Anda di halaman 1dari 15

RADIOGRAFI DADA PADA POLITRAUMA THORAKS

Tujuan: Radiografi dada adalah pemeriksaan radiologi lini pertama untuk


penanganan politrauma pada thoraks, disajikan untuk mengevaluasi derajat
trauma dan merupakan triase awal untuk observasi, pemeriksaan foto lebih lanjut,
atau intervensi bedah segera. Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengulas derajat
dari trauma yang terjadi pada thoraks dan abdomen atas, baik trauma tumpul
maupun tajam. Patofisiologi, temuan foto dan tatalaksana yang direkomendasikan
akan didiskusikan terutama trauma pada dinding dada, diafragma, pleura, paru,
mediastinum, jantung , aorta dan pembuluh besar.

Kesimpulan: Radiografi dada memainkan peran penting dalam evaluasi awal


untuk trauma tumpul dan tajam pada thoraks, menyediakan informasi foto secara
cepat untuk tambahan riwayat dan pemeriksaan fisik. Di IGD, pengetahuan dalam
mengenali derajat trauma yang dapat terjadi pada dada dan abdomen atas
sangatlah penting untuk interpretasi yang akurat pada radiografi dada, tatalaksana
dan follow up lebih lanjut

Radiografi dada adalah pemeriksaan radiologi lini pertama pada pasien dengan
politrauma thoraks. Interpretasi yang baik diperlukan untuk ketepatan diagnosis,
penanganan dan dapat menghindari pemeriksaan tambahan yang tidak diperlukan.
Saat pasien dalam kondisi kritis, radiografi dada mungkin satu-satunya
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan tanpa beresiko cedera lanjutan atau
dekompresi.

Idealnya, radiografi dada harus dilakukan dalam posisi posteroanterior dan lateral
dengan pasien disuruh duduk tegak dan inspirasi penuh. Akan tetapi, pasien
trauma seringnya harus difoto dalam posisi supinasi, yang dapat mempersulit
visualisasi cedera dan lokalisasi. Radiografi anteoposterior single-view tidak dapat
membedakan jaringan lunak dan lesi tulang dari viscera yang mendasari. Air-fluid
level tidak terlihat karena orientasi sinar X-ray yang tegak lurus. Upaya inspirasi
yang lemah dan efek pembesaran dapat menghasilkan pseudokardiomegali dan
peningkatan semu dari vaskularisasi pulmoner. Namun, saat dianalisis dengan
cermat pada keterbatasan tersebut, radiografi dada dapat menjadi sarana yang baik
yang dapat menyediakan informasi luas mengenai jumlah sistem organ.

Manifestasi dari politrauma thoraks berbeda-beda, tergantung pada mekanisme


cedera dan sistem organ yang terkena. Truma tumpul mengacu pada trauma fisik
tertutup, non-penetrasi yang disebabkan oleh benturan atau kompresi lainnya.
Contoh umumnya termasuk cedera deselerasi (kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh) dan luka tumpul (serangan fisik, pukulan). Komplikasi termasuk abrasio,
kontusio, laserasi organ maupun ruptur dan fraktur tulang. Berbeda dengan trauma
tajam, dapat terjadi saat sebuah objek menembus kulit dan masuk ke dalam tubuh.
Keparahan cedera ditentukan oleh jalur dan momentum/kecepatan dari objek.
Kecepatan rendah, seperti pisau yang didorong oleh tangan hanya mencederai
pada daerah yang terkontak langsung. Kecepatan proyektil yang lebih tinggi,
termasuk peluru dan lainnya, menghasilkan gelombang kejut dan proyektil masuk
ke dalam tubuh. Hal ini merusak daerah yang bersentuhan langsung sekaligus
menyebabkan kerusakan kavitasi pada daerah sekitarnya yang luas
Artikel ini mendiskusikan kegunan radiografi dada dalam mengevaluasi
politrauma thoraks. Patofisiologi, manifestasi radiologi, dan tatalaksana yang
direkomendasi untuk cedera pada dinding dada, difragma, pleura, paru,
mediastinum, jantung, aorta dan pembuluh besar akan diluas. Beberapa tanda
trauma klasik terkait dengan radiologi dada juga akan didefinisikan dan
diilustrasikan.

DINDING DADA
Jaringan lunak

Emfisema subkutan mengacu pada adanya udara di dalam jaringan lunak


ekstrathorak. Kondisi ini dapat ditemukan pada infeksi dinding dada, trauma
tumpul dengan kerusakan sistem respirasi dan gastrointestinal, dan trauma tajam
yang mengakibatkan udara luar masuk ke dalam jaringan lunak. Radiografi dada
menunjukkan adanya udara dalam jaringan subkutan, yang mungkin
menghasilkan radiolusen dari striasi yang menguraikan serat-serat otot pektoralis
mayor. Udara dapat menyebar melalui fascia ke seluruh dinding dada dan
abdomen, bahkan hingga kepala, leher dan ekstremitas. Kondisi ini biasanya self-
limiting, namun dalam kasus yang parah dapat mengkompresi trakea dan
memerlukan intervensi. Sumber kebocoran udara yang persisten memerlukan
perbaikan bedah.

Hematoma subkutan disebabkan oleh akumulasi darah pada jaringan lunak.


Kondisi ini dapat terjadi karena kerusakan pembuluh thoraks, otot, dan iga oleh
trauma tumpul atau tajam. Pada radiografi dada, opasitas non-spesifik terlihat
pada jaringan lunak. Lokalisasi pada dinding dada tidak dapat terlihat tanpa
radiografi posisi lateral. Kebanyakan hematoma sembuh spontan, tetapi
perdarahan persisten dapat terlihat pada trauma berat, koagulopati, dan
malformasi vaskular. Benda asing, seperti pisau dan peluru juga dapat menjadi
hematoma pada jaringan lunak setelah trauma tajam. Operative removal
diindikasikan saat pembedahan dapat dilakukan.

Tulang

Trauma tumpul dada dapat mengakibatkan cedera skeletal yang beragam


tergantung pada mekanismenya. Cedera bahu dapat mengakibatkan fraktur
skapula. Disosiasi skapulothorasik, atau flail shoulder, terjadi saat paksaan kuat
menarik bahu dari thoraks. Hal ini mengakibatkan cedera otot, pembuluh dan
saraf. Dislokasi skapula, edema dan hematoma sering pada radiografi dada.

Fraktur klalvikula biasa terjadi pada pasien trauma. Dislokasi atau fraktur
sternoklavikula terjadi setelah trauma bahu parah dan mungkin diidentifikasi
dengan Angled chest radiographs. Dislokasi posterior dapat mencederai organ
mediastinum dan pembuluh besar. Cedera tsb memerlukan closed reduction
maupun surgical reduction.

Fraktur pada kosta bagian atas jarang terjadi. Fraktur kosta bawah dapat
melibatkan organ abdomen atas seperti liver, lien dan ginjal, sehingga CT-scan
harus dilakukan jika kecurigaan trauma tinggi. Fraktus kosta ujung dapat terjadi
laserasi pleura atau paru, mengakibatkan formasi hematoma pulmoner,
hemothoraks ataupun pneumothoraks. Kebanyakan fraktur dapat tervisualisasi
dengan radiografi dada.

Flail chest terjadi saat setidaknya didapatkan lima fraktur tunggal bersebelahan
atau tiga bersebelahan pada kosta, menghasilkan gerakan paradoksikal selama
siklus pernafasan. Flail pada segmen posterior dilindungi oleh otot dan skapula di
atasnya, sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Flail segmen
anterior dan lateral, dapat secara parah memengaruhi fungsi respirasi dan beresiko
terjadi atelektasis dan infeksi. Ventilasi tekanan positif atau fiksasi bedah
mungkin diperlukan untuk stabilisasi.

Cedera sternum terlihat pada trauma dada anterior. Kebenyakan fraktur tejadi
pada sternum bagian atas dan tengah dan terlihat berhubungan dengan hematoma
retrosternal dan kontusio myokardial. Cedera ini sulit untuk diidentifikasi pada
radiografi dada frontal dan sering membutuhkan posisi lateral atau sternal untuk
mempertajam visualisasi. Fiksasi bedah tidak diperlukan, dan penyembuhan
terjadi selama beberapa minggu.

Fraktur spinal dapat terjadi dari trauma kompresi atau whiplash dan berhubungan
dengan kerusakan neurologi dan struktur vaskular. Evaluasi optimal memerlukan
radiografi spinal frontal dan lateral. Imobilisasi dan fiksasi bedah diperlukan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Infeksi diskus intervertebralis dapat
menimbulkan erosi dan penyempitan ruang diskus dengan formasi abses.
Imobilisasi dengan antibiotik diperlukan.

DIAFRAGMA

Ruptur diafragma mungin dapat terjadi sekunder dari trauma tajam maupun
tumpul. Elevasi hemidiafragmatik mungkin terlihat, dan organ abdomen atas,
termasuk lambung (collar sign), liver (cottage loaf sign), lien, usus halus dan
kolon, mungkin mengalami herniasi ke rongga thoraks. Temuan yang
berhubungan termasuk opasitas paru basiler, kontur diafragma ireguler dan fraktur
kosta bawah. Tambahan, pneumoperitoneum dapat terjadi dari perforasi
abdominal viseral, dengan adanya udara terlihat terakumulasi di bawah diafragma
superolateral pada radiografi tegak, atau anteromedial pada radiografi supinasi
(cupola sign). Akan tetapi, kondisi lain seperti atelektasis paru basiler, efusi
subpulmonik, abses subphrenik, interposisi kolonik (Chilaiditi syndrome),
eventrasi diafragmatik, hernia diafragma kongenital, dan cedera saraf phrenikus
dapat memiliki penampakan yang sama pada radiografi dada, dan CT-scan
diperlukan untuk diagnosis. Perbaikan bedah diperlukan untuk mencegah
komplikasi seperti strangulasi usus, kompresi organ thoraks dan paralisis
diafragma.

PLEURA

Setelah trauma dada, udara mungkin masuk ke kavum pleura dari lingkungan luar
(open pneumothoraks) atau dari dalam tubuh (closed pneumothoraks). Open
pneumothoraks atau biasa disebut sucking chest wound terjadi saat kulit dan
pleura cedera oleh karena trauma tajam. Paparan langsung dan chest tube
placement terindikasi. Closed pneumothoraks terjadi setelah trauma tumpul,
biasanya karena laserasi pleura oleh fraktur kosta. Tatalaksana konservatif
direkomendasikan, dan tube thoracostomy harus dilakukan hanya jika pasien
simptomatik. Diagnosis pneumothoraks memerlukan visualisasi dari visceral
pleural line sign, yang memperlihatkan separasi dari pleura visceral dan parietal.
Pada radiografi supinasi, pergerakan anterokaudal dari pleural air menghasilkan
basis paru hiperlusen, sulkus phrenikus radiolusen (deep sulcus sign). Tension
pneumothoraks terjadi saat pneumothoraks masuk tapi tidak ada jalan keluar
udara dari kavitas thoraks. Temuan foto didapatkan paru unilateral hiperlusen,
spatium interkosta melebar, depresi hemidiafragmatik dan deviasi trakea.

Simple pneumothoraks terjadi karena ruptur atau laserasi vaskular pada trauma
tumpul maupun tajam. Pada radiografi dada, terlihat efusi pleura serous yang
similar, dengan lapisan cairan dan penumpulan sudut kostofrenikus.
Tension hemothoraks dapat terjadi karena perdarahan intrathoraks yang masif
mengakibatkan kompresi paru ipsilateral dan displacement mediastinum.
Thorakotomi eksplorasi diindikasikan utuk mengidentifikasi dan memperbaiki
lokasi perdarahan.

Chylothoraks terjadi karena kerusakan pada duktus thorasikus. Chylothoraks sisi


kiri terlihat pada ruptur duktus thorasikus atas, berbeda dengan sisi kanan
dikarenakan cedera pada duktus thorasikus bawah.

PARU

Herniasi paru dapat diidentifikasi dengan radiografi dada, terlihat paru meluas
melebihi rongga thoraks. Tatalaksana konservatif dilakukan kecuali didapatkan
distres respiratori, inkarserasi atau strangulasi.

Atelektasis lobaris atau kolaps dapat terjadi karena obstruksi benda asing, aspirasi
atau ruptur bronkial. Beberapa lobus dapat terlibat, dan tanda-tanda radiografi
dada klasik telah terdeskripsi untuk lobus atas dan tengah (juxtaphrenic peak sign
atau katten sign), lobus kiri atas (luftsicel sign), lobus kiri bawah (flat waist sign,
ivory heart sign), dan lobus kanan bawah (superior triangle sign) kolaps.

Kontusio pulmoner terjadi saat cedera pada paru menimbulkan kebocoran darah
dan edema ke dalam spatium interstisial dan alveolar. Pada radiografi dada,
kontusio terlihat sebagai area geografik dari opasifikasi peripheral air-space atau
ground-glass, biasanya berdekatan dengan struktur tulang. Lesi terlihat jelas
dalam 6 jam setelah trauma dan secara umum sembuh dalam 5-7 hari. Ruptur
organ dan cedera benda asing dapat mengakibatkan pneumatocele, hematoma, dan
infeksi (abses) ke dalam parenkim paru. Pada radiografi dada, kumpulan udara
terlokalisasi terlihat dalam area air-space opacity. Cedera memakan waktu
berminggu-mingu atau bulan untuk sembuh dan skar kronis dapat terbentuk.
ARDS dapat terjadi sekunder karena trauma, infeksi, syok, aspirasi, transfusi dan
obat-obatan. Setelah 12-48 jam, kerusakan pada barier alveolar-kapiler
menimbulkan masuknya cairan ke dalam spatium alveolar, dengan manifestasi
radiologi sebagai opasitas difus bilateral patchy lung. Diagnosis banding radiologi
termasuk atelektasis, aspirasi, emboli lemak, edema pulomer alveolar, pneumonia,
dan hemoragi. Terapi melibatkan tatalaksana pada kondisi yang mendasari dan
perawatan suportif selama berminggu-minggu hingga bulanan.

MEDIASTINUM

Pneumomediastinum, atau mediastinal emfisema, mengacu pada adanya udara


dalam rongga mediastinum dikarenakan trauma tajam atau tumpul pada faringeal,
trakeobronkial, atau esofageal. Beberapa tanda radiografi dada telah
dideskripsikan, termasuk udara superior ke diafragma (continuous diaphragm
sign, continuous left hemidiaphragm sign, extrapleural air sign) melewati arteri
pulmoner kanan (ring-around-the-artery sign) lateral ke aorta desenden
(Naclerios V sign), dan superior ke vena brachiocephalica (V sign at
confluence of brachiocephalic veins). Pada anak-anak, elevasi pada lobus timus
(thymic sail sign) dapat terlihat. Identifikasi dan perbaikan pada organ yang
terkena diindikasikan.

Perdarahan mediastinal (mediastinal hematoma) dapat terjadi karena cedera


vaskular. Hematoma luas dapat menimbulkan gambaran radiografi ireguler dan
pembesaran mediastinum. Kriteria pembesaran mediastinum termasuk lebar lebih
dari 8 cm dan rasio lebar mediastinum dengan dada lebih dari 0,25

Ruptur esofageal dan cedera benda asing dapat menimbulkan infeksi


mediastinum. Radiografi dapat menunjukkan edema, hemoragi dan produksi gas
di mediastinum dan jaringan lunak servikal, dan juga efusi pleura dan konsolidasi
lobus bawah.

Trakea dan bronkus

Cedera trakeobronkial termasuk laserasi karena trauma tajam dan ruptur dari
trauma tumpul jalan nafas, terutama saat glottis tertutup. Secara umum,
bersamaan dengan cedera pada dinding dada, paru dan pembuluh besar juga dapat
terjadi. Gambaran transverse tears biasanya terjadi di antara cincin kartilago
trakea, sedangkan longitudinal tears terlihat di posterior membran trakea. Hal ini
menimbulkan pneumomediastinum masif dan memungkinkan terjadi edema jalan
nafas, hemoragi dan pneumothoraks. Pada radiografi dada, tabung endotrakeal
dapat terlihat, dengan herniasi melalui ruptur dinding trakea. Pada transeksi
bronkial, paru yang terkena dapat tervisualisasi jatuh ke inferior jauh dari hilum
pada radiografi posisi tegak dan posterolateral pada posisi supinasi (fallen lung
sign). Perbaikan bedah diperlukan untuk mempertahankan kontinuitas jalan nafas
dan untyk mencegah komplikasi seperti striktur trakeobronkial.

Esofagus

Cedera esofagus dapat disebabkan oleh violent vomitting (sindrom Boerhaave),


luka tembus, atau kompresi tulang pada trauma tumpul. Esofagus dari kiri trakea
pada tingkat inlet toraks, bergerak ke kanan di carina, dan memasuki perut.
Sebagian besar esofagus terletak di daerah serviks dan regio toraks bagian atas
dan terdapat efusi pleura kiri dan kanan. Kadang-kadang, lesi di persendian
gastroesofagus dapat terlihat, biasanya bersamaan dengan adanya efusi sisi kiri.
Temuan radiografi lainnya termasuk pneumomediastinum, pelebaran garis
paraspinal, dan opasifikasi retrokardiak paru ( Gambar 20A). Pada CT atau
gambaran gastrointestinal bagian atas dapat menunjukkan ekstravasasi oral
kontras dan penebalan esofagus. Operasi tepat harus segera dilakukan dikarenakan
risiko edema, infeksi, dan fistulisasi.

Hiatal hernia dapat terbentuk setelah trauma tumpul atau trauma tembus, abdomen
mengalami prolaps kemudian masuk melalui hiatus esofagus diafragma.
Radiografi dada menunjukkan struktur retrocardiac dengan gambaran gas dan /
atau cairan, yang terdapat pada abdomen intrathoracic ( Gambar 20B). Tidak ada
intervensi yang diperlukan kecuali terjadi inkaserata dan strangulasi.
JANTUNG

Pericardium

Perikardial tear bisa disebabkan karena trauma tumpul yang berat atau trauma
tembus. Pada radiografi thorax, terdapat gambaran konveksitas ireguler dari
jantung (tanda "snow cone") disertai dengan cedera jantung, pneumomediastinum,
dan pneumotoraks. Ruptur pada pleuropericardial atau pericardial diaphragmatic
dapat menyebabkan herniasi jantung, ditandai dengan pergeseran silhoutte
jantung. Kondisi ini merupakan predisposisi volvuls jantung dengan obstruksi
pembuluh darah besar, dan memerlukan operasi segera (Gambar 21A, 21B, Dan
21C).

Ruptur organ dan vaskular dapat menyebabkan timbulnya cairan (efusi


perikardial) atau udara ke dalam rongga perikardial (pneumopericardium). Efusi
perikardial dapat mengandung cairan transudatif (hydropericardium), eksudatif
(pyopericardium), limfatik (chylopericardium), atau hemorrhagic
(hemopericardium). Selain itu, ruptur organ dan cedera akibat benda asing, bisa
mengakibatkan peradangan dan infeksi perikardial (pericarditis). Tanda-tanda
radiografi dari efusi, jarang terjadi, mencakup pembesaran seluruh silhoutte
jantung (tanda "water-bottle") pada radiografi bagian frontal dan penebalan dari
lemak epikardial dan retrosternal ("epicardial fat-pad," "Oreo cookie, sandwich,
or stripe sign) pada radiografi lateral (Gambar 22ADan 22B). CT sangat
membantu dalam karakterisasi lesi perikardial dan efusi.

Pneumopericardium merupakan suat kondisi ditandai dengan adanya udara dalam


rongga perikardial atau di luar bagian jantung. Lokulasi pada kantung perikardial
dapat ditunjukkan dengan adanya nondependent pada decubits radiografi. Pada
radiografi thorax posisi tegak, terlihat gambaran radiolusen mengelilingi jantung
(halo sign) dan udara di sinus perikardial transversal (tanda "transversal band of
air"). Radiograf lateral menunjukan hipolusen retrosternal anterior pada dasar
jantung dan aorta (tanda "triangel of air"). Pada Tension pneumopericardium,
kompresi jantung ditandai dengan penurunan rasio kardiotoraks, dapat terlihat
(tanda "small heart") (Gambar 23ADan 23B).

Karena perikardial penuh dengan udara, maka pengembangan efusi secara


bertahap tidak menimbulkan gejala yang nyata. Namun, adanya akumulasi cepat
dari cairan atau udara dapat menghasilkan tamponade jantung, di mana tekanan
perikardial yang meningkat menyebabkan compromise hemodinamik yang
signifikan. Pada CT, terlihat adanya distensi vena cava, hepatosis dan ginjal, hal
tersebut menunjukkan adanya kongesti jantung yang berat. Indikasi dilakukan
perikardiosentesis untuk pemulihan fungsi normal kardiovaskular [ 7 , 8 , 15 ].

Trauma Jantung

Kontusio miokard disebabkan oleh rupturnya pembuluh intra myokard setelah


trauma jantung yang berat. Pada radiografi dada, dapat terlihat adanya hematoma
dinding dada dan kardiomegali akibat hemoperikardium. Pada stunning miokard
dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, dengan edema paru yang terlihat
pada radiografi. Temuan terkait fraktur skeletal dan kontusi paru.

Aneurisma jantung, merupakan penjepitan fokal di dinding septal atau dinding


bebas pada cardiac chamber, terjadi akibat trauma tumpul yang parah. Paling
sering terlihat di dinding anterior ventrikel kiri atau apeks. Aneurisma dapat
diterapi secara konservatif, namun harus dipantau dengan hati-hati karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya ruptur. Pseudoaneurysms jantung, terbentuk saat
dinding jantung mengalami ruptur kemudian diisi oleh hematoma epikardial dan
jaringan perikardial, biasanya disebabkan oleh trauma tembus. Pada umumnya
terletak di dinding posterolateral ventrikel kiri. Diperlukan terapi bedah segera
untuk mencegah terjadinya ruptur total ( Gambar 24A).

Ruptur jantung complete bisa disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tembus
yang berat. Sering mengenai ventrikel kanan, karena dindingnya yang tipis dan
letaknya di anterior dada. Ventrikel kiri, atrium kanan, dan atrium kiri jarang
terkena. Ruptur dinding dan fistulisasi ke organ yang berdekatan bisa
menyebabkan hemopericardium dan perikarditis. Dapat juga terjadi ruptur septum
interventrikular, otot papiler, dan katup ( Gambar 24B). Torsional stresses yang
berat dapat menyebabkan avulsi jantung, dengan pemisahan jantung dari
pembuluh darah besar. Radiografi dada menunjukkan bayangan jantung yang
membesar atau tidak teratur, sering bersamaan dengan adanya edema paru dan
efusi pleura. Indikasi segera dilakukan operasi.

Kasus infark miokard frekuensiya meningkat pada pasien trauma disebabkan


karena cedera arteri koroner dan oklusi. Radiografi dada dapat menggambarkan
adanya komplikasi seperti edema paru akibat gagal jantung. Trombolisis,
intervensi percutaneus koroner, atau bypass grafting arteri koroner dilakukan pada
kasus yang berat. Pada kondisi kronis dapat terjadi tiroid myocardial, fibrosis, dan
kalsifikasi (Gambar 24C). Terdapat peningkatan risiko aneurisma jantung dan
pembentukan pseudoaneurisma pada ruptur berikutnya [ 7 , 8 , 15 ].

AORTA

Trauma aortic injury (TAI) mengacu pada cedera luas yang disebabkan oleh
trauma tumpul pada aorta, terjadi deselerasi diferensial pada struktur toraks
dengan mekanisme efek gambaran padat dan cairan. Paling sering terjadi pada
isthmus aorta, diikuti oleh aortic root dan diaphragmatic aorta. Hal yang
mempengaruhi genus aorta meliputi tegangan geser, di mana lengkung aorta yang
bergerak bebas terlepas dari aorta turun yang tertekan; Tekanan lentur, dengan
fleksi aorta di atas arteri pulmonalis kiri dan bronkus mainstem; Dan sejumput
osseus, yang melibatkan kompresi aorta antara tulang belakang dan struktur
tulang anterior. Pada aorta ascenden, torsion stress terjadi pada katup aorta yang
mengalami displacement jantung, dan efek water hammer dihasilkan oleh
peningkatan tekanan intraaortik dengan disertai adanya ruptur perikardial dan
tamponade jantung. Mungkin bisa terjadi robekan aorta atau laserasi, di mana
bagian aorta dipisahkan secara paksa; Transeksi atau transversal aorta; dan ruptur,
dengan gangguan jaringan yang banyak. Sebagian atau semua lapisan dinding
arteri dapat terganggu karena pembentukan hematoma di berbagai lokasi. Survival
dari ruptur total yakni terjadi pembentukan pseudoaneurisma untuk menahan
pendarahan aktif oleh struktur adventitia, trombus, atau mediastinum. Disarankan
segera dilakukan pembedahan terbuka atau stent-grafting endovaskular. Tanda-
tanda radiografi indirect pada TAI meliputi pelebaran mediastinum, ireguler ata
obskrasi kontur aorta, opasifikasi pada arteripulmonar, depression (tekanan akibat
trauma) pada bronkus, deviasi trakea dan esofagus ke kanan, penebalan garis
paratracheal dan paraspinosus, dan hemothorax atau left apcal capping (25 A Dan
25B).

Diseksi aorta traumatis ditandai oleh intimomedial tear, terjadi pendarahan ke


lapisan dinding medial dan terbentuk false lumen. Gambaran pada radiografi dada
tidak spesifik dan mungkin menunjukkan silhouette aorta irreguler, kalsifikasi
tidakkontinue pada kantung aortik ("broken halo" sign), atau perpindahan
intraluminal pada kalsifikasi intima aorta (ring sign) ( Gambar 25C). Pembedahan
tipe B (descending aortic) dapat dilakukan terapi secara konservatif, sedangkan
pembedahan tipe A (ascending aortic) memerlukan pembedahan segera karena
risiko perdarahan perikardial, laserasi arteri koroner, dan ruptur katup aorta.

Aneurisma aorta traumatik menunjukan adanya dilatasi aorta melibatkan ketiga


lapisan dinding arteri, dan rentan terjadi ruptur. Pada radiograf dada silhouette
terlihat aorta yang membesar dan ireguler ( Gambar 25D). Pembedahan terbuka
dianjurkan pada kondisi ascending aneurisma aorta yang simtomatik, cepat
berkembang, atau lebih besar dari 5,0-5,5 cm. Descending aneurisma aorta yang
melebihi 6,0 cm biasanya dapat diperbaiki dengan stent-grafting endovaskular.

Trauma tembus aorta tergantung pada mekanisme trauma dan variasi kedalaman
ukuran dan lokasinya. Dapat terjadi laserasi pembuluh darah, pemotongan, atau
fistulisasi arteriovenosa. Sebagian besar pasien yang selamat menunjukkan
pseudoaneurysm kecil pada pembuluh darah. Dapat telihat adanya Kontur aorta
ireguler dan lumen yang sempit.
TRAUMA VASKULER

Pembuluh darah besar

Lebih dari 90% luka pada pembuluh darah besar disebabkan oleh trauma tembus.
Cabang-cabang dari aorta, venae cavae, dan vena pulmonal juga rentan pada
trauma tumpul yang memiliki mekanisme serupa dengan TAI. Komplikasi dapat
terjadi pembentukan hematoma lokal dan hemoperikardium (Gambar 26ADan
26B). Jika pendarahan tidak dapat dikendalikan, maka dilakukan pembedahan
untuk menjaga integritas sirkulasi kardiovaskular

Arteri pulmo

Pada pasien trauma, hiperkoagulabilitas dan imobilisasi menjadi predisposisi


terjadinya deep vena trombosis, beredar ke arteri pulmonalis dan menghasilkan
pulmonary embolism (PE). Hal ini menyebabkan peradangan, hipoksemia,
compromise hemodinamik dengan regangan (strain) jantung kanan (cor
pulmonale), dan infark paru disertai tidak ada produksi surfaktan regional.
Temuan radiografi dada sebagian nonspesifik dan kardiomegali, atelektasis,
edema paru, efusi pleura, dan elevasi hemidiaphragmatic. Gambaran radiologi
klasik meliputi oligemia regional (Westermark sign), pembesaran arteri
pulmonalis sentral (Fleischner sign), pembesaran descending arteri pulmonal
("Palla" sign), abrupt pulmonary artery tapering (knuckle sign). Adanya infark
akut, terlihat gambaran opasities subpleural fokal (Hampton hump), dimana pada
stage beriktnya terdapat garis fibrosis (Fleischernerr lines) dan resolusi
centripetal infarc (melting ice cube sign) (gambar 27A Dan 27B). Tes yang lebih
pasti untuk PE meliputi scintigraphy ventilasi-perfusi (V / Q) nuklir, CT
angiography (CTA), dan angiografi paru. Namun, radiografi masih sering
digunakan untuk mencari sumber nyeri dada lainnya dan untuk membantu
interpretasi V / Q scan yang tepat. Disarankan terapi antikoagulan segera
direkomendasikan pada kasus curiga PE.

Emboli septik terjadi bila zat infeksi dari ruptur organ atau cedera benda asing
bergerak ke paru-paru. Radiografi dada menunjukkan nodul bilateral difus dari
berbagai ukuran dan tahap kavitasi, yang menggambarkan multiple emboli.
Seiring waktu, lesi dapat berkembang menjadi wedge-shape peripheral opasities
(Gambar 27C). Pengobatannya memerlukan terapi antibiotik dan thoracentesis.

Emboli udara disebabkan oleh ruptur organ atau luka tembus yang mempengaruhi
sirkulasi vena sistemik. Hal ini juga bisa disebabkan oleh barotrauma. Mortalitas
tergantung pada jumlah dan banyaknya udara yang masuk. Radiografi dada dapat
menunjukkan daerah hiperlusen di jantung kanan, arteri pulmonalis, dan vena
sistemik. Tanda oligemia paru, edema, atau kongesti jantung kanan juga bisa
terlihat.

Emboli lemak akibat trauma pada tulang panjang dan pelvis, keluarnya partikel
lemak dan menutup kapiler. Produksi asam lemak bebas menyebabkan
pneumonitis kimia dalam 12-72 jam cedera. Manifestasi radiologis serupa dengan
ARDS - yaitu, opasities parenkim difus ( Gambar 27D). Manajemennya bersifat
suportif, dan membutuhkan waktu 7-10 hari untuk memulihkannya.

Kehamilan merupakan faktor risiko untuk penyakit tromboemboli. Risiko paparan


radiasi pada janin harus dipertimbangkan suspek klinis PE. Pasien diobati dengan
heparin karena efek teratogenik warfarin. Selain itu, ada risiko emboli cairan
amnion (AFE), di mana cairan amnion memasuki vena uterus saat persalinan atau
plasenta. Secara radiografis, gambaran adanya opasities bilateral menyebar yang
tidak dapat dibedakan dengan PE, perdarahan, dan pneumonia ( Gambar 27E).
Prognosisnya buruk, dan terapi suportif. Segera rujuk ntuk dilakuukan sesar pada
pasien dengan serangan jantung yang tidak responsif terhadap resusitasi.

Emboli karena benda asing bisa terjadi dengan fragmentasi benda asing. Bahan
dapat berjalan melalui sirkulasi arterial atau vena dan bersarang di tempat distal
(Gambar 27F). Kematian tergantung pada lokasi, durasi, dan tingkat keparahan
emboli. Umunya terjadi cedera kardiopulmoner, dan terjadi risiko lainnya
meliputi perforasi, trombosis, dan infeksi.
KESIMPULAN

Radiografi thorax berperan penting dalam evaluasi awal trauma tumpul dan
trauma tembus, serta memberikan informasi mengenai gambaran thorax,
menunjang aspek anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pada
kegawatdaruratan, radiografi thorax berperan penting dalam interpretasi cedera
bagian dada dan perut atas, serta rencana untuk pengelolaan dan tindak lanjut.
Pemahaman mengenai patofisiologi trauma dan temuan radiologi terkait luka di
dinding dada, diafragma, pleura, paru-paru, mediastinum, jantung, aorta, dan
pembuluh darah besar akan memungkinkan ahli radiologi untuk berinteraksi
dengan cepat dan efektif bersama anggota tim perawat kesehatan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai