Anda di halaman 1dari 91

Menu

Home

Search for:
Skip to content

Melayu Langkat
Bersatu Sekata Berpadu Berjaya

Art-Culture-Heritage

MASJID AZIZI JEJAK PENINGGALAN


MELAYU LANGKAT
Posted on February 24, 2014 by Melayu Langkat

Gambar: Masjid Azizi Dari Halaman Dalam

Visitlangkat Langkat. Sekitar 75 KM dari Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara,


tepatnya di kecamatan Tanjung Pura, Langkat, terdapat sebuah bangunan bersejarah
dari peninggalan Kesultanan Melayu Langkat. Bukti fisik dari kebesaran Kesultanan
Melayu Langkat ini adalah berupa bangunan masjid yang memiliki arsitektur bernilai
tinggi, yaitu masjid Azizi Tanjung Pura.

Masjid Azizi Tanjung Pura ini didirikan pada dua generasi kesultanan Langkat.
Pembangunan masjid yang pertama dilakukan pada tahun 1899 Masehi atau 1320
Hijriah oleh sultan Langkat pertama Sultan H Musa Almahadamsyah (1840 1893).
Setelah Sultan Musa wafat pembangunan masjid diteruskan oleh anaknya yaitu Sultan
Tengku Abdul Aziz Jalik Rakhmatsyah (1893 1912), dan selesai pada 13 Juni 1902
atau 12 Rabiulawal 1320 H, yang kemudian masjid ini dinamai oleh nama sang sultan
Abdul Aziz.
Gambar: Kubah Dalam Masjid Azizi

Pada masa pembangunan masjid Azizi ini, kesultanan Langkat tengah berada dalam
masa keemasaan dikarenakan posisi kesultanan Langkat yang strategis. Dilalui oleh
jalur sungai Wampu yang membelah Langkat dan menjadi jalur utama perdagangan
air yang menghubungkan dengan kesultanan Kedah dan Klantan Malaysia, serta hasil
bumi berupa minyak yang terdapat di Pangkalan Berandan. Pembangunan masjid ini
pun menghabiskan ratusan ribu ringgit Malaysia, dan semua material bangunannya
diimpor dengan puluhan kapal yang diangkut dari Malaysia.

Yang menjadi ciri khas bangunan dari masjid Azizi ini adalah ornamen warna khas
Melayu Islam yaitu kuning. Serta arsitektur bangunan fisik kubah dan menara yang
dilihat dari luar tampak seperti bangunan masjid Islam di India. Sementara arsitektur
dalam masjid tampak seperti bangunan masjid pada masa Ottoman Turki yang
dipenuhi tulisan kaligrafi Arab pada dinding-dinging tembok masjid.

Gambar: Pintu masuk Masjid Azizi

Bangunan masjid ini berukuran 25 x 25 meter dan ketinggian yang mencapai 30


meter. Masjid ini memiliki tiga pintu masuk yang menjadi anjungan yang terdapat
pada sisi timur, utara dan selatan. Sementara arah ruang shalat masjid ini menghadap
ke barat. Pada sisi barat di luar bangunan masjid Azizi terdapat makam para sultan
Langkat yaitu Sultan Musa, Sultan Abdul Azizi dan Sultan Mahmud, serta makam
guru ngaji para sultan Langkat yaitu Sjech Muhammad Yusuf. Selain itu terdapat juga
makam dari pujangga dan pahlawan nasional Tengku Amir Hamzah. Pada sisi timur
bagian luar masjid terdapat bangunan madrasah dan perpustakaan Tengku Amir
Hamzah yang mengoleksi hasil karya sang pujangga. Di sisi luar bagian selatan
masjid adalah pintu masuk yang menghubungkan dengan rumah dari kerabat para
Sultan, yang kini bergabung dengan rumah para warga. Sementara sisi luar bagian
utara menjadi pintu masuk utama yang menghadap ke jalan besar Tanjung Pura yang
menghubungkan propinsi Sumatera Utara dengan Aceh.
Gambar: Pusara Tengku Amir Hamzah (Pahlawan Nasional dan Sastrawan Pendiri Balai
Pustaka) yang merupakan keturanan kerabat sultan.

Di masjid Azizi Tanjung Pura setiap tahunnya diadakan perayaan tahunan yang juga
bertepatan dengan haul atau ulang tahun Sang Guru Sjech Rokan sang pendiri
perkampungan Babasussalam di Tanjung Pura. Selain itu pada bulan ramadhan
diadakan acara keagaaman setiap harinya, dan ketika berbuka puasa para pengunjung
yang datang ke masjid Azizi akan mendapatkan bubur pedas yang merupakan
makanan khas Melayu Langkat.

Maka jika Anda berkunjung ke tanah Berpadu Sekata Berpadu Berjaya ini,
singgahkanlah kaki Anda ke masjid Azizi Tanjung Pura. Nikmati pula suasana
kehidupan masyarakat Melayu pesisir dan bangunan-bangunan lama dari Tanjung
Pura tempo dulu.

Transportasi Dan Biaya

Untuk mencapai ke lokasi masjid ini sangatlah mudah. Dari Medan, anda bisa menaiki
bis dari terminal Pinang Baris Medan dengan menggunakan bis dalam propinsi PS
(Pembangunan Semesta) tujuan Pangkalan Susu atau Berandan dengan tarif 35.000
rupiah. Atau dengan menggunakan bis mini Timtax dengan tarif 45.000.

Lokasi masjid Azizi Tanjung Pura ini berada di pinggir kiri jalan raya Medan
Tanjung Pura, supir bis akan memberhentikan Anda tepat di pinggir jalan depan
masjid Azizi Tanjung Pura.

About these ads

Share this:

Twitter

Facebook39

Google

Like this:

Related

KAMPUNG ISLAM BESILAM LANGKATIn "Art-Culture-Heritage"


TENGKU AMIR HAMZAH SANG RAJA PENYAIRIn "Art-Culture-Heritage"

SEJARAH SINGKAT KABUPATEN LANGKATIn "History"

Masjid Azizi Melayu Langkat

Post navigation
SEJARAH SINGKAT KABUPATEN LANGKAT
KAMPUNG ISLAM BESILAM LANGKAT

Leave a Reply

Enter your comment here...

Search for:

Recent Posts

Tradisi Kesusasteraan di Besilam

JEJAK RITUAL NYEPI DI KAMPUNG BALI LANGKAT

dr. Tengku Mansyur

GURINDAM DUA BELAS

SYAIR PUTRI HIJAU

Recent Comments

Archives

May 2015

April 2015

November 2014

October 2014

September 2014
March 2014

February 2014

Categories

Art-Culture-Heritage

History

Langkat Tourism

Malayu Literature

People and Society

Meta

Register

Log in

Entries RSS

Comments RSS

WordPress.com

Search for:

Recent Posts

Tradisi Kesusasteraan di Besilam

JEJAK RITUAL NYEPI DI KAMPUNG BALI LANGKAT

dr. Tengku Mansyur

GURINDAM DUA BELAS

SYAIR PUTRI HIJAU

Recent Comments

Archives
May 2015

April 2015

November 2014

October 2014

September 2014

March 2014

February 2014

Categories

Art-Culture-Heritage

History

Langkat Tourism

Malayu Literature

People and Society

Meta

Register

Log in

Entries RSS

Comments RSS

Blog at WordPress.com.

Blog at WordPress.com. | The Eighties Theme.


Follow

Follow Melayu Langkat

Get every new post delivered to your Inbox.


Build a website with WordPress.com
%d bloggers like this:

tanjungpura bangkit

Halwa Simanis dari Timur Sumatera


February 10, 2015 at 12:52 pm (Jajanan kampung, puak melayu, sumatera timur, tanjung pura)
Tags: budaya melayu, kuliner, langkat

Manisan Halua berbagai buah Doc harian merdeka

Masyarakat Melayu Pesisir timur sumatera sangat identik dengan panganan manisan berbahan
buah yang di namakan Halua yang disajikan dihari Lebaran dan acara pernikahan. Manisan
Halua disajikan dalam acara adat penikahan melayu dalam prosesi yang dinamakan Nasi
Hadap-hadapan yang dilaksanakan dimana pengantin pria dan perempuan beserta keluarga kedua
mempelai melakukan jamuan bersantap bersama dengan sajian makanan khas Melayu dengan
duduk bersilah.

Corak Budaya Melayu yang bercorak Islam mempengaruhi , budaya adat istiadat dan kaidah
bahasa yang digunakan pada masyarakat melayu. Salah satu tata bahasa yang digunakan adalah
penggunakan bahasa arab gundul ( Tulisan arab tanpa harakat ) sehingga penamaan Halua
berkaitan dengan Halwa yang miliki arti manisan yang diberikan untuk seorang anak
Perempuan, dan boleh diberikan untuk nama sebuah produk, tempat ataupun makanan. Nama
Halwa berasal dari Arab (Islam), dengan huruf awal H dan terdiri atas 5 huruf. Kata Halwa
memiliki pengertian, definisi, maksud atau makna manisan.

Dalam kaidah Melayu Halua /Halwa adalah sejenis manisan yang terbuat dari berbagai macam
buah yang tumbuh di pesisir timur Sumatera. Halua sendiri berbahan dasar buah-buahan seperti
seperti pepaya, cabai, labu, wortel, daun pepaya, buah gelugur, buah renda, terong, kolang
kaling, buah gundur. Bahan-bahan tersebut terlebih dahulu dibersihkan. Setelah dibersihkan lalu
diberikan gula untuk kemudian diendapkan selama beberapa hari. Setelah dicampur dengan gula
yang dipanaskan, atau pun dimasukkan langsung dalam manisan yang sudah dibentuk.

Manisan Halua pada masa kesultanan di pesisir timur yang terbentang dari Langkat hingga riau
merupakan makanan yang dihidangkan pada pertemuan dan hari-hari besar di kalangan
Kesultanan dan dihidangkan kepada tetamu Kerajaan/kesultanan masa itu.

manisan Haluwa di pasar tradisonal doc. detik

Secara Kultur budaya Manisan halua adalah khasanah budaya yang dimiliki oleh masyarakat
melayu dan tersebar diwilayah sumatera timur baik langkat yang terpusat di Kampung stabat
lama, Hamparan Perak dan Paya geli sunggal di Deli Serdang , Tanjung selamat , labuhan deli
Kota Medan, Sergai, Tebingtinggi, Batubara, Asahan, Tanjung Balai, Labuhan Batu hingga kota
pinang hingga ke kepualauan Riau.

Menurut ibu Hj. Salamiah yang merupakan pengrajin Manisan Halua Sri Langkat yang
beralamat di Jl.K.H.Zainul Arifin No.156 Stabat yang merupakan generasi kedua dari gerai halua
Sri Langkat , menyampaikan dalam proses pembuatan Manisan halua melalui tiga tahapan
penggulaan dengan waktu satu minggu.

Buah yang akan dijadikan manisan terlebih dahulu dihias dan dibentuk sesuai kreatifitas
pengrajin selanjutnya dilakukan proses perendaman dengan menggunakan kapur sirih untuk
menghilangkan zat asam yang terkandung didalamnya. Pada Tahap Akhir dilakukan Perebusan ,
perendamaan air gula hingga memakan waktu hingga satu minggu, Hingga proses akhir dan
menghasilkan Halua yang siap untuk dipasarakan .Menurut ibu Hj Salamiah Kualitas dari Halua
bisa bertahan hingga 1 tahun tergantung pada kekentalan dari Proses penggulaan yang dilakukan
dan menurut beliau Penggulaan yang dilakukan adalah tidak menggunakan pemanis buatan.

Dalam liputan media cetak seperti yang ditulis oleh Media online merdeka tanggal 15 juli 2014
dengan tajuk ini si manis halua , kuliner lebaran khas melayu langkat dan media Online detik
tanggal 30 Agustus 2011 dengan tajuk halua si cantik manis dari Langkat dan beberapa
media Lainnya menunjukkan bahwa secara cita rasa Manisan Halua Langkat telah menembus
pasar Nasional dan internasional, dengan tidak menafikkan wilayah lain yang sebenarnya juga
memiliki sentra pengrajin manisan halua.
Halwa Betik Kreasi baru

Upaya menembus pasar dengan standart yang ditetapkan oleh pemerintah , perlu dukungan
dalam hal perizinan dan pengembangan pasar sehingga produk-produk lokal tidak tergerus oleh
zamannya , dikarenakan para pengrajin melakukan kegiatan secara turun temurun dan dari
beberapa pengarajin manisan halua berada di usia lanjut hal ini disampaikan oleh Ibu Ima
pengrajin Manisan halua yang berada di tanjung Selamat Medan yang termasuk sukses dalam
pengembangan manisan Halua diusia yang relatif muda dengan dukungan Disperindag dan
Beberapa Lembaga lainnya. Produksi Yang dikeleola Ibu Ima dengan Label Pondok halua delima
telah memenuhi standart dan kemasan yang lebih menarik dan telah memiliki izin Sertifikasi
Oleh MUI menjadikan Halua yang dimiliki ibu Imah bisa bersaing di pasar Modern.

Dalam perkembangan selanjutnya dengan kreatifitas dari para bidan pengantin ( weeding
organizer ) beberapa hiasan manisan halua dihias dengan aneka ragam dan bentuk untuk
hantaran pernikahan salah satunya adalah Halua Betik yang berasal dari pepaya muda , dengan
keahlian carving fruit , Manisan Halua menjadi karya seni yang indah , dan tidak hanya sebagai
makanan khas melayu namun telah menjadi kerja seni yang sangat bernilai dan warisan budaya
yang tak ternilai harganya.

1 Comment

Tenun Songket Melayu Langkat


September 23, 2014 at 6:30 am (puak melayu, tanjung pura)
Tags: budaya melayu, langkat, melayu
Tenun Songket Melayu Langkat yang

merupakan salah satu khazanah dalam budaya melayu sumatera timur , dalam perkembangannya
kurang terpublikasi secara umum, Perkembangan tenun Songket Melayu yang biasa dipakai
dalam budaya adat masih sebatas untuk pagelaran seni dan budaya semata. Upaya
pengembangan Songket kedepan diupayakan untuk dapat mengisi ruang kosong dalam desain
dan seni yang dapat dipakai untuk pakaian kesaharian maupun desain enterior.

Penggunaan Songket dalam perkembangannya sudah dipakai oleh desainer dibeberapa pagelaran
di mancanegara dan dipakai sebagai interior ruangan hal ini telah dilakukan oleh pecinta tenun
songket , namun sangat disayangkan dalam khasanah desainer yang datang dan berkunjung ke
sentra songket hanya sebagai tempat produksi , namun tidak pernah menyebutkan asal dan
muasal songket itu berada. Dengan keanekaragaman Tenunan Songket ditemukan banyak
kaidah-kaidah filosofis yang terkandung dalam patern/ motif di songket dan juga dibeberapa
wilayah memiliki kaidah-kaidah yang berbeda dengan lainnya. Perkembangan songket dari
masa-kemasa mengalami perubahan , dimana patern dasar yang menjadi ciri khas daerah mulai
tergerus dengan masuknya para desainer yang hanya mementingkan desain yang mengakibatkan
akar budaya dari filosofis dari songket asal kehilangan jati dirinya. Dibeberapa wilayah
Pengrajin Tenun Seogket hanya menjadi sentra Produksi berdasarkan Pesanan semata. Salah satu
penenun Songket yang ada di langkat yang masih memproduksi kain tenunan songket melayu
langkat yang bertempat di tanjung pura , bercerita beberapa kain songket yang mereka produksi
salah satunya dipakai oleh Pemangku Adat Kesultanan Negeri Langkat pada acara
Penganugerahan Gelar Adat yang dilaksanakan dihalaman Masjid Azizi Tanjung Pura..
Pengrajin Tenun Songket Melayu Langkat sumatera timur belum tergali dan terpublikasi secara
umum , berbeda dengan dengan songket melayu Batubara maupun Palembang yang lebih
tersohor. Namumpun begitu peran pengrajin songket Melayu Langkat yang dibidani oleh bapak
Asfan dan Ibu Nafisah telah berkembang dan mengikuti pameran di luar negeri baik malaysia
dan event di jakarta.
Beberapa Patern Tenun songket Melayu Langkat masih terjaga dan terawat keasliannya , dari
beberapa ragam dan coraknya dengan beberapa corak seperti corak itik Berendam, tampuk
Manggis dan beberapa motif yang dimiliki oleh bapak asfan yang memperkerjakan sepuluh
Orang Pengrajin Tenun songket Langkat dan masih berlangngsung hingga sekarang.

Leave a Comment

100 Tahun Makhtab Jamiayah Mahmudiyah Tanjung


Pura Langkat
September 29, 2012 at 6:34 am (Istana, Jajanan kampung, makam, puak melayu, Reruntuhan
Istana Langkat, tanjung pura, Uncategorized)

Berdirinya madrasah Al-masrullah tahun 1912, madrasah Aziziah pada tahun 1914 dan madrasah
Mahmudiyah tahun 1921, maka Langkat menjadi salah satu dari tempat yang dituju oleh pencari-
pencari ilmu dari berbagai daerah. Disebutkan bahwa selain dari masyarakat Langkat yang
belajar pada kedua maktab tersebut, maka banyak pelajar-pelajar yang datang dari dalam dan
luar pulau Sumatera, seperti Riau, Jambi, Tapanuli, Kalimantan Barat, Malaysia, Brunei dan lain
sebagainya.

Pada awalnya madrasah (maktab) ini hanya disediakan untuk anak-anak keturunan raja dan
bangsawan saja, namun pada perkembangannya maktab ini memberikan kesempatan kepada
siapa saja untuk dapat belajar dan menuntut ilmu. Beberapa tokoh nasional yang pernah belajar
di maktab ini antara lain adalah Tengku Amir Hamzah dan Adam Malik (mantan wakil presiden
RI).
Dalam biografinya Adam Malik meyebutkan bahwa madrasah Al-masrullah termasuk lembaga
yang mempunyai bangunan bagus dan modern menurut ukuran zaman tersebut. Di mana masing-
masing anak dari keluarga berada (kaya) mendapat kamar-kamar tersendiri. Sistem pendidikan
yang dijalankan pada sekolah ini sama seperti sistem sekolah umum di Inggris, di mana anak
laki-laki usia 12 tahun mulai dipisahkan dari orang tua mereka untuk tinggal di kamar-kamar
tersendiri dalam suasana yang penuh disiplin. Fasilitas-fasilitas olah raga juga disediakan di
sekolah tersebut seperti lapangan untuk bermain bola dan kolam renang milik kesultanan
Langkat.

Ketiga lembaga pendidikan tersebut didirikan oleh sultan Abdul Aziz yang kemudian diberi
nama dengan perguruan Jamaiyah Mahmudiyah. Pada tahun 1923 perguruan Jamaiyah
Mahmudiyah telah memiliki 22 ruang belajar, 12 ruang asrama, disamping berbagai fasilitas
lainnya seperti 2 buah Aula, sebuah rumah panti asuhan untuk yatim piatu, kolam renang,
lapangan bola dan sebagainya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada perguruan Jamaiyah
Mahmudiyah, maka tenaga pengajarnya sebagian besar merupakan guru-guru yang pernah
belajar ke Timur tengah seperti Mekkah, Medinah dan Mesir. Mereka semua dikirim atas biaya
Sultan setelah sebelumnya diseleksi terlebih dahulu, hingga sekitar tahun 1930 siswa-siswa yang
belajar di perguruan ini sekitar 2000 orang yang berasal dari berbagai macam daerah.

Selanjutnya sultan Abdul Azis kemudian mendirikan lembaga pendidikan umum bagi masyarakat
Langkat yaitu sekolah HIS dan Sekolah Melayu, yang banyak memberikan materi-materi
pelajaran umum. Mengenai gaji-gaji guru dan biaya perawatan bangunan semuanya ditanggung
oleh pihak kesultanan Langkat, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa segala biaya yang berkaitan
dengan fasilitas-fasilitas pendidikan di Langkat ditanggung sepenuhnya oleh pemerintahan
kerajaan.

Memang pada awal tahun 1900-an Pemerintahan Belanda telah mendirikan sekolah Langkatsche
School (baca: Sekolah Belanda). Namun penerimaan siswanya masih sangat terbatas, di masa
itu yang diterima hanya anak-anak bangsawan dan dan anak pegawai Ambtenaar Belanda serta
orang-orang kaya yang berharta, dalam bahasa pengantarnya lembaga pendidikan ini
menggunakan bahasa Belanda. Selain itu didirikan juga ELS (Europese Logare School) dan
untuk anak-anak keturunan Cina didirikan Holland Chinese School atau HCS.

Bagi masyarakat yang ingin memperdalam ajaran agama melalui buku-buku Islam, dalam hal ini
Tuan guru Babussalam syekh Abdul Wahab Rokan telah menerbitkan dan mencetak buku-buku
yang bertemakan masalah-masalah keislaman, antara lain : buku Aqidul Islam, Kitab Sifat Dua
Puluh, Adab Az-zaujain dan lain-lain. karena di Babussalam pada saat itu telah ada mesin cetak,
yang dibeli guna untuk menerbitkan buku-buku yang ditulis oleh Syekh Abdul Wahab sendiri.
Mesin cetak tersebut sebagian besar didanai oleh sultan Musa.

Mengingat sejarah Langkat dan Madrasah Jamiyah yang merupakan tulang punggung untuk
menyemarakkan nama Langkat sehingga termasyhur ke luar daerah Langkat dengan perguruan
Islamnya, maka Pengurus Besar Jamaiyah merasa wajib untuk dapat kembali membangkitkan
nama yang masyhur pada tahun sebelum perang itu di masa ini.
Untuk ini bermaksudlah pengurus untuk meningkatkan pendidikan yang ada tidak sampai batas
tingkat Aliyah, akan tetapi ditingkatkan lagi sampai keperguruan Tinggi.Untuk ini diserahkan
kepada saudara Adham Hasry untuk menjajagi kemungkinan untuk dapat ditingkatkan
pendidikan, dengan menghubungi tenaga dan pejabat yang berwenang dalam melahirkan
perguruan tinggi ini. Demikianlah pada awal tahu ajaran 1980, dibulatkan tekad untuk
mendirikan perguruan tinggi dengan gambaran pertama dengan mendirikan Fakultas Tabiyah.

Pertimbangan untuk fakultas ini, berdasarkan banyaknya pelajar islam dari Aliyah dan PGA di
Tanjung Pura dan sekitarnya yang diharapkan dapat meneruskan pelajarannya ke tingkat ini.
Disamping kebanyakan tamatan Aliyah dan PGA ini tidak mampu untuk meneruskan pendidikan
ke IAIN atau UISU Medan berdasarkankemampuan ekonomi yang rendah.

Pada awal tahun ajaran 1981 ini dicobalah menyiarkan maksud ini kepada masyarakat dan
kemudian mendaftarkan mahasiswa pertama. Maka pada awal tahun ini terdaftar mahasiswa
sejumlah 78 orang, untuk itu Pengurus besar berusaha mencari kelengkapan dan sarana lainnya
agar pengajaran ini dapat terus berlangsung pada tahun ajaran tersebut Dengan bantuan dari
PGAN dan Aliyah Negeri dan beberapa cerdik pandai, akhirnya pada awal tahu ajaran mulailah
dilakukan Kuliah. Dan tentu ini berlangsung setelah mendapat keizinan dari Kopertais Wilayah
IX Medan.

Untuk melengkapi ini, maka Pengurus Besar melakukan musyawarahnya, dan menunjuk Ketua
Umum T. Poetra Azis untuk membentuk satu Yayasan Khusus akan mengelola Perguruan Tinggi
ini atau Fakultas Tarbiyah ini. Dengan Penjajakan oleh Ketua Umum dibantu oleh saudara
Adham Hasry, T. S. Hasan Arifin, A. Kadir Ahmadi, Muhd. Nurdin Drs dan Mukhtar Ma, maka
gagasan ini mendapat dukungan dari beberapa intelektual Langkat.

Pada tanggal 28 April 1982 diadakan musyawarah dari beberapa pendukung, di rumah Ketua
Umum T. Poetra Azizdi Medan

Dalam pertemuan ini dapatlah dilahirkan Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Jamiyah
Mahmudiah, dengan susunan sebagai berikut :

Ketua Umum : Tengku Poetra Aziz

Ketua I : Prof. DR. H. Maryam Darus, SH.

Ketua II : DR. H. Abdullah Syah, MA.

Ketua III : Adham Hasry

Sekertaris Umum : Drs. H. Ahmad KS

Sekertaris I : Tengku. S. Hasan Arifin

Sekertaris II : Tengku Mustafa Kamal Mahmud


Bendahara I : Drs. Tengku Bahren Yahya

Bendahara II : Drs. M. Nurdin

Komisaris :

1. Tengku Djaharan

2. Tengku Jaudin Aziz

3. Tengku Isyamuddin

4. Drs. H. Bahauddin Darus

5. Tengku Adly Hamzah

6. Drs. Asyari Darus

7. A. Kadir Ahmadi

8. Drs. Rubbaini Rayni

9. Muchtar MA.

Segera setelah tersusun kepengurusan Yayasan ini lalu di Notariskan pada tanggal 1 Mei 1982
pada Notaris Nurlian di Medan. Dengan adanya Yayasan, maka kelanjutan usaha dari P.B.
Jamaiyah Mahmudiyah diserahkan untuk mengelola Perguruan Tinggi yang telah ada terlebih
dahulu, dengan persyaratan semua usaha dan perkembangan Yayasan haruslah dilaporkan kepada
PB, terutama dalam melaksanakan pembangunan yang diperlukan.

Pada Tahun 1987 atas bantuan dari Pemerintah dan Masyarakat Langkat dan kepedulian Sultan
Selangor didirikan Perpustakaan dan Ruang Aula Pertemuan untuk Madarasah Jamiyah
Mahmudiyah yang diresmikan oleh Bupati Langkat pada tanggal 26 Agustus 1987 bapak
H.Marzuki Erman .

Pembangunan ini diprakarsai oleh :

Ketua : Adham Hasry

Sekertaris : Drs Musa Hadi

Bendahara : Tengku S Hasan Arifin

Anggota :

1.Tengku Djaharan
2. H.Ahmad Ridwan

3. Drs M.Nurdin

4. A Kadir Ahmadi

5. Muhtar M A

6. Fachrudin RY

7. Drs Karimudin Lubis

Insyaallah pada tanggal 13 Desember 2012 Madrasah Jamiyatul Mahmudiyah Melaksanakan


Milad 100 tahun yang akan dilaksanakan di areal Madrasah yang sangat sederhana dengan
kehadiran tokoh-tokoh kenegaraan dan para alumni yang tersebar di pelosok negeri. Dari
Makthab yang sederhana ini telah melahirkan tokoh-tokoh besar Yakni Tengku Amir Hamzah
seorang pelopor sumpah pemuda dan pencetus bahasa melayu sebagai bahasa nasional sekaligus
pujangga angkatan baru, Adam Malik sebagai Wakil Presiden Indonesia , Selanjutnya
Muhammad Imaduddin Abdulrahim tokoh Islam yang sebagai Pendiri ICMI dan Pendiri lembaga
kader dakwah kampus yang dimulai dari Masjid Salman ITB dan menjadi dasar Training dalam
pembentukan karakter di HMI yang menjadi guru politik dari negararawan indonesia hingga
Anwar Ibrahim mantan perdana menteri Malaysia

Leave a Comment

YM Tengku Pangeran Jambak


November 4, 2011 at 6:05 am (makam, puak melayu, tanjung pura, Uncategorized)

YM Tengku Pangeran Jambak Bin YM Tengku Hamzah Al Haj, Pangeran Setia Indra
Negeri Langkat Pemimpin Langkat Hilir, Bersama panglima istana di Istana Kesultanan
Langkat
Y.M.Tengku Pangeran Jambak bin Tengku Hamzah Al Haj Pangeran Of Langkat Hilir
1899-1917, Tanjung Pura

Makam YM Tengku Pangeran Jambak diantara Makam Keluarga Kesultanan Langkat di


Halaman masjid Azizi Tanjung Pura. Masih Menjadi sebuah Misteri Apakah Makam YM
Tengku Pangeran Jambak merupakan nama lain dari YM Tengku Muhammad Yasin yang
Bergelar Pangeran Setia Indra Negeri Langkat , Disalah di website the
royalark.net/Indonesia/langkat3.htm Copyright Christopher Buyers, December 2001
March 2009 disebutkan bahwasannya YM Tengku Hamzah Al Haj Memiliki 4 Anak Laki-
laki dan 3 Anak Perempuan salah satunya adalah Y.M. Tengku Jambak bin Tengku
Hamzah al-Haj. Pangeran of Langkat Hilir 1899-1917, sementara di website yang sama
4dw.net/royalark/Indonesia/langkat3.htm Copyright Christopher Buyers, December 2001
November 2007 Disebutkan hanya memiliki 3 anak Laki-laki tanpa menyebutkan YM
Tengku Pangeran Jambak. Ketika Melakukan penelusuran di makam raja-raja kesultanan
langkat dinisan tertulis Tengku Pangeran Jambak Muhammad Yasin lahir 1882 wafat pada
tahun 1957, jika dilihat dari website tersebut dengan makam yang ada menjadi sebuah
pertanyaan Dimana Makam Tengku Pangeran jambak sejatinya karena dari tahun
dinissan jelas makam yang ada adalah makam YM Tengku Pangeran Muhammad yasin
yang menjadi luhak langkat hilir pada tahun setelah YM Tengku Pangeran Jambak
Mangkat 1917-1930 dan dilanjutkan menjadi luhak langkat hulu pada tahun 1930-1934
1 Comment

Makam YM Tengku Hamzah Al Haj


November 4, 2011 at 5:41 am (Istana, puak melayu, tanjung pura, Uncategorized)

Makam YM Tengku Hamzah Al Haj Bin Tengku Musa , Digelar Pangeran Tanjung dan
dinobatkan Menjadi Pangeran Indra Diraja dimakamkam di wilayah pemukiman
penduduk di bantaran sungai Wampoe bersama pengikutnya, Yang mana Merupakan
Ayah dari YM Tengku Pangeran Adil ( Kepala Luhak Langkat Hulu , Dan YM Tengku
Pangeran Jambak ( kepala Luhak Lagkat Hilir ), YM Tengku Pangeran Muhammad Yasin
( Kepala Luhak Langkat Hilir + Hulu pada tahun 1912), YM Merupakan Kakek Dari
Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah ( Nama Hamzah diberikan ayahnya dari nama
Kakek Beliau YM Tengku Hamzah Al Haj)

Makam Para Pengikut dan Punggawa yang Turut Serta bersama YM Tengku Hamzah Al
Haj Bin Tengku Musa , Digelar Pangeran Tanjung ( Pangeran Indra Diraja Langkat ),
Bersama Makam Beliau disandingkan Makam Tengku Soran Bin Tengku Muhammad
Yassin Al Haj ( Pangeran Indra Setia Negeri Langkat ), dimana Tengku Soran Anak dari
YM Tengku Mohmmad Yassin dan pernah menjabat sebagai assisten wedana di Kerapatan
Binjai

Leave a Comment

Istana Kesultanan Langkat


November 4, 2011 at 5:14 am (Istana, puak melayu, tanjung pura, Uncategorized)

Istana Kesultanan Langkat Darussalam Istana Baru yang didirikan oleh Sultan Langkat
YM Tengku Abdul Aziz
Istana Kesultanan Langkat Darul aman Istana Lama yang didirikan oleh Sultan Langkat
YAM Tengku Musa Al Haj

Istana Kesultanan Langkat di lihat dari bantaran sungai Wampoe Tanjung Poera

Leave a Comment

Reruntuhan Istana
November 4, 2011 at 4:41 am (puak melayu, Reruntuhan Istana Langkat, tanjung pura,
Uncategorized)

Salah Satu bentuk Peninggalan yang tersisa dari Kejayaan Masa Silam Berupa Penyanggah
Tiang Istana yang tersisa akibat revolusi Sosial Pada tahun 1946. Dimana bangunan Tapak
peninggalan Kesultanan Langkat masih dapat di lihat dari beberapa puing-puingnya ,
walaupun ada upaya menyembunyikannya namun , sejarah tak pernah berhenti untuk
berbicara.

Rumah Persinggahan yang menjadi tempat Sultan Langkat Menjamu Tamu yang
berkunjung Ke wilayah Langkat , yang masih berdiri Kokoh dan masih dapat di lihat di
areal Tanjung pura, dimana bangunan ini memiliki areal yang sangat luas .

Gapura Istana Kesultanan Langkat yang berada di dua Sisi Barat yang masih tersisa yang
menjadi bukti kejayaan Kesultanan Langkat terlihat jelas dilintasan jalan Raya menuju ke
Medan
Gapura Istana Kesultanan Langkat yang berada di dua Sisi Timur yang masih tersisa
yang menjadi bukti kejayaan Kesultanan Langkat terlihat jelas dilintasan jalan Raya
menuju ke Medan

Leave a Comment

Perjalanan menuai arti


November 4, 2011 at 4:15 am (puak melayu, tanjung pura, Uncategorized)

Semenanjung Malaka jauh di tengah

Terhalang Dibalik si Pulau Sembilan

Tergetar hati mengurai sekelumit Kisah

Melangkah diuntai hamparan insan

Gerak langkah di antara pusaran hari yang berputar searah jarum jam menjejakkan langkah di
tanah Langkat di gerbang sebuah kota tertera tulisan Selamat datang di kota Tanjung Pura yang
dilambangkan sebuah Gapura berbentuk keris dan tepak sirih. Menyisiri Kota Lama yang penuh
sejarah membawa sebuah langkah terhenti di sebuah bangunan Bundar tepat di depan Gerbang
Kota Tanjung Pura, Menilik bangunan lama peninggalan zaman belanda yang dijadikan museum
daerah kabupaten langkat pada sekarang dimana pada mulanya merupakan kantor keresidenan
masa itu

Di Bangunan Bundar yang didalamnya memiliki Beberapa ruang dengan kubah berbentuk
Setengah Lingkaran ( sekilas mirip Seperti Kubah masjid pada umumnya) disisi kubah
dihiasi kaca yang berjejer melingkar yang didesain sebagai pencahayaan didalam ruangan dan
ditengah kubah dipajang lampu gantung sebagai lampu utama ruangan . Di Areal Dinding
Bangunan yang kokoh ini Dipajang beberapa foto-foto sejarah kejayaan masa lampau dan
miniatur bangunan istana sebagai reflika dari singgasana kesultanan dengan ornamen yang
melengkapinya. Bangunan yang dengan Arsitektur yang indah dimana di sudut kiri dan kanan
terdiri atas pintu dan ruangan sebagai pintu alternatif menuju ruangan induk yang melingkari
bangunan bundar ini dengan teras disekitarannya. Dibeberapa Sisi Ruangan khusus yang
menampilkan foto dan miniatur Tentang Perjuangan Tengku Amir Hamzah , dan Sejarahnya. Di
sudut Ruangan lainnya di sajikan Miniatur Bangunan rumah Suluk dari Tariqah Nasaqabandiyah
dengan menampilkan poto-poto pemimpin tariqah dari Syech Abdul wahab Rokan hingga
Pemimpin yang sekarang.

Perjalanan Menyisir Kota Lama Tanjung Pura Berhenti sejenak menikmati Keteduhan
Pepohonan rindang di depan Bangunan Bundar tepatnya di pinggir jalan Lintas Kota Tanjung
Pura, dimana puluhan pedagang menyajikan makanan minuman di areal trotoar jalan yang
dibentangkan tikar lesehan dengan sajian utama berupa air Kelapa Muda , Melepas dahaga dan
menikmati keteduhan pepohonan yang tertata rapi di kiri kanan jalan. Sambil menikmati
Minuman Kelapa Muda yang di sajikan dengan tambahan pilihan rasa gula aren lamat-lamat
terdengar perbincangan antara beberapa masyarakat disekitar yang menggunakan logat dan
penggunaan bahasa melayu yang masih terpelihara menjadikan kota Tanjung pura seakan tak
lekang di zaman. Pedagang Di lintasan Jalan Tanjung pura ini memiliki sebuah budaya jual beli
yang khas dan merupakaan sebuah akar budaya masyarakat melayu dimana bila dalam
melakukan jual belinya di sebutkan akadnya antara penjual terhadap pembeli .

Kumandang Azan terdengar dari Menara Sebuah Masjid , yang dilantunkan oleh Muaazin
dengan lantunan azan yang sangat indah membawa langkah menuju Masjid Yang tak jauh dari
Museum Daerah, dengan bergegas para jemaah melangkah satu persatu mengambil wudhu di sisi
bangunan megah peninggalan sejarah yang dibangun oleh Kesultanan Langkat Sultan Abdul
Aziz yang selesai pembangunannya pada tahun 1901 dimana diberikan nama Masjid Azizi .
Masjid yang membuat decak kagum para penghujung yang datang atas keindahan ornamen
bangunan yang menggabungkan unsur timur tengah , eropa dan China terrangkum di jadikan
satu dalam masjid ini. Di sisi luar Masjid Azizi Bersemayam makam para Pewaris tahta
Kesultanan Langkat yang di pagar dan dihiasi Kubah diatasnya, dan di areal lainnya bersemayam
beberapa Para punggawa dan panglima kesultanan yang menjalankan pemerintahan di wilayah
Langkat Hulu Tengku Pangeran Adil, Langkat Hilir Tengku Pangeran Jambak selanjutnya
Digantikan oleh Tengku Mohmmmad Yasin ( Makam YM Tengku Pangeran Jambak menjadi
sebuah misteri dikarenakan ada yang berpendapat baahwasannya YM Tuanku wafat pada tahun
pada usia 37 Tahun dan dilanjutkan kepemimpinannya oleh YM Tengku Muhammad Yasin
wafat pada tahun 1882-1957 Di batu Nisan yang terpahat di pusara Tuanku Tertera Tengku
Jambak Muhammad Yasin Pangeran Setia Indra Bin Tengku Hamzah Al Haj Pangeran Indra
Diraja Ke II Langkat ), Dan Wilayah Teluk aru Tenggku Jaffar diantara makam tersebut
bersemayam Makam Tengku Amir Hamzah Pahlawan nasional Yang terkenal dengan Pujangga
Baru dengan sair Rindu yang wafat akibat sebuah kekejaman dari sebuah Revolusi sosial tahun
1946.

Mencoba Ingin Mencari Tahu sebuah Kisah yang Menyelimuti sebuah mata rantai sejarah
Penyelusuran Ke Makam YM Tengku Pangeran Jambak, ada beberapa penafsiran yang timbul
dimana dalam sebuah website the royal ark of langkat copy right by chrishtoper buyers edisi
Desember 2001- march 2009 disebutkan bahwasannya YM Tengku Pangeran Jambak Memimpin
Luhak Langkat hilir pada tahun 1899-1917 . Dicatatkan yakni YM Tengku Pangeran Tanjung
memiliki 4 anak lak-laki dan 4 Anak Perempuan yang ketiganya menjabat sebagai kepala luhak
yaitu Tengku Pangeran Adil , Tengku Pangeran Jambak , Tengku Pangeran Muhammad Yasin
Selanjutnya Di Website Yang sama dengan edisi Yang Berbeda yaitu edisi Desember 2001
November 2007 Dimana Anak Laki-laki dari Tengku Pangeran Tanjung Berjumlah Tiga Orang
dengan tidak mencantumkan nama YM Tengku Pangeran Jambak, dan tidak menjelasakan akan
masa kepemimpinan Beliau , sementara di Literatur resmi dari Kabupaten Langkat dengan Jelas
Menyatakan beliau adalah Salah Satu Pemimpin Luhak Langkat hilir yang berpusat di tanjung
pura.

Sebuah Pertanyaan Yang muncul Adakah YM Tengku Pangeran Jambak ( menurut Website
langkat YM Tengku Pangeran Jambak di sebut Juga namanya dengan YM Tengku Pangeran
Akhmad ) Nyata Adanya ataukah hanya sebuah panggilan kecil atas YM Tengku Pangeran
Muhammad Yasin , dari beberapa penelusuran di beberapa masyarakat melayu beranggapan
menyatakan bahwasannya pangeran jambak adalah juga pangeran Mohamad Yasin.
Berpegangan dengan dua sumber yang di peroleh , perjalanan membawa sebuah pencarian
diantara beberapa makam dari Keturunan YM Tengku Muhammad Yasin, Diareal Pelataran
Halaman Makam masjid Azizi Di makamkan Keturunan dari Beliau yakni Tengku Burhan wafat
pada tahun 2000 , disebelahnya Berdampingan Tengku Zohoriah yang wafat pada tahun 2007 , di
sebelah makam YM Pangeran jambak mohammad Yasin yang di gelar pangeran setia indra
Langkat ( dimakamnya Tertulis) Yakni Tengku zaitun yang meninggal pada tahun 1993.
Pencarian atas jejak makam Keturunan Dari Tengku Muhammad Yasin menyeberangi Kota
Tanjung Pura berlabuh di Masjid Raya Stabat yang di bangun pada tahun 1904 yang
menunjukkan sebuah bangunan yang memiliki arsitektur keindahan yang megah dengan pilihan
pilar-pilar yang berjejer di teras masjid dan di dalam ruangan Utama Berdiri sebuah mimbar
yang masih terawat yang terbuat dari kayu pilihan yang mana tercermin dari pintu-pintu masuk
yang berengselkan besi padu dengan bahan kayu pilihan hampir di temui di masjid-masjid di
Binjai dan tanjung pura dan beberpa masjid dari kesultanan deli. Di Belakang Masjid bermukim
sebuah Rumah yang merupakan bangunan Bersejarah yang masih terawat dengan cat berwarna
kuning yang merupakan rumah almarhum tengku Sulung yang dimakamkan di areal perkuburan
di belakang masjid yang diantaranya adalah makam Salah satu keturunan YM Muhamad Yassin
yaitu Makam Tengku Colan yang dimakamkan di areal perkuburan masjid Raya Stabat .

Diantara Perkuburan yang ada , beberapa masyarakat Pada Umumnya mungkin tidak pernah tahu
di bantaran sungai lama tepatnya di simpang tiga jalan tanjung dibelakang masjid azizi yang
dibangun benteng penahan air sungai wampu masyarakat menyebutnya lorong makam
bersemayam Makam YM Tengku Pangeran Tanjung sebagai cikal bakal nama Kota Tanjung
Pura lengkapnya YM Hamzah AlHaj Pangeran Indra Diraja Langkat, yang mana dilingkupi
perkampungan masyarakat bila air sungai meluap seluruh wilayah tergenang air hingga
meninggalkan lumpur yang menggenang. Dikomplek Pemakaman ini Tidak seindah dan
senyaman makam-makam yang berada di pelataran masjid Azizi yang terawat dan terjaga,
Komplek Pemakaman dibantaran sungai ini secara pasti dilingkupi areal pagar batu setengah
meter yang terdiri Makam Tengku Pangeran Tanjung , disisi Kiri sebuah Makam Kecil yang
berukiran arab Melayu , Selanjutnya disebelah Kanan Makam Tengku Soran yang merupakan
anak dari Tengku Mohammad Yasin ( namun di nissannya tidak mencantumkan tengku pangeran
jambak , berbeda dengan di makam Tengku Burhan dan Tengku Zohariah yang menyebutkan Bin
Tengku Mohamad yasin Tengku Pangeran Jambak dan disandingkan dengan gelar Pangeran
Setia Indra Negeri Langkat , di nissan Alm Tengku soran Terukir Tengku Mohhamad Yasin
Pangeran Setia Pahlawan Negeri Langkat ) wafat pada tahun..

Dipelataran Makam Tepat diseberangnya sekitar 10 meter persegi dilingkup tembok setengah
kaki orang dewasa bersemayam para punggawa dan pengikut setia Yang MuLia Pangeran Indra
Diraja Langkat dan dibangunkan oleh generasi dari keturunannya sebuah Surau Panggung Kecil
yang terbuat dari Bahan Kayu masih berdiri kokoh dimana masyarakat melaksanakan ibadah
sholat dan mengaji dengan sebuah sumur yang dijadikan sumber mata air Bersih utama bagi
masyarakat. Di perkampungan yang pernah ada sebuah sejarah dan kisah akan Sebuah Pangeran
yang terkubur dalam lumpur akan keteguhan jiwa dan prinsip yang di pertahankan hingga akhir
hayatnya hingga dimakamkan di perkampungan masyarakat jauh dari kemegahan seorang
Pangeran . Diareal ini Pernah ada sebuah Istana Kecil yang didiami Yang Mulia dalam
membesarkan Anak-Anaknya yang bermain di pelataran sungai dan mengaji menimba ilmu
pengetahuan agama hal ini dapat dilihat dari areal Landai di belakang surau dan suatu hal yang
menarik berbeda dari bentuk surau pada umumnya di mana dari bentuk surau yang dibangun
dengan kubah yang tinggi sekilas memiliki bentuk yang sama dengan menara kubah diatas
istana kesultanan langkat .

Dari beberapa dokumentasi yang di sajikan ada hal yang sangat menarik ketika salah satu
dokumentasi yang mengambil hasil pemotretan yang diambil dari bantaran sungai Wampu
terlihat jelas ketika diambil pembesaran gambar bahwa istana Kesultanan Langkat tepat Berada
di bantaran sungai pada bahagian Belakang istananya di kelilingi tembok, di sekitarannya dengan
rumah panggung yang terbuat dari kayu bersusun memajang diareal kiri dan kanan istana yang di
huni oleh keluarga istana pada masa itu ( secara Demografi Hampir dibeberapa Daerah
Kerajaan pada masa dahulu berada di bantaran sungai dikarenakan Alat transportasi utama baik
perdagangan maupun kerjasama antar wilayah pada masa lalu menggunakan transportasi Air
melalui Sungai higga ke laut lepas, dimana untuk wilayah dipesisir timur pulau sumatera adalah
semenanjung Malaka yang merupakan Laut yang memiliki lintasan perdagangan yang sangat
Ramai sejak dahulu hingga masa sekarang.)

Di Atas areal yang meninggi dari kejahuan menatap jauh ke depan ke hamparan pemukiman
tempat bersemayam YM Tuanku Pangeran Indra Diraja Hamzah Al Haj bin Almarham Sultan
Musa, Dihamparan Pepohononan yang rindang yang berjejer di bantaran sungai seolah
membentuk sebuah sosok Naga yang berbaris di pandu oleh seekor burung yang tepat berada
didepan, Bentuk dari gambaran tersebut merupakan salah satu dari pohon Jati yang berdiri
tegak lurus yang dihujung dahan dan rantingnya membentuk sebuah panorama yang terabadikan
dalam sebuah lensa dari sudut kamera , Menara surau yang terlihat di balik rerimbunan
pepohonan menjadikan keindahan tersendiri. Pohon jati yang mengarak langit seakan
memberikan arah akan sebuah kisah seorang Pangeran Indra Diraja setia berbakti untuk negeri
dan bersemayam di tepian bantaran sungai terkubur bersama sebuah keteguhan jiwa dalam
menmegang prinsip, Perjuangan dan Bakti telah menjadi ujian dan terbukti dilanjutkan oleh
generasi generasi penerusnya

Leave a Comment

dARI RAMBoeTAn , doeDOl, Udang Galah, Hingga


Mie ReBUS
October 7, 2011 at 12:27 pm (Jajanan kampung, puak melayu, tanjung pura, Uncategorized)

Kenangan Masa Kecil membawa kembali ke tanah Yang memiliki sejarah panjang dalam
perkembangan dan kejayaan masa Kesultanan Langkat., kembali menyisiri wilayah Kecamatan
Tanjung Pura . Perjalanan Dari Kota Medan yang menempuh jarak tempuh 1 jam melintasi kota
Binjai yang terkenal dengan Buah Rambutan yang segar dengan ukuran yang besar dan
berwarna merah dijumpai di pelataran jalan dijajakan oleh penjual Buah rambutan dengan tenda
Tenda Merah di sepanjang Jalan yang dijajakan dengan harga per ikat sekitar 15- 20 Ribuan
tergantung Besar dan kecilnya. Tekstur Buah Rambutan masyarakat menyebutnya Rambutan
Bhahrang , memiliki Kulit yang berwarna merah dengan buah yang manis dan antara tekstur
buah dan biji ketika di kupas tidak menyatu dan mengandung kadar air yang manis. Berbeda
dengan buah Rambutan yang dikenal di jakarta di sebut Rambutan Rapeah dengan kulit yang
tipis , berwarna hijau dan bentuknya yang kecil denfan rasa yang masam. Untuk Rambutan
Binjai lebih sering Masyarakat di luar sumatera menyebutnya Rambutan Aceh.. Menilik Kota
Binjai Yang menjadi Kota Administratif yang di pimpin Oleh Walikota memiliki banyak
beberapa bangunan bersejarah yang masih berfungsi dan di gunakan sebagai fasilitas umum
hingga sekarang diantaranya ketika memasuki kota Binjai dapat dilalui dengan kereta api dimana
merupakan salah satu stasiun peninggalan bersejarah pada masa dahulu yang melintasi hingga
sampai ke tanah rencong Atjeh sebagai salah satu transportasi pengangkut hasil bumi ( Lintasan
Kereta api masih menyisakan sejarah di rel-rel dan stasion yang tidak berfungsi), tak jauh dari
stasion kertea api masih berdiri sebuah Post Office yang memiliki sejarah masa lampau sebagai
tempat masyarakat melakukan transaksi surat menyurat, dan tak jauh dari kantor post masih
berdiri dengan kokoh Rumah sakit Bangkatan yang memiliki sejarah panjang sebagi rumah sakit
yang digunakan masyarakat yang merupakan rumah sakit perkebunan . Bentuk bangunan yang
dijadikan sebagai Kantor Urusan Agama Binjai yang merupakan berasal dari kantor residence
zaman kolonial yang berada dipusat kota masih terlihat dengan bentuk aslinya dengan kubah
setengah bundar. Pada Masa Kesultanan Langkat Sultan Musa mendirikan sebuah Masjid di kota
Binjai yang merupakan masjid pertama Yang dibangun oleh Sultan Musa dan telah mengalami
renovasi.

Bangunan asli masih tetap dipelihara dengan ornamen yang asri Dimana setiap jendela memiliki
hiasan timur tengah dengan Tiang-tiang yang kokoh dan Pintu yang terbuat dari Kayu yang kuat
dan berat sehingga untuk engselnya harus terbuat dari besi padu di sisi atas dan bawahnya guna
meyangga Pintu yang berada di setiap sudutnya dan di dindingnya terukir prasasti berbahasa arab
Melayu tentang tarikh pendirian masjid Raya Binjai yang tepat berada di pasar kota Binjai di
belakang areal pertokoan. Diwilayah Binjai Ke arah Bahorok berbatas dengan Kecamatan
selesai di sekitar Bhahrang yang di diami warga keturunan Tioghoa disudut kota berdiri sebuah
klenteng china dari aliran khong Huchu yang menjadi tempat peribadatan suku tioghoa yang
telah turun temurun mendiamai wilayah tersebut sekian lama , dimana terlihat rumah-rumah
yang berada dilokasi bhahrang berbaur dengan masyarakat setempat, disekitar jalan menuju kota
bhahrang yang di lintasi dua alur anak sungai yang diatasnya berdiri 2 jembatan lama
peninggalan zaman dahulu dan beberapa rumah panggung yang menjadi saksi sejarah atas
kejayaan masa silam . Perjalanan berlanjut dari kota Rambutan bergerak maju ke arah timur
melintasi jalan raya melintasi arah ke tanjung Pura , banyak hal menarik yang di temui di
sekitarnya melintasi areal perkebunan Tebu dan setiba di wilayah Stabat ( Ibukota Kabupaten
Langkat ) yang merupakan salah kota baru yang dibuka menjadi Ibukota dimana sebelumnya
merupakan areal perkebunan tebu hal ini masih dapat dilihat dari areal yang tersisa di wilayah
sebahagian Kota stabat. Di sekitar Pusat kota dan pinggiran Stabat berdiri rumah-rumah
Afdeling Kebun yang masih terlihat tidak terawat meninggalkan sisa-sisa Sejarah masa lampau.
Dipusat Kota stabat Masih berdiri Pabrik pengolahan Tebu Dari PTP II Kuala Madu dan
bangunan Lama yang dijadikan salah satu kantor organisasi buruh kebun. DiPinggiran sungai
Stabat ( Aliran Sungai Wampu ) yang memiliki Alur yang sangat Lebar sekitar hampir lebar 20 m
berdiri sebuah Masjid Raya Stabat yang dibangun Oleh Sultan Musa dan di halaman belakang
masjid berdiri Sebuah Rumah Melayu yang dimana sebagai cagar budaya mendapatkan
perawatan dan pembiayaan oleh Bupati Langkat sebagai salah satu kepengurusan MAMBI
Langkat dimana rumah ini Merupakan rumah kediaman Alm Tengku Sulung . ( beliau
merupakan Salah satu Tentara di zaman Kemerdekaan yang di segani diwilayah Stabat ) dan di
areal Masjid bersemayam makam yang di tempati oleh keturunan para Bangsawan Melayu dan
beberapa masyarakat umum. Perjalanan dari Kota Stabat menuju kota tanjung pura melintasi
kecamatan hinai dimana disekitaranya berdiri rumah-rumah panggung adat melayu yang asri
dengan ornamen dari kayu yang dibalur dengan ukiran yang memberikan kesan asri dengan
warna kayu yang hitam kecoklatan dihias dengan jendela yang luas dimana ukuran jendela
seperti ukuran pintu pada umumnya dengan dua daun jendela kiri dan kanan diantara anak
tangga menuju ke teras berhiaskan ukiran kayu.Sungguh Pemandangan yang sangat indah dan
membawa kenangan kemasa silam. Sungguh Menarik dang sebuah kebanggan tersendiri dimana
masyarakat melayu masih merawat dan melestarikan warisan budaya walaupun dibeberapa
sudut kota berdiri bangunan- bangunan bertingkat dan beton bertulang , namun rumah-rumah
panggung masyarakat melayu memberikan warna tersendiri akan akar budaya sebuah bangsa.
Suatu yang sangat Menarik di wilayah kecamatan Hinai tepatnya di desa Lenggang berbatasan
dengan desa Tanjung Mulia tersisa Sebuah Benteng tepatnya Menara peninggalan zaman
kolonial yang masih berdiri tegak namun dari kasat mata seperti bekas terbakar dang berwarna
kusam dan di depannya bersemayam kuburan umum yang dihiasi pohon-pohon rindang. Sampai
di gerbang tanjung pura nuansa melayu sangat terasa dengan rumah-rumah panggung yang
bejejer di pinggiran jalan Raya Tanjung Pura di kiri kanan memiliki areal Rawa-rawa di batasi
oleh Parit yang Lebar guna menampung Luapan air Sungai , jika dilihat dari kontur kota tanjung
pura yang landai mengakibatkan rawan terhadap banjir dikarenakan aliran sungai yang terkadang
meluap dari hulu , dan hal ini telah diupayakan dengan pembuatan benteng di sepanjang alur
sungai agar tidak menggenangi ke kota tanjung pura. Dengan Jumlah Desa dan Kelurahan yang
berjumlah 19 yang tersebar hingga kehujung laut lepas dimana transportasi air menggunakan
Sampan dan Perahu menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang bertransaksi dagang di Desa
Kwala Serapuh yang merupakan Desa yang berada terhujung menuju Selat Malaka, dimana
mata pencaharian masyarakat pada umumnya menjadi Nelayan berlayar menyeberangi lautan
mencari ikan. Perjalanan ke kwala Serapuh di tempuh dengan Perahu Tongkak berkisar 2 jam
menyusuri sungai dan akhirnya dihilir sungai bertemu laut lepas diantara hutan manggrove
( Bakau ) para perahu nelayan menjaring ikan. Terlihat berdiri rumah-rumah penduduk berada
diatas sungai sekitar 3 meter diatas permukaan air yang disanggah dengan kayu-kayu laut, angin
laut yang kencang menemani setiap perjalanan deru perahu nelayan dan ombak yang bermain
dipinggir dinding kapal tongkak. Di Desa Kwala Serapuh secara umum 30 persen areal lokasinya
terbagi atas daratan dimana telah dimukimi oleh masyarakat Melayu dan dapat dilintasi
kendaraan roda dua dan roda dan empat yang ditempuh dari kota Tanjung Pura , untuk
penerangan telah dialiri arus listrik oleh Perusahaan Listrik Negara dimana berdiri tiang-tiang
beton yang diatsanya berseliweran kabel-kabel tegangan tinggi , namun jika kondisi air Pasang
besar Wilayah daratan di desa kwala serapuh tergenang Air laut, beberapa tahun silam Kwala
Serapuh merupakan penghasil Udang terbesar dimana hasil panen udang di ekspor ke luar negeri
( Seperti Udang Galah,Udang Kelong hingga Lobster) di wilayah Paluh-paluh sungai tersebar
tambak-tambak udang yang di kelola oleh Pengusaha-pengusaha dari Keturunan Tioghoa, jika
perjalanan malam melintasi Desa Kwala Serapuh seperti berada di kota metropolitan di hiasi
lampu-lampu setiap sudut tambak. Tahun berganti Keemasan Udang mulai meredup, tambak-
tambak yang bergeliat dengan deru mesin pemompa air dan lampu-lampu yang menghiasi areal
tambak laksana bangunan tua dan tidak terawat dibiarkan terbengkalai dikarenakan harga udang
yang tidak sebanding dengan biaya operasional Produksi. Namun Kwala Serapuh Tetap Tidak
Berubah dari kemiskinannya dengan Masyarakat yang masih menggeluti mata pencahariannya
melaut mencari ikan, Secara Ekonomis dengan pengelolaan tambak-tambak tersebut tidak
memberikan pengaruh secara langsung terhadap masyarakat , setempat terkadang sering
menimbulkan konflik antar pengusaha dan masyarakat atas penguasaan lahan dimana kontribusi
dari pengusaha yang melakukan pembuatan tambak mengakibatkan luapan air pasang akhirnya
tertahan selanjutnya menggenangi wilayah Daratan ,hal ini memjadikan seolah-olah pengusaha
lepas tangan dan tidak peduli akan masalah yang timbul ditambah lagi sering terjadi pengrusakan
serta pencurian ditambak-tambak tersebut yang dilakukan oleh oknum masyarakat setempat.
Kwala Serapuh Kini .. bukan Penghasil Udang terbesar lagi , Menyikapi Produksi dan
Permasalahan yang timbul atas Pengelolaan Tambak di alih fungsikan menjadi Kebun-kebun
Sawit. Deru mesin Ekskavator terus bekerja menimbun tambak-tambak Udang yang
terbengkalai, Investor mulai bergeliat mencari areal yang akan di perjual belikan untuk
selanjutnya dijadikan kebun-kebun sawit. Sejumlah Manggrove sebagai tempat Nelayan mencari
udang dan sebagai penahan abrasi Pantai kinipun sirna dijadikan lahan-lahan sawit yang sangat
menjajikan tanpa memperdulikan alam. Udang Galah yang terkenal Besar dan berprotein tinggi
sangat menjadi incaran bagi penikmat kuliner yang berasal dari makanan laut lebih tepatnya Sea
food, tak ayal restoran yang menjajakan makanan laut marak muncul dengan menyajikan
makanan laut yang memanjakan lidah para peminatnya dan untuk melengkapi hal tersebut di
sudut kota tanjung pura salah satu restoran menyajikan panganan seafood lokasinya tepatnya di
pinggir sungai.Yang tak kalah menarik adalah merupakan salah satu Rumah Makan RESTU
yang menjadi tempat persinggahan para pengunjung yang melintasi kota tanjung pura dengan
sajian Mie Rebus seafood Udang, berada di depan Pertokoan dan areal bank di seputaran kot
Tanjung Pura . Warung makan ini hingga sekarang masih tetap ramai di kunjungi walaupun
sudah hampir puluhan tahun berdiri dan menyajikan menu yang tidak jauh berbedaakan cita rasa
yang lezat .Mie Rebus yang disajikan menghantarkan malam yang dingin diiringi lantunan irama
melayu dari seorang biduan yang melantunkan lagu sri Langkat diiringi musik pak pung yang
terdengar lamat-lamat dari sudut rumah penduduk. Ditemani kenangan akan masa silam ,
diantara hiasan meja bulat yang terbuat dari bahan batu marmer putih dengan kursi kayu yang
berbentuk setengah lingkaran dengan ukiran kayu di pegangan tangannya dan arsitektur
bangunan rumah yang masih terjaga dari bentuk aslinya menjadikan sebuah Warisan Budaya
sebuah Peradaban dan kemajuan sebuah negeri. Menemani malam tak lengkap rasanya bila tak
menyeruput secangkir kopi sambil berkombur kalau orang melayu menyebutnya, lebih tepatnya
Nogkrong di warung kopi sambil membahas hal terkini baik dari sumber media elektronik ,
permasalahan di dunia Politik, Artis hingga masalah tentang sosial lainnya. Budaya Ngopi tidak
kalah serunya baik di tingkatan elite Politik maupun Selebritis yang dilakukan di cafe-cafe
terkenal dengan menu kopi yang terkadang memiliki brand internasional , dibandingkan dengan
budaya masyarakat awam diwarung-warung yang menyajikan kopi yang tentu tak kalah
nikmatnya dan yang pasti tak kalah seru perdebatannya melebihi para politisi di senayan.
Warung Kopi di jalan Tanjung Pura di dekat persimpangan Arah menuju Ke besilam bagi
masyarakat awam tidak asing lagi dengan keberadaan warung ini , di areal pinggir jalan para
pengunjung silih berganti menyambangi warung kopi yang sederhana ini , dengan kopi yang
memiliki citarasa yang berbeda menemani malam , tak jarang para penghujung singgah datang
yang berasal dari tujuan medan maupun aceh singgah di warung kopi pak cik Agam ( Pemilik
warung ini orang dari Aceh ) , selain hidangan kopi di warung ini lengkap dengan aneka
makanan dan kue-kue kering termasuk kue timpan khas aceh serta aneka makanan lainnya
maupun minuman ringan yang dijajakan diwarung ini. Tak Jauh dari warung pakcik Agam
Berderet puluhan Penjual dodol di sepanjang jalan hingga sampai berbatasan dengan kecamatan
gebang hampir sekitar Puluhan pedagang menjajakan Panganan khas dodol Tanjung Pura,
dimana dodol tanjung pura dibungkus dengan daun upi dan ada beberapa yang di bungkus
dengan plastik tergantung pilihan rasa ada durian, Pandan, Kacang , dan Nanas. Dodol Tanjung
Pura sudah terkenal sejak dahulu dan sering menjadi buah tangan yang dibawa buat sanak
saudara.Harga dari dodol yang dijajakan perbungkus yang 1 kilo Gramnya berkisaran anatara
Rp. 18.000,( delapan Belasan ribu tergantung Rasa) , dan untuk yang dibungkus daun (upi)
pinang memiliki harga yang agak sedikit lebih mahal dan memiliki kualitas yang lebih tahan
lama, Bentuk daun Pinang yang telah mengering berwarna putih menjadi pembungkus dodol
yang dibentuk bulat memanjang di hujung atas dan bawahnya diikat dengan tali rapiah terkadang
pilihan warnanya umumnya berwarna merah Muda, sebagai hiasan di pajang didepan warung
miniatur dari bentuk dodol yang dibalut daun upi dengan kreasi berukuran 1 meter. Penjual
dodol yang berada di tanjung pura mencoba bangkit menghidupkan perekonomian di kota lama
dimana tingkat laju perekonomian maupun infrastruktur relatif lambat dibandingkan beberapa
kota yang baru berdiri di kabupaten langkat. Beberapa inovasi perlu di gerakkan dalam
peningkatan roda perekonomian masyarakat dimana bentuk dan pola serta sistem perdagangan
makanan yang layak untuk di eksport dengan memberikan citarasa dan kualitas yang mampu
mendorong minat para pembeli dan layanan purna jual di beberapa etalase yang ada di ruang-
ruang publik tentunya dengan pemasaran di setiap pusat perdagangan startegis yang di
kombinasaikan dengan wisata budaya dan kuliner menjadi ciri khas Kota Tanjung Pura.
Menjadikan Tanjung Pura sebagai salah satu Kota Wisata Budaya dan Religi sangat layak untuk
digagas , dan memungkinkan sebagai salah satu kota Pendidikan agama, dimana dari kota
tanjung pura pernah ada ulama besar yang membawa sebuah ajaran yang telah dijadikan panutan
para murid dan pengikut tarikah nasabandaqiyah, setidaknya Menjadikan sebuah pusat
Pendidikan Kajian agama adalah layak dimiliki oleh Kota Tanjung Pura. Diantara situs-situs
budaya di kota tanjung pura bertebaran di sepanjang Lintasan Wilayah baik berupa Museum
daerah, Masjid Azizi, makam raja-raja Langkat, Makam Penyair RINDU Tengku Amir
Hamzah,bangunan-bangunan kota tua yang masih tersisa dan yang tak kalah menarik adalah
berziarah ke makam Syech Abdul Wahab Rokan, dan yang pasti sangat mengasikkan menyisiri
Sungai hingga Ke Hilir sambil menikmati pemandangan hutan manggove dan memanjakan lidah
dengan Udang galah di hujung pertemuan laut serta menyaksikan pemandangan matahari
terbenam di ufuk barat sungguh keindahan yang yang sangat tidak terlupakan. Dari Perjalanan
menyusuri Garis Pantai Timur Sumatera ( Pada zaman dahulu wilayah ini disebut sebagai
Sumatera Timur sebelum digabung menjadi sumatera Utara pada zaman pemerintahan Indonesia
hingga sekarang ) dari Kota rambutan ibukota Binjai sampai di batas akhir Kota Pangakalan
Berandan ( sekarang menjadi Wilayah Kecamatan Babalan) Sepanjang Jalan Protokol atau
tepatnya jalan lintas sumatera masyarakat menyebutnya, masih tertera dan di hampir di setiap
papan nama sebagai penunjuk dan penamaan jalan dilintasan tersebut tertera penyebutan nama
Jalan Tanjung Pura untuk sebagai tanda lokasi menyebutkan Km dan Desa atau Kelurahan
tertentu.Berbeda Untuk Penamaan Jalan Anatara Pangkalan Brandan hingga sampai perabatasan
aceh Tamiang menggunakan nama Jalan Besitang dengan menyebutkan Km dan lokasi desa atau
kelurahan tertentu. Dari hal ini diatas menarik untuk mencari dan mengkaji secara runtutan dari
sebuah sejarah atas penamaan sebuah jalan pada masa dahulu , bisa diartikan Pusat kekuasaan
dari kesultanan berada terbentang dari binjai hingga sampai ke pangkalan berandan dimana pusat
pemerintahan pada masa kesultanan berkuasa berada di 3 pusat kota pemerintahan utama ( pada
masa kesultanan di sebut Luhak ) yaitu Binjai sebagai pusat pemerintahan langkat hulu,
Tanjung Pura sebagai pusat pemerintahan langkat hilir dan Pangkalan Berandan sebagai pusat
pemerintahan Teluk Haru, selanjutnya dari tata kelola pemerintahan masa itu memiliki
kewenangan atas legitimasi kedatukan dimasing-masing wilayah sebagai hak ulayat pemilik
secara adat atas wilayah bermukimnya masyarakat setempat dimana melingkupi Kedatukan
Bahorok, Binge , hingga kedatukan Besitang yang melingkupi wilayah Salah Haji ( salah satu
desa di wilayah Kecamatan Pemekaran yang dahulu merupakan bahagian kecamatan besitang
sekarang berada di kecamatan Pematang Jaya ).

1 Comment

Aru Dahulu Langkat Kemudian


September 26, 2011 at 2:19 am (puak melayu, tanjung pura, Uncategorized)
Tags: melayu

Kerusakan Benteng Putri Hijau di Sumatera Utara belakangan ini membawa kembali ingatan
tentang bagaimana sepak terjang Kerajaan Aru di masa silam. Tak hanya ingatan bahwa kerajaan
ini membawa perjumpaan kisah antara Karo, Melayu, dan Aceh, tetapi juga mengenai siapa ahli
waris kerajaan besar itu.

Benteng Putri Hijau merupakan peninggalan dari Kerajaan Aru yang ditemukan di Kecamatan
Namorambe, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Ia mengalami kerusakan akibat adanya
pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pengembang swasta. Meski berada di Deli Tua,
kerajaan ini semula berdiri di Besitang, yang kini berada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara,
dan mulai disebut namanya pada sekitar abad 13.

Saat ini belum ada mufakat mengenai siapa Kerajaan Aru itu. Masyarakat Karo, misalnya,
menyebutkan bahwa Aru merupakan Haru yang berasal dari kata Karo. Karena itu, masyarakat
Aru merupakan masyarakat Karo yang didirikan oleh klan Kembaren. Dalam Pustaka
Kembaren (1927), marga Kembaren disebut berasal dari Pagaruyung di Tanah Minangkabau.

Orang Karo ini, menurut Majalah Inside Sumatera (November 2008), tak mau disamakan dengan
marga Karo yang sekarang, yang disebut sebagai Karo-Karo (bukan asli). Orang Karo-Karo,
seperti Tarigan, Sembiring, Perangin-angin, Sitepu, dan Ginting, baru turun ke Deli pada awal
abad ke-17.

Sejumlah sumber lain juga menyebutkan bahwa Kerajaan Aru merupakan kerajaan Melayu yang
amat besar pada zamannya. Akan tetapi, Daniel Perret dalam buku Kolonialisme dan Etnisitas
(2010), yang merujuk pada R. Djajadiningrat dalam buku Atjehsch-Nederlandsch
Woordenboek (1934), mengatakan bahwa dalam bahasa Aceh Haro atau Karu berarti
suasana bergejolak dan rusuh di sebuah wilayah.

Betapapun identitas Kerajaan Aru belum terkuak penuh, Tengku Luckman Sinar dalam buku
Sari Sejarah Serdang (edisi pertama, 1971) mencatat bahwa nama Aru muncul pertama kali
pada 1282 dalam catatan Tionghoa pada masa kepemimpinan Kublai Khan. Dan menurut Perret,
nama Aru kembali muncul pada 1413 dalam catatan Tionghoa dengan nama A-lu sebagai
penghasil kemenyan. Pada 1436, sumber Tionghoa lain kembali menyebutkan bahwa A-lu
memiliki beras, kamper, rempah-rempah, dan pedagang-pedagang Tionghoa sudah berdagang
emas, perak, dan benda-benda dari besi, keramik, dan tembaga di Tan-Chiang (Tamiang).

Secara wilayah, kekuasaan Kerajaan Aru memang cukup luas. Ia terbentang dari Sungai
Tamiang, Aceh kini, hingga Sungai Rokan, Riau kini. Jelasnya, ia meliputi sepanjang pesisir
Sumatera Timur. Posisinya yang menghadap ke Selat Melaka membuat kerajaan ini memainkan
peranan penting dalam perniagaan dan aktivitas maritim. Selat Melaka merupakan jalur
perdagangan laut yang amat aktif dalam periode yang begitu panjang, yakni mulai abad
permulaan masehi hingga abad 19.

Bahkan, Perret menyebutkan bahwa dalam hal tempat perdagangan, Aru merupakan negara yang
setara dengan Kerajaan Melaka semasa dipimpin oleh Sultan Mansyur Shah yang berkuasa dari
1456 sampai 1477. Di awal abad 15, Aru dan China juga disebut pernah saling melakukan
kunjungan. Posisinya yang strategis membuat Kerajaan Aru menjadi pentas politik pun
perdagangan bagi negara-negara lain.

Kerajaan Aru juga dikatakan kerap berkonflik dengan Kerajaan Pasai (Aceh). Pada awal abad 16,
Aru menyerbu Pasai dan membantai banyak sekali orang di sana. Namun, serangan itu dibalas
oleh Pasai. Melalui serangan berkali-kali, Aceh berhasil menjebol pertahanan Kerajaan Aru
hingga rontok.

Para petinggi Kerajaan Aru lalu melarikan diri ke Deli Tua dan memindahkan pusat kekuasaan
baru di sana. Akan tetapi, meski sudah berpindah tempat, Kerajaan Aceh masih terus merangsek
Kerajaan Aru II itu. Motif penyerangan Kerajaan Aceh kali ini diketahui karena keinginan
rajanya untuk menikahi Ratu Aru II, yang dikenal sebagai Putri Hijau.

Dari beberapa sumber, tertulis bahwa Raja Kerajaan Aceh mengirimkan surat yang berisi tiga hal
kepada Putri Hijau. Pertama, meminta Putri Hijau bersedia menjadi permaisuri Raja Aceh.
Kedua, Aceh adalah Serambi Mekkah dan Aru adalah Serambi Aceh. Karena itu Aru diminta
tunduk kepada Aceh. Dan ketiga, Aceh akan menyebarkan agama Islam di Aru.

Dalam catatan Karo dari Biak Ersada Ginting yang banyak dikutip oleh berbagai sumber, Putri
Hijau, yang saat itu bertuhankan Dibata Si Mila Jadi yang bermakna Tuhan yang maha
pertama, paling akhir, dan hanya Dia yang tetap hidup menolak mentah-mentah lamaran Raja
Aceh.

Akan tetapi, berbeda dengan Biak Ersada Ginting, Perret mengatakan bahwa, sembari merujuk
pada penulis Perancis F. Mendes Pinto dalam buku chez Cotinet et Roger (1645), masyarakat
Aru dan rajanya adalah muslim. Dan dalam kutipan dari Hikayat Melayu dan Hikayat Raja-
raja Pasai, Kerajaan Aru atau Haru disebut sudah menganut Islam pada pertengahan abad 13;
lebih dahulu ketimbang Aceh dan Malaka.

Merasa terhina, penolakan dari Putri Hijau kemudian berbuntut pada pecahnya kembali perang
besar antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Aru II. Masih di abad 16 itu, setelah berkali-kali
melakukan serangan, Kerajaan Aceh yang disebut-sebut didukung oleh sejumlah pasukan dari
Turki kembali berhasil mengalahkan Kerajaan Aru II. Kerajaan Aru II tak hanya roboh, tetapi
hancur dan musnah.

Dari puing Kerajaan Aru II inilah berdiri Kerajaan Deli. Panglima Gocah Pahlawan (asal India)
dari Kerajaan Aceh kelak menjadi Sultan Kerajaan Deli pertama yang berkuasa pada 1632-1653.

Langkat
Meski digempur hebat, menurut Zainal Arifin dalam buku Subuh Kelabu di Bukit Kubu (2002)
yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Langkat, petinggi Aru yang baru itu tak turut tewas. Ia
melarikan diri ke Kota Rentang Hamparan Perak, Deli Serdang kini (Sumatera Utara), dan
mendirikan kerajaan baru dengan rajanya yang bernama Dewa Syahdan (1500-1580). Kerajaan
inilah yang kemudian melahirkan Kerajaan Langkat.

Langkat berasal dari nama sebuah pohon yang menyerupai pohon langsat. Pohon langkat
memiliki buah yang lebih besar dari buah langsat namun lebih kecil dari buah duku. Rasanya
disebut-sebut pahit dan kelat. Pohon ini dahulu banyak dijumpai di tepian Sungai Langkat, yakni
di hilir Sungai Batang Serangan yang mengaliri kota Tanjung Pura. Hanya saja, pohon itu kini
sudah punah.

Selain itu, yang menarik adalah pengakuan dari para tetua Langkat, hingga kini, yang
menganggap dirinya adalah keturunan marga Perangin-angin. Utamanya yang berasal dari
Bahorok maupun Tanjung Pura. Padahal, jika dilihat dari pandangan orang Karo semula ihwal
Kerajaan Aru, tentu ini menjadi membingungkan.

Di masa Kerajaan Langkat, para keturunan pembesar Aru yang masih berada di Besitang, Aru I,
kembali membangun reruntuhan kerajaan yang sudah luluh lantak. Kawasan Besitang kemudian
menjadi kejuruan yang berada dalam lingkup Kerajaan Langkat. Kejuruan ini memiliki kawasan
sampai ke Salahaji, desa di Kecamatan Pematang Jaya kini (Kabupaten Langkat). Sedangkan
Kerajaan Langkat sendiri meluaskan wilayahnya sampai ke Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang
kini (Aceh), dan Seruai, Deli Serdang kini.

Besitang kemudian dikenal sangat setia pada Kerajaan Langkat. Ia kerap menjadi palang pintu
bagi pihak lain yang ingin melakukan penyerbuan kepada Kerajaan Langkat, seperti serangan
dari Gayo dan Alas.

Setelah Dewa Syahdan wafat, Kerajaan Langkat kemudian dipimpin oleh anaknya, Dewa Sakti,
yang memerintah dari 1580 takat 1612. Pada 1612, Dewa Sakti yang bergelar Kejuruan Hitam
ini dikabarkan hilang (tewas) dalam penyerangan yang kembali dilakukan oleh Kerajaan Aceh.

Sejumlah referensi menyebutkan bahwa sesudah Dewa Sakti, Kerajaan Langkat dipimpin oleh
anaknya yang bernama Sultan Abdullah (1612-1673). Akan tetapi, dalam sebuah terombo, tak
ditemukan nama Sultan Abdullah sebagai anak Dewa Sakti. Terombo tersebut menampilkan
bahwa anak dari Dewa Sakti adalah T. Tan Djabar dan T. Tan Husin. Dan dari Tan Husin,
generasinya adalah T. Djalaluddin yang disebut juga Datuk Leka (Terusan), T. Bandarsjah, T.
Oelak, dan T. Gaharu.
Sultan Abdullah yang banyak disebut dalam literatur kemudian wafat dan dimakamkan di Buluh
Cina Hamparan Perak dengan gelar Marhum Guri. Selanjutnya, tahta Kerajaan Langkat jatuh
pada anak Sultan Abdullah, yakni Raja Kahar (1673-1750). Di zaman Raja Kahar, pusat
Kerajaan Langkat dipindahkan dari Kota Rentang Hamparan Perak ke Kota Dalam Secanggang.

Tak hanya itu, Raja Kahar juga melakukan banyak perubahan, baik dalam manajemen negara
maupun kepemimpinan. Perubahan itu, menurut Zainal Arifin, membuat sejumlah kalangan
lantas menetapkan bahwa ialah pendiri Kerajaan Langkat pada 17 Januari 1750.

Raja Kahar memiliki tiga orang anak, yakni Badiulzaman (1750-1814) yang bergelar Sutan
Bendahara, Sutan Husin, dan Dewi Tahrul. Setelah Raja Kahar wafat, Badiulzaman menjadi Raja
Kerajaan Langkat dan Sutan Husin menjadi raja di Bahorok. Di masa Sutan Bendahara, wilayah
Kerajaan Langkat meluas. Saat wafat, ia dimakamkan di Pungai dan diberi gelar Marhom Kaca.

Selanjutnya, tahta Kerajaan Langkat diserahkan kepada anak tertua Badiulzaman, Tuah Hitam,
yang memerintah sejak 1815 takat 1823. Oleh Tuah Hitam, Istana Kerajaan Langkat dipindahkan
ke Jentera Malai yang tak jauh dari Kota Dalam. Sementara itu, adik Tuah Hitam, Raja Wan
Jabar menjadi raja di Selesai, dan adik ketiga, Syahban, menjadi raja di Pungai. Sedangkan si
bungsu, Indra Bongsu, tetap tinggal bersama Tuah Hitam.

Di masa kepemimpinan Tuah Hitam, serangan terhadap Kerajaan Langkat kini berasal dari
Kerajaan Belanda dan Kerajaan Siak Sri Inderapura. Pada awal abad ke-19, serangan bertubi-tubi
Kerajaan Siak Sri Inderapura membuat Kerajaan Langkat takluk.

Pada 1823, dalam catatan Zainal Arifin, pasukan Tuah Hitam bergabung dengan Sultan Panglima
Mengedar Alam dari Kerajaan Deli. Tujuannya untuk merebut kembali Kerajaan Langkat dari
Kerajaan Siak Sri Inderapura dan Belanda. Tetapi, dalam perjalanan kembali dari Deli, Tuah
Hitam tewas.

Sementara itu, Kerajaan Siak Sri Inderapura membuat gerakan untuk menjamin kesetiaan
Kerajaan Langkat, yakni dengan mengambil anak Tuah Hitam, Nobatsyah, dan anak Indra
Bongsu, Raja Ahmad. Keduanya dibawa ke Kerajaan Siak Sri Inderapura untuk diindoktrinasi
dan dikawinkan dengan putri-putri Siak. Nobatsyah kawin dengan Tengku Fatimah dan Raja
Ahmad kawin dengan Tengku Kanah.

Setelah itu, keduanya dipulangkan kembali dan menjadi raja ganda di Kerajaan Langkat.
Nobatsyah diberi gelar Raja Bendahara Kejuruan Jepura Bilad Jentera Malai dan Raja Ahmad
bergelar Kejuruan Muda Wallah Jepura Bilad Langkat.

Seperti sudah diperkirakan, kepemimpinan ganda Nobatsyah dan Raja Ahmad menuai pertikaian.
Sengketa kekuasaan berujung pada tewasnya Nobatsyah di tangan Raja Ahmad. Selanjutnya,
Raja Ahmad menjadi Raja Kerajaan Langkat antara 1824 takat 1870. Di zaman Raja Ahmad,
pusat Kerajaan Langkat dipindahkan ke Gebang, yakni di sekitar Desa Air Tawar kini.
Pada 1870, Raja Ahmad tewas karena diracun. Dan anaknya, Tengku Musa atau Tengku Ngah,
naik menjadi raja. Di masa Tengku Musa inilah Kerajaan Langkat banyak mendapat tekanan,
baik dari Aceh maupun negeri-negeri yang berada di dalam Kerajaan Langkat sendiri.

Pada pertengahan abad 19, menurut situs http://www.acehpedia.org, Kerajaan Aceh menggalang
kekuatan dari negara-negara di Sumatera Timur untuk menghadang laju gerakan Belanda
bersama pembesar-pembesar Siak. Di masa ini, negara-negara di Sumatera Timur, seperti
Kerajaan Deli, Kerajaan Serdang (yang merupakan pecahan dari Deli), dan Kerajaan asahan
menyambut baik ajakan Kerajaan Aceh untuk memerangi Belanda. Bahkan ada yang
mengibarkan bendera Inggris sebagai simbol perlawanan.

Akan tetapi, hanya Kerajaan Langkatlah yang menolak seruan perang sabil itu, meski Kejuruan
Bahorok mengobarkan api pada rakyat untuk berperang dengan Belanda. Bahkan Sultan Musa
meminta bantuan Belanda-Siak untuk menghantam Kejuruan Stabat karena bekerjasama dengan
Kerajaan Aceh.

Saat Kerajaan Langkat menuai kontroversi, Kejuruan Besitang tetap menampilan kesetiaannya.
Dalam catatan Zainal Arifin, ketika Tengku Musa banyak mendapat serangan, termasuk dari Raja
Stabat, Bahorok, dan Bingai, Besitang tetap menjadi perisai bagi Kerajaan Langkat. Meski
demikian, ada juga sejumlah petinggi Besitang yang mengorganisasikan rakyat untuk menentang
Belanda, walau kemudian diredam.

Tengku Musa atau Sultan Musa memiliki tiga orang anak, yakni Tengku Sulong yang menjabat
Pangeran Langkat Hulu, Tengku Hamzah yang menjabat Pangeran Langkat Hilir, dan Tengku
Abdul Aziz. Dalam tradisi kerajaan, anak tertua adalah pewaris tahta. Namun, Sultan Musa tak
melakukan itu.

Pada 1896, ia memberikan tahtanya pada si bungsu, Tengku Abdul Aziz, meski belum dilantik
karena alasan usia yang terlalu muda. Penyebab tindakan Sultan Musa tak lain karena ia terikat
janji dengan dengan istrinya, Tengku Maslurah, yang merupakan permaisuri Raja Bingai.

Perkawinan Musa dan Maslurah memang perkawinan politik. Setelah Langkat menggempur
Bangai, maka sang permaisuri diambil oleh sang pemenang, sebagaimana yang terjadi pada
zaman raja-raja. Akan tetapi, Maslurah tetap meminta syarat, yakni anak dari perkawinannya
dengan Sultan Musa kelak haruslah menjadi Raja Langkat.

Tindakan Sultan Musa melahirkan protes dari anak-anaknya yang lain, terutama Tengku
Hamzah. Sempat terjadi upaya kup, namun tak berhasil. Tengku Hamzah lalu memisahkan diri
dari Istana Kerajaan Langkat, Darul Aman, dan membangun istananya sendiri di Kota Pati.
Karena posisinya yang berada di tanjung atau persimpangan, maka Tengku Hamzah juga dikenal
sebagai Pangeran Tanjung. Dan tak jauh dari istana, ada sebuah pura atau pintu gerbang tempat
para anak raja mandi di sungai. Alhasil, nama kawasan itu kemudian disebut Tanjung Pura.

Tengku Hamzah kemudian memiliki seorang putra bernama Tengku Pangeran Adil. Pangeran
Adil dikenal pemberani dan sangat membenci Belanda. Beberapa kali ia terlibat perkelahian
dengan orang-orang dari Eropa itu. Dan dari Pangeran Adillah lahir anak bernama Tengku Amir
Hamzah, seorang penyair besar yang kelak turut menggelorakan gerakan anti kolonialisme
melalui gagasan Indonesia.

Pada 1896, Tengku Abdul Aziz pun dilantik menjadi Sultan Langkat. Sebelum dilantik,
ditemukan pula sumber minyak di Telaga Said Securai pada 1869. Minyak ini lantas dieksplorasi
pada 1883 melalui kerjasama dengan Maskapai Perminyakan Belanda ketika itu, yang juga
menjadi embrio munculnya Pertamina kelak, yakni De Koninklijke (De Koninklijke
Nederlandsche Maatschappij tot Exloitatie van Petroleum bronnen in Nederlandsche-Indie).
Minyak di Pangkalan Brandan ini, yang ditambah dengan perkebunan, kian menambah Langkat
sebagai negara paling kaya di Sumatera Timur.

Usai Abdul Aziz, tahta Kerajaan Langkat kemudian turun kepada anaknya, Tengku Mahmud,
yang bergelar Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah. Seperti kebiasaan
sebelumnya, Tengku Mahmud memindahkan lagi pusat Kerajaan atau Kesultanan Langkat ke
Binjai dan mendirikan istana baru di sana.

Di masa Sultan Mahmud, tepatnya kala Kerajaan Jepang masuk dan membuat Kerajaan Belanda
tersungkur, sejumlah catatan menunjukkan penderitaan rakyat. Rakyat diperas dan diperbudak
untuk mengerjakan proyek-proyek Jepang. Di sini tak ditemukan bagaimana relasi, kontestasi,
dan peta politik Langkat dengan negara-negara tetangga.

Yang tercatat, sebagaimana ditulis oleh Zainal Arifin, adalah perlawanan yang dilakukan negeri
Besitang yang dipimpin oleh Wakil Kepala Negeri Besitang, OK. M. Nurdin yang bergelar Datuk
Setia Bakti Besitang. Datuk Besitang ini semula adalah Datuk Panglima Sultan Langkat. Ia
ditarik ke dalam istana oleh Sultan Mahmud demi meredam kemarahan Belanda karena
tindakan-tindakan sang datuk yang kerap menantang Belanda.

Saat Belanda hengkang, Nurdin pun dikembalikan lagi ke Besitang. Dan disitulah ia melakukan
konsolidasi untuk melawan Jepang. Kejadian yang terkenal adalah di saat ia dan pasukannya
menyerang markas Jepang yang berada di Stasiun Kereta Api Besitang pada 15 Desember 1945.
Penyerangan itu berhasil. Enam tentara Jepang tewas dan sisanya melarikan diri ke Pangkalan
Berandan. Senjata-senjata Jepang dilucuti.

Namun, pada malam itu juga, dini hari, Jepang membalas. Seorang diri Nurdin tersergap pasukan
Jepang yang menaiki beberapa truk militer. Mungkin karena merasa tak ada jalan mundur,
Nurdin, yang ketika itu berusia 75 tahun, melawan. Ia diceritakan sempat membunuh puluhan
serdadu Jepang sebelum akhirnya tewas mengenaskan. Jenazahnya dibuang ke dalam sungai.

Sebelum Jepang masuk, Sultan Mahmud mencoba menyatukan kembali kekuatan Kerajaan
Langkat. Diantara yang ia lakukan adalah menikahkan cucu Tengku Hamzah yang juga anak
Tengku Pangeran Adil, Tengku Amir Hamzah, dengan anaknya sendiri, Tengku Kamaliah. Saat
itu, Amir Hamzah disebut sudah memiliki kekasih seorang Jawa. Sedangkan adik perempuan
Sultan Mahmud dinikahkah dengan putra mahkota Kesultanan Selangor, Malaysia kini, yakni
Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah Alhaj Ibni Sultan Hasanuddin Alam Syah.
Amir Hamzah kala itu sedang berada di Jawa dan Jakarta untuk bersekolah sembari melakukan
gerakan-gerakan melawan kolonialisme dan sedang bergulat dengan gagasan keindonesiaan.
Karena panggilan Sultan, pada 1937 ia pun pulang. Ia diberi jabatan Raja Muda atau Pangeran
dengan wilayah tugas Langkat Hilir yang berkedudukan di Tanjung Pura dan berkantor di Balai
Kerapatan, gedung Museum Kabupaten Langkat kini.

Setelah itu, sejumlah jabatan dibebankan pada Amir Hamzah. Ia memimpin Teluk Haru di
Pangkalan Brandan, kemudian ditarik ke Istana sebagai Bendahara Paduka Raja di Binjai, lalu
memimpin Langkat Hulu, juga di Binjai. Pada masa Jepang, ia juga menjadi Ketua Pengadilan
Kerapatan Kerajaan Langkat.

Sewaktu Soekarno-Hatta menyatakan proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jakarta,


kabar itu belum sampai ke Kerajaan Langkat. Tapi tak lama kemudian, suasana mulai memanas.
Laskar-laskar terbentuk. Dan pada 5 Oktober 1945, Sultan Mahmud kemudian menyatakan
penggabungan negaranya dengan negara Republik Indonesia.

Pada 29 Oktober 1945, Tengku Amir Hamzah diangkat menjadi Asisten Residen (Bupati)
Langkat dan berkedudukan di Binjai oleh Gubernur Sumatera, Mr. TM. Hasan.

Pada masa itu, Kerajaan Langkat seperti ibu yang hamil tua. Seperti akan ada yang terjadi. Di
satu sisi, Langkat adalah negara yang punya hubungan dengan Kerajaan Belanda. Tapi di sisi
lain, laskar-laskar yang mulai bermunculan amat membenci Belanda. Sejumlah sumber
menyebutkan bahwa laskar-laskar itu adalah buruh-buruh pendatang, yang diorganisasikan oleh
kaum komunis di Jawa, yang tak senang pada kerajaan.

Gesekan dan perang dingin antara Kerajaan Langkat dengan laskar-laskar terus terjadi. Di sini,
sosok Amir Hamzah adalah simbol terbaik mengenai terjepitnya batin manusia Langkat diantara
dua identitas. Tenggelam dalam malam/ Air di atas menindih keras/ Bumi di bawah menolak
ke atas adalah salah satu bait dari puisi Amir, Hanyut Aku, yang dapat dibaca dalam konteks
ini.

Meski demikian, Amir menegaskan pernyataan yang amat terkenal:

Lari dari Binjai patik pantang. Patik adalah keturunan Panglima, kalah di gelanggang sudah
biasa. Dari dahulu patik merasa tiada bersalah kepada siapa. Jadi salah besar dan tidak handalan,
kalau patik melarikan diri ke kamp NICA di Medan. Sejak Sumpah Pemuda, patik ingin
merdeka.

Namun ketegangan memuncak pada 3 Maret 1946. Sore itu, Amir Hamzah beserta seluruh
pembesar kerajaan diculik. Amir dibawa ke berbagai tempat untuk kemudian dipancung oleh
Mandor Yang Wijaya, orang yang pernah mengabdikan diri di Istana Kerajaan Langkat. Akan
tetapi, Sultan Mahmud tak turut dibunuh. Ia ditangkap dan diasingkan hingga kemudian wafat
karena sakit.

Penculikan dan pembunuhan para pimpinan negara ini membuat suasana mencekam. Revolusi
sosial merebak. Ribuan orang eksodus ke berbagai tempat, secara sendiri-sendiri, per keluarga,
maupun rombongan. Ada yang ke Kutacane (Aceh), Lau Sigala-gala (Tanah Karo, Kabupaten
Aceh Tenggara kini), Medan (Sumatera Utara kini), atau ke tempat-tempat yang dekat, seperti
Bahorok.

Tak lama kemudian, 30 Juli 1947, dua buah istana di Tanjung Pura dan satu buah istana di Binjai
dihancurkan oleh massa. Istana-istana Kerajaan Langkat rata dengan tanah. Riwayat pun usai.
Roboh bersimbah darah. Di pertengahan abad 20, ahli waris Kerajaan Aru itu tersungkur.

Posted by ; TM. Dhani Iqbal , disadur dari : http://www.lenteratimur.com/aru-dahulu-langkat-


kemudian/

1 Comment

Older entries

Search

Pages
o sekapur sirih

Archives
o February 2015

o September 2014

o September 2012

o November 2011

o October 2011

o September 2011

Categories
o Istana

o makam

o puak melayu

o Reruntuhan Istana Langkat

o sumatera timur

o tanjung pura

Jajanan kampung

o Uncategorized

Meta
o Register

o Log in

o Entries RSS

o Comments RSS

Blog at WordPress.com. The Thirteen Theme.

Follow

Follow tanjungpura bangkit

Get every new post delivered to your Inbox.

Build a website with WordPress.com

Imajinasi Sang Pemimpi

Beranda
Followers

Kamis, 15 November 2012


Selamat datang, Ke kota kecilku. Tanjung Pura, Langkat

Diposkan oleh Evi Apriani di 21.31 6 komentar

Kota Tanjung Pura adalah salah satu kota kecil (dahulu namanya di kenal

dengan julukan Negara Langkat) yang berada pada wilayah provinsi Sumatra Utara,
Indonesia. Tanjung Pura terletak 60km di sebelah barat ibukota provinsi Sumatra
Utara, Medan. Sebelum berstatus kecamatan, Dahulunya Tanjung Pura merupakan ibu
kota Langkat, yang kemudian jabatan itu dipindahkan ke Binjai baru kemudian di
pindahkan lagi ke kota Stabat yang letaknya tidak begitu jauh dari Tanjung Pura.
Tanjung Pura berbatasan langsung dengan Kota Stabat di sebelah timur dan serta Kota
Pangklan berandan di utaranya. Tanjung Pura berada di tengah-tengah jalan raya
Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh. Tidak hanya
terletak di daerah strategis juga merupakan daerah pesisir pantai, Namanya di ambi
dari kata Tanjung yang berarti Semenajung, Pura mungkin dahulunya terdapat
bangunan berbentuk pura di pinggir semenanjung sehingga di sebut Tanjung Pura.
Tanjung Pura sejak lama dijuluki sebagai kota Islam karena mayoritas penduduknya
menganut islam sehingga sangat kental akan budaya islam, Hal ini terbukti dengan
banyaknya tarikat-tarikat islam di Tanjung Pura contoh yang sangat terkenal adalah
tarikat Naqsabandiyah yang adanya di Besilam. Tidak hanya itu Tanjung Pura juga di
kenal dengan Dodol ketan yang sangat pulen yang dapat di jadikan panganan oleh-oleh
untuk keluarga.
Tanjung Pura di apit oleh dua sungai yaitu sungai Sei Wampu yang ada di kota Stabat
dengan sungai batang serangan, yaitu sungai yang berada di tengah kota Tanjung Pura.

Data kota Luas : 165,78 km


Jumlah penduduk : 66.113 - Kepadatan : 400 jiwa/km
Desa/kelurahan : 18 Jumlah Penduduk Tahun 2000
Sejarah

Sejarah Perkembangan budaya Sekitar 1800-an, di Indonesia terdapat sekitar 9 negara


(Kerajaan) di Pulau Sumatera. Membentang dari Utara ke Selatan adalah Negeri
Langkat (ibukotanya saat itu: Tanjungpura); Negeri Deli (Medan); Negeri Serdang
(Perbaungan); Negeri Asahan (Tanjung Balai); Negeri Tambang Batubara; Labuhan
Batu (terdiri dari Ledong, Kualuh, Panai, Bilah) dan Negeri Siak Sri Inderapura
(sekarang di Riau). Kesultanan ini pernah di bawah perlindungan Kesultanan Aceh,
sampai Siak datang untuk memerintah. Untuk memperkuat posisinya, antar-
perkawinan antara keluarga kerajaan sering dicapai serta dengan negara-negara indo di
Semenanjung Malaya, tepat di seberang Selat Malaka.

Negeri Langkat, Tanjung Pura


Kesultanan Langkat yang berpusat di Negeri Langkat dulunya, sekarang adalah

kota Tanjung Pura merupakan salah satu negara yang tertua di daerah pesisir utara-
timur Sumatera. Meskipun telah ada pada masa sebelum masuknya Islam, dengan
meninggalkan jejak sejarah yang telah ada sejak abad ketujuh belas. Rumah Royal
menjabat sebagai wakil atau penguasa lokal atas nama Sultan Aceh sampai tahun-tahun
awal abad kesembilan belas. Kedatangan orang Eropa selama belasan dan dua puluhan
tahun, juga melemahnya sumberdaya Aceh di belakang mereka, mendorong Raja-Raja
Langkat untuk mencari untuk membangun kemandirian mereka sendiri. Mereka ingin
memutuskan hubungan dengan Aceh, dan memohon perlindungan Sultan Siak yang
menyerang kerajaan Aceh yang saat itu berkuasa, lalu kekuasaan Siak mendominasi
pantai timur Sumatera. Namun, Aceh kembali menguasai selama tahun 1850-an dan
berusaha untuk mendapatkan kembali kekuasaan. Pemberian gelar kepada Raja dan
sumberdaya yang melimpah membuat aceh sangat kuat untuk beberapa waktu.
Akhirnya, kekuasaan Aceh bukan tandingan bagi Eropa. Langkat membuat kontrak
terpisah dengan Belanda pada tahun 1869. Mereka mendirikan satu wilayah diluar dari
Aceh dan mengangkat seorang Raja dan diakui sebagai Sultan pada tahun 1887. Potensi
untuk mengembangkan ekonomi perkebunan besar godaan untuk Belanda dan prospek
pendapatan dari sewa, terlalu besar untuk Raja. Musa al-Khalidy diasumsikan gelar
Sultan dan sebuah nama untuk menandakan pemerintahan-Nya setara dengan mantan
kaisar. Yang sama dengan Deli, Asahan dan Siak, kesultanan makmur di luar dugaan.
Permintaan karet meledak selama Perang Besar dan terus meningkatnya permintaan
untuk minyak diikuti selama tahun 1920-an dan 30-an. Pada awal tahun 1930-an Sultan
Langkat adalah penguasa terkaya di Sumatra, berkat ladang minyak dari Pangkalan
Brandan. Keadaan ini membuat Jepangpun berminat untuk menguasainya.
Dikutip dari situs : http://sriandalas.multiply.com

Kota Tanjung Pura juga merupakan kota multi etnis, dihuni oleh suku Jawa, suku Batak
Karo, suku Tionghoa dan suku Melayu pada umumnya. Kemajemukan etnis ini
menjadikan Tanjung Pura kaya akan kebudayaan yang beragam. Jumlah penduduk kota
Tanjung Pura sampai pada April 2000 adalah 66.113 jiwa dengan kepadatan penduduk
400 jiwa/km persegi. Kelurahan sekitar 18. Banyak juga penduduk Tanjung Pura yang
bekerja sebagai Nelayan karena letaknya yang di kelilingi oleh perairan.

Agama di Tanjung Pura terutama: Islam - dipeluk mayoritas suku Melayu juga jawa,
mesjid terbesar berlokasi di Jalan Mesjid. Kristen - dipeluk sebagian besar suku batak
Karo, gereja yang terbesar adanya di Jalan Bambu runcing
Buddha - dipeluk mayoritas suku Tionghoa yang berdomisili di Kota Tanjung Pura

Pendidikan Sampai saat ini, sekolah umum yang terdaftar di Kota Tanjung Pura yaitu :
SD Negri 1 s/d 10 Tg. PuraSD Swasta Samanhudi Tg. Pura

MTSN Negri Tanjung Pura Madrasah Alwatsiyah Swasta Tg. Pura


SMP Negri 1, 2, dan 3 Tg. Pura
SMP Swasta Sri Langkat SMP Swasta Samanhudi Tg. Pura SMP Swasta YPII Tg. Pura
MAN 1 dan 2 Tg. Pura
SMA Negri Tanjung Pura
SMA Swasta Sri LangkatSMA Swasta Samanhudi Tg. PuraSMK Negeri 1 Tanjung Pura
SMK Swasta YPII Tg. Pura
SMK Swasta Sri Langkat
Universitas Swasta Muhammadiah Alwatsiyah Tg. Pura
Transportasi
Sarana transportasi di dalam kota Tanjung Pura terutama adalah beca mesin roda tiga
dan mobil angkutan umum yang disebut mekar bila ingin ke setabat. Untuk transportasi
ke luar kota yang jauh seperti Medan dan Banda Aceh dapat menggunakan kendaraan
lintas sumatra atau kendaraan antar pulau seperti Bus dan yang lainnya Sampai dengan
tahun 2010, prasarana jalan di Kota Tg. Pura terdiri dari : Jalan aspal, Jalan kerikil,
Jalan tanah, Jalan perairan. Telekomunikasi Kota Tg. Pura dengan kode pos 20853, saat
ini hanya mempunyai satu kantor pos induk

Operator Seluler GSM yang beroperaasi di kota Tg .Pura:Telkomsel (3G)


Indosat (2G)
XL (3G) Axis (2G)3 (2G)

Operator CDMA yang beroperasi di kota Tg. Pura:


Telkom Flexi
Esia/Bakrie TelecomSmart Telecom Fren
Rumah sakit Yaitu
RSU Tanjung Pura dan Klinik Husada
Pemakaman umum Taman pemakaman umum di Tg. Pura yaitu : Mesjid Azizi Tanjung
Pura
Lain-lain
Masjid Azizi, Saksi Bisu Langkat Berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter

persegi, masjid tua dibangun pada masa Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah (1897-
1927), sultan Langkat ke-7. Pada masa inilah Kesultanan Langkat kaya raya dengan
kontrak minyak dan perkebunan tembakau dengan pemerintah Hindia Belanda. Tak
heran jika Istana Darul Aman Langkat juga dibangun pada masa ini. Didirikan hanya
dalam 18 bulan dan menelan biaya 200.000 ringgit, masjid ini memadukan corak
arsitektur Tiongkok, Persia, Timur Tengah, dan tentu saja Melayu sendiri. Menara yang
menjulang di halamannya serta ukiran pada pintu-pintunya bernuansa

arsitektur Tiongkok. Bangunan utamanya bercorak Timur Tengah dan India dengan
lebih dari sembilan kubah. Di dalamnya terdapat bangunan segi sembilan dengan tiang
menjulang ke atas. Tempat khatib berkhutbah berbentuk mihrab berundak yang cukup
tinggi seperti pelaminan raja. Masjid ini mirip bangunan masjid raya Kesultanan Deli di
Medan, karena bagaimanapun Langkat dan Deli masih ada hubungan kekerabatan.
Demikian juga, bangunan Masjid Zahir di Kedah mirip dengan masjid Azizi ini. It
u barangkali karena Sultan Langkat pernah memiliki hubungan perkawinan

dengan Sultan Kedah. Setiap tahunnya diadakan Festival Azizi di masjid ini.
Kegiatannya beragam, mulai dari lomba barzanzi, azan, marhaban, dan baca puisi. Ini
untuk memperingati tahun wafatnya Tuan Guru Besilam Babussalam Syeikh Abdul
Wahab Rokan, yang dikenal sebagai ulama penyebar Tariqat Naqsabandiah.
Pengikutnya menyebar hingga ke Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, dan negara-
negara Asia Tenggara. Kini, ia tampak keriput, pucat, dan seperti kurang sentuhan
tangan. Usianya memang sudah cukup tua, 108 tahun sejak didirikan pada 12 Rabiul
Awal 1320 H atau 13 Juni 1902. Ia adalah saksi bisu peristiwa demi peristiwa yang
terjadi di Langkat dari masa silam hingga kini; masa dimana banyak orang hanya
melihatnya sebagai monumen masa lalu yang nyaris terlupakan. Istana Darul Aman
telah hancur dalam Revolusi Sosial tahun 1946, tetapi Masjid Di Raja (Masjid Azizi) dan
Pekuburan Diraja masih terawat dengan baik di Tanjung Pura. Dan untuk kepentingan
pelestarian Budaya Melayu Resam Langkat maka tetap diangkat Sultan Langkat,
dimana yang sekarang adalah sultan ke 13. Sedangkan Majlis Budaya Melayu Sumatra
Timur yang mengurusi dokumentasi budaya Melayu seluruh pantai timur dipusatkan di
Stabat (dimana sebuah Rumah Panggung Melayu diwujudkan sebagai tempat pameran
dan aktivitas budaya lainnya).

Tokoh-tokoh yang berasal dari Tanjung Pura

Adapun tokoh-tokoh Tanjung Pura yang menjadi Tokoh Nasional di antaranya yang
paling terkenal yaitu :

Sastrawan Pujangga Baru


Amir Hamzah
Nama lengkap Amir Hamzah adalah Tengku Amir Hamzah, tetapi biasa

dipanggil Amir Hamzah. Ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada
28 Februari 1911. Amir Hamzah tumbuh dalam lingkungan bangsawan Langkat yang
taat pada agama Islam. Pamannya, Machmud, adalah Sultan Langkat yang
berkedudukan di ibu kota Tanjung Pura, yang memerintah tahun 1927-1941. Ayahnya,
Tengku Muhammad Adil (yang tidak lain adalah saudara Sultan Machmud sendiri),
menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu dan berkedudukan di Binjai,
Sumatra Timur. Mula-mula Amir menempuh pendidikan di Langkatsche School di
Tanjung Pura pada tahun 1916. Lalu, di tahun 1924 ia masuk sekolah MULO (sekolah
menengah pertama) di Medan. Setahun kemudian dia hijrah ke Jakarta hingga
menyelesaikan sekolah menengah pertamanya pada tahun 1927. Amir, kemudian
melanjutkan sekolah di AMS (sekolah menengah atas) Solo, Jawa Tengah, Jurusan
Sastra Timur, hingga tamat. Lalu, ia kembali lagi ke Jakarta dan masuk Sekolah Hakim
Tinggi hingga meraih Sarjana Muda Hukum. Amir Hamzah tidak dapat dipisahkan dari
kesastraan Melayu. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam dirinya mengalir bakat
kepenyairan yang kuat. Buah Rindu adalah kumpulan puisi pertamanya yang menandai
awal kariernya sebagai penyair. Puncak kematangannya sebagai penyair terlihat dalam
kumpulan puisi Nyanyi Sunyi dan Setanggi Timur. Selain menulis puisi, Amir Hamzah
juga menerjemahkan buku Bagawat Gita. Riwayat hidup penyair yang juga pengikut
tarekat Naqsabandiyah ini ternyata berakhir tragis. Pada 29 Oktober 1945, Amir
diangkat menjadi Wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat yang
berkedudukan di Binjai. Ketika itu Amir adalah juga Pangeran Langkat Hulu di Binjai.
Ketika Sekutu datang dan berusaha merebut hati para sultan, kesadaran rakyat
terhadap revolusi menggelombang. Mereka mendesak Sultan Langkat segera mengakui
Republik Indonesia. Lalu, Revolusi Sosial pun pecah pada 3 Maret 1946. Sasarannya
adalah keluarga bangsawan yang dianggap kurang memihak kepada rakyat, termasuk
Amir Hamzah. Pada dini hari 20 Maret 1946 mereka dihukum pancung. Namun,
kemudian hari terbukti bahwa Amir Hamzah hanyalah korban yang tidak bersalah dari
sebuah revuolusi sosial. Pada tahun 1975 Pemerintah RI menganugerahinya gelar
Pahlawan Nasional. Dalam diri seorang penyair, ada dua aspek yang sering
diperbincangkan, yaitu realitasnya sebagai seorang manusia, dan kapasitasnya sebagai
seorang penyair. Dua realitas ini berjalan seiring, saling mempengaruhi dan saling
menjelaskan. Semua penyair adalah manusia, namun, tidak semua manusia menjadi
penyair. Amir Hamzah adalah seorang manusia pandai bersyair. Ia terlahir sebagai
putera dari seorang keluarga istana, sebuah posisi politik yang tidak selamanya
menguntungkan. Sebab ia tak kuasa untuk memilih, apalagi menolak, apakah menjadi
bagian dari rakyat jelata, atau bangsawan istana. Lahir pada 28 Januari 1911 di Tanjung
Pura, Langkat, Sumatera Utara, Amir tumbuh dan berkembang dalam suasana
harmonis keluarga sultan. Sebagaimana kerajaan Melayu lainnya, Langkat juga
memiliki tradisi sastra yang kuat. Lingkungan istana inilah yang pertama kali
mengenalkan dunia sastra pada dirinya. Ayahnya, Tengku Muhammad Adil adalah
seorang pangeran di Langkat yang sangat mencintai sejarah dan sastra Melayu.
Pemberian namanya sebagai Amir Hamzah disebabkan ayahnya yang sangat
mengagumi Hikayat Amir Hamzah. Dalam lingkungan yang seperti itulah, kecintaan
Amir terhadap sejarah, adat-istiadat dan kesusasteraan negerinya tumbuh. Lingkungan
Tanjungpura juga sangat mendukung perkembangan sastra Melayu, mengingat
penduduknya kebanyakan berasal dari Siak, Kedah, Selangor dan Pattani. Dalam masa
pertumbuhannya di Tanjungpura, ia bersekolah di Langkatsche School, sebuah sekolah
dengan tenaga pengajar orang-orang Belanda. Di sore hari, ia belajar mengaji di Maktab
Putih di sebuah rumah besar bekas istana Sultan Musa, di belakang Masjid Azizi
Langkat. Setelah tamat HIS, Amir melanjutkan studi ke MULO di Medan. Tidak sampai
selesai, ia pindah ke MULO Jakarta. Saat umurnya masih 14 tahun. Disamping
lingkungan istana Langkat dan kota Tanjungpura, perkembangan kepenyairan Amir
Hamzah juga banyak dibentuk selama masa belajarnya di Jawa, sejak sekolah
menengah di MULO Jakarta, Aglemeene Middelbare School (AMS) jurusan Sastra
Timur di Solo, hingga Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta. Semasa studi di Jawa inilah,
terutama ketika masih di AMS Solo, Amir menulis sebagian besar sajak-sajak
pertamanya. Pada tahun 1931, ia pernah memimpin Kongres Indonesia Muda di Solo ia
bergaul dengan para tokoh pergerakan nasional dan telah memberikan sumbangan tak
ternilai pada dunia kesusasteraan. Ia telah memberikan sumbangan tak ternilai dalam
proses perkembangan dan pematangan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional
Indonesia, melalui karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Menurutnya,
bahasa Melayu adalah bahasa yang molek, yang tertera jelas dalam suratnya kepada
Armijn Pane pada bulan November 1932. Bahasa Indonesia bagi Amir adalah simbol
dari kemelayuan, kepahlawanan, dan juga keislaman. Syair-syair Amir adalah refleksi
dari relijiusitas, kecintaan pada ibu pertiwi dan kegelisahan sebagai seorang pemuda
Melayu. Selama hidupnya Amir telah menghasilkan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan,
18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan. Secara
keseluruhan ada sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat. Karya-karya tersebut
terkumpul dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan
terjemah Baghawat Gita. Dari karya-karya tersebutlah, Amir meneguhkan posisinya
sebagai penyair hebat. Amir adalah perintis yang membangun kepercayaan diri para
penyair nasional untuk menulis karya sastranya dalam bahasa Indonesia, sehingga
posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan semakin kokoh. Penghargaan
terhadap jasa dan sumbangsih Amir Hamzah terhadap bangsa dan negara Indonesia
baru diakui secara resmi pada tahun 1975, ketika Pemerintah Orde Baru
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional. Dalam tataran simbolik lainnya,
penghargaan dan pengakuan terhadap jasa Amir Hamzah ini bisa dilihat dari
penggunaan namanya sebagai nama gedung pusat kebudayaan Indonesia di Kedutaan
Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, dan nama masjid di Taman Ismail Marzuki,
Jakarta. Amir Hamzah lahir dan besar di tengah revolusi, dan revolusi juga yang telah
menguburnya. Ia meninggal akibat revolusi sosial di Sumatera Timur pada bulan Maret
1946, awal kemerdekaan Indonesia. Saat itu, ia hilang tak tentu rimbanya. Mayatnya
ditemukan di sebuah pemakaman massal yang dangkal di Kuala Begumit. Ia tewas
dipancung tanpa proses peradilan pada dinihari, 20 Maret 1946, ia meninggal dalam
usia yang relaif mati muda, 35 tahun. Kesalahannya saat itu adalah, ia lahir dari
keluarga istana. Karena pada saat itu sedang terjadi revolusi sosial yang bertujuan
untuk memberantas segala hal yang berbau feodal dan feodalisme. Sebagai korbannya,
banyak para tengku dan bangsawan istana yang dibunuh, termasuk Amir Hamzah
sendiri. Saat ini, di kuburan Amir Hamzah terpahat ukiran dua buah sajaknya.
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Tanjung Pura, Langkat

Diposkan oleh Evi Apriani di 21.29 0 komentar


Tanjung Pura
Kecamatan
Negara Indonesia
Provinsi Sumatera Utara
Kabupaten Langkat
Luas 165,78 km
Jumlah penduduk 66.113 jiwa
Kepadatan 400 jiwa/km

Pemandangan tepi sungai di Tanjung Pura (tahun 1888)

Pemandangan jalan di Tanjung Pura (sekitar 1890)

Tanjung Pura adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.


Berlokasi sekitar 60 km dari Kota Medan. Tanjung Pura merupakan salah satu titik yang dilewati
oleh Jalan Raya Lintas Sumatera, merupakan juga kota kecil penuh kenangan bagi sebagian
orang yang pernah tinggal di sana, selain terkenal sebagai kota pendidikan, sejak aman dahulu
Tanjung Pura dikenal juga sebagai kota budaya. Kesemuanya itu terbukti dengan adanya
pahlawan nasional Tengku Hamir Hamzah penyair handal nan sederhana yang bermakam di
Masjid Azizi Tanjung Pura yang bertempat di depan Jalan Lintas Sumatera atau Jln. Mesjid,
Tanjung Pura.
Banyak peninggalan bersejarah disini, seperti makam raja-raja (Sultan Langkat) yang masih
terawat baik dikompleks perkuburan Masjid Azizi.
Tanjung Pura merupakan pusat kerajaan lama Kesultanan Langkat, kini hanya meninggalkan
sejarahnya yang tersisa, dilingkup budaya Melayu pesisir, ditanah yang memiliki kekayaan alam
melimpah tetumbuhan kelapa sawit menghias di areal perjalanan menuju kota lama. Dalam
sejarahnya terlahir disini seorang Pujangga besar, menerobos zaman mengukir sejarah dari tanah
melayu dengan sastranya yang merentas arti cinta dan ketuhanan. Di tanahnya pula dia
beralaskan dan berhiaskan nisan terukir bait-bait goresan penanya seorang nama TENGKU
AMIR HAMZAH. Sejarah lama masih terpendam diakar budaya melayu tua. Di Masjid Azizi
bersemayam makam raja-raja lama bertahta dan di bentang hulu sungai bersemayam makam tua
yang tepenjara dalam lumpur dan derita, disana berdiri makam tua dari sepenggal cerita tentang
sejarah lama yang terpinggirkan. Dilingkup sejarahnya terbentang di batu granit tua hiasan
kaligrafi dari ukiran lama.
Bersanding di pualamnya TANJUNG dan JAMBAK disisi-NYA kembali menghadap sang
Penciptanya, kisahnya masih berselimut kabut. Ditanah melayu Langkat dikisaran sejarah di kota
lama yang termarginalkan sungguh naif sebagai pusat kerajaan yang berkuasa di era
pembangunan disandingkan sebagai kota TERMISKIN, sungguh penderitaan.
Tanjung Pura adalah pusat kerajaan lama, diarealnya fasilitas penunjang kelangsungan kota
berdiri disana (walaupun kota yang miskin) berdiri disana Masjid Termegah Azizi, Lembaga
Permasyarakatan, Rumah Sakit Umum dan Kantor Pos serta bersemanyam pula Makam Syeikh
ROKAN ,maha guru dari Tariqah Nasbandiah didesa BESILAM (diambli dari kata
BABUSSALAM). Dalam perayaan tahunannya, Masjid Azizi dihadiri ribuan jamaah dari seluruh
pelosok negeri di dunia memperingati haul Tariqah Nasbandiah.
Dalam sejarahnya, nama besar pernah menimba ilmu ditanah Langkat, seperti ADAM MALIK,
ini dapat dilihat dari areal kompleks Masjid Azizi yang juga merupakan kompleks pendidikan.
Hingga dizaman pembangunan silih berganti pejabat yang betahtah disinggasananya berzirah ke
makam Syeih Rokan di desa Besilam mencari TUAH dan Tanjung Pura masih tak berubah dari
wajah kemiskinannya.
Penduduk Tanjung Pura mayoritas bersuku Melayu 80% selebihnya pendatang terdiri dari:
Tionghoa, Aceh, Minang dan Banten.
Tokoh Melayu dan Nasional diantaranya: Prof. Dr. Ir. H. Djohar Arifin Husin Ketua PSSI, Guru
besar Pertanian UISU, Staf Ahli Menpora, Anggota Ahli Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia
(MABMI) dan Alm. Prof. Ing. H. Muhammad Immaduddin Abdurrahim, PhD, MSc pendiri
ICMI, Bank Muamalat, Guru Besar Teknik Elektro ITB, Pengajar Ilmu Tauhid, Penasihat
Presiden B.J. Habibie dan mendapat gelar Pahlawan Nasional..

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook


Menyerah Dalam Tangis

Diposkan oleh Evi Apriani di 21.16 0 komentar


aku menangis dalam keheningan malam
menjerit, merintih dan menyerah pada kehendak orang tua
mengorbankan pendidikan demi perjodohan

kesedihan dan kegelisahan menjadi sahabatku


menemani kesendirianku
berkelana dalam mimpi
mencari kedamaian

aku berusaha ikhlas meski hati tak rela


aku berusaha sabar meski jiwa terluka
aku berusaha kuat meski raga lemah
aku berusaha senyum meski air mata terus berlinang
aku berusaha bungkam dalam seribu bahasa meski bibir ingin bicara

sebagai seorang anak


aku hanya bisa menyerah pada keinginannya
sebab kalau aku melawan
sama saja aku menikam belati di hatinya

sebagai seorang hamba


aku hanya bisa pasrah pada kehendakNya
karena kalau menentang
itu artinya aku tidak percaya pada takdirNya

kini ..
Dalam sujudku segelintir doa terucap
berharap ada secercah cahaya yang akan menerangi langkahku
dalam mengarungi hidup dengan pilihan orang tua
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

[[ Renungan ]]

Diposkan oleh Evi Apriani di 21.12 0 komentar

Seorang ibu terduduk di kursi rodanya suatu sore di tepi danau,


ditemani Anaknya yang sudah mapan dan berkeluarga.

Si Ibu bertanya itu burung apa yang berdiri di sana ??


Bangau mama anaknya menjawab dengan sopan.

Tak lama kemudian si mama bertanya lagi Itu yang warna putih
burung apa? sedikit kesal anaknya menjawab ya bangau
mama?... Kemudian ibunya kembali bertanya Lantas itu burung
apa ? Ibunya menunjuk burung bangau tadi yang sedang terbang

Dengan nada kesal si anak menjawab ya bangau mama. Kan sama


saja!.. emangnya mama gak liat dia terbang!.

Air menetes dari sudut mata si mama sambil berkata pelan.. Dulu
35 tahun yang lalu aku memangkumu dan menjawab pertanyaan
yang sama untuk mu sebanyak 10 kali,..sedang saat ini aku hanya
bertanya 3 kali, tapi kau membentak ku 2 kali..

Si anak terdiam..dan memeluk mamanya.

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Cara Membuat Read Me (Baca Selengkapnya)

Diposkan oleh Evi Apriani di 21.04 0 komentar


Petunjuk

Klik Rancangan kemudian masuk ke Edit HTML

Jangan lupa centang Expand Widget Templates untuk bisa mengedit template secara
keseluruhan.

Cari tulisan </head> dengan find atau F3 untuk pencarian.

Masukkan kode skrip berikut sesudah tag <head> dan sebelum tag </head> seperti
dibawah ini:

<script type='text/javascript'>
var thumbnail_mode = &quot;float&quot; ;
summary_noimg = 430;
summary_img = 340;
img_thumb_height = 120;
img_thumb_width = 120;
</script>
<script type='text/javascript'>
//<![CDATA[

function removeHtmlTag(strx,chop){
if(strx.indexOf("<")!=-1)
{
var s = strx.split("<");
for(var i=0;i<s.length;i++){
if(s[i].indexOf(">")!=-1){
s[i] = s[i].substring(s[i].indexOf(">")+1,s[i].length);
}
}
strx = s.join("");
}
chop = (chop < strx.length-1) ? chop : strx.length-2;
while(strx.charAt(chop-1)!=' ' && strx.indexOf(' ',chop)!=-1) chop++;
strx = strx.substring(0,chop-1);
return strx+'...';
}

function createSummaryAndThumb(pID){
var div = document.getElementById(pID);
var imgtag = "";
var img = div.getElementsByTagName("img");
var summ = summary_noimg;
if(img.length>=1) {
imgtag = '<span style="float:left; padding:0px 10px 5px 0px;"><img src="'+img[0].src+'"
width="'+img_thumb_width+'px" height="'+img_thumb_height+'px"/></span>';
summ = summary_img;
}

var summary = imgtag + '<div>' + removeHtmlTag(div.innerHTML,summ) + '</div>';


div.innerHTML = summary;
}
//]]>
</script>

Selanjutnya masukkan di bawah <data: post.body>, skrip html berikut:

<b:if cond='data:blog.pageType != &quot;item&quot;'>


<div expr:id='&quot;summary&quot; + data:post.id'><data:post.body/></div>
<script
type='text/javascript'>createSummaryAndThumb(&quot;summary<data:post.id/>&quot;);</scrip
t>
<span class='rmlink' style='float:right;padding-top:20px;'><a
expr:href='data:post.url'>&#187;&#187;&#160;&#160;BACA SELENGKAPNYA</a></span>
</b:if>
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'><data:post.body/></b:if>

Hapus <data: post.body>

Jangan lupa simpan edit html

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Jumat, 09 November 2012


Global Warming

Diposkan oleh Evi Apriani di 01.20 0 komentar


Langsung ke: navigasi, cari

Anomali suhu permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada
suhu rata-rata dari 1940 sampai 1980.
Pemanasan global (Inggris: global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh
setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-
negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan
angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-
gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan
muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat
emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain
seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2]
serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-
perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat
ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang
harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk
beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-
negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada
pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Posting Lebih Baru Beranda

Blog Archive
2012 (6)

o November (6)

Selamat datang, Ke kota kecilku. Tanjung Pura, Lan...

Tanjung Pura, Langkat

Menyerah Dalam Tangis

[[ Renungan ]]

Cara Membuat Read Me (Baca Selengkapnya)

Global Warming

Mengenai Saya
Evi Apriani
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright 2010 Imajinasi Sang Pemimpi


Blogger Templates Design by Splashy Templates

Pages
Home

Tentang Bujang Masjid

Ayo Ke Masjid

Singgah Ke Masjid

Catatan Hendra Jailani

Friday, May 4, 2012


Masjid Azizi, Masjid Kesultanan Langkat Sumatera Utara

Masjid Azizi di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Merupakan Masjid kesultanan


dimasa jaya Kesultanan Lankat. (Foto dari acehfotografer.net)

Masjid Azizi merupakan satu satunya bangun peninggalan kesultanan Langkat yang tersisa.
Berada di kota Tanjung Pura yang merupakan ibukota kesultanan Langkat di masa lalu. Tanjung
Pura berjarak 100 km dari kota Medan, 20 km dari Stabat, ibukota Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara. Masjid ini terletak di tepi jalan lintas Sumatera yang menghubungkan
Medan dengan Banda Aceh. Kebesaran kesultanan Langkat, kini diabadikan sebagai
nama Kabupaten Langkat, meski ibukota kabupaten tidak lagi berada di Tanjung Pura tapi di
Stabat.

Kesultanan Langkat pernah mencapai masa jaya nya hingga menjadi kesultanan yang cukup
disegani. Masjid Azizi ini menjadi bukti kejayaannya. Mulai dibangun oleh Sultan Langkat Haji
Musa pada tahun 1899, selesai dan diresmikan oleh putra beliau, Sultan Abdul Aziz Djalil
Rachmat Syah pada tanggal 13 Juni 1902M. Keindahan Masjid Azizi ini kemudian dijadikan
rujukan pembangunan Masjid Zahir di Kedah, Malaysia, hingga kedua masjid tersebut memiliki
kemiripan satu dengan yang lain.

Masjid Azizi (1902) langkat, Sumatera Utara dan Masjid Zahir (1915) di Kedah,
Malaysia. dua Masjid yang serupa karena memang masjid Zahir dibangun
atas
inspirasi dari Masjid Azizi.
Kesultanan Langkat juga melahirkan putra terbaik bangsa, salah satunya adalah mendiang
Prof. Ing. H. Muhammad Immaduddin Abdurrahim, PhD, MSc yang biasa disapa Bang Imad,
beliau adalah tokoh pendiri ICMI, Bank Muamalat, Guru Besar Teknik Elektro ITB, Pengajar
Ilmu Tauhid, Penasihat Presiden B.J. Habibie dan mendapat gelar Pahlawan Nasional.

Lokasi Masjid Azizi Langkat

Masjid Azizi
Jl. Raya Lintas Sumatera, Medan Banda Aceh
Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatra Utara, Indonesia

Koordinat geografi : 3 53' 30.06" N 98 25' 26.26" E

View Larger Map

Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum (bus) antarkota antar
provinsi, mobil pribadi, atau mobil sewaan. Perjalanan dengan angkutan umum (bus) dapat
dimulai dari Bandara Polonia Medan menuju Kota Stabat (Ibu Kota Kabupaten Langkat). Dari
Kota Stabat perjalanan dilanjutkan ke Tanjungpura berjarak sekitar 20 km dengan waktu
tempuh kira-kira 30 menit.

Sekilas Sejarah Kesultanan Langkat

Nama Langkat sendiri ada yang mengatakan berasal dari daerah Kuala Langkat. Tapi ada yang
percaya itu berasal dari nama pohon Langkat yang waktu itu tumbuh subur disana. Pohon ini
tinggi seperti pohon Langsat, tapi buahnya terasa pahit dan kelat. Sejarah asal usul Langkat
dimulai dari legenda tua Tambo Langkat yang menyebutkan bahwa cikal bakalnya berawal
ketika Panglima Dewa Shahdan, atau Deva Shahdan, atau Datuk Langkat yang merupakan
seorang panglima perang kerajaan Aru, secara resmi mendirikan kerajaan Langkat di bagian
utara kerajaan Aru pada tahun 1670 setahun setelah kerajaan Aru melepaskan diri dari
kekuasaan Kesultanan Aceh tahun 1669M.
rancang bangun masjid Azizi ini memang menawan dengan paduan rancangan
arsitektural India dan Timur Tengah. bentuk kubahnya sangat khas, serupa -
dengan kubah masjid Al-Mashun dan Masjid Al Osmani di Medan.
(Foto dari ricky-al.blogspot.com)
Ketika Dewa Shahdan wafat, putranya Dewa Sakti naik tahta menggantikan posisi
ayahandanya sebagai penguasa wilayah luas yang terbentang antara Sungai Seruwai di
Tamiang, hingga Sungai Batang Serengan. Belasan tahun kemudian, Sungai Batang Sarengan
bertemu titik dengan Sungai Wampu yang kemudian menjadi sungai baru yang disebut Sungai
Langkat.

Ketika Dewa Sakti mangkat, posisinya diganti oleh Sultan Abdullah yang kemudian
mashur disebut sbg Mahrum Guri. Mahrum Guri digantikan oleh Raja Kahar sekitar
tahun 1673. Raja Kahar yang kemudian mengubah Langkat dari kerajaan menjadi
sebuah Kesultanan pada tanggal 12 Rabiull Awal 1163 H, atau tepat tanggal 17 Januari
1750 Masehi. Langkat mencapai kemakmuran dengan ditemukannya ladang minyak di
Pangkalan Brandan.

Masjid Azizi dengan menara tunggalnya (Foto dari ricky-al.blogspot.com)

Kejayaan Kesultanan Langkat berahir kelam di tahun 1946 ketika revolusi sosial yang motori
oleh PKI meluluhlantakkah kesultanan kesultanan melayu di Sumatera Timur termasuk
kesultanan Langkat yang berpusat di Tanjung Pura. Dalam tragedi kelam itu turut menjadi
korban di eksekusi massa adalah salah seorang bangsawan Langkat, Pahlawan Nasional,
Tokoh sastrawan pujangga Baru Tengku Amir Hamzah yang kemudian di makamkan disekitar
Masjid Azizi bersama mendiang para Sultan dan Bangsawan Langkat lainnya.

Sejarah Masjid Azizi Langkat

Berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi, Masjid Azizi dibangun atas anjuran Syekh
Abdul Wahab Babussalam pada masa pemerintahan Sultan Musa al-Muazzamsyah. Mulai
dibangun pada tahun 1320 H (1899M) atau setidaknya 149 tahun sejak Langkat resmi berdiri
sebagai Kesultanan, namun Sultan Musa wafat sebelum pembangunan masjid selesari
dilaksanakan. Pembangunan diteruskan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdul Aziz Djalil
Rachmat Syah (1897-1927) Sultan Langkat ke-7.

foto lama Masjid Azizi (Foto dari kaskus.us)


Rancangan masjid ditangani oleh seorang arsitek berkebangsaan Jerman, para pekerjanya
banyak dari etnis Tionghoa dan masyarakat Langkat sendiri. Sedangkan bahan bangunan
didatangkan dari Penang Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura.
Pada masa itu sungai Batang Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase
600 ton dapat melayarinya.

Masjid Azizi diresmikan sendiri oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah bertepatan dengan
peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan peringatan perubahan Kerajaan menjadi
kesultanan Langkat pada tanggal 12 Rabiul Awal 1320H (13 Juni 1902M) menghabiskan dana
sekitar 200,000 Ringgit, dan dinamai masjid Azizi sesuai dengan nama Sultan Abdul Aziz Djalil
Rachmat Syah. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah ini juga Istana
Darul Aman Langkat dibangun. Sultan menanamkan konsep pembangunan dengan
memadukan lima unsur kekuatan sebagai filosofinya yaitu kekuatan umara, kekuatan ulama,
kekuatan cerdik pandai (zuamah), kekuatan orang kaya harta (aghniyah) dan kekuatan do'a
(fukara).

interior Masjid Azizi (Foto dari bahtiarhs.multiply.com)


Syekh Abdul Wahab Babussalam, penganjur pembangunan masjid Azizi adalah seorang tokoh
ulama yang berpengaruh dan disegani pada zamannya hingga saat ini, beliau juga merupakan
guru dari Sultan Musa al-Muazzamsyah. Pada tanggal 12 Syawal 1300 H (1883M) Syekh
Abdul Wahab Babussalam mendirikan Pondol Pesantren Babussalam di Besilam di atas lahan
wakaf dari Sultan Musa.

Syekh Abdul Wahab juga dikenal dengan nama Tuan Guru Babussalam dikaitkan dengan
pesantren yang didirikannya, atau Tuan Guru Besilam kaena mukim di Besilam, atau Syeikh
Abdul Wahab Rokan Assyarwani yang merupakan nama aslinya. Beliau adalah pendiri Thariqat
Naqsyabandiah di Indonesia dan salah seorang ulama penyebar agama Islam di pulau
Sumatera dengan pengikutnya yang tersebar diseluruh tanah air hingga ke manca negara.

Masjid Azizi, foto dari imbalo.wordpress.com


Di masa kolonial Belanda, Syeikh Abdul Wahab Babusalam bersama sejumlah pengikutnya
juga ikut melakukan gerakan melawan kolonialisme Belanda. Makam beliau berada di pondok
pesantren Babussalam yang didirikannya di Desa Besilam, Kecamatan Padang Tualang,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Hingga kini makam beliau hampir setiap hari ramai
dikunjungi peziarah.

Renovasi Masjid Azizi

Semenjak berdirinya, masjid ini pernah direnovasi beberapa kali, Renovasi pertama dilakukan
dengan membangun menara majsid pada tahun 1927 atas sumbangan dari Perkebunan
Maskapai Deli May. Renovasi berikutnya pada tahun 1929, 1936 dan 1967. Tahun 1978/1979-
1980/1981 Masjid Azizi dipugar dalam Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Sumatera Utara dan Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Sumatera Utara.

Masjid Azizi, Tangjung Pura, Langkat, Sumut (foto dari databaseartikel.com)


Tahun 1990/1991 masjid dipugar oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Untuk
pendanaan, sepenuhnya bersumber dari sumbangan dan swadaya masyarakat yang peduli
dengan kelestarian masjid yang merupakan aset sejarah Kabupaten Langkat ini. Semenjak
tahun 1991 hingga 2008, tidak pernah lagi diadakan renovasi, berkaitan dengan kondisi
bangunan yang masih bagus dan juga sumber pendanaan yang terbatas.
Arsitektural Masjid Azizi

Masjid Azizi bercorak campuran Timur Tengah dan India dengan banyak kubah dengan daya
tampung sekitar 2000 jemaah sekaligus. Bangunan induk berukuran 25 25 m dan tinggi 30
m. Ketiga sisi Masjid dilengkapi dengan serambi masing masing di sisi timur, utara dan selatan,
masing masing serambi ini berhubungan langsung dengan koridor di tiga sisi masjid dan
langsung menuju ke pintu masuk. Tiang serambi yang berdiri di sisi kiri dan kanannya
berbentuk persegi delapan mirip menara dalam ukuran kecil dengan bagian ujungnya berbentuk
kuncup bunga. Serambi dan teras masjid dilengkapi dengan pilar pilar dan lengkungan khas
timur tengah dihias dengan kaligrafi, bentuk bentuk geometris dan ukiran floral.

lebih dekat ke fasad masjid Azizi (foto dari static.flickr.com)


Ruang utama masjid dindingnya empat persegi panjang berukuran 20 20 m. Lantai ruang
utama tadinya berlapis keramik tapi kini diganti dengan marmer, sisanya lantai keramiknya
masih dapat dilihat di bagian tengah lantai ruang utama. Bagian dinding luar ruang utama
dihiasi dengan kaligrafi al-Qur'an, hiasan geometris, dan floraral. Dinding bagian dalam ruang
utama penuh dengan hiasan, sisi bawahnya dilapisi marmer, sedangkan sisi atasnya dihiasi
kaligrafi al-Qur'an, bentuk geometris dan floral. Mihrab dan mimbar masjid Azizi terbuat
dari marmer.

Menara masjid terletak di timur laut masjid dengan tinggi sekitar 60 meter. Bagian bawah
menara dilengkapi sebuah pintu. Bagian kedua dihiasi dengan sebuah jendela lengkung pada
setiap sisinya. Bagian atapnya berbentuk kubah dengan bulan di puncaknya. Secara
keseluruhan arsitektural masjid Azizi ini memiliki beberapa kemiripan dengan masjid raya Al
Mashun dan masjid Al Osmani di Medan, terutama pada rancang bangun kubahnya yang khas.

Makam pahlawan nasional Tengku Amir Hamzah di Komplek Masjid Azizi


(foto dari flickr.com)

Makam Sultan Langkat dan Keluarga

Di halaman rumput sebelah kanan masjid, di tengahnya terdapat empat makam pahlawan
Langkat yang masih berdarah Sultan yaitu T Harun Azis Bin Sultan Abdul Aziz Abdul Djalil
Rachmad Shah (wafat saat revolusi tahun 1946), T Abdurrahman (wafat 1909), T Soelaiman bin
Tengku Syahruddin bin Tengku Al Haj Aminulah dibunuh saat huru-hara 1946 dan di
sampingnya T Rusian bin T Ahmad Alfatiha.

Di halaman samping kanan masjid juga terlihat makam tokoh pujangga baru, sekaligus
pahlawan nasional, Tengku Amir Hamzah. Makam ini kondisinya cukup terawat. Tengku Amir
merupakan sastrawan angkatan Pujangga Baru yang dikenal lewat beragam karyanya antara
lain Buah Rindu, Bhagawad Gita dan Nyanyi Sunyi. Selain dikenal sebagai sastrawan, Amir
Hamzah juga dikenal sebagai ahli sufi, yang bekas-bekasnya bisa dilihat dari banyak
karangannya.

Masjid Azizi, Tanjung Pura (foto dari bintarobikers.wordpress.com)


Di sebelah kiri kuburan keluarga Tengku Amir Hamzah, melewati pagar tembok dan begitu
memasuki sisi kanan masjid, bersemayam tiga makam dari Kesultanan Langkat yang
memerintah negeri Melayu. Mereka yaitu Tengku Sultan Haji Musa, Tengku Sultan Abdul
Aziz dan Tengku Sultan Mahmud yang dikelilingi makam anak dan cucunya. Semua makam ini
sudah dipagar khusus.

Tradisi Masjid Azizi

Setiap tahunnya diadakan Festival Azizi di masjid ini. Kegiatannya beragam, mulai dari lomba
barzanzi, azan, marhaban, dan baca puisi. Festival tersebut diselenggarakan untuk
memperingati wafatnya Tuan Guru Besilam Babussalam Syeikh Abdul Wahab Rokan, yang
dikenal sebagai ulama penyebar Tariqat Naqsabandiah. Pengikutnya menyebar hingga ke
Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, dan negara-negara Asia Tenggara. Festival bernuansa
Islami itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Masjid Azizi dan sejarahnya. Hanya
karena bertempat di Masjid Azizi, maka disebut Festival Azizi.

Referensi

tapakkaki.wordpress.com - masjid-azizi-saksi-bisu-langkat
wawanwaiting.blogspot.com - Masjid Azizi Peninggalan Sejarah dari Langkat
liburan.info masjid azizi
ismaku.blogspot.com - masjid-azizi-langkat
mkaruk.com - masjid-azizi
antarasumut.com - ziarah-ke-makam-syeikh-abdul-wahab-rokan
sriandalas.multiply.com revolusi sosial sumatera timur

------------------------------------------------

Baca juga artikel masjid masjid di pulau Sumatera lainnya

Masjid Raya Sulaimaniyah, Masjid Kesultanan SerdangMasjid Raya Al Mashun MedanMasjid Al


Osmani Tertua di Kota MedanMasjid Lama Gang Bengkok Kota MedanMesjid Nurul Iman kota
PadangMasjid Ganting Kota PadangGerakan 1000 Surau Minangkabau Paska Gempa 2009Mesjid
Nurul Iman kota PadangMasjid Agung An-Nur Riau di PekanbaruMasjid Raya BatamMasjid Raya
NatunaMasjid Sultan Riau Pulau PenyengatMasjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (Bagian
I) & (Bagian II) Masjid Jami' Indrapuri AcehMasjid Agung Al Falah Jambi, Masjid Seribu Tiang Masjid
Agung Sultan Palembang (Bagian I) & (Bagian II)Masjid Babussalam GelumbangMasjid Raya
Sulaimaniyah, Masjid Kesultanan Serdang

Posted by Hendra Gunawan at 6:53 AM

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest


Labels: Masjid di Sumatera

No comments:

Post a Comment

Dilarang berkomentar berbau SARA


Links to this post

Create a Link

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)

::: Baca Juga :::


AYO Ke Masjid

Masjid Nurul Huda Rawa Bangkong Kaum - *MASIH SAMA*. Pertama mampir ke
masjid ini di bulan September 2012, dan singgah lagi ke sana di Desenber 2015.
Kampung Rawa Bangkong Kaum merupakan salah s...

Catatan Hendra Jailani

Ayat Nyamuk Betina - nyamuk betina yang menggigit Sapi Betina atau Al-Baqoroh
adalah salah satu dari 114 surat yang ada di dalam Al-Quran, tapi bagaimana dengan
Nyamuk Betina ...

Singgah Ke Masjid
Masjid menurut Al-Qur'an dan Hadist - Kubah Emas di Komplek Masjidil Aqso,
Palestina. Kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali di dalam Al-Quran. Dari
segi bahasa, kata tersebut ter...

::: Artikel Populer :::


Islam di Korea Utara

Tetangga yang tak akur Korea Utara adalah Negara yang begitu tertutup dengan dunia
luar sampai sampai begitu sulit mendapatkan informa...

Ada Apa Dengan Kubah Hijau Masjid Nabawi (Bagian-2)

Berdiri Megah di Kota Madinah. Kubah Hijau Masjid Nabawi. Kebohongan Tentang
Mayat di Atas Kubah Hijau Masjid Nabawi Beberapa wakt...

Masjid King Fahd di Banjul, Gambia


Masjid King Fahd / King Fahad Mosque / The Central Mosque of Banjul Gambia (foto
dari Flickr ) Masjid Raja Fahd di Banjul atau The ...

Masjid Agung At-Tin Taman Mini Indonesia Indah

[Foto] Aerial view Masjid Agung At-Tin Taman Mini Indonesia Indah, perhatikan bentuk
kubahnya yang mirip dengan Masjid Istiklal Indonesi...

Masjid Arrahmah, Masjid Terapung kota Jeddah

Masjid terapung laut merah di kota Jeddah Saudi Arabia, dulunya bernama Masjid
Fatimah, lalu diganti dengan nama Masjid Arrahmah. (foto d...

Masjid Saka Tunggal, Masjid Tertua di Indonesia

Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Masjid Tertua di Indonesia ::: Tampilan luar Masjid
Saka Tunggal Baitussalam ini memang sama sekali tak ...

Masjid Agung Surakarta, Jawa Tengah


Masjid Agung Surakarta - Jawa Tengah Masjid Agung Surakarta atau Masjid Agung Solo,
pada masa lalu merupakan Masjid Agung Negara Ke...

Masjid Sunan Ampel - Surabaya

Masjid Sunan Ampel - Surabaya Masjid Sunan Ampel merupakan masjid tertua ke tiga di
Indonesia, didirikan oleh Raden Achmad Rachmatulla...

Masjid Akhmad Kadyrov, Simbol Kebangkitan Chechnya Dari Kehancuran Perang

Masjid Akhmad Kadyrov di pusat kota Grozny, ibukota Chehnya. Saya fikir kita sepakat
akan keindahan Masjid ini. wajar bila kemudian di...

Masjid Larabanga, Masjid Pertama di Ghana dan Afrika Barat

Masjid Larabanga di Ghana, satu dari sekian banyak masjid masjid tua bersejarah khas
Afrika yang dibangun dari lumpur (foto : trekearth.c...

::: Daftar Isi :::


2015 (1)

o August (1)
2013 (55)

o August (4)

o July (11)

o June (11)

o May (9)

o April (6)

o March (5)

o February (1)

o January (8)

2012 (110)

o December (8)

o November (6)

o October (14)

o September (10)

o August (10)

o July (11)

o June (10)

o May (14)

Masjid Katedral, Masjid Agung kota Moskow Rusia ...

Masjid Katedral, Masjid Agung kota Moskow Rusia ...

Masjid Yardyam ( ) Moskow - Rusia

Masjid Memorial, Moskow (Moscow Memorial Mosque) -...

Masjid Moscow Historical Mosque (MHM), Tertua di K...


(Rencana) Masjid Agung kota Magas, Republik Ingush...

Masjid Agung Makhachkala, Dagestan Rusia

Masjid Akhmad Kadyrov, Simbol Kebangkitan Chechnya...

Masjid Sentral Perm (Perm Central Mosque) - Russia...

Masjid Agung Pondok Tinggi, Masjid Tertua di Kerin...

Masjid Jami Muntok, Masjid Tertua di Pulau Bangka...

Masjid Batu Al-Ikhsaniyah, Masjid Tertua di Jambi

Masjid Jami Bengkulu Kenang kenangan dari Bung ...

Masjid Azizi, Masjid Kesultanan Langkat Sumatera...

o April (12)

o March (8)

o February (1)

o January (6)

2011 (70)

o December (11)

o November (9)

o October (7)

o September (2)

o August (6)

o July (1)

o May (3)

o April (7)

o March (7)
o February (8)

o January (9)

2010 (101)

o December (11)

o November (15)

o October (26)

o September (16)

o August (19)

o June (1)

o February (10)

o January (3)

2009 (8)

o December (8)

::: About Me :::

Hendra Gunawan
View my complete profile

::: Pembaca :::

Google+ Followers
130810

Watermark template. Powered by Blogger.

[tutup]
[tutup]
Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook, Twitter, Instagram dan
IRC #wikipedia-idconnect

Masjid Azizi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Lompat ke: navigasi, cari


Masjid Azizi

Masjid Azizi

Tanjung Pura, Langkat, Sumatera


Letak
Utara
Afiliasi agama Islam
Deskripsi arsitektur
Jenis arsitektur Masjid
Tahun selesai 1902
Spesifikasi

Masjid Azizi adalah masjid peninggalan Kesultanan Langkat yang berada di kota Tanjung Pura,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang merupakan ibukota kesultanan Langkat pada masa
lalu. Masjid ini terletak di tepi jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Medan dengan Banda
Aceh.
Mulai dibangun oleh Sultan Langkat Haji Musa pada tahun 1899, selesai dan diresmikan oleh
putra dia, Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah pada tanggal 13 Juni 1902M. Keindahan
Masjid Azizi ini kemudian dijadikan rujukan pembangunan Masjid Zahir di Kedah, Malaysia,
hingga kedua masjid tersebut memiliki kemiripan satu dengan yang lain.

Daftar isi
1 Sejarah Masjid Azizi Langkat

2 Arsitektural

3 Festival Azizi

4 Catatan Kaki

Sejarah Masjid Azizi Langkat[sunting | sunting sumber]

Masjid Azizi pada tahun 1921

Masjid Azizi berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi, Masjid Azizi dibangun atas
anjuran Syekh Abdul Wahab Babussalam pada masa pemerintahan Sultan Musa al-
Muazzamsyah. Mulai dibangun pada tahun 1320 H (1899M) atau setidaknya 149 tahun sejak
Langkat resmi berdiri sebagai Kesultanan, namun Sultan Musa wafat sebelum pembangunan
masjid selesari dilaksanakan. Pembangunan diteruskan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdul
Aziz Djalil Rachmat Syah (1897-1927) Sultan Langkat ke-7.[1]

Rancangan masjid ditangani oleh seorang arsitek berkebangsaan Jerman, para pekerjanya banyak
dari etnis Tionghoa dan masyarakat Langkat sendiri. Sedangkan bahan bangunan didatangkan
dari Penang Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Pada masa itu
sungai Batang Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase 600 ton dapat
melayarinya.

Masjid Azizi diresmikan sendiri oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah bertepatan dengan
peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan peringatan perubahan Kerajaan menjadi
kesultanan Langkat pada tanggal 12 Rabiul Awal 1320H (13 Juni 1902 M) menghabiskan dana
sekitar 200,000 Ringgit, dan dinamai masjid Azizi sesuai dengan nama Sultan Abdul Aziz Djalil
Rachmat Syah.
Arsitektural[sunting | sunting sumber]

Tampilan depan Masjid Azizi

Masjid Azizi bercorak campuran Timur Tengah dan India dengan banyak kubah dengan daya
tampung sekitar 2000 jemaah sekaligus. Bangunan induk berukuran 25 25 m dan tinggi 30
m. Ketiga sisi Masjid dilengkapi dengan serambi masing masing di sisi timur, utara dan selatan,
masing masing serambi ini berhubungan langsung dengan koridor di tiga sisi masjid dan
langsung menuju ke pintu masuk. Tiang serambi yang berdiri di sisi kiri dan kanannya berbentuk
persegi delapan mirip menara dalam ukuran kecil dengan bagian ujungnya berbentuk kuncup
bunga. Serambi dan teras masjid dilengkapi dengan pilar pilar dan lengkungan khas timur tengah
dihias dengan kaligrafi, bentuk bentuk geometris dan ukiran floral.[2]

Ruang utama masjid dindingnya empat persegi panjang berukuran 20 20 m. Lantai ruang
utama tadinya berlapis keramik tapi kini diganti dengan marmer, sisanya lantai keramiknya
masih dapat dilihat di bagian tengah lantai ruang utama. Bagian dinding luar ruang utama dihiasi
dengan kaligrafi al-Qur'an, hiasan geometris, dan floraral. Dinding bagian dalam ruang utama
penuh dengan hiasan, sisi bawahnya dilapisi marmer, sedangkan sisi atasnya dihiasi kaligrafi al-
Qur'an, bentuk geometris dan floral. Mihrab dan mimbar masjid Azizi terbuat dari marmer.

Menara masjid terletak di timur laut masjid dengan tinggi sekitar 60 meter. Bagian bawah
menara dilengkapi sebuah pintu. Bagian kedua dihiasi dengan sebuah jendela lengkung pada
setiap sisinya. Bagian atapnya berbentuk kubah dengan bulan di puncaknya. Secara keseluruhan
arsitektural masjid Azizi ini memiliki beberapa kemiripan dengan masjid raya Al Mashun dan
masjid Al Osmani di Medan, terutama pada rancang bangun kubahnya yang khas.

Festival Azizi[sunting | sunting sumber]


Setiap tahunnya diadakan Festival Azizi di masjid ini. Kegiatannya beragam, mulai dari lomba
barzanzi, azan, marhaban, dan baca puisi. Festival tersebut diselenggarakan untuk memperingati
wafatnya Tuan Guru Besilam Babussalam Syeikh Abdul Wahab Rokan, yang dikenal sebagai
ulama penyebar Tariqat Naqsabandiah. Pengikutnya menyebar hingga ke Aceh, Sumut, Sumbar,
Riau, Jambi, dan negara-negara Asia Tenggara. Festival bernuansa Islami itu sebenarnya tidak
ada hubungannya dengan Masjid Azizi dan sejarahnya. Hanya karena bertempat di Masjid Azizi,
maka disebut Festival Azizi.

Catatan Kaki[sunting | sunting sumber]


1. ^ "Masjid Azizi, Saksi Bisu Langkat". 16 Juni 2012.

2. ^ "Wisata Masjid Azizi Langkat". 16 Juni 2012.

[tampilkan]

Masjid besar dan bersejarah di Indonesia


Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Masjid_Azizi&oldid=10239914"
Kategori:

Masjid di Sumatera Utara

Kesultanan Langkat

Menu navigasi
Perkakas pribadi

Belum masuk log

Pembicaraan IP ini

Contributions

Buat akun baru

Masuk log

Ruang nama

Halaman

Pembicaraan

Varian

Tampilan
Baca

Sunting

Sunting sumber

Versi terdahulu

Lainnya

Pencarian

Navigasi

Halaman Utama

Perubahan terbaru

Peristiwa terkini

Halaman baru

Halaman sembarang

Komunitas

Warung Kopi

Portal komunitas

Bantuan

Wikipedia

Tentang Wikipedia

Pancapilar

Kebijakan

Menyumbang
Hubungi kami

Bak pasir

Bagikan

Facebook

Twitter

Google+

Cetak/ekspor

Buat buku

Unduh versi PDF

Versi cetak

Perkakas

Pranala balik

Perubahan terkait

Halaman istimewa

Pranala permanen

Informasi halaman

Item di Wikidata

Kutip halaman ini

Bahasa lain

English

Basa Jawa
Baso Minangkabau

Bahasa Melayu

Sunting interwiki

Halaman ini terakhir diubah pada 22 September 2015, pukul 17.41.

Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan


tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Kebijakan privasi

Tentang Wikipedia

Penyangkalan

Pengembang

Tampilan seluler


Telusuri Jejak Eksplorasi Minyak di Langkat
Kamis, 26 November 2015 | Dibaca 472 kali

Url Berita

Mahasiswa Sejarah FIB USU Praktik Arkeologi


(Analisa/wardika aryandi) PUING: Susunan puing bangunan, diduga berfungsi sebagai saluran
pipa penyulingan minyak, yang masih tersisa pada area Komplek Bekas Pabrik Penyulingan
Minyak Bumi di Dusun Suka Ramai, Desa Sekoci, Kecamatan Besitang, Minggu (22/11).
(Analisa/wardika aryandi) TUNGKU: Bangunan diduga sebagai tungku pembakaran minyak
mentah, yang masih tersisa pada area Komplek Bekas Pabrik Penyulingan Minyak Bumi di
Dusun Suka Ramai, Desa Sekoci, Kecamatan Besitang, Minggu (22/11).
(Analisa/wardika aryandi) TUNGKU: Bangunan diduga sebagai tungku pembakaran minyak
mentah, yang masih tersisa pada area Komplek Bekas Pabrik Penyulingan Minyak Bumi di
Dusun Suka Ramai, Desa Sekoci, Kecamatan Besitang, Minggu (22/11).
Oleh: Wardika Aryandi.

Kabupaten Langkat adalah daerah yang menyimpan banyak pesona. Bukan hanya keindahan dan
kekayaan alam, serta keanekaragaman kasanah budaya masyarakatnya, tetapi juga pesona di
balik jejak masa lalunya.

Hal itu tergambar saat mengikuti praktik lapangan arkeologi pariwisata, bersama Mahasiswa
Program Studi Strata I Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU, di Dusun Suka Ramai,
Desa Sekoci, Kecamatan Besitang, Minggu (22/11) lalu.

Kegiatan itu dirasa membawa manfaat. Sebab dengan semakin dinamisnya perkembangan
peradaban baru, ternyata kita masih bisa menemukan jejak sejarah, yang bisa mendiskripsikan
kegiatan eksplorasi minyak bumi di bumi betuah, Langkat.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Sejarah USU, Dr Suprayitno MHum, selaku ketua
rombongan, mengaku kunjungan itu merupakan pengalaman penting dan sangat berharga, terkait
upaya inventarisasi dan pelestarian peninggalan masa lalu, serta pengembangan destinasi wisata
sejarah.

"Kita beruntung, karena menjadi rombongan akademis pertama yang melakukan kunjungan ke
tempat ini," ujar Suprayitno, didampingi Ketua Program Studi Strata I Ilmu Sejarah USU, Drs
Edi Sumarno MHum.

Sebagai gambaran, di tempat ini bisa ditemukan beberapa konstruksi bangunan tua, diduga
bagian dari komplek atau pabrik penyulingan minyak bumi, yang beroperasi pada awal abad ke-
20, atau di masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
Komplek bangunan bersejarah itu sendiri berada di areal seluas 10 hektar. Untuk menuju lokasi,
rombongan harus menempuh jalur darat sepanjang 5 kilometer dari ibukota Kecamatan
Besitang, atau 30 kilometer dari Stabat, Kabupaten Langkat.

Saat mengunjungi tempat itu, rombongan dibuat takjub karena menemukan banyak peninggalan
berupa konstruksi bangunan tua berbahan material batu bata dan semen. Mulai dari tungku
pembakaran, wadah penampungan bersambung pipa baja, serta beberapa kolam air sebagai
wadah pendingin.

Seluruh konstruksi bangunan masih tersusun rapih dan terletak saling berdekatan satu sama lain.
Melihat dari susunan dan jumlah bangunan yang ada, jelas terlihat bahwa aktivitas penyulingan
minyak bumi saat itu berlangsung sangat sibuk.

Hanya saja, menurut Peneliti Balai Arkeologi Medan, Repelita Agung Utomo, yang juga tim
pendamping kegiatan tersebut, pihaknya belum bisa memastikan periodeisasi, terkait kapan
pembangunan dan penutupan lokasi ini, dan peran stargisnya. Sebab menurutnya, memang
belum ada penelitian arkelogis berkelanjutan yang dilakukan di tempat itu.

"Terkait aktivitas di tempat itu, serta perannya terhadap kehidupan masyarakat dan
perkembangan wilayah di masa itu, tentunya masih akan kita telusuri," terangnya.

Sayangnya, komplek bangunan yang kerap disebut warga setempat sebagai "benteng" itu, saat ini
kondisinya terlantar dalam kurun waktu yang sangat lama. Sebagian besar konstruksi
bangunannya bahkan sudah terlihat usang dan rusak, yang kemungkinan diakibatkan faktor alam,
dan aksi penjarahan.

Bahkan keberadaannya kini justru semakin terancam dengan meningkatnya alihfungsi lahan oleh
masyarakat setempat atau pihak swasta, baik untuk aktiftas pertanian dan perkebunan, maupun
kebutuhan pemukiman.

Di sisi lain, perhatian dan dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat, terkait upaya
rehabilitasi dan pemeliharaan, pembangunan sarana dan prasarana pendukung, serta promosi
pariwisata secara intensif, jelas sangat dibutuhkan.

Sebab tujuan utamanya adalah, tidak lain agar jejak sejarah kebesaran Langkat sebagai salah
satu daerah penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia, diharapkan masih akan tetap lestari
dalam ingatan masyarakat.

Terkini
CEO Go-Jek Nadiem Ucapkan Terima Kasih Atas
Dukungan #saveGoJek

Jumat, 18 Desember 2015

Jumat, 18 Desember 2015

Pencarian

Home

Mancanegara

nasional

kota

olahraga

ekonomi

opini

aneka

sumut

aceh

Riau

Semua Berita

e-paper

Login

Kampus

Tumbuhkan Sikap Kritis Mahasiswa


Tumbuhkan Sikap Kritis Mahasiswa
Kamis, 17 Desember 2015

Oleh: Eri AriantoMAHASISWA disadari atau tidak punya tanggung jawab yang besar terhadap
persoalan di lingkungan sosial masyarakatnya. Mereka adalah harapan bangsa yang seharusnya
tidak boleh bersikap apatis, sebab di tangan mereka lah tongkat estafet pembangunan
diteruskan.Menumbuhkan sikap dan jiwa kritis di kalangan mahasiswa yang dewasa ini mulai
meredup kiranya perlu dilakukan. Salah satunya dengan menggelar workshop jurnalistik, dengan
bersikap sebagai seorang jurnalis, mahasiswa diharapkan mampu jadi jawaban atas segala
persoalan kebangsa...

Saatnya Lelang Jabatan di Organisasi Mahasiswa


Kamis, 17 Desember 2015

MENGELOLA organisasi mahasiswa harus mengikuti perkembangan zaman. Salah satunya,


harus menciptakan inovasi sehingga produk yang dihasilkan seperti kebijakan dapat diterapkan
dalam kehidupan organisasi. Demikian terungkap dalam Latihan Kepemimpinan (LK) yang
digelar Unit Kegiatan Mahasiswa-Lembaga Pers Mahasiswa (UKM-LPM) UMSU di Mess
Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) di Jalan Pancing Medan, baru-baru ini. Latihan
Kepemimpinan bertema Membangun Etos Kepemimpinan yang Berprestasi Berbasis Vicking
menghadirkan...
Unusu Komitmen Bantu Pemerintah Berantas Narkoba
Kamis, 17 Desember 2015

KEBERADAAN narkoba di kalangan generasi muda dipredeksi akan terus meningkat bila tidak
segera diantisipasi.Karena itu, civitas akademika Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara
(Unusu) berkomitmen membantu pemerintah memberantas peredaran narkoba.Hal ini ditegaskan
Rektor Unusu, Prof Dr Ir H Ahmad Rafiqi Tantawi saat Seminar "Strategi Guru Mencegah
Masuknya Narkoba ke Sekolah" Unusu - BNNP, di Kantor PW NU Jalan Sei Batang Hari
Medan, Sabtu (12/12). Dikatakannya, mahasiswa bersama masyarakat harus sama-sama
memerangi narkoba. ...

UISU Hasilkan Wisudawan Pandai dan Berkualitas


Kamis, 17 Desember 2015

KOORDINATOR Kopertis Wilayah I Sumatera Utara Prof Dian Armanto MPd MSi MA PhD
mengatakan, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) menghasilkan wisudawan/ti yang pandai
dan berkualitas dan ke depan UISU dengan integritas yang sudah dilakukan akan menjadi
perguruan tinggi yang nyaman. UISU saat ini termasuk sebagai perguruan tinggi yang sehat,
baik dan kuat dikarenakan Yayasan UISU sudah terdaftar di Kemenkumham RI, tidak konflik,
program studi dan perguruan tinggi nya memiliki izin dari Kemenristek Dikti, terakreditasi di
BAN PT, ma...
Raih Prestasi Lewat J-Style dan Cosplay
Kamis, 17 Desember 2015

Oleh: Sari RamadhaniPRESTASI dapat diraih dari berbagai bidang. Tak hanya melalui nilai
akademik, lewat hobi pun seseorang dapat mendulang pencapaian yang memuaskan.Gadis
berusia 19 tahun keturunan Jepang, Fatih Rizky ini misalnya. Tak hanya berprestasi dengan nilai-
nilai akademik yang memuaskan di kampusnya, ia juga mengembangkan hobi memakai kostum
bergaya Jepang, biasa dikenal dengan Japanese Style (J-Style) dan memakai kostum tokoh anime
atau permainan dari Jepang yang dikenal dengan Costum Player (Cosplay).Yochin, sapaan akrab
mahasiswi Sa...

Mahasiswa Punya Peran Tanggulangi HIV/AIDS


Kamis, 10 Desember 2015

Oleh: Bambang Riyanto / Suhairy Tri Yadhi. Mahasiswa merupakan agent of change. Tunas
bangsa yang bisa menjadi motor perubahan dan penanggulangan sosial di tengah masyarakatnya.
Termasuk dalam menanggulangi persoalan HIV/AIDS.Peran kaum intelektual muda itu dinilai
cukup signifikan, khususnya dalam mengkampanyekan penanggulangan penyakit yang belum
ditemukan obatnya itu. Mengubah paradigma masyarakat terhadap orang dengan HIV AIDS
(ODHA) , serta menjadi garda terdepan dalam upaya meminimalisir persebaran penyakit yang
umumnya diderita kaum...
Pembinaan Pramuka Perguruan Tinggi Harus Optimal
Kamis, 10 Desember 2015

Pramuka Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Gugus Depan 13.409-13.410 Racana H.
Adam Malik-Hj. Fatmawati menyelenggarakan Latihan Gabungan (Latgab) Pramuka Perguruan
Tinggi Kota Medan yang diikuti Pramuka Perti Kampus USU, Unimed, UMSU di Kampus
UINSU Jalan Williem Iskandar Medan, Minggu (6/12).Kota Medan memiliki beberapa
perguruan tinggi yang mempunyai gugus depan sebagai penyelenggara pendidikan kepramukaan
di kampus perguruan tinggi, namun masalah yang terjadi adalah pramuka perti (perguruan tinggi)
kurang mendapat perhatian kwarti...

Nommensen Siap Terapkan KKNI Hadapi MEA


Kamis, 10 Desember 2015

Rektor Universitas HKBP Nommensen Dr Sabam Malau melantik , Jusmer Sihotang, M.Si
sebagai Dekan Fakultas Ekonomi masa bakti 2015-2018 menggantikan almarhum Dr Parulian
Simanjuntak di aula kampus itu Jalan Sutomo Medan, Selasa lalu.Dekan yang baru terpilih
Jusmer Sihotang menyampaikan program kerja utama yang akan dilaksanakan adalah
meningkatan kualitas SDM terutama terkait ilmu ekonomi yang berkembang pesat.Karenanya
Fakultas Ekonomi (FE) kita harapkan siap menghadapi MEA dan kurikulum yang akan kita
terapkan adalah kurikulum Ke...
Cerdas Mewarta Lewat Pena dan Lensa
Kamis, 10 Desember 2015

Melatih calon jurnalis muda agar memiliki teknik yang baik dalam proses wawancara serta
cermat dalam menulis straight news dan mengambil foto bernilai jurnalistik adalah tujuan utama
LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Dinamika UIN SU menggelar Pelatihan Jurnalistik Tingkat
Dasar (PJTD).Mengusung tema Cerdas Mewarta Lewat Pena dan Lensa pelatihan berlangsung
di gedung Pusat Bahasa Arab UIN SU. Hadir sebagai pemateri Sugiatmo selaku Redaktur Harian
Analisa serta Sapriadi selaku Fotografer Harian Waspada. Aktivis pers mahasiswa se-Kota Med...

Mengukir Cinta di Belahan Jiwa


Kamis, 10 Desember 2015

Acara Seminar motivasi cinta dan konser Maidani dengan tema "Mengukir Cinta di Belahan
Jiwa" yang diselenggarkan oleh komunitas Ikatan Inspirator Muda Indonesia (IIMI) di Aula
Utama UIN Sumut, Minggu,(6/12).Panitia penyelenggara, Ridho mengatakan acara ini
terlaksana atas keinginan dari beberapa mahaiswa penikmat grup musisi religi
Maidani."Bagaimana kalau kita undang saja ke kampus UIN SU, pasti mahasiswa akan antusias
untuk datang" kata Ridho di sela-sela acara.Acara ini untuk menyosialisasikan kepada
mahasiswa makna ...

Prev

Next

Berita Kampus Lainnya


Saatnya Lelang Jabatan di Organisasi Mahasiswa

Unusu Komitmen Bantu Pemerintah Berantas Narkoba

UISU Hasilkan Wisudawan Pandai dan Berkualitas

Raih Prestasi Lewat J-Style dan Cosplay

Mahasiswa Punya Peran Tanggulangi HIV/AIDS

Pembinaan Pramuka Perguruan Tinggi Harus Optimal


Nommensen Siap Terapkan KKNI Hadapi MEA

Cerdas Mewarta Lewat Pena dan Lensa

Berita Terkini

CEO Go-Jek Nadiem Ucapkan Terima Kasih Atas Dukungan #saveGoJek (10 menit yang
lalu)

Catat! Ade Komarudin Janji Akan Kurangi Kunker DPR ke Luar Negeri (13 menit yang
lalu)

Go-Jek Apresiasi Jokowi-JK Soal Pembatalan Keputusan Menhub (45 menit yang lalu)

Akhirnya Para Ilmuwan Sepakat Tentang Plesiosaurus (58 menit yang lalu)

Madonna Bela Mantan Suami (Jumat, 18 Desember 2015 )

Berita Terpopuler

Macet Parah (dibaca 1167 kali)

Tidak Beraturan (dibaca 1161 kali)

Dinonaktifkan MKD (dibaca 1111 kali)


Undang Komedian (dibaca 1064 kali)

Keranjang Rotan (dibaca 780 kali)

Home

Mancanegara

Lintas Dunia

Nasional

Kota

Olahraga

Nasional

Ekonomi

Ekonomi Internasional

Singkat Ekonomi

Ekonomi Market

Opini

Tajuk Rencana

Resensi Buku

Tinjauan Bahasa
Aneka

Sumut

Lintas Daerah

Aceh

Riau

Harian Analisa - Membangkitkan Partisipasi Rakyat dalam Pembangunan.

Telp: (061) 4154 711 / (061) 4512310

Alamat: Jl. Jend. A. Yani No. 35-49 Medan 20111

Email kami di:

online@analisadaily.com - Opini & Surat Pembaca.

iklan@analisadaily.com - Iklan Media Cetak.

iklanonline@analisadaily.com - Online Marketing

Simulasi Hitungan

Aplikasi AnalisaDaily Tersedia di :

Copyright 2015 By Harian Analisa | All Rights Reserved


26/11/2015. 10.28.00 WIB
JEJAK EKSPLORASI MINYAK DI BUMI lANGKAT

Langkatonline.com
Kabupaten Langkat merupakan daerah yang menyimpan banyak pesona.
Bukan hanya keindahan dan kekayaan alam, serta keanekaragaman
kasanah budaya masyarakartnya, tetapi juga pesona di balik jejak masa
lalunya.

Ungkapan itu jelas tergambar di benak saya, saat mengikuti praktek


lapangan arkeologi pariwisata, bersama Mahasiswa Program Studi Strata
I Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU, di Dusun Suka Ramai, Desa
Sekoci, Kecamatan Besitang, Minggu (22/11) lalu.

Tentunya saya merasa sangat beruntung. Sebab dengan semakin


dinamisnya perkembangan peradaban baru, ternyata saya masih bisa
menemukan jejak sejarah, yang bisa mendiskripsikan kegiatan eksplorasi
t Wakil Bupati Langkat minyak bumi di bumi betuah, Langkat.
u SH Drs H Sulistianto Msi
Bahkan Ketua Program Studi Magister Ilmu Sejarah USU, Dr
O MINGGU INI Suprayitno MHum, selaku Ketua Rombongan, mengaku kunjungan itu
merupakan pengalaman penting dan sangat berharga, terkait upaya
inventarisasi dan pelestarian peninggalan masa lalu, serta pengembangan
destinasi wisata sejarah.
Kita beruntung, karena menjadi rombongan akademis pertama yang
melakukan kunjungan ke tempat ini, ujar Suprayitno, didampingi Ketua
Program Studi Strata I Ilmu Sejarah USU, Drs Edi Sumarno MHum.

Sebagai gambaran, di tempat ini bisa ditemukan beberapa konstruksi


bangunan tua, diduga bagian dari komplek atau pabrik penyulingan
minyak bumi, yang beroperasi pada awal abad ke-20, atau di masa
H Ngogesa Sitepu SH Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
bsu T.Erry Nuradi dalam
n Hari Guru Nasional Komplek bangunan bersejarah itu sendiri berada di areal seluas 10
Tahun Persatuan Guru hektar. Untuk menuju lokasi, saya harus menempuh jalur darat sepanjang
esia (HUT PGRI) ke-70 5 kilometer dari ibukota Kecamatan Besitang, atau 30 kilometer dari
Sumatera Utara yang kota Stabat, kabupaten Langkat.
lun-alun Tengku Amir Saat mengunjungi tempat itu, saya merasa takjub karena menemukan
at, Kabupaten Langkat, banyak peninggalan berupa konstruksi bangunan tua berbahan material
batu bata dan semen.
apnya klik : galeri photo
G Mulai dari tungku pembakaran, wadah penampungan bersambung pipa www.LANGKATonline.c
NANKAN baja, serta beberapa kolam air sebagai wadah pendingin. PWI Perwakilan Kabup
Email: pwilangkat@gm
GA ORANG Seluruh konstruksi bangunan masih tersusun rapih dan terletak saling
ANG SHALEH berdekatan satu sama lain. Melihat dari susunan dan jumlah bangunan
yang ada, jelas terlihat bahwa aktifitas penyulingan minyak bumi saat itu
DUP SELALU berlangsung sangat sibuk.

Hanya saja menurut Peneliti Balai Arkeologi Medan, Repelita Agung Kiat Menulis yang b
PUASA Utomo, yang juga tim pendamping kegiatan tersebut, pihaknya belum benar untuk remaja p
bisa memastikan periodeisasi, terkait kapan pembangunan dan Kirimkan tulisan dan
NGAN ALLAH penutupan lokasi ini, dan peran stargisnya. untuk dimuat di kolo
KESAKSIAN Sebab menurutnya, memang belum ada penelitian arkelogis
berkelanjutan yang dilakukan di tempat itu.

Terkait aktifitas di tempat itu, serta perannya terhadap kehidupan


masyarakat dan perkembangan wilayah di masa itu, tentunya masih akan
kita telusuri," terangnya, didampingi Pamong Budaya Kabupaten
Langkat, Johar Abdillah.
. 16.39.00 WIB Sayangnya, komplek bangunan yang kerap disebut warga setempat
RUSAN IPHI sebagai-benteng- itu, saat ini kondisinya terlantar dalam kurun waktu
DIKUKUHKAN yang sangat lama. Sebagian besar konstrruksi bangunannya bahkan
sudah terlihat usang dan rusak, yang kemungkinan diakibatkan faktor
. 21.08.00 WIB alam, dan aksi penjarahan.
h Ketua PWI Sumut
Bahkan keberadaannya kini justru semakin terancam dengan
meningkatnya alihfungsi lahan oleh masyarakat setempat atau pihak
21.42.00 WIB swasta, baik untuk aktiftas pertanian dan perkebunan, maupun
ih Predikat Terbaik kebutuhan pemukiman.
eluarga Harapan
Di sisi lain. Perhatian dan dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten
. 10.28.00 WIB Langkat, terkait upaya rehabilitasi dan pemeliharaan, pembangunan
SPLORASI sarana dan prasarana pendukung, serta promosi pariwisata secara
DI BUMI intensif, jelas sangat dibutuhkan.

Sebab tujuan utamanya menurut saya, tidak lain agar jejak sejarah
. 16.24.00 WIB kebesaran Langkat sebagai salah satu daerah penghasil minyak bumi
Hari Guru Nasional terbesar di Indonesia, diharapkan masih akan tetap lestari dalam ingatan
GRI ke-70 Tingkat masyarakat.
angkat :
H TOKOH Sejarah mencatat bahwa Sumur minyak Telaga Said saat ini diakui
AN TERIMA sebagai sumur minyak produksi pertama di Indonesia. Sosok Aeliko
GAAN Janszoon Zijlker tercatat dalam sejarah perminyakan Indonesia sebagai
penemu sumur minyak pertama di negara ini.
. 17.32.00 WIB
G LANGKAT Untuk lebih jelasnya bila anda berkunjung ke TMII ( Taman Mini
KAN WEBSITE : Indonesia Indah ) di Jakarta, jangan lupa mendatangi Museum Graha
dakwah.com Widya Patra. ( KLIK VIDEONYA tambang minyak di
www.langkatonline.com Red ).
. 18.55.00 WIB
n Pilkades Serentak Hingga kini dalam museum tersebut terdapat fakta sejarah, bahwa cikal
sa Di Langkat, bakal dunia perminyakan di Indonesia berasal dari Telaga Said,
ARFAN Kabupaten Langkat.15 Juni 1885.
SEBAGAI
ADANGTUALANG Karenanya Pangkalanbrandan di Kabuapten Langkat diakui sebagai kota
minyak yang pertama di tanah air, atau disebut juga sebagai cikal bakal
dunia perminyakan di Indonesia berasal dari Telaga Said, Kabupaten
Langkat.***** .(Wardika Aryandi/ Analisa) *****

engunjung ke :

49305

Susunan puing2 batu bangunan, diduga berfungsi sebagai saluran pipa


penyulingan minyak, yang masih tersisa pada area Komplek Bekas Pabrik
Penyulingan Minyak Bumi di Dusun Suka Ramai, Desa Sekoci, Kecamatan
Besitang, Minggu (22/11). ( Wardika Aryandi)

More Sharing ServicesShare | Share on facebook Share on twitter Share on


email Share on print

Hak cipta dilindungi undang-unda


www.LANG

datuk djohan pahlawan, related objects

1. 07 - MTsN.kampung lama besitang

Nearby cities: Medan, Meulaboh, Greater Kamunting Canurbation


Coordinates: 41'47"N 9811'13"E

Nearby places

Nearby cities

Nearby hotels

Anda mungkin juga menyukai