Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan


mortalitas anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei
kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai
penyebab kematian bayi di Indonesia. Sebagian besar diare akut disebabkan oleh
infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi
cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit
dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina
propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan
malabsorpsi. Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya
dapat mengalami invasi sistemik. (Kandun NI, 2003)

Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk


mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan
asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang
spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit
penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara
umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena
diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah
yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. (King CK
.et al, 2003)

Penatalaksanaan diare akut menurut WHO terdiri dari rehidrasi (cairan


oralit osmolaritas rendah), diet, zink, antibiotik selektif (sesuai indikasi), dan
edukasi kepada orang tua pasien. Selain itu, beberapa randomized controlled trials

1
(RCT) dan meta- analisis menyatakan bahwa probiotik efektif untuk pencegahan
primer maupun sekunder serta untuk mengobati diare. (WHO. 2011)

Diare akut merupakan permasalahan yang serius jika tidak ditagani dengan
cepat dan benar. Sehingga referat ini akan membahas mengenai diare akut dan
penatalaksanaan yang dapat diterapkan pada semua tingkat pelayanan kesehatan
untuk mengurangi angka kematian anak dengan diare akut.

1.2 Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis, diagnosis


dan penatalaksanaan diare akut pada anak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diare ialah buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari
biasanya, 3 kali per hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul
secara mendadak.
Diare dapat dibedakan menjadi tiga menurut waktunya yaitu diare akut
(diare berlangsung paling lama 3-5 hari), diare berkepanjangan (diare
berlangsung lebih dari 7 hari) dan diare kronis (diare berlangsung lebih dari 14
hari). (PDT UNAIR, 2006)

2.2 Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis (enternal) dan infeksi sistemik (parenteral). Penyebab diare akut
pada anak paling sering disebabkan oleh infeksi enternal (Infeksi virus, bakteri
dan parasit). Rotavirus merupakan penyebab utama (60-70%) diare infeksi pada
anak, sedangkan sekitar 10-20% adalah bakteri dan kurang dari 10% adalah
parasit. (Hegar, 2014)

Tabel 1. Etiologi Diare Akut


Infeksi
1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia entreo colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus,
VNAG, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas,
Aeromonas, Proteis, dll
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,

3
cytomegalovirus (CMV), echovirus , virus HIV
Parasit Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporadium parvum, Balantidium coli.
Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S.
Sterocoralis, cestodiasis dll
Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Travelers diartthea:
E.Coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat,
makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus,
S. aureus, Streptococcus anhaemohytivus, dll
Alergi: susu sapi, makanan tertentu
Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, galaktosa,
fruktosa), disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak: rantai panjang
trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten
malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin &mineral

3. Imunodefisiensi
4. Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
5. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi
radiasi
6. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropatik
diabetik)

2.3 Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofiologi, antara lain (PDT
UNAIR, 2006)

a. Osmolaritas intraluminal yang meningkat, disebut diare osmotik

4
b. Sekresi cairan dan elektrolit meningkat, disebut diare sekretorik
c. Gangguan motilitas usus

Diare tipe osmotik disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik


intralumen usus halus yang disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia
yang hiperosmotik (MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum, dan defek dalam
absorbsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi
glukosa/galaktosa. (Weizman, 2008)

Diare tipe sekretorik disebabkan oleh meningkatnya sekresi air maupun


elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini
akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari
diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio
cholerae, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma),
reseksi ileum (gangguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat, dll). Diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat
adanya gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik neuropathi, post
vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid. (Weizman, 2008)

2.4 Manifestasi Klinis

Buang air besar yang frekuesinya lebih sering dan konsistensi tinja lebih
encer dari biasanya, warna tinja disertai lendir dan atau darah dan bau tinja. Pada
diare oleh karena intoleransi, anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. (Subagyo,
2011)

Gejala muntah, anoreksia, kembung dapat terjadi sebelum / sesudah diare


yang disebabkan oleh radang pada gaster atau akibat gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan
elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan turun, turgor kulit

5
berkurang, mata dan ubun ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit tampak kering. (PDT UNAIR, 2006)

Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan
klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/ sedang
atau tanpa dehidrasi. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan
atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang
dari 5%, dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan
dehidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%. (Subagyo, 2011)

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak Dengan Diare

6
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu:
dehidrasi hiponatremia (<130 mEg/L), dehidrasi iso-natrema (130m 150 mEg/L)
dan dehidrasi hipernatremia (> 150 mEg/L). Pada umunya dehidrasi yang terjadi
adalah tipe iso natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh,
sisanya 15 % adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
(Sandhu, 2001)

Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis


metabolik dengan anion gap yang normal (8-16 mEg/L), biasanya disertai
hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH
darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk
meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2
melalui paru (pernapasan Kussmaul) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi
pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam
sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat
dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion
asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis. (Sandhu,
2001)

Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, sehingga


pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium
juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi
asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan
manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot
pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan
pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi
lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang mendatar atau menurun dengan
munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan
vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut
menjadi oliguria dan gagal ginjal. (Sandhu, 2001)

7
2.5 Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,


frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila
disertai muntahperlu ditanyakan volume dan frekuensinya. Jumlah kencing
biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir bila terjadi
dehidrasi. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak.
Selain itu, tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare seperti memberi
oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya. . (Hegar, 2014)

2.6 Pemeriksaan Fisik

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna


dalam menentukan beratnya diare dari pada menentukan penyebab diare. Status
volume cairan tubuh dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada
tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh, dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi
usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan
tanda penting untuk menentukan etiologi diare akut. (Subagyo, 2011)

Tabel 3. Gejala dan tanda khas diare akut akibat infeksi

8
2.7 Pemeriksaan Penunnjang

2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan tinja
o Makroskopis dan mikroskopis
o pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
elinitest, bila diduga intoleransi gula.
o Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan / uji resistensi.
b. Pemeriksaan Darah Lengkap untuk mengetahui adanya infeksi sitemik
(diare yang disebabkan parenteral)
c. Pemeriksaan Urine Lengkap untuk mengetahui adanya infeksi saluran
kemih (diare yang disebabkan parenteral)
d. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan
pemeriksaan analisa gas darah (bila memungkinkan).
e. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
f. Pemeriksaan kadar elektrolit terutama natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum (terutama bila ada kejang).
2.8 Penatalaksanaan

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata


Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan pada pelayanan kesehatan. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua
kasus diare yang diderita anak baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu: (WHO. 2011)

9
1. Rehidrasi
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Edukasi orang tua

2.8.1 Rehidrasi

Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting


dalam terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai
berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total
berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas.
(Armon, 2001)
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.
Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai
sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi
ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang
banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting)
sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang
sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan
terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun
sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat
dengan gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral karena murah
dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan
rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara
75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium
antara 40-60mEq/L Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus
dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur. (Armon, 2001)

10
a. Tanpa Dehidrasi

Beri cairan tambahan, sebagai berikut:

1. Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih
sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI
eksklusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan
menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI
eksklusif kepada anak, sesuai dengan umur anak.
2. Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan
dibawah ini:

larutan oralit

cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)

air matang

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan


tambahan sebanyak yang anak dapat minum:

Untuk Anak Berumur < 2 Tahun, Beri + 50100 Ml Setiap Kali Anak BAB

Untuk Anak Berumur 2 Tahun Atau Lebih, Beri + 100200 Ml Setiap Kali Anak
BAB.

11
Bagan 1. Pedoman WHO Rencana Penanganan Diare di Rumah

b. Dehidrasi Ringan Sedang

Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan


dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi dalam 3 jam
pertama, namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 70
ml/kg bb selama 5 jam untuk anak umur < 12 bulan dan 2,5 jam untuk
anak > 12 bulan. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam

12
pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare
atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau
muntah. (WHO. 2011)

Bagan 2. Pedoman WHO Rencana Penanganan Dehidrasi Sedang Ringan


Dengan Oralit

c. Dehidrasi Berat

13
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10%
untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh
(somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi)
memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan
parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut :

Tabel 4.

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi


kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah
besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita
telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya. Segala kekurangan
tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi.
Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar
penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman
sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat
dilanjutkan. (WHO. 2011)

Bagan 3. Pedoman WHO Rencana Penanganan

Dehidrasi Berat Dengan Cepat

14
d. Pemilihan jenis cairan

Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat


dengan atau tanpa syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat
volume darahnya, serta memperbaiki renjatan hipovolemiknya. Cairan
Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan
dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi
kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk mencegah
hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai,
tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup. Jenis cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi
kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN
3B. Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 268 mmol/1

15
dengan Na berkisar 50 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare
anak dengan kolera atau tanpa kolera. (Bhan, 2003)

2.8.2 Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat


mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular
beberapa tahun terakhir karena memilik evidence based yang bagus.
Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan
bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat
menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan. Zinc
termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi
fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti
oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap,
pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam system
kekebalan tubuh dan meripakan mediator potensial pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan
diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel
saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus,meningkatkan
kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border
apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan
pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-
negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah
terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat
kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar

16
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
(Fontaine, 2008)

Dosis zinc untuk anak-anak


Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg ( tablet) per
hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per
hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak


telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan
air matang, ASI, atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. (Fontaine, 2008)

2.8.3 ASI dan makanan tetap diteruskan

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu
yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan
serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan
akan berkurang. Jika anak menyusui, coba untuk meningkatkan frekuensi
dan durasi menyusuinya. Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali jika
muntah-muntah hebat. Jika curiga diare disebabkan karena intoleransi
laktosa hindarkan susu sapi dan susu formula. Adanya perbaikan nafsu
makan menandakan fase penyembuhan. (WHO. 2011)

Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare


adalah sama dengan yang diperlukan oleh anak-anak yang sehat. (WHO.
2011)

Bayi segala usia yang menyusui harus tetap diberi kesempatan untuk
menyusui sesering dan selama mereka inginkan. Bayi sering menyusui
lebih dari biasanya dan ini harus didukung.

17
Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu biasa mereka makan (atau
susu formula) sekurang-kurangnya setiap tiga jam, jika mungkin dengan
cangkir.
Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan makanan lain
harus diberikan ASI lebih banyak. Setelah anak tersebut sembuh dan
meningkatnya pasokan ASI, makanan lain harus diturunkan.
Jika anak usia minimal 6 bulan atau sudah diberikan makanan lunak, ia
harus diberi sereal, sayuran dan makanan lain, selain susu. Jika anak di
atas 6 bulan dan makanan tersebut belum diberikan, maka harus dimulai
selama episode diare atau segera setelah diare berhenti. Daging, ikan atau
telur harus diberikan, jika tersedia. Makanan kaya akan kalium, seperti
pisang, air kelapa hijau dan jus buah segar akan bermanfaat.

Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali
sehari). Makan porsi kecil yang Sering, lebih baik daripada makan banyak
tetapi lebih jarang. Setelah diare berhenti, dapat terus memberi makanan
dengan energi yang sama dan membrikan satu lagi makan tambahan
daripada biasanya setiap hari selama setidaknya dua minggu. Jika anak
kekurangan gizi, makanan tambahan harus diberikan sampai anak telah
kembali berat badan normal. (WHO. 2011)

2.8.3 Antibiotik selektif


Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare
akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang
sifatnya self-limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya
sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen. (WHO,
2006)

18
Tabel 4. Antibiotik selektif sesuai dengan pathogen penyebab diare
Penyebab Antibiotik Pilihan Antibiotik Alternative
Tetracyclin 12,5 mg/ Eritromicyn 12,5
Kolera KgBB mg/KgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20
mg/KgBB
4x sehari selama 5 hari
Ciprofloxacin 15
Shigella Dysentri mg/KgBB Ceftriaxone 50-100
2x sehari selama 3 hari mg/KgBB
1x sehari selama IM/IV
2-5 hari

Metronidazole 10
mg/KgBB
Amoebiasis
3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)
Metronidazole 10
Giardiasis mg/KgBB
3x sehari selama 5 hari

2.8.3 Edukasi orang tua

Pengetahuan yang baik seorang ibu sangat menentukan kesehatan


anak. Edukasi yang diberikan seperti cuci tangan sebelum memberi ASI,
kebersihan payudara juga perlu diperhatikan, kebersihan makanan
termasuk sarana air bersih, kebersihan peralatan makanan, dan lain-lain.
(WHO, 2011)

19
Selain itu Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan, jika
anak:

Buang air besar cair sering terjadi

Muntah berulang-ulang

Sangat haus

Makan atau minum sedikit

Demam

Tinja Berdarah

Anak tidak membaik dalam tiga hari.

Selain lima penatalaksanaan diare yang dianjurkan menurut WHO,


beberapa randomized controlled trials (RCT) dan meta-analisis menyatakan
bahwa probiotik efektif untuk pencegahan primer maupun sekunder serta untuk
mengobati diare.
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang
menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik
didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki
oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati
penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan
dan pengobatn diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun
mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh
karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibiotik asociatek diarrhea )
dan travellers diarrhea. Dosis yang dianjurkan pada penyakit diare akut yang
disebabkan oleh infeksi adalah 10101011 cfu, 2 kali sehari. (Weizman, 2008)

20
BAB III
KESIMPULAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan


mortalitas anak di negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia. Diare
didefinisikan sebagai peningkatan dari frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi
lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya. Secara garis besar, diare
dibagi menjadi diare akut dan diare kronis atau persisten. Sebagian besar bersifat
selflimiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki
kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati
pasien.Pemberian probiotik dan mikronutrien berupa zink dapat memperbaiki
frekuensi dan lamanya diare. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan 5
pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik
yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit.

21

Anda mungkin juga menyukai