1.2.3 Larutan dialisat
a. Dialisat asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standar untuk
mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan
bikarbonat secara difusi selama proses hemodialisis. Dialisat asetat
tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif stabil.Dibandingkan
dengan dialisat bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah
tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek samping yang sering muncul
seperti mual, muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan
hemodinamik, hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu,
intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan sitokin. Adapun komposisi
dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut (tabel : 1 )
Dialisat asetat Dialisat bikarbonat (mEq/l)
Komponen
(mEq/l) Lar. asam Lar. bikarbonat Lar. final
Natrium 143 80 60 140,0
Kalium 2,0 2,0 - 2,0
Kalsium 1,75 1,75 - 1,75
Magnesium 0,75 0,75 - 0,75
Klorida 112 87 25 117,0
Bikarbonat - - 35 31,0
Asetat 38 - - 4,0
Asam asetat - 4 - -
Glukosa - 8,33 - 8,33

b. Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan
asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk
dalam konsentrat bikarbonat karena konsentrasi yang tinggi dari kalsium,
magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan magnesium
karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba
karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri. Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu penyimpanan
yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut. Namun dialisat
bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil. Biaya
untuk sekali hemodialisis bila menggunakan dialisat bikarbonat relatif
lebih mahal dibandingkan dengan dialisat asetat.
1.2.4 Mesin hemodialisis
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan
larutan dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk
mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer.
Kecepatannya antara 200-300 ml per menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi
diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara
monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus
dipanaskan antara 34-390 C sebelum dialirkan kepada dializer, karena suhu
larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat
menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin hemodilisis
sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan
penderita.

Gambar 4. Mesin Hemodialisis


1.2.5 Tusukan Vaskuler
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik
untuk program HD akut maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan
tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya
kembali lagi ketubuh penderita. Ada 2 tipe tusukan vaskuler yaitu tusukan
vaskuler sementara dan permanen.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan adekuasi hemodialisis?
2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi penghitungan adekuasi
hemodialisis?
3. Bagaimana cara menghitung nilai adekuasi hemodialisis?

1.4 Tujuan
1. Mengetahui proses adekuasi hemodialisis.
2. Mengetahui faktor-faktor penghitungan adekuasi hemodialisis
3. Mengetahui cara menghitung nilai adekuasi hemodialisis
BAB II
ISI

Keberhasilan hemodialisis berhubungan dengan adekuatnya suatu tindakan


hemodialisis disebut adekuasi hemodialisis. Banyak parameter yang berpengaruh
dalam hal ini. Menurut The Renal Physicians Associations (RPA) di tahun 1993
membuat acuan parameter sebagai berikut :
Umur lebih dari 18 tahun.
Hemodialisis dilakukan 3 kali per minggu selama 3 hingga 4 jam
Residual fungsi tidak diperhitungkan
Kt/v diukur tiap bulan minimal 1,2; Urea Reduction Ratio (URR) lebih dari
65%
Perlu persamaan pengambilan sampel darah
Pemberian dosis saat hemodialisis
Dializer re-use
Kenyamanan / kepatuhan pasien
Sedangkan menurut National Kidney Foundation-Dialisys Outcomes
Quality Initiative (NKF DOQI) pada tahun 1995, membuat tujuan hemodialisis
untuk :
Kepentingan klinik
Perbaikan pelayanan
Hasil yang lebih baik
Secara klinis hemodialisis reguler dikatakan adekuat jika keadaan umum
dan nutrisi penderita dalam keadaan baik, tidak ada menifestasi uremi serta
diupayakan rehabilitasi penderita kembali pada aktivitas seperti sebelum menjalani
hemodialisis. Adapun kriteria klinis adekuasi hemodialisis adalah sebagai berikut:
1. Keadaan umum dan nutrisi yang baik
2. Tekanan darah normal.
3. Tidak ada gejala akibat anemia.
4. Tercapai keseimbangan air, elektrolit dan asam basa.
5. Metabolisme Ca, dan P terkendali serta tidak terjadi osteodistrofi renal.
6. Tidak didapatkan komplikasi akibat uremia.
7. Tercapai rehabilitasi pribadi, keluarga dan profesi.
8. Kualitas hidup yang memadai.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis adalah :
Aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux
Membran biocompatibility
Inisiasi HD
Dosis HD / Nutrisi
Pemeriksaan Kt/v; URR rutin (minimal setiap bulan)
Kualitas hidup
Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung Urea Reduction Ratio
(URR) dan (Kt/V). Kt/V urea digunakan untuk merencanakan peresepan
hemodialisis serta menilai adekuasi hemodialisis, sedangkan Urea reduction ratio
(URR) atau Rasio Reduksi Urea (RRU) merupakan pedoman yang sederhana dan
praktis untuk menilai adekuasi hemodialisis.
National Cooperative Dialysis Study (NCDS), merupakan penelitian
prospektif skala luas pertama yang menilai adekuasi hemodialisis. Dalam penelitian
ini disimpulkan bahwa urea merupakan pertanda yang memadai untuk penilaian
adekuasi hemodialisis, dan tingkat kebersihan urea dapat dipakai untuk prediksi
keluaran (outcome) dari penderita. Lowrie dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa blood urea-nitrogen (BUN) yang tinggi menyebabkan meningkatnya
morbiditas.

2.1 Menghitung Adekuasi Hemodialisis


2.1.2 Rumus Logaritma Natural Kt/V
RRU dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar urea
predialisis dibagi kadar urea pasca dialisis. RRU adalah prosentase dari urea yang
dapat dibersihkan dalam sekali tindakan hemodialisis. RRU merupakan cara paling
sederhana dan praktis untuk menilai adekuasi hemodialisis, tetapi tidak dapat
dipakai untuk merencanakan dosis hemodialisis.
Kt pada Kt/V urea adalah jumlah bersihan urea dari plasma per satuan waktu
dan V merupakan volume distribusi dari urea dalam satuan liter. K adalah klearensi
dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan aliran
darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan hemodialisis dalam
satuan menit. Kt/V akan bernilai lebih dari 1,2 saat evaluasi menandakan bahwa
sudah mencukup syarat normal. Kt/V menjadi metode pilihan untuk mengukur
dosis dialisis yang diberikan karena lebih akurat menunjukkan penghilangan urea,
bisa dipakai untuk mengkaji status nutrisi pasien dengan memungkinkan
perhitungan angka katabolisme protein yang dinormalisir, dan bisa dipakai untuk
peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki fungsi renal residual.5,20. Dalam
menggunakan rumus ini diasumsikan bahwa konsep yang dipakai adalah model
single-pool urea kinetik. Cara ini merupakan penyederhanaan dari perhitungan
Model Kinetic Ureum (MKU), dimana Kt merupakan jumlah bersihan urea dari
plasma dan V merupakan volume distribusi dari urea. K dalam satuan L/menit,
diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran
dialisat, t adalah waktu tindakan HD dalam satuan me nit, sedangkan V dalam
satuan liter. Rumus yang dianjurkan oleh NKF-DOQI adalah generasi kedua yang
dikemukakan oleh Daugirdas.

Kt/V = -Ln (R - 0,008 x t) + (4 - 3,5 x R) x UF/W

Dimana :
1. Ln adalah logaritma natural.
2. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
3. t adalah lama waktu dialisis dalam jam.
4. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
5. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.
Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang lebih
sederhana berupa:
Kt/V = 2,2 3,3 (R-0,03) - UF/W)
Dimana :
1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.
2. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
3. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.
4. Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8
dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V1,0-1,2
dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. Batasan minimal Kt/V
ialah lebih dari 1,2 untuk penderita yang menjalani hemodialisis 3 kali
seminggu. Sedangkan untuk kelompok penderita diabetes, Collins
menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi 1,4. Hemodialisis 2 kali
seminggu hanya dilakukan untuk sementara dan hanya untuk penderita
yang masih mempunyai klirensia > 5 ml/menit.
Rumus-rumus sebelumnya :
- Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985)
- Kt/V = 0,04 PRU-1,2 (Jindal,1987)
BUN sebelum HD BUN sesudahHD
- Kt/V = (Barth, 1988)
BUN mid

- Kt/V = -ln(R-0,008t)- UF/W) (Daugirdas, 1989)


- Kt/V = -ln(R-0,03-UF/W) (Manahan, 1989)
- Kt/V = 0,026PRU-0,46 (Dugirdas, 1990)
- Kt/V = 0,023PRU-0,284 (Basile,1990)
- Kt/V = 0,062PRU-2,97 (Kerr, 1993)
PRU = Percent Reduction Urea = (BUN sebelum HD-BUN sesudah HD)
x 100/BUN sebelum HD

2.1.2 Rasio Reduksi Urea (RRU).


Cara lain untuk mengukur adekuasi hemodialisis adalah dengan mengukur
RRU. Rumus yang dianjurkan oleh Lowrie adalah sebagai berikut :
RRU (%) = 100 x (1-Ct/Co)
Keterangan : Ct adalah BUN setelah hemodialisis dan Co adalah BUN sebelum
hemodialisis.
Cara ini paling sederhana dan paling praktis digunakan untuk pengukuran
AHD. Banyak dipakai untuk kepentingan epidemiologi, dan merupakan prediktor
terbaik untuk mortalitas penderita HD reguler. Kelemahan cara ini karena tidak
memperhitungkan faktor ultrafiltrasi, protein catabolic rate (PCR) dan sisa klirens
yang masih ada. Cara ini juga tidak dapat dipakai untuk merencanakan dosis HD.
NKF-DOQI memakai batasan bahwa HD harus dilakukan dengan RRU > 65%.
Dalam sebuah penelitian dengan menggunakan RRU untuk mengukur dosis
dialisis, telah ditunjukkan bahwa penderita yang menerima RRU 60% memiliki
mortalitas yang lebih rendah dari yang menerima RRU 50%.

2.1.3 Cara alternatif untuk menilai AHD.


1. Percent Reduction Urea (PRU).
Perhitungan Kt/V dengan menggunakan PRU tidak dianjurkan oleh NKF-
DOQI karena dapat menyebabkan penyimpangan sampai 20%. Jika batasan
kesalahan terhadap MKU yang dapat ditoleransi sampai 5%, maka rumus dari
Jindal hanya akurat untuk Kt/V=0,9-1,1. Sedangkan untuk rumus dari Basile
hanya akurat untuk Kt/V= 0,6 sampai 1,3.
2. Total Dialysate Collection.
Pengumpulan dialisat total, sebenarnya cara ini dapat menjadi standar baku
pengukuran HD, akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai 90-150 liter
tidak praktis.
3. Waktu tindakan HD.
Waktu tindakan HD dapat dipakai sebagai pengukur AHD, independen dari
Kt/V ataupun RRU. Makin lama tindakan HD, klirens dari molekul yang lebih
besar dari urea diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi intravaskuler
euvolemia yang lebih baik dimana hal ini akan mengurangi komplikasi
kardiovaskuler. Meskipun data penunjang secara klinis belum lengkap, lama HD
yang dianjurkan minimal adalah 2,5 jam.
4. Urea removal indek (URI).
Adalah indek pembersihan dari urea merupakan cara baru untuk mengukur
AHD, dan masih sangat sedikit pengalaman klinis dalam penggunaannya.
Waktu tindakan hemodialisis dapat dipakai sebagai pengukur analisis
hemodialisis, independen dari Kt/V ataupun RRU. Semakin lama tindakan
hemodialisis, klirens dari molekul yang lebih besar dari ureum diperkirakan akan
lebih baik. Selain itu juga akan mengakibatkan terjadinya intravaskuler euvolemia
yang lebih baik dan dapat mengurangi komplikasi kardiovaskuler. Hemodialisis
dianggap adekuat, jika :
Morbiditas / mortalitas menurun jangka pendek / panjang
Pelaksanaan secara rutin
Kualitas hidup baik
Parameter :
Kt/v: 0,7 1,2
URR: 55 75% (rata-rata 65%)

Dosis adekuasi hemodialisis adalah sebagai berikut :


1. Setiap pasien diberi catatan program perkembangan dari awal hemodialisis
2. Penentukan Kt/v, dosis HD (Delivery Dose)
3. Target Kt/v 1,2; URR 65% dengan HD 3 kali per minggu selama 4 jam atau HD
2 kali per minggu selama 4 hingga 5 jam
4. Kt/v URR setiap bulan

Untuk peritoneal dialisis :


1. Nilai Clearance
2. Target Kt/v minimal 1,7 per minggu
3. Target Creatinin Clearance 60 L per minggu pada high average. Sedangkan
pada low average 50 L per minggu

Ketika hemodialisis berlangsung, dilakukan pemantauan sebagai berikut:


1) Pengukuran Kt/v total mingguan Creatinin Clearance tiap 4minggu setelah
dialisis
2) Pengukuran Creatinin Clearance dan Kt/v, residual function harus diulang tiap
2 bulan pada APD dan tiap 4 6 bulan pada CAPD, bila :
Volume urine menurun tajam
Overload cairan
Perburukan uremia secara klinis / biokemis.

2.1.4 Mengukur KT/V yang Diberikan


Secara individual semestinya kita harus selalu merencanakan dosis HD yang
akan dilakukan dalam setiap tindakan HD, adapun target minimal yang ditentukan
untuk Kt/V =1,2 atau setara dengan RRU 65% (NKF- DOQI).
Dalam merencanakan dosis HD sebaiknya diperhitungkan Kt/V 1,3 atau
setara dengan RRU 70%, karena terdapatnya hal-hal yang berpengaruh :
a. Yang dilakukan lebih rendah dari yang direncanakan .
1. Aliran darah sebenarnya lebih lambat dari yang tertera dipanel.
2. Aliran darah dilambatkan karena alasan tertentu.
3. Resirkulasi.
4. Waktu tindakan HD yang sesungguhnya lebih pendek dari yang
direncanakan.
5. KoA dializer lebih rendah dari yang tertera dalam spesifikasi pabrik.
6. V penderita lebih besar dari pada yang tertera dalam normogram.
b. Yang dilakukan lebih tinggi dibanding yang direncanakan.
1. Blood urea-nitrogen (BUN) paska-HD lebih rendah karena tidak
tepatnya pengambilan sample seperti resirkulasi kardiopulmonari.
2. V dari penderita lebih kecil dari pada yang tertera dalam normogram.
3. Dializer lebih efisien, waktu tindakan HD lebih panjang.
Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa
diterima penderita dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai
KoA tinggi untuk seluruh penderita, bahkan untuk penderita kecil dan untuk wanita.
Pemakaian dializer KoA tinggi dan penggunaan larutan dialisis bikarbonat tidak
akan mengakibatkan peningkatan efek samping.
Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal. Di beberapa tempat dimana
pemakaian ulang tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan pemakaian
dialyzer ini. Juga dibeberapa tempat yang masih menggunakan larutan dialisis
asetat, pemakaian dializer KoA tinggi bisa meningkatkan efek samping. Terlepas
dari biaya, dializer KoA tinggi (KoA >700) perlu dipakai pada pasien besar,
terutama penderita pria yang besar yang padanya V yang ditafsirkan >45 liter. Pada
penderita besar dialysis selama 4 jam, memakai dializer KoA rendah, walaupun
kecepatan aliran darah tinggi tidaklah mungkin memadai.11 Dializer KoA tinggi
juga perlu dipakai dalam dialysis singkat (<3,5 jam). Kecepatan aliran darah yang
tinggi dan menggunakan dialiser KoA rendah tidak akan memberikan dialisis yang
memadai.
Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan durasi
dialisis pendek bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi tidak
selalu menjamin klearensi yang memuaskan dari bahan berat molekul yang lebih
besar, karena penghilangan bahan ini tidak meningkat dengan kecepatan aliran
darah yang tinggi. Pada saat ini banyak pusat dialisis yang memakai dializer besar
dengan membran fluks tinggi, yang memiliki klearensi molekul tengah yang lebih
tinggi dari pada dialiser yang lama. Beberapa pusat dialisis masih mendukung
pendekatan dialysis yang lama dan lambat dengan memakai dializer KoA rendah
serta kecepatan arus darah relatif rendah, dan lama dialisis 4 jam atau lebih dan
memberikan Kt/V 1,0.
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD
yang maksimum agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk
melaporkan bahwa penderita dengan RRU >75% dibanding RRU 70-75%
mempunyai resiko relatif lebih rendah daripada RRU 70-75% pada penderia berat
badan rendah dan sedang. Wood HF dkk membandingkan membran high-flux dan
membran low-flux polysulfone, mendapatkan bahwa membran high-flux
menurunkan resiko mortalitas pada penderita non diabetetes.

2.2 Penggunaan 2 Dializer Paralel Atau Seri Meningkatkan AHD.


Terjadinya peningkatan mortalitas dan morbiditas penderita HD reguler pada
saat ini masih menjadi masalah. Dari penelitian dilaporkan bahwa salah satu
penyebab mortalitas yang tinggi dan tidak produktifnya penderita tersebut karena
tindakan HD yang tidak adekuat. Seperti pada penelitian Ifudu dkk mendapatkan
bahwa dosis hemodialisis standard pada penderita dengan berat badan lebih dari
68,2 kg tidak mendapatkan hasil yang adekuat. Penelitian Wolfe dkk mengenai luas
permukaan tubuh, dosis HD dan mortalitas mendapatkan luas permukaan tubuh
berhubungan dengan mortalitas serta berkorelasi langsung dengan dosis HD.
Menyatakan bahwa dosis HD yang diberikan merupakan keadaan individual.
Penelitian Kuhlmann melaporkan bahwa penderita dengan volume distribusi urea
>42,0 liter atau luas permukaan tubuh >2,0 m2 merupakan pasien yang mempunyai
risiko dosis hemodialysis yang tidak adekuat. Penelitian Salahudeen dkk pada
penderita HD berat badan lebih mendapatkan hasil Kt/V lebih rendah dan
berpengaruh negatif terhadap survival. Penelitian Elangovan dkk melaporkan
bahwa walaupun menggunakan dializer yang luas, kec epatan aliran darah dan
aliran dialisat yang tinggi penderita berat badan 80 kg atau volume distribusi urea
>46 liter tidak satupun yang mencapai Kt/V 1,45 setara dengan RRU >70%,
penelitian tersebut menganjurkan perlu terobosan HD pada penderita berat badan
besar.
Oleh karena hal tersebut berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan AHD.
Telah diketahui bahwa untuk meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan
memperlama waktu dialisis, meningkatkan kecepatan aliran darah dan atau aliran
dialisat, meningkatkan luas permukaan membran dializer dengan memakai dializer
KoA tinggi.
Akhir-akhir ini meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan meningkatkan
luas permukaan membran dializer dengan memakai memakai 2 dializer yang
dihubungkan secara paralel atau secara seri.
Ari dalam penelitiannya melaporkan bahwa penggunaan 2 coil dializer secara
seri dapat mempersingkat lama waktu HD.
Nolph dkk penelitiannya menggunakan 2 dializer paralel mendapatkan total
klearens berat molekul rendah (ureum) yang menurun, menyimpulkan terdapatnya
efikasi dialisis.
Sridhar dkk penelitian pada penderita berat badan 95 kg membandingkan
penggunaan 2 dializer paralel dan dializer tunggal melaporkan 2 dializer paralel
dapat meningkatkan Kt/V.
Powers dkk menggunakan 2 dializer dihubungkan secara paralel pada
penderita dengan berat badan besar mendapatkan RRU meningkat bermakna.
Denninson menggunakan 2 dializer yang dihubungkan secara seri untuk
meningkatkan AHD mendapatkan perbaikan RRU dari 52% menjadi 64%, dan
menyimpulkan bahwa 2 dializer seri tersebut dapat meningkatkan RRU 23 %.
Fritz dkk membandingkan 2 dializer yang dihubungkan secara paralel dan 2
dializer yang dihubungkan secara seri mendapatkan bahwa Kt/V dan RRU dari
penderita tersebut tidak mempunyak perbedaan yang bermakna dan juga
melaporkan 83% penderta mendapatkan target adekuasi hemodialisis dari 2 dializer
yang dihubungkan secara paralel ataupun 2 dializer yang dihubungkan secara seri.
Pada penelitian lainnya dikatakan tidak ada perbedaan 2 dializer seri dan 2
dializer paralel, tetapi 2 dializer seri mempunyai keuntungan lebih praktis dan
mudah dalam pelaksanaanya. Gerhartd dkk. Penelitiannya membandingkan 2
dializer paralel dan 2 dializer seri, pada 167 penderita masing-masing 112 penderita
menggunakan 2 dializer paralel dan 55 penderita menggunakan 2 dializer seri
menyimpulkan bahwa efektifitas kedua alat tersebut hampir sama, tetapi hubungan
seri lebih mempunyai keuntungan praktis.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adekuasi hemodialisis adalah keberhasilan dalam tindakan hemodialisis.
Secara klinis HD reguler dikatakan adekuat jika keadaan umum dan nutrisi
penderita dalam keadaan baik, tidak ada menifestasi urea dan diupayakan
rehabilitasi penderita kembali pada aktifitas seperti sebelum menjalani
hemodialisis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam analisis adekuasi hemodialisi,
yaitu: aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux, membran
biocompatibility, inisiasi HD, pemberian dosis HD / nutrisi, pemeriksaan Kt/v;
URR rutin (minimal setiap bulan), dan kualitas hidup penderita.
Untuk penghitungan adekuasi hemodialisis dapat menggunakan beberapa
cara maupun rumus, yaitu: Rumus Logaritma Natural Kt/V, Rasio Reduksi Urea
(RRU), Percent Reduction Urea (PRU), Total Dialysate Collection, waktu
tindakan HD, dan Urea Removal Indeks (URI)
DAFTAR PUSTAKA

Basile C, Casino F, Lopez T. Percent reduction in blood urea concentration during


dialysis estimates Kt/V in a simple and accuracy way. Am J of Kidney Dis,
1990; 15: 40 - 45
Bloembergen WE, Stannard D, Port FK, Wolfe RA, Pugh JA, dkk. Relationship of
dose of hemodialysis and cause specific mortality. Kidney Int. 1996; 50: 557
- 565.
Hakim RM, Depner Ta, Parker III TF. Adequacy of hemodilaysis. Am J. of Kidney
Dis. 1992; 20: 107 - 123
Hakim RM. Influence of high-flux biocompatible membrane on carpal tunnel
syndrome and mortality. Am J of Kidney Dis, 1988; 32: 338-343
Kuhlmann MK, Konig J, Riegel W, Kohler H. Gender specific differences in
dialysis quality (Kt/V): `big men` are at risk of inadequate haemodialysis
treatment. Nephrol. Dial. Transplant, 1999; 14; 147-53
MAKALAH ADEKUASI HEMODIALISA
(TUGAS PRAKTIKUM BIOMEKANIKA dan BIOTRANPORTASI)

KELOMPOK IV
Ratna Dwi Wiranti (081017007)
Fauziyah Firdausi M. S (081017008)
Fatkhunnisa (081017024)
Dyah Wulan P P (081017039)
Muhammad R Al Biruni (081017050)
Ibnu Hajar (0810170 )
Sayyidati Aristifanniy (0810170 )
Andika Ryan Pratama (0810170 )

Dosen Pembimbing : Dr. Prihartini Widiyanti , drg ,M.Kes

PRODI TEKNOBIOMEDIK
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012

Anda mungkin juga menyukai