Makalah Orientasi Realita
Makalah Orientasi Realita
PENDAHULUHAN
Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi
realita.
B. Halusinasi
Halusinasi merupakan contoh lain dari gangguan orientasi realita yang
kami bahas. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi
yang salah terhadap stimulus. Salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu
yang nyata bagi pasien.
Menurut Stuart (2007), factor penyebab terjadinya halusinasi juga
dibedakan menjadi factor predisposisi dan presipitasi.
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya, factor predisposisi yang dapat membuat
seseorang terkena gangguan orientasi realita halusinasi antara lain :
Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
Interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stres dan kecemasan.
Faktor sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya
stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dhasilkan
suatu zay yang dapat bersifat halusinogenik neuorokimia seperti buffofenon dan
dimitytranferase (DMP)
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stres,
kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetic
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
2.6 Epidemiologi
Pasien-pasien (cenderung berusia 40 thn) mungkin tidak dapat dikenali
sampai waham mereka dikenali oleh keluarga dan teman temannya. Ia cenderung
mengalami isolasi baik karena keinginan mereka sendirian atau akibat
ketidakramahan mereka (misalnya pasangan mengabaikan mereka). Apabila
terdapat disfungsi pekerjaan dan sosial,biasanya hal ini merupakan respon
langsung terhadap waham mereka. Isi waham bergantung pula pada latar
belakang sosio kultural dan taraf pendidikan seseorang. misalnya seorang
pasien suku dayak mempunyai waham kebesaran,tidaklah mungkin pasien itu
mengatakan ia adalah sisingamangaraja. Oleh karena dalam kultur kaya kita tidak
dikenal seseorang yang bernama sisingamangaraja tersebut. Lain halnya kalau
pasien tadi telah tinggal lama di daerah tapanuli atau pasien ini pernah membaca
tentang sisingamangaraja. Contoh lainnya yaitu pasien yang tidak pernah sekolah
yang mempunyai waham kebesaran,tidaklah mungkin ia mengatakan kalau sinar
X itu dialah yang menemukan.
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Orientasi Realita
3.1 Waham
Dalam bab asuhan keperawatan ini, pertama-tama kami akan mengangkat
masalah keperawatan perubahan proses pikir Waham.
Yang meliputi data subjektif berupa klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang
kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.sedangkan data
objektifnya klien tampak curiga, panik, bermusuhan, merusak diri sendiri,
lingkungan maupun orang lain. Terkadang terlihat sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan atau realitas serta menunjukan ekspresi wajah tegang.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan waham
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya.
Tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
Jangan membantah atau mendukung waham klien. Katakan perawat
menerima keyakinan klien saya menerima keyakinan anda disertai
dengan ekspresi menerima, katakana perawat tidak mendukung disertai
dengan ekspresi ragu dan empati, serta tidak membicarakan isi waham
klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat
akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman. Gunakan
keterbukaan dan kejujuran serta jangan pernah tinggalkan pasien sendiri.
Observasi apakah waham yang diderita klien ini mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri.
2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional : dengan kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan
perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien daripada hanya
memikirkannya.
Tindakan :
beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
ini realistis.
Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya
saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri).
Jika klien selalu berbicara mengenai wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada, dan perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Rasional : dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan
klien tersebut sehingga klien merasa aman dan nyaman.
Tindakan
Observasi kebutuhan klien sehari-hari
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di
rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin)
Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. klien dapat berhungan dengan realita.
Rasional : menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu benar
daripada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham
yang ada.
Tindakan :
berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri. Orang lain, tempat dan
waktu).
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Rasional : penggunaan obat secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses
penyembuhan.
Tindakan :
Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional : dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan membantu
proses penyembuhan klien.
Tindakan :
Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan proses pikir : waham dan klien akan
meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu,
tempat dan topik pembicaraan)
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi
pujian yang realistis
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Halusinasi
A. Pengkajian
Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien.
Karena mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain, membunuh,
atau loncat jendela. Maka dari itu pengkajian pada klien halusinasi dilakukan
dengan cara :
1. Membina hubungan saling percaya
Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah
membina hubungan saling percaya, sebagai berikut :
Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya:
Assalamualaikum, selamat pagi/siang atau sesuai dengan konteks agama pasien.
Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan
perawat termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan apa.
Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada paien tujuan kita merawat klien,
aktivitas apa yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujua itu, kapan aktivitas
akan dilaksanakan, dan berapa lama akan dilaksanakan aktivitas tersebut.
Bersikap empati yang ditunjukkan dengan: Mendengar keluhan paasien dengan
penuh perhatian; Tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi pasien;
Segera menolong pasien jika pasien membutuhkan perawat.
2. Mengkaji data objektif dan subjektif
Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku pasien dan
menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami pasien. Data objektif dikaji
perawat dengan cara mengobservasi perilaku pasien, memeriksa, mengukur,
sedangkan data subjektif didapatkan dengan cara wawancara, curahan hati,
ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang dirasakan dan didengar klien secara
subjektif.
3. Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus
pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan
untuk mencegah terjadinya halusinasi.
4. Mengkaji respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien ketika
halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan pada klien hal yang dirasakan
atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada
keluarga atau orang terdekat dengan klien. Selain itu dapat juga dengan
mengobservasi dampak halusinasi pada klien jika halusinasi timbul. Selain
mengkaji mengenai halusinasinya perawat juga mengkaji factor predisposisi,
perilaku, fisik dan status emosi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi social
4. Harga diri rendah kronis
C. Tindakan Keperawatan
1. Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara :
Menghardik halusinasi
Yaitu upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Tahapan tindakannya meliputi menjelaskan cara
menghardik halusinasi, memperagakan cara meghardik halusinasi, meminta
pasien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini dengan menguatkan
perilaku pasien, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas yang
terjadwal, menggunakan obat secara teratur.
Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; focus
perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan orang
lain. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi risiko halusinasi muncul
lagi adalah dengan menyibukan diri dengan membimbing klien membuat jadwal
yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami
banyak waktu luang yang seringkali mencetuskan halusinasi. Tahapan
intervensinya sebagai berikut : menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur,
mendiskusikan aktivitas yang teratur, mendiskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan pasien, melatih pasien melakukan aktivitas, menyusun jadwal aktivitas
sehari-hari, memantau pelaksanaan jadwal kegiatan.
Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk menggunakan
obat secara teratur sesuai program. Klien yang mengalami putus obat seringkali
mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi
seperti semula akan lebih sulit. Tahapan intervensinya sebagai berikut : jelaskan
pentingnya penggunaan obat, jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai
program, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan cara mendapat obat, jelaskan
cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Pemberian psikofarmaterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala skizofernia biasanya diatas dengan
menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain : haloperidol. Haldol,
serenance, dan chlorpromazine.
Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obat
psikotik seperti : mangantuk, tremor, kaku otot, otot bahu tertarik sebelah,
hipersalivasi. Biasanya dokter memberikan obat untuk mengatasinya dengan obat
anti parkinsone yaitu Trihexyphenidile.
Melibatkan keluarga dalam tindakan
Di antara penyebab kambuh yang paling sering adalah factor keluarga dan klien
itu sendiri. Keluarga adalah support system terdekat. Keluarga yang mendukung
klien secara konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh mengikuti
pengobatan. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga,
informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi : pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi, cara merawat pasien halusinasi, cara berkomunikasi,
pengaruh pengobatan dan tata cara pemberian obat, pemberian aktivitas kepada
klien, sumber-sumber pelayanankesehatan yang bisa dijangkau, pengaruh stigma
masyarakat terhadap kesembuhan klien.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta
tanpa melibatkan sumber dari luar yang meliputi semua system panca
indra. Factor predisposisi penyebab halusinasi seperti factor perkembangan,
sosialcultural, biokimia, psikologis, genetic dan pola asuh. Sedangkan factor
prepitasi dilihat dari perilaku dari segi dimensi fisik, emosional, intelektual, social
dan spiritual. Tipe halusinasi ada beberapa macam yaitu halusinasi dengar,
halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi perabaan, halusinasi
pengecapan dan halusinasi kinestik. Sedangkan tahap terjadinya halusinasi terdiri
dari empat fase. Tindakan dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi
adalah membina hubungan saling percaya, mengkaji data objektif dan subjektif,
mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi dan mengkaji respons
terhadap halusinasi. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien halusinasi
seperti membantu klien mengenali halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap, melatih beraktivitas,
melatih menggunakan obat secara teratur dan melibatkan keluarga dalam
tindakan.
Sedangkan gangguan waham merupakan salah satu gangguan spesifik
pada isi pikiran. Waham adalah keyakinan palsu yang didasarkan pada
kesimpulan yang salah tentang kenyataan eksternal yang tidak sejalan
denganintelegensia pasien dan latar belakang kultural yang tidak dapat dikoreksi
dengan suatu alasan. Waham dari seorang pasien tidak boleh ditentang secara
langsung. Waham mungkin merupakan pikiran sebagai suatu pertahanan dan
perlindungan diri pasien untukmelawan kecemasan,penurunan harga diri,dan
kebingungan. Waham mungkin sangat terfiksasi,tetap dan kronis atau mungkin
merupakan subjek pertanyaan dan keraguan dari pasien dan dapat berlangsung
hanya dalam waktu relatif singkat. Pasien mungkin dipengaruhi atau tidak
dipengaruhi oleh keyakinan waham dan mungkin mampu mengenali efeknya.
Waham serta sebagian besar gejala psikatri ini terjadi dalam spektrum dari berat
sampai ringan dan harus diperiksa tentang derajat beratnya
terfiksasinya,kerumitannya, kekuatan untuk mempengaruhi tindakan pasien dan
penyimpangannya dari perilaku normal.
Gangguan waham ditandai keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan
http://akhsanabraham.blogspot.co.id/2013/09/makalah-gangguan-orientasi-realita.html