Anda di halaman 1dari 20

2012

www.jayamineral.com

By: Joko prasetyo

[EMAS SKALA MIKRO)]


Pengolahan emas skala mikro ditujukan khusus untuk masyarakat tambang Indonesia untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi secara maksimal dengan penggabungan teknologi modern
dengan teknologi tradisional
Teknik Pengolahan Emas
Skala Mikro

Disusun Oleh

www.jayamineral.com

1
Daftar Isi

I. Pendahuluan 2

II. Merkuri (Air Raksa) 3


A. Sifat-Sifat Kimia 3
B. Penggunaan Logam Merkuri 4
C. Bahaya Logam Merkuri 4
D. Pengobatan 5

III. Jenis-Jenis Batuan Emas dan Proses Refraktory 6


A. Jenis-Jenis Batuan Emas 6
B. Proses Refraktory 6

IV. Berbagai Teknik Ekstraksi Emas dari Batuan 8


A. Sifat-Sifat Kimia Logam 8
B. Teknik-Teknik Ekstraksi Emas 10
B1. Teknik Ekstraksi Sianidasi 10
B2. Teknik Ekstraksi Amalgamasi 12

V. Pengolahan Emas Skala Mikro : 14


Kombinasi Pengolahan Sistem Amalgamasi dan Kimia
A. Sistem Pengolahan Mikro ; Kombinasi Amalgamasi dan Kimia 14
B. Penanganan Limbah Cair 17

2
I. Pendahuluan

Pengolahan batuan emas menggunakan air raksa (logam merkuri) telah


dilakukan sejak 300 tahun yang lalu di Eropa dan Amerika Latin, beberapa saat
setelah penemuan logam merkuri secara besar-besaran di Spanyol. Sistem
pengolahan ini kemudian berkembang pesat di seluruh bagian dunia hingga
abad ke 19, sebelum ditemukannya teknik pengolahan sistem ekstraksi
pelarutan yang memiliki tingkat perolehan lebih tinggi dan ramah lingkungan.

Kemudahan cara dalam proses pengolahan menggunakan air raksa dan


peralatan yang relatif sederhana, mengakibatkan sistem pengolahan cara ini
sangat mudah dilakukan oleh siapa saja.

Ekstraksi emas dari batuan menggunakan amalgamasi mulai memiliki berbagai


kekurangan setelah ditemukannya berbagai sistem ekstraksi yang jauh lebih baik
dan efisien, dan jenis-jenis batuan yang diolah makin beragam.

Perusahaan-perusahaan penambang besar mulai meninggalkan sistem ini


setelah ditemukannya pengolahan sistem sianidasi. Sistem pengolahan
menggunakan air raksa memiliki berbagai kekurangan, salah satunya tingkat
perolehan logam yang sangat rendah. Pada berbagai jenis batuan, tingkat
perolehan logam sangat rendah, hanya 10%. Pengolahan yang dilakukan
berulang-ulang hanya mampu meningkatkan perolehan hingga maksimum 40%.

Akan tetapi disebabkan kemudahan dalam penerapan di lapangan dan tingkat


investasi yang relatif rendah menyebabkan sistem pengolahan air raksa masih
menjadi pilihan utama dalam pertambangan rakyat hingga saat ini.

Makin tumbuhnya pengolahan menggunakan sianida secara konvensional di


wilayah-wilayah pertambangan rakyat, yang umumnya memanfaatkan lumpur
yang berasal dari limbah pengolahan rakyat, mengakibatkan sistem pengolahan
menggunakan raksa mulai tak diminati. Disamping itu, keuntungan terbesar
justru diperoleh oleh pihak-pihak yang mengolah limbah, disebabkan sebagian
besar logam mulia yang terkandung dalam batuan justru masih tertinggal di
dalam lumpur itu sendiri.

Sebenarnya masih terbuka peluang untuk memperoleh hasil yang lebih tinggi
lagi dalam pengolahan sistem merkuri, yaitu dengan mengatasi berbagai
kekurangan-kekurangan yang terjadi melalui penggunaan bahan kimia sebagai
kombinasi untuk meningkatkan perolehan hingga 60-70%.

Ebook ini membahas dan mengupas berbagai kekurangan dalam pengolahan


sistem tromol (air raksa) dan kiat-kiat meningkatkan perolehan hasil, serta
perbaikan dalam pengolahan limbah cair.

3
II. Merkuri (Air Raksa)

A. Sifat-Sifat Kimia.

Merkuri, disebut juga quicksilver atau hydrargyrum, adalah logam berat berwarna
putih perak dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Phase normal cair, berat
jenis 13,53 gr / cm3, titik didih 356,70C dan elektronegatifitas 2,0 skala pauling.

Merkuri adalah satu-satunya logam yang cair pada kondisi normal. Merkuri
dihasilkan dari pengolahan batuan cinnabar (mercuric sulphide). Batuan merkuri
mengandung 0,1% hingga 2,5% merkuri. Logam ini ditemukan berupa metal
(sangat jarang) atau dalam bentuk cinnabar, corderoite, livingstonite, dan jenis-
jenis mineral lainnya.

Merkuri tidak bereaksi dengan kebanyakan asam lemah maupun encer. Merkuri
bereaksi dengan asam sulfat pekat, asam nitrat, dan air raja, membentuk garam
sulfat, nitrat dan klorida dari merkuri. Seperti halnya perak, merkuri bereaksi
dengan H2S dalam udara. Merkuri juga bereaksi dengan belerang bebas.

Logam merkuri membentuk amalgam dengan emas, perak, zinc, dsb. Amalgam
adalah paduan yang dibentuk melalui reaksi dari beberapa senyawa/logam
dengan merkuri. Hampir semua logam dapat membentuk amalgam dengan
merkuri, kecuali besi dan platina. Karena dengan besi tak terjadi amalgamasi,
maka besi digunakan sebagai wadah logam merkuri,terutama sebagai kemasan.
Logam-logam lain yang tak membentuk amalgam antara lain tantalum, tungsten,
dan platina.

Merkuri mudah bereaksi dengan aluminium membentuk amalgamasi aluminium-


merkuri, jika terjadi kontak antara kedua logam. Disaat amalgam kontak dengan
udara, aluminium teroksidasi hingga habis dan logam mekruri terkumpul kembali.

Sebenarnya logam emas dan perak bebas tak bereaksi secara kimiawi dengan
logam merkuri dalam membentuk amalgam. Peristiwa amalgamasi emas pada
hakikatnya dapat dikatakan sebagai logam terlarut dalam logam. Dalam hal ini
logam emas larut dalam larutan logam merkuri yang bersifat cair. Larutnya emas
dan perak dalam larutan logam merkuri menjadikan logam ini terbasahi oleh
logam merkuri. Logam-logam lainnya memiliki reaksi yang berbeda satu dan
lainnya terhadap merkuri.

4
B. Penggunaan Logam Merkuri

Merkuri utamanya digunakan untuk fabrikasi industri kimia dan peralatan


listrik/elektronik. Merkuri digunakan sebagai thermometer dan berbagai
instrument pengukur lainnya, lampu fluorescent, obat-obatan, kosmetik, bahan
pengolah emas dan perak, dsb.

Arus listrik yang mengalir melewati senyawa merkuri dalam tabung phosphor
menghasilkan gelombang pendek berwarna ultraviolet yang kemudian
menyebabkan phosphor berpendar dan bercahaya. Cahaya ultraviolet yang kuat
pada uap merkuri yang dialiri listrik merupakan alat yang sangat ampuh sebagai
pembunuh kuman.

Merkuri dan senyawanya juga digunakan sebagai obat-obatan, meskipun


penggunaannya makin berkurang dewasa ini disebabkan makin kritisnya
pengetahuan masyarakat akan bahaya merkuri. Merkuri dalam bentuk senyawa
seperti cinnabar, digunakan sebagai komponen obat-obatan tradisional China.

Element dari merkuri dan perak digunakan sebagai gigi palsu, mercurochrome
(obat merah) sebagai pengobat luka, dsb. Saat ini penggunaan senyawa merkuri
mulai dikurangi dan melalui pengawasan yang sangat ketat terhadap obat-
obatan.

Sebagai kosmetik,merkuri digunakan sebagai mascara, yaitu krim pemutih kulit.


Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan kanker kulit.

C. Bahaya Logam Merkuri

Garam merkuri, sangat beracun jika larut dalam air. Kehadiran garam ini dalam
air dapat diketahui, antara lain menggunakan logam tembaga.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Hg2+ + Cu Hg + Cu2+

Merkuri dan berbagai senyawanya secara umum sangat beracun dan harus
digunakan secara hati-hati. Logam ini dapat terhirup atau terserap ke dalam kulit
dan selaput lendir, oleh karena itu wadah merkuri harus ditutup rapat untuk
menghindari tertumpah atau penguapan. Pemanasan logam merkuri, atau
senyawa merkuri dapat menyebabkan penguraian yang biasanya terbawa udara
dalam bentuk uap merkuri. Bentuk merkuri yang sangat beracun adalah senyawa
organiknya, semacam dimetil-merkuri dan metal-merkuri. Cinnabar beracun jika
terhirup atau termakan debunya.

5
Sumber-sumber utama penyebab pencemaran merkuri adalah debu letusan
gunung berapi. Debu gunung berapi menyumbang hampir 50% dari pencemar.
Lebih dari 50% lainnya disumbang melalui kegiatan manusia. Pencemar
terbanyak adalah bersumber dari pembakaran batubara (65%), diikuti
pengolahan emas (11%), peleburan logam (6,8%), produksi semen (6,4%),
pembuangan limbah (3%), limbah dari produksi caustic soda (3%), sisanya dari
smelter besi dan pabrik baja serta limbah dari produksi merkuri dari batuan.

Dalam proses pengolahan batuan emas menggunakan merkuri, pencemaran


lingkungan terjadi baik melalui cairan maupun udara. Cairan tercemar merkuri
diakibatkan terjadinya proses kimia selama batuan diekstraksi oleh logam
merkuri dalam tromol/glundung. Selama proses ekstraksi ini, sebagian logam
merkuri terurai menjadi senyawa merkuri yang larut maupun tak larut.
Pencemaran melalui udara terjadi akibat penguapan logam merkuri pada saat
proses peleburan logam emas dan perak.

D. Pengobatan

Saat ini tersedia berbagai jenis obat keracunan merkuri, antara lain NAP (N-
asetil-D,L-penisilin, asam dimercaptosuccinic (DMSA), dan berbagai jenis obat
lainnya.

6
III. Jenis-Jenis Batuan Emas dan Proses Refraktory

A. Jenis-Jenis Batuan Emas

Logam emas dan perak yang ditemukan di alam memiliki berbagai jenis dan
ukuran, mulai dari logam kasar dan kasat mata, hingga logam berukuran halus
dan logam-logam yang berbentuk garam (senyawa).

Jenis logam kasar sangat mudah diolah, namun logam mulia jenis inipun sangat
sulit ditemukan di alam saat ini,disebabkan logam jenis ini telah dieksploitasi
sejak ribuan tahun yang lalu.

Jenis logam ukuran sedang dan halus masih cukup banyak ditemukan di alam,
baik dalam batuan maupun pasir. Batuan jenis ini dinamakan batuan emas jenis
aluvial Alluvium adalah struktur padatan yang rapuh, tak menyatu dalam bentuk
batuan solid, dan sangat labil. Sktruktur alluvial biasanya terdiri dari berbagai
material dan mineral, meliputi partikel halus silt (partikel yang memadat akibat
dari pengendapan dalam wadah air) dan clay (lumpur halus), dan partikel yang
lebih kasar berupa pasir dan butiran. Batuan alluvial biasanya mengandung
sejumlah emas dan platina dalam jumlah yang cukup tinggi.

Emas juga ditemukan dalam batuan logam dasar seperti tembaga, galena,
sphallerite,dsb. Emas jenis ini dapat diproses dengan cara yang berbeda dari
proses biasanya.

Emas juga ditemukan dalam bentuk senyawa logam dalam batuan calaverite,
sylvanite, nagyagite, petzite and krennerite. Akan tetapi emas jenis ini sangat
jarang ditemukan. Biasanya emas bersenyawa dengan logam tellurium dalam
bentuk garam AuTeS2.

Logam perak umumnya ditemukan dalam 2 jenis, yaitu ; jenis logam yang
merupakan logam paduan antara perak dan emas, serta senyawa logam perak
Argentit Ag2S. Jenis argentit memiliki persentase yang jauh lebih tinggi dibanding
jenis logam dalam batuan.

7
B. Proses Refraktory Emas

Batuan emas refraktory secara alami sangat sulit diekstrak menggunakan


proses-proses yang biasa. Jenis batuan ini memerlukan proses pembersihan
awal sebelum dilakukan proses ekstraksi. Emas jenis refraktory umumnya
mengandung mineral sulfida, karbonat, atau campuran kedua-duanya. Mineral
sulfida biasanya menjebak atau melingkupi emas halus sehingga tak tertembus
oleh proses ekstraksi biasa.

Dalam proses ekstraksi sianida, karbon yang ada dalam batuan emas dapat
menyerap larutan kompleks emas sianida dalam jumlah yang besar, seperti
halnya apa yang dilakukan oleh karbon aktif, sehingga perolehan logam yang
diinginkan menjadi turun akibat penyerapan yang dilakukan partikel karbon yang
sangat halus.

Proses pembersihan awal dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain ;
pemanggangan, bio-oksidasi, oksidasi tekanan udara, penggilingan yang sangat
halus.

Pemanggangan bertujuan mengoksidasi senyawa sulfida maupun karbonat


menggunakan oksigen (udara) pada temperatur yang tinggi. Bio-oksidasi adalah
proses oksidasi yang dilakukan dengan bantuan mikroorganisme, semacam
bakteri pemakan besi dan belerang (thiobacillius ferrooksidan) dsb. Oksidasi
tekanan udara dilakukan dengan cara menyuntikkan oksigen ke dalam larutan
disaat proses ekstraksi berlangsung. Penggilingan halus dilakukan untuk
memperoleh logam emas yang bebas (terlepas dari perangkapnya).

8
IV. Teknik Ekstraksi Emas dari Batuan

Emas dari batuan diekstrak dengan berbagai cara. Cara-cara yang digunakan
bergantung kepada jenis batuan tersebut dan ukuran partikel emas yang
terkandung dalam batuan.

Partikel emas kasar dapat diekstrak menggunakan sistem pendulangan, sistem


knellson, dsb. Partikel berukuran sedang dan agak halus diekstrak
menggunakan berbagai sistem, antara lain ; amalgamasi, flotasi, dan sistem
pelarutan. Partikel halus diekstrak menggunakan sistem pelarutan bahan kimia.

Partikel emas yang terdapat dalam batuan tembaga berjenis karbonat diekstrak
menggunakan pelarut thiosulfat untuk menghindarkan penyerapan dari
komponen karbonat dari batuan. Partikel emas yang terdapat pada batuan
galena diperoleh sebagai hasil sampingan (byproduct) dari pemurnian logam
timbal, dsb.

Umumnya emas yang terperangkap di batuan rata-rata berukuran halus dan


sebagian diantaranya mikroskopis, karenanya pada bagian ini pembahasan
selanjutnya dititikberatkan pada sistem ekstraksi amalgamasi dan pelarutan.

A. Sifat-Sifat Kimia Logam

Pengolahan batuan yang melibatkan proses hydrometallurgy umumnya


berhubungan erat dengan proses kimia. Proses kimia yang terjadi umumnya
berhubungan erat dengan reaksi reduksi oksidasi.

Oksidasi adalah lepasnya elektron suatu unsur, yang menyebabkan unsur


tersebut kelebihan muatan positif ; sebagai contoh, unsur logam besi (Fe).
Sebagai logam, besi bersifat netral. Saat terpapar udara, permukaan logam besi
teroksidasi menjadi karat, yang secara kimia terjadi perubahan dari logam
menjadi senyawa (garam) besi Fe 2O3. Peristiwa ini disebut oksidasi. Zat yang
bertindak mengoksidasi besi menjadi besi III Fe2O3 disebut oksidator (dalam hal
ini oksigen).

Reduksi adalah kebalikan dari oksidasi. Reduksi adalah peristiwa penarikan


suatu elektron ke dalam suatu senyawa atau molekul, sehingga kelebihan
muatan positif senyawa atau molekul tersebut makin berkurang,

9
SnCl4 + Fe SnCl2 + FeCl2 , atau

Sn4+ + 4Cl- + Fe Sn2+ + 2Cl- + Fe2+ + 2Cl-

Pada reaksi di atas, garam timah IV tereduksi menjadi timah II oleh kehadiran
logam besi di dalam larutan. Sedangkan besi teroksidasi oleh larutan timah IV
klorida menjadi besi II klorida. Pada peristiwa ini, logam besi bertindak sebagai
reduktor, dan logam timah sebagai oksidator.

Contoh lainnya adalah peristiwa tereduksinya larutan senyawa tembaga II sulfat


CuSO4 menjadi logam tembaga dengan kehadiran besi di dalam larutan, seperti
reaksi berikut ini ;

CuSO4 + Fe Cu + FeSO4, atau

Cu2+ + SO42- + Fe Cu + Fe2+ + SO42-

Pada reaksi di atas, logam besi mereduksi garam tembaga sulfat menjadi logam
tembaga, sedangkan garam tembaga mengoksidasi besi menjadi besi sulfat.

Peristiwa oksidasi reduksi suatu atau beberapa unsur ataupun molekul


menimbulkan tegangan listrik yang dapat diukur. Tegangan listrik yang timbul ini
disebut juga potensial elektroda. Berdasarkan hal ini, secara empiris terbukti
bahwa makin mulia suatu unsur maka makin tinggilah potensial elektrodanya.
Artinya, makin mulia suatu unsur maka makin sulit unsur tersebut teroksidasi,
dan makin mudah tereduksi dari bentuk senyawanya.

Dari hal diatas, disusunlah sebuah tabel potensial standar berbagai unsur logam,
dari mulai logam yang lebih reaktif (ditempatkan di bagian kiri) hingga logam
yang lebih mulia (di posisi sebelah kanan). Susunan ini disebut dengan istilah
deret elektrokimia atau secara popular disebut dengan istilah deret volta.

H Li K Ba Sr Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Cd Co Ni Sn Pb H Sb Bi Cu Hg Ag Pt Au

Dari susunan deret di atas, semakin ke kiri suatu logam maka akan semakin
reaktif logam tersebut, demikian juga sebaliknya. Logam yang makin reaktif akan
makin mudah melepaskan elektron, artinya logam tersebut merupakan reduktor
yang semakin kuat (semakin mudah teroksidasi).

Sebaliknya, semakin ke kanan kedudukan suatu logam dalam deret volta, maka
makin sulit logam tersebut melepas elektron dan logam makin kurang reaktif.
Menurunnya reaktifitas logam ini menjadikannya sebagai oksidator yang makin
kuat, dan makin mudah tereduksi.

10
Suatu logam besi akan mereduksi logam-logam yang berada di sebelah
kanannya. Sebaliknya, suatu garam tembaga akan mengoksidasi logam-logam
yang berada di sebelah kirinya. Suatu larutan tembaga dapat direduksi menjadi
logam tembaga dengan reduktor logam-logam di sebelah kirinya, seperti besi Fe,
Nikel Ni, seng Zn, Aluminium Al, Mangan Mn, dsb. Larutan logam emas dapat
direduksi menjadi logamnya oleh reduktor logam logam di sebelah kirinya.
Logam logam seperti perak, tembaga, besi, aluminium, timbal, raksa, sangat
mudah mereduksi, bahkan platina pun mampu mereduksi emas dan teroksidasi.

B. Teknik-Teknik Ekstraksi Emas

B1. Teknik Ekstraksi Sianidasi

Logam emas dapat diekstrak dari batuan menggunakan pelarut kimia. Ada
beberapa jenis pelarut emas, antara lain ; alkali sianida, asam thiourea, alkali
thiourea, thiosulfat, thiosianat, dsb.

Dalam hubungan dengan sistem tromol yang menggunakan wadah besi, maka
pelarut yang paling cocok digunakan adalah alkali sianida.

Perbandingan antara garam sianida dan tepung batuan adalah minimum 2


Kg NaCN : 1 ton batuan. Selama proses ini lumpur terus diaduk dengan
kecepatan konstan. Pemerian suntikan udara kedalam lumpur sangat membantu
terjadinya oksidasi logam emas dan perak, sehingga lebih memudahkan
pelarutan. Reaksi reaksi pelarutan sebagai berikut :

4 Au + 8 NaCN + O2 + 2 H2O 4 Na[Au(CN)2] + 4NaOH

4 Ag + 8 NaCN + O2 + 2 H2O 4 Na[Ag(CN)2] + 4NaOH

Ag2S + 4 NaCN 2 Na[Ag(CN)2] + Na2S

Pelarutan logam dengan sianida menghasilkan garam kompleks emas / perak


sianida. Oksidasi yang dilakukan udara terhadap lumpur disamping membantu
pelarutan logam juga berdampak negatif terhadap penurunan pH lumpur. Oleh
karena itu pengendalian perlu dilakukan secara kontinu dengan pengecekan
angka di pH meter. Disaat pH menurun maka harus segera ditambahkan NaOH /
CaOH kedalam lumpur untuk menaikan pH di angka 10,5. Tingkat pH lumpur
sangat perlu dikendalikan, disamping pengendalian suhu di kisaran 25 0C-270C.
pH dan suhu yang tak stabil akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan
reaksi dan pemborosan dalam penggunaan sianida.

11
Pengendalian pH dan Suhu

Tingkat pH perlu dikendalikan di kisaran 10,5 11. Penurunan pH berdampak


negatif terhadap berkurangnya sianida di dalam lumpur. Penurunan pH akan
meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam lumpur, yang membawa
konsekwensi terhadap terbentuknya hidrogen sianida HCN. Hidrogen sianida
sangat mudah mendidih dan menguap ; pada suhu 26 0C terjadi pendidihan yan
mengakibatkan sianida menguap.

Penguapan juga mengakibatkan munculnya bahaya penyebaran racun sianida


yang sangat berbahaya melalui udara. pH yang rendah juga mengakibatkan
tingginya pelarutan logam-logam yang tak diinginkan ; seperti besi, tembaga, dan
sebagainya. Pelarutan logam-logam ini, yang menghasilkan garam kompleks
besi tembaga dsb, berimplikasi kepada penurunan konsentrasi sianida bebas di
dalam lumpur. Untuk menurunkan konsentrasi ion hidrogen dalam lumpur
sekaligus menaikkan pH, maka dapat ditambahkan caustic soda atau kapur
mentah Ca(OH)2 ke dalam lumpur.

Bagaimana dengan kenaikan pH di atas 11 ? pH yang tinggi menyebabkan


sulitnya oksigen larut ke dalam lumpur. Menhadapi hal ini,perlu dilakukan
penurunan menuju angka 10,5 melalui pemberian hidrogen peroksida H 2O2.
Hidrogen peroksida yang larut akan menghasilkan oksigen di dalam lumpur
melalui proses penguraian menjadi air H 2O dan oksigen O2.

Suhu lumpur perlu diawasi di kisaran 25 270C. Memang benar, kenaikan suhu
lumpur akan memercepat terjadinya reaksi. Akan tetapi hal ini akan berdampak
pada resiko terjadinya penguapan sianida bebas dari lumpur. Oleh karena itu
perlu dicapai kompromi antara suhu yang moderat dan lamanya reaksi pelarutan.
Suhu yang moderat berkisar antara 25 270C.

Efek Penambahan Pb(NO3)2 (Proses Nitrox)

Batuan refraktory sangat sulit diekstrak dengan sianida tanpa bantuan senyawa-
senyawa larutan lainnya. Penambahan zat aditif seperti timbal nitrat Pb(NO3)2
sangat berguna membantu pelarutan logam. Ion nitrat (NO 3-) adalah oksidator
yang sangat kuat. Akan tetapi penambahan asam nitrat (HNO 3) tak diijinkan
karena akan menurunkan pH larutan dan menaikan konsentrasi ion hidrogen
(H+) dalam lumpur. Untuk mendapatkan ion NO 3- yang murah dapat dilakukan
dengan penambahan garam timbal nitrat Pb(NO3)2 ke dalam lumpur. Timbal
nitrat Pb(NO3)2 akan meningkatkan kecepatan pelarutan dan perolehan logam,
terutama yang berkaitan dengan batuan oksida. Penambahan Pb(NO3)2 ke
dalam lumpur juga secara signifikan akan meningkatkan perolehan logam mulia,
khususnya perak.

12
Efek Penambahan Oksigen

Oksigen merupakan zat yang sangat penting dalam proses pelarutan emas
menggunakan sianida, kekurangan zat ini dalam lumpur akan menurunkan
kecepatan pelarutan emas. Udara atau gas oksigen diinjeksikan ke dalam
lumpur menggunakan pompa kompresi udara atau mixer sentrifugal. Kompresi
oksigen menuju dasar reaktor menghasilkan gelembung-gelembung udara dari
dasar reaktor. Agar kelarutan oksigen menjadi tinggi dan merata, maka
gelembung udara tersebut disebarkan oleh mixer (agitator) ke seluruh bagian
lumpur di dalam reaktor. Kehadiran oksigen dalam lumpur dapat juga dilakukan
melalui penambahan larutan hidrogen peroksida H 2O2 ke dalam lumpur. Hidogen
peroksida yang masuk akan terurai menjadi air H 2O dan gas oksigen O2.
Pada beberapa batuan, terutama pada batuan sulfida, pemberian udara pada
lumpur (terutama pada saat pertama kali sianida diberikan) pada pH yang tinggi
dapat menekan logam-logam reaktif semacam besi dan belerang menjadi kurang
reaktif terhadap sianida, akibatnya adalah sianidasi emas menjadi lebih efisien
(penggunaan sianida makin hemat).

Oksidasi besi (pyrite) menjadi besi III oksida dan kemudian mengendap sebagai
besi III hidroksida akan mencegah kehilangan sianida (yang jika besi tak
teroksidasi dapat berubah menjadi garam kompleks alkali heksasianoferat).
Oksidasi senyawa belerang menjadi ion sulfat mencegah terjadinya penggunaan
sianida menjadi ion thiosianat (CNS-) sebagai hasil yang tak diinginkan.

B2. Teknik Ekstraksi Amalgamasi

Pada sistem ini, tromol berfungsi sebagai penggiling batuan yang akan diekstrak.
Tromol mengambil alih fungsi penghancuran (grinding) dan penghalusan (ball
mill).

Tromol (glundung) merupakan sebuah tabung besi yang ditutup kedua ujungnya
dengan plat besi. Pada dinding tabung diberi pintu yang dapat ditutup, yang
berfungsi sebagai lubang masuknya bahan batuan yang akan diekstrak
logamnya. Untuk menghancurkan dan menghaluskan batuan di dalam tabung
digunakan beberapa batangan silinder pejal yang terbuat dari besi.

Silinder tabung besi yang sudah dimuati dengan batuan selanjutnya diisi dengan
air agar penggilingan berlangsung dalam suasana cair. Untuk mengikat logam
digunakan air raksa (kwik) atau merkuri yang turut dimasukkan ke dalam tabung.
Sebelum penggilingan dimulai, pintu masuk tabung ditutup rapat-rapat agar
material maupun cairan tidak keluar dari tabung selama proses penggilingan dan
ekstraksi.

13
Proses penghancuran, penghalusan, dan ekstraksi dilakukan dengan cara
memutar (merotasi) tabung besi selama beberapa jam untuk memperoleh ukuran
partikel yang sangat halus. Masa penggilingan yang lebih lama akan menjadikan
perolehan logam yang lebih besar disebabkan makin banyaknya partikel logam
emas yang terliberasi (terbebaskan) dari partikel pengotor. Ukuran partikel yang
sangat baik adalah memiliki mesh 200 hingga 400 agar makin banyak partikel
emas yang terbebaskan.

Merkuri yang memiliki sifat dasar logam cair, dikarenakan merupakan logam
berat, maka selama proses penggilingan dan penghalusan batuan di dalam
tabung akan tetap berada di bagian dasar (bawah) akibat dari gaya gravitasi.

Logam emas dan perak yang telah bebas dan bersih dari kotoran selanjutnya
tertelan ke dalam larutan logam merkuri (logam terlarut dalam logam)
Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi, maka harus diperhitungkan beberapa
hal antara lain ; jumlah material batuan / tromol, volume air, dan berat air raksa.
Volume material sebaiknya tidakmelampaui seperempat bagian dari tromol.
Tujuannya agar proses penghalusan berlangsung optimal dan ukuran kehalusan
partikel terpenuhi.

Jumlah volume material dan air pun sebaiknya tidak lebih dari setengah volume
tromol, agar ketersediaan oksigen di dalam tromol tercukupi. Oksigen diperlukan
sebagai alat pengoksidasi batuan

14
V. Pengolahan Emas Skala Mikro : Kombinasi Pengolahan
Sistem Amalgamasi dan Kimia

A. Sistem Pengolahan Mikro ; Kombinasi Amalgamasi dan Kimia.

Pengolahan emas sistem amalgamasi memiliki berbagai kekurangan, terutama


berkaitan dengan batuan emas halus dan logam emas yang terperangkap dalam
batuan maupun senyawa sulfida dan karbonat.

Bagaimana tembaga dan timbal mampu larut dalam merkuri pada proses
pengolahan sistem tromol ?

Tembaga maupun timbal pada umumnya terdapat dalam bentuk senyawa logam
dalam batuan. Tembaga ditemukan berbentuk batuan basa dan asam,
sedangkan timbal umumnya berbentuk senyawa asam. Senyawa basa tembaga
antara lain Cu2(CO3)2(OH)2 yang disebut jenis senyawa malasit, dan tembaga
oksida CuO. Sedangkan dalam batuan asam berupa chalcopyrite CuFeS 2,
chalcosite CuS, dsb. Timbal umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa PbS
(timbale sulfida).

Batuan emas umumnya mengandung juga sebagian senyawa besi sulfida dan
berbagai logam-logam reaktif lainnya. Pada saat digiling dalam tromol, senyawa-
senyawa logam reaktif akan terbuka terhadap udara. Senyawa pyrite maupun
chalcopyrite dan chalcosite bereaksi dengan udara membentuk senyawa logam
yang baru.

Reaksinya sebagai berikut :

FeS2 + 3O2 FeSO4 + SO2

Gas SO2 ini lebih lanjut berubah menjadi H2SO4 (asam sulfat).

CuFeS2 + H2SO4 CuS + FeSO4 + H2S

Tembaga yang berubah menjadi tembaga sulfida lebih lanjut teroksidasi oleh
udara menjadi tembaga sulfat.

CuS + 2O2 CuSO4

15
Larutan tembaga sulfat ketika bersinggungan dengan logam besi tromol akan
mengendap menjadi tepung tembaga melalui reaksi redoks. Disebabkan
potensial elektroda tembaga lebih tinggi dibanding besi, maka logam besi akan
mereduksi larutan senyawa tembaga menjadi logamnya, sedangkan logam besi
akan teroksidasi menggantikan tembaga di dalam larutan.

CuSO4 + Fe Cu + FeSO4

Bubur tembaga yang terbentuk dalam proses ini selanjutnya akan membentuk
amalgam dengan cairan raksa. Ini menjelaskan mengapa dalam pengolahan
sistem tromol ditemukan logam tembaga pada saat peleburan. Proses
amalgamasi logam Pb pun sama seperti yang terjadi pada senyawa tembaga.

Bagaimana dengan logam perak ?


Perak yang teramalgamasi sebagian besar berasal dari paduan emas dan perak
dalam batuan, sedangkan senyawa perak (karbonat/oksida/sulfida) sebagian
besar masih berada dalam lumpur. Oleh karena itu hasil peleburan umumnya
memperoleh bullion emas berkadar tinggi, karena sebagian besar dari logam ini
belum terekstrak dari batuannya.Sistem amalgamasi biasa hanya mampu
menghasilkan sekitar 20% dari perak yang ada di batuan, sisanya masih
tersimpan di lumpur.

Pengolahan menggunakan air raksa masih dapat ditingkatkan perolehannya


dengan cara melakukan kombinasi dengan larutan kimia, dalam hal ini
menggunakan alkali sianida dan beberapa zat kimia lainnya.

Batuan hasil glundungan umumnya belum terlalu halus, sehingga sebagian dari
emas belum terliberalisasi (belum terbebaskan). Emas yang masih terikat
dengan unsur-unsur lain tentu saja tak terserap oleh logam raksa dan tertinggal
di lumpur limbah olahan. Sedangkan perak, sebagian besarnya masih di batuan
karena sifatnya masih berupa senyawa yang tak teramalgamasi oleh logam
raksa.

Untuk memisahkan logam emas dari berbagai pengikat dan pelindungnya (agar
kemudian terserap oleh raksa), maka dilakukan langkah-langkah refractory dan
pelarutan. Refraktori bertujuan membuka selubung logam emas, agar mampu
terserap oleh merkuri.Refraktori menggunakan kombinasi udara di dalam
glundung dan senyawa garam timbal nitrat.

Ekstraksi logam perak menggunakan sistem pelarutan oleh sianida dan


pengendapan kembali oleh logam-logam reaktif yang berada di dalam glundung.
Hasil endapan yang berupa tepung perak kemudian mampu terserap oleh logam
raksa dan membentuk amalgamasi.

16
Langkah Langkah Kerja.

1. Penentuan takaran alkali sianida.


Dalam proses sianida, takaran alkali sianida minimum adalah 2 kg / ton
batuan. Jumlah sianida ini tentu saja akan melarutkan sebagian besar
logam-logam emas dari batuan. Pada proses tromol, tidak begitu perlu
melarutkan logam emas dan kemudian mengendapkan kembali secara
alami di dalam glundung. Proses sianida dalam tromol sebaiknya
dilakukan hanya untuk membersihkan emas dari berbagai logam-logam
pengikat lainnya, agar kemudian mampu terserap oleh merkuri. Untuk hal
ini,maka penggunaan sianida harus dikurangi dari takaran optimalnya,
menjadi sekitar 50%, atau 1 kg/ ton batuan ( 10 kg batuan : 10 gram
sianida).

2. Takaran Pb(NO3)2
Pb(NO3)2 berfungsi sebagai oksidator logam, agar perolehan ekstraksi
logam meningkat dari biasanya. Jumlah timbal nitrat juga berhubungan
secara signifikan dengan tingkat perolehan logam perak. Takaran yang
tepat untuk timbal nitrat adalah sekitar 2kg / ton batuan, atau 10 kg
batuan : 20 gram Pb(NO3)2.

3. Caustic Soda (NaOH).


Caustic soda berfungsi menahan pH lumpur tetap tinggi di suana basa.
Takaran yang tepat untuk caustic soda dalam proses tromol adalah
sekitar 800 / 1 ton batuan, atau 10 kg batuan : 10 gram caustic soda.

4. Ketiga zat kimia di atas dimasukkan secara bersamaan dengan batuan ke


dalam glundung, tentu saja ukurannya harus sesuai dengan perbandingan
berat masing masing terhadap berat batuan. Volume batuan sebaiknya
tidak boleh melebihi seperempat volume glundung, agar didapatkan ruang
yang cukup untuk udara di dalam glundung. Untuk 15 kg batuan ; jumlah
sianida sebanyak 15 gram, timbal nitrat 30 gram, caustic soda 15 gram.

5. Tambahkan air ke dalam glundung hingga volume total air dan batuan
sekitar kurang dari setengah volume glundung.

6. Masukkan logam raksa secukupnya ke dalam glundung. Lebih baik sedikit


berlebih daripada kurang.

7. Kemudian tutup rapat rapat pintu masuk tromol, dan lakukan


penggilingan sekitar 3 jam.

17
8. Setelah 3 jam, proses penggilingan dihentikan sementara. Buka kembali
pintu masing masing tromol, biarkan udara berganti sekitar 10 menit
(hati hati terhadap kemungkinan uap sianida bebas, sebaiknya tidak
berlama lama berada di ruangan mesin tromol). Perlu dilakukan
penggantian udara di dalam tromol, agar oksigen yang telah berkurang
dapat ditambahkan kembali.

9. Tutup kembali masing masing pintu tromol, dan lakukan penggilingan


kembali sekitar 2 jam atau lebih hingga selesai.

Pada proses kombinasi ini, akan diperoleh peningkatan yang signifikan terhadap
perolehan logam emas dan perak. Efek sampingnya adalah meningkatnya juga
kemungkinan jumlah tembaga yang teramalgamasi. Tembaga dapat dihilangkan
dari bullion dengan cara dibersihkan pada saat peleburan menggunakan borax
(pijar).

B. Penanganan Limbah Cair.

Ada kemungkinan masih terdapat alkali sianida bebas dalam limbah cair, atau
senyawa-senyawa kompleks logam lainnya yang sangat beracun.

Penanganan limbah cair sangat diperlukan dengan beberapa metode:

1. Gunakan filter pada kolam limbah untuk memisahkan padatan dan cairan
dimana cairan limbah hasil filtering ditampung pada bak khusus untuk
kemudian air yang sudah terpisah dari padatan digunakan kembali pada
proses selanjutnya (direct)
2. Cara kedua apabila ingin membuang limbah cair ke lingkungan maka
Limbah cair harus dinetralkan terlebih dahulu sebelum dilakukan
pembuangan. Langkahnya adalah penetralan oleh garam besi III ( ferri
sulfat atau ferri klorida) yang diaduk ke dalam lumpur. Selanjutnya
dilakukan penambahan hdrogen peroksida H2O2 untuk menetralkan
senyawa senyawa yang lebih reaktif lainnya. Setelah proses ini, maka
lumpur telah aman untuk dibuang (sebaiknya lakukan test terlebih dahulu
dengan media kolam ikan).

Menurut kami untuk mewujudkan lingkungan yang tidak tercemar limbah B3 atau
limbah beracun/logam berat pilihan nomor 1 yaitu menggunakan sistem direct
adalah cara termudah dan termurah karena tidak memerlukan bahan kimia
tambahan, namun pilihan tergantung pada anda sebagai pelaku pertambangan.

18
semoga karya kecil kami ini dapat menjadi kontribusi dan bermanfaat bagi
pembaca dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan edukasi khususnya
masyarakat indonesia. Dan kami berharap masukan masukan agar ebook ini
menjadi sumber informasi komprehensif dalam pengolahan emas secara
tradisional.

Sampai jumpa di edisi pengolahan batuan mineral lainya...

Salam sukses

Joko prasetyo

19

Anda mungkin juga menyukai