Radiografi dada adalah pemeriksaan radiologi lini pertama pada pasien dengan
politrauma thoraks. Interpretasi yang baik diperlukan untuk ketepatan diagnosis,
penanganan dan dapat menghindari pemeriksaan tambahan yang tidak diperlukan.
Saat pasien dalam kondisi kritis, radiografi dada mungkin satu-satunya
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan tanpa beresiko cedera lanjutan atau
dekompresi.
Idealnya, radiografi dada harus dilakukan dalam posisi posteroanterior dan lateral
dengan pasien disuruh duduk tegak dan inspirasi penuh. Akan tetapi, pasien
trauma seringnya harus difoto dalam posisi supinasi, yang dapat mempersulit
visualisasi cedera dan lokalisasi. Radiografi anteoposterior single-view tidak dapat
membedakan jaringan lunak dan lesi tulang dari viscera yang mendasari. Air-fluid
level tidak terlihat karena orientasi sinar X-ray yang tegak lurus. Upaya inspirasi
yang lemah dan efek pembesaran dapat menghasilkan pseudokardiomegali dan
peningkatan semu dari vaskularisasi pulmoner. Namun, saat dianalisis dengan
cermat pada keterbatasan tersebut, radiografi dada dapat menjadi sarana yang baik
yang dapat menyediakan informasi luas mengenai jumlah sistem organ.
DINDING DADA
Jaringan lunak
Tulang
Fraktur klalvikula biasa terjadi pada pasien trauma. Dislokasi atau fraktur
sternoklavikula terjadi setelah trauma bahu parah dan mungkin diidentifikasi
dengan Angled chest radiographs. Dislokasi posterior dapat mencederai organ
mediastinum dan pembuluh besar. Cedera tsb memerlukan closed reduction
maupun surgical reduction.
Fraktur pada kosta bagian atas jarang terjadi. Fraktur kosta bawah dapat
melibatkan organ abdomen atas seperti liver, lien dan ginjal, sehingga CT-scan
harus dilakukan jika kecurigaan trauma tinggi. Fraktus kosta ujung dapat terjadi
laserasi pleura atau paru, mengakibatkan formasi hematoma pulmoner,
hemothoraks ataupun pneumothoraks. Kebanyakan fraktur dapat tervisualisasi
dengan radiografi dada.
Flail chest terjadi saat setidaknya didapatkan lima fraktur tunggal bersebelahan
atau tiga bersebelahan pada kosta, menghasilkan gerakan paradoksikal selama
siklus pernafasan. Flail pada segmen posterior dilindungi oleh otot dan skapula di
atasnya, sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Flail segmen
anterior dan lateral, dapat secara parah memengaruhi fungsi respirasi dan beresiko
terjadi atelektasis dan infeksi. Ventilasi tekanan positif atau fiksasi bedah
mungkin diperlukan untuk stabilisasi.
Cedera sternum terlihat pada trauma dada anterior. Kebenyakan fraktur tejadi
pada sternum bagian atas dan tengah dan terlihat berhubungan dengan hematoma
retrosternal dan kontusio myokardial. Cedera ini sulit untuk diidentifikasi pada
radiografi dada frontal dan sering membutuhkan posisi lateral atau sternal untuk
mempertajam visualisasi. Fiksasi bedah tidak diperlukan, dan penyembuhan
terjadi selama beberapa minggu.
Fraktur spinal dapat terjadi dari trauma kompresi atau whiplash dan berhubungan
dengan kerusakan neurologi dan struktur vaskular. Evaluasi optimal memerlukan
radiografi spinal frontal dan lateral. Imobilisasi dan fiksasi bedah diperlukan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Infeksi diskus intervertebralis dapat
menimbulkan erosi dan penyempitan ruang diskus dengan formasi abses.
Imobilisasi dengan antibiotik diperlukan.
DIAFRAGMA
Ruptur diafragma mungin dapat terjadi sekunder dari trauma tajam maupun
tumpul. Elevasi hemidiafragmatik mungkin terlihat, dan organ abdomen atas,
termasuk lambung (collar sign), liver (cottage loaf sign), lien, usus halus dan
kolon, mungkin mengalami herniasi ke rongga thoraks. Temuan yang
berhubungan termasuk opasitas paru basiler, kontur diafragma ireguler dan fraktur
kosta bawah. Tambahan, pneumoperitoneum dapat terjadi dari perforasi
abdominal viseral, dengan adanya udara terlihat terakumulasi di bawah diafragma
superolateral pada radiografi tegak, atau anteromedial pada radiografi supinasi
(cupola sign). Akan tetapi, kondisi lain seperti atelektasis paru basiler, efusi
subpulmonik, abses subphrenik, interposisi kolonik (Chilaiditi syndrome),
eventrasi diafragmatik, hernia diafragma kongenital, dan cedera saraf phrenikus
dapat memiliki penampakan yang sama pada radiografi dada, dan CT-scan
diperlukan untuk diagnosis. Perbaikan bedah diperlukan untuk mencegah
komplikasi seperti strangulasi usus, kompresi organ thoraks dan paralisis
diafragma.
PLEURA
Setelah trauma dada, udara mungkin masuk ke kavum pleura dari lingkungan luar
(open pneumothoraks) atau dari dalam tubuh (closed pneumothoraks). Open
pneumothoraks atau biasa disebut sucking chest wound terjadi saat kulit dan
pleura cedera oleh karena trauma tajam. Paparan langsung dan chest tube
placement terindikasi. Closed pneumothoraks terjadi setelah trauma tumpul,
biasanya karena laserasi pleura oleh fraktur kosta. Tatalaksana konservatif
direkomendasikan, dan tube thoracostomy harus dilakukan hanya jika pasien
simptomatik. Diagnosis pneumothoraks memerlukan visualisasi dari visceral
pleural line sign, yang memperlihatkan separasi dari pleura visceral dan parietal.
Pada radiografi supinasi, pergerakan anterokaudal dari pleural air menghasilkan
basis paru hiperlusen, sulkus phrenikus radiolusen (deep sulcus sign). Tension
pneumothoraks terjadi saat pneumothoraks masuk tapi tidak ada jalan keluar
udara dari kavitas thoraks. Temuan foto didapatkan paru unilateral hiperlusen,
spatium interkosta melebar, depresi hemidiafragmatik dan deviasi trakea.
Simple pneumothoraks terjadi karena ruptur atau laserasi vaskular pada trauma
tumpul maupun tajam. Pada radiografi dada, terlihat efusi pleura serous yang
similar, dengan lapisan cairan dan penumpulan sudut kostofrenikus.
Tension hemothoraks dapat terjadi karena perdarahan intrathoraks yang masif
mengakibatkan kompresi paru ipsilateral dan displacement mediastinum.
Thorakotomi eksplorasi diindikasikan utuk mengidentifikasi dan memperbaiki
lokasi perdarahan.
PARU
Herniasi paru dapat diidentifikasi dengan radiografi dada, terlihat paru meluas
melebihi rongga thoraks. Tatalaksana konservatif dilakukan kecuali didapatkan
distres respiratori, inkarserasi atau strangulasi.
Atelektasis lobaris atau kolaps dapat terjadi karena obstruksi benda asing, aspirasi
atau ruptur bronkial. Beberapa lobus dapat terlibat, dan tanda-tanda radiografi
dada klasik telah terdeskripsi untuk lobus atas dan tengah (juxtaphrenic peak sign
atau katten sign), lobus kiri atas (luftsicel sign), lobus kiri bawah (flat waist sign,
ivory heart sign), dan lobus kanan bawah (superior triangle sign) kolaps.
Kontusio pulmoner terjadi saat cedera pada paru menimbulkan kebocoran darah
dan edema ke dalam spatium interstisial dan alveolar. Pada radiografi dada,
kontusio terlihat sebagai area geografik dari opasifikasi peripheral air-space atau
ground-glass, biasanya berdekatan dengan struktur tulang. Lesi terlihat jelas
dalam 6 jam setelah trauma dan secara umum sembuh dalam 5-7 hari. Ruptur
organ dan cedera benda asing dapat mengakibatkan pneumatocele, hematoma, dan
infeksi (abses) ke dalam parenkim paru. Pada radiografi dada, kumpulan udara
terlokalisasi terlihat dalam area air-space opacity. Cedera memakan waktu
berminggu-mingu atau bulan untuk sembuh dan skar kronis dapat terbentuk.
ARDS dapat terjadi sekunder karena trauma, infeksi, syok, aspirasi, transfusi dan
obat-obatan. Setelah 12-48 jam, kerusakan pada barier alveolar-kapiler
menimbulkan masuknya cairan ke dalam spatium alveolar, dengan manifestasi
radiologi sebagai opasitas difus bilateral patchy lung. Diagnosis banding radiologi
termasuk atelektasis, aspirasi, emboli lemak, edema pulomer alveolar, pneumonia,
dan hemoragi. Terapi melibatkan tatalaksana pada kondisi yang mendasari dan
perawatan suportif selama berminggu-minggu hingga bulanan.
MEDIASTINUM
Cedera trakeobronkial termasuk laserasi karena trauma tajam dan ruptur dari
trauma tumpul jalan nafas, terutama saat glottis tertutup. Secara umum,
bersamaan dengan cedera pada dinding dada, paru dan pembuluh besar juga dapat
terjadi. Gambaran transverse tears biasanya terjadi di antara cincin kartilago
trakea, sedangkan longitudinal tears terlihat di posterior membran trakea. Hal ini
menimbulkan pneumomediastinum masif dan memungkinkan terjadi edema jalan
nafas, hemoragi dan pneumothoraks. Pada radiografi dada, tabung endotrakeal
dapat terlihat, dengan herniasi melalui ruptur dinding trakea. Pada transeksi
bronkial, paru yang terkena dapat tervisualisasi jatuh ke inferior jauh dari hilum
pada radiografi posisi tegak dan posterolateral pada posisi supinasi (fallen lung
sign). Perbaikan bedah diperlukan untuk mempertahankan kontinuitas jalan nafas
dan untyk mencegah komplikasi seperti striktur trakeobronkial.
Esofagus
Hiatal hernia dapat terbentuk setelah trauma tumpul atau trauma tembus, abdomen
mengalami prolaps kemudian masuk melalui hiatus esofagus diafragma.
Radiografi dada menunjukkan struktur retrocardiac dengan gambaran gas dan /
atau cairan, yang terdapat pada abdomen intrathoracic ( Gambar 20B). Tidak ada
intervensi yang diperlukan kecuali terjadi inkaserata dan strangulasi.
JANTUNG
Pericardium
Perikardial tear bisa disebabkan karena trauma tumpul yang berat atau trauma
tembus. Pada radiografi thorax, terdapat gambaran konveksitas ireguler dari
jantung (tanda "snow cone") disertai dengan cedera jantung, pneumomediastinum,
dan pneumotoraks. Ruptur pada pleuropericardial atau pericardial diaphragmatic
dapat menyebabkan herniasi jantung, ditandai dengan pergeseran silhoutte
jantung. Kondisi ini merupakan predisposisi volvuls jantung dengan obstruksi
pembuluh darah besar, dan memerlukan operasi segera (Gambar 21A, 21B, Dan
21C).
Trauma Jantung
Ruptur jantung complete bisa disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tembus
yang berat. Sering mengenai ventrikel kanan, karena dindingnya yang tipis dan
letaknya di anterior dada. Ventrikel kiri, atrium kanan, dan atrium kiri jarang
terkena. Ruptur dinding dan fistulisasi ke organ yang berdekatan bisa
menyebabkan hemopericardium dan perikarditis. Dapat juga terjadi ruptur septum
interventrikular, otot papiler, dan katup ( Gambar 24B). Torsional stresses yang
berat dapat menyebabkan avulsi jantung, dengan pemisahan jantung dari
pembuluh darah besar. Radiografi dada menunjukkan bayangan jantung yang
membesar atau tidak teratur, sering bersamaan dengan adanya edema paru dan
efusi pleura. Indikasi segera dilakukan operasi.
AORTA
Trauma aortic injury (TAI) mengacu pada cedera luas yang disebabkan oleh
trauma tumpul pada aorta, terjadi deselerasi diferensial pada struktur toraks
dengan mekanisme efek gambaran padat dan cairan. Paling sering terjadi pada
isthmus aorta, diikuti oleh aortic root dan diaphragmatic aorta. Hal yang
mempengaruhi genus aorta meliputi tegangan geser, di mana lengkung aorta yang
bergerak bebas terlepas dari aorta turun yang tertekan; Tekanan lentur, dengan
fleksi aorta di atas arteri pulmonalis kiri dan bronkus mainstem; Dan sejumput
osseus, yang melibatkan kompresi aorta antara tulang belakang dan struktur
tulang anterior. Pada aorta ascenden, torsion stress terjadi pada katup aorta yang
mengalami displacement jantung, dan efek water hammer dihasilkan oleh
peningkatan tekanan intraaortik dengan disertai adanya ruptur perikardial dan
tamponade jantung. Mungkin bisa terjadi robekan aorta atau laserasi, di mana
bagian aorta dipisahkan secara paksa; Transeksi atau transversal aorta; dan ruptur,
dengan gangguan jaringan yang banyak. Sebagian atau semua lapisan dinding
arteri dapat terganggu karena pembentukan hematoma di berbagai lokasi. Survival
dari ruptur total yakni terjadi pembentukan pseudoaneurisma untuk menahan
pendarahan aktif oleh struktur adventitia, trombus, atau mediastinum. Disarankan
segera dilakukan pembedahan terbuka atau stent-grafting endovaskular. Tanda-
tanda radiografi indirect pada TAI meliputi pelebaran mediastinum, ireguler ata
obskrasi kontur aorta, opasifikasi pada arteripulmonar, depression (tekanan akibat
trauma) pada bronkus, deviasi trakea dan esofagus ke kanan, penebalan garis
paratracheal dan paraspinosus, dan hemothorax atau left apcal capping (25 A Dan
25B).
Trauma tembus aorta tergantung pada mekanisme trauma dan variasi kedalaman
ukuran dan lokasinya. Dapat terjadi laserasi pembuluh darah, pemotongan, atau
fistulisasi arteriovenosa. Sebagian besar pasien yang selamat menunjukkan
pseudoaneurysm kecil pada pembuluh darah. Dapat telihat adanya Kontur aorta
ireguler dan lumen yang sempit.
TRAUMA VASKULER
Lebih dari 90% luka pada pembuluh darah besar disebabkan oleh trauma tembus.
Cabang-cabang dari aorta, venae cavae, dan vena pulmonal juga rentan pada
trauma tumpul yang memiliki mekanisme serupa dengan TAI. Komplikasi dapat
terjadi pembentukan hematoma lokal dan hemoperikardium (Gambar 26ADan
26B). Jika pendarahan tidak dapat dikendalikan, maka dilakukan pembedahan
untuk menjaga integritas sirkulasi kardiovaskular
Arteri pulmo
Emboli septik terjadi bila zat infeksi dari ruptur organ atau cedera benda asing
bergerak ke paru-paru. Radiografi dada menunjukkan nodul bilateral difus dari
berbagai ukuran dan tahap kavitasi, yang menggambarkan multiple emboli.
Seiring waktu, lesi dapat berkembang menjadi wedge-shape peripheral opasities
(Gambar 27C). Pengobatannya memerlukan terapi antibiotik dan thoracentesis.
Emboli udara disebabkan oleh ruptur organ atau luka tembus yang mempengaruhi
sirkulasi vena sistemik. Hal ini juga bisa disebabkan oleh barotrauma. Mortalitas
tergantung pada jumlah dan banyaknya udara yang masuk. Radiografi dada dapat
menunjukkan daerah hiperlusen di jantung kanan, arteri pulmonalis, dan vena
sistemik. Tanda oligemia paru, edema, atau kongesti jantung kanan juga bisa
terlihat.
Emboli lemak akibat trauma pada tulang panjang dan pelvis, keluarnya partikel
lemak dan menutup kapiler. Produksi asam lemak bebas menyebabkan
pneumonitis kimia dalam 12-72 jam cedera. Manifestasi radiologis serupa dengan
ARDS - yaitu, opasities parenkim difus ( Gambar 27D). Manajemennya bersifat
suportif, dan membutuhkan waktu 7-10 hari untuk memulihkannya.
Emboli karena benda asing bisa terjadi dengan fragmentasi benda asing. Bahan
dapat berjalan melalui sirkulasi arterial atau vena dan bersarang di tempat distal
(Gambar 27F). Kematian tergantung pada lokasi, durasi, dan tingkat keparahan
emboli. Umunya terjadi cedera kardiopulmoner, dan terjadi risiko lainnya
meliputi perforasi, trombosis, dan infeksi.
KESIMPULAN
Radiografi thorax berperan penting dalam evaluasi awal trauma tumpul dan
trauma tembus, serta memberikan informasi mengenai gambaran thorax,
menunjang aspek anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pada
kegawatdaruratan, radiografi thorax berperan penting dalam interpretasi cedera
bagian dada dan perut atas, serta rencana untuk pengelolaan dan tindak lanjut.
Pemahaman mengenai patofisiologi trauma dan temuan radiologi terkait luka di
dinding dada, diafragma, pleura, paru-paru, mediastinum, jantung, aorta, dan
pembuluh darah besar akan memungkinkan ahli radiologi untuk berinteraksi
dengan cepat dan efektif bersama anggota tim perawat kesehatan lainnya.