Anda di halaman 1dari 12

DC Shock

Obed Yosia*, Donni Indra Kusuma **

ABSTRACT

Delivery of direct current (DC) shocks to the heart has long been used successfully to convert
abnormal heart rhythms back to normal sinus rhythm. In 1775, Abildgaard reported using
electricity to both induce and revive a hen from lifelessness.
Transient delivery of electrical current causes a momentary depolarization of most cardiac cells
allowing the sinus node to resume normal pacemaker activity. In the presence of ventricular
Fibrilation (VF) and asystole ventricular tachycardia (VT), electrical defibrilation restores to
be a sinus rhythm.
Two types of defibrillators are in use today for external cardioversion and defibrillation: a
monofasic sinusoidal waveform (positive sine wave) and a bifasik truncated waveform. The more
recent use of bifasik cardioversion has shown that less energy is required to convert an
arrhythmia to a normal sinus rhythm
Energy requirements for atrial fibrillation are 100-200 J initially and 360 J for subsequent
shocks. A study showed good response to higher energy shocks of 720 J for the treatment of
refractory atrial fibrillation
Keyword : Dc shock, defibrillation, cardioversion

ABSTRAK

Pemberian direct current (DC) shocks untuk kasus jantung telah lama digunakan dan sukses
mengubah irama jantung yang tidak normal menjadi kembali normal. Pada tahun 1775,
Abildgaard melaporkan menggunakan listrik untuk menghidupkan seekor ayam betina dari
kematian.
Pemberian gelombang listrik sementara dapat mengakibatkan depolarisasi dari hampir semua sel
jantung dan mengakibatkan nodus sinus pacemaker kembali normal. Pada keadaan seperti

*Coassistant Anestesi FK Universitas Tarumanagara periode 22 Juli 2013 10 Agustus 2013


**Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLU RSUD Kota Semarang
1
ventricular Fibrilation (VF) dan ventricular takikardi (VT) tanpa nadi, defibrilasi
mengembalikan ke irama sinus.
Saat ini ada 2 jenis alat yang digunakan untuk kardioversi dan defibrilasi, yaitu gelombang
monofasik sinusoidal (gelombang positif) dan gelombang bifasik. Pada penggunaan kardioversi
bifasik menunjukkan kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk mengkonversi aritmia menjadi
irama normal lebih sedikit.
Kebutuhan energi untuk atrial fibrilasi adalah 100 200 J untuk terapi inisial dan 360 J untuk
kejutan listrik berikutnya. Dari hasil penelitian menunjukkan respon yang baik untuk energi
besar (720 J) untuk penatalaksanaan Atrial fibrilasi yang refrakter.
Keyword : Dc shock, defibrilasi, kardioversi

PENDAHULUAN

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan
metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan dada
pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan,
ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi. 1
American Heart Association (AHA) merekomendasikan agar defibrilasi diberikan secepat
mungkin saat pasien mengalami gambaran VT non-pulse atau VF, yaitu 3 menit atau kurang
untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau kurang dalam setting luar rumah sakit.
Defibrilasi dapat dilakukan diluar rumah sakit karena sekarang ini sudah ada defibrillator yang
bisa dioperasikan oleh orang awam yang disebut automatic external defibrillation (AED). 2

1A. INDIKASI DEFIBRILASI


Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada:
- Ventrikel fibrilasi (VF)
- Ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse)

2
Gambar 1. Ventricular Fibrilation (dikutip dari kepustakaan no 3)

Gambar 2. Ventricular Tachycardia (dikutip dari kepustakaan no 4)

Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-pulse, penggunaan


defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan resusitasi. kardiopulmonari (RKP). Peran
aktif dari penolong atau tenaga kesehatan pada saat mendapati pasien dengan cardiac arrest,
dimana sebagian besar menunjukkan VF dan VT, untuk bertahan terbukti meningkat. 2

1B. Prinsip Defibrilasi


Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat singkat (beberapa detik)
melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas dinding dada atau melalui adhesive pads
yang ditempelkan pada sensing dada pasien. Arus listrik yang mengalir sangat singkat ini bukan
merupakan loncatan awal bagi jantung untuk berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik
yang sangat singkat ini akan mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan berhentinya
aktivitas listrik jantung atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah berhentinya aktivitas
listrik ini, sel-sel pace maker akan ber-repolarisasi secara spontan dan memungkinkan jantung
untuk pulih kembali. Siklus depolarisasi secara spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang
reguler ini memungkinkan jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas
kontraksi kembali 1,5

1C. MONOFASIK VS BIFASIK


Selama beberapa dekade, defibrillator telah menggunakan bentuk gelombang monofasic. Dengan
bentuk gelombang monofasic, arus mengalir dalam satu arah, dari satu elektroda ke yang lain,
menghentikan jantung sehingga memiliki kesempatan untuk memulai kembali sendiri. Dengan
bentuk gelombang bifasik, arus mengalir dalam satu arah pada tahap pertama shock dan
kemudian membalikkan untuk tahap kedua. Bentuk gelombang bifasik sekarang "standar emas"
untuk alat defibrilator.
Penelitian menunjukkan bahwa bentuk gelombang bifasik lebih efektif dan menimbulkan lebih
sedikit risiko cedera pada jantung daripada bentuk gelombang monofasik, bahkan ketika tingkat
energi kejut adalah sama. Inilah sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang
menggunakan bentuk gelombang bifasik di perangkat mereka.
Bentuk gelombang Bifasik menjadi standar baru perawatan di defibrillator eksternal. Di masa
lalu hanya ada satu jenis defibrilasi transthoracic, yaitu standar sinus gelombang kejut
monofasic. Selama bertahun-tahun penelitian, teori impedansi dan waktu guncangan sudah
diperdebatkan untuk dijadikan suatu standar baku. 6
Studi-studi telah menunjukkan bahwa awalnya ada perubahan segmen ST yang signifikan terkait
dengan energi tinggi defibrilasi, yang dapat berlangsung sampai beberapa bulan (jika pasien
bertahan).
Dengan sistem Bifasik ada yang lebih tinggi tingkat keberhasilan konversi kejutan awal dari VT
(ventrikel takikardi) atau VF (ventrikel fibrilasi) dibandingkan monofasic (85,2% vs 97,6%
monofasic bifasik ), energi dalam Joule secara signifikan kurang (360j monofasic, 200j bifasik)
yang akan mempengaruhi kebutuhan cadangan energi, Bifasik lebih efektif dalam membalikkan
VF berkelanjutan.6,7

Defibrilasi bifasik menawarkan khasiat sama atau lebih baik pada energi rendah dari gelombang
Monofasic tradisional defibrillator-dengan risiko lebih kecil pasca-shock komplikasi seperti
disfungsi miokard dan luka bakar kulit.

4
Tidak seperti perangkat monofasic, defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang
berbeda: baik bifasik terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik kotak.
Bentuk gelombang eksponensial bifasik dipotong pada awalnya dikembangkan untuk aplikasi
rendah impedansi internal yang defibrilasi jantung. Sudah diadaptasi untuk defibrilasi eksternal
oleh dua vendor. Heartstream (sekarang Agilent / Philips) memelopori pendekatan rendah energi.
The defibrilator BTE kedua, yang dikembangkan oleh Medtronic Physio-Control, menggunakan
energi-tinggi (lebih dari 200 joule) protokol. 7
Bentuk gelombang Bifasik kotak dikembangkan khusus untuk defibrilasi eksternal dan
dipertimbangkan tingkat impedansi tinggi dan beragam pasien (pemblokiran aliran arus yang
disebabkan oleh bulu dada, ukuran dada besar, dan miskin elektroda-ke-dada kontak). Hanya
defibrillator Zoll menggunakan gelombang ini. Bentuk gelombang kotak mempertahankan
bentuk stabil sebagai respon terhadap impedansi, dan arus konstan pada tahap pertama
mengurangi arus puncak yang berpotensi membahayakan.
Bentuk gelombang BTE dikembangkan untuk penggunaan internal, di mana impedansinya
rendah. Bentuk gelombang bifasik terpotong eksponensial (BTE) digunakan dalam alat pacu
jantung internal untuk lebih dari 10 tahun. Jika digunakan dalam perangkat transthoracic seperti
defibrillator, impedansinya dapat mempengaruhi bentuk gelombang. Bentuk gelombang kotak
tetap stabil dalam bentuk bagaimanapun. Hal ini mengurangi efek merugikan dari impedansi
pasien pada defibrilasi sukses.
Ketika impedansi rendah (50 ohm), sebuah 360-joule BTE defibrilator memperlihatkan hasil
yang lebih baik. Pada impedansi pasien rata-rata 75 ohm, 360 joule-BTE dan 200-joule
defibrillator kotak sama-sama efektif. Dengan impedansi tinggi (lebih besar dari 100 ohm),
shock 200-joule kotak memberikan arus rata-rata lebih tinggi dari shock BTE 360-joule,
sehingga membuat lebih efektif dengan tingkat energi yang lebih rendah.7
Perbandingan klinis langsung antara dua jenis bifasik bentuk gelombang masih harus dilakukan
dalam uji coba, prospektif acak dengan kontrol yang sesuai. Studi terbaru defibrilator energi
tinggi BTE membutuhkan energi hampir 50% lebih untuk memberikan rata-rata yang sama saat
ini sebagai defibrilator rendah energi kotak.
Lima penelitian, dengan lebih dari 900 peserta manusia, telah membandingkan kemanjuran
bentuk gelombang bifasik dibandingkan monofasik. Secara acak menunjukkan bahwa energi
yang rendah-130-joule kejutan BTE secara klinis sama dengan shock 200-joule monofasik. Studi
lain menemukan bahwa kejutan BTE 130 joule secara klinis sama dengan shock 200-joule
monofasik tetapi rendah energi guncangan BTE tampaknya kurang efektif bila impedansi
transthoracic tinggi.
Sebuah studi pasien terbaru meng-evaluasi efikasi pemberian tiga guncangan dengan energi
rendah (150 joule) BTE defibrilator dan menemukan kombinasi ini 100% efektif untuk
mengkonversi VF. Pasien defibrillated dengan rendah energi guncangan bifasik juga memiliki
hasil neurologis yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang menggunakan konvensional
energi tinggi guncangan. 7,8

1D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KEBERHASILAN


DEFIBRILASI
Lamanya kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme miokard dan jumlah miokard
yang rusak selama periode hipoksia karena arrest. Semakin lama waktu yang digunakan untuk
memulai defibrilasi maka semakin banyak persediaan ATP yang digunakan miokard untuk
bergetar sehingga menyebabkan jantung memakai semua tenaga sampai habis dan keadan ini
akan membuat jantung menjadi kelelahan.
Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik, hipotermi dan penyakit
dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi pemulihan aktivitas kontraksi jantung.
Besarnya jantung, makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk defibrilasi.
Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12 cm dan untuk anak-anak berkisar
4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar membuat tidak semua permukaan pedal menempel pada
dinding dada dan menyebabkan banyak arus yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu,
penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan dengan ukuran tubuhnya. 2
Letak pedal hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah peletakan pedal pada
dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau pad harus diletakkan pada posisi yang tepat
yang memungkinkan penyebaran arus listrik kesemua arah jantung. Posisi sternal, pedal
diletakkan dibagian kanan atas sternum dibawah klavikula. Pedal apeks diletakkan disebelah kiri
papilla mamae digaris midaksilaris. Pada wanita, posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6
pada posisi mid-axilaris. Pada pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus dihindari
peletakan padel diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari tempat itu.
Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat menyebabkan malfungsi pace maker secara
temporary atau permanent. Setelah dilakukan defibrilasi atau kardioversi harus dicek ambang

6
pacing dan sensibilitasnya serta dilihat apakah alat masih bekerja sesuai dengan setting program.
Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan defibrilasi adalah posisi pedal atau pads,
keduanya tidak boleh saling menyentuh atau harus benar-benar terpisah. 9
Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada defibrilator
bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg
BB 2
Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus untuk defibrilasi atau
kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media konduksi untuk penghantar arus listrik.
Tujuan dari pemberian gel adalah untuk mengurangi resistensi transtorakal dan mencegah luka
bakar pasien. Yang harus diperhatikan juga adalah jangan sampai gel tersebut teroles dikulit
diantara sternum dan apeks, atau jelli dari salah satu atau ekdua pedal mengalir menghubungkan
keduanya pada saat ditekan ke dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya
mengalir dipermukaan dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing dan memancarkan
bunga api yang menyebabkan sengatan listrik pasien pada pasien dan alat-alat operator.

1E. PERSIAPAN SEBELUM PROSEDUR DEFIBRILASI


9
Persiapan Peralatan
- Defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya
- Jelly
- Obat-obat Emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dll)
- Oksigen
- Face mask
- Papan resusitasi
- Peralatan intubasi dan suction

Persiapan Pasien 9
a. Pastikan pasien dan atau keluarga mengerti prosedur yang akan dilakukan
b. Letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine
c. Jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien
d. Lepaskan gigi palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah obstruksi jalan
nafas
e. Lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk mempertahankan
cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan jaringan yang irreversible.
f. Berikan oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap adekuat yang
akan mengurangi komplikasi pada jantung dan otak
g. Pastikan mode defibrillator pada posisi asyncrone
h. Matikan pace maker (TPM) jika terpasang.

1F. PROSEDUR DEFIBRILASI


1. Oleskan Jelly pada pedal secara merata
2. Pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke pasien
3. Nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan defibrilasi
4. Letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum
5. Charge pedal sesuai energi yang diinginkan
6. Pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan peralatan pada
hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua personal penolong)
7. Pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse
8. Tekan tombol pada kedua pedal sambil menekannya di dinding dada pasien, jangan langsung
diangkat, tunggu sampai semua energi listrik dilepaskan.
9. Nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis
10. Jika kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya
11. Bersihkan jelly pada pedal dan pasien

8
1G. AlGORITMA DEFIBRILASI

Gambar 3. Algoritma Bantuan Hidup Dasar (dikutip dari kepustakaan no 9)


1H. PASCA DEFIBRILASI

Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi10


a. Evaluasi status neurology. Orientasikan klien terhadap orang, ruang, dan waktu
b. Monitor status pulmonary (RR, saturasi O2)
c. Monitor status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit
d. Monitor EKG
e. Mulai berikan obat anti disritmia intravena yang sesuai
f. Kaji apakah ada kulit yang terbakar
g. Monitor elektrolit (Na. K, Cl)

Dokumentasi dan laporan setelah tindakan


1. Print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi
2. Status neurology, respirasi dan kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi
3. Energi yang digunakan untuk defibrilasi
4. Semua hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan

1I. KOMPLIKASI DEFIBRILASI


a. Henti jantung-nafas dan kematian 11
b. Anoxia cerebral sampai dengan kematian otak
c. Gagal nafas
d. Asistole
e. Luka bakar
f. Hipotensi
g. Disfungsi pace-maker

KESIMPULAN

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan
metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan dada
pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan,
ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.

10
Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada ventrikel fibrilasi
(VF) dan ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse).
Gelombang Bifasik lebih efektif dan menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada jantung
daripada bentuk gelombang Monofasic, bahkan ketika tingkat energi kejut adalah sama. Inilah
sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang menggunakan bentuk gelombang
bifasik di perangkat mereka.
Defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang berbeda: baik bifasik terpotong
eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik kotak.
Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada defibrilator
bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg
BB.
Komplikasi pasca defibrilasi adalah henti jantung-nafas dan kematian, anoxia cerebral sampai
dengan kematian otak, gagal nafas, asistole, luka bakar, hipotensi, disfungsi pace-maker

DAFTAR PUSTAKA

1. Ashok K Kondur. Defibrilation and cardioversion .[internet] 2012 Desember Available

from : http://emedicine.medscape.com/article/80564-overview, Cited on 28 July 2013

2. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup Jantung Lanjut

Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2011 : 24

31.

3. Scheidt S . Basic Electrocardiography: Abnormalities of Electrocardiographic

Patterns.Ciba : Ciba Pharmaceutical Company, 1994 ; Vol. 6/36 Page 32 .

4. Goldman MJ . Principles of Clinical Electrocardiography, 12th ed. Los Altos, Cal :

Lange Medical Publications, 1998, 460

5. Rudolph W. Koster. A Randomized Trial Com0paring Monophasic and Biophasic

Waveform Shocks for external Cardioversion of Atrial Fibrillation .[internet] 2004

Available from : http://www.medscape.com/viewarticle/477538_4, Cited on 28 July 2013


6. Schneider T, Martens PR, Paschen H, Kuisma M, Wolcke B, Gliner BE, et
al. Multicenter, acak, percobaan dikontrol dari 150-J guncangan biphasic dibandingkan
dengan 200 - untuk 360-J guncangan monophasic dalam resusitasi out-of-rumah sakit
korban serangan jantung. Dioptimalkan Respon untuk Penyidik Penangkapan Jantung
(ORCA). Sirkulasi 2000; 102: 1780-7.
7. Mittal S, S Ayati, Stein KM, Schwartzman D, Cavlovich D, Tchou PJ, dkk. Transthoracic
kardioversi fibrilasi atrium: perbandingan kotak guncangan sinus biphasic dibandingkan
teredam gelombang Monophasic. Sirkulasi 2000; 101: 1282-7.
8. Walker RG, Melnick SB, Chapman FW, Walcott GP, PW Schmitt, Ideker
RE. Perbandingan enam defibrillator eksternal klinis digunakan pada babi. Resusitasi
2003; 57: 73-83.
9. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup Jantung Dasar

Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2011 : 10 -

23

10. Niemann JT, Walker RG, Rosborough JP. Ischemically Induced Ventricular Fibrilasi
(VF): Sebuah Perbandingan defibrilasi Energi Tetap dan Meningkat. Acad Pgl Med 2003;
10: 454.
11. Sean C Beinart, MD, FACC, FHRS. Synchronized electical cardioversion.[internet] 2013

Juni Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview#a15,

Cited on 28 July 2013

12

Anda mungkin juga menyukai