DISUSUN OLEH:
Analisa akar masalah (Root Cause Analysis / RCA) adalah sebuah alat kerja yang
sangat berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah terjadi. Sedangkan
untuk menganalisa masalah yang belum terjadi, kita menggunakan alat yang
disebut FMEA yang telah dibahas pada posting terdahulu.
Menemukan akar masalah merupakan kata kunci. Sebab, tanpa mengetahui akar
masalahnya, suatu insiden tidak dapat ditanggulangi dengan tepat, yang berakibat pada
berulangnya kejadian insiden tersebut dikemudian hari. Berikut ini adalah tahap-tahap yang
perlu dilakukan untuk memulai suatu aktifitas RCA.
2. Klasifikasi Insiden
Tidak seluruh insiden atau masalah yang terjadi dilakukan prosedur lengkap RCA.
Masalah harus dilakukan klasifikasi dan prioritas. Tujuannya agar terjadi efisiensi dalam
pekerjaan. Hal ini karena prosedur lengkap RCA memerlukan sumber daya yang khusus,
jumlahnya terbatas di organisasi, dan memakan waktu yang tidak sebentar. Sehingga,
organisasi perlu menetapkan suatu metode klasifikasi dan prioritas masalah. Hanya masalah
yang masuk kriteria saja yang dilanjutkan ke prosedur RCA. Sementara masalah lain yang
tidak masuk kriteria, tetap dilakukan analisa menggunakan prinsip-prinsip RCA tetapi tidak
seluruh urutan prosedur lengkap RCA dilakukan. Yang dimaksud prosedur lengkap RCA
adalah seluruh tahapan prosedur dilakukan.
Salah satu alat yang dapat dipakai untuk melakukan klasifikasi dan prioritas masalah
adalah membuat peringkat masalah berdasarkan Konsekuensi (Consequence) dan Likelihood.
Consequence adalah seberapa berat dampak dari masalah itu. Sedangkan Likelihood adalah
seberapa sering masalah itu terjadi. Consequence dan Likelihood diperingkat menggunakan
angka dari 1 sampai 5. Makin tinggi angka berarti makin berat atau makin sering. Setelah
angka nilai Consequence (C) dan Likelihood (L) didapat, kedua angka tersebut dilakukan
perkalian. Angka hasil perkalian itulah yang menentukan peringkatnya. Makin tinggi
angkanya, makin tinggi peringkatnya. Kita dapat menggolongkan peringkat menjadi empat
golongan, yaitu ekstrim (15 25), besar (8 12), sedang (4 6), kecil (1 3).
3. Membentuk Tim RCA
Membentuk tim RCA merupakan langkah berikutnya yang penting. Tanpa tim yang
representatif, hasil aktifitas RCA tidak akan valid. Rekomendasi yang dihasilkannya pun
tidak tepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus untuk menentukan siapa saja yang dipilih
untuk menjadi anggota tim.
Sebagai pedoman, anggota tim haruslah orang-orang yang kompeten dalam bidang
yang akan dibahas. Kemudian, mereka juga harus dalam posisi netral, bukan orang yang ada
sangkut-pautnya langsung dengan masalah yang akan dibahas. Jika diperlukan, dapat
ditunjuk seorang ahli dari luar organisasi untuk menambah bobot dari tim ini. Jumlah anggota
tim jangan terlalu banyak. Ukuran yang normal adalah antara 5 sampai 8 orang.
4. Mengumpulkan Data
Tim kemudian bekerja mengumpulkan data. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran seobyektif mungkin atas peristiwa yang telah terjadi. Ingat, yang dikumpulkan
hanya data, bukan asumsi, kesan, atau tafsiran. Sumber data dapat diperoleh dari:
a. catatan medis
b. wawancara orang yang terlibat
c. wawancara dengan seluruh saksi
d. kunjungan ke lokasi kejadian
e. peralatan yang terlibat
f. dll.
Data-data di atas diperlukan untuk melengkapi fakta yang terjadi. Disamping itu,
diperlukan juga pengumpulan data-data berikut ini:
a. kebijakan dan prosedur internal organisasi
b. peraturan atau perundang-undangan
c. standard mutu
d. referensi ilmiah terkini
e. dll.
Data-data di atas diperlukan untuk melihat kesenjangan (gap) yang terjadi antara fakta
yang terjadi dengan yang seharusnya dilakukan.
5. Memetakan Informasi
Setelah seluruh data terkumpul, insiden yang terjadi direkonstruksi dengan
menggunakan data-data yang tersedia. Seluruh data disusun menurut urutan kejadiannya.
Ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk memetakan urutan kejadian ini, misalnya:
a. Narrative Chronology
b. Time Person Grid
c. Timelines
d. Tabular Timelines
Contoh:
Dari ilustrasi di atas, jelas terlihat bahwa tebal lapisan penghalang tidaklah sama.
Yang paling kuat adalah adanya alat, sedangkan yang paling lemah adalah kebijakan /
prosedur.