Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, ibu dan anak merupakan anggota


keluarga yang perlu mendapatkan prioritas. Oleh karena itu upaya peningkatan kesehatan
ibu dan anak mendapat perhatian khusus. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja
upaya kesehatan ibu penting untuk dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indicator yang peka dalam
menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara.1 MDGs yang dicanangkan
pada tahun 1991-2015 maupun SDGs tahun 2016-2030 mengedepankan masalah
penurunan AKI dan AKB selain masalah-masalah lainnya.2
Sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sejak
tahun 1990 telah meluncurkan safe motherhood initiative, sebuah program yang
memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat
dan sehat selama kehamilan dan persalinannya. Upaya tersebut dilanjutkan dengan
program Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden Republik Indonesia. Program
ini melibatkan sektor lain di luar kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan
untuk mengatasi masalah kematian ibu yaitu penempatan bidan di tingkat desa secara
besar-besaran yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir ke masyarakat. Upaya lain yang juga telah dilakukan yaitu strategi Making
Pregnancy Safer yang dicanangkan pada tahun 2000.2
Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding
Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu
dan neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan
jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.2
Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk menjamin bahwa setiap
ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat
hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, serta
akses terhadap keluarga berencana.1
Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan
bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan
kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit
menular dan akte kelahiran. Dewasa ini penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak pada
umumnya masih banyak dilakukan melalui konsultasi perorangan atau kasus per kasus
yang diberikan pada waktu ibu memeriksakan kandungan atau pada waktu kegiatan
posyandu.3

B. Permasalahan

Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka


kematian ibu di Indonesia masih tinggi, sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
ini sedikit menurun walaupun tidak terlalu signifikan.1 Penurunan AKI di Indonesia
terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228. Namun
demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu
menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan
penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015.2
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai
standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan,
yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat
sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-
42 pasca persalinan. Masa nifas dimulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca
persalinan.2
Komplikasi pada proses kehamilan, persalinan dan nifas juga merupakan salah
satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Komplikasi kebidanan adalah kesakitan
pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan atau janin dalam kandungan, baik langsung
maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat
mengancam jiwa ibu dan atau janin. Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan
kematian bayi maka dilakukan pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan.
pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu hamil,
bersalin, atau nifas untuk emberikan perlindungan dan penanganan definitif sesuai
standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Periode nifas/ puerperium

1. Definisi
Periode puerperium, nifas, post partum atau pasca persalinan adalah periode
setelah kelahiran bayi, dimulai sejak lahirnya plasenta sampai 6 minggu sesudahnya,
saat kondisi anatomi dan fisiologi dari hampir semua organ reproduksi dan organ-
organ lain telah mengalami involusi dan kembali ke kondisi seperti sebelum
kehamilan. Beberapa organ baru kembali ke kondisi semula beberapa minggu-bulan
sesudah persalinan (misalnya ureter), beberapa organ lain bahkan tidak mungkin
kembali ke kondisi sebelum kehamilan, misalnya perineum. Asuhan masa nifas
diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan
dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Program dan kebijakan
pemantauan masa nifas minimal 4 kali. Pemantauan pertama (6-8 jam setelah
persalinan), kedua (6 hari setelah kelahiran), ketiga (2 minggu setelah kelahiran) dan
keempat (6 minggu setelah kelahiran).
Periode puerperium terdiri dari
a. Puerperium dini : Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
b. Puerperium Intermedial : Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya
6-8 minggu.
c. Remote Puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat. Sempurna
terutama bila selama hamil/ waktu persalinan mempunyai komplikasi.4

2. Perubahan yang terjadi pada periode nifas/ puerperium


a. Perubahan Fisiologis pada Sistem Reproduksi
1) Involusi uterus
Involusi adalah proses di mana uterus kembali ke ukuran dan posisi
sebelum kehamilan serta penyembuhan endometrium di mana plasenta
melekat. Kegagalan proses involusi secara sempurna disebut sub-involusi.
Setelah persalinan, uterus menjadi padat dan kontraktil. Ukuran uterus kurang
lebih menjadi 20127.5 cm, dengan berat 1000 gram. Setelah 6 minggu,
uterus telah kembali ke ukuran sebelum kehamilan, yaitu 7.552.5 cm
dengan berat 60 gram.
Pengurangan berat dan ukuran uterus ini disebabkan oleh pengurangan
jumlah dan ukuran sel melalui proses autolisis serabut otot dan iskemia.
Kontraksi dan reduksi sel otot mengakibatkan kompresi pembuluh darah
sehingga mengurangi suplai darah ke uterus. Tinggi fundus uteri. Kecepatan
involusi uterus dinilai dengan mengukur jarak fundus uteri ke simfisis pubis.
Kandung kemih dan usus harus dalam keadaan kosong. Setelah persalinan,
fundus berada 5 cm di bawah umbilikus atau 12 cm di atas simfisis. Setelah
24 jam, fundus berada setinggi umbilikus. Setelah 1 minggu fundus berada 7.5
cm di atas simfisis dan setelah 12 hari fundus tidak lagi teraba.
Posisi uterus: Setelah persalinan, uterus terletak di garis tengah antara
simfisis pubis dan umbilikus. Dalam 12 jam, fundus naik setinggi umbilikus
atau sedikit di atasnya. Uterus mulai turun ke dalam kavum pelvis dengan
kecepatan 1 cm per hari sampai hari ke-10, dimana uterus teraba setinggi atau
sedikit di bawah simfisis pubis. Pada akhir minggu kedua, uterus sudah berada
di dalam kavum pelvis dan setelah 6 minggu uterus telah kembali ke ukuran
semula.
Konsistensi uterus: Kontraksi miometrium untuk mengendalikan
perdarahan menyebabkan konsistensi uterus menjadi padat. Jika fundus teraba
lunak, disebut boggy uterus, menunjukkan kontraksi tidak adekuat sehingga
perdarahan terus berlanjut.
Endometrium: Endometrium juga mengalami involusi setelah plasenta
lahir. Sebagian besar jaringan desidua keluar bersama plasenta dan kantung
amnion, hanya bagian desidua basalis yang masih tertinggal. Bagian
superfisial mengandung desidua yang mengalami degenerasi, sel-sel darah
dan bagian dari selaput amnion menjadi nekrotik dan keluar sebagai lochia.
Regenerasi lengkap terjadi dalam 10 hari dan seluruh lapisan endometrium
kembali terbentuk dalam 3 minggu kecuali di bekas perlekatan plasenta (6
minggu).
2) Serviks
Setelah persalinan, segmen bawah rahim dan serviks tetap tipis,
longgar dan teregang. Serviks tampak oedematous, terlihat hematom, luka-
luka lecet atau laserasi. Diperlukan beberapa minggu bagi isthmus untuk
kembali ke bentuk dan ukuran normal. Hari pertama pasca melahirkan, serviks
telah menyempit selebar 2 jari dan pada akhir minggu pertama tinggal selebar
1 jari. Involusi berlanjut sampai 3-4 bulan berikutnya, akan tetapi tidak pernah
dapat kembali ke keadaan servik sebelum melahirkan karena luka-luka pada
servik meninggalkan bekas berupa jaringan ikat.
3) Kanalis vaginalis
Setelah persalinan, kanalis vaginalis terlihat oedematous dan lunak,
secara bertahap mengecil dan memadat, akan tetapi tidak dapat kembali ke
ukuran sebelum kehamilan. Rugae terlihat kembali pada minggu ketiga pasca
persalinan. Introitus vagina secara pemanen lebih lebar.
4) Perineum
Otot-otot di dasar perineum teregang dan odematous. Jika dilakukan
episiotomi dalam proses persalinan, harus dilihat kondisi luka dan jahitan
episiotomi.
5) Ovarium
Ovarium inaktif selama periode 2 trimester terakhir kehamilan dan
perlahan-lahan kembali ke siklus sebelum kehamilan.
6) Lochia
Lochia adalah discharge yang dikeluarkan dari vagina setelah
melahirkan, berasal dari korpus uteri, serviks dan vagina sendiri. Lochia
mengandung darah, jaringan desidua, sel epitel vagina, sekresi mukus, bakteri,
kadang-kadang terdapat fragmentasi kantung ketuban dan bekuan darah.
Warna lochia menunjukkan tahapan penyembuhan dari luka bekas implantasi
plasenta.
Terdapat beberapa fase lochia :
a) Lochia rubra: merupakan lochia fase pertama, berwarna merah karena
banyak mengandung darah/ bekuan darah. Lochia rubra keluar selama 1-4
hari. Rata-rata jumlah discharge selama 5-6 hari pertama kurang lebih 250
mL.
b) Lochia serosa : dikeluarkan selama 5-9 hari berikutnya, berwarna merah
muda kekuningan atau kecoklatan pucat.
c) Lochia alba : Berwarna putih, karena adanya lekosit. Lochia alba
dikeluarkan selama 10-14 hari.
Pentingnya melakukan pemeriksaan lochia adalah memberikan informasi
tentang tahapan penyembuhan atau adanya komplikasi puerperium pada ibu
pasca melahirkan. Yang harus dinilai dalam melakukan pemeriksaan lochia
adalah :
- Bau: lochia normal tidak berbau.
- Jumlah: jika lochia terlalu sedikit, kemungkinan terjadi infeksi. Perlu
Dipertimbangkan sumbatan jalan lahir oleh bekuan darah atau kapas/ kassa
sehingga menghalangi keluarnya lochia.
- Warna : bila lochia tetap berwarna merah, kemungkinan terjadi sub-involusi
atau retensi sisa plasenta.
- Lama keluarnya lochia.
7) Payudara
Untuk beberapa hari pertama setelah melahirkan, ibu menyusui
maupun tidak menyusui akan mensekresi kolostrum, tapi konsistensi payudara
tetap lunak. Tiga hari setelah melahirkan, akibat stimulus prolaktin, payudara
mulai padat, menegang dan memproduksi ASI. Payudara teraba keras dan
hangat karena peningkatan aliran darah dan kongesti limfe. Hal itu terjadi
selama 24-48 jam berikutnya dan perlahan menghilang secara spontan, isapan
mulut bayi pada papilla ibu akan menstimulasi produksi ASI berikutnya.
8) Laktasi
Proses laktasi dikendalikan oleh sejumlah kelenjar endokrin, terutama hormon
hipofisis prolaktin dan oksitosin. Selain itu laktasi dipengaruhi oleh isapan
mulut bayi pada papilla ibu dan kondisi emosi ibu. Inisiasi dan keberlanjutan
laktasi ditentukan oleh 3 faktor :
a) Struktur anatomi kelenjar mammae serta perkembangan alveoli, duktuli
dan papilla mammae.
b) Inisiasi dan keberlanjutan laktogenesis
c) Ejeksi ASI

Stimulasi laktasi. Beberapa cara dapat dilakukan untuk menstimulasi produksi


ASI. Selama kehamilan :
a) Untuk membangkitkan naluri keibuan, yakinkan ibu tentang keuntungan
menyusui.
b) Dilakukan perawatan puting payudara.
c) Mengajari ibu bagaimana memeras kolostrum serta membersihkan sisa
susu dan kotoran yang menempel pada papilla mammae.
Setelah persalinan :
a) Inisiasi dini, yaitu mendekatkan bayi pada (payudara) ibu seawal mungkin
setelah dilahirkan.
b) Minum dalam jumlah cukup
c) Untuk mencegah engorgement (payudara bengkak) (Jawa : ngrangkaki)
dan stasis bendungan ASI, dilakukan pemerasan manual secara berkala
hingga payudara kosong.
d) Supresi laktasi. Pada kasus di mana bayi meninggal, terdapat
kontraindikasi menyusui atau ibu tidak ingin menyusui, supresi laktasi
dapat dilakukan dengan bantuan hormon atau secara mekanis. Pemberian
hormon untuk supresi laktasi efektif jika diberikan segera setelah
melahirkan. Hormon yang diberikan adalah tablet ethinyl estradiol 0.05
mg 2 kali sehari selama 5 hari atau kombinasi estrogen dan progesteron.
Pasien harus dipantau untuk kejadian tromboemboli atau perdarahan.
Supresi mekanis efektif dilakukan bila sudah terbentuk ASI dan sudah
pernah disusukan sebelumnya. Supresi mekanis dilakukan dengan cara :
- Ibu berhenti menyusui
- Tidak perlu memeras atau memompa ASI
- Dilakukan kompresi dengasn membalut payudara dengan kuat selama 2-
3 hari.
- Dapat diberikan analgetik seperti Aspirin untuk mengurangi nyeri.5

3. Pemeriksaan Pascapersalinan
Pada wanita yang bersalin secara normal, sebaiknya dianjurkan untuk kembali
6 minggu sesudah melahirkan. Namun bagi wanita dengan persalinan luar biasa harus
kembali untuk kontrol seminggu kemudian. Pemeriksaan pasca persalinan meliputi :
a) Pemeriksaan keadaan umum: tensi, nadi, suhu badan, selera makan, keluhan, dll
b) Keadaan payudara dan puting susu.
c) Dinding perut, perineum, kandung kemih, rektrum.
d) Sekret yang keluar (lochia, flour albus).
e) Keadaan alat-alat kandungan (cervix, uterus, adnexa).
Pemeriksaan sesudah 40 hari ini tidak merupakan pemeriksaan terakhir, lebih-
lebih bila ditemukan kelainan meskipun sifatnya ringan. Alangkah baiknya bila cara
ini dipakai sebagai kebiasaan untuk mengetahui apakah wanita sesudah bersalin
menderika kelainan biarpun ringan. Hal ini banyak manfaatnya agar wanita jangan
sampai menderita penyakit yang makin lama makin berat hingga tidak dapat atau
susah diobati.
Nasihat untuk ibu post natal:
a) Fisioterapi pastnatal adalah baik diberikan
b) Susukanlah bayi anda
c) Kerjakan senam hamil
d) Ber-KB untuk menjarangkan anak dan untuk kesehatan ibu, bayi dan
keluarganya.
e) Bawalah bayi untuk imunisasi.5
4. Masalah nifas
a. Metritis
Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan terapi akan
menyebabkan abses, peritonitis, syok, trombosis vena, emboli paru, infeksi
panggul kronik, sumbatan tuba, infertilitas.
1) Faktor Predisposisi: kurangnya tindakan aseptik saat melakukan tindakan,
kurangnya higiene pasien,kurangnya nutrisi
2) Tanda dan Gejala
a) Demam >380C dapat disertai menggigil
b) Nyeri perut bawah
c) Lokia berbau dan purulen
d) Nyeri tekan uterus
e) Subinvolusi uterus
f) Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok
b. Abeses pelvis
Abses pelvis adalah abses pada regio pelvis
1) Faktor Predisposisi: metritis (infeksi dinding uterus) pasca kehamilan
2) Diagnosis
a) Nyeri perut bawah dan kembung
b) Demam tinggi-menggigil
c) Nyeri tekan uterus
d) Respon buruk terhadap antibiotika
e) Pembengkakan pada adneksa atau kavum Douglas
f) Pungsi kavum Douglas berupa pus
c. Infeksi luka perineum dan abdominal
Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan karena masuknya
kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau abdomen pada waktu persalinan dan
nifas, dengan tanda-tanda infeksi jaringan sekitar.
1) Faktor Predisposisi: kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan,
kurangnya higiene pasien, kurangnya nutrisi
2) Diagnosis
a) Luka mengeras
b) Keluar cairan bernanah
c) Merah di sekitar luka
d. Abses, seroma, dan hematoma pada luka
1) Diagnosis
a) Nyeri tekan pada luka disertai keluarnya cairan atau darah
b) Eritema ringan di luar tepi insisi
e. Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang langka dan fatal yang mempengaruhi susunan
saraf pusat dan menyebabkan kontraksi otot yang nyeri.
1) Diagnosis
a) Trismus
b) Kaku kuduk, wajah
c) Punggung melengkung
d) Perut kaku seperti papan
e) Spasme spontan
2) Faktor Predisposisi
a) Imuniasasi tidak lengkap / tidak imunisasi
b) Luka tusuk
c) Sisa paku atau kayu yang menusuk tertinggal di dalam
d) Adanya infeksi bakteri lainnya
f. Mastitis
Inflamasi atau infeksi payudara
1) Diagnosis
a) Payudara (biasanya unilateral) keras, memerah, dan nyeri
b) Dapat disertai demam >380 C
c) Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum, namun dapat
terjadi kapan saja selama menyusui
2) Faktor Predisposisi
a) Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
b) Puting yang lecet
c) Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak
sempurna
d) Menggunakan bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
e) Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
g. Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah bendungan yang terjadi pada kelenjar
payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi dan penampungan ASI.
1) Diagnosis
a) Payudara bengkak dan keras
b) Nyeri pada payudara
c) Terjadi 3 5 hari setelah persalinan
d) Kedua payudara terkena
2) Faktor Predisposisi
a) Posisi menyusui yang tidak baik
b) Membatasi menyusui
c) Membatasi waktu bayi dengan payudara
d) Memberikan suplemen susu formula untuk bayi
e) Menggunakan pompa payudara tanpa indikasi sehingga menyebabkan
suplai berlebih
f) Implan payudara Tatalaksana
h. Retraksi puting
Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudara. Pada beberapa
kasus, puting dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasuskasus lain,
retraksi ini menetap.
1) Diagnosis
a) Grade 1 Puting tampak datar atau masuk ke dalam, puting dapat
dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar areola.
Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi, saluran ASI tidak
bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.
b) Grade 2 Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali
masuk saat tekanan dilepas, terdapat kesulitan menyusui. Terdapat fibrosis
derajat sedang. Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan
tidak diperlukan. Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang
kaya kolagen dan otot polos.
c) Grade 3 Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan
membutuhkan pembedahan untuk dikeluarkan. Saluran ASI terkonstriksi
dan tidak memungkinkan untuk menyusui. Dapat terjadi infeksi, ruam,
atau masalah kebersihan u Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler
duktus terminal dan fibrosis yang parah.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pusat data dan informasi kesehatan
RI. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf.
Diakses Agustus 2017

2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI; 2016

3. WHO, Departemen Kesehatan RI, et al. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan (Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan) Edisi Pertama. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2013.

4. Mochtar, R. (2004), Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Edisi III, EGC, Jakarta.

5. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (eds). Ilmu kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

6. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta:Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai