Anda di halaman 1dari 9

Tugas Individu

Mata Kuliah : Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit


Dosen : Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc.

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN KLINIS

OLEH :
A. DHINI ALFIANDARI

P1806216008

DEPARTEMEN MANAJEMEN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

BAB I
PENDAHULUAN

Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan berawal pada akhir tahun 1960-


an dengan adanya pengguna komputer secara time-sharing (berdasarkan pembagian
waktu). Pada mulanya seseorang dapat berinteraksi langsung dengan computer tanpa
harus melalui spesialis informasi. Time-sharing membuka peluang baru dalam
penggunaan komputer. Tidak sampai tahun 1971, ditemukan istilah DSS, G Anthony
Gorry dan Michael S. Scott Morton yang keduanya frofesor MIT, bersama-sama
menulis artikel dalam jurnal yang berjudul A Framework for Management
Information System mereka merasakan perlunya ada kerangka untuk menyalurkan
aplikasi computer terhadap pembuatan keputusan manajemen. Gorry dan Scott
Morton mendasarkan kerangka kerjanya pada jenis keputusan menurut Simon dan
tingkat manajemen dari Robert N. Anthony. Anthony menggunakan istilah Strategic
palnning, management control dan operational control (perencanaan strategis,
control manajemen, dan control manajemen).
Pada awalnya, sistem pendukung keputusan (decision support system, DSS)
merupakan sistem yang dibangun untuk keperluan mendukung pengambilan
keputusan manajerial pada situasi semi terstruktur. Sistem ini tidak akan digunakan
untuk menggantikan peran seorang pengambil keputusan dalam memberi
keputusannya, namun hanya sebatas memberikan rekomendasi keputusan. Namun,
seiring dengan perkembangan dibidang teknologi informasi dan kesehatan, sistem
pendukung keputusan telah mulai diaplikasi dibidang kesehatan. Salah satu aplikasi
yang paling banyak menggunakan konsep sistem pendukung keputusan adalah
Clinical Decision Support System (CDSS) atau sistem pendukung keputusan klinis.
Tujuan sistem ini adalah membantu para profesional dibidang kesehatan
dalam menganalisis data pasien dan membuat keputusan berdasarkan diagnosis,
melakukan pencegahan, dan tratment terhadap permasalahan kesehatan. CDSS
dikembangkan diberbagai bidang sistem kedokteran, kedokteran gigi, dan farmasi.
CDSS adalah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk mengukur probabilitas
munculnya penyakit apabila diberikan gejala, observasi, atau tes tertentu. CDSS dapat
digunakan untuk mendiagnosa berbagai kasus yang sangat rumit, membantu proses
belajar mengajar bagi guru dan siswa kedokteran, menjadikan user dapat berperan
baik sebagai dokter maupun pasien, dan membantu para personil kedokteran (dokter,
perawat, rumah sakit, dan pasien).

BAB II
PEMBAHASAN
1. Clinical Decision Support System (CDSS)
Dalam dunia kesehatan beberapa tahun belakang sudah mulai
dikembangkan penggunaan teknologi sistem informasi dalam membantu para
tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya untuk meningkatkan derajat
kesehatan banyak, sehingga masyarakat sudah mulai menikmati kemanfaatanya
karena sudah mulai diterapkan dibeberapa Rumah Sakit. Salah satu yang mulai
digunakan ialah Clinical Decision Support System (CDSS). Dimana Clinical
Decision Support System (CDSS) merupakan suatu sistem elektronik maupun
non-elektronik yang didesain untuk membantu klinisi secara langsung dalam
mengambil keputusan klinik.
Clinical Decision Support System (CDSS) menurut Wyatt dan
Spiedelhalter (Bemmel etal, 1997:262): Sistem pengetahuan aktif yang
menggunakan dua atau lebih item data pasien untuk memberikan saran pada
kasus tertentu. Definisi tersebut meliputi komponen-komponen utama CDSS,
yaitu: pengetahuan medis, data pasien, dan saran untuk kasus tertentu. Dalam
Bemmel et all (1997:262), CDSS adalah perangkat lunak yang dapat menerima
input mengenai situasi klinis dan dapat menghasilkan output inferensi yang dapat
membantu para praktisi dalam mengambil keputusan.
Trowbidge dan Weingarten (2005) mengatakan bahwa CDSS membantu
para dokter dalam mengaplikasikan informasi baru untuk merawat pasien
menlalui analisis terhadapa variabel-variabel klinis tertentu. Hieb et al, (2002)
mengatakan bahwa CDSS adalah sistem yang didesain secara otomatis untuk
membantu meningkatkan kualitas dan menghemat biaya dalam aktifitas medis.
CDSS dirancang untuk meyakinkan para pasien akan perawatan terbaik melalui
jaminan bahwa pasien akan mendapatkan informasi yang benar pada saat yang
tepat dengan keputusan yang tepat pula. Hunt (1998), mengatakan bahwa CDSS
adalah perangkat lunak yang dirancang untuk membantu memberikan keputusan
klinis bagi pasien dengan cara mencocokan karakteristik yang ada pada pasien
dengan basis pengetahuan yang ada dalam komputer, kemudian dokter akan
memberikan penilaian atau rekomendasi klinis.
Clinical Decision Support System adalah program yang membantu para
professional dibidang kesehatan dalam menganalisis data pasien dan membuat
keputusan berdasarkan diagnosis, melakukan penceagahan, dan treatment
terhadap permasalahan kesehatan. CDSS dikembangkan diberbagai bidang
system kedokteran, kedokteran gigi, dan farmasi. CDSS adalah perangkat lunak
yang dapat digunakan untuk mengukur probabilitas munculnya penyakit apabila
diberikan gejala, observasi, atau tes tertentu. CDSS untuk mendiagnosa berbagai
kasus yang sangat rumit, membantu proses belajar mengajar bagi guru dan siswa
kedokteran, menjadikan user dapat berperan baik sebagai dokter maupun pasien,
dan membantu para personil kedokteran (dokter, perawat, rumah sakit, dan
pasien).

2. Karakteristik Clinical Decision Support System (CDSS)


Basis Pengetahuan dan Akuisis Pengetahuan Medis
Basis pengetahuan medis adalah kumpulan pengetahuan medis yang
terorganisasi secara sistematis yang dapat diakses secara elektronis yang
dapat diinterpretasikan oleh computer. Pengetahuan medis dapat dipeoleh
dari literatur-literatur medis, atau berasal dari para pakar pada domain
tertentu (pengalaman klinis) (Bemmel et al., 1997:277).
Dalam perkembangan perangkat lunak (software) diperlukan adanya
keseimbangan antara teori dan praktek. Pengembangan secara praktis juga
dibutuhkan untuk membangun sistem yang handal, seperti kinerja basis data
dan basis pengetahuan. Koleksi pengetahuan dalam basis pengetahuan
menyerupai beragam aktifitas perawatan kesehatan yang terkait dengan
terjadinya pengetahuan tersebut. Beberapa aktifitas tersebut antara lain
membangun petunjuk praktis, analisis data, mengumpulkan sumber-sumber
pengetahuan dan membangun alat bantu akuisisi pengetahuan. Ada beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan petunjuk praktis
tersebut antara lain:
a. Mengkoombinasikan antara kajian literatur baik formal maupun
informal
b. Diskusi panel para ahli atau consensus dari pertemuan
c. Konsultasi dengan ahli ditingkat lokal
d. Publikasi pada jurnal medis untuk merangsang adanya diskusi
Proses akuisis pengetahuan dibidang medis secara umum dapat
dikategorikan menurut sumber pengetahuan medis, yaitu :
a. Pengetahuan diperoleh dari para ahli, yang diperoleh baik secara
konvensional melalui perantaraan system analisis-ahli, maupun
diperoleh dari para ahli secara langsung pada basis pengetahuan melalui
program editor
b. Pengetauan diperoleh dari literatur-literatur yang telah dipublikasikan
Alat bantu untuk akuisisi pengetahuan sering dikenal dengan
knowledge-based editors (KBEs). KBEs sangat membantu para dokter dalam
menempatkan dan memproses berbagai pengetahuan yang relevan.

Inference Engine
Inference engine merupakan komponen yang bertugas untuk
melakukan penelaran berdasarkan fakta-fakta yang diberikan dan
pengetahuan yang tersedia pada basis pengetahuan. Pada dasarnya ada dua
penalaran yaitu penalaran dedukatif dan penularan induktif. Penalaran
deduktif adalah proses penalaran yang dimulai dari premis umum untuk
mendapat kesimpulan yang bersifat khusus. Sedangkan penalaran induktif
adalah proses penalaran yang dimulai dari premis khusus untuk mendapat
kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif bersifat konsisten dan
memiliki pengetahuan yang lengkap. Sedangkan penalaran induktif bersifat
non monoton. Ciri-ciri ketidakpastian, adanya perubahan pada pengetahuan
an penembahan fakta baru dapat mengubah konklusi yang sudah terbentuk.
Sedangkan pada penalaran induktif dilengkapi dengan kamampuan
mengatasi ketidakpastian.

Memori Kerja
Memori kerja berguna untuk menyimpan data-data, fakta-fakta atau
informasi yang ada pasien. Data-data tersebut mencakup data demografi,
gejala yang dialami, tanda yang diperlihatkan, pengobatan yang dialami, dll.

Modul Penjelasan
Modul penjelasan digunakan sebagai media untuk memberikan
penjelasan dan alur interensi dalam memutuskan lahirnya suatu solusi.

3. Beberapa Aplikasi Clinical Decision Support System (CDSS)


CDSS telah banyak iaplikasikan untuk berbaagai keperluan dalam
pengambilan keputusan klinis. Perangkat lunak yang telah di bangun untuk
keperluan CDSS adalah MYCIN. MYCIN merupakan sistem pendukung
keputusan yang bersifat kualitatif dengan menggunakan konsep sistem pakar.
MYCIN berisi sejumlah peraturan, yang diturunkan oleh kolaborasi para ahli.
Salah satu kelebihan MYCIN adalah dengan kemampuan untuk mengakomodasi
adanya ketidakpastian. MYCIN menggunakan certainty factors (CF) untuk
mengatasi masalah ketidakpastian.

Beberapa aplikasi CDSS lainya yang juga mulai dikembangkan antara


lain :
1. ISABEL, merupakan suatu bentuk CDSS yang terintegrasi dengan internet
yang menyediakan beberapa fitur untuk diagnosis.
2. NEOSIS, merupakan sebuah platform untuk integrasi dan representasi visual
dalam kecerdasan medis.
3. LISA, berupa sistem pendukung keputusan dan informasi klinis untuk
perawatan menyeluruh bagi anak-anak yang mengidap penyakit acute
lympheblastic leukemia (Bury, 2008 )
4. EPIC, merupakan CDSS yang berperan sebagai mitra cerdas bagi staf klinisi
dan memberikan panduan yang terstruktur.

4. Kategori Clinical Decision Support System (CDSS)


CDSS dapat dikategorikan dengan cara yang berbeda seperti representasi
pengetahuan, tips keputusan dan domain medis. Jika dilihat dari sudut pandang
dokter, system dapat dibagi berdasarkan diminta atau tidaknya saran yaitu
dimintai saran (solicited advice ), tidak dimintai saran (unsolicited advice ), dan
system anatomi (autonomous system ).
Pada solicited advice dokter secara eksplisit berkonsultasi dengan DSS.
Solicited advice memiliki ciri sebagai berikut :
a. Kebanyakan bersifat stand alone.
b. Pengguna berdialog langsung dengan system .
c. System akan memberikan pertanyaan kepengguna sebagai data input.
d. Melalui DSS, system akan memberikan control kepada dokter untuk
menalar.
Pada ansolisited advis system memberikan saran secara terpisah kepada
dokter. System ini menggunakan data pasien kemudian membangkitkan saran
secara terpisah dengan permintaan dokter. System ini memonitor data pasien
yang masuk.
5. Kapabilitas dan Kredibilitas Clinical Decision Support System (CDSS)
Pada prinsipnya system ini pendukung keputusan harus memiliki
kemampuan untuk digunakan dengan mudah, mengakses berbagai sumber, tipe
dan format data untuk berbagai permasalahan, mengakses berbagai kemampuan
analis dengan bebrapa saran dan panduan. Apabila dipandang dari sisi antar
muka, suatu system pendukung keputusan harus mampu melayani berbagai
format input atau output dari pengguna, berbagai gaya dialog, mendukung
komunikasi antar pengguna dan pengembang, mendukung adanya pengetahuan
dari pengguana. Dan memberikan dukungan dialog yang fleksibel dan adaptif.
Jika dilihat dari sudut pandang kapabilitas data, system harus memiliki
kemampuan untuk mengolah data dengan berbagai tipe dan format,
mengekstraksi, mengcapture dan mengintegritaskan data, Melakukan akses data;
berfungsi dalam manajemen basis data, melakukan tracking terhadap pengguna
data dan mendukung fleksibilitas dan adaptasi data. Apabila ditinjau dari sudut
pandang model, maka system harus memiliki kepustakaan model terkait aturan
basis model, memiliki fasilitas pembangun model, mampu melakukan manipulasi
data, mampu melakukan fungsi manajemen basis model, mampu
mendokumentasikan model, mampu melakukan traking terhadap pengguna
model, dan mampu memberikan dukungan terhadap fleksibilitas.
Beberapa metode dapat digunakan untuk melakukan uji validitas salah
satu metode yang dapat digunakan adalah one feature: single decision threshold.
Metode ini digunakan manakala hanya ada satu fitur saja yang mempengaruhi
hasil diagnosis. Nilai thersold dipilih untuk memutuskan apakah suatu kondisi
teridentifikasi penyakit tertentu.

Anda mungkin juga menyukai