Anda di halaman 1dari 6

Nama : Sindi Pratiwi

Nim : 10536110819

Kelas : Matematika 2019 A

Tugas : 2

I. Judul jurnal :
Analisis Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Soal Pecahan Berdasarkan Kerangka
Kerja Asimilasi dan Akomodasi di MTsN 4 Kerinci.
Sumber masalah : Pemahaman konsep pembelajaran

Letak gap antara idealitas dan realitas :

 Miskonsepsi siswa sering terjadi pada salah satu materi matematika yakni pecahan.
Pecahan merupakan salah satu materi penting dalam pembelajaran matematika yang
termasuk ke dalam aspek bilangan. Pecahan merupakan konsep dasar dan merupakan
materi prasyarat untuk mempelajari dan memahami jenis bilangan yang lainnya
seperti bilangan riil dan bilangan kompleks. Konsep pecahan merupakan konsep
yang berbeda dengan konsep bilangan bulat karena pecahan merupakan bilangan
diantara dua bilangan bulat, hal ini menjadi salah satu penyebab sulitnya
mengajarkan pecahan baik di tingkat sekolah dasar, maupun sekolah menengah
(Kemendikbud, 2012).
 Untuk memahami konsep pecahan siswa, siswa perlu memiliki pemahaman yang
jelas tentang sifat pecahan. Siswa umumnya membangun pengetahuan tentang
pecahan dari pengetahuan yang ada. Jika pengetahuan yang ada terkontaminasi
dengan miskonsepsi konseptual, akan mempengaruhi pembelajaran siswa dimasa
depan terkait konsep tersebut (Alghazo & Alghazo, 2017). Siswa yang membawa
atau memiliki konsep awal yang kurang lengkap atau tidak sempurna ini dapat
mengalami kesalahan konsep atau miskonsepsi.

Identifikasi masalah :
Miskonsepsi dalam menyelesaikan soal matematika terutama pada materi pecahan
dapat menjadi masalah serius jika tidak segera diperbaiki. Sebab kesalahan satu konsep
dasar matematika saja dapat menuntun seorang siswa pada kesalahan yang terus menerus.
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa harus dihilangkan dan harus menjadi perhatian
khusus bagi guru serta siswa itu sendiri, Miskonsepsi pada konsep pecahan dapat
berakibat kesalahan konsep pada konsepsi matematika berikutnya. Apabila tidak segera
diatasi, siswa akan tetap mempertahankan konsep yang salah. Sebagai akibatnya, guru
mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mengubah atau
mengkoreksi konsep yang salah tersebut. Sehingga proses pembelajaran akan terganggu,
yang akan mengakibatkan menurunnya prestasi siswa dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan penulis di MTsN 4 Kerinci,
ditemukan siswa yang melakukan miskonsepsi ketika menyelesaikan soal matematika
materi pecahan. Siswa tidak dapat menjawab soal dengan benar karena siswa belum
memahami dengan baik faham konsep dasar matematika untuk materi pecahan.
Miskonsepsi ini terjadi akibat dari ketidakpahaman siswa terhadap konsep matematika
terutama konsep pecahan yang berakibat pada kesalahan dalam menyelesaikan soal.
Jawaban siswa menunjukkan bahwa ada konsep yang telah dikuasai namun tidak sesuai
dengan konsep baru yang diterima. Meskipun siswa telah mampu menjelaskan apa yang
mereka diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal, namun siswa masih tidak dapat
menjawab dengan benar soal yang diberikan.

II. Judul jurnal :


Pengaruh Bahan Ajar Berbasis Pemecahan Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis
Sumber masalah : pemecahan masalah matematis

Letak gap antara idealitas dan realitas :


 Pemecahan masalah merupakan proses dari pembelajaran sehingga peserta didik
mendapatkan pengalaman menggunakan ilmu yang sudah dikuasai (Hadi &
Radiyatul, 2014). Pemecahan masalah adalah fokus dari pembelajaran pada
matematika sekolah (Ali, Hukamdad, Akhter, & Khan, 2010; Caballero, Blanco,
& Guerro, 2011; Karatas & Baki, 2013). Oleh karena itu, sejak dini sudah
diajarkan kepada mahasiswa agar penting untuk mengembangkan kemampuan
dari pemecahan masalah
 Kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah matematika yaitu ketika tidak
mampu menyelesaikan masalah matematika ketika terdapat kesalahan. Dampak
negatif dari kesulitan belajar yaitu prestasi dari mahasiswa itu sendiri, jika
mahasiswa ingin mendapatkan prestasi yang baik maka perlakuan dan usaha
mahasiswa harus ditingkatkan lagi. Menurut Ixganda & Suwahyo (2015) gejala
kesulitan belajar mahasiswa yaitu prestasi yang menurun, tidak seimbang antara
hasil dengan usaha, lambat dalam mengerjakan tugas, kurang wajar dalam
sikapnya, tingkah laku yang tidak sopan kepada orang lain. Salah satu kesulitan
mahasiswa dalam mempelajari matematika yaitu peserta didik tidak bisa
menyelesaikan soal matematika, dengan soal pemecahan masalah merupakan tipe
soal yang sulit diselesaikan. Dengan mengetahui kesalahan penyelesaian
permasalahan matematika, maka dapat dicari kesulitan ketika belajar matematika.
Identifikasi masalah :
Dalam hal ini diperlukan kemampuan pemecahan masalah yang baik, setiap
mahasiswa mesti dilatih dan diajarkan agar dikehidupan sehari-hari mahasiswa bisa
menyelesaikan masalahnya. Kemampuan pemecahan masalah bagi siswa sangat berguna
tidak di pembelajaran saja, melainkan di kehidupan diluar sekolah juga bisa diterapkan
Kemampuan pemecahan masalah diartikan sebagai kemampuan yang ada pada diri pada
saat mencari dan memunculkan strategi yang kreatif untuk menemukan solusi dari
permasalahan yang ingin diselesaikan (Csapó & Funke, 2017). Pemecahan masalah
matematis adalah kemampuan kognitif yang dapat membantu siswa menyelesaikan
persoalan matematika dengan baik (Amam, 2017). Keterampilan yang harus mahasiswa
kuasai ketika akan memecahkan masalah matematika yaitu mengartikan soal,
menggunakan strategi, dan menyelesaikan operasi bilangan.

III. Judul jurnal :


Hubungan Kecemasan Matematika dan Digital Storytelling Terhadap Math Literacy Pada
Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Pembelajaran Matematika Pada Kelas Virtual
Sumber masalah : kecemasan matematika digital storytelling pada kelas virtual

Letak gap antara idealitas dan realitas :


 Kecemasan matematika merupakan keadaan psikologis yang berkaitan dengan
kepercayaan yang dialami seseorang dimana terdapat ketakutan, rasa ingin
menghindar, serta sangat mudah melupakan pembelajaran matematika dan
hilangnya kepercayaan diri saat melakukan pembelajaran matematika, ketika
seseorang tidak memiliki kepercayaan diri mereka akan menghindar dari segala
situasi yang berhubungan dengan matematika, dengan melarikan diri atau
menghindar dapat menyebabkan kepercayaan mereka bahwa mereka tidak mampu
atau tidak bisa dalam matematika semakin kuat
 Munculnya kecemasan matematika dapat berasal diri sendiri yaitu kurangnya
kepercayaan diri terhadap matematika atau memiliki pengalaman yang buruk dan
trauma dengan matematika, kurang efektif dan inovatifnya kegiatan belajar
mengajar dilaksanakan oleh guru serta suasana kegiatan belajar mengajar
matematika yang tercipta terlalu menegangkan juga menjadi salah satu faktor
munculnya kecemasan matematika pada siswa. Lingkungan yang memberikan
pengalaman negatif serta guru yang memberi pengalaman yang negatif,
rendahnya kepercayaan diri ketika sedang melakukan sesuatu yang berhubungan
matematika dan kurangnya kemampuan kognitif siswa pada matematika
merupakan faktor yang menyebabkan munculnya kecemasan matematika pada
siswa.
Identifikasi masalah :
Sejak menyebarnya covid-19 di Indonesia, muncul kebijakan pemerintah tentang
pembelajaran yang harus dilakukan secara online atau secara virtual. Kelas virtual
merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan media seperti video, yang dimana
pembelajaran tidak terikat oleh waktu dan tidak dilakukan secara tatap muka (Nabilah et
al., 2021). Dengan diberlakukannya pembelajaran kelas virtual membuat sebagian besar
pembelajaran dilakukan melalui video pembelajaran yang merupakan salah satu contoh
media dari digital storytelling. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya
kecemasan matematika pada siswa karena banyak faktor yang dapat menyebabkan
kecemasan matematika salah satunya lemahnya kemampuan kognitif siswa dalam
memecahkan permasalahan matematika yang berhubungan dengan math literacy.
Menurut (Kosiret, Indiyah, & Wijayanti, 2021), pemilihan model pembelajaran yang
sesuai akan membuat siswa menjadi aktif dalam mencari pengetahuan dan membangun
konsep dari materi sehingga tercipta pembelajaran matematika yang efektif. Salah satu
cara yang bisa dipakai untuk membuat suasana kegiatan belajar mengajar menjadi tidak
menakutkan serta menyenangkan adalah dengan menggunakan digital storytelling
sebagai model pembelajaran. Digital storytelling bisa diartikan sebagai suatu cara yang
dipakai untuk membuat pembelajaran lebih menarik melalui cerita dengan penerapan
teknologi berupa penampilan video, grafis atau audio dan lain-lain.

IV. Judul jurnal :


Proses Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Matematika Berdasarkan Masalah Open-
Ended pada Materi Bangun Datar
Sumber masalah : kemampuan berpikir kreatif

Letak gap antara idealitas dan realitas :


 Dilihat dari sisi proses berpikir kreatif merupakan respon siswa dalam
menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode sesuai. Pada penelitian ini,
proses berpikir kreatif diawali dari siswa mengetahui permasalahan, sampai
dengan mengkomunikasikan hasil idenya.
 Masalah open-ended merupakan permasalahan yang memiliki ragam jawaban
yang benar (Magelo, dkk, 2019). Kemudian Keh, dkk (2019) menyatakan bahwa
pembelajaran open-ended yaitu pembelajaran yang dimulai dari
mempresentasikan masalah open-ended, kemudiian memiliki tujuan untuk
memberikan pengalaman untuk siswa menemukan hal baru. Masalah open-ended
yaitu memiliki karakteristik seperti pertanyaan yang melibatkan informasi
matematis yang penting, menimbulkan respon bervariasi, memerlukan
komunikasi, diutarakan dengan jelas, dan menggunakan rubrik pensekoran.
Kemungkinan respon yang diberikan siswa banyak tetapi hanya merupakan satu
kategori. Kemudian resppon siswa dapat dikatakan baru jika respon tersebut unik,
tidak biasa, dan hanya dilakukan oleh beberapa siswa. Respon tersebut dikatakan
rinci apabila memiliki prosedur yang runtut, logis, dan jelas.

Identifikasi masalah :
Sebagian peneliti menggunakan soal berpikir kreatif seperti TTCT (Torrance Test
of Creative Thinking), CAMT (Creative Ability in Mathematical Test), dan alat ukur
lainnya. Sedangkan Getzel dan Jackson menggunakan soal yang mempunyai banyak
jawaban atau banyak cara penyelesaian (Silver, 1997). Krulik dan Rudnick (1995)
berpendapat bahwa masalah merupakan situasi yang membutuhkan pemikiran dari
pengetahuan yang dipelajari sebelumnya untuk menyelesaikannya. Sehingga, sesorang
perlu mencoba cara lain apabila cara pertama yang diambil belum menyelesaikan
masalah tersebut (Hudojo, 2005). Dengan demikian, sesuatu akan menjadi masalah bagi
sesorang apabila tidak dapat mengetahui secara langsung cara apa yang dapat digunakan
dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hudojo (2005) menyatakan syarat masalah jika
pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa harus dapat dimengerti oleh siswa, namun
pertanyaan tersebut harus merupakan tantangan bagi siswa untuk menjawabnya dan
pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab menggunakan prosedur rutin yang telah diketahui
siswa.

V. Judul jurnal :
Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Mahasiswa dalam Menyelesaikan Soal
Persamaan Diferensial Ditinjau dari Gaya Kognitif
Sumber masalah : pemahaman konsep dari gaya kognitif

Letak gap antara idealitas dan realitas :


 Mahasiswa memiliki kecenderungan gaya belajar yang sudah terbentuk dari cara
individu memahami sesuatu yang didapat dan cara berpikir yang konsisten setiap
waktu. Hal ini dapat dilihat dari gaya belajar mereka, terdapat mahasiswa yang
hanya membaca saja dapat langsung memahami konsepnya, ada mahasiswa yang
harus mengulang-ulang dengan latihan soal baru memahami konsepnya, selain itu
ada mahasiswa yang harus mencatat terlebih dahulu baru memahami konsepnya,
ada juga yang hanya mendengarkan saja dapat memahami konsepnya, hal ini
ditinjau dari segi gaya belajar. Gaya belajar mempengaruhi perbedaan diri
seseorang dalam segi menyusun, mengumpulkan informasi, mengolah informasi
dan pengalaman-pengalaman yang didapatkan untuk diterapkan. Perbedaan dalam
gaya belajar disebut dengan gaya kognitif.
 seseorang yang memiliki gaya kognitif field dependent dalam strategi belajar dan
pengembangan restrukur kognitif kurang independent sebaliknya dengan yang
memiliki gaya kognitif field independent cenderung lebih independent namun
dalam keterampilan komunikasi interpersonal field independent kurang
independent berbeda dengan yang field dependent cenderung lebih independent.

Identifikasi masalah :
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemampuan pemahaman
konsep mahasiswa dalam menyelesaikan soal persamaan diferensial ditinjau dari gaya
kognitif. Dengan adanya perbedaan gaya kognitif akan mempengaruhi perbedaan
pendapat dari masing- masing dalam menentukan benar atau salahnya jawaban
mahasiswa dalam menjawab soal persamaan diferensial sehingga munculnya perbedaan
cara berpikir dan perilaku mahasiswa. Penelitian juga menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman
konsep mahasiswa dalam menyelesaikan soal persamaan diferensial ditinjau dari gaya
kognitif. Data dikumpulkan melalui test dan wawancara. Instrument test berupa test gaya
kognitif dan test pemahaman konsep. Tes ini untuk mengelompokkan mahasiswa yang
memiliki gaya kognitif field dependent dan gaya kognitif field independent.

Anda mungkin juga menyukai