Anda di halaman 1dari 28

1

A. Konteks Penelitian

Seiring perkembangan zaman, esensi kehidupan adalah situasi pemecahan

masalah. As'ari, dalam seminar dan Loka Karya (Shadiq, 2007), mengutip

pendapat NCREL (2003) bahwa pada dasarnya abad ke-21 ini diwarnai oleh

beberapa karakteristik berikut: (1) merupakan dunia digital, (2) menuntut

pemikiran inventif, (3) menuntut komunikasi efektif, dan (4) menuntut

produktifitas tinggi. Sehingga sangat penting untuk mengenalkan dan

membiasakan peserta didik mengasah kemampuan memecahkan masalah, baik

masalah routine maupun masalah non-routine. Sebagian besar masalah di dunia

ini adalah masalah non-routine yang strukturnya tidak teratur (ill-structured prob-

lem) dan penyelesaiannya memungkinkan menggunakan algoritma unfamiliar. 1

Dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini, kemampuan pemecahan

masalah telah menjadi salah satu prioritas dalam pembelajaran matematika

sekolah. Perlemen 22 Tahun 2006 (Standar Isi) menyatakan mata pelajaran

Matematika diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali mereka

dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

kemampuan bekerjasama. Pada dokumen ini ditegaskan pula bahwa

pembelajaran matematika sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

1
http://bekti-satriadi.blogspot.co.id/2012/10/pemecahan-masalah-siswa.html

1
2

solusi yang diperoleh. Namun hal ini masih kontradiksi dengan fakta yang

ditunjukkan oleh TIMSS tahun 2011 (Mullis, 2012) dan PISA tahun2009

(Fleischmen, dkk, 2010). Data yang mereka miliki menunjukkan bahwa

penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan

dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk

penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi

secara matematis, dan bernalar secara matematis.2

Tidak bisa kita pungkiri bahwa kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama, yang termuat dalam

Standar Isi (Permen 22 Tahun 2006), yang diharapkan dapat dimiliki oleh setiap

peserta didik saat ini akan berpengaruh pada sikap dan karakternya di kemudian

hari. Hal ini secara tidak langsung juga mendasari penanaman karakter dalam diri

peserta didik tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka sangat penting bagi kita

menanamkan kemampuan pemecahan masalah, terutama masalah-masalah yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, yang mampu membuat peserta didik

menghargai matematika dan mengaplikasikannya dalam memecahkan setiap

masalah yang ada.3

Kesalahan timbul akibat adanya kesulitan peserta didik dalam belajar.

Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam belajarnya akan menunjukkan ciri-

ciri dari adanya masalah yang dialami, seperti yang dituliskan oleh Mappaita

Muhkal (dalam Rahim, 2013) sebagai berikut: (a) menunjukkan hasil belajar yang

2
http://www.slideshare.net/leeazedta/pemecahan-masalah-matematika-37982683

3
Ibid.,
3

lebih rendah (dibawah nilai rata-rata) yang dicapai oleh kelompoknya; (b) hasil

yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya; (c) lambat dalam

melaksanakan tugas-tugas belajarnya; (d) menunjukkan sikap-sikap yang kurang

wajar; (e) menunjukkan tingkah laku yang berkelainan dan; (f) menunjukkan

gejala emosional yang kurang wajar.4

Kesalahan konsep adalah kesalahan memahami gagasan abstrak. Konsep

dalam matematika adalah suatu ide abstrak yang mengakibatkan seseorang

dapat mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian-kejadian dan menentukan

apakah objek atau kejadian itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide

tesebut. Herman Hudoyo (dalam Rifai, 2012) menyatakan bahwa belajar konsep

adalah belajar memahami sifat-sifat dari benda-benda atau peristiwa Untuk

dikelompokkan dalam satu jenis.5

Kesalahan konsep dalam matematika berakibat lemahnya penguasaan materi

sacara utuh dalam matematika, aturan mempunyai makna yang sama dengan

prinsip. Prinsip dalam matematika yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

berbagai dalil, hukum, dan aturan atau rumus-rumus yang berlaku dalam mencari

penyelesaian soal-soal metematika.

Kesulitan peserta didik dalam mengonstruksi dan memecahkan masalah

matematika seringkali tercermin dalam bentuk kasalahannya. Kesulitan dan

4
https://ehajulaeha027.wordpress.com/2014/10/06/kesulitan-belajar-peserta-didik/

5
https://ninamath.wordpress.com/2014/04/12/jenis-jenis-kesalahan-dalam-menyelesaikan-
soal-matematika/
4

kesalahan matematika peserta didik telah dikaji oleh banyak peneliti (Brodie,

2010; Shein, 2012: Gal dan Linchevsky, 2010; Bingolbali, dkk,2010). Brodie

(2010) menjelaskan bahwa kesalahan peserta didik dalam membangun penalaran

matemetika meliputi: basic error, appropriate error, missing information, partial

insight. Basic error dicontohkan terjadi ketika peserta didik menjawab 2 + 1 = 2

2 . Appropriate error, tercermin dari pernyataan peserta didik dalam penyelesaian

masalah if x is negative number, you can write it as x, jika x bilangan negatif,

maka bisa ditulis x. Kesalahan dalam bentuk basic error dan appropriate error

menurut Subanji dkk (1993) dikelompokan sebagai kesalahan konsep. Missing

information terjadi pada saat peserta didik menjelaskan bahwa 2 is alwais

greather than zero6

Pada kesalahan ini peserta didik tidak memahami bahwa 2 bisa bernilai

nol. Partial insight terjadi pada saat siswa menjelaskan as you substitute lower

number, the value of 2 + 1 is decreases, peserts didik hanya berpikir parsial

pada bilangan yang kecil. Padahal pada bilangan yang besar nilai 2 + 1 justru

akan membesar. Kesalahan-kesalahan tersebut akan senantiasa terjadi ketika

peserts didik menghadapi masalah yang analog, bahkan akan berkelanjutan.7

Kesalahan matematika peserta didik perlu mendapatkan perhatian, karena

kalau tidak segera diatasi, kesalahan tersebut akan berdampak secara beruntun ke

masalah matematika berikutnya. Untuk memperbaiki kesalahan peserta didik

6
Subanji, Kesalahan Konstruksi Konsep dan Pemecahan Masalah Matematika (Malang;
Universitas Negeri Malang 2015). Hlm. 18
7
Ibid.,
5

perlu menelusuri sumber kesalahannya. Hal ini dapat dilakukan dengan peta

kognitif (cognitive map). Proses konstruksi matematika peserta didik bisa

ditelusuri dan digambarkan dengan menggunakan peta kognitif, sehingga dapat

ditemukan dikomponen berfikir mana terjadinya kesalahan konstruksi. 8

Menurut Garofalo dan Lester (Suryadi), pemecahan masalah mencakup

proses berpikir tingkat tinggi seperti proses visualisasi, asosiasi, abstraksi,

manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi yang masing-masing

perlu dikelola secara terkoordinasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang dilakukan

seseorang, yang mencakup kemampuan berpikir tingkat tinggi, untuk

menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan

pemahaman yang telah dimilikinya.

Matematika menurut Jhonson dan Myklebust adalah bahasa simbolis yang

fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan- hubungan kuantitatif

keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.

Selanjutnya menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-beda,

tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing.

Matematika merupakan pelajaran yang memilki ciri khas khusus,

dibangun menggunakan sistem aksiomatik yang ketat. Matematika sangat dikenal

dengan sifat logis dan analitis (yang sering disebut penalaran).9 Hal yang sangat

8
Subanji, Kesalahan Konstruksi Konsep dan Pemecahan Masalah Matematika (Malang;
Universitas Negeri Malang 2015). Hlm. 24
9
Subanji, Teori Kesalahan Kostruksi Konsep Dan Pemecahan Masalah Matematika,
(Malang; Universitas Negeri Malang, 2015) hlm. 6
6

menarik dalam belajar matematika adalah bagaimana peserta didik mengonstruksi

konsep matematika dan membangun pengetahan melalui pengaitan satu konsep

dengan konsep lain.10

Proses membangun pengetahuan dalam konteks belajar matematika

dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi pengetahuan bagi pembelajar.

Pengetahuan yang terbentuk dapat digunakan untuk membangun konsep baru atau

digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Karena itu dalam belajar

matematika memerlukan pengetahuan awal sebi modal untuk membangun

konsep baru.11

Kesulitan peserta didik dalam mengonstruksi dan memecahkan masalah

matematika seringkali tercermin dalam bentuk kasalahannya.12

Shein (2012) mengkaji pemanfaatan gesture untuk memperbaiki kesalahan

matematika peserta didik. dalam pembelajaran matematika sering kali guru

menekankan konsep dengan memanfaatkan gerakan tangannya atau ekspresi

kepalanya. Gesture yang dilakukan oleh guru sangat berkaitan dengan proses

berfikir peserta didik dalam mengkonstruksi konsep matematika. Bahkan sering

kali peserta didik menjadi berkonsentrasi penuh ketika gurunya melakukan

gesture. Karena itu gesture sangat menarik bila dikaitkan dengan proses berfikir

paserta didik.13

10
Ibid., hlm. 1
11
Ibid., hlm 1
12
Ibid., hlm 19
13
Subanji, Teori Kesalahan Kostruksi Konsep Dan Pemecahan Masalah Matematika,
(Malang; Universitas Negeri Malang, 2015) hlm. 19
7

Bingobali, dkk (2010) mengeksplorasi penyebab terjadinya kesulitan

matematika peserta didik berdasarkan pandangan guru, yang meliputi;

epistemological causes, psychological causes, pedagogical causes. Kesulitan

peserta didik dalam belajar matematika dipengaruhi oleh kompleksitas materi,

persepsi peserta didik terhadap matematika, dan cara guru mengajar.14

Lebih lanjut ditemukan bahwa kesulitan peserta didik antara lain terjadi

karena kesulitan memahami konsep, kesulitan mengabstraksi konsep, dan

kesulitan mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Karena

matematika hanya diajarkan secara formal, dan tidak dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari, maka persepsi peserta didik terhadap matematika hanya sekedar

aturan yang harus dipenuhi. Bagi peserta didik yang penting mengikuti aturan

penyelesaian soal untuk bisa bekerja di matematika.

Pada umumnya soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan biasa

yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal jenis ini

banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih peserta

didik menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan soal

nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih

lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang

dipelajari di kelas. Dengan kata lain, soal nonrutin ini menyajikan situasi baru

yang belum pernah dijumpai oleh peserta didik sebelumnya. Dalam situasi baru

14
Ibid., hlm. 19
8

itu, ada tujuan yang jelas yang ingin dicapai, tetapi cara mencapainya tidak segera

muncul dalam benak peserta didik.15

Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu

menunjukkan adanya suatu tantangan ( challenge ) yang tidak dapat dipecahkan

oleh suatu prosedur rutin ( routine procedure ) yang sudah diketahui si pelaku

(Shadiq, 2004). Menurut Hudojo (2003), suatu pertanyaan akan merupakan suatu

masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang

segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.

Sedangkan menurut Suyitno (2004), suatu soal dapat dikatakan sebagai

problem bagi peserta didik jika dipenuhi syarat- syarat berikut: (1) peserta didik

memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut, (2)

diperkirakan, peserta didik mampu mengerjakan soal tersebut, (3) peserta didik

belum tahu algoritma/cara menyelesaikan soal tersebut, (4) peserta didik mau dan

berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut. Salah satu indikasi adanya

transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi dan keterampilan

untuk memecahkan masalah-masalah.Pemecahan masalah adalah proses

menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru

yang belum dikenal. Menurut Polya (dalam Suherman, 2003), dalam pemecahan

suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami

15
http://pujirokhayanti999.blogspot.co.id/2014/02/tugas-masalah-rutin-dan-non-rutin-
dalam.html
9

masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai

rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh.16

Kenyataan di sekolah, masih banyak sekolah yang mengkondisikan

siswanya hanya sekedar bisa menyelesaikan soal, tetapi belum mampu

menyelesaikan masalah. Padahal yang dibutuhkan didalam kehidupan masyarakat

adalah kemampuan memecahkan masalah.

Berdasarkan observasi peneliti di MTs Nurul Ikhlas Ambon sesuai dengan

sampel yang peneliti gunakan yaitu pada kelas VII-A, peneliti mencoba

membagikan beberapa masalah yang dituangkan dalam soal yang terkait dengan

soal-soal nonrutin pada materi Aljabar dan keseluruhan dari peserta didik kelas

VII-A tidak ada satupun dari peserta didik yang dapat memecahkan masalah yang

peneliti ajukan..

Berangkat dari masalah di atas peneliti berinisiatif untuk melakukan

penelitian yang peneliti tuangkan dalam judul Kesalahan Konstruksi Konsep

peserta didik Dalam Memecahkan Masalah Nonrutin Pada Materi Aljabar

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka fokus penelitian ini adalah

Bagaimana Kesalahan konstruksi konsep peserta didik dalam memecahkan

masalah nonrutin Pada Materi Aljabar Kelas VII MTs Nurul Ikhlas Ambon ?

16
http://pujirokhayanti999.blogspot.co.id/2014/02/tugas-masalah-rutin-dan-non-rutin-
dalam.html
10

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian diatas maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui kesalahan konstruksi konsep peserta didik dalam memecahkan

masalah nonrutin Pada Materi Aljabar Kelas VII MTs Nurul Ikhlas Ambon.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah khasanah

berfikir dalam kesulitan belajar matematika baik bagi penulis maupun

pembaca.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini secara praktik diharapkan dapat memberikan sumbangsi

pemikiran terhadap kesalahan konstruksi konsep peserta didik dalam

memecahkan masalah nonrutin.

E. Landasan Teori

a. Definisi kesalahan

Kesalahan merupakan hal yang abstrak sedangkan melakukan tindakan

maupun tidak melakukan tindakan, merupakan suatu ide yang nyata. Definisi

kesalahan menurut Andi dan Minato; Senders dan Moray adalah sesuatu yang

telah dilakukan, yang tidak diharapkan oleh pelaku, tidak diinginkan oleh suatu
11

aturan yang ditetapkan atau oleh pengamat luar, atau yang membuat system

melampaui batasnya.17

Adanya hambatan yang dialami peserta didik pada saat belajar dapat diketahui

dengan adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Hambatan tersebut

mungkin disadari atau mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalami

hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya. Akibatnya prestasi yang

dicapainya berada di bawah yang semestinya.

Kesalahan timbul akibat adanya kesulitan peserta didik dalam belajar. Seorang

anak yang mengalami kesulitan dalam belajarnya akan menunjukkan ciri-ciri dari

adanya masalah yang dialami, seperti yang dituliskan oleh Mappaita Muhkal

(dalam Rahim, 2013) sebagai berikut: (a) menunjukkan hasil belajar yang lebih

rendah (dibawah nilai rata-rata) yang dicapai oleh kelompoknya; (b) hasil yang

dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya; (c) lambat dalam

melaksanakan tugas-tugas belajarnya; (d) menunjukkan sikap-sikap yang kurang

wajar; (e) menunjukkan tingkah laku yang berkelainan dan; (f) menunjukkan

gejala emosional yang kurang wajar.18

17
Dhoruri, Atmini. 2010. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).

18
https://ninamath.wordpress.com/2014/04/12/jenis-jenis-kesalahan-dalam-
menyelesaikan-soal-matematika/
12

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesalahan adalah perihal salah;

kekeliruan; kealpaan, sehingga jika kesalahan itu dihubungkan dengan objek dasar

matematika menurut Soedjadi (2000: 13), kesalahan yang dimaksud yaitu:

1. Kesalahan fakta adalah kekeliruan dalam menuliskan konvensi-konvensi

yang dinyatakan dengan simbol-simbol matematika. Contoh: kesalahan

dalam mengubah permasalahan ke dalam bentuk model matematika,

kesalahan dalam menginterpretasikan hasil yang didapatkan dan kesalahan

dalam menuliskan simbol-simbol matematika.

2. Kesalahan konsep adalah kekeliruan dalam menggolongkan atau

mengklasifikasikan sekumpulan objek. Konsep yang dimaksud dalam

matematika dapat berupa definisi. Contoh: kesalahan dalam

menggolongkan suatu relasi, apakah merupakan suatu fungsi atau tidak.

3. Kesalahan operasi adalah kekeliruan dalam pengerjaan hitung, pengerjaan

aljabar, dan pengerjaan matematika yang lain. Contoh: kesalahan dalam

menjumlahkan, mengurangkan, dan kesalahan dalam operasi matematika

lainnya.

4. Kesalahan prinsip adalah kekeliruan dalam mengaitkan beberapa fakta

atau beberapa konsep. Contoh: kesalahan dalam menggunakan rumus

ataupun teorema serta kesalahan dalam menggunakan prinsip-prinsip

sebelumnya.
13

Dari beberapa kesalahan dalam matematika yang telah dijelaskan diatas

maka peneliti mengambil kesalahan konsep sebagai objek dasar untuk

melakukan penelitian.

b. Kesalahan konsep

Kesalahan konsep adalah kesalahan memahami gagasan abstrak. Konsep

dalam matematika adalah suatu ide abstrak yang mengakibatkan seseorang

dapat mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian-kejadian dan menentukan

apakah objek atau kejadian itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide

tesebut. Herman Hudoyo (dalam Rifai, 2012) menyatakan bahwa belajar konsep

adalah belajar memahami sifat-sifat dari benda-benda atau peristiwa untuk

dikelompokkan dalam satu jenis.

Kesalahan konsep dalam matematika berakibat lemahnya penguasaan

materi sacara utuh dalam matematika, aturan mempunyai makna yang sama

dengan prinsip. Prinsip dalam matematika yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah berbagai dalil, hukum, dan aturan atau rumus-rumus yang berlaku dalam

mencari penyelesaian soal-soal metematika.19

c. Kesalahan konstruksi konsep

Kesulitan peserta didik dalam mengonstruksi dan memecahkan masalah

matematika seringkali tercermin dalam bentuk kasalahannya. Kesulitan dan

kesalahan matematika peserta didik telah dikaji oleh banyak peneliti (Brodie,

2010; Shein, 2012: Gal dan Linchevsky, 2010; Bingolbali, dkk,2010). Brodie

19
Ibid.
14

(2010) menjelaskan bahwa kesalahan peserta didik dalam membangun penalaran

matemetika meliputi: basic error, appropriate error, missing information, partial

insight. Basic error dicontohkan terjadi ketika peserta didik menjawab 2 + 1 = 2

2 . Appropriate error, tercermin dari pernyataan siswa dalam penyelesaian

masalah if x is negative number, you can write it as x, jika x bilangan negatif,

maka bisa ditulis x. Kesalahan dalam bentuk basic error dan appropriate error

menurut Subanji dkk (1993) dikelompokan sebagai kesalahan konsep. Missing

information terjadi pada saat peserta didik menjelaskan bahwa 2 is alwais

greather than zero. 20

Pada kesalahan ini peserta didik tidak memahami bahwa 2 bisa bernilai

nol. Partial insight terjadi pada saat siswa menjelaskan as you substitute lower

number, the value of 2 + 1 is decreases, siswa hanya berpikir parsial pada

bilangan yang kecil. Padahal pada bilangan yang besar nilai 2 + 1 justru akan

membesar. Kesalahan-kesalahan tersebut akan senantiasa terjadi ketika siswa

menghadapi masalah yang analog, bahkan akan berkelanjutan.21

Shein (2012) mengkaji pemenfaatan gesture untuk memperbaiki kesalahan

matematika peserta didik. Dalam pembelajaran matematika seringkali guru

menekankan konsep dengan memanfaatkan gerakan tangannya atau ekspresi

kepalanya. Gesture yang dilakukan oleh guru sangat berkaitan dengan proses

berpikir peserta didik dalam mengonstruksi konsep matematika. Bahkan

seringkali peserta didik menjadi berkonsentrasi penuh ketika gurunya melakukan

20
Subanji, Teori Kesalahan Kostruksi Konsep Dan Pemecahan Masalah Matematika,
(Malang; Universitas Negeri Malang, 2015) hlm. 19
21
Ibid.,
15

gesture. Karena itu gesture sangat menarik bila dikaitkan dengan proses berpikir

siswa.22

d. Contoh Kesalahan Konstruksi Konsep Pada Soal Nonrutin

Ketika siswa menjumlahkan 2x + 3y peserta didik manjawab benar,

namun alasan yang dikemukakan tidak sesuai, yakni karena gradiennya tidak

sama sehingga tidak bisa dijumlahkan. Peserta didik diminta untuk menjustifikasi

pertanyaan 2x + 3y = 5xy. Banyak siswa yang mengalami kesalahan. Adapun

sebaran alasan yang diberikan oleh peserta didik yaitu 2x + 3y = 5xy (karena 2

kambing ditambah 3 sapi bisa menjadi 5 sapi kambing), ada juga yang memberi

alasan karena koefisien 2 dan 3 berbeda, jadi tidak boleh dijadikan satu. adapun

alasan peserta didik yang lain mengatakan 2x + 3y = 5xy, karena 5 + xy = 5xy.

Kesalahan peserta didik dalam menjawab pertanyaan 2x + 3y = 5xy karena

menganggap bahwa yang bisa dijumlahkan adalah koefisiennya. Ketika menjawab

2x + 3x = 5x, dia menjumlahkan 2 + 3 = 5. Begitu pula menjumlahkan 2x + 3y =

5xy. Ini mirip dengan 2 + 3 = 5.

Kesalahan lain terjadi pada siswa yang memberi alasan 2x + 3y = 5x + y.

Dia berpikir bahwa bilangan bisa dijumlahkan dengan bilangan 2 + 3 = 5.

Variabelnya berbeda tidak bisa dijumlahkan, sehingga bentuknya tetap x + y.

Setelah digunakan untuk menyelesaikan masalah diputuskan untuk menjawab 5x

+ y.23

22
Subanji, Teori Kesalahan Kostruksi Konsep Dan Pemecahan Masalah Matematika,
(Malang; Universitas Negeri Malang, 2015) hlm. 19
23
Subanji, Teori Kesalahan Kostruksi Konsep Dan Pemecahan Masalah Matematika,
(Malang; Universitas Negeri Malang, 2015) hlm. 73
16

e. Pemecahan masalah

Pemecahan masalah merupakan proses panyelesaian suatu situasi yang

dihadapi peserta didik., yang memerlukan solusi baru (resolutions) dan jalan atau

cara untuk menuju solusi tersebut tidak segera diketahui (posamentier dan krulik,

1998; someren, 1994). Dalam hal ini masalah yang diberikan kepada peserta didik

berupa masalah yang bersifat menantang sehingga pesesrta didik merasa tertarik

untuk mampu memecahkannya dan menemukan solusinya. Masalah yang

diberikan harus sesuai dengan kondisi kognitif peserta didik, artinya masalah

yang diberikan dapat dimengerti oleh siswa hanya saja solusinya belum segera

diketahui.24

Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh

seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu

tidak lagi menjadi masalah baginya.

Krulik dan Rudnick (Bismarbasa, 2012) mendefinisikan pemecahan

masalah sebagai suatu cara yang dilakukan seseorang dengan menggunakan

pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk memenuhi tuntutan dari situasi

yang tidak rutin. Polya (Firdaus, 2009) juga menjelaskan bahwa pemecahan

masalah merupakan usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk

mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Memecahkan masalah

dapat dipandang sebagai proses yang meminta peserta didik untuk menemukan

24
Kadek Adi Wibawa, defragmentasi struktur berfikir mahasiswa dalam memecahkan
masalah matematika, (Malang, 2016) hlm. 16
17

kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan

untuk memecahkan masalah yang baru. 25

Menurut Garofalo dan Lester (Suryadi), pemecahan masalah mencakup

proses berpikir tingkat tinggi seperti proses visualisasi, asosiasi, abstraksi,

manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi yang masing-masing

perlu dikelola secara terkoordinasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang dilakukan

seseorang, yang mencakup kemampuan berpikir tingkat tinggi, untuk

menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan

pemahaman yang telah dimilikinya.26

f. Soal Nonrutin

Departemen Matematika dan Ilmu Komputer di Saint Louis University

(dalam Department of Mathematics and Computer Science, 1993) mengemukakan

lima tipe soal matematika:27

1. Soal-soal yang menguji ingatan (memory).

2. Soal-soal yang menguji keterampilan (skills).

3. Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang

biasa (familiar).

4. Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang

tidak biasa (unfamiliar) mengembangkan strategi untuk masalah yang baru.

25
Dhoruri, Atmini. 2010. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131568306/Makalah%20LSM%202010%20Pemecahan%2
0masalah%20final%20atmini.pdf Diakses pada tanggal 02 November 2016).

26
Ibid.,
27
Ibid.,
18

5. Soal-soal yang membutuhkan ekstensi (perluasan) keterampilan atau teori

yang kita kenal sebelum diterapkan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar).

Soal tipe 1, 2, dan 3 termasuk pada kelompok soal rutin (routine

problems). Soal tipe inilah yang sering kita berikan kepada peserta didik,

walaupun harus kita sadari bahwa dengan hanya memberi soal-soal tipe ini, tidak

dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam pemecahan masalah. Soal-

soal dengan tipe 4 dan 5 merupakan soal-soal dalam kelompok nonrutin

(nonroutine problems) yang banyak mengasah kemampuan dalam pemecahan

masalah.

Semakin banyak peserta didik dapat menyelesaikan setiap permasalahan

matematika, maka peserta didik akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan

soal-soal matematika dalam bentuk apapun.28

Soal nonrutin adalah bentuk soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan

pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan

prosedur yang dipelajari di kelas. Dengan kata lain, soal nonrutin ini menyajikan

situasi baru yang belum pernah dijumpai oleh peserta didik sebelumnya. Dalam

situasi baru itu, ada tujuan yang jelas yang ingin dicapai, tetapi cara mencapainya

tidak segera muncul dalam benak siswa.29

Memberikan soal-soal nonrutin kepada peserta didik berarti melatih

mereka menerapkan berbagai konsep matematika dalam situasi baru sehingga

28
http://kiseriotamatematika.blogspot.co.id/2016/02/makalah-bentuk-soal-pemecahan-
masalah.html
29
http://pujirokhayanti999.blogspot.co.id/2014/02/tugas-masalah-rutin-dan-non-rutin-
dalam.html
19

pada akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah

mereka pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi

soal nonrutin inilah yang dapat digunakan sebagai soal pemecahan masalah. Dan

pemecahan masalah dalam pengajaran matematika dapat diartikan sebagai

penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika yang telah

atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan soal nonrutin.

Disamping permasalahan rutin yang sering dimunculkan dalam pemecahan

masalah matematika, ada juga permasalahan non rutin dalam arti soal yang tidak sering

dimunculkan dalam soal-soal matematika. Soal nonrutin ini sangat efisien untuk sellu

diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk melatih daya nalar dan berfikir kritis

peserta didik dalam memecahkan masalah, khususnya untuk memecahkan masalah

nonrutin.

Tidak hanya soal rutin yang mempunyai kekurangan dan kelemahan, dalam

permasalahan nonrutin juga pasti mengalami hal yang serupa. Dalam hal ini

kelemahannya antara lain: 1) peserta didik akan merasa kesulitan dalam memecahkan

masalah sehingga butuh proses yang benar-benar srius untuk mengajarkan pemecahan

masalah nonrutin. 2) butuh kekreatifan yang imiliki oleh peserta didik untuk dapat

memecahkan masalah nonrutin. 3) peserta didik sering kebingungan dalam menghadapi

soal nonrutin. Sedangkan kelebihan yang diraih dalam permasalahan nonrutin ini ialah: 1)

peserta didik akan terlatihdalam menghaadapi masalah nonrutin. 2) daya nalar peserta

didik akan bertambah karena sering menghadapi permasalahan nonrutin. 3) peserta didik

akan teratih dalam memecahkan masalah.

g. Materi Aljabar
20

Bentuk Aljabar adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya

memuat huruf-huruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui. Bentuk

aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan

sehari-hari. Hal-hal yang tidak diketahui seperti banyaknya bahan bakar minyak

yang dibutuhkan sebuah bis dalam tiap minggu, jarak yang ditempuh dalam waktu

tertentu, atau banyaknya makanan ternak yang dibutuhkan dalam 3 hari, dapat

dicari dengan menggunakan aljabar

a. Bentuk Aljabar

Pernahkah kamu sakit batuk? Apa yang kamu lakukan? Apakah kamu ke

dokter? Bila kamu memeriksakan diri atau berobat ke dokter biasanya dokter akan

memberikan resep.

Contoh obat yang dibeli dengan resep dokter: Pada botol Vitamin C

tertulis sehari 3 x 1. Pada botol obat batuk tertulis sehari 3 x 2 sendok teh. Apa

arti 3 x 1 atau 3 x 2 itu? Vitamin C 3 x 1 artinya dalam sehari vitamin C harus

diminum 3 kali, sekali minum 1 tablet.

Dengan perkataan lain dalam sehari banyaknya vitamin C yang harus

diminum adalah 3, yaitu 1 + 1 + 1. Sehingga 3 x 1 artinya 1 + 1 + 1. Obat batuk 3

x 2 sendok teh artinya dalam sehari obat batuk harus diminum 3 kali, sekali

minum 2 sendok teh. Dengan perkataan lain dalam sehari banyaknya obat batuk

yang harus diminum adalah 6 sendok teh, yaitu dari 2 + 2 + 2. Sehingga 3 x 2

artinya 2 + 2 + 2. Arti dari aturan pemakaian obat di atas sebenarnya sama

dengan arti perkalian dalam matematika.

3 x 1 atau 3 x 2 dapat diartikan 3 x 1 = 1 + 1 + 1


21

3x2=2+2+2

Bilangan-bilangan dalam tanda kotak dapat diganti dengan lambang sebarang

bilangan Asli, misalnya a. Sehingga bila diganti dengan huruf a, maka:

1 x a ditulis a

2 x a atau ditulis 2a , dan 2a = a + a

3 x a atau ditulis 3a , dan 3a = a + a + a

4 x a atau ditulis 4a, dan 4a = a + a + a + a,

dan seterusnya.

Perhatikan resep dokter obat batuk sehari 2 x 2 - sendok teh . Dalam

matematika, perkalian untuk bilangan yang sama, seperti2 x 2 itu dapat ditulis

22. .Apakah pada obat yang dibeli dengan resep dokter dapat ditulis 22?

Jawabannya tidak dapat. Mengapa? Coba jelaskan.

Selanjutnya pada matematika,

2 x 2 x 2 dapat ditulis 23.

2 x 2 x 2 x 2 x 2 dapat ditulis 25, dan seterusnya.

Penulisan itu berlaku juga untuk sebarang bilangan bulat misalkan a. Dengan

demikian berlaku hal berikut.

a4 = a x a x a x a

a5 = a x a x a x a x a , dan seterusnya.

Perhatikan lagi huruf a dalam 2a, 3a atau a2. Huruf a tersebut dinamakan

variabel, sedang 2a, 3a atau a2 disebut bentuk aljabar.

Contoh bentuk-bentuk aljabar dengan variabel a adalah


22

3a2 + a, -2a. Contoh bentuk-bentuk aljabar dengan variabel b adalah b2 + 4, 3b+

5 dan sebagainya. Contoh bentuk-bentuk aljabar dengan variabel a dan b adalah

b2 + a, 3b + 5a dan sebagainya.

b. Unsur - Unsur Aljabar

1. Variabel, Konstanta, dan Faktor

Perhatikan bentuk aljabar 5x + 3y + 8x 6y + 9. Pada bentuk aljabar

tersebut, huruf x dan y disebut variabel. Variabel adalah lambang pengganti suatu

bilangan yang belum diketahui nilainya dengan jelas. Variabel disebut juga

peubah. Variabel biasanya dilambangkan dengan huruf kecil a, b, c, ..., z.

Adapun bilangan 9 pada bentuk aljabar di atas disebut konstanta.

Konstanta adalah suku dari suatu bentuk aljabar yang berupa bilangan dan tidak

memuat variabel. Jika suatu bilangan a dapat diubah menjadi a = p X q dengan a,

p, q bilangan bulat, maka p dan q disebut faktor-faktor dari a.

Pada bentuk aljabar di atas, 5x dapat diuraikan sebagai 5x = 5 X x atau 5x

= 1 X 5x. Jadi, faktor-faktor dari 5x adalah 1, 5, x, dan 5x. Adapun yang

dimaksud koefisien adalah faktor konstanta dari suatu suku pada bentuk aljabar.

Perhatikan koefisien masing-masing suku pada bentuk aljabar 5x + 3y + 8x 6y +

9. Koefisien pada suku 5x adalah 5, pada suku 3y adalah 3, pada suku 8x adalah 8,

dan pada suku 6y adalah 6.

2. Suku Sejenis Dan Suku Tak Sejenis


23

a) Suku adalah variabel beserta koefisiennya atau konstanta pada bentuk

aljabar yang dipisahkan oleh operasi jumlah atau selisih.

Suku-suku sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-

masing variabel yang sama. Contoh: 5x dan 2x, 3a2 dan a2, y dan 4y, ...

Suku tak sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan pangkat dari masing-

masing variabel yang tidak sama. Contoh: 2x dan 3x2, y dan x3, 5x dan 2y, ..

b) Suku satu adalah bentuk aljabar yang tidak dihubungkan oleh operasi

jumlah atau selisih. Contoh: 3x, 2a2, 4xy, ...

c) Suku dua adalah bentuk aljabar yang dihubungkan oleh satu operasi

jumlah atau selisih. Contoh: 2x + 3, a2 4, 3x2 4x, ...

d) Suku tiga adalah bentuk aljabar yang dihubungkan oleh dua operasi

jumlah atau selisih. Contoh: 2x2 x + 1, 3x + y xy, ...

Bentuk aljabar yang mempunyai lebih dari dua suku disebut suku banyak.

Contoh 1.

Sederhanakan bentuk aljabar berikut.

a. 3x4 + 2x2 + x 2

b. x2 + 3y2

c. 6s3 + 2s2 3s2 + s 5

Penyelesaian:

a. Bentuk aljabar ini tidak dapat disederhanakan lagi, karena tidak

memiliki suku-suku sejenis.

b. Bentuk aljabar ini tidak dapat disederhanakan lagi, karena tidak

memiliki suku-suku sejenis.


24

c. 6s3 + 2s2 3s2 + s 5 = 6s3 + (2 3) s2 + s 5

= 6s3 + ( 1) s2 + s 5

= 6s3 s2 + s 5

Bentuk aljabar kadangkala menggunakan perkalian antara variabel

dengan lambang bilangan bulat. Sehingga untuk menyederhanakannya kita

menggunakan sifat distribusi perkalian terhadap penjumlahan atau terhadap

pengurangan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.

Contoh 3

Sederhanakan bentuk aljabar di bawah ini.

a. 2x + 4y + 5j

b. 4a 3b 5a+ 2b

Penyelesaian:

a. Bentuk aljabar ini tidak dapat disederhanakan lagi, karena tidak

memiliki suku-suku sejenis.

b. 4a 3b 5a+ 2b = 4a 5a 3b + 2b

= (4 5)a +(3 + 2)b

= ( 1)a +( 1)b

= a b

Soal Latihan.

Sederhanakan bentuk Aljabar di bawah ini!

1. 4x + 2y =............

2. 2x + 5y + 7z =...........

3. 6x2 + 4y2 =.........


25

4. 4a 3b 5a + 2b =..........

5. 3x 2y + 2x + 2y =............

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian

yang menggambarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi untuk

memperoleh data yang bersifat kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui

kesalahan konstruksi konsep peserta didik dalam memecahkan masalah nonrutin

pada materi aljabar kelas VII MTs Nurul Ikhlas Ambon.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian yaitu memberikan pertanyaan

kepada subjek penelitian atau sebagai instrumen utama.

3. Lokasi Penelitian

a. Lokasi penelitian

Lokasi penelian ini adalah MTs Nurul Ikhlas Ambon.

4. Sumber Data

sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini, terbagi menjadi dua

bagian yaitu sebagaimana berikut ini:

1. Data primer
26

Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini adalah menggunakan

tes dan wawancara yang akan dilakukan kepada peserta didik. Yang

menjadi subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII-A yang

berjumlah 6 subjek dari 13 peserta didik berdasarkan hasil tes dengan

nilai terendah.

2. Data sekunder

Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumen

tentang kesiswaan, ketenagaan, sarana dan prasarana dan lain

segabainya.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Tes dilakukan menggunakan perangkat tes yang telah dikembangkan.

Tes yang dimaksud untuk memperoleh subjek.

2. Wawancara, dimaksud untuk memperoleh informasi langsung dari

sumbernya. Teknik ini diguanakan untuk memperoleh data tentang

kesalahan konstruksi konsep peserta didik dalam memecahkan

masalah nonrutin pada materi aljabar.

3. Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat peneliti, yang dimaksud

untuk mencatat semua hal pada saat penelitian.

4. Dukumentasi berupa foto sebagai bukti penelitian.

6. Analisis Data

1. Mereduksi data
27

Reduksi data adalah kegiatan yang mengacu pada proses menyeleksi,

memfokuskan dan menyadarkan, mengabtrasikan dan mentransformasikan data

mentah yang tertulis pada catatan lapangan. Pada tahap ini dilakukan klarifikasi

data berdasarkan jawaban yang dibuat pada setiap soal, dilanjutkan dengan

menganalisis pada jawaban yang benar. Setelah itu mendengar alasan tentang apa

yang dibuat dan penyebabnya.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekelompok informasi/data yang

terorganisasi dan terkatagori dituliskan kembali, sehingga memungkinkan untuk

menarik kesimpulan dari data tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Setelah data terkumpul maka dilakukan penarikan kesimpulan yaitu

kegiatan merangkum data berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi

data dan penyajian data, selanjutnya data tersebut ditarik kesimpulan tentang

kesalahan konstruksi konsep peserta didik dalam memecahkan masalah Nonrutin.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Pengujian keabsahan temuan dilakukan dengan trimulasi data yaitu

pemeriksaan kabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu.30

8. Tahap-tahap Penelitian.

30
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan R & K, (Cet. VI; Bandung: Alfabeta, 2012),
hlm. 246
28

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Tahap persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

a. Meminta izin untuk melakukan penelitian di MTs Nurul Ikhlas

Ambon.

b. Membuat kesepakatan dengan guru mata pelajaran matematika

MTs Nurul Ikhlas Ambon mengenai kelas dan waktu yang akan

digunakan untuk penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

a. Pemberian tes kepada peserta didik kelas VII-A MTs Nurul

Ikhlas Ambon yang menjadi subjek penelitian. Sebelum peserta

didik melakukan tes, peneliti menyampaikan petunjuk

menyelesaikan soal.

b. Melakukan wawancara kepada peserta didik yang menjadi

subjek penelitian, peneliti melakukan wawancara untuk

menghasilkan data kualitatif mengenai kemampuan berpikir

reflektif.

3. Tahap analisis data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis sesuai dengan

teknik analisis data.

Anda mungkin juga menyukai