Anda di halaman 1dari 17

BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN (BABS)

NEGARA INDIA

A. Latar Belakang

Di sepanjang rel kereta api di ibukota New Delhi, India, tampak sekerumunan

massa berjongkok sendirian di balik pohon atau rerumputan dengan cukup berjarak

satu sama lain. Mereka adalah 48% warga India yang tidak memiliki akses ke

sanitasi yang layak dan harus membuang air di tempat terbuka.

Hal itu merupakan acara ritual setiap pagi bagi banyak orang di negara itu,

meskipun adanya risiko bahaya terkena diare atau hepatitis. Bagi perempuan, ada

bahaya tambahan. Setiap kali seorang perempuan buang air di ruang terbuka, maka

ia dihadapkan juga pada bahaya serangan seksual.

Rumah mereka, seperti juga ratusan juta rumah lain di negara itu, memang

tidak memiliki sarana toilet, sehingga cara satu-satunya adalah dengan buang air di

luar ruang.

Budaya yang Sudah Mengakar, Selain kemiskinan dan tidak adanya jamban,

alasan lain penyebab buang air besar dan kecil di tempat umum adalah norma

budaya yang mengakar yang menerima praktik semacam itu.

Laporan baru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berjudul 'Tidak Ada Privasi'

mengatakan lebih dari setengah miliar orang di India masih terus buang air besar di

tempat terbuka, tanpa adanya martabat atau privasi.

Pemerintah India sudah memulai kampanye-kampanye kesadaran tentang

kebersihan dan sanitasi. Kampanye dengan slogan "Tidak ada toilet, tidak ada
pengantin" yang diluncurkan di Negara Bagian Haryana tahun 2005 merupakan

salah satu contohnya.

Tujuannya adalah menyerukan perempuan untuk menolak menikahi lelaki

yang tidak memiliki kamar kecil di rumahnya. Belajar dari Bangladesh dan Vietnam 2

Badan PBB, UNICEF dan WHO mengatakan di India lebih dari 600 juta orang masih

buang air di tempat terbuka dan para ilmuwan mengatakan miliaran dolar yang

dianggarkan untuk meningkatkan sanitasi tidak memecahkan masalah.

Sementara di Indonesia, berdasarkan data WHO dan UNICEF pada 2012, 63

juta orang buang air sembarangan. Namun, para ahli dari PBB mengatakan

Bangladesh dan Vietnam berhasil mengatasi masalah buang air sembarangan ini

tahun lalu. Pada tahun 1990-an, sebanyak 1 dari 3 orang buang air sembarangan di

kedua negara itu.

Secara keseluruhan, jumlah orang yang buang air sembarangan turun dari

1,3 miliar orang pada 1990 menjadi satu miliar orang saat ini. Sekitar 90% dari

jumlah itu tinggal di daerah pedesaan.

Menurut penelitian PBB mereka masih buang air besar di parit, di balik

semak-semak atau aliran sungai tanpa privasi. Praktik seperti ini masih meningkat

datanya di 26 negara di sub-Sahara Afrika.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah BABS itu?

2. Bagaimana Perilaku BABS Masyarakat?

3. Bagaimana Budaya BABS Masyarakat?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari BABS

2. Untuk mengetahui Perilaku BABS Masyarakat

3. Untuk mengetahui Budaya BABS Masyarakat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian BABS

Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation) termasuk

salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu

tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak semak, sungai,

pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi

lingkungan, tanah, udara dan air.

B. Pengertian Tinja

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui

anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran

pencernaan. Dalam aspek kesehatan masyarakat, berbagai jenis kotoran manusia

yang diutamakan adalah tinja dan urin karena kedua bahan buangan ini dapat

menjadi sumber penyebab timbulnya penyakit saluran pencernaan.

Manusia mengeluarkan tinja rata rata seberat 100 - 200 gram per hari,

namun berat tinja yang dikeluarkan tergantung pola makan. Setiap orang normal

diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 85 140 gram kering

perorang/ hari dan perkiraan berat basah tinja manusia tanpa air seni adalah 135

270 gram perorang/hari. Dalam keadaan normal susunan tinja sekitar merupakan

air dan zat padat terdiri dari 30% bakteri mati, 10 20% lemak, 10 20% zat

anorganik, 2 3% protein dan 30 % sisa sisa makanan yang tidak dapat dicerna.
C. Permasalahan yang Timbul Akibat Tinja

Berikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat buruknya

penanganan buangan tinja:

1. Mikroba

Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koli-

tinja. Sebagian diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti

bakteri Salmonela typhi penyebab demam tifus, bakteri Vibrio cholerae penyebab

kolera, virus penyebab hepatitis A, dan virus penyebab polio. Tingkat penyakit

akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia sangat tinggi. BAPENNAS

menyebutkan, tifus mencapai 800 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan

polio masih dijumpai, walaupun dinegara lain sudah sangat jarang.

2. Materi Organik

Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan yang tida k

tercerna. Ia dapat berbentuk karbohidrat, dapat pula protein, enzim, lemak,

mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja mengandung materi organik yang setara

dengan 200-300 mg BODS (kandungan bahan organik).

3. Telur Cacing

Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung

telu-telur cacing. Beragam cacing dapat dijumpai di perut kita. Sebut saja, cacing

cambuk, cacing gelang, cacing tambang, dan keremi. Satu gram tinja berisi

ribuan telur cacing yang siap berkembang biak diperut orang lain. Anak cacingan

adalah kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini kebanyakan diakibatkan


cacing cambuk dan cacing gela ng. Prevalensinya bisa mencapai 70 persen dari

balita.

4. Nutrien

Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang

dibawa sisa-sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa

amonium, sedangkan fosfor dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia

mengandung amonium sekitar 25 gram dan fosfat seberat 30 mg. Senyawa

nutrien memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air menjadi

hijau. Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan

lainnya mati.(16)

5. Pengertian Open Defecation Free (ODF)

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam

komunitas tidak buang air besar sembarangan, Pembuangan tinja yang tidak

memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis

lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan

rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada

jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Sedangkan

Desa/Kelurahan ODF (Open Defecation Free) adalah Desa/kelurahan yang

100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat, yaitu mencapai

perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (1)
6. Karakteristik Desa ODF (Open Defecation Free)

Satu komunitas/masyarakat dikatakan telah ODF jika :

a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran

bayi hanya ke jamban.

b. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.

c. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan tinja/kotoran manusia.

d. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban

sehat.

e. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban.

f. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk

mencegah kejadian BAB di sembarang tempat.

g. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai

100% KK mempunyai jamban sehat.

h. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana jamban

dan tempat cuci tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan murid-murid

pada jam sekolah.

i. Analisa kekuatan kelembagaan di Kabupaten menjadi sangat penting untuk

menciptakan kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang

efektif dan efisien sehingga tujuan masyarakat ODF dapat tercapai.

7. Persyaratan Jamban sehat

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban

sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut:
a. Tidak mencemari air

b. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang

kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan

terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah

liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10

meter Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor

dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang

air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai,

dan laut.

c. Tidak mencemari tanah permukaan

d. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat

sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar

segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran

ditimbun di lubang galian.

e. Bebas dari serangga

f. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap

minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam

berdarah.

g. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi

sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah

yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya Lantai jamban harus

selalu bersih dan kering Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus

tertutup.
h. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

i. Aman digunakan oleh pemakainya

j. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang

kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau

bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat

k. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

l. Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran

Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran

karena dapat menyumbat saluran Jangan mengalirkan air cucian ke saluran

atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh Hindarkan cara

penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal

4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100

m. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

n. Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban

beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan

kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan

leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan

air untuk membersihkanya. Setiap anggota rumah tangga harus menggunakan

jamban untuk buang air besar/buang air kecil. Fungsi dari jamban itu

sesungguhnya ialah: 1) Menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau. 2)

Tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya. 3) Tidak mengundang

datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit Diare,
Kolera Disentri,Typus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit,

dan keracunan.

Bila kita ingin sehat, maka pergunakanlah jamban ketika hendak BAB.

Jangan lakukan disembarang tempat. Hal ini berfaedah terhadap kesehatan

lingkungan tempat tinggal kita. Kita kadang berpikir pragmatis dan ekonomis tapi

sesungguhnya kesehatan itu mahal. Kita baru menyadari bahwa kesehatan itu

mahal ketika kita sakit. Berobat dengan biaya yang mahal.

Diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia masih Buang Air Besar

Sembarangan (BABs). Dari data SIM (1 Juli 2011), Dusun yang SBS : 31,42%,

(target 80%), Persentasi KK yang akses jamban sebesar, 52,30% (taget100%),

dan penambahan jumlah orang akses 1. 951.086 jiwa,(target 6-10 juta). Dengan

tempat berperilaku buang air besar ke sungai, kebon, sawah, kolam dan tempat-

tempat terbuka lainnya. Perilaku seperti tersebut jelas sangat merugikan kondisi

kesehatan masyarakat, karena tinja dikenal sebagai media tempat hidupnya

bakteri E-coli yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare. Tahun

2006 angka kejadian diare sebesar 423 per 1000 penduduk dan Case Fatality

Rate (CFR) diare sebesar 2,52 %.

Hasil Study WHO tahun 2007, menyatakan bahwa melalui pendekatan

sanitasi Total, dapat menurunkan kejadian diare sebesar 94%, Berbagai alasan

digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan, antara lain

anggapan bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja

dapat untuk pakan ikan, dan lain-lain yang akhirnya dibungkus sebagai alasan
karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek moyang, dan sampai

saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.

Alasan dan kebiasaan tersebut harus diluruskan dan dirubah karena

akibat kebiasaan yang tidak mendukung pola hidup bersih dan sehat jelas-jelas

akan memperbesar masalah kesehatan. Dipihak lain bilamana masyarakat

berperilaku higienis, dengan membuang air besar pada tempat yang benar,

sesuai dengan kaidah kesehatan, hal tersebut akan dapat mencegah dan

menurunkan kasus-kasus penyakit menular. Dalam kejadian diare misalnya,

dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, dalam hal ini

meningkatkan jamban keluarga, akan dapat menurunkan kejadian diare sebesar

32% dan 45% dengan Perilaku CTPS.


BAB III

PEMBAHASAN

Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan

berinduknya bibit penyakit menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila

tinja tersebut dibuang di sembarang tempat, misal kebun, kolam, sungai, dll maka bibit

penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya akan masuk dalam

tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada seseorang dan bahkan

bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas.

Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan

manfaat dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan lebih

indah

2. Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air baku

air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll

3. Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat

menyebarluaskan bibit penyakit, sehingga dapat mencegah penyakit menular

1. Kemana tinja harus dibuang

Mengingat tinja merupakan bentuk kotoran yang sangat merugikan dan

membahayakan kesehatan masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang

dengan baik dan benar. Untuk itu tinja harus dibuang pada suatu wadah

atau sebut saja JAMBAN. Jamban yang digunakan masyarakat bisa dalam

bentuk jamban yang paling sederhana, dan murah, misal jamban CEMPLUNG,
atau jamban yang lebih baik, dan lebih mahal misal jamban leher angsa dari

tanah liat, atau bahkan leher angsa dari bahan keramik.

Prinsip utama tempat pembuangan tinja /jamban sehat

a. Tidak mencemari sumber air /badan air atau Jarak tempat penampungan

tinja terhadap sumber air di atas 10 meter.

b. Tidak mencemari lingkungan (bau)

c. Tidak ada kontak dengan Vektor.

d. Konstruksi yang aman

e. Sebagai tambahan adalah adanya saluran SPAL, pengelolaan tinja dan

milik sendiri.

Untuk mencegah terjadinya terjadinya pencemaran sumber air dan

Badan air, maka pada secara tahap mulai Cara tempat penampungan tinja

dibuat jaraknya diatas 10 meter, lebih lanjut dibuat septictank dan

mengurasnya secara berkala. Dan untuk mencegah bau tidak mencemari

lingkungan secara bertahap yakni dengan menutup tempat penampungan

tinja, dan membuat saluran /plensengan dan pada tahap akhir adalah dengan

membuat kloset leher angsa.

2. Siapa yang harus menggunakan jamban

Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang

tinja, baik anak-anak (termasuk bayi dan anak balita) dan lebih-lebih orang

dewasa. Dengan pemikiran tertentu, seringkali tinja bayi dan anak-anak

dibuang sembarangan oleh orang tuanya, misal kehalaman rumah, kebon, dll.

Hal ini perlu diluruskan, bahwa tinja bayi dan anak-anak juga harus dibuang ke
jamban, karena tinja bayi dan anak-anak tersebut sama bahayanya dengan

tinja orang dewasa.

3. Apa peran kader masyarakat.

Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran

dan berkepentingan untuk memajukan dan meningkatkan derajat kesehatan

mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi perilaku stop buang air

besar sembarangan, yaitu anttara lain:

a. memanfaatkan setiap kesempatan di dusun/desa untuk memberikan

penyuluhan tentang pentingnya perilaku buang air besar yang benar dan

sehat

b. melakukan pendataan rumah tangga yang anggota keluarganya masih BAB

Sembarangan, mendata rumah tangga yang sudah memiliki jamban

sederhana dan mendata keluarga yang sudah memiliki jamban yang

sudah lebih sehat (leher angsa)

c. mengadakan kegiatan yang sifatnya memicu, mendampingi, dan

memonitor perilaku masyarakat dalam menghentikan kebiasaan buang air

besar sembarangan, sehingga dalam tatanan dusun/desa terwujud kondisi

TERBEBAS DARI PERILAKU BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN

d. menggalang daya (bias tenaga ataupun dana) antar sesama warga untuk

memberi bantuan dalam pembangunan jamban bagi warga yang lain

e. menjadi resource-lingker (penghubung) antar warga masyarakat dengan

berbagai pihak terkait yang berkepentingan dalam mewujudkan jamban

yang sehat (improved jamban).


4. Community Led Total Sanitation (CLTS)

Menyadari pentingnya integrasi kegiatan sanitasi total untuk

menurunkan angka diare maka pemerintah telah menetapkan Strategi

Penurunann angka diare melalui salah satu bentuk pendekatan yang dianut

oleh Program Pamsimas adalah dengan pendekatan PEMICUAN, yang lebih

dikenal dengan sebutan Community Led Total Sanitation (CLTS). Pemicuan ini

untuk merubah perilaku masyarakat dalam menuju buangan air besar yang

benar dan sehat secara totalitas dan keseluruhan dalam Desa/Dusun tersebut.

Adapun prinsip dan ciri penting CLTS adalah sebagai berikut:

Prinsip prinsip pemicuan CLTS, adalah :

1. Tanpa subsidi kepada masyarakat

2. Tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban

3. Masyarakat sebagai pemimpin

4. Totalitas; seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa

permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan

pemeliharaan.

Ciri-ciri penting dalam CLTS adalah :

1. Inisiatif masyarakat

2. Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara

kolektif adalah kunci utama.

3. Solidaritas masyarakat, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, semua

akan sangat terlibat dalam pendekatan ini.


BAB IV

PENUTUP

Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa

metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan pemicuan, seperti :

1. Pemetaan yang bertujuan untuk mengetahui/melihat peta wilayah BAB masyarakat

serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat).

2. Transect Walk bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering

dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi di

tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang

biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.

Dengan adanya pemicuan ini maka bersama-sama dengan masyarakatmelihat

kondisi yangada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya

masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan dalam membangun

suatu jamban untuk menjadikan masyarakat menjadi sehat. Metode yang dilakukan

melalui 2 hal tersebut diatas pada intinya bertujuan untuk memicu masyarakat untuk

memperbaiki sarana sanitasi, dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai

yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan

BAB di sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang

digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi

dalam suatu komunitas.


DAFTAR PUSTAKA

Green, LW. 2000. Health promotion planning; an educational and environmental


approach. Institute of health promotion research university of British Colombia.

Hurlock EB.1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. 5 ed. Jakarta: Erlangga; 1980. p. 6-27.

Kartiningrum, ED. Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang Jamban Sehat di Desa
Gayaman RT 1 RW 2 Mojoanyar Mojokerta, Jurnal Ilmiah Kesehatan Politeknik
Kesehatan Majapahit, Vol. 2, No. 2, November 2010

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun


2013. Jakarta : Depkes.

Kementerian PPN. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia


2010. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS);
2010. p. 107-13.

Khairurahmi. 2005. Pengaruh karakteristik individu terhadap partisipasinya dalam


pelaksanaan program jamban keluarga di kecamatan medan maimun. Skripsi,
FKM USU Medan

Anda mungkin juga menyukai