Baret Joiner Halenda merupakan metode untuk menghitung distribusi
ukuran pori berdasarkan model adsorben sebagai kumpulan pori yang berbentuk silindris. Teori perhitungan kondensasi kapilaritas pada pori menggunakan persamaan klasik Kelvin (Barret et al., 1951). Metode BJH hanya digunakan untuk menghitung distribusi ukuran pori pada karbon yang berukuran mesopore (Micromeritics Instrument Corporation). Metode BJH ini menggunakan asusmsi bahwa pori berbentuk silinder dimana terjadi adsorpsi multi layer dan berlaku persamaan Kelvin (kondensasi kapiler). Metode BJH menggunakan pendekatan bahwa adsorpsi dalam pori melalui mekanisme: 1. Pembentukan adsorbed layer pada dinding pori 2. Kondensasi adsorbat di dalam pori 3. Semua pori pada akhirnya terisi cairan Adsorpsi multilayer ini berlangsung pada alat sorptomer. Alat ini menjelaskan prinsip dari metode BJH bahwa adsorpsi gas N2 pada boiling point 77 K oleh meterial padatan berpori mengikuti mekanisme kondensasi kapilaritas. Tekanan dinaikkan secara bertahap hingga mencapai tekanan tertentu dimana P/Po < 1, kemudian menurunkan tekanan secara bertahap pula. Pada tiap-tiap tahapan tersebut, sistem dibiarkan mencapai kesetimbanagn dan volume gas yang teradsorpsi maupun terdesorpsi diukur hingga membentuk kurva isotherm adsorpsi. Pada P/Po < 0,3, adsorpsi gas N2 pada permukaan padatan akan membentuk lapisan monolayer. Jika P/Po dinaikkan akan terbentuk lapisan multilayer yang kemudian diikuti dengan terjadinya kondensasi kapiler, sedangkan ketika P/Po diturunkan lagi akan terjadi desorpsi yang paralel dengan evaporasi kapiler. Metode BJH diaplikasikan pada sampel karbon tanpa aktivasi dan karbon aktif dengan aktivasi microwave. Pada karbon tanpa aktivasi diperoleh hasil distribusi ukuran pori 18,156 (1,8156 nm). Sementara pada karbon aktif dengan aktivasi microwave diperoleh hasil distribusi ukuran pori 18,297 (1,8297 nm). Hasil pengukuran tersebut menenunjukkan bahwa ukuran pori pada sampel adalah micropore. Ditinjau dari hasil perhitungan distribusi pori menunjukkan bahwa sampel karbon aktif dapat menjerap molekul gas buang CO, HC, dan CO2 yang berukuran 0,113 nm, 0,4 nm, dan 0,116 nm. Namun metode BJH ini tidak dapat diterapkan pada perhitungan distribusi ukuran pori karbon aktif karena metode BJH ini digunakan pada karbon yang memiliki ukuran pori mesopore. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode BJH tidak sesuai dalam perhitungan distribusi ukuran pori pada sampel karbon tanpa aktivasi dan karbon teraktivasi microwave.
Saito Foley (SF)
Metode Saito Foley (SF) merupakan metode pengembangan dari metode Horvath Kawazoe (HK). Metode SF digunakan untuk perhitungan distribusi ukuran pori micropore. Metode SF ini menggunakan asumsi bahwa pori berbentuk silindris dan terdistribusi secara homogen. Hasil perhitungan distribusi ukuran pori menggunakan metode SF adalah sebesar 18,408 (1,8408 nm) untuk karbon tanpa aktivasi. Sedangkan pada karbon yang teraktivasi microwave diperoleh hasil perhitungan distribusi ukuran pori sebesar 2,261 (0,2261 nm). Hasil perhitungan distribusi ukuran pori menggunakan metode SF menunjukkan bahwa pori pada sampel karbon adalah micropore. Pada sampel karbon tanpa aktivasi diperoleh ukuran pori sebesar 1,8408 nm.Hasil tersebut menunjukkan bahwa karbon dapat menjerap molekul gas buang CO, HC, dan CO2 yang berukuran 0,113 nm, 0,4 nm, dan 0,116 nm. Sedangkan karbon aktif teraktivasi microwave hanya memiliki ukuran pori sebesar 0,2261 nm sehingga hanya bisa menjerap molekul gas CO dan CO2, sementara molekul gas HC masih banyak yang tidak terjerap. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode SF tidak dapat memenuhi perhitungan distribusi ukuran pori pada sampel karbon. Selain itu distribusi pori yang homogen menyebabakan efektivitas adsorbsi yang tidak maksimal. Dapat disimpulkan bahwa metode SF ini belum sesuai dalam perhitungan distribusi ukuran pori pada sampel karbon.