Anda di halaman 1dari 5

HabaOra F. 2017.

Analisis Masalah Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) di Kota


Kupang [Opini]. Ayananews.com, 18 Juli 2017.
Analisis Masalah Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) di Kota Kupang
Oleh: Fellyanus HabaOra
(Direktur Jeriko Center Kupang)
Pendahuluan
Masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Kupang sampai saat ini belum
terselesaikan dengan hal over kapasitas rombongan belajar, intervensi kelulusan, dan tuntutan
subjektivitas orangtua peserta didik. Over kapasitas dimaksud adalah daya tampung siswa
yang melebihi kapasitas gedung. Kemudian intervensi kelulusan berhubungan dengan adanya
kolusi dan nepotisme dari penguasa, politisi, dan pemegang otoritas dalam penerimaan
peserta didik di sekolah tertentu. Sedangkan subjektivitas orangtua erat terhadap sikap
pembedaan sekolah favorit, unggul, dan berprestasi. Masalah PPDB umumnya hanya terjadi
di sekolah-sekolah berstatus negeri.
Artikel ini mencoba menganalisis fenomena PPDB di Kota Kupang dan manfaatnya
adalah kajian reflektif terhadap rekomendasi kebijakan pemerintah daerah yang diuraikan
secara deskriptif kualitatif.
Over Kapasitas (Daya Tampung)
Daya tampung (carrying capacity) lembaga pendidikan hanya dipengaruhi oleh tiga
hal, yakni: laju perkembangan penduduk, jumlah lembaga pendidikan, dan ketersediaan
pendidik. Pemerintah Kota Kupang (Pemkot Kupang) dalam penyusunan program pendidikan
tampak belum mempertimbangkan hal tersebut, sehingga PPDB setiap tahun selalu
bermasalah.
Data BPS Kota Kupang mencatat bahwa rataan laju perkembangan penduduk anak usia
sekolah dasar/sederajat sebesar 14,65% per tahun; untuk anak usia sekolah menengah
pertama/sederajat sebesar 6,30% per tahun; dan untuk anak usia sekolah menengah
atas/sederajat sebanyak 5,58% per tahun. Berdasarkan data ini maka setiap peningkatan usia
anak didik dari jenjang SD ke SMP terjadi over kapasitas 8,35% per tahun dan dari jenjang
SMP ke SMA terjadi over kapasitas murid sebanyak 0,72% per tahun.
Sementara itu, sesuai data Dinas Pendidikan Kota Kupang 2014/2015 jumlah sekolah
(negeri dan swasta), maka jenjang SD tersedia 138 sekolah, jenjang SMP tersedia 56 sekolah,
jenjang SMA tersedia 38 sekolah, dan jenjang SMK tersedia 23 lembaga sekolah. Rataan
kapasitas tampung setiap sekolah saat PPDB pada rataan 54 siswa/sekolah untuk SD, 122
siswa/sekolah untuk SMP, dan 117 siswa/sekolah untuk SMA/SMK. Hal ini menyebabkan
saat migrasi dari jenjang SD ke SMP maka terjadi over kapasitas rataan 620 siswa per total
SMP tersedia, kemudian dari jenjang SMP ke jenjang SMA terjadi over kapasitas sebanyak
2386 siswa per total SMA tersedia, atau dari SMP ke SMK terjadi over kapasitas sebanyak
4141 siswa per total sekolah tersedia. Kapasitas tampung total jumlah sekolah tersedia saja
over kapasitas, bagaimana jika orientasi hanya pada sekolah negeri favorit, dipastikan akan
ricuh. Hal ini juga signifikan terhadap catabelece (kolusi dan nepotisme) dari penguasa
semakin tinggi.
Selain itu, berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Kupang bahwa jumlah guru
SD/Sederajat sebanyak 2719 orang (1469 orang PNS dan 1250 Honorer); guru
SMP/Sederajat sebanyak 1536 orang (943 orang PNS dan 593 Honorer); guru SMA/Sederajat

Tersedia di: http://www.ayananews.com/2017/07/18/analisis-masalah-penerimaan-perserta-


didik-baru-ppdb-di-kota-kupang/
HabaOra F. 2017. Analisis Masalah Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) di Kota
Kupang [Opini]. Ayananews.com, 18 Juli 2017.
1237 orang (750 orang PNS dan 487 Honorer); dan guru SMK sebanyak 924 orang (430
orang PNS dan 494 Honorer). Kemudian rataan jumlah siswa per sekolah sesuai data Statistik
Kota Kupang dimana jumlah murid pada jenjang SD rataan 325 siswa per sekolah; jenjang
SMP rataan 367 siswa per sekolah; jenjang SMA rataan 351 siswa per sekolah; dan jenjang
SMK rataan 355 per sekolah maka jumlah keseluruhan siswa berdasarkan jenjang pendidikan
adalah 44850 siswa untuk jenjang SD, 20552 siswa untuk jenjang SMP, 13338 siswa untuk
jenjang SMA, dan 8165 siswa untuk jenjang SMK. Jika disandingkan dengan jumlah guru
tersedia maka rasio guru terhadap siswa adalah 1:17 untuk jenjang SD, 1:13 untuk jenjang
SMP, 1:11 untuk SMA, dan 1:9 untuk jenjang SMK. Sesuai Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen serta turunannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 tentang guru menyatakan bahwa rasio guru dengan siswa yang ideal adalah
1:20 untuk jenjang SD, SMP dan SMA. Sedangkan untuk jenjang SMK adalah 1:15.
Berdasarkan informasi data rasio guru diatas diketahui bahwa ketersediaan guru di Kota
Kupang terjadi kelebihan atau penumpukan (over stoking). Kelebihan guru ini menyebabkan
setiap guru tidak mampu untuk memenuhi kewajiban mengajar selama 24 jam tatap muka
dalam seminggu. Kekurangan jam mengajar ini berpengaruh terhadap nilai sertifikasi yang
tidak dapat diperoleh, maka para guru pun mencari waktu luang mengajar pada sekolah lain.
Anak didik yang seharusnya menjadi fokus pembinaan menjadi terserak kemana-mana.
Akibatnya kualitas didikan pun menurun. Selain itu, untuk menuntaskan kebutuhan jam
mengajar para guru maka sekolah berinisiatif untuk menambah rombongan belajar, yang saat
ini dikenal dengan istilah sekolah pagi dan sekolah siang. Kecerobohan pengaturan
pendidikan inilah penyebab anak Kota Kupang kalah bersaing secara nasional. Bahkan buruk
lagi, anak didik Kota Kupang harus kalas bersaing lomba akademik dengan daerah kabupaten
se-provinsi NTT seperti Sabu, Malaka, dan Belu yang hanya kabupaten Pemekaran berlaga di
kanca nasional.
Kongkalikong/Intervensi
Kota Kupang tampak sangat rawan akan intervensi/kongkalikong penguasa terhadap
PPDB. Penguasa dimaksud adalah pejabat Dinas Pendidikan maupun instansi lain, para
politisi, dan struktural kepala wilayah. Paling rawan kolusi dan nepotisme adalah politisi.
Pantauan penulis, saat ini banyak politisi menjadi tumpuan masyarakat Kota Kupang agar
bisa diloloskan pada sekolah tertentu berdasarkan titipan DPRD. Politisi menjadi terjebak
karena kebutuhan suara di pemilu nanti, sehingga peran mereka ibarat buah simalakama,
mundur kena, maju kena.
Meskipun adanya lembaga-lembaga pemantau seperti Komisi Ombudsman Nasional
Perwakilan NTT (KON NTT), aktivitas LSM (GEMA dan PIAR NTT, Bengkel APPEK,
FPAR, RUMAH ASPIRASI JERIKO, dan DEWAN PENDIDIKAN KOTA KUPANG tidak
menjamin intervensi penguasa tereliminasi. Demikian juga diterbitkan Permendikbud 17
Tahun 2017 Tentang PPDB sebagai rujukan Juknis dan Juklak PPDB bahkan Perda di
daerah-daerah maka semakin tinggi intervensi itu terjadi dengan cara lebih tersembunyi.
Alasannya sederhana, lembaga pemantau tidak memiliki peran pelaksana, kemudian perda
adalah hasil politik, dan juklak-juknis adalah produk reaktif sedangkan masalah tergantung
dinamika.

Tersedia di: http://www.ayananews.com/2017/07/18/analisis-masalah-penerimaan-perserta-


didik-baru-ppdb-di-kota-kupang/
HabaOra F. 2017. Analisis Masalah Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) di Kota
Kupang [Opini]. Ayananews.com, 18 Juli 2017.
Sebagai contoh kurun waktu 2009-2014 beberapa sekolah favorit menerima siswa
hanya berdasarkan peringkat, namun karena tuntutan DPRD Kota Kupang kepada pelaksana
PPDB untuk tetap menerima anak wilayah sekitar dan beberapa indikasi titipan sponsor maka
terjadi pembengkakan penerimaan siswa pada sekolah tertentu tersebut yang disiasati
menambah rombongan belajar, akhirnya sekolah negeri semakin menurun kualitas
pendidikannya dan swasta pun meningkat tajam kualitas pendidikannya. Sampai saat ini pun
PPDB masih terlihat sarat intervensi para politisi.
Masalah Subjektivitas Orangtua
Data Research of Development (RoD) menyatakan bahwa perilaku hidup orang
perkotaan di Propinsi NTT, sebesar 90% adalah konsumtif. Konsumtif dalam berbagai
literatur penelitian berkorelasi terhadap orientasi subjektivitas wibawa, kebanggaan atau ingin
dipuja (artistik). Dengan demikian benarlah simponi kata, orangtua mana yang tidak bangga
jika anaknya terdaftar pada sekolah favorit, sehingga para orangtua akan menghalalkan
segala cara agar anak mereka terrekrut pada sekolah dimaksud. Bahkan ada indikasi berani
membayar (menyuap) beberapa kepala sekolah agar subjektivitas ini terpenuhi.
Subjektivitas artistik orangtua ini sebenarnya embrio dari kriminal siswa, seks bebas,
mabuk-mabukan, narkotika, dan utama penyebab penurunan kualitas pendidikan di Kota
Kupang. Sebagai contoh, hasil subjektivitas orangtua ini memunculkan sekolah siang dan
sore melalui penambahan rombongan belajar, pengaturan jam belajar dan mengajar yang
tidak teratur, kemampuan guru dalam mengajarkan mulai menurun di atas jam 12 siang yang
menyebabkan interaksi siswa-guru menurun pula, bahkan ada guru yang hanya menyuruh
siswa mencatat atau mengerjakan tugas, sedangkan guru memilih untuk pulang atau
beristirahat. Demikian juga, usai pelajaran sudah sore hari dan sering digunakan untuk
berpacaran sebagai pemicu seks bebas. Kurangnya pengawasan sekolah pada transisi kelas
pagi dan siang pemicu bolos karena eforia anak gaul. Ironis, DPRD Kota Kupang dan DPRD
NTT maupun Pemkot Kupang dan Pemprov NTT selalu terjebak dengan sikap subjektivitas
orang tua, ketika datang mengadu. Artikel ini bukan berarti penulis mengkritisi sikap
orangtua yang dalam waktu lalu menyerbu DPRD Kota Kupang karena anak mereka tidak
dinyatakan lulus PPDB. Substansi artikel ini sangat berbeda dengan kejadian tersebut.
Analisis Strategi Mengatasi PPDB di Kota Kupang
Pemerintah, Pemerintah Provinsi NTT, Pemerintah Kota Kupang, beserta mitra kerja
DPRD baik provinsi maupun kota telah melakukan beberapa strategi untuk mengatasi
masalah PPDB, seperti penambahan rombongan belajar, PPDB berbasis Permendikbud 17
Tahun 2017 dimana 90% siswa harus berasal dari zona wilayah sekitar dan 5% saja dari zona
wilayah lain, sampai pada penerimaan berbasis online SIAP PPDB SD-SMP-SMA tanpa
mempertimbangkan value (nilai) indikator keberhasilan dari program tersebut. Sejauhmana
strategi tersebut dapat diukur keberhasilannya terkesan abstrak.
Strategi berdasarkan penambahan rombongan belajar, akibatnya seperti yang telah
diuraikan pada subtitle masalah PPDB di atas. Strategi berbasis Permendikbud No.17/2017
sesuai zona, jelas mengkangkangi konstitusi negara bahwa setiap anak berhak mendapatkan
pendidikan yang layak dimana saja. Kemudian PPDB berbasis online, apakah dijamin tidak

Tersedia di: http://www.ayananews.com/2017/07/18/analisis-masalah-penerimaan-perserta-


didik-baru-ppdb-di-kota-kupang/
HabaOra F. 2017. Analisis Masalah Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) di Kota
Kupang [Opini]. Ayananews.com, 18 Juli 2017.
akan terjadi KKN maupun suap menyuap, apalagi peran lembaga pemantau terbatas
aksesnya.
Penulis pada prinsipnya setuju saja dengan strategi yang telah dilakukan namun perlu
diketahui bahwa setiap aplikasi strategi harus memutus mata rantai masalah PPDB itu sendiri
seperti over daya tampung, intervensi PPDB, dan menghilangkan subjektivitas orangtua itu
sendiri, karena letak masalahnya hanya pada situasi tersebut.
Berdasarkan analisis yang telah dikemukakan maka disarankan beberapa rekomendasi
proses PPDB pada jenjang SMP-SMA/SMK, antara lain: (1) perketat kuota seleksi (PKS).
Setiap sekolah negeri, PPDB wajib tidak berbasis zona namun berdasarkan peringkat kuota.
Artinya, perlu penetapan rombongan belajar PPDB berdasarkan peringkat tertinggi seleksi,
terutama jenjang SMP, SMA dan SMK karena jenjang SD relatif tidak bermasalah terhadap
PPDB. Seleksi sangat berguna dalam menjaring bibit didik berkualitas dan kompetitif
pendidikan. Sistem seleksi akan membatasi ruang terjadinya over daya tampung siswa karena
terintegrasi sistem kuota. Jika terdapat sekolah tertentu melebihi kuota meskipun hanya 1
siswa maka siswa tersebut tidak akan diterima. Kondisi ini perlu ketegasan dari pemerintah.
Seleksi ini juga berpengaruh terhadap keleluasan pemerintah dalam pemerataan tenaga
pendidik sehingga tidak terjadi penumpukan pada satu sekolah tertentu saja. PKS membantu
dalam mengeliminasi diskriminasi antara kaya-miskin, pribumi-perantau, dan lain sebagainya
karena semua memiliki kesempatan yang sama.
(2) seleksi berbasis digitalisasi, dimana PPDB dilakukan secara komputerisasi seperti
dilakukan pada ujian CPNS berbasis CAT. Era saat ini adalah digitalisasi sehingga
pengenalan sejak dini pada jenjang SMP-SMA/SMK diperlukan agar dikemudian hari tidak
menjadi gagap teknologi. Sistem ini mengatur test gugur bagi yang tidak memenuhi kriteria.
Bagi peserta yang dinyatakan tidak lulus, dapat mendaftar pada sekolah-sekolah swasta,
namun eksistensi dari sekolah swasta juga harus ada intervensi dari pemerintah pula. Sistem
ini sebenarnya memacu adanya sinkronisasi lembaga pendidikan negeri karena berorientasi
pada sistem seleksi quota.
(3) pembentukan dewan pengawas PPDB daerah. Dewan ini dapat terdiri atas berbagai
unsur, seperti dari kalangan aktivis, DPRD, Dinas Pendidikan kabupaten/provinsi, wartawan,
dan lain sebagainya. Mereka hanya bertugas dalam mengawasi jalannya proses seleksi PPDB
karena seleksi sudah berbasis digitalisasi memakai sistem gugur. Penyusunan soal dapat
dibentuk panitia memakai sistem acak dengan jumlah nomor test yang ditentukan. Misalkan
50 nomor yang ditest, tetapi disusun 1000 soal dan sistem akan mengacak soal tersebut
sehingga setiap peserta dimungkinkan mendapatkan soal yang saling berbeda. Sistem ini akan
memacu orang tua siswa memantau siswa terus belajar agar dapat lolos pada seleksi PPDB.
Dengan sendirinya, subjektivitas orangtua akan tereliminasi menjadi didikan pembelajaran di
rumah. Hal ini dapat memacu anak dan orangtua terus memperhatikan kemampuan dan
kemajuan pendidikan anak siswa. Bahkan kongkalikong/intervensi penguasa dapat
tertiadakan.
Penutup
PPDB di Kota Kupang selalu bermasalah setiap tahun. Ini disebabkan dasar
penyusunan mekanisme PPDB tidak mempertimbangkan laju perkembangan usia sekolah
anak siswa setiap tahun, jumlah lembaga pendidikan, dan ketersediaan tenaga pendidik.

Tersedia di: http://www.ayananews.com/2017/07/18/analisis-masalah-penerimaan-perserta-


didik-baru-ppdb-di-kota-kupang/
HabaOra F. 2017. Analisis Masalah Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) di Kota
Kupang [Opini]. Ayananews.com, 18 Juli 2017.
Kondisi inilah pemicu terjadinya over kapasitas (daya tampung) pada beberapa sekolah
negeri. Selain itu, persoalan dipicu oleh adanya kongkalikong/intervensi penguasa terhadap
proses PPDB sebagai bagian politisasi menuju pemilu. Faktor subjektivitas orangtua pun
sebagai pemicu masalah PPDB.
Strategi yang perlu dilakukan adalah seleksi yang signifikan terhadap peningkatan
kualitas pendidikan, pemerataan siswa didik dengan guru, dan membantu adanya sinkronisasi
kualitas pendidikan diberbagai sekolah. Sekiranya analisis ini dapat dimaknai sebagai bentuk
saran dari publik yang perlu dicermati. Semoga.

Tersedia di: http://www.ayananews.com/2017/07/18/analisis-masalah-penerimaan-perserta-


didik-baru-ppdb-di-kota-kupang/

Anda mungkin juga menyukai