Anda di halaman 1dari 25

BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah adat merupakan rumah tradisional yang pada suatu daerah memiliki ciri khas
tersendiri sehingga membuatnya berbeda dari rumah adat yang lain. Rumah adat yang
terdapat di Kampung Naga termasuk dalam rumah adat Sunda. Saat ini keberadaan rumah
adat Sunda sudah jarang ditemukan, terutama di kota-kota besar di Jawa Barat. Akan
tetapi, rumah adat Sunda ini masih dapat ditemukan di Kampung Naga.

Kampung Naga merupakan kampung adat yang terletak di daerah Sunda Priangan,
tepatnya berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi
Jawa Barat. Letaknya sekitar 40 km atau 1 jam perjalanan darat dari Kota Tasikmalaya ke
arah Barat menuju Kabupaten Garut.

Pada Kampung Naga ini, masyarakatnya masih memegang teguh dan melestarikan adat
Sunda, terutama pada bangunan rumah tinggalnya. Dilihat dari bentuk rumah, konstruksi
dan bahan bangunan, letak dan arah rumah, terdapat keunikan tersendiri, Karena itulah
sangat penting untuk mempelajari bangunan rumah tinggal di Kampung Naga. Dalam
laporan ini, akan mengungkap tipologi bangunan rumah adat Sunda yang ada di Kampung
Naga, pembagian ruang yang terdapat dalam bangunan rumah tinggal, konstruksi serta
bahan bangunan dan elemen pendukung lain yang terdapat pada bangunan rumah tinggal
di Kampung Naga.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.2.1. Tujuan
a. Menjelaskan tipologi bangunan rumah tinggal di Kampung Naga.
b. Menjelaskan fungsi, pembagian ruang, konstruksi dan bahan bangunan serta
elemen pendukung yang terdapat pada bangunan rumah tinggal di Kampung
Naga.

1.2.2. Manfaat
a. Mengetahui dan memahami perihal bangunan rumah tinggal di Kampung Naga.
b. Mengetahui mengenai fungsi, pembagian ruang, konstruksi dan bahan
bangunan serta elemen pendukung yang terdapat pada bangunan rumah
tinggal di Kampung Naga.

1
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

1.3. Metode Pengumpulan Data dan Analisa Penulisan

1.3.1. MetodePengumpulan Data


Pengumpulan data dalam laporan ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
a. Survei Lapangan
Survey di lapangan digunakan untuk melakukan pengamatan langsung terhada
objek bangunan rumah tinggal di Kampung Naga. Selain itu juga digunakan
untuk wawancara dengan responden yang ada di objek penelitian.
b. Studi Pustaka
Mengumpulkan dan mempelajari data dan teori yang berkaitan dengan
bangunan rumah tinggal, khususnya rumah adat Sunda, melalui studi pustaka
(buku, makalah, jurnal) agar dapat digunakan sebagai acuan dalam proses
analisis sekaligus menunjang kelengkapan isi laporan yang disusun.
c. Browsing Internet
Browsing internet agar lebih memudahkan untuk mendapatkan data-data yang
tidak didapatkan pada studi pustaka.

1.3.2. Metode Analisa


Data-data yang diperoleh dari hasil survey lapangan, literature dan browsing
internet dianalisis secara deskriptif analitis dari segi tipologi, fungsi, pembagian
ruang, konstruksi dan bahan bangunan serta elemen pendukung yang terdapat
pada bangunan rumah tinggal di Kampung Naga.

1.4. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode
pengumpulan data dan analisa penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA,
Berisi teori dan penjelasan mengenai pengertian arsitektur tradisional,
arsitektur tradisional Indonesia serta arsitektur tradisional Sunda meliputi
definisi ruang, tipologi dan konstruksi bangunan dalam rumah adat Sunda.
BAB III DATA
Berisi data tinjauan umum Kampung Naga dan bangunan rumah tinggal di
Kampung Naga.
BAB IV ANALISA
Berisi analisa tipologi bangunan, pembagian ruang, struktur, konstruksi
dan bahan bangunan serta elemen pendukung pada bangunan rumah
tinggal di Kampung Naga.
BAB V KESIMPULAN
Berisi kesimpulan dari keseluruhan laporan.

2
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Arsitektur Tradisional

2.1.1. Pengertian Arsitektur Tradisional


Kata arsitektur dalam bahasa Yunani:arche: dan Tektoon, Arche berarti yang
asli, yang utama, yang awal. Sedangkan Tektoon menunjuk yang berdiri kokoh,
tidak roboh, stabil dan sebagainya. Jadi dalam pengertiannya yang semula
arsitektur1 dapat diartikan sebagai suatu cara asli untuk membangun secara kokoh.
Tradisional 2 adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu
berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat ada 3 wujud kebudayaan, yaitu:
a. Wujud idewal/Adat tata kelakuan.
b. Wujud kelakuan aktifitas/sistim sosial.
c. Wujud fisik/konkrit.
Sesuai dengan uraian tersebut,arsitekturtradisionalmerupakan arsitektur
perwujudan bentuk ruang dan fisik menempatkan dirinya pada kebudayaan fisik
yang konkrit dan merupakan suatu pencerminan wujud/jaman tertentu yang
mempunyai ciri-ciri khas dan asli dari daerah tersebut, dan sudah menyatu secara
seimbang, serasi dan selaras dengan masyarakat, adat istiadat dan lingkungannya.

2.1.2. Arsitektur Tradisional Indonesia 3


Arsitektur Tradisional Indonesia adalah arsitektur tradisional yang ada di
Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan, maka terdapat beribu-
ribu suku bangsa dengan segala adat istiadat dan kebudayaannya masing-masing.
Secara garis besar, arsitektur tradisional Indonesia mempunyai ciri khas sebagai
berikut :
a. Terdiri dari tiga macam bangunan :
Bangunan di atas tanah
Bangunan berpanggung
Bangunan di atas air
b. Berdasarkan fungsinya dapat di bedakan atas 2 macam :
Bangunan sakral
Bangunan profane/tempat tinggal
c. Berdasarkan alam lingkungannya dapat di bedakan atas 3 macam :
Bangunan pesisir pantai
Bangunan daerah peralihan
Bangunan daerah pedalaman/pegunungan

1
YB. Mangunwijaya, 1992 dalam Juhana
2
KBBI
3
Laporan KKL Angkatan 2009 JAFT UNDIP
3
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

d. Berdasarkan iklimnya, mempunyai ciri-ciri :


Bangunan tropis, Indonesia hanya mengenal 2 musim yaitu musim
hujan dan kemarau.
Bahan bangunanya dari kayu,rotan,bambu,ijuk,dan sebagainya. Karena
di Indonesia kaya akan hasil hutan, pertanian dan perkebunan, maka
bangunan tradisional Indonesia pada umumnya menggunakan bahan-
bahan yang mudah di peroleh dari alam sekitarnya.
e. Bentuk bangunan
Dipengaruhi oleh alam lingkungan serta adat istiadat setempat,
agama/kepercayaan, serta ornamen yang ada sering merupakan simbol
falsafah hidupnya.

2.2. Arsitektur Tradisional Sunda

2.2.1. Definisi Ruang Menurut Masyarakat Sunda


Masyarakat Sunda dengan adat dan kepercayaannya telah menciptakan
hubungan yang kompleks dengan alam dan wadah disekitarnya. Wadah disini dapat
didefinisikan secara tersirat maupun tersurat. Beberapa hubungan wadah dan
kebiasaan masyarakat Sunda dapat dilihat sebagai berikut :

Pola penempatan ruang 4


Konsep penempatan ruang yang dikenal oleh masyarakat Sunda secara
umum dibagi menjadi 3, yaitu berdasarkan elemen, orientasi, dan mitos. Dalam
perkembangannya, ada 3 istilah yang dikenal oleh masyarakat Sunda dalam
penempatan ruang :
a. Lemah Cai
Penempatan dengan konsep ini memiliki makna bahwa kampung/ruang
membutuhkan dua elemen sebagai syarat berdirinya suatu pemukiman,
yaitu lemah (tanah) yang layak huni dan layak dijadikan lading, serta cai (air)
yang tersedia, misalnya mata air atau bolang, untuk menghidupi tanah dan
manusia.
b. Luhur Hadap
Konsep yang menyakini bahwa yang di luhur (di atas) dinilao lebih tinggi
nilainya, sebagai contoh kepala (ada di luhur) lebih tinggi nilainya dari pada
kaki (ada di hadap), dalm penerapannya dapat dilihat Rumah
Kuncen/Rumah Penjaga Kampung/Rumah Bumi Ageung yang terletak di
daerah tinggi.
c. Wadah Eusi
Dapat dimaknai bahwa setiap tempat selalu menjadi suatu wadah sekaligus
eusi atau kekuatan supranatural. Walaupun eusi selalu butuh wadah. Dapat
dicontohkan sebagai batu-hideung diletakan di tengah kampung, hutan
keramat tempat ular besar bersarang dll.

4
Laporan KKL Angkatan 2009 JAFT UNDIP
4
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

d. Kaca Kaca
Konsep kacakaca dipahami sebagai batas antar ketinggian tempat,
perbedaan material tempat, atau benda yang diletakkan pada tempat
tertentu sebagai symbol dari dua arah yang berbeda. Area tertentu
kampung sering diberi batas spasial seperti kacakaca kulon dan kacakaca
wetan. Konsep ini juga dipahami sebagai cara melihat penciptaan wadah
fisik. Bagaimana menyambung dua material baik yang berbeda atau sama
dalam satu rumah lebih dipandang penting dari pada material itu sendiri .

2.2.2. Tipologi Bangunan Dalam Rumah Adat Sunda


Tipologi bangunan rumah adat Sunda dibagi menjadi beberapa tipe
bangunan, bentuk atap dan segi perletakan pintu masuk (entrance). Tipologi
bangunan rumah adat Sunda dibagi menjadi 2 tipe bangunan 5, yaitu :
a. Tipe rumah untuk keteduhan, banyak tersebar di daerah-daerah datar dan
pantai di Jawa Barat, ciri-ciri bangunan untuk keteduhan ini adalah :

Lantai rumah langsung beralaskan tanah


Di sekeliling rumah terdapat serambi yang member keteduhan inti
rumah.
Serambi depan dapat berbentuk pendopo dengan bubungan atap yang
terpisah
Inti rumah terbagi menjadi beberapa ruanhan yang simetris kiri dan
kanan yang digunakan sebagai tempat menerima tamu serta kamar
tidur keluarga
Bentuk atapnya, umumnya pelana atau limas yang merupakan
pengaruh dari bentuk atap rumah tradisional Jawa
Bahan bangunan untuk dinding terbuat dari kayu atau bamboo dengan
atap terbuat dari daung alang-alang atau daun enau. Tetapi sekarang
banyak warga yang memakai batu-bata untuk dinding dan genting
untuk atap

5
Badudu (1982:44-46) - Badudu, J.S., dkk. 1982. Tipe Rumah Tradisional Khas Sunda di Jawa Barat. Bandung
: ITB Fakultas Teknik Arsitektur.
5
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

b. Tipe bangunan untuk kehangatan, tersebar di daerah bukit dan


pegunungan, khususnya di daerah Sunda Priangan, ciri-ciri bangunan untuk
kehangatan ini adalah :

Rumah memiliki bentuk yang kompak. Dengan serambi kecil yang


terbuka, ruang inti lebih serin tidak terbagi. Dapur termasuk sebagai
ruang berkumpul keluarga
Rumah dibangun di atas umpak atau rumah panggung dengan tinggi
40-60 cm
Rumah inti ada bangunan lumbung padi (leuit), kandang ternak,
pendopo menumbuk padi, kolam ikan (balong) dan bagi orang berada
juga memiliki bangunan mushola kecil, di dekat kolam ikan
Bahan bangunannya secara tradisional terbuat dari kayu atau bamboo
sebagai bhan kerangka dan dinding. Untuk atap pada umumnya
digunakan ijuk

Selain dari segi tipologi bangunan, rumah adat Sunda dapat dilihat dari segi
bentuk atapnya dan segi perletakan pintu masuk (entrance). Dari segi bentuk
atapnya rumah adat Sunda dibagi menjadi 5 bentuk atap 6, diantaranya :
a. Suhunan Lurus (Suhunan Jolopong)
Dalam bahasa Sunda, istilah Jolopong memiliki arti
tergolek lurus. Bentuk atap shunan lurus adalah
bentuk atap pelana. Kedua bidang atap dipisahkan
oleh jalur suhunan yang terletak di bagian
tengahnya. Bentuk atap suhunan lurus merupakakn
bentuk dasar atap rumah adat Sunda, bentuk atap
ini hamper seluruh rumah adat Sunda di
perkampungan Jawa Barat menggunakannya.

6
Muanas, dkk (1984:29-35) - Muanas, D., dkk, 1984. Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat. Bandung :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat.

6
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

b. Togo Anjing (Tagog Anjing)


Bentuk atap ini bidang atap pertamanya lebih lebar
disbanding dengan bidang atap lainnya yang
keduanya merupakan penutup ruangan. Pada
umumnya sisi bawah tidak disangga oleh tian.
Biadang atap yang sempit ini hanya sekedar penutup
agar cahaya matahari atau air hujan tidak langsung
menyemburi ruangan dalam bagian depan.
Ruangan-ruangan berada di bawah bagian atap
belakang. Atap depan hanya berfungsi sebagai
penutup atap teras saja.
c. Badak Heauy
Bangunan dengan atap bentuk bada heauy sangat
mirip dengan bentuk atap togo anjing/tagog anjing.
Perbedaannya hanya pada bidang atap belakang.
Bidang atap ini langsung lurus ke atas melewati
batang suhunan sedikit. Bidang atap yang melewati
suhunan ini dinamakan rambu.

d. Parahu Kumureb
Bentuk atap ini memiliki 4 buah bidang atap
menyerupai bentuk atap limasan. Sepasang bidang
atap sama luasny, berbentuk trapezium sama kaki.
Letak kedua bidang atap ini sebelah menyebelah
dan dibatasi oleh garis suhunan yang merupakan sisi
bersama. Jenis atap parahu kumureb ini banyak
digunakan sebagai atap pada rumah adat Sunda.
Bentk atap ini disebut bentuk atap jubleg nangkup
(lesung yang menelungkup).
e. Julang Ngapak

Bentuk atap julang ngapak adalah bentuk atap yang


melebar di kedua sisi bidang atapnya. Jika dilihat
tampak depan, bentuk atap rumah menyerupai
sayap burung julang yang sedang merentang
sayapnya.
Bentuk atap ini memiliki 4 buah bidang atap, 2
bidang pertama merupakan bidang yang menurun
dari arah garis suhunan, 2 bidang lainnya merupakan
kelanjutan (atap tambahan) dari bidang-bidang itu
dengan membentuk sudut tumpul pada garis
pertemuan antara kedua bidang atap. Bidang atap tambahan dari masing-
masing sisi bidang atap itu Nampak lebih landai dari bidang atap utama.
Kedua atap yang langai ini disebut leang-leang.

7
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Sedangkan dari segi penempatan pintu masuknya (entrance) 7 rumah adat


Sunda dibagi atas :
a. Buka Palayu (menghadap ke bagian panjangnya)

Istilah buka palayu untuk menunjukkan letak pintu muka dari rumah
tersebut menghadap ke arah salah satu sisi dari bidang atapnya. Dengan
demikian, jika dilihar dari arah muka rumah, tampak dengan jelas ke seluruh
garis suhunan yang melintang dari kiri ke kakan. Pada umumnya, rumah
dengan gaya buka palayu didirikan atas dasar keinginan dari pemiliknya,
untuk menghadapkan keseluruhan bentuk bangunan dan atapnya kea rah
jalan yang ada di depan rumahnya. Letak pintu buka palayu pada umumnya
menggunakan bentuk atap perahu tengkureb (perahu kumureb) dan atap
suhunan lurus (suhunan jolopong).
b. Buka Pongpok (menghadap ke bagian pendeknya)

Sama halnya dengan buka palayu, rumah dengan gaya buka pongpok
didirikan atas dasar keinginan pemiliknya untuk menghadapkan pintu muka
kea rah jalan. Rumah buka pongpok adalah rumah yangmemiliki pintu
masuk pada arah yang pendek, keseluruhan batang suhunan tersebut tidak
Nampak sama sekali. Yang Nampak terlihat ialah bidang atap segitiga dari
rumah tersebut.

2.2.3. Konstruksi Bangunan Dalam Rumah Adat Sunda 8


Struktur dan konstruksi rumah tradisional, khususnya rumah tradisional
Sunda, merupakan sebuah rumah panggung sama seperti rumahrumah tradisional
lainnya yang ada di Indonesia. Bentuk rumah panggung ini bertujuan untuk
menghindari masalahmasalah dari lingkungan yang bisa mengancam penghuninya
(basaurangsunda.blogspot.com).
Secara tidak langsung, pemilihan bahan dan penyelesaian konstruksi pada
rumah tradisional menerapkan prinsip-prinsip arsitektur tropis.

7
Muanas, dkk, 1984:29-35 - Muanas, D., dkk, 1984. Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat. Bandung :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat.
8
Laporan KKL Angkatan 2009 JAFT UNDIP
8
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

a. Pondasi
Bentuk pondasi rumah tradisional Sunda mirip dengan pondasi umpak yang
dipakai untuk rumahrumah tradisional jaman sekarang. Perbedaan yang
dapat dilihat dari pondasi rumah tradisional Sunda dengan pondasi umpak
yang sering dipakai sekarang adalah bentuk pondasi yang unik yaitu kolom
bangunan hanya diletakan di atas sebuah batu datar yang sudah terbentuk
di alam.
Tujuan pembuatan pondasi seperti ini adalah untuk menghindari keretakan
atau pada kolom bangunan pada saat terjadi gempa, sedangkan bentuk
lantai panggung bertujuan untuk memungkinkan sirkulasi udara dari bawah
lantai dapat berjalan baik, sehingga kemungkinan terjadi kelembaban pada
lantai bangunan dapat dihindari.
b. Lantai
Lantai rumah tradisional Sunda terbuat dari pelupuh (bambu yang sudah
dibelah). Alasan pembuatan lantai dari pelupuh adalah seperti yang telah
dijelaskan di atas yaitu agar udara yang melewati kolong rumah dapat
masuk ke ruangruang, selain itu dengan mengunakan lantai bambu,
tingkat kelembaban di dalam rumah jugah akan berkurang, mengingat
ketinggian lantai rumah tradisional Sunda tidak seperti rumah tradisional
lain pada umumnya yaitu berkisar antara 50 60 meter dari permukaan
tanah.
c. Dinding, Pintu dan Jendela
Dinding bangunan terbuat dari anyaman bambu yang dapat dilewati udara,
jendela yang selalu terbuka dan hanya ditutupi kisi-kisi bambu maka udara
dapat bebas masuk dalam ruangan, sehingga suhu didalam ruangan tidak
panas. Dinding yang ringan terbuat dari anyaman bambu yang dapat
menyerap dan mencegah terjadinya panas akibat radiasi matahari sore hari.
d. Konstruksi Dinding Dan Detail
Selain itu ada juga pintu dan jendela yang mempunyai daun pintu dan daun
jendela tunggal. Materialnya terbuat dari kisi kisi bambu yang dapat
ditembus oleh udara, hal ini membuat suasana di dalam rumah tetap
nyaman.
e. Plafon
Plafon selain sebagai penghias langit langit rumah juga berfungsi sebagai
tempat untuk menyimpan barang. Kerangka plafon terbuat dari susunan
bambu bulat, dan di atasnya diletakan pelupuh sebagai bahan penutup
plafon.
f. Atap
Atap dari rumah Sunda terbuat dari ijuk, alasan pemilihan ijuk sebagai
material atap karena ijuk merupakan material yang dapat menyerap panas
dengan baik sehingga tidak menimbulkan suasana gerah di dalam rumah.
Tritisan pada sisi depan rumah mempunyai panjang 2 meter. Hal ini
membuat dinding bangunan tidak langsung terkena cahaya matahari
sehingga dinding sebagai penyekat tidak panas dan ruang di dalamnya
tetap dingin.
9
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

BAB III

DATA

3.1. Tinjauan Umum Kampung Naga

3.1.1. Sejarah Kampung Naga 9


Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari.
Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka
menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian
kampung tersebut. Namun, asal mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik
terang. Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta apa yang
melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat ini.
Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah
"Pareum Obor". Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati,
gelap. Dan obor itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan
secara singkat yaitu, Matinya penerangan. Hal ini berkaitan dengan sejarah
kampung naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui asal-usul kampungnya.
Masyarakat kampung naga menceritakan bahwa hal ini disebabkan oleh
terbakarnya arsip/ sejarah mereka pada saat pembakaran kampung naga oleh
Organisasi DI/TII Kartosoewiryo. Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya
negara Islam di Indonesia. Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung Soekarno
dan kurang simpatik dengan niat Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang
tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan
perkampungan tersebut pada tahun 1956.
Adapun beberapa versi sejarah yang diceritakan oleh beberapa sumber
diantaranya, pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati,
seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama
Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang
menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat
tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem
Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam
persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu
tempat yang sekarang disebut Kampung Naga. Namun masyarakat kampung Naga
sendiri tidak meyakini kebenaran versi sejarah tersebut, sebab karena adanya
"pareumeun obor" tadi.
Versi sejarah yang lain mengatakan konon pada masa Kerajaan Galunggung
di abad 15-16, lembah Kampung Naga adalah tempat persembunyian Singaparna
yang diyakini sebagai leluhur masyarakat Naga. Singaparna-putera bungsu Prabu
Rajadipuntang, Raja terakhir Kerajaan Galunggung-ditugaskan menjaga pusaka
kerajaan dari incaran para pemberontak. Untuk itu ia mewarisi ilmu kebodohan
dari ayahnya. Dengan bekalnya, Singaparna di harapkan dapat bersembunyi

9
http://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-kampung-naga-2/
10
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

mengelabui musuh agar pusaka tetap aman. Dipilih-nyalah suatu lahan di kaki bukit,
ditepi sungai Ciwulan, tersembunyi dikelilingi bukit-bukit.
Di tempat itu Singaparna membangun per-mukiman untuk melanjutkan
kehidupannya.Lahan yang strategis itu bagaikan tersembunyi di tempat yang
terang. Sungai, mata air, hutan, lahan subur serta aliran udara yang menyediakan
semuanya yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan permukiman. Lahan dari
kampung naga ini sendiri berada di lereng gunung yang terjal dan tersembunyi dari
luar sehingga penggunaan teknologi yang digunakan dalam pembangunan rumah
maupun lahan menggunakan system sengkedan dan bahan-bahan alam yang
berada di sekitarnya sehingga antara semuanya memiliki satu kesatuan dan saling
terikat juga tidak merusak alam sekitarnya , hal itu di karenakan hukum adat yang di
pegang oleh masyarakat Naga sangat di jaga dan yang memimpin dari kesemuanya
itu adalah seorang kuncen yang dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin
mereka.

3.1.2. Lokasi dan Topografi10


Kampung ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan
raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini
berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung
Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam
leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah
penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang
sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota
Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota
Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya
Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok ( Sunda: sengked)
sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak
kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan
sampai kedalam Kampung Naga.
Menurut data dari Desa Neglasari, bentuk permukaan tanah di Kampung
Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur. Luas
tanah Kampung Naga yang ada seluas satu hektar setengah, sebagian besar
digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk
pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali.

10
http://id.wikipedia.org/wiki/Kampung_Naga
11
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

3.2. Bangunan Rumah Tinggal di Kampung Naga

Rumah dan bangunan di Kampung Naga berjumlah 113 buah, tertata rapi dalam pola
mengelompok dan tanah lapang di tengah. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau
ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur.

Tanah lapang merupakan pusat aktivitas sosial dan ritual masyarakat, sekaligus
tempat orientasi. Di sekitarnya ada masjid, balai pertemuan dan beberapa rumah
penduduk. Di tempat yang lebih tinggi, sebelah barat kampung, terdapat Bumi Ageung dan
rumah kuncen (kepala adat). Semua bangunan diletakkan memanjang ke arah barat timur,
sehingga kampung seakan terlihat menghadap ke sungai Ciwulan yang berfungsi sebagai
area servis penduduk. Dekat sungai, dalam kampung, terdapat kolam2 (balong) dan
beberapa pancuran air.

3.2.1. Fungsi Bangunan Rumah Tinggal di Kampung Naga


Fungsi utama dari bangunan rumah dikampung ini adalah sebagai ruang
beristirahat serta untuk bersosialisasi bersama keluarga. Hunian masyarakat Naga
berbentuk rumah panggung dengan kolong setinggi 40-60 cm dari tanah. Selain
untuk pengatur suhu dan kelembaban, kolong difungsikan sebagai tempat
penyimpanan alat pertanian, kayu bakar serta kandang ternak. Rumah- rumah

12
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

persegi panjang ini ditata secara teratur di atas tanah berkontur berbentuk teras2
yang diperkuat dengan sengked/turap batu. Bentuk rumah panggung terkait
kepercayaan warga Naga bahwa dunia terbagi menjadi dunia bawah, tengah dan
atas. Dunia tengah melambangkan pusat alam semesta dengan manusia sebagai
pusatnya. Tempat tinggal manusia di tengah, dengan tiang sebagai penopang yang
tak boleh menyentuh tanah, sehingga diletakkan di atas tatapakan/ umpak batu.

3.2.2. Ruang pada Bangunan Rumah Tinggal di Kampung Naga


Pada dasarnya rumah di Kampung Naga terdiri 3 bagian ; muka (hareup),
tengah (tengah imah) dan belakang. Bagian depan berupa teras/ emper, tempat
menerima tamu yang dicapai dengan menaiki gelodog (tangga). Bagian tengah
adalah ruangan besar tempat keluarga serta tamu berkumpul ketika acara
selamatan. Di sebelahnya, pangkeng/ enggon (kamar tidur), yang kadang hanya
berupa area kosong, tanpa penyekat atau pintu, di sudut ruang tengah. Dapur
dan padaringan/ goah (tempat penyimpanan beras) terletak di bagian depan
berdampingan dengan ruang tamu, tempat yang diperuntukkan khusus untuk
kegiatan kaum perempuan.
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan
tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan.
Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam
rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu
dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu
yang sejajar dalam satu garis lurus.

Namun berbeda dengan fungsi rumah secara umum, rumah di Kampung


Naga tidak digunakan untuk mandi. Hal ini dikarenakan menurut Adat Kampung
Naga kamar mandi adalah bagian kotor dan tidak diperbolehkan berada di dalam
rumah atau disekitar rumah yang dianggap area bersih bahkan ada beberapa
tempat di dalam desa yang dianggap suci, untuk menghindari area bersih dan
ataupun suci ini tercampur dengan bagian kotor maka letak kamar mandi harus
diluar tanah adat. Begitu juga dengan kolam dan kandang ternak berada di luar
tanah adat.

13
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

3.2.3. Bentuk dan Konstruksi Bangunan Rumah Tinggal di Kampung Naga


Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah
dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang,
lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap
kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur.
Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak
boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan
tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).

Jenis konstruksi dan atap yang digunakan sangat genial dalam memecahkan
masalah iklim setempat. Struktur tiang dan umpak membuat bangunan adaptif
terhadap gempa dan kontur tanah. Umpak juga mencegah tiang kayu lapuk terkena
kelembaban tanah dan serangan serangga tanah. Ventilasi diatur agar rumah tetap
kering dan sejuk, mengimbangi kondisi iklim tropis. Bentuk atap pelana rumah adat
Kampung Naga disebut suhunan panjang atau suhunan julang ngapak (bila sisi
rumah ditambah sosompang) dan terbuat dari ijuk. Selain kedap air, atap juga
menjaga kehangatan rumah saat malam, karena teritis antar rumah yang nyaris
bersentuhan itu membentuk lorong yang mengurangi masuknya angin. Berdasar
kepercayaan bahwa manusia tak boleh menentang kodrat alam, maka pada ujung
timur dan barat atap, sesuai arah edar matahari, diletakkan dekorasi cagak
gunting atau capit hurang untuk menghindari mala petaka.

14
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

BAB IV

ANALISA

4.1. Tipologi Bangunan Rumah Tinggal di Kampung Naga

Rumah tinggal di kampung naga termasuk dalam kategori rumah untuk


kehangatan, yaitu tipe rumah yang biasanya tersebar di daerah bukit dan pegunungan,
khususnya di daerah Sunda Priangan, ciri-ciri bangunan untuk kehangatan ini adalah :
a. Rumah memiliki bentuk yang kompak, dengan serambi kecil yang terbuka, ruang
inti lebih sering tidak terbagi, dapur termasuk sebagai ruang berkumpul keluarga.
b. Rumah dibangun di atas umpak atau rumah panggung dengan tinggi 40-60 cm.
c. Rumah inti ada bangunan lumbung padi (leuit), kandang ternak, pendopo
menumbuk padi, kolam ikan (balong).
d. Bahan bangunannya secara tradisional terbuat dari kayu atau bambu sebagai bahan
kerangka dn dinding, untuk atap rumah pada umumnya menggunakan ijuk.

Berdasarkan kategori bentuk atap

Bentuk atap bangunan rumah tinggal di kampung naga ini termasuk dalam tipe
julang ngapak karena bentuk dasar rumah berbentuk empat persegi panjang, dengan
bubungan arah memanjang, dalam bahasa sunda disebut suhunan panjang. Istilahnjulang
ngapak sudah dikenal oleh masyarakat Sunda sejak waktu lampau. Bentuk atap julang
ngapak adalah bentuk atap yang melebar di kedua bidang sisi atapnya.

15
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Berdasarkan perletakan entrance

Bangunan rumah tinggal di Kampung Naga ini termasuk dalam jenis Buka Palayu
(menghadap ke bagian panjang). Istilah buka palayu digunakan untuk menunjukkan letak
pintu dari rumah tersebut menghadap ke arah salah satu sisi dari bidang atapnya. Dengan
demikian, jika dilihat dari arah muka rumah, tampak dengan jelas keseluruhan garis
suhunan yang melintang dari sisi kiri ke kanan.

Dari paparan di atas, dapat dikatan bahwa Kampung Naga memiliki tipologi
bangunan yang sama antara rumah satu dengan rumah lainnya, walaupun ukuran
bangunannya berbeda tetapi tetap memiliki tampak bangunan yang sama. Bahan
bangunan yang digunakan pada rumah adat di Kampung Naga menggunakan bahan
bangunan yang didapatkan langsung dari alam seperti kayu dan bambu.
Berdasarkan pengamatan pada bentuk atap, rumah di Kampung Naga
menggunakan atap julang ngapak dengan setengah leang-leang karena letak rumah yan
gsaling berhimpitan dengan kemiringan atap yang landai. Atap julang ngapak sering
digunakan di daerah Sunda Priangan, sebagai bentuk atap yang dominan di Kampung
Naga.
Bentuk, jenis, dan material rumah semuanya merupakan ketentuan adat.
Penyimpangan dari ketentuan ini merupakan sesuatu hal yang sulit diterima oleh setiap
warga masyarakat Kampung Naga, karena takut berakibat buruk apabila melanggarnya.
Terkecuali bagi mereka yang sudah keluar dari Kampung Naga, hal ini tidak menjadi sesuatu
hal yang dipantang apabila mereka ingin membangun rumah seperti layaknya masyarakat
luas yang ada di luar Kampung Naga.

4.2. Ruang pada Bangunan Rumah Tinggal di Kampung Naga


Rumah-rumah di Kampung Naga merupakan jenis rumah panggung dengan
ketinggian kolong 40-50 sentimeter. Jenis rumah ini sebetulnya merupakan jenis rumah
tradisional yang biasa dijumpai di daerah-daerah pedesaan Priangan, akan tetapi dewasa ini
boleh dikatakan telah langka akibat tergeser oleh jenis rumah gedung, yang mengikuti
perkembangan jaman dan seni bangunan yang banyak kita temui di Kota-kota.
Fungsi dan peranan sosial rumah bagi masyarakat Kampung Naga bukan sekedar
tempat bernaung dari teriknya panas matahari dan derasnya air hujan serta tempat tidur
belaka, melainkan tempat kegiatan seluruh keluarga, tempat berputarnya siklus kehidupan
individu dalam keluarga. Karena itu masalah rumah tidak dapat dipisahkan dengan aspek-
aspek kepercayaan dan pandangan masyarakat terhadap alam semesta secara keseluruhan
(aspek kosmologi).

16
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Menurut Suhamihardja dan Sariyun (Dasim Budimansyah; 1994:104) bahwa rumah


di Kampung Naga di bagi menjadi tiga daerah (ruang), yaitu daerah bagian depan, bagian
tengah, dan bagian belakang. Pembagian daerah seperti itu berhubungan dengan
fungsinya masing-masing, yaitu antara daerah netral, daerah pria, dan daerah wanita.

a. Daerah netral, merupakan daerah pusat yang terletak di tengah, yaitu antara
daerah muka dengan belakang. Daerah ini, atau lazim disebut tengah imah, dapat
di pergunakan bersama-sama, baik pria maupun wanita. Karena sifatnya yang netral
upacara-upacara selamatan biasanya dilakukan di ruang tengah ini. Selain tengah
imah, yang merupakan daerah netral juga adalah kamar tidur atau pangkeng.
Walaupun demikian fungsi kamar tidur berbeda dengan tengah imah, anak-anak
misalnya, tidak boleh bermain di dalamnya.
b. Daerah depan, meskipun diperuntukkan bagi pria (daerah pria), namun kadang-
kadang juga wanita boleh duduk di bagian ini. Tamu umumnya diterima di daerah
ini. Tamu dalam bahasa Sunda tatamu, harus ditata dan dijamu, artinya harus
dihormati. Cara memberikan penghormatan tersebut ialah dengan cara
menempatkan tamu di muka. Karena itu tamu harus di terima di ruang muka.
c. Bagian belakang, merupakan daerah wanita. Pada bagian ini terdapat goah dan
dapur. Goah atau disebut juga padaringan merupakan daerah khusus wanita, laki-
laki dilarang memasukinya. Fungsi goah atau padaringan adalah tempat menyimpan
beras atau padi. Yang mengambil beras dari padaringan hanya wanita, laki-laki
dilarang melakukanya. Goah dapat diletakan di dua tempat, yaitu sebelah Timur
atau Barat. Dapur juga merupakan daerah wanita. Di tempat inilah wanita memasak
untuk keperluan makan keluarga.

4.3. Struktur, Konstruksi dan Bahan Bangunan pada Bangunan Rumah Tinggal di Kampung
Naga
Bagi masyarakat Kampung Naga, hunian mereka memiliki keunikan struktur
tersendiri dengan bangunan lainnya. Ciri khas rumah tinggal mereka yaitu bangunannya
yang berbentuk persegi panjang, dengan ukuran denah yang relative kecil dengan umpak
sebagai struktur utama bangunan. Rumah tidak menggunakan dinding bata, melainkan
dengan material bambu atau kayu. Ciri khas lain dari hunian masyarakat Kampung Naga
yaitu terdapat glodog atau teras kecil pada bagian depan bangunan.

17
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Bentuk rumah masyarakat Kampung


Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu
dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah,
ijuk, atau alang-alang yang diganti tiap 7 tahun
sekali apabila sudah rusak, lantai rumah harus
terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah
harus menghadap kesebelah utara atau ke
sebelah selatan dengan memanjang kearah
Barat-Timur.
Dinding rumah dari bilik atau anyaman
bambu dengan anyaman sasag. Material bahan
bangunannya adalah kayu albasiah yang banyak
tumbuh disekitar kampung naga. Rumah tidak
boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni karena
harus menggunakan bahan-bahan alami tidak boleh menggunakan bahan kimia. Bahan
rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau
gedung (gedong).

18
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Struktur berkaitan dengan pemahaman anatomi bangunan, yang dikategorikan


dalam dua kategori, yaitu sub-structure dan upper-structure. Berikut ini adalah struktur
bangunan rumah tinggal di Kampung Naga :

a. Sub-structure
Pondasi umpak batu kali
Struktur bagian bawah bangunan berupa landasan utama berdirinya sebuah
bangunan yang dikenal dengan istilah pondasi. Pondasi pada bangunan
rumah tinggal menggunakan batu kali yang dipasang berdiri secara vertical.

19
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Terdapat 2 cara pemasangan umpak ini pada bangunan, yaitu apabila


menggunakan batu kali yang utuh maka kolom bangunan menerus muncul
sekitar 30 cm di bawah balok, sedangkan untuk batu yang telah dipahat
berbentuk kotak memanjang dibuat lebih tinggi sekitar 40 cm dan langsung
menopang balok bangunan, sehingga kolom bangunan tidak muncul di
bawah panggung.

Alasan digunakannya pondasi batu agar kayu sebagai material utama dalam
bangunan tidak dimakan rayap dan tetap awet dalam jangka waktu lama. Hal
ini memnunjukkan bahwa masyarakat Kampung Naga telah mengenal
teknologi sederhana dalam membangun, namun tetap memperhatikan
keselarasan dengan alam dengan menggunakan material batu. Kolong di
bawah bangunan dimungkinkan untuk aliran udara. Batu pondasi/tatapakan,
ada dua jenis tatapakan, yaitu tatapakan jangkung dengan permukaan atas
20cx20cm dan permukaan bawah 25x25cm, dan tatapakan buleud (bundar).
Gaya berat rumah tersalur ke dalam tanah melalui banyak titik tatapakan,
yaitu 5 titik disisi panjang (palayu) dan 4 titik di sisi pendek (pongpok).

Struktur lantai.
Golodog, merupakan ruang peralihan sebelum masuk ke dalam rumah,
terbuat dari kayu atau bambu dengan bentuk persegi panjang.
Ketinggiannya tergantung pada pondasi, sehingga dapat mempunyai 1
atau 2 undakan.

Lantai, material asli dari lantai rumah menggunakan bambu yang telah
dibuka dan diratakan, disebut lantai palupuh, kemudian disusun
memanjang di atas rangka panggung yang juga terbuat dari kayu,
bambu yang digunakan untuk palupuh adalah jenis awi surat
berdiameter 20 cm.

20
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Namun dalam perkembangannya, lantai pada bangunan-bangunan


rumah menggunakan lantai papan kayu memanjang, lebarnya 15-20 cm
yang diletakkan di atas rangka panggung kayu. Papan tersebut
dipakukan pada rangka-rangka di bawahnya, berbeda dengan lantai
bambu yang hanya dijepit pada masing-masing ujung pertemuan
dengan dinding bangunan. Saat ini lantai palupuh masih sering
digunakan pada bagian dapur.

Alasan penggunaan bambu pada bagian dapur adalah karena aktifitas


ibu-ibu di Kampung Naga lebih banyak berada di dapur, jadi apabila ada
air tumpah pada saat melakukan kegaitan di dapur, air itu bisa langsung
jatuh ke tanah melalui rongga-rongga pada lantai bambu (palupuh)
tersebut. Sehingga lantai terebut tidak cepat membusuk. Selain itu
seluruh kegiatan makan dalam rumah di Kampung Naga berada di
dapur, sehingga apabila sudah selesai makan, sisa-sisa makanan
tersebut bisa langsung disapukan hingga jatuh ke tanah melalui
rongga-rongga pada lantai bambu (palupuh) tersebut, dan dengan
tujuan agar bisa menjadi makanan untuk ayam-ayam yang berada di
bawah rumah.

b. Upper-Structure
Tiang/tihang/sasaka, terbuat dari kayu albasia yang dipotong 10x10 cm.
Supaya lebih awet, tiang dan bahan kayu lain direndam dalam lumpur
minimal 40 hari, dibersihkan dan dijemur. Untuk menghindari kelembaban
dari tanah, tiang/tihang tidak diletakkan langsung di atas tanah melainkan
diberi alas batu yang disebut tatapakan.
Dinding, mempunyai rangka dari kayu albasia berukuran 5x10 cm, untuk
penutupnya digunakan anyaman sasag, anyaman bilik dan papan kayu. Jenis
bambu yang digunakan untuk dinding adalah bambu awi (awi tali). Sebelum
digunakan, semua bahan bambu dijemur terlebih dahulu untuk meningkatkan
keawetannya.

21
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

Pintu, lebarnya sekitar 70 cm dengan ketinggian


170 cm. Umumnya dibuat dari kayu dengan tebal 4
cm. Khusus untuk pintu dapur diwajibkan
menggunakan anyaman sasag vertikal dan
digantung rempah-rempah serta ketupat yang di
maksudkan untuk menolak bala (musibah). Pintu
sasag pada dapur lebih transparan sehingga
tingkat privasinya kurang, namun dari segi
keamanan pintu ini efektif, karena orang dari luar
akan mudah mengetahui jika terjadi kebakaran.
Jendela, terbuat dari kayu suren atau albasia,
ukurannya berkisar antara 40x60 xm atau 50x70
cm. Jendela pada bangunan di Kampung Naga
hanya boleh dibuka ke satu arah.
Atap/hareup, berbentuk sulah nyandah dengan
penutup atap berupa daun eurih yaitu sebangsa
ilalang atau daun tepus yang ditutupi oleh ijuk.
Bahan ini memungkinkan pergantian udara ke
dalam rumah melalui atap. Masyarakat
menganggap bahwa menggunakan genteng
adalah tabu, oleh karena itu atap menggunakan
bahan ijuk.
Daun tepus di biarkan terbuka
berbentuk lembaran dan
saling dikaitkan satu dengan
yang lain (ditali), kemudian jika
daun-daun tepus tersebut
telah membentang
membentuk lembaran yang
besar barulah ditumpuk
dengan ijuk hitam.
Untuk saluran drainase di Kampung Naga ini, air hujan yang jatuh dari
tritisan/atap langsung dialirkan melalui jalan yang ada di depan dan belakang
rumah. Jadi selain sebagai sirkulasi dan akses menuju rumah, jalan ini juga
digunakan sebagai saluran drainase untuk mengalirkan air ke sungai.

22
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

4.4. Elemen Pendukung


a. Tanduk

Bagian unik dari rumah tradisional di Kampung Naga adalah tanduknya yang
memberikan symbol budaya masyarakat sunda. Dari segi arsitektural, tanduk ini
berfungsi menyalurkan air agar tidak merembes ke dalam para (langit-langit
rumah). Tanduk ini selalu ada di setiap rumah, karena merupakan cirri dari rumah
kampung naga. Tetapi karena dimakan waktu, banyak rumah yang sudah tidak
memiliki tanduk.
b. Penerangan

Penerangan rumah di kampong naga masih menggunakan petromax. Hal ini


dikarenakan belum menerima listrik dan masih menggunakan accu. Petromax ada
dua jenis yaitu yang besar dan yang kecil. Jika di dalam rumah sedang melakukan
kegiatan yang membutuhkan penerangan, pasti menggunakan petromax yang
besar. Dan pada saat ingin tidur dan sudah tidk melakukan kegiatan lagi, lampu
petromax diganti yang kecil.
c. Ornament
Rumah di kampung naga memiliki satu kebiasaan
menaruh sesajen yang di gantung di pintu depan rumah.
Mereka percaya bahwa sesajen ini akan mendatangkan
kedamaian dan rejeki pada keluarganya.

23
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

d. Perabotan
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat
tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena
menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rejeki yang masuk kedalam rumah
melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam
memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang
sejajar dalam satu garis.
e. Tanda Angin.
Seluruh bangunan rumah memiliki ciri yaitu berupa tanda angin. Tanda ini
digantung di pintu depan. Menurut Bapak Ucu ini tanda ini berguna untuk menolak
bala atau menolak sesuatu yang buruk/musibah bagi penghuni rumah. Tanda angin
yang dipajang di depan rumah berasal dari tumbuh-tumbuhan yang didapatkan
dengan beberapa syarat ritual dan dari beberapa tempat.

24
BANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KAMPUNG NAGA

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan data dan analisa yang telah diuraikan dapat ditarik kesimpulan bahwa warga
Kampung Naga sangat menjaga tradisi dan kepercayaan yang mereka anut termasuk dalam
membangun rumah. Tipologi bangunan pada rumah-rumah di Kampung Naga memiliki tampak
yang sama meskipun luas rumah yang satu dengan lainnya berbeda. Sedangkankan tata ruang
pada rumah Kampung Naga terbilang unik yaitu dengan penempatan kamar mandi, kolam, serta
kandang hewan ternak diluar area rumah.
Rumah- rumah pada kampung naga juga memiliki filosofi yang unik yaitu kaki sebagai pondasi,
badan sebagai bangunan tengah, dan kepala sebagai atap dengan menggunakan material bahan
bangunan yang dari alam disekitar tempat tinggal mereka seperti bamboo untuk lantai dan
dinding, kayu untuk rangka bangunan, ijuk untuk atap, serta penggunaan pondasi umpak yang
terbuat dari batu kali. Sehingga rumah tinggal Kampung Naga dapat digolongkan sebagai rumah
yang ramah lingkungan.

25

Anda mungkin juga menyukai